Dinamika ekonomi politik internasional c

LATAR BELAKANG
CPO (Crude Palm Oil) atau yang biasa disebut sebagai minyak kelapa sawit
merupakan minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia.minyak yang
murah,mudah produksi dan sangat stabil ini digunakan untuk berbagai variasi
makanan,kosmetik,produk kebersihan dan lain-lain.kebanyakan minyak kelapa sawit di
produksi di asia,afrika dan amerika selatan tetapi tetap saja produksi minyak kelapa sawit
dunia didominasi oleh malaysia terutama indonesia,saat ini indonesia adalah produsen dan
eksportir minyak kelapa sawit yang terbesar di seluruh dunia.tetapi tidak hanya berhenti
disitu saja,dalam kegiatan produksi,ekspor dan promosinya indonesia memiliki beberapa
tantangan dalam melakukan pengeksporan dalam dunia internasional.padahal seperti yang
diketahui bahwa minyak kelapa sawit merupakan produk yang ramah lingkungan dan tidak
berbahaya,namun tetap saja pergerakan ekonomi politik yang dilakukan indonesia lewat
minyak kelapa sawit ini banyak dipress dan dicekam oleh negara-negara maju seperti amerika
serikat,uni eropa dan negara lainnya.dalam diplomasi sawit yang memble misalnya pada
tahun 2014 bulan april,indonesia telah gagal dalam memasukkan minyak kelapa sawit ke
dalam daftar produk ramah lingkungan APEC,padahal sebenarnya minyak kelapa sawit
merupakan kebutuhan yang lebih sehat dibandingkan dengan produk lainnya,seperti bunga
matahari dari jepang dan kedelai dari AS.1dapat dilihat dalam forum APEC saat itu AS
membendung produk minyak kelapa sawit indonesia dengan cara AS hanya berjanji
melonggarkan pintu masuk CPO indonesia saja,tetapi hal itu tidak dapat terealisasikan
dengan kesepakatan janjinya.lalu juga kembali lagi melihat history pada tahun 1980an

dimana industri sawit mulai tumbuh pada saat itu,American Soybean Association
menyerukan agar tidak mengkonsumsi minyak sawit,dalam tuduhannya tersebut asosiasi
soybean as menyerukan bahwa minyak kelapa sawit mengandung kolesterol penyebab
penyakit jantung.ketika sawit terbukti sebagai minyak sehat dan non kolesterol karena
kandungan asam lemak jenuhnya rendah,tema kampanye as tersebut berubah haluan menjadi
minyak kelapa sawit merupakan sumber dari kerusakan lingkungan dan efek rumah kaca.

1 https://m.tempo.co/read/kolom/2013/05/03/705/diplomasi-sawit-yang-memble diakses
pada senin 13 maret 2017 pukul 20.13 wib.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Dinamika Ekonomi Politik Internasional CPO Indonesia dari tahun 2015-2017?

TEORI
Teori keuntungan komparatif, merupakan teori yang dikaji pertama kali pada tahun
1817 oleh David Ricardo. Teori ini memandang bahwa kegiatan ekonomi internasional yang
dilakukan oleh suatu negara harus efisien dalam memproduksi barang untuk dilakukannya
perdagangan internasional.2

PEMBAHASAN

Tahun 2015 merupakan tahun yang dilewati industri sawit dengan penuh
tantangan, mulai dari harga CPO global yang tidak bergairah sampai pada kasus kebakaran
lahan perkebunan kelapa sawit.Hargarata-rata bulan CPO global sepanjang tahun 2015 tidak
mampu mencapai US$ 700 per metrik ton.Sehinggasepanjang tahun secara otomatis ekspor
CPO dan turunannya tidak dikenakan Bea Keluar karena harga rata-rata CPO di bawah US$
750 per metrik ton yang merupakan batas minimum pengenaan Bea Keluar.Harga rata-rata
CPO tahun 2015 hanya berada di angka US$ 614,2 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun
sebesar 25% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2014 yaitu US$ 818.2 per metrik
ton.Jatuhnya harga CPO global tidak terlepas dari pengaruh jatuhnya harga minyak mentah
dunia yang sempat jatuh sampai US$ 30 dollar per barel, yang kemudian mempengaruhi
harga-harga komoditas lainnya. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat dan stagnasi di
Eropa juga menjadi faktor penyebab penurunan harga CPO global.Sementara itu berdasarkan
data yang diolah GAPKI, total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada tahun 2015
mencapai 26,40 juta ton atau naik 21% dibandingkan dengan total ekspor 2014, 21,76 juta
ton. Adapun produksi CPO dan turunannya 2015 diprediksi mencapai 32,5 juta ton (termasuk
biodiesel dan oleochemical). Angka produksi ini naik 3% dibandingkan total produksi tahun
2 Daniels,John.et.al.2011.International Business 13 th edition: Environment and
Operations .New Jersey:Prentice Hall.

