Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Model Komunikasi Pembelajaran Pada Homeschooling Komunitas Kak Seto Wilayah Kota Medan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Paradigma Penelitian
Paradigma konstruktivis memandang pengetahuan dan kebenaran sebagai
hal yang diciptakan, bukan yang ditemukan oleh pikiran. Pengetahuan tidak
semata-mata ditransfer ke dalam pikiran. Pikiran membentuk konsep, model dan
skema untuk menjelaskan pengalaman yang akan terus menerus menguji dan
memodifikasi konstruksi-konstruksi tersebut berdasarkan pengalaman baru
(Denzin & Lincoln, 2009:157).Guba dan Lincoln menjelaskan sifat-sifat
konstruksi sebagai berikut (Denzin & Lincoln, 2009: 162):
1. Konstruksi adalah upaya untuk menjelaskan atau menafsirkan
pengalaman, kebanyakan bersifat mempertahankan dan memperbaharui
diri.
2. Sifat atau kualitas konstruksi yang dihasilkan bergantung pada rangkaian
informasi yang tersedia bagi si konstruktor dan kecanggihan konstruktor
dalam mengolah informasi tersebut.
3. Konstruksi dikenal secara luas dan sebagiannya merupakan konstruksi
yang diupayakan, dalam arti, upaya-upaya kolektif dan sistematis demi
sebuah kesepakatan umum tentang sesuatu, misalnya: ilmu pengetahuan.
4. Meskipun semua konstruksi harus dianggap bermakna, sebagiannya bisa

saja dianggap sebagai malkonstruksi karena tidak lengkap simplistik, tidak
menjelaskan, secara internal inkonsisten, atau diperoleh melalui sebuah
metodologi yang tidak memadai.
5. Penilaian bahwa sebuah konstruksi tidak sempurna bisa diputuskan hanya
dengan paradigma yang digunakan oleh konstruktor, dengan kata lain
kriteria dan atau standarnya harus spesifik.
6. Konstruksi seseorang harus direvisi ketika orang tersebut mengetahui
bahwa data baru bertentangan dengan konstruksinya.

10

Universitas Sumatera Utara

Konstruktivisme meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu
berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka
mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka –
makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu.
Makna-makna ini pun cukup banyak dan beraneka ragam sehingga peneliti
dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang
mempersempit makna-makna menjadi sejumblah kategori dan gagasan. Peneliti

berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi
yang tengah diteliti. Pertanyaan-pertanyaan pun perlu diajukan sehingga
partisipan dapat mengkonstruksikan makna atas situasi tersebut, yang biasanya
tidak asli atau tidak dipakai dalam interaksi dengan orang lain. Semakin terbuka
pertanyaan tersebut tentu akan semakin baik, agar peneliti bisa mendengarkan
dengan cermat apa yang dibicarakan dan dilakukan partisipan dalam kehidupan
mereka (Creswell, 2013:11).
Kini belajar dipandang sebagai proses konstruktif. Konstruktivisme
memandang pemahaman bersumber dari pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan, pembelajar menggunakan pengalaman dan interaksi itu untuk
mengonstruksi pemahaman baru (Iriantara, 2014:54). Bagi konstruktivisme,
pembelajaran bukanlah gelas kosong, karena para pembelajar itu membawa
pengetahuan dan keyakinan yang sudah dimilikinya saat masuk ke dalam situasi
pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang dikembangkan Freire mengatakan
bahwa semua pembelajaran bersifat relasional, dan pengetahuan itu dihasilkan
melalui interaksi. Bila pemahaman awal atau prakonsepsi siswa terhadap dunia
tidak dilibatkan, bisa saja para siswa itu akan gagal memahami konsep-konsep

Universitas Sumatera Utara


dan informasi baru yang diajarkan. Pendidik perlu memahami dunia peserta
didiknya (Freire, 2001: 33).
Seperti yang dicatat oleh Matthews (1992), yang ditekankan disini
bukanlah ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang mengisahkan kepada kita
tentang berbagai pengalaman kita dan cara-cara terbaik untuk menyusun
pengalaman tersebut. Belajar didefinisikan ulang sebagai proses mengalami dan
mengembangkan berbagai proses konstruksi ilmu pengetahuan, dan pengajaran
bukan merupakan soal mengomunikasikan isi (yakni, sebagai model transmisi
materi), namun lebih merupakan soal memfasilitasi sebuah proses (Denzin &
Lincoln, 2009: 159).

2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting untuk dijadikan referensi, namun
sampai saat ini peneliti sendiri belum menemukan kajian yang mengkaitkan
komunikasi pembelajaran dengan kegiatan belajar mengajar di homeschooling.
Peneliti hanya menemukan kajian yang berkaitan dengan salah satu konsep yang
ada. Kajian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh dua mahasiswa
Program Studi Psikologi - Universitas Islam Indonesia, Angga Mardiansyah dan
Ully


Gusniarti,

pada

tahun

2007

yang

berjudul

Faktor-Faktor

yang

Melatarbelakangi Orang Tua Melakukan Homeschooling. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi orang tua melakukan
homeschooling. Subjek penelitiannya adalah orang tua dan anak yang menjalani
pendidikan homeschooling.


