Jurnal Penilaian Kinerja Supplier Komponen Casting PT XYZ Dengan Metode AHP

PENILAIAN KINERJA SUPPLIER KOMPONEN CASTING PADA PT
XYZ DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
(AHP)
Farah Devina
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana
Jl. Meruya Selatan No 1, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Email: devinafarah@gmail.com

ABSTRAK
Untuk mempertahankan eksistensinya, PT XYZ sebagai salah satu perusahaan
manufaktur di Indonesia yang memproduksi sepeda motor X dengan angka penjualan
tertinggi setiap tahunnya harus mempertahankan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam
upayanya tersebut, PT XYZ harus menggunakan material yang juga berkualitas. Untuk dapat
mengontrol material yang didapatkan dari supplier nya tersebut, maka perlu dilakukan
penilaian kinerja terhadap supplier . Selain itu penilaian kinerja pemasok ini diperlukan
karena apabila pemasok tersebut kurang bertanggungjawab dan respon terhadap pemenuhan
permintaan tidak baik, maka akan menimbulkan masalah terhadap kelangsungan produksi
perusahaan.
Penilaian Kinerja Supplier dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Dengan menggunakan metode ini,
dapat dietahui secara mendetail kriteria dan subkriteria apa saja yang akan digunakan dalam

penilaian kinerja supplier ini beserta dengan vektor prioritasnya masing-masing. Selanjutnya
akan diketahui supplier mana yang mendapatkan peringkat terbaik serta terendah
berdasarkan dari kriteria dan subkriteria yang telah ditentukan.
Kata Kunci: AHP, Supplier, Kriteria

ABSTRACT

To maintain the existence , PT XYZ as one of Indonesia’s manufacturing company that
produce X motorcycles with the highest sales every year have to maintain and improve their
quality. In effort to maintain their quality, PT XYZ have to use materials that also qualified.
To be able to control material that obtained from their suppliers, then it is necessary to
evaluate the performance of suppliers. Evaluation performance suppliers is necessary
because if the suppliers less responsible and respon to order fulfillment is not good, then it
will cause problem to the company’s production continuity.
Evaluation Performance Supplier can be done with several methods, one of those is AHP.
By using this method, it can be known in detail what are criteria and subcriteria that will be
used in evaluation performance supplier along with their own priority vector. Then it will
be known which suppliers who get the best and the lowest ranking based on criteria and
subcriteria that has been determined before.
Keywords: AHP, Supplier, Criteria


I. PENDAHULUAN
Supply Chain Management (SCM) merupakan hubungan aktivitas-aktivitas yang lengkap
dimulai dari pengadaan barang dan jasa oleh pemasok (supplier ), mengubah bahan baku
menjadi barang dalam proses dan barang jadi, hingga ke distribusi kepada konsumen. Supply
Chain Management (SCM) memiliki kegiatan utama yaitu, merancang produk baru,
merencanakan produksi dan persediaan, melakukan produksi, kegiatan pengiriman dan juga
pengadaan bahan baku.
Salah satu aktifitas dalam SCM adalah proses Pengadaan (Procurement). Dalam
procurement, supplier merupakan salah satu bagian yang sangat penting karena berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup suatu pabrik.
Pabrik sebagai sistem yang menjalankan produksi pastilah membutuhkan bahan baku
(raw material) yang didatangkan dari supplier melalui proses pengadaan tersebut. Apabila
supplier kurang bertanggungjawab dan respon terhadap pemenuhan permintaan tidak baik,
maka akan menimbulkan masalah terhadap kelangsungan produksi.
PT XYZ merupakan salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi
sepeda motor X dengan angka penjualan tertinggi setiap tahunnya. Namun pada saat ini,
persaingan dalam dunia industri, terutama industri manufaktur sepeda motor semakin
kompetitif dan ketat. Untuk dapat bersaing dalam menarik minat pelanggan maupun calon
pelanggan sangatlah diperlukan agar perusahaan dapat tetap menjaga konsistensinya dengan

pencapaiannya ditengah ancaman krisis global yang sedang terjadi terhadap perusahaan
sejenis. Salah satu cara untuk tetap konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan
kualitas tersebut, tentu dengan menggunakan bahan baku (raw material) yang juga
berkualitas baik. Dalam hal ini, PT XYZ harus selalu mengontrol setiap supplier yang
memasok material ke PT XYZ karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran
produksi pabrik tersebut.
Sistem penilaian kinerja supplier yang dilakukan di PT XYZ adalah suatu sistem
keseluruhan, dimana setiap supplier di seluruh Plant dilakukan penilaian untuk kemudian
dievaluasi. Jika penilaian kinerja supplier dilakukan secara parsial atau per Plant, maka akan
mendapatkan hasil yang berbeda. Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP), akan membantu PT XYZ untuk mengetahui hasil dari penilaian kinerja
supplier apabila penilaian tersebut dilakukan pada masing-masing Plantnya.
Tujuan dari penilaian kinerja supplier ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui prioritas kriteria dan subkriteria dari penilaian kinerja pemasok dengan
menggunakan metode AHP.
2. Mengetahui peringkat penilaian kinerja dari pemasok atau supplier dengan
kompetensi casting di PT XYZ Plant 2 dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Supply Chain Management

