Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Model Komunikasi Pembelajaran Pada Homeschooling Komunitas Kak Seto Wilayah Kota Medan Chapter III VI

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
bagaimana peneliti akan mengumpulkan serta menganalisis data yang ada.
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Riset
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena sedetail mungkin melalui
pengumpulan data yang sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besar
populasi maupun sampling, yang lebih ditekankan disini adalah persoalan
kedalaman (kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2009:56-57).
Pada penelitian deskriptif, peneliti hendak menggambarkan suatu gejala
tertentu; tidak untuk mencari atau menerangkan keterkaitan antar variabel.
Penelitian deskriptif hanya melukiskan atau menggambarkan apa adanya. Masalah
yang diteliti dalam penelitian ini adalah masalah yang relevan dengan keadaan
dewasa ini (Sanjaya, 2014:59-60). Metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur

pemecahan

masalah


yang

diselidiki,

dengan

menggambarkan/

melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk memberikan bobot yang tinggi
terhadap metode ini, maka fakta atau data yang ditemukan harus diberi arti,
dengan tidak sekedar menyajikannya secara deskriptif. Fakta atau data yang
diperoleh harus diolah dan ditafsirkan. Penyajian data tanpa diolah dan ditafsir

39

Universitas Sumatera Utara

berarti menandakan penelitian belum selesai. Metode deskriptif bertugas untuk

melakukan representasi objek mengenai gejala-gejala yang terdapat di dalam
masalah penelitian (Nawawi & Martini, 1994: 73-74).

3.2. Aspek Kajian
Aspek kajian penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Pemahaman Informan terhadap Homeschooling Kak Seto.

2.

Keberadaan tutor sebagai komunikator dalam proses pembelajaran yang
terdiri dari dua poin yang akan dianalisis, yakni
a) rencana pembelajaran: perencanaan belajar mengajar yang digunakan
oleh tutor dalam kelas
b) keterampilan

mengajar:

kemampuan


tutor

untuk

membuka,

menyajikan, menutup pembelajaran. Hal ini juga berkaitan dengan
metode mengajar yang digunakan untuk mentransfer pesan kepada
siswa.
3.

Komponen pesan dalam pembelajaran,yakni materi pembelajaran. Pesan
dianalisis dengan memerhatikan prinsip-prinsip pesan pembelajaran, yaitu:
a) motivasi, berupa penghargaan, hukuman, dan tujuan pembelajaran
b) penarik perhatian, berupa warna, efek musik, pergerakan, humor,
kejutan, ilustrasi verbal dan visual, serta sesuatu yang aneh
c) partisipasi aktif siswa, berupa tanya jawab, praktik dan latihan, drill,
membuat ringkasan, kritik dan komentar, serta pemberian proyek
(tugas)


Universitas Sumatera Utara

d) pengulangan, berupa pengulangan dengan metode dan media yang
sama, pengulangan dengan metode dan media yang berbeda, preview,
overview, dan penggunaan isyarat.
e) umpan balik, berupa informasi kemajuan belajar siswa, penguatan
terhadap jawaban benar, meluruskan jawaban, memberi komentar
terhadap pekerjaan siswa, dan memberi umpan balik secara
menyeluruh terhadap perfoma siswa.
f)

menghindari materi yang tidak relevan dengan cara memberikan
outline materi, membuang informasi distraktor, memberikan topik
diskusi, dan memberikan konsep-konsep kunci yang akan dipelajari.

4.

Media pembelajaran dapat dimaknai sebagai “segala sesuatu” yang
mengantarkan pesan pembelajaran dari pemberi dan penerima pesan.

Media pembelajaran terbagi atas beberapa jenis yaitu (a) audio, (b)
visual(c) audio visual, dan (d)kinestesis.

5. Siswa sebagai peserta komunikasi. Pada komunikasi pembelajaran, siswa
memegang kesempatan baik untuk menjadi pengirim maupun penerima
pesan. Oleh karena itu, hal-hal yang akan dianalisis mengenai siswa adalah
(a) karakter siswa, (b) respon siswa terhadap bahan ajar, dan (c)
pemahaman siswa terhadap bahan ajar
6. Komunikasi Tutor dan Orang Tua

3.3. Subjek Penelitian
Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data,
informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007:108-

Universitas Sumatera Utara

109).Penelitian ini akan dilaksanakan di Homeschooling Kak Seto wilayah Kota
Medan. Peneliti memilih Kota Medan karena kota ini merupakan salah satu kota
besar di Indonesia yang cukup maju perkembangan dan perhatiannya terhadap
pendidikan. Kota Medan memiliki beberapa homeschooling komunitas lain

namun peneliti memilih HSKS Medan karena lembaga ini merupakan
homeschooling komunitas pertama di Medan.
Pada awal penelitian, peneliti hendak langsung mewawancarai kepala
sekolah namun beliau memiliki beberapa kesibukan sehingga beliau mengarahkan
peneliti untuk menggali informasi melalui seorang tutor senior yaitu Kak Farida.
Informan kunci penelitian ini adalah tutor atau pengajar HSKS. Jumlah tutor yang
masih aktif mengajar berjumlah 14 orang, tetapi hanya beberapa tutor yang
mampu memahami data-data HSKS dengan cukup baik. Peneliti bertemu dengan
informan utama yaitu Kak Farida. Setelahnya, peneliti mewawancarai tutor-tutor
lainnya yaitu Kak Rudi dan Kak Indah.
Informan tambahan lain untuk triangulasi sumber adalah siswa-siswa di
HSKS. Siswa SMP – SMA berjumlah 12 orang, dimana ketujuh dari mereka
terdapat siswa berkebutuhan khusus yaitu autis. Siswa ABK tidak dapat
diwawancarai karena kesulitan mereka dalam berkomunikasi dengan orang lain
maka peneliti berfokus kepada siswa non ABK yang berjumlah lima orang. Siswa
tersebut adalah Adam, Michael, Tasha, Iqbal, dan Dieva, namun hanya tiga orang
siswa sebagai informan. Adam sering tidak hadir di HSKS sehingga peneliti
kesulitan untuk menemuinya sedangkan Michael memiliki trauma dengan orang
baru akibat bullying yang dialaminya di sekolah sebelumnya.


Universitas Sumatera Utara

Informan tambahan lainnya adalah orang tua dari masing-masing siswa
yang telah diwawancarai. Pada awalnya peneliti ingin mewawancarai ketiga orang
tua namun orang tua Tasha tidak dapat diwawancarai karena faktor kesibukan
pekerjaannya. Selain tutor, siswa, dan orang tua, peneliti juga mewawancarai
seorang pengamat sekaligus praktisi homeschooling komunitas yaitu Meutia
Nauly. Peneliti tidak berhasil mewawancarai kepala sekolah HSKS sehingga
peneliti menambahkan Meutia Nauly sebagai informan untuk mendapatkan
keterangan lengkap mengenai bagaimana dan apa sebenarnya homeschooling
komunitas tersebut.

3.4. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Wawancara
Wawancara adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman
wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif lain. Dengan demikian, keabsahan wawancara adalah

keterlibatannya

dalam

kehidupan

informan

(Bungin,

2008:108).