Universitas Sumatera Utara

Metode penelitian yang diterapkanadalah metode kualitatif, studi kasus.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan
observasi terhadap para orang tua. Faktor yang melatarbelakangi orangtua
melakukan homeschooling adalah (1) faktor internal yaitu adanya persepsi bahwa
pendidikan formal tidak efisien dari segi biaya maupun waktu, (2) faktor eksternal
yaitu bahwa pendidikan formal hanya memberikan teori-teori dan tidak fokus
pada kemampuan anak, dan (3) karakteristik situasional yaitu fakta dilapangan
mengenai sulitnya mencari pekerjaan dan persaingan dalam mencari kerja yang
seringkali menempuh jalan yang tidak lurus. Faktor diatas memunculkan
pertimbangan subjek akan efisiensi mengenai biaya, waktu dan hasil
(Mardiansyah & Gusniarti, 2007:24).
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ricca Vibriyanthy dan Puji Yanti
Fauziahdengan judul,Implementasi Pendidikan Karakter di Homeschooling Kak
Seto Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi
kasus. Penelitian ini dilakukan di Homeschooling Kak Seto Yogyakarta yang
merupakan


kelas

jauhdari

Homeschooling

Kak

Seto

Semarang.

PenelitiandilaksanakanpadabulanSeptember2012sampaidenganApril2013.Subjek
penelitian adalah kepala sekolah, tutor, orangtua, dan homeschooler kelas 1-3 SD.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Keabsahan data dilakukan melalui pengamatan terus menerus dan triangulasi.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: (1) Implementasi pendidikan karakter
dilakukan secara terpadu pada mata pelajaran, manajemen sekolah, dan
ekstrakurikuler (2) Nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada homeschooler
mengacu pada finger printscan yaitu tanggung jawab, rasa hormat, keadilan,


Universitas Sumatera Utara

keberanian, jujur, disiplin, peduli, ketekunan, dan kemandirian. (3) Faktor
pendukung yaitu pendekatan secara personal dan faktor penghambat yaitu latar
belakang keluarga yang sering memanjakan anak. (4) Hasil dari implementasi
pendidikan karakter adalah perubahan sikap dan peningkatan hasil belajar
homeschooler(Vibriyanthy & Fauziah, 2014:75).
Penelitian berjudul Homeschooled Students in College: Background
Influences, College Integration, and Environmental Pull Factors, membahas
bagaimana kehidupan kuliah anak-anak homeschooling. Penelitian Mary Beth
Bolle-Brummond dan Roger D. Wessel berusaha untuk menjawab tiga
pertanyaan; Bagaimana atribut siswa homeschooling mempengaruhi pengalaman
kuliah mereka? Apa pola integrasi akademik dan sosial siswa homeschooling?
Bagaimana

pengaruh

faktor


eksternal

selama

mahasiswa

belajar

di

rumah?Metodologi yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan studi
fenomenologis.
Penelitian fenomenologis dilakukan sebagai tindak longitudinal, yang
meneliti

masalah

transisi

dari


tahun

pertama

mahasiswa

yang

homeschoolingsampai pada sekolah tingkat tinggi. Pada awalnya ada enam
mahasiswa yang menjadi informan, setelah berselang lima tahun berkurang
menjadi lima partisipan. Metode pengumpulan datanya adalah dengan wawancara
semi-terstruktur, sedangkan analisis data adalah pengkodean terbuka dan aksial.
Penemuan penelitian ini adalah mahasiswa memiliki masalah bersaing yang agak
unik karena latar belakang mereka yang belajar di rumah, namun ini bukanlah
masalah yang dapat mempengaruhi keberhasilan mereka selama kuliah. Mereka
berkuliah dengan banyak cara yang sama dengan mahasiswa non homeschooling.

Universitas Sumatera Utara


Dari partisipan keseluruhan menunjukan bahwa mereka adalah mahasiswa normal
(Bolle-Brummond &Wessel, 2012:230).
Peneliti dari Amerika Serikat yaitu Betty Cardona, Sachin Jain, dan Katy
Canfield-Davis melakukan penelitian mengenai Home-School Relationships: A
Qualitative Study with Diverse Familiespada tahun 2012. Penelitian ini
menggunakan

metode

penelitian

kualitatif

dengan

studi

kasus,yang

mengeksplorasi bagaimana keluarga berbeda latar belakang terlibat dalam

kegiatan dan praktek sekolah?Serta apa jenis keterlibatan yang diinginkan
keluarga untuk anak mereka dalam program pendidikan? Peserta dalam penelitian
ini adalah sembilan partisipan dari enam keluarga yang memiliki anak yang
terdaftar pada tiga pendidikan anak usia dini. Metode utama pengumpulan data
termasuk dalam wawancara mendalam dengan orang tua. Sumber data kedua
diperoleh melalui observasi terhadap non-peserta di masing-masing tiga program.
Temuan mengungkapkan bahwa cara keluarga memahami keterlibatan orang tua
sangat dipengaruhi oleh isu etnis, kelas sosial, tingkat pendidikan, dan
bahasa. Ditemukan pula hal-hal yang termasuk dalam hubungan Home School,
yaitu: penghormatan sosial, hal pribadi, dan kompetensi yang dirasakan (Cardona,
Jain, &Canfield-Davis, 2012:11).
Kajian

selanjutnya

adalahKomunikasi

Efektif

bagi

Perkembangan

Kemampuan Berpikir Kreatif Anak oleh Edy Suryadi. Penelitiannya bertujuan
untuk mengetahui pengaruh komunikasi antara anak dan orang tua dalam keluarga
dan guru di sekolah terhadap kemampuan siswa berpikir kreatif. Komunikasi anak
dengan orang tua dan guru dalam penelitian ini adalah berbeda yang didasarkan