2014 yang hanya mencapai 31,5 juta ton.Nilai ekspor minyak sawit sepanjang 2015 mencapai

18,64 milyar dollar AS. Meskipun volume ekspor naik, nilai ekspor mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun lalu karena rendahnya harga minyak sawit global. Nilai ekspor
tahun 2015 tercatat turun sebesar 11,67% dibandingkan 2014 yang mencapai 21,1 milyar
dollar AS.India, Negara Uni Eropa dan China masih merupakan pengimpor terbesar minyak
sawit dari Indonesia. Sepanjang tahun 2015, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India
menjadi 5,8 juta ton atau naik 15% dibandingkan tahun lalu yaitu 5,1 juta ton. Sementara
ekspor ke negara-negara Uni Eropa mencapai 4,23 juta ton, dan ini menunjukkan kenaikan
sekitar 2,6% dibandingkan dengan volume ekspor tahun lalu. China secara mengejutkan
mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawit sepanjang tahun 2015 sebesar 64% atau dari
2,43 juta ton tahun 2014 meningkat menjadi 3,99 juta ton pada 2015.Peningkatan permintaan
minyak sawit yang cukup signifikan sepanjang tahun 2015 dibukukan oleh Amerika Serikat
sebesar 59% atau mencapai 758,55 ribu ton dibandingkan tahun lalu hanya 477,23 ribu ton.
Hal ini diikuti oleh Pakistan yang membukukan kenaikan 32% atau dari 1,66 juta ton di 2014
meningkat menjadi 2,19 juta ton di 2015.Bertolak belakang dengan hal di atas volume ekspor
minyak sawit Indonesia ke pasar baru di Negara Timur Tengah tahun 2015 mengalami
penyusutan. Menurut data yang diolah GAPKI volume ekspor minyak sawit Indonesia ke
Negara Timur Tengah pada tahun 2015 melorot 8% dibandingkan tahun lalu atau dari 2,29
juta ton di 2014 turun menjadi 2,11 juta ton di 2015. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penurunan permintaan Negara Timur Tengah adalah karena jatuhnya harga minyak dunia
yang secara otomatis mengganggu finansial negara-negara penghasil minyak sehingga daya

beli ikut melemah.Meskipun ekonomi negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit
Indonesia mengalami perlambatan akan tetapi permintaan akan minyak sawit tetap tumbuh,
hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan minyak nabati selalu meningkat setiap tahun
seiring dengan peningkatan populasi dan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia
untuk menggunakan energi hijau dengan menggunakan bahan bakar nabati.
Catatan Penting 2015 dalam negeri yang dihadapi industri sawit nasional adalah sebagai
berikut:
– Dibentuknya Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit dengan tujuan untuk mendorong
pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan prioritas penerapan
biodiesel B20. Pelaksanaan mandatori B15 baru benar-benar efektif terlaksana di bulan
Desember 2015 secara nasional sehingga penyerapan di dalam negeri belum tinggi.
Pelaksanaan B15 sudah dimulai pada September tetapi terbatas pada beberapa daerah saja

sehingga harga CPO global masih sulit terdongkrak. Sampai pada akhir 2015 realisasi
penyerapan biodiesel masih di bawah 1 juta kiloliter. Jatuhnya harga minyak dunia yang turut
mempengaruhi dan menyeret harga-harga komoditas lain turun, akan tetapi turunnya harga
CPO bisa dihambat dengan adanya penyerapan BBN di dalam negeri.
– Meskipun pemerintah telah melakukan deregulasi beberapa peraturan yang menghambat
perkembangan industri, industri sawit masih belum mendapatkan dampak yang signifikan
dari program deregulasi ini karena belum ada deregulasi secara konkret untuk industri kelapa