Wawancara terhadap informan dilakukan setelah menyesuaikan waktu dan
tempat dengan informan, biasanya dilakukan pada siang hari di luar jam
pelajaran. Saat wawancara, peneliti bisa melakukan face to face interview
(wawancara berhadap-hadapan). Peneliti merekam informasi dengan

Universitas Sumatera Utara

memakai catatan tangan atau dengan alat perekam lainnya, seperti HP,

videotape dan recorder.
b. Observasi Partisipan
Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung
tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang
dilakukan oleh objek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan
data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah
interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diriset
(Kriyantono, 2009:108).
Observasi ini apabila dilihat dari akurasi data yang diperoleh
mungkin dapat diandalkan, namun memerlukan waktu yang cukup banyak.
Terutama jika objek pengamatan muncul dalam interval waktu yang lama
serta berlangsung pada alokasi waktu yang lama pula (Bungin,
2003:116).William (1973) menyarankan bahwa metodologi penelitian
yang diperlukan untuk mengamati komunikasi manusia dari perspektif
interaksionisme simbolik adalah peneliti mengambil peran sebagai
pengamat yang berpartisipasi (participant observer) oleh si peneliti itu
sendiri (Fisher, 1990:244).
Peneliti sudah melakukan observasi secara langsung, yaitu:



Peneliti menghadiri setiap kelas SMP-SMA yang ada di HSKS.
Peneliti akan duduk di dalam ruangan dan mengikuti jalannya
pelajaran.



Peneliti mengikuti kegiatan project class.



Berkunjung ke rumah atau ke tempat usaha informan.

Universitas Sumatera Utara



Peneliti mengamati perilaku informan saat kegiatan belajar
mengajar, bagaimana mereka berinteraksi dengan tutor maupun
siswa lainnya dan bertingkah laku selama kegiatan berlangsung.
Pada saat di lapangan peneliti harus mencatat atau merekam apa

yang ingin diketahui.

3.5. Metode Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pendekatan tunggal dalam analisis
data. Pemilihan metode sangat tergantung pada research questions (Baxter and
Chua 1998); Research Strategies Dan Theoretical Framework (Glaser and Strauss
1967). Untuk melakukan analisis, peneliti perlu menangkap, mencatat,
menginterpretasikan dan menyajikan informasi. Satu hal yang perlu diperhatikan
oleh peneliti adalah dalam penelitian kualitatif, analisis data tidak dapat
dipisahkan dari pengumpulan data. Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul
dari wawancara dan observasi,analisis data harus segera dilakukan untuk
menentukan pengumpulan data berikutnya.
3.5.1. Data Reduction
Data reduction intinya mengurangi data yang tidak penting sehingga data
yang terpilih dapat diproses ke langkah selanjutnya. Dalam penelitian kualitatif,
data yang diperoleh dapat berupa simbol, statement, kejadian, dan lainnya. Oleh
karena itu timbul masalah karena data masih mentah, jumlahnya sangat banyak
dan bersifat non‐kuantitatif (sangat deskriptif) sehingga tidak dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara

secara langsung untuk analisis. Oleh karena itu, data perlu diorganisir kedalam
format yang memungkinkan untuk dianalisis.
Kegiatan ini menentukan kategori, konsep, tema dan pola (pattern) . Data
dari interview ditulis lengkap dan dikelompokkan menurut format tertentu (misal
menurut jabatan struktural, diberi warna, dll). Informan dapat ditandai dengan
inisial (misalnya Si A, Tutor A, dll). Dengan cara ini, peneliti dapat
mengidentifikasi informasi sesuai pemberi informasi dengan misalnya jabatan
informan. Transkrip hasil wawancara dianalisis dan poin-poin penting dapat
ditandai untuk memudahkan coding dan pengklasifikasian.
Data dari observasi biasanya berupa catatan lapangan. Prosesnya tidak
berbeda jauh dengan data hasil wawancara. Catatan lapangan selama observasi
dapat diorganisir ke dalam bentuk dengan judul tertentu, misalnya: tanggal, jam,
peristiwa, partisipan, deskripsi peristiwa, dimana terjadinya, bagaimana terjadi,
apa yang dikatakan, serta opini dan perasaan peneliti. Sementara itu, data dari
analisis catatan organisasi (arsip) dapat diorganisir ke dalam format tertentu untuk
mendukung data dari observasi dan wawancara. Narasi yang telah diorganisir
dapat dikelompokkan ke dalam tema tertentu. Pengelompokan tema tersebut harus
koheren dengan tujuan penelitian dan keyakinan yang dibuat oleh peneliti sesuai
dengan fenomena penelitian.
3.5.2. Pemahaman (understanding)
Atas dasar reduksi data, peneliti dapat memulai memahami data secara
detail dan rinci. Proses ini dapat berupa “pemotongan” data hasil wawancara dan
dimasukkan ke dalam kolom khusus sesuai dengan tema yang ada. Hasil observasi
dan analisis dokumen dapat dimasukkan ke dalam kolom yang sama untuk

Universitas Sumatera Utara

mendukung pemahaman atas data hasil wawancara. Data kemudian dicoba dicari
maknanya/diinterpretasi. Dalam melakukan interpretasi, peneliti harus berpegang
pada koherensi antara temuan wawancara, observasi dan analisis dokumen.
3.5.3. Interpretasi
Hasil interpretasi kemudian dikaitkan dengan teori yang ada sehingga
interpretrasi tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh teori tersebut. Perlu
diingat bahwa dalam melakukan interpretasi, peneliti tidak boleh lepas dari
kejadian yang ada pada settingpenelitian. Di samping itu, peneliti harus mampu
mengkaitkan temuan penelitian dengan berbagai teori karena penelitian kualitatif
berpegang pada konsep triangulasi.

3. 6. Kredibilitas Data
Dalam penelitian kualitatif, validitas dan reliabilitas sering dinamakan
sebagai kredibilitas. Creswell dan Miller (2000) menawarkan 9 prosedur untuk
meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif: triangulation, disconfirming
evidence, research reflexivity, member checking, prolonged engagement in the
field, collaboration, the audit trail, thick and rich description dan peer debriefing.
Dan peneliti memilih triangulasi sebagai peningkatan kredibilitas penelitian ini.
Triangulasi data dilakukan sejak pada langkah pengumpulan data sampai
pada saat penyimpulan. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu (Sugiyono, 2008: 32-33). Penelitian
ini menggunakan triangulasi sumber. Peneliti dapat menggunakan berbagai
sumber data, teori, metode dan investigator agar informasi yang disajikan

Universitas Sumatera Utara

konsisten. Oleh karena itu, untuk memahami dan mencari jawaban atas
pertanyaan penelitian, peneliti dapat mengunakan lebih dari satu teori, lebih dari
satu metode (wawancaradanobservasi).

