Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan) Chapter III IV

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3.1.1 Sejarah dan Kondisi Geografis Desa Pandumaan
Desa Pandumaan sudah terbentuk sejak jaman penjajahan Belanda, namun saat itu
sebutan untuk Desa Pandumaan masih dalam istilah Batak yaitu Happung (kampung) dan
Nagari. Setelah jaman penjajahan dan beralih pada masa kemerdekaan akhirnya beberapa
Happung (kampung) digabungkan menjadi satu desa yaitu Desa Pandumaan.

Pandumaan sendiri berasal dari istilah Batak yaitu maduma , artinya sejahtera, berbudi
luhur dan baik hati. Sejak terbentuknya Kabupaten humbang Hasundutan pada tahun 2003,
kepala desa yang menjabat sudah berganti sebanyak tiga kali yaitu:
1. Rensus Nainggolan dari tahun 2000 s/d tahun 2005
2. Suanto Nainggolan dari tahun 2005 s/d tahun 2011
3. Budiman Lumban Batu dari tahun 2011 s/d tahun 2016
Desa Pandumaan terbentuk dari tiga dusun, memiliki luas wilayah 4.681,98 hektar,
dengan perincian sebagai berikut:

41
Universitas Sumatera Utara


TABEL 3.1
Data Luas Masing – Masing Dusun Desa Pandumaan
No

Nama Dusun

Luas

Keterangan

1

Dusun 1

1.506,90

Hektar

2


Dusun 2

1.678,01

Hektar

3

Dusun 3

1.497,07

Hektar

4.681,98

Hektar

Total
Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012


Desa Pandumaan memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut:








Sebelah Utara berbatasan dengan

: Desa Pansur Batu

Sebelah Selatan berbatasan dengan

: Desa Aek Nauli I

Sebelah Timur berbatasan dengan


: Desa Sipituhuta

Sebelah Barat berbatasan dengan

: Desa Simataniari Kecamatan Parlilitan

3.1.2 Kondisi Topografi Desa
Ketinggian atau topografi merupakan faktor yang penting dalam penyebaran kegiatan
pertanian (karena masyarakat Desa Pandumaan mayoritas bermata pencaharian sebagai
petani), sehingga ketinggian merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
pertanian. Ketinggian tempat dari permukaan laut berpengaruh terhadap suhu udara, yaitu
setiap naik 100 m suhu akan turun rata – rata 0,6 derajat sehingga semakin tinggi suatu
tempat mengakibatkan daerah tersebut memiliki suhu rendah.
Kondisi dan jenis tanah yang terdapat di Desa Pandumaan adalah jenis tanah yang
berasal dari tuf andesif yang menghasilkan tanah podsolik yang sifatnya sangat erosif. Dilihat
dari tingkat kesuburan, Desa Pandumaan adalah relatif subur dimana tanah yang terdapat di
42
Universitas Sumatera Utara

Desa Pandumaan adalah tanah yang mengandung banyak organik, akan tetapi perlu

dioptimalkan khususnya tehnik pengelolkaan tanah dan budidaya tanaman yang cocok di
Desa Pandumaan.
Kemudian dari jenis kesesuaian lahan di Desa Pandumaan merupakan lahan yang
cocok ditanami padi, tanaman pangan maupun tanaman tahunan seperti kopi, akan tetapi
terdapat kecenderungan masyarakat menanam dan membudidayakan tanaman sayur –
sayuran seperti tomat dan cabe yang sebagian besar tidak optimal hasilnya.
Sebagian penanaman padi hanya ditanam di sawah yang mengharapkan turunnya
hujan, masyarakat belum beralih menanam padi gogo (di perladangan) dalam bahasa daerah
disebut eme darat, yang pada dasarnya mampu menghasilkan padi / beras yang bermutu.
Peluang yang dapat diraih Desa Pandumaan khususnya di

bidang pertanian adalah

pengembangan tanaman perkebunan seperti kopi dan buah – buahan (nenas, jeruk, semangka
dan timun).
TABEL 3.2
Peruntukan Lahan/ Tanah
No

Peruntukan/ Penggunaan Tanah


Luas

Keterangan

1

Persawahan penduduk

187,00

Hektar

2

Tegalan/ perladangan

178,00

Heltar


3

Perkebunan

2.845,00

Hektar

4

Perumahan/ Pemukiman

45,10

Hektar

5

Kolam/ perikanan


9,50

Hektar

6

Sarana Sosial/ rumah iabadah

5,00

Hektar

7

Sekolah

5,00

Hektar


43
Universitas Sumatera Utara

8

Kantor Desa

0.01

Hektar

9

Jalan Umum

22,50

Hektar


10

Saluran irigasi

5,60

Hektar

11

Hutan Rakyat

1.379,27

Hektar

Total

4.681,98


Hektar

Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012

3.1.3 Kondisi Demografi Desa
Dari data tahub 2010 – 2011, tercatat jumlah penduduk Desa Pandumaan sebanyak
1.100 jiwa. Yang terdiri atas 500 jiwa laki – laki dan 600 jiwa perempuan. Dihitung
berdasarkan jumlah kepala keluarga yang dihuni oleh 294 kepala keluarga.
TABEL 3.3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No

Nama Dusun

Jumlah Penduduk
LK

PR

Jumlah

1

Dusun 1

203

300

503

2

Dusun 2

142

198

340

3

Dusun 3

155

102

257

500

600

1.100

Total
Sumber: Profil Desa Sukaramai 2012

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah perempuan didusun 1 dan 2 lebih
mendominasi dibanding jumlah laki – laki, sedangkan di dusun 3 jumlah laki – laki lebih
mendominasi.

44
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No

Nama Dusun

Agama
Islam

Protestan

Katolik

Hindu

Buddha

1

Dusun 1

-

503

-

-

-

2

Dusun 2

-

340

-

-

-

3

Dusun 3

-

257

-

-

-

-

1.000

-

-

-

Total

Sumber: Profil Desa Sukaramai 2012

Dari tabel 3.4 dapat dilihat bahwa seluruh masyarakat Desa Pandumaan adalah
beragama Keristen Protestan baik dari Dusun 1, Dusun 2 dan Dusun 3.
3.1.4 Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi Penduduk
Desa Pandumaan adalah desa pertanian. Maka hasil ekonomi warga dan mata
pencaharian warga sebagian besar adalah petani, dari jumlah KK (294 KK) 98 % adalah
petani. Selebihnya adalah PNS, TNI/ Polri, Pedagang, Karyawan Perkebunan dan lain – lain.
Masyarakat Desa Pandumaan sebagian besar dikategorikan miskin dan prasejahtera
walaupun tersedia lahan perkebunan dan persawahan yang cukup luas. Jika dibuat rata – rata
penghasilan penduduk/ penghasilan perkapita penduduk pertahun adalah Rp 12.000.000 (Dua
Belas Juta Rupiah), hal ini tentunya tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari – hari.
Masyarakat Desa Pandumaan sebagian besar lebih mengandalkan hasil perkebunan
kemenyan (Haminjon dalam istilh Batak), hasil persawahan tradisional dan perkebunan