Universitas Sumatera Utara

pada tiga gaya komunikasi yaitu gaya komunikasi interaksional, partisipasi dan
gaya delegasi komunikasi.
Berdasarkan hasil analisis data dengan metode explanatory survey
makadiperoleh informasi bahwa: (1) Komunikasi antara anak dan orang tua dan
guru sangat penting dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif anak. (2)
Gaya komunikasi instruksional yang dikembangkan baik oleh orang tua dan guru
sangat efektif apabila disesuaikan dengan anak yang memiliki tingkat yang lebih
rendah kemampuan berpikir kreatif, tapipartisipasi dan gaya delegasi menjadi
tidak efektif. (3) Gaya partisipasi komunikasi terbangun dengan baik oleh orang
tua atau guru sangat efektif apabila disesuaikan dengan anak yang memiliki
tingkat kemampuan berpikir kreatif, namun gaya komunikasi intruksional dan
delegasi tidak cukup efektif, (4) Gaya komunikasi delegasi dikembangkan oleh
orang tua dan guru akan sangat efektif jikadisesuaikan terhadap anak yang tingkat
kemampuan berpikir kreatifnyalebih tinggi, sedangkan gaya komunikasi
instruksional dan partisipasi tidak efektif untuk mereka (Suryadi, 2010:77).
McCroskey dan Richmond dalamPower in the Classroom : Teacher And
Student Perceptions meneliti tentang bagaimana kekuatan guru dalam ruang kelas
yang sangat bergantung pada komunikasi. Karena pada dasarnya, komunikasi
merupakan proses pengajaran itu sendiri. Tanpa komunikasi, maka kekuatan yang
dimiliki oleh guru akan sia-sia. Penelitian mereka difokuskan padakomunikasi
organisasi dengan menggunakan berbagai sampel guru di salah satu sekolah
umum.Data untuk penelitian ini diambil dari sampel berpasangan guru kelas dan
anak murid. sebanyak 156 guru dan 2.698 siswa. Guru dan siswa yang dipilih dari
tingkat pendidikan yang beragam dan disiplin akademis.Semua analisis data yang

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan bantuan paket statistik SAS.Data untuk mata pelajaran individu
yang menekan secara terpisah dan data guru dan siswadipasangkan dengan cara
prosedur MERGE tersedia dalam paket statistik ini (McCroskey&Richmond,
1983:180).

2.3. Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The
Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert
Blummer. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di
dalam cara yang sama dari studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba
empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya, dan usaha untuk memahami
nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikutnya menghindarkan kuantitatif dan
pendekatan ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku
harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan
pentingnya pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi
Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak
dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan
struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan intisari
hubungan sosial.Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes mencatat tujuh asumsi
yang mendasari teori interaksionisme simbolik, yang memperlihatkan tiga tema
besar, yakni(West & Turner, 2011:96):

Universitas Sumatera Utara

(1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan
orang lain pada mereka.
b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antarmanusia.
c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
(2) Pentingnya konsep mengenai diri
a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interkasi dengan
orang lain.
b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berprilaku.
(3) Hubungan antara individu dan masyarakat
a. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial.
b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Karya Mead yang paling terkenal, berjudul Mind, Self, and Society
menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah
diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep paling mempengaruhi
satu sama lain dalam term interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran manusia
(mind), dan interaksi sosial (diri/ self dengan orang lain) digunakan untuk
menginterpretasikan

dan

memediasi

masyarakat

(society)

(Elvinaro,

2007:136).Untuk lebih jelas ketiga konsep tersebut akan dijabarkan sebagai
berikut:
a.

Mind (Pikiran)

Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama dan itu dikembangkan melalui
interaksi dengan orang lain. Manusia memiliki konsep pemikiran
(thought), yang dinyatakan sebagai percakapan di dalam diri sendiri. Salah
satu hal penting yang diselesaikan individu melalui pemikiran adalah
pengambilan peran (role taking) atau kemampuan secara simbolik
menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan orang lain (West &
Turner, 2011:104-105).

Universitas Sumatera Utara

b.

Self (diri)

Diri adalah kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari
perspektif orang lain. Individu mempunyai kemampuan untuk menjadi
subjek dan objek bagi dirinya sendiri dengan menggunakan bahasa. Subjek
atau diri yang bertindak sebagai Idan objek atau diri yang mengalami
sebagai Me. I bersifat spontan, impulsif dan kreatif sedangkan Me lebih
reflektif dan peka secara sosial (West & Turner, 2011:107).
c.

Society (masyarakat)

Masyarakat adalah jejaring sosial yang diciptakan manusia. Ada dua
bagian penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan diri, yaitu;
particular others (orang lain secara khusus) merujuk pada individu yang
signfikan bagi individu seperti keluarga serta teman dan generalized others
(orang lain secara umum) merujuk pada cara pandang dari sebuah
kelompok sosial sebagai suatu keseluruhan (West & Turner, 2011:108).
Komunikasi adalah proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu
dengan cara berpikir tertentu untuk pencapaian pemaknaan tertentu pula, dimana
kesemuanya terkonstruksi secara sosial. Interaksionisme simbolik adalah salah
satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku
manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun,
dibanding penelitian naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan
fenomenologi, interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri.
Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih
mendasarkan pada interaksi kultural antarpersonal, sekarang telah berhubungan