Metode triangulasi yang dilakukan

melalui cara pengecekan silang (cross validation) atas data yang diperoleh.
Pengecekan silang dengan melakukan perbandingan informan, perbandingan
waktu maupun tempat. Misalnya: menggunakan informan berbeda untuk
menanyakan satu hal yang sama ataupeneliti menanyakan hal yang sama kepada
tutor, homeschooler, orang tua pada waktu ataupun tempat yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
TEMUAN PENELITIAN

4.1 Proses Penelitian
Dalam subbab ini, peneliti akan menggambarkan seluruh proses penelitian
yang telah dilakukan, baik itu observasi maupun wawancara mendalam. Peneliti
mengawali

penelitian

lapangan

dengan

menemui

kepala

sekolah

HomeschoolingKak Seto (HSKS). Peneliti mendapatkan beberapa informasi
mengenai HSKS melalui data yang diberikan oleh bagian administrasi. HSKS
Medan telah berdiri sejak April 2010 dan merupakan franchise dari HSKS Pusat
di Jakarta.
HSKS memiliki tiga pilihan proses pembelajaran, yaitu komunitas, semi
komunitas dan distance learning. Homeschooling komunitas merupakan subjek
penelitian ini. Peserta komunitas dikumpulkan di sebuah kelas untuk belajar dan
bersosialisasi dengan teman-temannya. Kapasitas per kelas minimal dua orang
dan maksimal sepuluh orang. Jumlah siswa HSKS tidak sebanyak siswa di
sekolah umum. Jumlah siswa kelas VII SMP sampai XI SMA berjumlah 12 orang.
Jumlah ini belum termasuk siswa yang berada di kelas XII.
Jadwal pembelajaran masing-masing kelas dibedakan satu sama lain.
Sekolah Dasar (SD) belajar pada hari Senin dan Rabu, pukul 08.00 WIB sampai
12.00 WIB. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) belajar pada hari Selasa dan Kamis, pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB.
Tutor HSKS mengajarkan siswa-siswa dengan pola yang sama seperti sekolah

49

Universitas Sumatera Utara

pada umumnya. Tutor menerangkan apa yang ada di buku teks dan
menggalipengetahuan siswa mengenai materi yang terkait. Kadang tutor
menuliskan materi tersebut di papan tulis agar siswa-siswa dapat melihat apa yang
dimaksud oleh tutor. Tutor juga tidak lupa memastikan apakah siswa-siswa
tersebut sudah memahami materi yang disampaikan. Pada proses ini, peneliti
datang untuk mengamati proses komunikasi pembelajaran pada tingkat SMP dan
SMA.
Menurut pihak HomeschoolingKak Seto yang berada di pusat, mereka
menyesuaikan penggunaan media berdasarkan metode Contextual Teaching
Learning (CTL). Mereka dapat mengunakan media belajar yang ada di sekitar
siswa. Selain itu, dapat menggunakan infocus agar siswa dapat belajar secara
visual. Selama observasi yang dilakukan oleh peneliti, adakalanya tutor
menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan penjelasan verbal
sehingga penjelasannya bersifat auditif. Media pembelajaran ini adalah jenis
media audio, yakni berupa suara tutor. Mereka juga menuliskan kata-kata kunci
atau menunjukkan gambaran di papan tulis. Kadang mereka juga mencari
informasi melalui internet. Dalam hal ini, komunikasinya menggunakan media
visual. Tutor dan siswa juga memanfaatkan media visual lainnya, yaitu modul
atau buku teks. Modul adalah sumber bahan ajar yang utama di HSKS. Modul
tersebut ditulis dan diterbitkan oleh pihak HSKS sendiri.
Selain pembelajaran akademik, HSKS juga mengadakan berbagai macam
kegiatan, yaitu friday class atau project class setiap hari Jumat. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan berbagai macam kegiatan.
Project class yang sempat diamati oleh peneliti adalah saat proses pembuatan

Universitas Sumatera Utara

tempe dan perlombaan sederhana pada Hari Kartini. Tutor menggunakan media
pembelajaran, seperti kacang kedelai untuk pembuatan tempe, botol air mineral
bekas untuk menanam, inai untuk body painting, dan lain-lain. Media-media yang
digunakan saat project class lebih bersifat kontekstual. Media seperti ini lebih
memudahkan siswa memahami proses atau pembuatan sesuatu.
Setelah beberapa kali mengamati kegiatan project class, peneliti
mendapati bahwa kegiatan ini adalah wadah utama untuk bersosialisasi. Semua
siswa, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA, mengikuti project class pada hari
yang sama. Mereka digabung dalam suatu ruangan yang cukup luas, kemudian
tutor membagi mereka menjadi beberapa kelompok. Mereka berbaur satu sama
lain dan tertawa bersama. Para siswa yang lebih tua memerhatikan atau menjaga
siswa yang lebih muda. Mereka bekerja sama dan saling menyemangati anggota
kelompoknya agar menang di perlombaan tersebut. Para siswa tampaknya telah
mengenal satu sama lain walaupun mereka berasal dari kelas-kelas yang berbeda.
Kegiatan pengembangan diri yang lain adalah outing atau kunjungan ke
luar sekolah setiap sebulan sekali. Kunjungan dilakukan ke pabrik-pabrik untuk
melihat proses pembuatan sebuah produk. Saat penelitian berlangsung, HSKS
sempat mengadakan kunjungan ke Pabrik Coca Cola. Namun, peneliti tidak
mendapatkan izin untuk mengikuti kegiatan ini karena kepala sekolah hanya
memperbolehkan tutor dan siswa pada kunjungan tersebut.
Dalam proses penelitian ini, peneliti menemui beberapa kendala. Kendala
pertama adalah ketidaksediaan kepala sekolah untuk diwawancarai secara
mendalam karena faktor kesibukan. Kepala sekolah mengarahkan peneliti untuk
mendapatkan data dari bagian administrasi dan beberapa tutor yang juga

Universitas Sumatera Utara

merupakan informan dalam penelitian ini. Kendala kedua adalah tidak semua
siswa SMP dan SMA bisa dijadikan informan. Siswa yang tidak dapat
diwawancarai adalah anak-anak yang berkebutuhan khusus. Mereka memiliki
keterbatasan dalam berkomunikasi pada orang yang baru dikenal dan beberapa
dari mereka memiliki perilaku seperti anak kecil. Oleh karena itu, peneliti
memutuskan untuk mewawancarai siswa yang benar-benar bersedia dan mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Pada akhirnya, peneliti memilih
tiga siswa untuk diwawancarai. Kendala ketiga ditemui peneliti ketika mengatur
janji dengan informan yang bernama Dieva. Dia merupakan salah satu siswa di
HSKS yang sering tidak hadir. Saat peneliti ingin menjumpainya, Dieva selalu
berhalangan. Kendala lainnya adalah saat mewawancarai para orangtua siswa.
Peneliti sedikit mengalami kesulitan untuk menemui mereka karena kesibukan
mereka dalam urusan pekerjaan atau rumah tangga sehingga peneliti hanya
berhasil mewawancarai dua orangtua siswa.
Para informan tersebut diwawancarai dengan menggunakan pedoman
wawancara yang dibuat berdasarkan tujuan penelitian ini. Peneliti menggunakan
alat rekam suara atau recorder dan beberapa catatan kecil. Setelah wawancara
dilakukan, peneliti membuat transkrip wawancara dari masing-masing informan
tersebut dan mereduksi datanya di bab ini.
Peneliti berasumsi bahwa komunikasi pembelajaran yang diterapkan pada
HomeschoolingKak Seto di Medan akan sesuai dengan tagline-nya yaitu “Cerdas,
Kreatif, dan Ceria”. Dalam hal ini, cerdas menggambarkan bahwa kurikulum
HSKS harus dapat memberikan pengetahuan kepada peserta didik, bukan hanya
teoretis saja, tetapi juga praktik yang bermanfaat dalam kehidupan nyata sebagai

Universitas Sumatera Utara

problem solver. Kata kreatif berarti setiap peserta didik diberikan bekal
keterampilan yang dapat meningkatkan kemampuan psikomotoriknya dan dapat
menghasilkan ide-ide kreatif serta inovatif. Ceria merupakan hal terpenting dalam
proses pembelajaran agar anak dapat tetap semangat dan gembira untuk belajar.
Tagline ini menggambarkan bahwa komunikasi pembelajaran yang digunakan
adalah komunikasi yang menyenangkan dan melibatkan kehidupan nyata sebagai
proses pengajarannya.