45
Universitas Sumatera Utara

tanaman kopi. Pengelolaan perkebunan kopi dan tanaman lainnya dapat dikategorikan kurang
maksimal karena SDM dan modal pertanian yang relatif besar.
Kehidpan maasyarakat Desa Pandumaan sangat kental dengan tradisi – tradisi
peninggalan leluhur. Upacara – upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia
(lahir – dewasa/ berumah tangga- mati), seperti upacara kelahiran, perkawinan dan upacara –
upacara yang berhubungan dengan kematian hampir selalu dilakukan oleh masyarakat Desa
Pandumaan.
Kegiatan gotongroyong masyarakat masih kuat, seperti dalam perbaikan jalan, irigasi,
pembangunan rumah ibadah dan pembangunan rumah penduduk masih tetap dilakukan dan
berjalan secara terus menerus.
Kondisi kesehatan masyarakat Desa Pandumaan tergolong cukup baik, terutama
setelah Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan menyediakan sarana dan prasarana
kesehatan seperti POSKESDES dan peralatannya, penempatan tugas kesehatan di desa dan
sebagainya.
Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda
motor, bahkan sepeda motor dipergunakan oleh masyarakat untuk mengangkat hasil
perkebunan/ pertanian ataupun sebagai alat transportasi menuju perkebunan, sedangkan alat
transportasi seperti bus sifatnya adalah musiman (hanya hari jumat dan hari – hari tertentu).
3.1.5 Kondisi Pemerintahan Desa
Unsur penyelenggara Pemerintahan Desa Pandumaan terdiri dari pemerintah desa dan
badan musyawarah desa. Pemerintah desa terdiri dari kepala desa bersama perangkatnya
(perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan urusan pemerintahan,

46
Universitas Sumatera Utara

pelaksana teknis lapangan urusan pembangunan, pelaksana teknis lapangan urusan
kemasyarakatan dan kepala unsur kewilayahan/ Kepala Dusun 1, Dusun 2 dan Dusun 3.
Sedangkan badan permusyawaratan desa terdiri dari pimpinan dan anggota. BPD
pandumaan ada sebanyak tujuh orang yang terdiri dari ketua merangkap anggota satu orang,
wakil ketua merangkap anggota satu orang, sekretaris merangkap anggota satu orang dan
anggota sebanyak empat orang.
Pada saat ini sarana dan prasarana Pemerintahan Desa Pandumaan dapat
dikategorikan sudah lengkap, prasarana tersebut meliputi kantor kepala desa berikut sarana
dan prasarana didalamnya.
Lembaga kemasyarakatan desa sampai saat ini yang sudah dibentuk didesa terdiri
dari PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), Karang Taruna, LPM desa dan
organisasi kepemudaan lainnya.
BAGAN 3.1
Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Pandumaan

Kepala Desa

Sekdes

Pel. Teknis Urusan
Pemerintahan
Unsur Kewilayahan
Kepala Dusun

Pel. Teknis
Urusan
Pemerintahan
Unsur
Kewilayahan
Kepala Dusun

Pel. Teknis Urusan
Pemerintahan
Unsur Kewilayahan
Kepala Dusun

Sumber: Kantor Desa Pandumaan 2012

47
Universitas Sumatera Utara

Didesa Pandumaan saat ini sudah dibentuk 3 (tiga) Dusun/ Unsur kewilayahan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Desa Pandumaan Nomor 1 Tahun 2011 dan sudah
disahkan dalam Berita Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan.
Dusun 1 meliputi perkampungan Banjar Nainggolan, Banjar Pandiangan, Banjar
Lumban Gaol, Sosor Julu, Banjar Sada –Sada, Banjar Lumban Batu, Tambok Tolong,
Lumban Torang, Lumban Ri, Huta Simanullang dan Huta Lumban Sinaga.
Dusun 2 meliputi perkampungan Sipanguhalan, Tor Nauli, Huta Lumban Gaol, Adian
Padang, Lumban Situmorang, Barisan Tigor dan Lumban Halomoan.
Dusun 3 meliputi perkampungan Lumban Sinambela, Lumban Sihite, Sosor Hoting,
Lumban Munthe, Lumban Simanullang dan Huta Pandiangan.
3.1.6 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian tujuan
suatu kegiatan pembangunan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa
Pandumaan dapat dilihat pada tabel berikut,
1. Prasarana Transportasi dan Infrastruktur
Adapun keadaan prasarana infrastruktur yang terdapat di Desa Pandumaan dapat
dilihat pada tabel berikut:

48
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.5
Prasarana Transportasi dan Infrastruktur
No

Tujuan

Jarak Dari

Bentuk

Waktu

Keterangan

Desa/ km

Transportasi

Tempuh

Keadaan Jalan

Lebih dari 40

Jalan Rusak

Umum
1

Pajak/ Pasar

11

Bus

Menit
2

Kecamatan

7

Bus

30 menit

Jalan Rusak

3

Kabupaten

15

Bus

Kurang Lebih

Jalan Aspal/ baik

60 Menit
4

Provinsi

300

Bus

9 jam

Jalan aspal/ baik

Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012

Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat jarak dari Desa Pandumaan ke pasar cukup jauh
dibandingkan ke kecamatan, karena di Desa Pandumaan tidak ada ditemukan pasar begitu
juga di Kecamatan. Jika ingin berbelanja untuk keperluan sehari – hari masyarakat harus
menempuh jarak kurang lebih 11 km untuk dapat menemui pasar yang sudah termasuk dalam
wilayah kabupaten. Kendaraan yang digunakan adalah bus mini yang juga digunakan untuk
mengantar anak – anak kesekolah karena di Desa Pandumaan tidak ada angkutan pedesaan
yang berbentuk kecil seperti L300.
Jarak tempuh dari Desa Pandumaan ke Kecamatan Pollung tidak terlalu jauh, yaitu
sekitar 7 km, namun karena kondisi jalan yang rusak kendaraan tidak dapat melaju dengan
cepat.

49
Universitas Sumatera Utara

Jarak tempuh Desa Pandumaan ke Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan) yaitu
kurang lebih 300 km. Memerlukan waktu minimal delapan jam untuk bisa sampai ke ibu kota
provinsi. Kendaraan yang digunakan tersedia dalam jumlah yang banyak dan layak. Keadaan
jalan yang dilalui juga baik dan beraspal. Namun karena jarak Desa Pandumaan dengan
Ibukota cukup jauh, masyarakat sering terabaikan dalam hal informasi dan bantuan sosial dari
pemerintah.
2. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa pandumaan dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
TABEL 3.6
Sarana Pendidikan
No

Sarana Pendidikan

Jumlah Unit

Keterangan Kondisi

1

TK

-

-

2

SD

1

Kurang Baik

3

SMP

-

-

4

SMA

-

-

1

Kurang Baik

Total
Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012

Untuk bidang pendidikan, Desa Pandumaan hanya memiliki satu sekolah dasar yaitu
SD Impres Pandumaan dengan fasilitas ruangan yang kurang memadai, sedangkan untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak ada. Jika
masyarakat ingin melanjutkan anak meraka ke tingkat SMP ataupun SMA mereka harus
bersekolah ke kabupaten.