Universitas Sumatera Utara

dengan aspek masyarakat dan atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau
awalnya lebih banyak dimanfaatkan oleh penelitian sosial, namun selanjutnya
juga diminati oleh peneliti budaya.Perspektif interaksi simbolik berusaha
memahami budaya lewat perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi.
Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah
komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi budaya antar
warga setempat. Pada saat berkomunikasi jelas banyak menampilkan simbol yang
bermakna, karenanya tugas peneliti menemukan makna tersebut.
Cara manusia mengartikan dunia dan diri sendiri berhubungan erat
dengan masyarakatnya. Interaksi membuat seseorang mengenal dunia dan dirinya
sendiri. Sebelum bertindak manusia mengenakan arti-arti tertentu kepada
dunianya sesuai dengan skema-skema interpretasi yang telah disampaikan
kepadanya melalui proses-proses sosial. Sehubungan dengan proses-proses
tersebut yang mengawali perilaku manusia, konsep pengambilan peran (role
taking) amat penting. Sebelum seorang diri bertindak, ia membayangkan dirinya
dalam posisi orang lain dan mencoba untuk memahami apa yaang diharapkan oleh
pihak pihak lainnya. Semakin orang mengambil alih atau membatinkan perananperanan sosial, semakin terbentuk pula identitas atau kediriannya. Orang harus
berkomunikasi supaya dapat berinteraksi lebih lanjut. Orang harus berpegang
pada suatu perspektif bersama yang menghasilkan bahwa para pesrta memperoleh
pandangan kurang lebih sama mengenai situasi dan peranan mereka masing –
masing (Damsar, 2011:61).
Hubungan guru-siswa dapat dikatakan sebagai suatu masyarakat karena
hubungan tersebut merupakan interaksi sosial. Hubungan guru-siswa mengandung

Universitas Sumatera Utara

suatu tindakan timbal balik antara dua orang bahkan lebih melalui suatu kontak
dan komunikasi. Hubungan ini juga dipandang sebagai suatu sistem, yaitu sebagai
sekumpulan dari komponen yang saling berhubungan dan bergantung satu sama
lain. Maka dari itu hubungan guru-siswa merupakan suatu sistem interaksi sosial
(Dasmar, 2011: 98). Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial merupakan hubungan masing-masing pihak tanpa
bersentuhan fisik dengan bertatap muka atau dengan media lainnya. Komunikasi
adalah penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain sehingga terjadi
pengertian bersama. Kontak sosial tanpa komunikasi maka akan terjadi
miskomunikasi, hal ini menyebabkan dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan
dalam proses interaksi (Saripudin, 2010:27-28).
Realitas sosial seperti ruang kelas, dipahami sebagai kenyataan
interaksional yang dipenuhi oleh simbol. Sehingga dipandang sebagai interaksi
interpersonal yang menggunakan simbol-simbol, dimana individu secara aktif
mengkonstruksikan tindakannya melalui proses interpretatif. Salah satu proses
interpretative adalah defenisi situasi, yaitu suatu proses penilaian dan
pertimbangan melalui pemberian makna terhadap suatu stimulus yang diterima.
Bisa jadi suatu senyuman didefenisikan sebagai suatu jebakan sehingga senyuman
tersebut ditanggapi dingin oleh pihak lain. Tanggapan tersebut merupakan respon
yang muncul karena didahului oleh defenisi situasi.
Apabila suatu situasi telah dipandang dengan cara tertentu dan dalam suatu
konfigurasi tertentu, amak akan sangat sulit untuk melihatmya lagi dengan cara
yang berbeeda. Dengan cara pandang ini, pendidikan menjadi seni untuk
menanamkan defenisi istuasi yang berlaku pada kaum muda dan yang sudah

Universitas Sumatera Utara

diterima golongan penyelenggara sekolah. Dengan demikian, sekolah merupakan
suatu alat yang ampuh untuk melakukan kontrol sosial (Robinson, 1986:135).

2.4.Komunikasi Pembelajaran
Komunikasi pembelajaran adalah studi komunikasi di dalam kegiatan
belajar mengajar. Komunikasi pembelajaran sendiri memiliki beberapa nama.
Awalnya dinamakan

komunikasi

dalam

pembelajaran.

Ada juga

yang

menyebutnya komunikasi instruksional. Ada juga yang menyamakannya dengan
penggunaan

media

dalam

kegiatan

pembelajaran

sehingga

komunikasi

pembelajaran tak lain dari komunikasi bermedia pembelajaran atau media
instruksional. Apabila disederhanakan, komunikasi pembelajaran ini merupakan
gabungan dari manajemen pesan komunikasi dan fasilitasi pembelajaran
(Iriantara, 2014:17).
Richmond merumuskan komunikasi pembelajaran sebagai proses dimana
guru membangun relasi komunikasi yang efektif dan afektif dengan siswa
sehingga kesempatan siswa berkesempatan meraih keberhasilan yang maksimal
dalam proses pembelajaran (Iriantara & Syaripudin, 2013:74). Komunikasi
pembelajaran sebagai "penyelidikan peran komunikasi dalam pengajaran semua
mata pelajaran di semua tingkatan”. Komunikasi efektif memainkan peran penting
dalam keberhasilan proses pembelajaran pada semua jenjang pendidikan.
Pembelajaran bukan sekedar proses transfer pengetahuan, melainkan juga proses
komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Terdapat dua paradigma dalam
komunikasi pembelajaran, yaitu (Iriantara, 2014: 46-47):

Universitas Sumatera Utara

1. Paradigma Retorika
Komunikasi pembelajaran melihat para pendidik menyampaikan pesan
verbal dan nonverbal dengan maksud untuk mempengaruhi peserta didik.
Pesan-pesan persuasif dimaksudkan untuk mengubah atau meneguhkan
sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku. Asumsi yang dipergunakan
adalah bahwa komunikasi guru-siswa itu dilihat dari sisi produk dan
proses. Karena pembelajaran, yang di dalamnya berproses komunikasi
antara guru dan siswa dan di antara sesama siswa, pada akhirnya yang
akan dilihat adalah hasil belajarnya.
2. Paradigma Relasional
Komunikasi pembelajaran sebagai proses relasional antara guru dan siswa
serta di antara sesama siswa untuk bersama-sama menyusun dan
menggunakan pesan-pesan verbal dan nonverbal untuk membangun relasi
yang baik satu sama lain. Fokus paradigma relasional bukan pada isi pesan
pembelajaran dan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang menjadi
perhatian utama melainkan pada bagaimana guru dan siswa sama-sama
memiliki ikatan dan perasaan yang sama bahwa mereka semua menjadi
bagian dari sebuah proses penting dalam kehidupan manusia yaitu proses
pembelajaran. Dengan begitu, paradigma ini lebih memperhatikan responrespon afektif yang menunjukan guru dan siswa sama-sama membangun
makna dari komunikasi yang dibangunnya.