4.2 Temuan Penelitian
Informan yang menjadi bagian dari penelitian ini berjumlah delapan orang.
Mereka terdiri dari tiga tutor, tiga siswa, dan dua orangtua siswa. Masing-masing
informan memiliki karakteristik berbeda. Berikut adalah penjabarannya:

4.2.1. Deskripsi Informan
Dalam penelitian ini, delapan informan telah diwawancarai dengan latar
belakang sebagai berikut:
Informan 1 adalah tutor mata pelajaran Matematika, yang bernama Kak
Farida. Perempuan kelahiran Medan, 25 Februari 1984ini, merupakan lulusan dari
Jurusan Matematika di Universitas Negeri Medan. Setelah selesai masa
perkuliahan, dia langsung melamar kerja di HSKS Medan. Kak Farida sudah
bekerja selama 4 tahun sebagai tutor di tempat ini. Awalnya, dia mengajarkan
mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia namun beberapa tahun
kemudian, Kak Farida hanya mengajarkan Matematika untuk semua tingkat kelas,
baik SD, SMP maupun SMA. Dia juga merupakan wali kelas dari kelas VII SMP

Universitas Sumatera Utara

dan X SMA. Kak Farida memiliki beberapa tugas sebagai wali kelas, seperti;
pengawasan nilai-nilai siswa, pengisian rapor, dan berkomunikasi dengan orang
tua siswa.
Berikutnya peneliti mewawancarai informan 2 yaitu Kak Rudi. Peneliti
menemui pria berusia 45 tahun di ruang kelas IX SMP. Peneliti tidak sempat
mengambil gambar Kak Rudi saat observasi berlangsung. Kak Rudi merupakan
tutor pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat SMP.
Informan bersuku Batak ini memiliki kulit coklat gelap. Dia selalu mengenakan
kemeja lengan pendek berbahan katun, celana panjang dan tas ransel. Kak Rudi
sudah mengajar selama dua tahun di HSKS Medan. Sebelumnya dia mengabdikan
waktunya selama 6 tahun untuk mengajar siswa sekolah dasar di daerah
Kabupaten Batubara. Selama waktu yang cukup panjang tersebut, Kak Rudi
menantikan kesempatan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun dia
tidak berhasil mendapatkannya sehingga dia dan keluarganya memutuskan untuk
pindah ke Medan. Ketika berada di Medan, dia langsung melamar kerja ke HSKS.
Kak Rudi juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu menjadi pengajar di salah satu
SMP swasta di Kota Medan.
Informan 3 adalah Kak Indah. Peneliti menemui perempuan berkulit putih
dan bertubuh kecil ini saat di ruang tutor. Kak Indah terkesan memiliki sikap yang
cuek saat peneliti berkunjung di minggu pertama tetapi ketika wawancara dimulai,
kesan itu pun mulai hilang. Dia cukup ramah dan senang untuk bercerita. Kakak
ini adalah lulusan dari Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam di Universitas Sumatera Utara. Setelah kelulusannya, dia melamar kerja ke
HSKS Pekanbaru dan bekerja disana selama 2 tahun. Kemudian Kak Indah pindah

Universitas Sumatera Utara

ke HSKS Medan dan telah mengajar selama 3 tahun di HSKS Medan. Dia
menjadi tutor pendidikan kewarganegaraan untuk semua kelas di tingkat SD dan
SMA serta tutor kimia untuk kelas X SMA. Kak Indah juga merupakan wali kelas
untuk kelas VIII dan kelas IX SMP.
Informan 4 adalah siswi kelas IX SMP bernama Safha Tasha Nabila atau
sering dipanggil dengan nama Tasha. Tasha memiliki karakter fisik sebagai
berikut; kulit sawo matang, rambut hitam panjang yang selalu digerai, tubuh
tinggi yang berisi, pipi chubby, dan hidung yang mancung. Dia sering
menggunakan kaos yang dipadu-padankan dengan cardigan dan celana jeans yang
panjang. Tasha memiliki sifat yang terbuka dengan siapa saja, ini terlihat saat dia
bercerita mengenai dirinya kepada peneliti. Dan saat kita melihatnya sekilas, kita
akan menyangka bahwa Tasha adalah mahasiswa di tingkat pertama karena
penampilan serta pembawaan dirinya yang dewasa.
Tasha merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik perempuannya
saat ini duduk di kelas IV SD. Kedua orang tua Tasha adalah pekerja. Ayahnya
bekerja sebagai headmaster di sebuah pelayaran, sedangkan ibunya bekerja
sebagai sekretaris di Konsulat Turki. Kesibukan kedua orang tuanya
mengharuskan Tasha untuk bersikap mandiri. Setiap pagi, ibunya mengantarkan
Tasha dan adiknya ke sekolah. Jika ibunya sempat biasanya Tasha akan dijemput
oleh ibunya saat pulang sekolah. Setelah itu mereka makan siang bersama di
kantor ibunya. Tasha akan berada disana sampai jam pulang kantor ibunya tiba.
Dia mengisi waktunya dengan membaca buku, bermain gadget, atau berbicara
dengan karyawan disana. Tasha sebenarnya kebanyakan menghabiskan waktunya
berada di rumah. Saat pulang ke rumah, dia akan makan siang lalu masuk ke

Universitas Sumatera Utara

kamar. Pada sore hari, Tasha akan les piano atau gitar bersama guru les yang
datang ke rumahnya.
Tasha sempat mengecap pendidikan saat playgroup sampai kelas 6 SD
pada salah satu sekolah internasional di Medan yaitu Kingston. Sekolah
internasional cukup memanjakannya dengan berbagai macam kebiasaankebiasaan disana. Mulai dari bahan ajar yang menyenangkan sampai pada temanteman yang saling menghormati satu sama lain. Banyak hal positif yang
dirasakannya di sekolah tersebut, namun tidak demikian dengan orang tuanya.
Ibunya melihat satu kekurangan pada sekolah internasional. Mereka tidak
memberikan pelajaran agama bagi siswanya. Hal ini membuat beliau memutuskan
untuk menyekolahkan Tasha ke sekolah agama, yaitu Siti Hajar Islamic School.
Sekolah ini memiliki aturan dan metode belajar yang jauh berbeda dari sekolah
Tasha yang sebelumnya. Tasha harus belajar seharian penuh, mulai dari pukul
07.00 - 16.30 WIB setiap hari Senin-Jumat.
Begitu banyak hal yang harus dipelajari di sekolah bahkan guru juga
memberikan tugas untuk dikerjakan siswa di rumah. Hal ini membuat Tasha jenuh
dan lelah. Terlebih lagi banyaknya peraturan yang harus dia patuhi. Contohnya
saja tentang keharusan untuk melakukan sembahyang lima waktu. Apabila tidak
dilakukan, guru akan memberi hukuman. Begitu juga kalau tidak mengerjakan
tugas. Hal-hal seperti ini belum pernah didapatinya di sekolah internasional. Ini
membuatnya terkejut dan dia hanya dapat bertahan selama 4 bulan di sekolah
agama ini.
Ibunya Tasha pun memutuskan untuk mencari sekolah yang lebih santai
jam belajarnya, yaitu SMP Panca Budi, tetapi sekolah ini juga tidak sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