50
Universitas Sumatera Utara

3. Sarana Ibadah
Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Pandumaan dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
TABEL 3.7
Sarana Ibadah
No

Sarana Ibadah

Jumlah Unit

Keterangan Kondisi

1

Mesjid

-

-

2

Gereja

6

Baik

3

Vihara

-

-

4

Kuil

-

-

Total

6

Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012

Dalam kegiatan keagamaan di Desa Pandumaan terdapat enam geraja (GKPI, HKBP,
GKLI, Eben Ezer, GPDI dan Bethel). Namun untuk rumah ibadah agama lain tidak ada,
karena Seluruh masyarakat di Desa Pandumaan beragama Kristen Protestan.
4. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Pandumaan dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
TABEL 3.8
Sarana Kesehatan
No

Sarana Kesehatan

Jumlah

Keterangan

1

Puskesmas

2

Baik

2

Apotik

-

-

2

Baik

Total
Sumber: Profil Desa Pandumaan 2012

51
Universitas Sumatera Utara

Kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan tabel 3.8 tergambar bahwa kebutuhan masyarakat di Desa pandumaan cukup
terpenuhi walaupun tidak ada apotik. Jika mereka membutuhkan obat, PUSKESMAS yang
ada di desa sudah mempersiapkan berbagai jenis obat yang dapat dibeli masyarakat disana.

3.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data
3.2.1 Tahap Awal
Pada tahap awal peneliti meminta surat izin penelitan di bagian pendidikan FISIP
USU untuk mengadakan penelitian di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten
Humbang Hasundutan. Analisa data dilakukan melalui analisa tabel tunggal dan analisa tebel
silang melalui statistik deskriptif yang meliputi: frekwensi, persentase, nilai rata – rata, serta
pengujian hipotesa. Berikut dikemukakan temuan data penelitian dan penganalisaannya.
3.2.2 Pengumpulan Data
Bab ini merupakan uraian dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Pengaruh
Pengalihan Fungsi Lahan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat, dimana yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah masyarkat Desa Pandumaan yang bekerja sebagai
petani berjumlah 74 orang. Peneliti menyebarkan koesioner selama satu minggu yakni
tanggal 27 April – 3 Mei 2013 yang dibagikan kepada 74 responden. Dan untuk menghindari
kesalahan dalam pengisian koesioner, maka penulis mengisi koesioner tersebut dengan
wawancara secara langsung.

3.3 Teknik Pengolahan Data
Setelah peneliti mengumpulkan data dari 21 orang responden, kemudian dilakukan
pengolahan data dengan tahapan – tahapan sebagai berikut :

52
Universitas Sumatera Utara

1. Penomoran Koeisioner : Koesioner yang telah dikumpulkan diberi nomor urut sebagai
pengenal (01-74)
2. Editing : Peneliti mengedit jawaban responden untuk memperjelas jawaban yang
meragukan dan menghindari terjadinya kesilapan pengisian data dalam kode yang
disediakan.
3. Coding : Peneliti memindahkan jawaban – jawaban responden kedalam kotak – kotak kode
yang telah disediakan di lembar koesioner dalam bentuk angka ( skor )
4. Inventarisasi : Data mentah yang diperoleh dimasukkan kedalam FC sehingga membentuk
kesatuan
5. Tabulasi Data : Pada tahap ini data FC dimasukkan kedalam tabel. Tabel ini terdiri dari
tabulasi tunggal dan tabulasi silang. Sebaran data dalam tabel secara rinci meliputi
kategori frekwensi, persentase dan selanjutnya dianalisa
6. Pengujian Hipotesa : Dalam penelitian ini digunakan rumus uji statistik yang telah
ditentukan yaitu uji korelasi tata jenjang Spearman. Untuk menguji signifikasi digunakan
rumus ttest dan untuk mengukur tinggi rendahnya digunakan skala Guilford

3.4 Analisa Tabel Tunggal
3.4.1 Karakteristik Responden
Untuk mengenali responden, peneliti menggunakan kuesioner yang juga berisi esay
profil untuk diisi oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapat dengan
menggunakan kuesioner, maka dapat diperoleh karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin dan usia. Untuk lebih jelasnya akan disajikan kedalam tabel – tabel hasil penelitian
berikut.

53
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3. 9
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No

Jenis Kelamin

F

%

1

Laki-laki

71

95.9

2

Perempuan

3

4.1

Total

74

100

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Tabel 3.9 diatas menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki – laki. Saat
dilapangan, kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian petani yang paling sering
ditemui adalah laki – laki.
TABEL 3.10
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No

Usia

F

%

1

20-30 tahun

2

2.7

2

31-40 tahun

20

27.0

3

41-50 tahun

27

36.5

4

51-60 tahun

17

23.0

5

> 60 tahun

8

10.8

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Salah satu kritreria responden pada penelitian ini yaitu, masyarakat Desa Pandumaan
yang telah berkeluarga dan sudah tinggal lama dan memiliki banyak pengalaman di desa
tersebut. Pada tabel 3.10 menunjukkan bahwa usia 41 – 50, 31 – 40 dan 51-60 tahun memiliki
tingkat yang lebih tinggi karena mereka masih produktif dan memiliki banyak pengalaman.
Responden yang berusia lebih dari 60 tahun sudah tidak mampu lagi untuk pergi memanen
54
Universitas Sumatera Utara

hasil kemenyan dihutan, sehingga responden menyewakan lahannya atau menyewa pekerja
untuk mengolah nya dan laba dibagi dua. Sedangkan responden yang berusia 20 – 30 tahun
baru saja berumah tangga dan belum terlalu lama bekerja sebagai petani kemenyan.

3.4.2 Kepemilikan Lahan dan Pendapat Masyarakat Tentang Pengalihan Fungsi
Lahan

TABEL 3.11
Kepemilikan Lahan Kemenyan
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ada

74

100

2

Tidak ada

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013

Kepemilikan yang dimaksud diatas yaitu apakah responden memiliki lahan kemenyan
yang sudah sejak lama di olah dan sudah pernah menuai panen dari lahan tersebut dan sudah
diwariskan atau dilimpahkan oleh leluhurnya. Pada tabel diatas terlihat bahwa seluruh
responden memiliki lahan kemenyan di hutan karena hal tersebut merupakan bagian dari
kebudayaan di Desa Pandumaan bahwa seluruh keturunan nenek moyang mereka akan
mendapatkan hak atas tanah/ hutan.
TABEL 3.12
Luas Lahan Kemenyan Responden
No

Luas Lahan

F

%

1

500� -2500�

11

18.0

2

2501� -5000�

3

4.9

55
Universitas Sumatera Utara

3

5001� -7500�

17

27.9

4

7501� -10000�

22

36.1

5

>10000�

8

13.1

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2012

Semakin luas lahan kemenyan tentunya semakin banyak jumlah kemenyan yang
dihasilkan,dan kebanyakan responden memiliki lahan kurang lebih 1ha atau 1000� .
Responden yang luas lahannya paling sedikit, yang berjumlah 11 orang adalah responden
yang tidak memiliki lahan dan menyewanya dari masyarakat.