Universitas Sumatera Utara

2.5. Proses Komunikasi dalam Pembelajaran
Beberapa pihak memandang bahwa komunikasi pembelajaran berbeda
dengan

komunikasi

pendidikan.

Komunikasi

pendidikan

berfokus

pada

komunikasi yang berlangsung di lembaga pendidikan tersebut, sedangkan
komunikasi pembelajaran merujuk pada proses komunikasi yang berlangsung
pada jenjang dan jalur pendidikan yang ada (Iriantara & Syaripudin, 2013:73).
Komunikasi pembelajaran berfokus pada karakteristik guru (misalnya: kejelasan
dan

kedekatan),

karakteristik

siswa

(misalnya;

gaya

belajar),

metode

pembelajaran, komunikasi pendidikan pada umumnya, dan hubungan guru-murid
(Beebe, Steven A., & Mottet, 2009:1). Berikut adalah komponen dalam proses
komunikasi pembelajaran (Iriantara, 2014: 8):
a. Komunikator
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Seluruh proses,
aktivitas orientasi serta relasi-relasi lain yang terjalin untuk menyelenggarakan
pembelajaran selalu melibatkan keberadaan guru dan siswa sebagai aktor
pelaksana. Dalam komunikasi pembelajaran, guru adalah komunikator utama di
dalam kelas. Gambar di atas menunjukan bahwa guru ditempatkan dalam
komunikator, meski dalam konsep pembelajaran kooperatif, guru bukanlah
komunikator dominan. Seperti halnya siswa digambarkan sebagai khalayak, tetapi
bisa saja guru dan siswa saling berganti peran. Komunikator memiliki faktorfaktor, yaitu: keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, dan rencana
pembelajaran.

Universitas Sumatera Utara

b. Pesan
Pesan disusun dengan elemen, isi, struktur tertentu yang merupakan hasil
transformasi dari pikirandalam proses encoding yang dilakukan komunikator yang
kemudian di-decode oleh komunikan. Pesan dalam pembelajaran dapat berupa
bahan ajar yang mengandung muatan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketika
guru berbicara maka kata-kata yang diucapkan adalah pesan. Ketika siswa
menuliskan catatan maka apa yang dia tulis adalah pesan. Jika siswa sedang
melihat video pembelajaran bersama gurunya maka yang sedang mereka lihat
adalah pesan. Pesan juga dapat berupa tujuan pembelajaran itu sendiri.
c. Saluran atau media pembelajaran
Saluran atau media pembelajaran berupa teknik verbal dan nonverbal,
kegiatan pembelajaran dan alat bantu pembelajaran tersebut, media cetak maupun
noncetak. Tujuan penggunaan media pembelajaran ini adalah untuk memberikan
gambaran yang realistik dan subsitusi pengalaman untuk memperoleh pengalaman
kurikuler. Media ini dipandang sebagai fasilitator pembelajaran yang efisien,
namun media tidak dapat menggantikan peran guru (Iriantara, 2011:194). Contoh
media pembelajaran adalah audio (suara guru, kaset atau radio), visual (papan
tulis, buku teks, alat peraga), audio visual (video, multimedia, internet), kinestesis
(software interaktif, model kerja, simulator).
d. Komunikan
Komunikan merupakan penerima pesan dalam proses komunikasi. Pada
komunikasi pembelajaran, siswa memegang banyak kesempatan untuk menjadi
komunikan, namun tidak menutup kemungkinan ada saatnya siswa bisa menjadi
seorang komunikator dalam proses belajar mengajar. Siswa harus memiliki

Universitas Sumatera Utara

perhatian terhadap pesan yang diterima dan harus mampu menafsirkan pesan
tersebut.
e. Umpan Balik
Umpan balik merupakan respon komunikasi selama proses komunikasi
berlangsung yang bisa mengubah pesan komunikasi, media komunikasi, atau
komunikator. Umpan balik dapat berupa respon siswa terhadap bahan ajar yang
disampaikannya kepada guru dalam bentuk pertanyaan ataupun pernyataan, siswa
yang mengacungkan tangan, siswa yang menganggukkankepalanya.

2.6. Prinsip-Prinsip Pesan dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses komunikasi dilakukan secara sengaja dan
terencana, karena memiliki tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu. Guru perlu
mendesain pesan pembelajaran agar dapat ditransformasikan dengan baik kepada
siswa. Berikut adalah prinsip-prinsip pesan dalam pembelajaran (Malcolm dalam
Majid, 2014:287) :
a. Motivasi
Motivasi terdiri dari motivasi internal dan eksternal yang dapat
ditumbuhkan dengan pemberian penghargaan, hukuman, serta deskripsi mengenai
keuntungan dan kerugian dari pembelajaran yang akan dilakukan.
b. Alat penarik perhatian
Pada dasarnya konsentrasi manusia sering berpindah-pindah atau tidak
fokus, sehingga dalam mendesain pesan belajar, guru harus pandai membuat daya
tarik untuk mengendalikan perhatian siswa pada saat belajar. Pengendali perhatian