keinginan Tasha. Disini dia menemukan ketidakteraturan dan adanya teman yang
suka mengejek temannya sendiri. Tasha hanya bertahan satu bulan saja disana.
Semenjak itu, dia tidak bersekolah lagi selama 6 bulan. Dia hanya berdiam di
rumah dan konsentrasi pada pengembangan bakatnya di bidang musik. Lalu
sampai pada suatu saat orang tua Tasha melihat HSKS dan mencari informasi
mengenai lembaga ini. Tasha cukup tertinggal jauh dan dia juga tidak memiliki
rapor hasil belajar di kelas VIII SMP. Jika dia ingin masuk ke sekolah umum, dia
harus mengulang lagi dari kelas VIII SMP tetapi HSKS memperbolehkannya
untuk tetap melanjutkan ke tingkat IX SMP tanpa harus memberikan rapor kelas
VIII SMP.
Informan 5 bernama M. Iqbal Munaf atau disapa dengan nama Iqbal. Dia
merupakan siswa SMA kelas XI IPS. Siswa yang periang ini memiliki tubuh yang
gemuk, kulit sawo matang, wajah yang berjerawat, hidung yang mancung, dan
rambut lurus yang tebal. Kakinya yang sebelah kiri memiliki masalah. Dia
mengatakan bahwa ada luka di kakinya yang menyebabkan jalannya harus
terpincang-pincang tetapi Iqbal tampak enggan menjelaskan secara terperinci
kenapa kakinya bisa seperti itu. Walaupun memiliki kekurangan pada kakinya,
Iqbal berbaur dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dia selalu mengatakan bahwa
dirinya ganteng kepada teman-teman atau tutor yang sedang berbicara dengannya.
Keadaan kaki Iqbal merupakan alasan mengapa dia memilih bersekolah di
HSKS. Sebelumnya Iqbal bersekolah di SMP Al Fitiyan. Ruangan kelas SMP
berada di lantai dua dan dia masih mampu untuk menuju ke ruangannya tanpa
kesulitan tetapi saat menduduki tingkat SMA, ruang kelasnya berada di lantai 3.
Ruangan tersebut cukup menyulitkannya sehingga keluarganya mencarikan

Universitas Sumatera Utara

sekolah lain yang memiliki ruangan di satu lantai saja pada kenaikan kelas XI
SMA. Iqbal pun didaftarkan ke HSKS Medan. Iqbal adalah sosok yang humoris.
Iqbal lebih suka bermain-main dan berbicara di kelas dibandingkan duduk diam
dan belajar. Dia sangat suka bercanda dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa
pun maka tidak heran kalau kelas yang ditempati Iqbal dicap sebagai kelas yang
paling ribut karena kehadirannya. Iqbal bukan tipe siswa yang rajin belajar namun
dia masih bisa mendapatkan nilai yang mencukupi atau rata-rata 70.
Berikutnya adalah informan 6 yang bernama Dieva, siswi kelas X SMA.
Perempuan berkacamata ini memiliki rambut hitam yang lurus dengan panjang
sebahu, kulit putih serta tubuh yang gemuk. Hampir sama dengan informan
sebelumnya, Dieva memiliki permasalahan pada kakinya. Sistem motorik pada
kaki sebelah kiri sudah lemah semenjak dia kecil. Dieva tampak tidak percaya diri
dengan keadaan tubuhnya. Dia tidak membaur dengan siswa yang lain saat jam
istirahat berlangsung. Dia lebih memilih untuk menyendiri dan sibuk memainkan
handphonenya. Dieva pun tidak berbicara banyak ketika peneliti melakukan
wawancara, sehingga peneliti agak kesulitan untuk menggali data darinya.
Sebelum Dieva masuk ke HSKS, dia sempat merasakan pendidikan di
sekolah umum yaitu SMP Pertiwi Medan. Dieva mengatakan bahwa dia harus
berhenti belajar di sekolah umum karena dia akan melakukan operasi terhadap
kakinya di Penang sehingga dia tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah umum
yang berlangsung setiap hari. HSKS dirasakan cukup tepat baginya karena
lembaga pendidikan ini hanya mengarahkan anak didiknya untuk masuk dua kali
dalam seminggu sehingga Dieva bisa memanfaatkan hari-hari yang kosong untuk
memeriksakan kakinya ke dokter.

Universitas Sumatera Utara

Informan 7 adalah orang tua dari Dieva, bernama Ade. Dia memiliki kulit
putih yang bersih, tubuhnya langsing dan tinggi, rambutnya lurus berwarna
kecoklatan dan sepanjang bahu. Ibu ini sangat ramah dan supel. Ibu Ade adalah
pemilik Raja Coffee, kafe yang lumayan besar di daerah Kapten Muslim, peneliti
menemuinya di tempat ini. Pekerjaan Ibu Ade sesuai dengan latar belakang
pendidikannya yaitu D3 Pariwisata, jurusan Food and Beverage. Dia
menghabiskan sebagian besar waktunya di kafe tersebut, mulai jam 9 pagi sampai
jam 10 malam. Sebelum berangkat bekerja, Ibu Ade mengantarkan Dieva ke
sekolah, lalu dia akan menjemputnya kembali saat pulang sekolah.
Ibu Ade menyekolahkan anaknya di HSKS karena dua alasan utama yaitu
kondisi fisik kaki Dieva yang lemah. Hal ini terjadi karena saat Dieva masih bayi
sempat terkena step dan itu merusak fungsi motoriknya yang di sebelah kiri.
Alasan kedua adalah gejala-gejala hipertiroid yang dialaminya. Dieva sering
mempunyai kecemasan tersendiri tentang berbagai hal, salah satunya adalah
mengenai siapa saja yang mau berteman dengannya dan menerima keadaan
fisiknya. Kecemasan ini mengaburkan konsentrasinya dalam pelajaran dan hal-hal
lainnya. Ibu Ade akhirnya memindahkan Dieva ke HSKSuntuk membuat Dieva
merasa lebih nyaman baik terhadap lingkungan maupun dirinya sendiri. Ibu Ade
merupakan tipe orang tua yang mengikuti kemauan anaknya. Dia tidak ingin
membuat anaknya merasakan paksaan atau terbebani dengan masalah di
sekitarnya.
Informan terakhir adalah orang tua dari Iqbal, yaitu Ibu Mitha. Beliau
adalah ibu rumah tangga dan sudah berusia paruh baya. Peneliti menemui