TABEL 3.13
Lahan Responden yang Terkena Konversi
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ada

74

100

2

Tidak Ada

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Seluruh responden memiliki jawaban yang sama terhadap lahan mereka yang terkena
konversi. Hasil kemenyan mereka yang tersisa hanya tinggal sedikit dan kualitas nya tidak
bagus lagi.
Untuk lebih jelasnya, berikut tabel rincian luas lahan responden yang terkena
konversi:

56
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.14
Luas Lahan Responden yang Terkena Konversi
No

Luas Lahan

F

%

1

500� -2500�

11

14.9

2

2501� -5000�

8

24,3

3

5001� -7500�

22

29,7

4

7501� -10000�

16

21,6

5

>10000�

7

9,5

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

TABEL 3.15
Tahun Lahan Responden Terkena Konversi
No

Tahun Konversi Lahan

F

%

1

2009

41

55.4

2

2010

33

44.6

3

2011

0

0

4

2012

0

0

5

2013

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

TPL mulai beroperasi di Desa Pandumaan sejak tahun 2009. Sampai saat ini TPL
masih beroperasi, mungkin disekitar lahan kemenyan daerah Parlilitan, Huta Gijang dan
daerah lain. Pengalihan fungsi lahan dilakukan dengan gencat oleh TPL di Desa Pandumaan
pada tahun 2009 dan 2010. Saat ini masyarakat Desa Pandumaan sedang merasakan dampak
57
Universitas Sumatera Utara

pengalihan fungsi lahan beberapa tahun lalu. Responden yang lahannya lebih dahulu
ditebang, tentu merasakan pengaruh pengalihan fungsi lahan terlebih dahulu.

TABEL 3.16
Pendapat Responden Tentang Pengalihan Fungsi Lahan
No

Keterangan Responden

F

%

1

Setuju

0

0

2

Tidak Setuju

74

100

Total

74

100

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Pada Tabel 3.16 diatas disimpulkan bahwa seluruh responden tidak setuju dengan
adanya konversi lahan yang dilakukan oleh pemerintah di Desa Pandumaan. Responden
menganggap pemerintah bekerjasama dengan pihak TPL dan merugikan masyarakat untuk
kepentingan kelompok.
TABEL 3.17
Upaya Responden Mempertahankan Lahan Kemenyan Mereka
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ada

74

100

2

Tidak Ada

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Menurut keterangan responden bahwa mereka akan tetap mempertahankan lahan
mereka. Berbagai upaya telah dilakukan responden untuk mempertahankan lahan mereka
seperti membentuk Pansus, melakukan beberapa kali aksi di pemerintahan pusat dan daerah,
bahkan beberapa dari responden sempat ditahan di tahan oleh aparat keamanan selalam

58
Universitas Sumatera Utara

beberapa hari. Menurut keterangan seluruh responden berdasarkan hasil penelitin bahwa
mereka akan mempertahankan lahan kemenyan mereka sampai titik darah penghabisan.

TABEL 3.18
Kerusakan Lingkungan Akibat Konversi Lahan
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ada

74

100

2

Tidak Ada

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan

Tabel 3.18 menerangkan bahwa ada kerusakan lingkungan di Desa Pandumaan yang
diakibatkan penanaman eccalyptus oleh TPL. Menurut keterangan responden, saat ini
keadaan hutan tidak lagi sesujuk dulu, kualitas dan kuantitas kemenyan semakin hari semakin
merosot.
Di Desa Pandumaan mata pencaharian utama adalah kemenyan, namun ibu rumah
tangga ikut membantu perekonomian keluarga dengen bercocok tanam seperti menanam
padi, kopi, tomat dan sayur – mayur. Tetapi bukan hanya kemenyan saja yang mengalami
penurunan kualitas dan kuantitas tanaman – tanaman lainnya juga terimbas akibat
penebangan kemenyan di hutan, karena binatang – binatang buas keluar dari hutan dan masuk
ke desa sehingga merusak tanaman – tanaman lainnya.
Selain kerusakan tanaman, kehadiran TPL di Desa Pandumaan juga mengakibatkan
air sungai di Desa Pandumaan kehilangan kejernihannya. Sungai memiliki banyak kegunaan
untuk masurakat Desa Pandumaan yaitu sebagai tempat mencucu pakaian, mandi dan bahkan
untuk memasak apabila air dari PNPM sedang padam. Namun sekarang air sungai menjadi

59
Universitas Sumatera Utara

keruh dan gatal, menurut keterangan responden hal ini disebabkan oleh limbah aspal jalan
yang dibuat oleh TPL mengalir kesungai.
Kerusakan – kerusakan lingkungan yang terjadi di Desa Pandumaan yang diperoleh
berdasarkan keterangan responden,

tentunya sangat meresahkan masyarakat Desa

Pandumaan.
3.4.3 Gambaran Perekonomian Masyarakat Desa Pandumaan Sebelum dan Sesudah
Terjadinya Konversi Lahan
Untuk mengetahui bagaimana gambaran perekonomian masyarakat Desa Pandumaan
sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan, maka akan lebih faktual dan objektif jika
dilihat berdasarkan tanggapan masyarakat itu sendiri, sebagai objek yang mengalami secara
langsung. Agar lebih jelas, maka disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi berikut:
TABEL 3.19
Luas Rumah Responden
No

Luas

F

%

1

8-25

19

25.7

2

26-32

45

60.8

3

33-40

10

13.5

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Luas rumah merupakan salah satu indikator pengukur tingkat kemiskinan. Menurut
tabel 3.19 jika dilihat dari luas rumah, responden merupakan masyarakat yang miskin.
Menurut BPS, setiap orang yang tinggal dalam satu rumah harus dapat memperoleh 1� per
orang. Maksimal dalam satu keluarga hanya memiliki dua orang anak.
Namun berdasarkan keterangan yang diperoleh dari setiap responden, kebanyakan
responden memiliki jumlah anak lebih dari empat.

60
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.20
Jumlah Anak Responden
No

Jumlah Anak

F

%

1

0-1 anak

3

4.2

2

2-3 anak

6

8.3

3

4-5 anak

38

52.8

4

6-7 anak

19

26.4

5

>7 anak

6

8.3

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

TABEL 3.21
Lantai Tempat Tinggal Responden
No

Jenis Lantai

F

%

1

Papan

56

75.7

2

Semen

17

23.0

3

Keramik

1

1.3

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Berdasarkan keterangan dari tabel 3.21 kebanyakan masyarakat masih menggunakan
lantai yang terbuat dari papan. Bagian ini juga merupakan salah satu karakteristik kemiskinan
menurut data BPS. Ada beberapa responden yang memiliki lantai semen dan ada satu
responden yang memiliki lantai keramik. Setelah peneliti mengadakan observasi yang tidak
mendalam, ternyata beberapa dari responden yang memiliki lantai semen ataupun keramik

61
Universitas Sumatera Utara

baru saja mengadakan renovasi rumah, yang direnovasi oleh keluarga ataupun anak mereka
yang sudah sukses dan baik perekonomiannya.
TABEL 3.22
Dinding Tempat Tinggal Responden
No

Jenis Dinding

F

%

1

Kayu

57

77.0

2

Tembok tanpa plester

13

17.6

3

Tembok plester

3

4.0

4

Lainnya

1

1.4

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Dinding tempat tinggal termasuk bagian dari indikator pengukur tingkat kemiskinan.
Apabila jenis dinding terbuat dari kayu maka, masyarakat digolongkan kedalam masyarakat
miskin. Kayu dimaksut disini adalah kayu yang sederhana bukan jati ataupun kayu yang
berkualitas tinggi lainnya.
Seperti pada tabel sebelumnya bahwa beberapa rumah yang sudah di tembok,
bukanlah hasil kerja dari responden sepenuh nya, melainkan bantuan dari saudara ataupun
anak kandung responden yang sudah sukses baik berhasil perekonomiannya.
TABEL 3.23
Sumber Air Bersih Responden
No

