Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia Lisan Pada Anak Autistik di Sekolah TKLB.B.UPT.SLB-E.N PembinaKajian Psikolinguistik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (Sindrom) yang diakibatkan
oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga
tahun.

Penyandang

autisme

menunjukkan

gangguan

komunikasi

yang


menyimpang.Gangguan komunikasi tersebut dapat terlihat dalam bentuk
keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara dengan bahasa yang tidak dapat di
mengerti (bahasa planet) atau bicara hanya dengan meniru saja (ekolalia). Selain
gangguan komunikasi, anak juga menunjukkan gangguan interaksi dengan orang
disekitarnya, baik orang dewasa maupun orang sebayanya (Maulana,2007).
Autis/autism/autisma merupakan penyakit dengan gangguan tertentu
seperti: komunikasi,interaksisosial,danperilaku. Pada umumnya anak yang
mengidap penyakit autisme sering dijauhi oleh teman-temannya.Memang anak
yang mengidap penyakit ini perlu penanganan khusus yang berbeda dengan anak
normal lainnya, namun tidak sepantasnya kita meremehkan mereka.Bagi yang
tidak tahu, anak autis dianggap sebagai anak yang bodoh, tidak bisa berfikir,
terbelakang, bahkan tidak jarang yang menganggap idiot.Namun, itu semua tidak
benar, karena anak autis bukanlah anak yang bodoh. Pada beberapa kasus, anak
tersebut mempunyai keahlian tertentu dan sangat pandai, misalnya : matematika,
musik, dan melukis.
Anak dengan autisme tampak normal pada tahun pertama maupun tahun
kedua dalam kehidupannya.Para orang tua seringkali menyadari adanya
keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika
1
Universitas Sumatera Utara


bermain serta berinterakasi dengan orang lain. Anak- anak tersebut mungkin dapat
menjadi sangat sensitifatau bahkan tidak responsif terhadap rangsanganrangsangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman,
rasa, dan penglihatan).Perilaku-perilaku repetitive (mengepak-ngepakkan tangan
atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat
ditemukan.Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang
lain) atau malah sangat pasif.Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu
yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan.Selain bermain
yang berulang-ulang.Para penyandang autisme beserta spektrumnya sangat
beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi,danbahkan
perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak ‘berbicara’ sedangkan
beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan
mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).
Pada anak normal yang berusia enam tahun sudah mengetahui nama,
mampu merespon terhadap ya dan tidak, mengerti konsep abstrak laki-laki –
perempuan, dan mengikuti perintah-perintah sederhana. Sementara itu pada anak
autistik hanya meniru terhadap apa yang dikatakan atau tidak bicara sama sekali.
Anak pada umumnya mulai mengoceh sekitar umur enam bulan.Ia mulai bicara
dalam bentuk kata pada umur satu tahun dan merangkai dua atau tiga kata dalam
satu kalimat sebelum delapan belas bulan atau dua puluh bulan, kadang-kadang

kemampuan bicara mereka hilang begitu saja.
Anak autistik yang sulit berbicara, sering kali mengungkapkan diri atau
keinginannya melalui perilaku. Memang untuk beberapa kasus anak autistik yang
ada yang sudah mampu menyampaikan keinginannya dengan cara menarik tangan

2
Universitas Sumatera Utara

orang yang didekatnyaa atau menunjuk ke suatu arah yang diinginkan, atau
mungkin menjerit. Jika orangtua atau orang di sekitarnya tidak memahami apa
yang diinginkannya anak akan marah-marah, mengamuk dan mungkin tantrumnya
(hasil dari energy tinggi dan kemampuan yang tidak mencukupi dalam
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan dalam bentuk kata-kata) akan
muncul.Pengklasifikasian autis sebagai berikut:
1. Autis ringan
Autis ringan masih menunjukkan kontak mata walaupun tidak berlangsung
lama.Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi muka dan masih bisa diajak komunikasi
dua arah meskipun hanya sesekali.Tindakan yang sering dilakukan yaitu
memukulkan kepalanya sendiri, dan menggigit kuku.