Supply Chain Management (SCM) merupakan hubungan aktivitas-aktivitas yang lengkap
dari mulai pengadaan barang dan jasa dari para supplier, mengubah bahan baku menjadi
barang dalam proses dan barang jadi, berlanjut ke distribusi kepada konsumen. Supply Chain
Management (SCM) memiliki kegiatan utama yaitu, merancang produk baru, merencanakan
produksi dan persediaan, melakukan produksi, kegiatan pengiriman dan juga pengadaan
bahan baku. Tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah memenuhi kebutuhan konsumen
dan menghasilkan keuntungan (Chopra dan Meindl, 2007). Rantai pasok yang terintegrasi
akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai pasok tersebut.

2.2 Pengadaan (Procurement)
Pengadaan atau procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara
transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya.
(Christopher & Schooner, 2007)
Pengadaan adalah perolehan barang atau jasa. Hal ini menguntungkan bahwa barang atau
jasa yang tepat dan bahwa mereka yang dibeli dengan biaya terbaik untuk memenuhi
kebutuhan pembeli dalam hal kualitas dan kuantitas, waktu dan lokasi. (Weele, 2010)
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang dan jasa atau
procurement adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan oleh
perusahaan dilihat dari kebutuhan dan penggunaannnya, serta dilihat dari kualitas, kuantitas,
waktu pengiriman dan harga yang terjangkau

2.3 Pemasok/Supplier
Pemasok atau supplier adalah individu atau perusahaan (baik besar maupun kecil) yang
memiliki kemampuan untuk menyediakan material atau kebutuhan individu atau perusahaan
yang lain. Setiap perusahaan baik manufaktur ataupun jasa pasti mempunya pemasok untuk
memenuhi kebutuhan perusahaannya. Dalam perusahaan manufaktur, pemasok dibutuhkan
untuk menmasok atau men-supply material untuk memenuhi kebutuhan produksi.
Terdapat dua jenis pola hubungan yang dibangun perusahaan dengan pemasok yaitu
single sourcing dan multiple sourcing. Pada single sourcing, perusahaan hanya
menggunakan pemasok tunggal untuk memasok suatu material tertentu. Sebaliknya, pada
multiple sourcing perusahaan menggunakan lebih dari satu pemasokk utuk memasok satu
jenis material tertentu.
2.4 Evaluasi Kinerja Supplier
Evaluasi pemasok merupakan suatu penilaian yang dilakukan untuk menentukan tingkat
kemampuan pemasok dalam menyediakan material dengan kualitas tertentu dan juga
menghasilkan bukti yang mendukung keputusan untuk menerima produk pemasok tersebut.
Alasan utama dalam melakukan evaluasi pemasok adalah karena evaluasi tersebut dapat
menggambarkan kinerja pemasok yang telah dicapai. Jika diintegrasikan dengan fungsi
operasi lainnya, evaluasi pemasok dapat membawa manfaat yang besar yang mencakup
pemantauan biaya kualitas sampai menyelidiki ketepatan pengiriman material.
Pemasok yang ada saat ini dapat dievaluasi baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif meliputi penilaian terhadap data record supplier yang
dimiliki oeh divisi Procurement. Sedangkan evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan cara
menilai performa pemasok berdasarkan kriteria-kriteria yang diinginkan perusahaan.
2.5 Kriteria Evaluasi Supplier
Pengukuran kinerja pemasok merupakan hal yang sangat penting dalam aktiitas rantai
pasok. Pentingya hal ini mendapat perhatian dari banyak peneliti terdahulu. Penilaian
pemasok membutuhkan berbagai kriteria yang dapat menggambarkan performansi pemasok
secara keseluruhan.
Setiap perusahaan mempunyai kriteria yang berbeda dalam menilai pemasok, tergantung
kepada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang
melakukan kesalahan fatal dalam memilih pemasok. Sebagian besar perusahaan menilai
pemasok hanya terfokus pada harga barang, kualitas barang, dan ketepatan waktu
pengiriman yang diberikan. Seringkali pemilihan pemasok membutuhkan berbagai kriteria
lain yang dianggap penting oleh perusahaan. Beberapa penelitian mengenai kriteria penilaian
kerja pemasok antara lain dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Mengenai Penilaian Kinerja Pemasok
Peneliti (Tahun)
Mauidzoh dan
Zabidi (2007)


Area Penelitian
Perancangan sistem evaluasi dan
seleksi supplier pada perusahaan
manufaktur yang bergerak dalam
industri pakaian jadi
Penilaian pemasok suku cadang

Metode
Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Kriteria
Quality, cost, delivery, flexibility,
dan responsiveness

Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Tahiri et al.