Sumber Air

F

%

1

Sumur

0

0

2

PAM

0

0

3

PNPM-MP

74

100

4

Lainnya

0

0

62
Universitas Sumatera Utara

Total

74

100

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Lainnya yang dimaksud disini adalah sungai.Sebelum program pemerintah PNPMMP terealisasikan di Desa Pandumaan, sebelumnya masyarakat masih memanfaatkan sungai
yang ada didesa tersebut untuk memperoleh air bersih. Namun setelah adanya program
pemerintah ini masyarakat sangat merasa terbantu.
TABEL 3.24
Alat Penerang Responden
No

Jenis Alat Penerang

F

%

1

Listrik

74

0

2

Non Listrik

0

0

3

Genrator

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Dapat dilihat dari tabel 3.24 bahwa seluruh rumah yang ada di Desa Pandumaan
sudah menggunakan listrik. Walau dalam bagian ini seluruh responden atau masyarakat
sudah menggunakan listrik, namun ada beberapa karakteristik yang harus di teliti lagi.
Dimana apabila 10 dari 14 karakteristik kemiskinan terpenuhi maka, masyarakat dapat
dikatakan miskin.
TABEL 3.25
Kepemilikan Tempat Pembuangan Air Besar
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ada

29

39.2

2

Tidak Ada

45

60.8

74

100

Total
63

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Pada tabel 3.25 Jumlah responden yang tidak memiliki tempat pembuangan air besar
lebih banyk daripada yang memiliki tempat pembuangan air besar. Menurut pendapat
beberapa responden yang tidak memiliki tempat pembuanag ar besar, akan butuh biaya yang
besar untuk membuat tempat pembuangan air besar dikamar mandi, dan sebagian responden
berpendapat bahwa kamar mandi terlalu kecil dan tidak memungkinkan membuat tempat
pembuangan air besar didalamnya.

TABEL 3.26
Bahan Bakar yang digunakan Responden
No

Jenis Bahan Bakar

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

Kompor Tanah

15

20.3

0

0

2

Kompor Gas

17

23.0

14

18.9

3

Kayu Bakar

42

56.7

60

81.1

Total

74

100

74

100

Sumber : Data Hasil Lapangan 2013

Jenis bahan bakar merupakan salah satu alat pengukur tingkat kemiskinan. Pada tabel
frekuensi 3.26 terlihat bahwa kebanyakan responden menggunakan kayu bakar untuk bahan
bakar mereka sehari – hari. Responden yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan
kompor gas merasa lebih efisien jika tidak menggunakan kayu bakar, walau demikian
terkadang, mereka masih meluangkan waktu mereka untuk mencari kayu bakar dan
menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar mereka. Kesimpulannya hampir seluruh
masyrakat masih menggunakan kayu bakar. Sementara responden yang menggunakan kayu

64
Universitas Sumatera Utara

bakar merasa sangat terbantu dari segi ekonomi karena mereka dapat memperoleh kayu bakar
dihutan secara cuma – cuma dan tidak membutuhkan biaya.
Tabel 3.26 menunjukkan setelah terjadi konversi lahan jumlah responden yang
menggunakan bahan bakar kayu semakin meningkat dari 56.7 % menjadi 81.1 %, sedangkan
responden yang menggunakan kompor tanah sama sekali tidak ada dari 20.3 % menjadi 0 %
begitu juga dengan pengguna kompor gas mengalami perubahan penggunaan. Sebelum nya
responden yang menggunakan kompor gas 23.00 %, saat ini menjadi 18.9 %.

TABEL 3.27
Jumlah Daging yang di Konsumsi Responden
No

Jumlah Konsumsi

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

0-1 kali

45

60.8

67

90.5

2

2-3 kali

29

39.2

7

9.5

4

4-5 kali

0

0

0

0

5

6-7 kali

0

0

0

0

74

100

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013

Data hasil lapangan pada tabel 3.27 menunjukkan bahwa konsumsi daging sebelum
konversi lahan oleh responden hanya sedikit. Jumlah konsumsi daging dalam seminggu
merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan. Walaupun ada beberapa
responden yang tidak megkonsumsi daging dalam jumlah banyak karena alasan kesehatan
ataupun anjuran medis, namun itu hanya beberapa. Hampir seluruh responden yang
mengkonsumsi sedikit daging berpendapat bahwa mereka jarang mengkonsumsi daging
karena harganya yang mahal. Diantara responden ada yang hampir satu bulan bahkan lebih

65
Universitas Sumatera Utara

tidak mengkonsumsi daging. Menurut pernyataan responden, mereka mengkonsumsi daging
apabila ada masyarakat desa yang sedang melangsungkan pesta.
Jumlah konsumsi daging oleh responden mengalami perubahan yang cukup drastis
sesudah terjadi konversi lahan di Desa Pandumaan. Hampir seluruh masyarakat desa
pandumaan mengkonsumsi daging sebanyak satu kali dalam seminggu, bahkan ada beberapa
yang tidak mengkonsumsi daging lagi. Tentunya daging diperlukan dalam tubuh karena kaya
akan sumber protein. Saat ini menurut keterangan responden, makanan yang paling sering di
konsumsi adalah ikan asin yang dijual murah dipasaran. Bahkan terkadang mereka hanya
mengkonsumsi sayur yang dapat mereka ambil dari kebun mereka sendiri.
TABEL 3.28
Jumlah Makan Responden Dalam Sehari Sebelum Terjadi Konversi Lahan
No

Jumlah Makan Dalam Sehari

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

1-2 kali

0

0

13

17.6

2

>2 kali

74

100

61

82.4

74

100

74

100

Total

Sember : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Pada tabel 3.28 disimpulkan bahwa keseluruhan responden makan sebanyak lebih dari
dua kali selama satu hari sebelum terjadi konversi lahan. Dimana menurut keterangan data
BPS terkait karakteristik kemiskinan, masyarakat yang miskin adalah masyarakat yang hanya
makan dua kali selama satu hari. Dari tabel berikut ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
terjadi kelaparan pada responden sebelum terjadi konversi lahan, karena mereka
mengkonsumsi makanan sebanyak tiga kali dalam satu hari.