Universitas Sumatera Utara

informan ini di rumah pribadinya. Beliau memiliki wajah yang cantik dan kulit
putih. Beliau juga selalu mengenakan hijab dalam kesehariannya.
Ibu Mitha memberikan informasi yang lengkap mengenai keadaan kaki
Iqbal. Iqbal mengalami sakit pada kakinya mulai dari kelas 6 SD. Sewaktu dia
pulang dari bermain bola dengan teman-temannya, dia mengeluh kesakitan pada
kakinya. Ibunya menyuruh dia untuk beristirahat dan esok harinya dibawa ke
tempat refleksi milik seorang ustad. Namun saat itu ustad tersebut sedang takjiah
jadi ibunya membawa Iqbal ke rumah neneknya terlebih dahulu. Setelah sampai di
rumah neneknya, ternyata Iqbal buang air kecil di celana dan dia tidak
menyadarinya. Kondisi kaki Iqbal juga makin parah karena tidak bisa digerakan
maupun berjalan. Kakaknya yang saat itu sedang menempuh pendidikan spesialis
anak, berkonsultasi kepada dokter. Hasil pembicaraan mengatakan bahwa Iqbal
terkena virus dan harus diperiksa ke rumah sakit malam itu juga.
Iqbal menjalani pemeriksaan dan opname selama 5 hari. Sepulang dari
sana, ibunya tetap membawa Iqbal kepada ustad. Segala pengobatan dicoba mulai
dari refleksi, rumah sakit di Indonesia maupun di luar negeri seperti Penang serta
Singapura. Penyakit di kaki Iqbal berangsur sembuh. Awalnya dia harus
menggunakan kursi roda, kemudian tongkat dua, tongkat satu, sampai sekarang
tidak lagi memakai tongkat. Namun walau begitu, luka di kakinya tidak mau
tertutup. Dokter mengangkat tangan terhadap penyakit yang dikatakan langka
tersebut. Hingga akhirnya, ibu Iqbal hanya bisa berserah kepada Tuhan.
Iqbal sempat bersekolah di sekolah umum dengan keadaan kaki seperti itu
dengan menggunakan kursi roda ataupun tongkat, mulai dari kelas VII SMP - X
SMA. Selama bersekolah, Ibu Iqbal selalu berada di ruang guru. Dia mengawasi

Universitas Sumatera Utara

Iqbal dari kejauhan, berjaga-jaga apabila Iqbal memerlukan sesuatu. Iqbal mampu
menjalani kelas VII - IX SMP dengan kondisi kaki yang seperti itu. Namun saat
kelas X SMA, posisi kelas Iqbal berubah. Posisi kelas SMP ada di lantai dua
sedangkan SMA di lantai tiga. Ini mempersulit Iqbal saat hendak ke kamar mandi
yang hanya ada di lantai satu. Keadaan kakinya yang masih sering luka juga
menjadi persoalan saat itu, maka kakak Iqbal yang seorang psikolog menyarankan
kepada ibu mereka untuk menyekolahkan Iqbal ke HSKS Medan saja.

4.2.2. Pemahaman Informan terhadap Kegiatan Belajar Mengajar di
HomeschoolingKak Seto
Ketiga informan yang merupakan tutor HSKS memiliki pemahaman
yang serupa satu sama lain mengenai kegiatan belajar mengajar di HSKS Medan.
Menurut Kak Farida, HSKS merupakan tempat belajar yang menyenangkan
karena sistem belajar yang diterapkan dapat membuat tutor dan siswa memiliki
kedekatan. Siswa memanggil mereka bukan dengan sebutan Ibu atau PakGuru,
melainkan Kakak. Panggilan ini menghilangkan batasan yang terlihat kaku antara
seorang pengajar dengan siswanya.
Mungkin kalau di sekolah umum ada batasan ya. Kalau di sini mereka kan
juga memanggil kita Kakak. Jadi, kita sudah seperti kakak mereka dan
mereka sudah seperti adik kita. Jadi, mereka boleh cerita apa saja sama
kita. Ya, homeschooling itu tempat belajarnya yang mendekatkan kita
sama anak-anak. Saya senang dengan kedekatan kita sama anak-anak,
jadi membuat kita betah.
Kak Farida memaparkan beberapa hal mengenai Homeschooling Kak Seto,
mulai dari model pembelajaran, materi ajar, aturan, dan berbagai macam
kegiatannya.
Model belajar di sini sebenarnya sih hampir sama dengan sekolah umum.
Yang membedakan itu di mata pelajaran.

Universitas Sumatera Utara

Kalau SMP dan SMA masuk kelas dari jam 8 sampai 12 siang, trus hari
Jumat ada project class atau Friday class. Nah, di situ kita ada pelajaran
tambahan, kayak olahraga, kesenian, ada menanam. Di atas tuh ada
garden buatan kita (membuat kebun sendiri di balkon HSKS), nanamnya
di wadah aqua, praktik biologi, kadang masak. Setelah itu, setiap sebulan
sekali ada namanya outing. Di situ kita ajak anak-anak keluar sekolah.
Menurutnya, pembelajaran HSKS dan sekolah umum tidak jauh berbeda.
Mereka belajar pada satu ruangan kelas layaknya sebuah sekolah. Perbedaannya
terletak pada materi yang dipadatkan serta kegiatan yang mereka lakukan
bersama-sama, yaitu project class dan outing.
Kak Rudi mengartikan homeschooling berdasarkan terjemahannya yaitu
sekolah rumah, yang artinya ada sebuah rumah yang di dalamnya terdapat orangorang tertentu dengan karakter yang berbeda-beda dan mereka semua melakukan
kegiatan belajar mengajar.
Home itu rumah. school itu sekolah.

Jadi ya ibaratnya, ada sebuah

rumah dan di dalamnya dibuat suatu kegiatan seperti belajar mengajar.
Kak Rudi merasa senang saat mengajar di lembaga pendidikan ini
walaupun beberapa siswanya adalah anak-anak berkebutuhan khusus tetapi dia
tetap bersemangat untuk berinteraksi dengan mereka semua tanpa terkecuali. Dia
membandingkan siswa-siswa sekolah umum dengan siswa yang berada di HSKS.
Siswa-siswa HSKS Medan memiliki sikap yang lebih baik daripada siswa di
sekolah umum. Dia merasa lebih dihargai oleh siswa-siswa di HSKS. Siswa disini
memiliki sikap yang patuh kepada tutornya. Jika diberikan tugas akan mereka
kerjakan. Jika disuruh menghapal mengenai undang-undang maka akan mereka
hapal. Respon yang baik dari siswa membuat Kak Rudi semakin nyaman berada
di HSKS.