(2008)

Pemilihan supplier pada industri
manufaktur baja di Malaysia

Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Iriani (2009)

Perancangan sistem penilaian dan
seleksi supplier pada perusahaan
yang memproduksi turbin (CV
Cihanjuang Inti Teknik)
Penilaian Kinera Supplier pada
perusahaan yang mengekspor teh
dalam kemasan (PT Sinar Sosro
Gresik)
Pengembangan Model Seleksi dan
Evaluasi pemasok pada pabrik kertas


Analytic Hierarchy
Process (AHP) dan
traffic light system
untuk sistem skor.
Fuzzy analityc
network process
(FANP)

Kondisi perusahaan, kelengkapan
dokumen, harga, pengiriman,
kualitas dan pelayanan
Biaya, pengiriman, kualitas,
manajemen dan organisasi,
kepercayaan, keuangan,
responsiveness, disiplin,
kemampuan teknis, fasilitas dan
kapasitas, sejarah kinerja, garansi,
kinerja lingkungan.
Quality, cost, delivery, flexibility,

dan responsiveness

Wirdianto dan
Unbersa (2008)

Paramita et al.
(2011)

Abrol et al.

Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Yoserizal dan
Singgih (2010)

Evaluasi kinerja supplier kertas

Delphi, Dematel,
dan Analytic

Network Process
(ANP)

Asamoah et al.
(2012)

Evaluasi dan seleksi pemasok pada
perusahaan farmasi di Ghana

Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Limansantoso
(2013)

Pemilihan supplier untuk perusahaan
yang bergerak dalam industri
minuman dalam kemasan (PT Buana
Tirta Utama)
Pemilihan pemasok pada perusahaan
yang bergerak dibidang kerjainan
(PT Lunar Cipta Kreasi)
Pengembangan model pemilihan
pemasok pada industri proses kimia,
sistem pendukung keputusan untuk
pemilihan pemasok

Analytic Hierarchy
Process (AHP)

Kurniawati et
al. (2013)
Pitchipoo et al.
(2013)

Analytical Network
Process (ANP)
Analytic Hierarchy
Process (AHP) dan
Grey Relation
Analysis (GRA)

Quality, cost, delivery,
flexibility, responsiveness,
price, sistem komunikasi,
manufacture.
Kualitas, pengiriman, pelayanan
dan manajemen organisasi, dan
biaya.
Ketepatan kualitas, ketepatan
waktu kirim, ketepatan jumlah
pengiriman, ketepatan
packaging, keringanan waktu
pembayaran, sistem
komunikasi, prosedur complain,
responsiveness, garansi dan
layanan pengaduan, informasi
teknis, harga kertas, diskon
berjenjang, green product, dan
green process.
Kualitas, biaya, kehandalan,
regulator complience, resiko,
posisi keuangan, dan profil
supplier .
Pengiriman (delivery
reliability), kualitas (quality
specifications), biaya,
fleksibilitas (capability).
Biaya, kualitas, ketepatan,
service, hubungan pemasok.

Biaya, kualitas, pengiriman,
garansi, kapasitas, reputasi,
keuangan (payment terms).

Sumber: Akbar, Henmaidi & Amrina

2.6 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarki Process (AHP) adalah suatu metodologi yang dikembangkan oleh
Prof. Thomas L. Saaty sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan

multikriteria (Multi Criteria Decision Making atau MCDM). AHP menyediakan
kemampuan untuk menggabungkan faktor kuantitatif dan kualitatif dalam pengambilan
keputusan bagi individu maupun group. AHP ditampilkan dalam bentuk model hirarki yang
terdiri atas tujuan atau goal, kriteria, mungkin beberapa level subkriteria, dan alternatif untuk
tiap keputusan. AHP didasarkan pada tiga prinsip, yaitu dekomposisi, penilaian
perbandingan, dan proses komposisi hirarkis.
Langkah-langkah dalam penggunaan metode AHP menurut Saaty (1988) adalah sebagai
berikut:
1. Mendefinisikan persoalan dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat hirarki, masalah disusun dalam suatu hiraki yang diawali dengan tujuan
umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatifalternatif pada level yang paling bawah.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatih
atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria setingkat.
4. Menentukan prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki.
5. Melakukan langkah-langkah diatas untuk setiap level
6. Menggunakan komposisi hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas dengan
bobot-bobot kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas yang sudah diberi bobot
tadi dengan nilai prioritas dari level bawah berikut dan seterusnya. Hasilnya adalah
vektor prioritas menyeluruh untuk level hirarki paling bawah.
7. Mencari konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indeks
konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya.
Hasil ini kemudian dibagi dengan pernyataan sejenis menggunakan indeks
konsistensi acak (random) yang sesuai dengan dimensi tiap matriks. Rasio
konsistensi hirarki tersebut tidak boleh lebih dari 10% jika tidak maka proses harus
diperbaiki.
2.6.1 Hirarki
Hirarki merupakan salah satu cara yang efisien dalam menyelesaikan sistem yang
kompleks yang berupa struktur linier dari atas ke bawah. Efisien karena permasalahan akan
lebih terstruktur, terorganisir, dan fungsional dalam pengontrolah dan penurunan informasi
kedalam sistem. Hal ini dimulai dengan tujuan memberikan pengaruh yang besar dan sangat
penting. Tujuan dijabarkan dengan penentuan elemen kriteria, dan mungkin subkriteria yang
dipengaruhi atau dikontrol oleh elemen yang berada pada level diatasnya, dan bobot suatu
elemen dibagi untuk elemen-elemen yang berada pada level dibawahnya.

Gambar 1. Contoh Analytic Hierarchy Process

2.6.2 Kriteria
Kriteria merupakan tujuan yang akan dicapai dan dijadikan sebagai standar urutan dalam
menilai alternatif yang akan dipilih. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan dan evaluasi
harus mencerminkan strategi kegiatan persediaan dari item yang akan dipasok.
Salah satu cara penentuan kriteria dan subkriteria adalah dengan memberikan penilaian
alternatif terhadap alternatif kriteria yang ditawarkan sebagai kriteria dan subkriteria
berdasarkan skala likert. Skala likert dipilih untuk menilai tingkat kepentingan masingmasing alternatif.
5 = Sangat penting
4 = Penting
3 = Sedang
2 = Kurang Penting
1 = Tidak Penting
Hasil penilaian alternatif akan diurutkan mulai dari alternatif dengan perolehan nilai
tertinggi hingga nilai terendah. Sejumlah alternatif dengan perolehan nilai tertinggi akan
ditetapkan sebagai kriteria dan subkriteria. Kriteria terpilih kemudian akan diperbandingkan
dengan kriteria lain yang emiliki level hirarki yang sama.
2.6.3 Perhitungan Matematis Pada AHP
Perhitungan matematis yang digunakan dalam AHP, adalah:
 Perbandingan berpasangan
 Sintesis
 Rasio konsistensi
a. Perbandingan berpasangan
Setelah permasalahan multikriteria dimodelkan dalam hierarki sudah ditetapkan,
maka tahap pertama yang dilakukan adalah tahapan perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) untuk menentukan bobot kriteria. Tahap perbandingan berpasangan ini
akan digunakan pada saat mencari atau menghitung bobot kriteria dan bobot alternatif
untuk setiap kriteria penilaian. Untuk penilaian dalam perbandingan berpasangan
menggunakan Skala Perbandingan 1-9 yang didasarkan pada riset psikologis Thomas L.
Saaty yang menyelidiki kemampuan individu membandingkan perpasangan beberapa
elemen yang dibandingkan seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
Intesitas
Kepentingan
1

3

5

Definisi
Kedua Elemen sama penting

Penjelasan
Kedua elemen mempunyai pengaruh
yang sama terhadap tujuan

Elemen yang satu sedikit lebih penting

Penilaian sedikit lebih memihak elemen

dari pada elemen lain yang

yang satu daripada elemen lain yang

dibandingkan dengannya

dibandingkan dengannya

Elemen yang satu lebih penting

Elemen yang satu sangat penting daripada

daripada elemen lain yang

elemen lain yang dibandingkan

dibandingkan dengannya

dengannya dan dominasinya tampak
nyata dalam praktek

Tabel 4. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
Intesitas
Kepentingan
7

9

2,4,6,8

Definisi

Penjelasan

Elemen yang satu jelas sangat penting

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen

daripada

lain yang dibandingkan dengannya dan dominasinya

elemen

lain

yang

dibandingkan dengannya

tampak nyata dalam praktek

Elemen yang satu mutlak sangat

Bukti bahwa elemen yang satu sangat penting

penting daripada elemen lain yang

daripada elemen lain yang dibandingkan dengannya

dibandingkan dengannya

memiliki tingkat penegasan tertinggi dan sangat jelas

Nilai tengah diantara dua pertimbangan

Nilai ini diberikan jika terdapat keraguan diatntara

yang berdekatan

dua penilaian yang berdekatan (kompromi)

Sumber: Saaty 1990.