66
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel diatas, ada perubahan jumlah makan dalam responden setelah
terjadi konversi lahan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari beberapa responden, saat
ini mereka cenderung lebih banyak makan dua kali sehari. Mereka makan saat pagi
menjelang siang dan malam. Menurut keterangan responden, sangat sulit sekarang ini untuk
mengkonsumsi makanan, apalagi hasil padi mereka yang jumlah nya tidak banyak.
Berdasarkan beberapa keterangan responden yang hanya makan dua kali dalam sehari,
mereka pernah mengalami kelaparan dan ada diantaranya yang sering mengalami kelaparan.
Tetapi jika dilihat dari tabel, responden belum mengalami kelaparan karena mereka masih
memiliki kebun ataupun sawah yang hasil panen nya dapat mereka konsumsi.
TABEL 3.29
Dampak Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Responden
No

Keterangan Responden

F

%

1

Ya

74

100

2

Tidak

0

0

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Dari tabel 3.29 Dapat disimpulkan bahwa konversi lahan memiliki dampak terhadap
pendapatan responden. Untuk mengetahui perubahan seperti apa yang ditimbulkan akibat
konversi lahan terhadap pendapatan responden disajikan dalam tabel frekuensi berikut:

67
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.30
Perubahan Pendapatan Responden akibat Konversi Lahan
No

Keterangan Responden

F

%

1

Meningkat

0

0

2

Menurun

74

100

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Menurut keterangan tabel 3.29 dan tabel 3.30, konversi lahan berdampak terhadap
perubahan pendapatan responden dan perubahan pendapatan tersebut menjadi menurun dari
pendapatan sebelumnya. Seluruh responden merasakan dampak dari pengalihan fungsi lahan
tersebut.

TABEL 3.31
Konsumsi Baju Baru Responden Selama Satu Tahun
No

Keterangan Responden

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

0-1

23

31.1

66

89.2

2

2-3

51

68.9

8

10.2

3

>3

0

0

0

0

74

100

74

100

Total

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Jumlah konsumsi baju dalam satu tahun merupakan bagian dari karakteristik
kemiskinan menurut data BPS. Tidak ada responden yang mengkonsumsi baju baru selama
satu tahun lebih dari tiga baju. Sebelum terjadi konversi lahan, ada 68,9% masyarakat yang

68
Universitas Sumatera Utara

mengkonsumsi baju baru dalam satu tahun. Baju baru yang dimaksut disini adalah baju yang
dibeli langsung dari toko pakaian dan tidak bekas.
Dari tabel diatas terlihat perubahan jumlah konsumsi pakaian baru oleh responden,
setelah terjadi konversi lahan lebih banyak rsponden yang memilih mengkonsumsi pakaian
baru dalam jumlah sedikit karena keterbatasan biaya. Menurut keterangan responden mereka
mengkonsumsi baju baru hanya pada saat Hari Natal ataupun Tahun Baru.
TABEL 3.32
Tempat Responden Memeriksa Kesehatan
No

Tempat Responden Berobat

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

Bidan Desa

0

0

0

0

2

Pengobatan Alternatif

0

0

0

0

3

Puskesmas

70

94.6

47

63.5

4

Rumah Sakit

2

2.7

1

1.4

5

Lainnya

2

2.7

26

35.1

74

100

74

100

Total

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Tempat responden berobat ketika sakit merupakan bagian dari karakteristik untuk
mengukur tingkat kemiskinan masyarakat. Responden yang memilih untuk berobat ke
PUSKESMAS berjumlah 94.6 %. Menurut keterangan responden, mereka memilih untuk
berobat ke PUSKESMAS karena hanya itu sarana kesehatan yang tersedia di desa.
Responden yang memilih untuk berobat ke rumah sakit karena anjuran keluarga,
mereka harus berobat ke luar desa untuk memeriksakan kesehatan mereka. Lainnya yang
dimaksut pada pilihan ke lima adalah responden memilih untuk beristirahat di rumah jika
sakit karena keterbatasan biaya.

69
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel diatas terlihat perubahan angka tempat responden memeriksa
kesehatan setelah terjadi konversi lahan. Jumlah responden yang memilih untuk memulihkan
kesehatan dirumah semakin meningkat. Sebelum nya berjumlah 2.7 % menjadi 35.1 % dan
satu – satunya responden yang memilih untuk memeriksa kesehatan kerumah sakit adalah
anjuran dari keluarga.
TABEL 3.33
Biaya Pengobatan Responden
No

Keterangan Responden

F

%

1

Biaya Sendiri

72

97.3

2

Jamkesmas

0

0

3

Lainnya

2

2.7

74

100

Total
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013

Berdasarkan tabel 3.33 diatas dapat dilihat bahwa responden membiayai sendiri biaya
kesehatan mereka. Tidak ada bantuan dari pemerintah terkait masalah biaya kesehatan di
Desa Pandumaan. Berdasarkan keterangan dari responden, mereka tidak mengerti bagaimana
cara untuk mengurus Jamkesmas dan perlu biaya transportasi untuk memeriksa kesehatan ke
rumah sakit yang ada di kota.
Karena harus mengeluarkan biaya sendiri saat sakit, responden memilih untuk
mengadakan pemulihan dirumah agar meminimalisir pengeluaran. Sementara maksud lainnya
pada pilihan ke tiga adalah biaya kesehatan responden di tanggung oleh keluarga ataupun
kerabat mereka.

70
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.34
Jumlah Pendapatan Responden Selama Sebulan
No

Jumlah Pandapatan Reponden

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

100.000 - 500.000

15

20.3

34

45.9

2

500.001 - 1.000.000

36

48.6

26

35.1

3

1.000.001 – 1.500.000

19

25.7

13

17.6

4

1.500.001 – 2.000.000

4

5.4

1

1.4

5

>2.000.000

0

0

0

0

Total

74

100

74

100

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Salah satu ukuran terpenting dalam mengukur tingkat kamiskinan adalah jumlah
pendapatan masyarakat. Menurut keterangan data BPS, masyaraakat yang tergolong miskin
apabila Petani, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan
lainnya memiliki pendapatan dibawah Rp. 600.000,- perbulan.
Pada tabel 3.34 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki penghasilan
500.001 – 1.000.000 berada pada jumlah yang lebih banyak sebelum terjadi konversi lahan
ini mendeskripsikan bahwa dari segi pendapatan masyarakat Desa pandumaan tidak
tergolong miskin namun tidak dapat juga dikatakan sejahtra karena tidak ada responden
berpenghasilan lebih dari 2.000.000 dan hanya beberapa responden yang berpenghasilan
1.000.000 – 1.500.000 dan ada empat responden yang memiliki penghasilan 1.500.0012.000.000.
Berdasarkan tabel sebelumnya, dituliskan bahwa masyarakat mengalami perubahan
yang menurun dalam pendapatan setelah terjadi konversi lahan di Desa Pandumaan. Dapat

71
Universitas Sumatera Utara

dilihat dalam tabel perubahan pendapatan pada responden setelah terjadi konversi lahan.
Menurut keterangan responden hal ini sudah pasti terjadi karena sumber penghasilan utama
responden adalah hasil dari pertanian kemenyan. Apabila hal ini terus berlanjut mereka
khawatir akan masa depan mereka dan anak cucu mereka.
Tabel 3.34 Menjelaskan bahwa terjadi peningkatan kemiskinan di Desa Pandumaan,
karena jumlah responden terbanyak adalah jumlah yang menunjukkan angka pendapatan
rendah dan tergolong miskin.
Sebelum terjadi konversi lahan, hanya 20.3% reponden yang memiliki pendapatan
rendah yaitu 100.000-500.000, namun setelah terjadi konversi lahan, jumlah responden yang
memiliki pendapatan rendah semakin meningkat yaitu 45.9 % dan hanya ada 1.4 %
responden yang memiliki pendapatan 1.500.001-2.000.000 rupiah.
TABEL 3.35
Pengeluaran Responden Selama Sebulan
No