Universitas Sumatera Utara

Kak Indah tidak mengetahui arti homeschooling secara khusus. Dia
mengartikan

homeschooling

berdasarkan

pengalamannya

selama

di

HomeschoolingKak Seto. Kak Indah memahami HSKS sebagai tempat belajar
yang berbeda dengan sekolah umum karena lembaga ini memiliki sistem belajar
yang lebih menyenangkan daripada sekolah umum. Sekolah umum menuntut
siswa-siswanya belajar setiap hari dari pagi sampai siang sedangkan HSKS tidak
pernah memaksakan siswa-siswanya untuk belajar. Mereka hanya perlu datang ke
sekolah dua kali seminggu dan satu hari yang lain bisa dimanfaatkan untuk
pengembangan diri. Siswa HSKS juga memiliki karakteristik yang berbeda satu
sama lain sehingga Kak Indah merasa nyaman berada di sekitar mereka. Tutor
merasa nyaman dan begitu pula dengan para siswanya.
Sistemnya menyenangkan untuk anak-anak. Karena kita kan fleksibel.
Muridnya juga kitanya juga. Ga terlalu kayak di sekolah umum, mungkin
serius bawaannya. Terus belajar belajar gada main mainnya gitu. Ada
pengembangan dirinya. Saya perasaannya sih lebih nyaman aja. Lebih
enak lebih menyenangkan. Terlebih anak anaknya juga lain daripada yang
lain. Maksudnya ya lebih lucu, kalau pinter sih ga pinter pinter semua.
Selain itu, HSKS tidak memiliki aturan yang dapat memberatkan
siswanya. Aturan-aturan yang ada merupakan aturan yang tidak tertulis, seperti;
harus berbicara sopan kepada tutor dan teman atau tidak boleh terlambat. Aturan
yang baku hanya diperuntukan untuk tutor saja, misalnya apabila tutor terlambat
akan diberikan sanksi berupa pembayaran denda namun apabila siswa yang
terlambat tidak akan diberi hukuman. Tutor akan menanyakan terlebih dahulu
mengapa mereka terlambat dan biasanya alasan-alasan yang diberikan dapat
diterima, seperti keterlambatan mereka dikarenakan harus mengikuti jadwal orang
tuanya saat berangkat kerja. Hal ini dimaksudkan agar siswa-siswa memiliki

Universitas Sumatera Utara

kedisiplinan yang dilakukan atas kesadaran diri sendiri, tidak ada unsur
pemaksaan.
Peraturannya sih sebenarnya kita tuh fleksibel ya. Paling bicaranya harus
sopan gitu aja sih. Intinya kita kan kayak temen sih sama mereka. Jadi ga
ada aturan yang baku sih ya. Kalau kita terlambat sih ada sanksinya,
kayak ada dendanya gitu aja. Kalau mereka sih ga ada karena kita
fleksibel aturannya jadi sama mereka itu ga ada hukuman.
Ketiga tutor tidak memahami makna homeschooling sepenuhnya. Mereka
mengartikan homeschooling berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan di
HSKS Medan. Hal ini juga terjadi pada ketiga siswa. Tasha beranggapan bahwa
pembelajaran HSKS terlalu santai dan cara tutor HSKS mengajar kurang berkenan
di hatinya. Tasha sering merasa jenuh karena dia tidak memiliki banyak teman di
sekolah barunya ini. Pengajaran yang diberikan tutor hanya inti-inti dari materi
pokok, sehingga Tasha merasa itu kurang detail. Tasha juga berpendapat bahwa
tempatnya belajar saat ini tidak mempunyai aturan yang baku dan terkesan kurang
disiplin. Dia pun berusaha untuk mengatur dirinya sendiri karena dia memang
membutuhkan sekolah ini dan tidak ada pilihan lain.
Menurut Iqbal, HSKS merupakan sekolah yang menerapkan pembelajaran
seperti di tempat-tempat kursus. Siswa-siswa yang belajar bersamanya juga sangat
sedikit, teman sekelasnya hanya dua orang. Dia merasa kesepian akan keadaan
tersebut. Namun Iqbal tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan sekolahnya
disini.
Home rumah school sekolah ing kata bantu. Jadi sekolah rumah.
Hahahha. Gini kak, ini sekolah yang kayak les tapi kerjanya minta uang
sekolah terus. Sekolah les lah. Sekolah dengan rasa les.

Universitas Sumatera Utara

Informan ini beranggapan sama dengan Tasha bahwa tidak ada aturan
baku di HSKS Medan. Misalnya siswa tidak diberikan sanksi apapun saat dia
terlambat atau tidak mengerjakan tugas. Informan menganggap bahwa HSKS
memiliki peraturan yang aneh karena mengabaikan hal seperti keterlambatan.
Hanya satu hal yang harus benar-benar dipatuhi yaitu ketepatan pembayaran uang
sekolah sebelum tanggal sepuluh. Iqbal juga menilai bahwa HSKS kurang serius
menanggapi keluhan dari orang tuanya mengenai ketiadaan guru ekonomi yang
merupakan wali kelas mereka.
Dieva memberikan tanggapan bahwa HSKS memiliki kesamaan pada cara
belajarnya dengan sekolah umum. Beberapa hal yang membuatnya berbeda adalah
jumlah siswa yang bersekolah disini tidak lebih dari empat orang dalam kelas.
Bahkan Dieva merupakan siswa tunggal di kelasnya. Hal ini membuatnya
beranggapan bahwa sekolah umum merupakan tempat yang lebih menyenangkan
untuk mencari teman. Perbedaan lainnya adalah terletak di peraturan yang
diberlakukan oleh HSKS. Dieva menyebutkan beberapa peraturan yang
diketahuinya, seperti; tidak diperbolehkan memakai rok pendek dan baju ketat
serta tidak boleh terlambat datang ke sekolah. Namun jika peraturan ini tidak
dilakukan, siswa tidak akan kena hukuman seperti sekolah pada umumnya.
Sedangkan orang tua Dieva mengartikan HSKS sebagai sekolah dengan
suasana rumah, sekolah yang memiliki kelas seperti sekolah pada umumnya.
Yah kalau menurut arti dari kata-katanya sendiri ya sekolah rumah.
Sekolah yang diciptakan biar berasa kayak rumah. Tapi sih saya
perhatikan ga jauh beda ya sama sekolah umum. Belajar di kelas.
Palingan yang ga ribetnya itu ya mata pelajarannya aja.

Universitas Sumatera Utara

Mata pelajaran yang disajikan pun hampir sama dengan sekolah umum
namun tidak begitu banyak. HSKS hanya menyajikan mata pelajaran yang
penting. HSKS memiliki beberapa kegiatan rutin yaitu project class dan outing.
Ibu Ade mengatakan bahwa Dieva tidak selalu mengikuti kegiatan tersebut karena
dia merasa tidak ada teman di HSKS. Dieva memang memiliki kesulitan dalam
hal bersosialisasi. Satu hal yang disayangkan oleh Ibu Ade mengenai kebijakan
HSKS terhadap kegiatan ekstrakulikuler komputer. Kegiatan tersebut tidak
diselenggarakan langsung oleh pihak HSKS melainkan oleh sebuah lembaga
kursus komputer, yaitu BINUS. Orang tua Dieva menginginkan agar sebaiknya
kegiatan itu ditambahkan pada kegiatan di sekolah saja, sehingga Dieva tidak
merasa kesulitan untuk pergi ke tempat kursus. Hal ini memang menyulitkannya
karena di tempat kursus itu ada anak-anak lain dan Dieva tidak siap untuk
bersosialisasi dengan mereka.
Lain halnya dengan orang tua Iqbal yang mengaku bahwa beliau tidak
begitu memahami mengenai HSKS maupun aturan-aturan di dalamnya.
Saya ga begitu paham ya karena sebenarnya yang milihkan sekolah ini
pun kakaknya yang psikologi. Katanya Ma disini aja tarok Iqbal. Iqbal ini
lebih sering diurusin sama kakak-kakaknya kalau urusan sekolah. Saya ga
banyak ikut campur lagi.
Beliau hanya mengetahui bahwa HSKS memiliki mata pelajaran yang
tidak begitu banyak dan memiliki kegiatan di luar pembelajaran akademik.
Kegiatan tersebut adalah project class dan outing.