Perhitungan matematis AHP adalah menggunakan matriks dimana perhitungan
berpasangan dimulai dari hirarki. Dibawah elemen A terdapat elemen B1, B2,....Bn sebagai
sub dari elemen A. Dengan demikian matriks A berukuran n x n dapat dituliskan sebagai
berikut:
A = (bij) Dimana i, j = 1,2,3,...,n
(1)
Nilai bij merupakan nilai perbandingan antara elemen Bi= terhadap Bj. Bentuk matriksnya
perbandingan berpasangan dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan
X
A1
A2
...
An

A1
1
1/a 12
...
1/a 1n

A2
a 12
1
...
...

...
...
...
...
...

An
a 1n
...
...

Apabila a ij = x, maka a ij = 1/x untuk a ij ≠, dengan demikian matriks A resiprokal. Pada
diagonal matriks, nilainya adalah 1 karena membandingkan elemen yang sama. Jika
penilaian sempurna dalam perbandingan, maka matriks disebut konsisten.
Cara perhitungan yang paling umum digunakan adalah menggunakan rata-rata penilaian
dari semua responden. Dua metode rata-rata yang biasa dipakai yaitu rata-rata hitung dan
rata-rata ukur (geometri), metode rata-rata tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian rata-rata hitung
Jika peran setiap responden sama maka rumusnya
� + � + ⋯ ��
= ��
�� � �:
�� = penilaian gabungan (penilaian akhir)
�� = penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 s.d 9), i: 1,2,...,n
n = banyaknya responden
Jika peran setiap responden berbeda maka rumusnya:

� . � + � . � + ⋯ �� . �� = ��

Dimana:
�� = penilaian gabungan (penilaian akhir)
��
= penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 sampai 9), i: 1,2,....n
�� = bobot prioritas (pentingnya peran responden ke-i)
n
= banyaknya responden

2. Pemakaian rata-rata ukur
Rata-rata ukur merupakan metode rata-rata yang paling cocok untuk deret bilangan
rasio atau perbandingan seperti skala dalam model Poses Hirarki Analistis. Metode ini
juga mampu mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu
beras atau kecil.
Rumus rata-rata ukur adalah sebagai berikut:


√� . � . � … �� = ��

Dimana:
��
= penilaian gabungan (penilaian akhir)
��
= penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 sampai 9), i: 1,2....n
n
= banyaknya responden
b. Sintesis
Sintesis dilakukan untuk mengetahui prioritas dalam hirarki. Perhitungan ini
melibatkan matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh sebelumnya.
Langkah-langkah sintesis adalah sebagai berikut:
1. Menjumlahkan nilai dalam tiap kolom matriks sehingga diperoleh jumlah nilai
masing-masing kolom.
2. Untuk menormalisasi matriks maka dilakukan pembagian tiap nilai dalam kolom
matriks dengan jumlah nilai kolom masing-masing.
3. Menjumlahkan nilai tiap baris pada matriks yaitu dihasilkan pada langkah 2. Nilai
ini kemudian dibagi dengan jumlah elemen dalam tiap baris. Nilai yang dihasilkan
berupa vektor prioritas yang menunjukkan niai prioritas yang menunjukkan nilai
prioritas menyeluruh untuk setiap elemen.
c. Rasio konsistensi
Konsistensi sangat penting dalam pengambilan keputusan dan besar kecilnya
konsistensi dapat diketahui melalui nilai resiko konsistensi. Nilai ini menunjukkan
seberapa besar penilai tidak konsistensi dalam melakukan penilaian perbandingan
berpasangan. Semakin kecil nilai rasio konsistensi maka akan semakin baik keputusan
yang akan diambil walaupun konsistensi sempurna sukar dicapai. Jika nilai rasio
konsistensi < 0,1 atau 10% maka pengambilan keputusan sudah dinilai baik, sebaliknya
jika nilai rasio konsistensi > 0,1 atau 10% maka pengambilan keputusan memerlukan
perbaikan. Langkah-langkah untuk menghitung konsistensi:
1. Menghitung λmaks dengan cara:
a. Mengalikan prioritas menyeluruh tiap elemen dengan nilai a ij dalam matriks
perbandingan berpasangan.