Jumlah Pengeluaran Responden

Sebelum Konversi

Sesudah Konversi

F

%

F

%

1

100.000 - 500.000

23

31.1

13

17.6

2

500.001 - 1.000.000

49

62.2

46

62.2

3

1.000.001 – 1.500.00

2

2.7

15

20.3

4

1.500.001 – 2.000.000

0

0

0

0

5

>2.000.000

0

0

0

0

Total

74

100

74

100

Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Berdasarkan tabel 3.35, diatas dapat dilihat bahwa pengeluaran sebelum terjadi
konversi lahan, tidak terlalu tinggi dibanding dengan pendapatan saat itu. Artinya, beberapa
responden masih dapat menabungkan sedikit pendapatan mereka.
72
Universitas Sumatera Utara

Sebelum terjadi konversi lahan pendapatan masyarakat cukup untuk mencukupi
pengeluaran yang tidak begitu tinggi sehingga responden memilih untuk menabung dalam
bentuk uang, emas dan bentuk lainnya seperti sepeda motor, ternak dan tanah.
Bersadasarkan hasil temuan lapangan, seperti yang disajikan dalam tabel 3.35 bahwa
pengeluaran semakin meningkat saat ini. Harga bahan pokok dan seluruh aspek kebutuhan
ekonomi mengalami peningkatan, biaya sekolah dan biaya tidak terduga lainnya yang tidak
sebanding dengan pendapatan.
Setelah terjadi konversi lahan tidak ada responden yang mampu menyisihkan
pendapatannya untuk ditabung. Sebelum terjadi konversi lahan hanya 2.7% responden yang
memiliki pengeluaran 1.000.000 – 1.500.000, namun stelah terjadi konversi lahan meningkat
menjadi 20.3%.
Sebelum terjadi konversi lahan terdapat 31.1% responden yang memiliki pengeluaran
rendah yaitu 100.000 – 500.000, setelah terjadi konversi lahan berubah menjadi 17.6% hal ini
menunjukkan jumlah pengeluaran semakin meningkat setelah terjadi konversi lahan.

TABEL 3.36
Pendidikan Terakhir Responden
No

Tingkat Pendidikan

F

%

1

SD

25

33.8

2

SMP

17

23.0

3

SMA

9

12.2

4

Perguruan Tinggi

1

1.3

5

Lainnya

22

29.7

74

100

Total
Sumber ; Data Hasil Penelitian Lapangan 2013
73

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan juga marupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu
masyarakat. Berdasarkan data BPS jika pendidikan terakhir kepala keluarga adalah SD, maka
dikatakan masyarakat miskin.
Berdasarkan tabel 3.36 jumlah responden yang mengecap pendidikan hanya sampai
tingkat SD lebih unggul di banding responden yang mengecap pendidikan lebih tinggi, yaitu
33.8 %. Sementara responden yang tidak sekolah berjumlah 29.7%. Jika diakumulasikan
jumlah responden yang mengecap pendidikan hanya sampai SD dan responden yang tidak
bersekolah maka masyarakat digolongkan kedalam masyarakat miskin.

3.5 Analisis Tabel Silang
TABEL 3.37
Hubungan Antara Luas Lahan yang dikelola Responden dengan Pendapatan
Responden Sebelum Terjadi Pengalihan Fungsi lahan
No

Luas Lahan
Kemenyan
Responden

Jumlah Pendapatan Responden Sebelum Terjadi Konversi Lahan
100.00500.000

500.0011.000.000

1.000.0011.500.00

1.500.0012.000.000

>2.000.000

F

%

F

%

F

%

F

%

F

%

Total

F

%

1

500-2.500�

5

6,7

3

4,0

0

0

0

0

0

0

8

10,8

2

2.501-5.000�

5

6,7

9

12,1

0

0

0

0

0

0

14

16,6

3

5.001- .5

1

1,3

13

17,5

9

12,1

0

0

0

0

23

31

7.501-10.000�

0

0

7

9,4

10

13,5

2

2,7

0

0

19

25,6

>10.000�

0

0

0

0

1

1,3

4

5,4

6,7

10

13,5

11

14,7

32

43,2

20

27

6

8,1

4
5

Total



5
5

6,7

74

100

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan 2013

Berdasarkan tabel 3.34 diatas dapat diketahui hubungan antara frekwensi luas lahan
kemenyan dengan pendapatan responden sebelum terjadi konversi lahan. Dari 8 (10,8 %)

74
Universitas Sumatera Utara

responden yang memiliki lahan 500 – 2.500 � , terdapat 5 (6,7%) responden berpenghasilan

rendah yaitu 100.000 – 500.000 dan 3 (4%) responden berpenghasilan 500.001 – 1.000.000.

Dari 14 (16,6%) responden yang memiliki lahan 2.501 – 5.000 � , terdapat 5(6,7%)

responden yang berpenghasilan 100.000 – 500.000. Dalam bagian ini jumlah responden yang
memiliki penghasilan 500.001 – 1.000.000 meningkat menjadi 9 (12,1%).

Dari 23(31%) responden yang memiliki luas lahan 5.001 – 7.500 � , hanya terdapat 1

(1,3%) responden yang berpenghasilan rendah yaitu 100.000 – 500.000. Pada bagian ini,
terlihat banyak perubahan pendapatan pada responden. Jumlah responden yang memperoleh
pendapatan sebesar 500.001 – 1.000.000 meningkat menjadi 13 (17,5) responden dan 9
(12,1%) responden memperoleh penhasilan sebesar 1.000.001 – 1.500.000.
Untuk lahan seluas 7.501 – 10.000 � , terdapat 19 (25,6%) responden, dimana untuk

lahan seluas ini todak ada lagi responden yang memperoleh pendapatan rendah. Terdapat 7

(9,4%) responden yang berpenghasilan 500.001 – 1.000.000, 10 (13,5%) responden yang
memperoleh penghasilan sebesar 1.000.001 – 1.500.000 dan terdapat 2 (2,7%) responden
yang memiliki penghasilan sebesar 1.500.001 – 2.000.000.
Dari 10 ( 13,5 %) responden yang memiliki luas lahan lebih dari 10.000 � , tidak ada

responden yang berpenghasilan ren dah. Terdapat 1 (1,3%) reponden yang berpenghasilan

1.000.001 – 1.500.000, 4 (5,4%) responden yang memiliki penghasilan 1.500.001 –
2.000.000 dan (6,7%) responden yang memiliki penghasilan lebih dari 2.000.000
Jadi dapat dilihat bahwa jumlah lahan yang dimiliki responden cukup luas. Hanya 8
(10,8%) responden yang memiliki lahan cukup sempit. Dari tabel diatas juga dapat dilihat
bahwa semakin luas lahan yang dikelola, semakin besar jumlah penghasilan responden.