Universitas Sumatera Utara

yang dimaksud bisa berupa warna, efek musik, humor, kejutan, ilutrasi verbal dan
visual, dll.
c. Partisipasi aktif siswa
Guru berusaha membuat siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan tanya-jawab, praktik dan latihan,
drill,membuat ringkasan, kritik dan komentar, serta pemberian proyek (tugas).
d. Pengulangan
Agar siswa dapat menerima dan memahami materi dengan baik,
sebaiknya penyampaian materi dilakukan berulang kali. Pengulangan tersebut
dapat berupa pengulangan dengan metode dan media yang sama ataupun yang
berbeda.
e. Umpan balik
Umpan balik merupakan hal yang penting. Umpan balik yang baik dari
guru dapat memicu semangat siswa. Umpan balik bisa berupa informasi kemajuan
belajar siswa, penguatan terhadap jawaban yang benar, meluruskan jawaban yang
keliru, memberi komentar terhadap pekerjaan siswa.
f. Menghindari materi yang tidak relevan
Hal ini dilakukan agar pesan yang disampaikan tidak menimbulkan
kebingungan atau bias. Pada desain pesan, guru dapat membuat outline materi,
memberi konsep-konsep kunci yang akan dipelajari, dan memberi topik diskusi.

2.7. Model Komunikasi
Model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses
komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi

Universitas Sumatera Utara

dengan komponen lainnya. Model adalah kerangka kerja konseptual yang
menggambarkan penerapan teori untuk kasus-kasus tertentu. Sebuah model
membantu kita mengorganisasikan data-data sehingga dapat tersusun kerangka
konseptual tentang apa yang akan diucapkan atau ditulis. Kerap kali model-model
teoritis, termasuk ilmu komunikasi, digunakan untuk mengekpresikan definisi
komunikasi, bahwa komunikasi adalah proses transmisi dan resepsi informasi
antara manusia melalui aktivitas encoder yang dilakukan pengirim dan decoder
terhadap sinyal yang dilakukan oleh penerima (Arni, 1992:5).
Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr mengatakan model
membantu merumuskan teori dan menyarankan hubungan. Oleh karena hubungan
antara model dengan teori begitu erat, model sering dicampuradukka dengan teori.
Oleh karena kita memilih unsur-unsur tertentu yang kita masukkan dalam model,
suatu model mengimplikasikan penilaian atas relevansi, dan ini pada gilirannya
mengimplikasikan teori mengenai fenomena yang diteorikan. Model dapat
berfungsi sebagai basis bagi teori yang lebih kompleks, alatuntuk menjelaskan
teori dan menyarankan cara-cara untuk memperbaiki konsep-konsep (Mulyana,
2008:131).Berikut ini adalah model-model komunikasi menurut para ahli (West &
Turner, 2011:11):
a. Komunikasi sebagai aksi: Model linier

Universitas Sumatera Utara

Model Linier ini merupakan deskripsi dari Claude Shannon dan Warren
Weaver. Mereka berasumsi bahwa pesan dikirimkan oleh suatu sumber kepada
penerima melalui saluran. Sumber tersebut adalah pengirim pesan. Sedangkan
pesan yang dikirim dapat berupa kata-kata, suara, tindakan, atau gerak-gerik
dalam sebuah interaksi. Komunikasi model linier ini juga melibatkan gangguan
(noise). Ada 4 jenis gangguan pada model komunikasi liner ini, yaitu: gangguan
semantik, gangguan fisik (eksternal), gangguan psikologis, dan gangguan
fisiologis.
b. Komunikasi sebagai interaksi: Model interaksional

Model komunikasi interaksional ini dikemukakan oleh Wilbur Schramm.
Bila dalam model komunikasi linier, seseorang hanyalah berperan sebagai
pengirim atau penerima, maka pada model komunikasi interaksional ini juga
mengamati hubungan antara seorang pengirim dan penerima. Model komunikasi
ini menekankan proses komunikasi dua arah diantara para komunikator. Dengan
kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim kepada penerima dan
dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

komunikasi selalu berlangsung. Pandangan interaksional mengilustrasikan bahwa
seseorang dapat menjadi baik pengirim maupun penerima dalam sebuah interaksi,
tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.
c. Komunikasi sebagai transaksional: Model transaksional

Model komunikasi transaksional ini dikemukakan oleh Barnlund. Dia
menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara
terus

menerus

dalam

sebuah

episode

komunikasi.

Model

komunikasi

transaksional berarti bahwa proses komunikasi tersebut kooperatif, baik pengirim
maupun penerima sama-sama bertanggungjawabterhadap dampak dan efektivitas
komunikasi yang terjadi.
Nana Sudjana menyebutkan bahwa pola atau model komunikasi dalam
proses pembelajaran terdiri dari tiga jenis (Majid, 2014:289), yaitu:
a. Komunikasi satu arah
Komunikasi satu arah terjadi jika proses pembelajaran berlangsung
dengan cara penuangan atau penyampaian materi pembelajaran dari guru kepada
siswa. Jadi arah komunikasi adalah dari guru kepada siswa. suasana kelas
biasanya tenang dan tertib, tidak ada suara, kecuali yang ditimbulkan oleh guru.
Guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru

Universitas Sumatera Utara

adalah aktif dan siswa pasif. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan
kegiatan siswa dalam belajar.
b. Komunikasi dua arah
Pada komunikasi ini, guru dan siswa dapat berperan sama, yaitu pemberi
aksi dan penerima aksi. Suasana kelas dengan pola komunikasi dua arah jauh
lebih hidup dan lebih dinamis dari suasana komunikasi satu arah. Disini terdapat
umpan balik bagi guru meskipun kurang bahkan tidak ada komunikasi antar
siswa. Disini sudah terlihat hubungan dua arah, tetapi terbatas antara guru dan
pelajar secara individual. Antara pelajar dan pelajar tidak ada interaksi ataupun
komunikasi.
c. Komunikasi banyak arah
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dan
siswa tetapi melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa satu dengan yang
lainnya juga. Siswa, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar
bagi siswa lain. Proses belajar mengajar dengan model komunikasi ini mengarah
kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal,
sehingga menumbuhkan siswa untuk belajar aktif. Diskusi dan simulasi
merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini.
2.8.Homeschooling
Homeschooling merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan di
rumah sebagai sekolah alternatif, yang menempatkan anak-anak sebagai subjek
dengan pendekatan secara at home. Homeschooling dibangun berdasarkan nilainilai bertanggung jawab pada orang tua terhadap arah pendidikan anak-anaknya.
Asumsi dasarnya, setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan

Universitas Sumatera Utara

mengejar impian terbaik mereka berdasarkan nilai-nilai yang terbaik, dengan cara
terbaik tanpa ada keterpaksaan melalui tekanan eksternal di luar dirinya
(Sumardiono, 2007:3).
Anak-anak dapat belajar apapun sesuai dengan apa yang mereka
inginkan, kapan saja, dimana saja, sehingga anak-anak dapat merasa nyaman saat
belajar. Namanya memang homeschooling, namun bukan berarti anak akan terus
menerus belajar di rumah. Dalam sistem homeschooling, jam pelajaran bersifat
fleksibel, tidak ada kelas seperti halnya pada sekolah formal, dan fungsi guru pun
hanya sebagai pembimbing yang mengarahkan minat anak-anak dalam mata
pelajaran yang disukainya (Adilistiono, 2010:34). Ada beberapa klasifikasi
homeschooling(Adilistiono, 2010:36), yaitu:
a. Homeschooling Tunggal
Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga
tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi
yang berjauhan.
b. Homeschooling Majemuk
Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga
untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang
tua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.
Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet
tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.

Universitas Sumatera Utara

3. Homeschooling Komunitas
Homeschooling

Komunitas

merupakan

gabungan

beberapa

homeschooling yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan
pokok (olah raga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal
pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan
komunitasnya kurang lebih 50:50.
Secara umum karakteristik model pembelajaran homeschooling dapat
diidentifikasikan sebagai berikut (Muhtadi 2008:4):
(1) Orientasi pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter pribadi
dan perkembangan potensi bakat, dan minat anak secara alamiah dan spesifik.
(2) Kegiatan belajar bisa terjadi secara mandiri, bersama orang tua, bersama tutor,
dan di dalam suatu komunitas.
(3) Orang tua memegang peran utama sebagai guru, motivator, fasilitator,
dinamisator, temandiskusi dan teman dialog dalam menentukan kegiatan belajar
dan dalam proses kegiatan belajar.
(4) Keberadaan guru (tutor) lebih berfungsi sebagai pembimbing dan pengarah
minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya.
(5) Adanya fleksibilitas pengaturan jadwal kegiatan pembelajaran. (Kegiatan
pembelajaranbisa dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari maupun malam hari).
(6) Adanya fleksibilitas pengaturan jumlah jam pelajaran untuk setiap materi
pelajaran. (Pembahasan tidak akan pindah ke topik lain, jika anak-anak belum
menguasai. Anak diberi kesempatan secara lebih luas menentukan topik bahasan
untuk setiap pertemuan).
(7) Pendekatan pembelajaran lebih bersifat personal dan humanis.
(8)Proses pembelajaran dilaksanakan kapan saja, bersama dengan siapa saja dan
dimana saja (tidak terpaku pada keberadaan ruang kelas dan gedung yang megah).
(9) Memberi kesempatan anak belajar sesuai minat, kebutuhan, kecepatan dan
kecerdasan masing-masing.
(10) Tidak ada istilah anak tidak naik kelas, semua anak bisa naik kelas sesuai
kecepatan masing-masing.
(11) Evaluasi Ujian akhir Nasional bisa dilaksanakan kapan saja sesuai kesiapan
masing-masing anak. Untuk Indonesia, Evaluasi Ujian Akhir Nasional dapat

Universitas Sumatera Utara

ditempuh melalui ujiankesetaraan paket A, B, dan C yang dilaksanakan oleh
Dirjen PLS.
Beberapa kurikulum dan bahan ajar homeschooling di Indonesia, masih
mengikuti kurikulum Pendidikan Nasional, sedangkan di luar negeri sudah banyak
pilihan, dari yang gratis sampaiyang termahal. Kurikulum dalamhomeschooling
tidak dipaksakan harus mengindukPendidikan Nasional, namun bagi yang akan
memakai kurikulum Pendidikan Nasional bukan suatu masalah. Biasanya
yangmengacu pada kurikulum Diknas untuksatu semester dapat ditempuh lebih
cepat dengan 3 bulan (Sugiarti, 2009:19).
Homeschooling di Indonesia memiliki payung hukum berdasarkan
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas No.20/2003). Dalam pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya. Homeschooling termasuk dalam pendidikan
informal karena didasari dengan pasal 27 ayat 1 yaitu kegiatan pendidikan
informal dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan berbentukkegiatan belajar
secara mandiri. Dilanjutkan dalam pasal 27 ayat 2 bahwa hasil

pendidikan

sebagaimana dimaksud ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.