b. Menjumlahkan semua nilai pada setiap baris
c. Membagi jumlah setiap elemen dengan prioritas menyeluruh tiap elemen.
d. Menjumlahkan hasil pembagian tersebut kemudian dirata-ratakn. Nilai rata-rata
ini adalah nilai λmaks.
2. Menghitung Indeks Konsistensi (CI) dengan cara:
CI = � ��� − / − 1
Dimana:
CI
= Indeks Konsistensi
� ��� = Nilai eigen value
n
= Jumlah aktifitas/elemen yang diperbandingkan dalam matriks
3. Menghitung Rasio Konsistensi (CR) dengan cara:
CR = CI/RI
Dimana:
CR = Rasio Konsistensi

CI = Indeks Konsistensi
RI = Nilai Indeks Acak/Random
Nilai RCI tergantung dari orde matriks (OM). Besarnya RCI dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 6. Nilai Indeks Acak/Random Index (RI)
OM
RI

1
0

2
0

3
0.58

4
0.9

5
1.12

6
1.24

7
1.32

8
1.41

9
1.45

10
1.49

11
1.51

12
1.48

13
1.56

14
1.57

15
1.59

III. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan berikut:
a. Persiapan, dilakukan dengan mengidentifikasi persoalan yang ingin diketahui oleh
penulis, kemudian menentukan tujuan yang akan dicapai oleh penulis.
b. Studi pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami masalah evaluasi dan
penilaian kinerja supplier .
c. Survey lapangan, survey lapangan dilaksanakan untuk mengetahui kondisi yang
sebenarnya dari perusahaan pada saat ini.
d. Pengolahan dan analisa data, data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan
menggunakan metode AHP.
e. Kesimpulan dan saran, Setelah dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti
Adapun diagram alur penelitian seperti terdapat pada gambar 2 berikut:
Mulai
Identifikasi
Tujuan Penelitian
Studi Kepustakaan






Evaluasi Kinerja
Pemasok

Observasi Lapangan
Profil Perusahaan
Kondisi Perusahaan

Identifikasi Data





Pengumpulan Data
Profil Perusahaan
Sistem evaluasi kinerja pemasok yang digunakan
Data tambahan terkait
Pengolahan Data

Data yang didapat diolah berdasarkan metode di perusahaan
Kesimpulan & Saran
Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hirarki Keputusan
Berdasarkan hasil dari kuesioner pertama yang diambil dari 5 responden dari divisi
procurement, quality, dan warehouse, maka didapatkan 5 kriteria utama yaitu kualitas,
pengiriman, pelayanan/service, kemampuan teknis, dan relationship. Masing-masing
kriteria mempunyai subkriteria yang berbeda sehingga didapatkan bentuk hirarki keputusan
enilaian kinerja pemasok/supplier pada gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Hirarki Keputusan
4.2 Penetapan Bobot Kriteria Utama dan Subkriteria
Penetapan bobot untuk masing-masing kriteria dan subkriteria penilaian kinerja supplier
adalah dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Dari hasil AHP diperoleh
bobot global untuk tiap kriteria dan subkriteria, seperti tertuang dalam tabel 7 dan tabel 8
berikut:
Tabel 7. Bobot Prioritas dari Kriteria Utama
Kriteria

Kualitas

Pengiriman

Pelayanan

Relationship

Jumlah

0.28
0.28
0.18
0.15

Kemampuan
Teknis
0.29
0.27
0.19
0.16

0.24
0.24
0.20
0.20

1.35
1.34
0.93
0.82

Priority
Vector
0.271
0.268
0.186
0.164

Kualitas
Pengiriman
Pelayanan
Kemampuan
Teknis
Relationship

0.27
0.27
0.17
0.15

0.27
0.27
0.18
0.16

0.13

0.13

0.10

0.09

0.11

0.55

0.111

Tabel 8. Bobot Global dari Subkriteria
Level 0
(Tujuan)

Level 1
(Kriteria)

Kualitas (Q)
(0.271)

Evaluasi
Kinerja
Pemasok

Pengiriman (D)
(0.268)
Pelayanan /
Service (S)
(0.869)
Kemampuan
Teknis (T) (0.164)
Relationship (R)
(0.111)

Level 2
(Subkriteria)

Bobot

Q1
Q2
Q3
Q4
D1
D2
D3
D4
S1
S2
S3
T1
T2
R

0.067
0.067
0.062
0.268
0.051
0.051
0.033
0.048
0.062
0.065
0.164
0.049
0.111
0.111