2. Autis sedang
Autis sedang masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil.Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang
stereotif cenderung agak sulit untuk dikendalikan.
3. Autis berat
Autis

berat

menunjukkan

tindakan-tindakan

yang

sangat

tidak


terkendali.Biasanya anak autis berat menyudutkan kepalanya sendiri ke
tembok dan dilakukan secara berulang-ulang.Ketika orang tua berusaha
mencegah, anak tidak merespon dan tetap melakukannya, bahkan dalam
kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis masih tetap
memukulkan kepalanya.Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan
kemudian langsung tertidur.Kondisi lainnya yaitu anak terus berlarian di

3
Universitas Sumatera Utara

dalam rumah sambil menabrakan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga
larut malam, kondisi ini di luar kontrolnya.
Berbicara tentang pemerolehan bahasa anak melalui dua tahap
perkembangan bahasa, yaitu pemerolehan bahasa (language acquisition) dan
pembelajaran

bahasa

(language


learning).Menurut

Maksan

(1993:19-20)

pemerolehan bahasa dilakukan secara tidak sadar, informal, serta implisit.
Pembelajaran bahasa dilakukan dengan adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan
di tuntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan cara sadar. Perkembangan
bahasa pada anak bergantung pada maturasi otak, lingkungan, perkembangan
motorik, dan kognitif, integritas structural, dan fungsional dan organisme
(Sidiarto, 1991:134). Apabila terdapat gangguan pada proses perkembangan anak,
maka akan berimplikasi pula terhadap pembelajaran bahasa pada anak, gangguan
ini dapat berupa gangguan berbahasa, gangguan pendengaran, keterbelakangan
mental, autis, afasia, disleksia, dan sebagainya.
Faktor penyebab autis masih terus dicari. Namun, beberapa teori terbaru
menyatakan bahwa faktor genetika (keturunan) memegang peran penting dalam
proses terjadinya autis.Komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal juga
ditemukan pada anak autis. Berbagai kondisi neupatologi yang berada diluar
kewajaran ( normal) juga turut menjadi penyebab terjadinya autis (Hadis,2006:4546) Lebih jauh, Hadis (2006:46) juga mendeskripsikan karakteristik anak autis

dari enam masalah/gangguan, yaitu :

1. Masalah di bidang komunikasi: perkembangan bahasa anak autis lambat
atau sama sekali tidak ada. Anak tampak seperti tuli dan sulit bicara, senang
4
Universitas Sumatera Utara

membeo(echolalia) dan senang menarik tangan orang lain untuk
menyatakan keinginannya.
2. Masalah di bidang interaksi sosial: anak autis lebih suka menyendiri, tidak
melakukan kontak mata bahkan cenderung menghindari kontak mata.
3. Masalah di bidang sensoris:anak autis tidak peka terhadap sentuhan (tidak
mau dipeluk), langsung menutup telinga ketika mendengar suara keras,
senang mencium dan menjilat mainan, dan tidak peka terhadap rasa sakit
dan rasa takut.
4. Masalah di bidang pola bermain: anak autis tidak bermain seperti anak
umumnya, tidak memiliki kreativitas, senang bermain dengan benda yang
berputar, dan tidak mau lepas dari benda yang ia pegang dan dapat di bawa
kemana-mana.
5. Masalah di bidang perilaku: anak autis dapat berperilaku hiperaktif dan

kadangkala hipoaktif, menstimulasi diri sendiri, suka duduk bengong
dengan tatapan kosong, dan tidak suka perubahan.
6. Masalah di bidang emosi: anak autis sering marah tanpa alasan, kadang
agresif dan merusak, kadang menyakiti diri sendiri, serta tidak memiliki
empati.
Anak-anak normal memperoleh bahasa secara alamiah dan mampu
mengikuti pembelajaran bahasa.Namun, sebagian lainnya karena berbagai sebab
mengalami kesulitan dalam memperoleh bahasa dan pembelajaran bahasa,
misalnya anak autis. Autisme adalah gangguan perkembangan perfasif yang
ditandai dengan kegagalan untuk berhubungan dengan orang lain, terbatasnya
kemampuan berbahasa, perilaku motorik yang terganggu, gangguan inteletual, dan
tidak menyukai perubahan dalam lingkungan. Secara umum, perkembangan
komunikasi anak autis terbagi dalam dua bagian, yaitu :
1.

Perkembangan komunikasi verbal, meliputi keterlambatan berbahasa
bahkan ada diantara mereka yang kemampuan berbahasanya hilang,

5
Universitas Sumatera Utara


echolalia dan penggunaan bahasanya yang aneh/tidak dimengerti,
menggunakan bahasa sederhana.
2.

Perkembangan komunikasi non verbal, meliputi menggunakan gesture,
gerak tubuh, mengungkapkan keinginan dengan ekspresi emosi (menjerit,
marah-marah, menangis).

Dengan perkembangan komunikasi seperti telah disampaikan di atas
jelaslah anak autis akan menghadapi berbagai kesulitan untuk mengungkapkan
keinginannya dan dengan kemampuan komunikasi seperti demikian perlu adanya
suatu cara yang dapat membantu mereka untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya. Anak autis dapat di bantu mempelajari bahasa terapi wicara.