Universitas Sumatera Utara

Project class atau outing bagi Iqbal sih itu ga ada manfaatnya. Mungkin
bagi anak anak yang lain ada. Lagian kan itu hanya jalan-jalan, lihat, ga
ada ininya manfaat untuk Iqbal sepertinya ga banyak.
Kegiatan tersebut dianggap tidak terlalu bermanfaat bagi kegiatan belajar Iqbal
karena hanya diisi kunjungan ke pabrik-pabrik. Hal ini tidak memberikan manfaat
nyata bagi Iqbal. Sebenarnya beliau ingin memindahkan Iqbal ke sekolah yang
lebih baik namun kondisi kaki Iqbal menjadi salah satu faktor kesulitannya untuk
menemukan sekolah yang sesuai.
4.2.3. Tutor sebagai Komunikator

Pada proses komunikasi pembelajaran, pengajar adalah komunikator
utama di dalam kelas. Setiap komunikator yang baik harus mempersiapkan
dirinya. Tutor membutuhkan rencana pembelajaran sebelum memasuki kelas.
Selain itu, tutor juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara
verbal maupun nonverbal.
a. Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran adalah pengembangan atau penyusunan strategi
sistematik dan tertata untuk merencanakan pelajaran. Tutor perlu menentukan
seperti apa dan bagaimana mereka akan mengajar. Berikut adalah pernyataan dari
Kak Farida mengenai rencana pembelajaran yang digunakannya:
Kalau saya pribadi ngga punya rencana pembelajaran sendiri, ya cuma
kayak yang ditargetkan, yang ini harus sampai di sini. Jadi, mengikuti
ACP. ACP itu Acuan Pembelajaran. Jadi kalau sebelum menuju UTS yang
harus kita capai itu ada 2 bab. Jadi dalam satu semester itu 3 atau 4 bab
itu kita bagi dari UTS sampe UAS itu harus sudah selesai. Nah di situ juga
patokan tugas mereka. Ada lembar kerja selain PR ya, ada tutor yang mau
bikin jadi PR ada juga yang ngga. Nah kalau patokan nilai sendiri kita
juga ada ya. Patokannya 65. Nah kalau nggak memenuhi kita pakai
remedial.

Universitas Sumatera Utara

Pihak HSKS telah menyiapkan rencana pembelajaran yang disebut dengan
Acuan Pembelajaran (ACP). Acuan Pembelajaran berisi informasi mengenai
materi-materi yang akan dipelajari di kelas. Pada satu semester, tutor ditargetkan
untuk menyelesaikan empat bab. Bab satu sampai bab dua diajarkan sebelum
Ujian Tengah Semester. Bab tiga sampai bab empat sudah harus diselesaikan
sebelum Ujian Akhir Semester. Dalam satu semester tersebut, siswa akan
mengikuti ujian sebanyak dua kali. Soal ujian tersebut dibuat oleh pihak HSKS
Pusat di Jakarta. Siswa juga akan mengerjakan Lembar Kerja (LK) setiap
penyelesaian satu materi. Lembar kerja berfungsi untuk mengevaluasi apa yang
sudah dipelajari siswa bersama tutor. Soal-soal pada lembar kerja dibuat sendiri
oleh masing-masing tutor.
Tiap pertemuan pasti dikasi tugas, paling nggak dua dua nomor yang
penting biar mereka ada latihannya.
Kak Farida mengajarkan mata pelajarannya dengan metode tugas. Kak Farida
selalu memberikan latihan-latihan soal untuk menjelaskan setiap materi. Dia juga
memberikan tugas kepada siswa sebanyak 1—2 soal untuk dikerjakan di rumah.
Hal ini berguna untuk melatih siswa dalam penggunaan rumus-rumus yang telah
diajarkan.
Rencana pembelajaran yang digunakan Kak Rudi juga berasal dari Acuan
Pembelajaran. Kak Rudi biasanya mempersiapkan diri dua hari sebelum jadwal
kelasnya. Kak Rudi mempelajari bahan ajar yang akan dibawakannya melalui
modul, buku pegangan lain dan internet. Berikut adalah pernyataan dari Kak Rudi
mengenai rencana pembelajaran yang digunakannya:

Universitas Sumatera Utara

Bahan ajarnya disiapkan oleh homeschooling atau ada buku yang
dipegang oleh tutor. Kita kan sesuai dengan acuan. Kita persiapkan dulu
dia sebelum mengajar. Misalnya saya mengajar hari ini (kamis), saya
persiapkan itu mungkin senin dan minggu. Saya lihat di buku-buku
tambahan saya apa yang penting untuk dipahami terus kalau tidak ada di
buku saya lihat di internet. Misalnya ya kayak kedaulatan. Saya cari lah
negara-negara yang pakai teori ini.
Seperti tutor lainnya, Kak Indah juga mempersiapkan bahan ajar
berdasarkan acuan yang terdapat di modul. Berikut adalah pernyataan dari Kak
Indah mengenai rencana pembelajaran yang digunakannya:
Biasanya di awal masuk semesteran atau di materi baru, kita baru ada
persiapan untuk pelajari apa-apa aja yang mau disampein.Tapi kalau
misalnya udah berjalan kayak gini ya udah ga ada lagi biasanya. Paling
persiapan untuk buat LK aja. Biasanya sih kita memang lihat dari acuann
ya. Kalau ga lihat dari acuan kita ga tau apa yang mau kita sampein ya.
jadi kalau belajar sih harus pakai acuan tapi di SD perlu ada
pengembangan misalnya dari cara ajar kita. Kalau kita biasa-biasa aja
ngajarnya, kemungkinan besar pesannya ga akan nyampe. Kalau di SMP
SMA sih ya karena mereka sudah remaja, sudah tidak anak kecil lagi.
Terus kemampuan bahasanya juga sudah lebih bagus daripada anak SD
jadi cuma dari acuan aja.Jadi kita hanya bahas apa yang tertera di acuan.
Kak Indah melakukan pengembangan terhadap acuan tersebut apabila dia
sedang mengajar siswa SD agar pesan bisa diterima dengan baik oleh siswa. Hal
ini tidak dilakukan pada tingkat SMP-SMA karena Kak indah menganggap bahwa
mereka sudah remaja dan telah memiliki kemampuan bahasa yang sudah lebih
bagus dari siswa SD sehingga Kak Indah hanya berpusat pada Acuan
Pembelajaran saat mengajar siswa kelas besar.
b. Keterampilan Berkomunikasi
Setiap tutor sebaiknya memiliki keterampilan berkomunikasi dalam
penyampaian bahan ajar. Keterampilan berkomunikasi dapat dilihat dari
bagaimana tutor tersebut membuka, mengajarkan, dan menutup suatu materi. Kak
Farida selalu membuka pelajaran dengan bercerita terlebih dahulu kepada siswasiswanya. Ini berguna untuk mendekatkan dirinya dengan