4.3 Penentuan Peringkat Supplier
Setelah mendapatkan bobot global dari masing-masing kriteria utama beserta dengan
subkriterianya, selanjutnya adalah menentukan bobot global dari masing-masing
pemasok/supplier dalam hal ini adalah pemasok komponen casting yang terdiri dari tiga
pemasok, yaitu Pemasok A, Pemasok B, dan Pemasok C. Bobot global didapatkan dengan
cara mengkalikan bobot parsial pada level tersebut dengan bobot global level diatasnya.
Hasil dari perhitungan bobot global pada setiap pemasoknya dapat dilihat pada tabel 9 dan
10 berikut ini:
Tabel 9. Bobot Global Pemasok Pada Setiap Subkriteria
Level 0
(Tujuan)

Level 1
(Kriteria)

Level 2
(Subkriteria)

Bobot

Q1

0.074

Q2

0.067

Q3

0.068

Q4

0.062

D1

0.073

D2

0.073

Kualitas (Q)
(0.271)
Penilaian
Kinerja
Pemasok

Pengiriman
(D)
(0.268)

Alternatif / Pemasok
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C

Bobot
0.0248
0.0248
0.0248
0.022
0.022
0.022
0.016
0.033
0.019
0.021
0.021
0.021
0.015
0.029
0.029
0.015
0.035
0.023

Tabel 10. Bobot Global Pemasok Pada Setiap Subkriteria (Lanjutan)
Level 0
(Tujuan)

Penilaian
Kinerja
Pemasok

Level 1
(Kriteria)

Pelayanan /
Service (S)
(0.869)

Kemampuan
Teknis (T)
(0.164)
Relationship
(R)
(0.111)

Level 2
(Subkriteria)

Bobot

D3

0.074

D4

0.048

S1

0.042

S2

0.071

S3

0.073

T1

0.091

T2

0.073

R

0.111

Alternatif / Pemasok
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C
Pemasok A
Pemasok B
Pemasok C

Bobot
0.0248
0.0248
0.0248
0.016
0.016
0.016
0.011
0.019
0.011
0.016
0.035
0.02
0.016
0.030
0.027
0.017
0.037
0.037
0.021
0.027
0.025
0.037
0.037
0.037

Setelah global priority didapatkan, berdasarkan tahapan-tahapan perhitungan metode
AHP yang sudah dijabarkan sebelumnya maka berikut ini adalah hasil perhitungan bobot
keseluruhan masing-masing pemasok yaitu dengan menjumlahkan semua bobot keseluruhan
(global priority) pada masing-masing pemasok. Semakin besar bobot yang didapatkan, maka
semakin baik performa pemasoknya. Peringkat penilaian kinerja pemasok/supplier dapat
dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Peringkat Penilaian Kinerja Pemasok/Supplier
Pemasok
Bobot
Peringkat
Supplier A
0.273
3
Supplier B
0.391
1
Supplier C
0.337
2
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa supplier yang mempunyai bobot keseluruhan
terbesar adalah supplier B yaitu sebesar 0,391. Dengan demikian Supplier B berada di
peringkat pertama. Kemudian Supplier C berada pada urutan selanjutnya dengan bobot
keseluruhan sebesar 0,391. Sedangkan Supplier A menduduki peringkat terakhir dengan
bobot keseluruhan terkecil sebesar 0,273.
4.4 Rasio Konsistensi
Setelah besarnya bobot masing-masing kriteria utama dan subkriteria diperoleh, maka
selanjutnya dihitung rasio konsistensi untuk mengetahui apakah hasil pembobotan yang
didapat sudah cukup konsisten. Sebagai parameternya adalah rasio konsistensi harus < 0,1
atau 10%. Setelah didapatkan rasio konsistensi untuk seluruh kriteria dan subkriteria, maka
berikutnya adalah hasil perhitungan rasio konsistensi keseluruhan hirarki.

Tabel 12. Hasil Perhitungan Rasio Konsistensi
Uji Konsistensi, CR < 0,1
Kriteria Utama
0.00731
Subkriteria Kualitas
0.0001599
Subkriteria Pengiriman
0.0012124
Subkriteria Pelayanan
0.004956
Subkriteria Kemampuan Teknis
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q1
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q2
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q3
0.0031903
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q4
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D1
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D2
0.0028169
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D3
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D4
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S1
0.052416
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S2
0.049229
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S3
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria T1
0
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria T2
0.0329439
Antar Alternatif Terhadap Subkriteria R
0

KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN
KONSISTEN

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut ini:
1. Setelah melakukan seluruh tahap penelitian dengan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP), maka bobot dari kriteria evaluasi supplier dengan 5 kriteria utama,
yaitu: kriteria kualitas (27,1%), pengiriman (26,8%), pelayanan/service (18,6%),
kemampuan teknis (16,4%), dan relationship (11,1%). Prioritas global (global
priority) dari masing-masing subkriteria adalah sebagai berikut: subkriteria
penyebab stop produksi karena kualitas (7,4%), claim market (6,7%), reject delivery
(6,8%), agreement sheet (6,2%), penyebab stop produksi karena pengiriman (7,3%),
ketepatan waktu pengiriman (7,3%), ketepatan kuantitas pengiriman (7,4%),
kelengkapan laporan pengiriman (4,8%), cara dan syarat pemesanan atau klaim yang
diberikan mudah (4,2%), kemudahan menghubungi pemasok (7,1%), pelayanan
perbaikan yang diberikan (7,3%), kemampuan menganalisa masalah yang terjadi
(9,1%), kemampuan buffer stock (7,3%), dan hubungan jangka panjan dengan
perusahaan baik (11,1%).
2. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode AHP, maka dapat diketahui
peringkat dari penilaian kinerja pemasok casting di PT XYZ Plant 2. Supplier dengan
kompetensi Casting yang mempunyai jumlah bobot nilai tertinggi dengan urutan
dimulai dari yang terbaik yaitu Supplier B (39%), P Supplier C (33,7%) dan Supplier
A (27,3%).

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu kriteria penilaian kinerja supplier yang dibuat ini
adalah sebagai berikut:
1. Kriteria penilaian kinerja supplier bidang manufaktur barang. Jika ada supplier yang
mempunyai bidang lain seperti jasa, maka perlu dilakukan diskusi untuk mendapatan
kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan kebijakan perusahaan.
2. Pada PT XYZ, ada baiknya melakukan penilaian kinerja supplier secara per Plant
bukan all Plant agar penilaian tersebut lebih objektif dan tidak merugikan supplier .
Hal tersebut dikarenakan ada banyak perbedaan-perbedaan yang dapat terjadi pada
setiap Plant nya (misal: jarak, situasi jalan, dsb).
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, P. G., Henmaidi, & Amrina, E. 2015. Usulan Indikator Evaluasi Pemasok Dalam
Penetapan Bidder List: Studi Kasus Pengadaan Jasa PT. Semen Padang. Jurnal
Optimasi Sistem Industri, Vol. 14 No. 1, 39-54.
Aminata, R. N., Muhaimin, A. W., & Priminingtyas, D. N. 2015. Analisis Kinerja Pemasok
Bahan Baku Pakan Ternak. Habitat, Volume 26, No. 2, 80-88.
Chopra, S., & Meindl, P. (2007). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and
Operation, . New Jersey: Pearson.
Christopher, & Schooner, S. L. 2007. Incrementalism: Eroding the Impediments to a Global
Public Procurement Market. Journal of International Law, Vol. 38, 529-576.
Iriani, Y. 2009. Perancangan Sistem Penilaian dan Seleksi Supplier Dengan Menggunakan
Metode AHP Dan Traffic Light System. Journal of 5th National Industrial
Engineering Conference.
Kuesari, A., Hermansyah, M., & Bashori, H. 2016. Analisis Pemilihan Supplier
Menggunakan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process di PT. XX. Journal
Knowledge Industrial Engineering (JKIE), Vol. 03, No. 02 , 51-61.
Mauidzoh, U., & Zabidi, Y. 2007. Perancangan Sistem Penilaian dan Seleksi Supplier
Menggunakan Multikriteria. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 5 No. 3, 113-122.
Paradipta, A., Fahridho, A., Hendarman, D., Sandi, F., & Nasution, J. 2014. Sistem Evaluasi
Kinerja Supplier di PT XYZ. Jurnal Teknik Industri Vol 3 No. 3.
Rahardjo, B. 2007. Keuangan dan Akuntansi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saaty, T. L. 1990. Multicriteria Decision Making, The Analytic Hierarchy Process;
Planning, Priority Setting, Resource Allocation. Pittsburgh: RWS Publication.
Saaty, T. L. 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The Analytic
Hierarchy Process. Pitssburgh USA: RWS Publication.
Suryoko, Y. 2013. Evaluasi Kinerja Supplier Dengan Mengkombinasikan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) Dan Metode Pembobotan Nilai Yang Digunakan Pada
PT. SI. Jurnal Teknik Industri Vol 3 No 3 .
Weele, A. J. 2010. Purchasing and Supply Chain Management: Analysis, Strategy,
Planning, and Practice 5th Edition. Andover: Cengage Learning EMEA.
Yuliawati, D., & Sanusi, A. 2015. Pemodelan Evaluasi Kinerja Supplier Dengan Metode
Analytic Hierarchy Process (AHP) Pada Layanan Obat Rumah Sakit. Jurnal TIM
Darmajaya, Vol. 01 No. 01, 49-68.