Tuntutan agar anak autis terus dilatih bicara tidak hanya muncul dari orang
tua saja tapi datang juga dari pendidikan/guru. Para guru menuntut anak berbicara
lancar karena berkaitan dengan kepentingan progam pembelajaran, diantaranya
diharapkan setidaknya anak autis mampu menjawab secara lisan pertanyaanpertanyaan sederhana.Memang benar kemampuan bicara dalam pembelajaran
namun sesungguhnya yang lebih penting adalah pemahaman terhadap bahasa dan

kemampuan untuk berkomunikasi dua arah.

Untuk melakukan komunikasi ternyata dibutuhkan alat. Alat utama dalam
komunikasi adalah bahasa (Jordan dan powell,2002:51). Berarti komunikasi itu
melibatkan bahasa verbal maupun non verbal, mencakup lisan,tulisan,bahasa
isyarat,bahasa tubuh, dan ekspresi wajah.Sebagian besar dari mereka dapat
berbicara, menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata sederhana namun kosa
katanya terbatas dan bicaranya sulit dipahami.Karena kosa katanya terbatas maka

6
Universitas Sumatera Utara

banyak perkataan yang mereka ucapkan tidak dipahaminya,mereka yang dapat
berbicara senang meniru ucapan dan membeo (ekolalia).
Kanner

(Simanjuntak

2009:250)


mengatakan

bahwa

autistik

itu

disebabkan oleh sebuah kerusakan pada kontak efektif, yaitu sebuah gangguan
emosi yang parah. Anak anak autistik ini gagal mengenal dirinya dan manusia lain
serta mereka tidak berhasil menguasai bahasa, mereka hanya mampu meniru
bahasa orang lain dan mengulang-ulang nya (ekolalia). Dalam perkembangannya,
bahasa seorang anak bergantung pada lingkungan anak berada, semakin sering
anak tersebut diajak berbicara maka semakin banyak kosa kata yang cepat anak
kuasai, misalnya anak semakin sering mendengarkan proses pengulangan, maka
semakin banyak pula kata ulang yang anak kuasai.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas.penulis tertarik untuk
meneliti Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia Pada Anak Autistik di
Sekolah TKLB/B UPT.SLB-E.N Pembina Medan. Memang penelitian ini bukanlah
penelitian yang pernah dilakukan, penelitian ini mempunyai kelebihan karena
membandingkan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia yang dialami oleh
anak-anak yang berusia Sembilan sampai lima belas tahun.
Peneliti menetapkan TKLB/B UPT.SLB-E.N Pembina Medan sebagai
lokasi penelitian karena belum pernah ada yang meneliti mengenai pemerolehan
kata ulang bahasa Indonesia lisan pada anak autistik di tempat tersebut. Anakanak yang menjadi subjek penelitian adalah anak-anak yang tidak normal serta
memiliki keterbatasan mental dan fisik yang mendapatkan pendidikan formal di
playgroup ataudi taman kanak-kanak yang berasal dari keluarga yang memiliki
latar belakang yang berbeda-beda.

7
Universitas Sumatera Utara

1.2

Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang tersebut, agar penelitian ini tidak terjadi

kerancuan, maka penulis membatasi dan merumuskan yang akan diangkat dalam
penelitian ini.
Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia lisan pada anak
autistik ringan ?
2. Bagaimanakah hubungan teori Behaviorisme Watson terhadap kelemahan
pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia anak autistik?

1.3 Batasan Masalah
Untuk memperoleh pembahasan yang mendasar dan terperinci, peneliti
membatasi ruang lingkup pembatasan masalah. Dengan adanya pembatasan ruang
lingkup pemasalahan ini, peneliti dapat melakukan pengkajian masalah secara
terarah dan penulisan proposal ini akan tercapai sesuai dengan harapan. Batasan
masalah pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dibatasi hanya pada anak autistik ringan .
2. Umur anak 9-15 tahun.
3. Duduk di sekolah dasar .
4. Fokus penelitian pada pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia lisan.

8
Universitas Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang
memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan
dapat tercapai dengan baik. Adapun tujuan dari peneitian ini adalah:
1.

Mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia lisan pada
anak autistik ringan.

2.

Mendeskripsikan hubungan teori behaviorisme Watson terhadap
kelemahan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia anak autistik.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1Manfaat Teoretis
1. Sebagai sumbangan informasi untuk mengembangkan wawasan dan
pengetahuan dalam ilmulinguistik.
2. Melalui penelitian ini, peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang
morfologi, psikolinguistik, dan anak autisme.

1.5.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai tambahan pengetahuan untuk akademisi agar mengetahui
komunikasi bahasa lisan anak autisme, khususnya tentang pengulangan
kata, dan sebagai referensi masukan .
2. Sebagai sumbangan buat orang tua yang mempunyai anak autis untuk
terus di jaga.

9
Universitas Sumatera Utara