2.9. Homeschooling Kak Seto
HSKS Pusat telah berdiri sejak tahun 2007 di Kota Tangerang. HSKS
memiliki beberapa cabang di kota-kota besar, salah satunya adalah Kota Medan,

Universitas Sumatera Utara

yang didirikan mulai April 2010. Saat ini, HSKS Medan berlokasi di Jl. D.I.
Panjaitan No. 176 Medan. HSKS dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana
yaitu belajar dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja.
Motto HSKS adalah belajar lebih cerdas, kreatif, dan ceria dimana dengan
menggabungkan konsep kreativitas, life skills dan karakter akan menjadi landasan
profil lulusan HSKS, yaitu: memiliki kecakapan hidup yang bisa menopang diri
serta lingkungannya dan memiliki nilai-nilai mulia dalam membangun komunitas
di masa mendatang.
Kurikulum HSKS mengacu kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Kurikulum 2013 (K-13), serta kurikulum yang disusun sendiri oleh
HSKS. Kegiatan tutorial disusun berdasarkan kurikulum tersebut dan disampaikan
dengan metode pembelajaran HSKS. Metode pembelajaran HSKS menggunakan
pendekatan yang lebih tematik, konstruktif, aktif, dan kontekstual serta belajar
mandiri melalui penekanan kepada kecakapan hidup dan keterampilan dalam
memecahkan masalah. Lembaga ini menentukan uang sekolah per anak sebesar
Rp.950.000,- /bulan untuk menjalankan setiap sistem yang ada. Pembelajaran
HSKS tidak terpaku dengan akademik, kegiatan lain yang dilaksanakan adalah:
a.

Project class merupakan proses pembelajaran melalui percobaan-percobaan
ilmiah dan keterampilan lainnya. Kegiatan ini membantu peserta untuk
mengembangkan kreativitasnya.

b.

Refresh study adalah kegiatan menonton bareng ke bioskop atau di
komunitas untuk menyaksikan film yang sesuai dengan usia dan
perkembangan peserta agar mereka dapat belajar melalui film.

Universitas Sumatera Utara

c.

Outing adalah kegiatan belajar di kelas baik berupa kunjungan ke tempat
terbuka maupun di dalam ruangan.

d.

Parents meeting adalah sarana komunikasi antara orang tua dengan pihak
HSKS dan penyampaian informasi mengenai kalender akademik dan
pembagian raport.
HSKS memiliki 12 kelas, yaitu; kelas I-VI SD, kelas VII-IX SMP, dan

kelas X-XII SMA. Saat ini HSKS memiliki 14 tutor dan 44 siswa. Proses
pembelajaran HSKS tersedia dengan berbagai cara, sebagai berikut:
a.

Komunitas yaitu proses pembelajaran dimana peserta dikumpulkan di
sebuah kelas untuk belajar sambil bersosialisasi dengan teman-temannya.
Jadwal belajar komunitas ditentukan oleh tutorial dengan kapasitas per kelas
minimal 3 orang dan maksimal 10 orang. Jadwal pembelajaran tingkat SD
dilaksanakan pada hari Rabu dan Jumat, pukul 08.00-12.00 WIB sedangkan
Jadwal pembelajaran tingkat SMP-SMA dilaksanakan pada hari Selasa dan
Kamis, pukul 08.00-12.00 WIB. Komunitas melakukan beberapa kegiatan
lain, yaitu: project class setiap hari Jumat, parents meeting, dan outing
setiap sebulan sekali.

b.

Distance Learning (DL) merupakan proses pembelajaran dimana peserta
belajar di rumah dan didampingi tutor. Jadwal belajar disusun sesuai dengan
kesepakatan antara peserta dan orang tua. Jadwal pembelajaran ditentukan
oleh peserta sendiri dengan didampingi oleh orang tua. Apabila
membutuhkan tutor pendamping, orang tua dapat mengajukan tutor visit.
Kegiatan lainnya adalah DL Gathering setiap 3 bulan sekali, outing setiap
sebulan sekali, parents meeting.

Universitas Sumatera Utara

c.

Semi komunitas adalah proses pembelajaran dimana peserta belajar di
rumah (DL) mengadopsi sistem pembelajaran berkumpul di dalam kelas
(komunitas), yaitu dengan membentuk kelompok serta pembelajaran yang
tetap seperti komunitas dengan kapasitas per kelas minimal 2 orang dan
maksimal 10 orang. Kegiatan lainnya adalah DL Gathering SD, SMP, SMA
setiap 3 bulan sekali, outing setiap sebulan sekali, parents meeting.

Proses pembelajaran komunitas adalah satu-satunya proses pembelajaran yang
dilaksanakan HSKS Kota Medan untuk SMP-SMA karena belum ada orang tua
yang mendaftarkan anaknya selain di komunitaspada saat ini.
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional
mengakomodasi homeschooling sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang
dapat dilakukan oleh masyarakat. HSKS berada di bawah naungan Direktorat
Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Departemen
Pendidikan Nasional. Para peserta didik yang mengikuti homeschooling Kak Seto
ini terdaftar secara resmi sebagai peserta didik ”Sekolah Mutiara Indonesia”
asuhan Kak Seto. Siswa akan memperoleh ijazah kesetaraan yang dikeluarkan
oleh Depdiknas yaitu: Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara
SMA. Para lulusannya memiliki legalitas untuk mengikuti ujian dan melanjutkan
sekolah ke jenjang sekolah formal yang lebih tinggi bahkan ke luar negeri
sekalipun.

Universitas Sumatera Utara

2.10. Kerangka Pemikiran

Komponen
Pembelajaran HSKS
Tutor
Pemahaman terhadap
kegiatan belajar
mengajar di HSKS

Siswa

Orang Tua

Komunikasi
Pembelajaran

Bahan Ajar

Media
Pembelajaran

Universitas Sumatera Utara