75
Universitas Sumatera Utara

TABEL 3.38
Hubungan Antara Luas Lahan yang Terkena Konversi Dengan Pendapatan Sesudah Konversi
No

Luas Lahan
Jumlah Pendapatan Responden Sesudah Terjadi Konversi Lahan
Kemenyan
500.0011.000.001- 1.500.001>2.000.000
100.00Total
yang Terkena
1.000.000
1.500.00
2.000.000
500.000
Konversi
F
%
F
%
F
%
F
%
F
%
F
%

1

500-2.500�

10

13,5

1

1,3

0

0

0

0

0

0

11

14,8

2

2.501-5.000�

13

17,5

4

5,3

0

0

0

0

0

0

17

22,9

3

5.001- .5

9

12,1

13

17,5

1

1,3

0

0

0

0

23

31

7.501-10.000�

2

2,7

5

6,7

8

10,8

1

1,3

0

0

16

21,6

>10.000�

1

1,3

3

4

3

4

0

0

0

0

7

9,4

35

47,2

26

35

12

16,2

1

1,3

0

74

100

4
5

Total



0

Dari tabel diatas dapat kita lihat hubungan antara luas lahan yang terkena konversi
dengan jumlah pendapatan responden sesudah terjadi konversi lahan. Semakin luas jumlah
lahan responden yang terkena konversi, semakin rendah jumlah pendapatan responden
tersebut.
Dari 11 (14,8%) responden yang lahannya terkena konversi seluas 500-2.500� , 10

(13,5%) diantara nya memiliki penghasilan sebanyak 100.000 -500.000 dan hanya 1 (1,3%)
yang memiliki penghasilan 500.001 – 1.000.000.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa 35 (47,2%) responden, memiliki penghasilan
yang terendah sejak terjadi konversi lahan,dimana luas lahan yang terkena konversi juga
meningkat, yaitu 5.001 - 7500� .

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah lahan responden
yang terkena konversi, maka jumlah penghasilan responden juga menurun.

76
Universitas Sumatera Utara

3.6.Pengujian Hipotesis
Setelah analisa tabel tunggal dan tabel silang dilakukan maka peneliti melakukan
langkah selanjutnya, yakni pengujian hipotesa penelitian. Uji Hipotesa penelitian dilakukan
untuk mengetahui apakah hipotesa yang diajukan dalam penelitian dapat diterima atau
ditolak.
Hipotesa ini meliputi variabel (X) yakni Pengalihan Fungsi Lahan dan variabel terikat
(Y) tingkat kemiskinan masyarakat adat. Hipotesa tersebut adalah :
Ho

: Tidak terdapat hubungan antara pengalihan fungsi lahan dengan tingkat kemiskinan
masyarakat adat

Ha

: Terdapat hubungan antara pengalihan fungsi lahan terhadap tingkat kemiskinan
masyarakat adat
Langkah – langkah test hipotesis dikemukakan sebagai berikut:

1. Hipotesis diatas terdiri dari 2 variabel yang akan dihitung dan ditemukan makna
hubungannya. Jika data lapangan menunjukkan hubungan kuat maka Ha diterima dan Ho
ditolak atau sebaliknya
2. Yang menjadi variabel pengaruh (X) dalam penelitian ini adalah Pengalihan Fungsi Lahan
dan yang menjadi variabel terpengaruh (Y) adalah tingkat kemiskinan masyarakat adat
3. Kalkulasi tingkat hubungan antara variabel X dan variabel Y menggunakan korelasi Rank
Spearman, dengan tahapan sebagai berikut :

rs

=



+∑

√∑

−∑��



Selanjutnya yang dicari adalah



=



- ∑�
77
Universitas Sumatera Utara



=



=



- ∑�



T=

� −�



=

-(



+



+



+





=

– ∑�

+

=

-



+

+

+

+

=



+



++



+

+

+

+



+

+



+



+

= 33131,5
� −�

∑� = =




-(





+



+



+



+

+

+

+



+



+


– ∑ ��

+

+

+

+
+

+



+



)



+

+

)

+

+



+

+



+



+



+



+

=

= 33512

78
Universitas Sumatera Utara

Sehingga rs didapatkan
rs =



rs =

rs =
rs =

+∑

√∑


−∑��

, +



,



,



rs =
rs = 0,98
Untuk mengukur kuat lemahnya hubungan digunakan skala Guilford. Dalam hal ini r hasil
= 0,98 berada pada skala >0,91 berarti hubungan sangat tinggi dan bisa di andalkan. Artinya
“Terdapat Hubungan antara Pengaruh Pengalihan Fungsi Lahan Dengan Ting kat
Kemiskinan Masyarakat Adat”.
Selanjutnya untuk mengukur tingkat signifikasi digunakan rumus Z sebagai berikut:
�−

Zhitung

= rs √

Zhitung

= 0,98 √

− ,

Zhitung

= 0,98 √

− ,

Zhitung



= 0,98 √



Zhitung

=0,98 (42,6)

Zhitung

= 41,74

Untuk menguji apakah hipotesa dotolak atau diterima, nilai Zhitung dibandingkan dengan
Ztabel. Nilai Z tabel untuk 74 responden adalah 1,289’. Dari nilai Ztabel tersebut bila

79
Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan Zhitung terlihat bahwa Zhitung > Ztabel (Zhitung= 41,74 dan Ztabel =
1,289).
Hal ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya dalam penelitian ini “Terdapat
Hubungan Pengalihan Fungsi Lahan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat”

80
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Akumulasi data yang diperoleh telah disajikan, diuraikan serta dipaparkan pada bab –
bab sebelumnya. Dari pemaparan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan
pengaruh alih fungsi lahan terhadap tingkat kemiskinan masyarakat adat.
1. Terdapat korelasi yang signifikan antara Pengalihan Fungsi Lahan dengan Tingkat
Kemiskinan Masyarakat Adat. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan Pengalihan Fungsi
Lahan yang dilakukan PT TPL di Desa Pandumaan sudah jelas mempengaruhi pendapatan
dan tingkat kemiskianan Masyarakat Adat Desa Pandumaan
2. Berdasarkan Skala Guilford dapat dinyatakan bahwa nilai korelasi menunjukkan hubungan
sangat tinggi dan dapat diandalkan. Jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan Pengalihan
Fungsi Lahan mempunyai hubungan sangat tinggi dan bisa diandalkan.
3. Masyarakat Adat Desa Pandumaan adalah masyarakat yang menjungjung tinggi nilai –nilai
kebudayaan leluhurnya. Masyarakat Desa Pandumaan lebih

mementingkan jati

diri

mereka sebagai putra/ putri Humbang Hasundutan yang tidak akan melepaskan sedikitpun
tanah mereka untuk orang asing. Hal ini terbukti dari penolakan mereka untuk menerima
ganti rugi yang dilakukan TPL. Karena

siapapun yang menerima bantuan tersebut akan

dianggap sebagai orang asing yang

menghianati kampung halamannya sendiri dan

akan dikucilkan di desa sesuai

aturan hukum adat yang ada di desa.

4. Konversi hutan memiliki pengaruh yang negatif dalam beberapa aspek kehidupan
syarakat Desa Pandumaan. konversi

mas-

yang terjadi di desa tersebut mengakib

Dokumen yang terkait

Modal Sosial Komunitas Petani Kemenyan Dalam Pelestarian Hutan Kemenyan Di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan

0 53 123

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Performansi Hutan Kemasyarakatan (Studi kasus: Hutan Kemenyan di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

1 56 81

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 14 113

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 10

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 1

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 30

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 10

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 2

Pengaruh Pengalihan Fungsi Hutan Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Adat (Studi Kasus di Desa Pandumaan, kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 16