sawit.
– El Nino yang cukup panjang yang menjadi salah satu penyebab kebakaran lahan dan
bencana asap juga menjadi permasalahan tersendiri. Industri sawit dituding sebagai penyebab
utama kebakaran lahan meskipun Pemerintah dan pelaku usaha mengetahui bahwa kebak
kebakaran lahan di konsesi perkebunan tidak mencapai 15% dari total luasan kebakaran lahan
yang terjadi. Namun opini publik telah terbentuk dengan masif sehingga industri sawit yang
menjadi kambing hitam.
– Kasus kebakaran lahan masih menjadi “ancaman” karena masalah kebakaran lahan diproses
hukum dianggap sebagai masalah pidana. Beberapa anggota GAPKI mengalami kasus
kebakaran dan menghadapi masalah hukum.3
Dunia usaha dan pemerintah langsung cemas begitu mendengar rencana
penerapan pajak progresif minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Prancis. Pemerintah
pimpinan Presiden Francois Hollande mengajukan klausul itu dalam rancangan undangundang ke parlemen.Pajak progresif berupa tarif impor CPO dan turunannya itu akan naik
secara gradual. Pada 2017, tarif tiap ton CPO sebesar 300 euro, setahun kemudian melonjak
menjadi 500 euro. Kenaikan menjadi 700 euro pada 2019, hingga berhenti di angka 900 euro.
Menteri Lingkungan Hidup Prancis Segolene Royal adalah arsitek dari pengenaan pajak
progresif itu. Politikus Partai Sosialis Prancis sekaligus calon presiden 2007 itu sejak jauhjauh hari sudah berniat “memerangi” CPO. Alasannya, komoditas tersebut menjadi
penyumbang emisi karbon karena mengabaikan prinsip-prinsip berkelanjutan.Pemerintah
Prancis segera menerima banjir protes dari sejumlah negara. Pebisnis kelapa sawit mencibir
karena pajak progresif tidak dikenakan untuk minyak nabati lainnya, pesaing CPO tentu

saja.llalu, pemerintah mengirimkan tim pelobi khusus ke Paris yang meminta parlemen
3 http://gapki.id/refleksi-industri-kelapa-sawit-2015-dan-prospek-2016/ diakses pada 13 maret 2017 pukul
22.31 wib.

menolak usulan pajak progresif. Indonesia bersama Malaysia menjadi pihak yang paling
dirugikan karena 85% CPO global dihasilkan dari kedua negara ini.4
Pemerintah Prancis dikabarkan telah menghapus poin pajak progresif terhadap
minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam RUU Keanekaragaman Hayati.Para pelaku
usaha di sektor kelapa sawit meyakini bukan perkara mudah bagi pemerintah dan parlemen
Prancis untuk menerapkan instrumen kebijakan bersifat restriktif terhadap CPO.Direktur
Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan
pihaknya mendapat informasi dari Kedutaan Besar Indonesia di Paris perihal pembatalan
poin pajak progresif

terhadap salah satu komoditas andalan Indonesia itu.walaupun

demikian, pelaku industri kelapa sawit tetap didera kekhawatiran Pemerintah Prancis masih
akan menempuh jalan lain untuk menghambat CPO Indonesia masuk ke pasar negara itu,
kendati poin yang memberatkan CPO sudah dikeluarkan.Sebelum menghapus ketentuan
pajak progresif, parlemen Prancis sebenarnya sudah merelaksasi ketentuan pajak dalam RUU

tersebut.Awalnya, Prancis berencana membebankan pajak progresif atas CPO dengan besaran
300 euro dan akan meningkat hingga 900 euro pada periode 2017 dan meningkat 200 euro
setiap tahun hingga 2020.Namun akhirnya, parlemen memangkas besaran awal pajak
tambahan progresif atas minyak sawit dalam makanan, dari semula 300 euro/ton menjadi 30
euro/ton hingga menjadi 90 euro/ton pada 2020.Rencana implementasi kebijakan tersebut
memang mendapat tekanan kuat dari sejumlah negara produsen kelapa sawit dunia, termasuk
Indonesia.Para produsen menganggap ketentuan itu adalah serangan terhadap kelompok
negara berkembang.Sebelumnya Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menilai
lobi pemerintah Indonesia terbilang cukup efektif. "Saya lumayan optimistis bahwa upaya
melobi ke national assembly ataupun ke pemerintah cukup berhasil," tuturnya.Kendati
demikian, Lembong menegaskan hal itu tak berarti CPO terbebas dari pajak. Dia berasumsi
parlemen Prancis tetap akan mengenakan tambahan pajak tetapi dengan nilai yang relatif
moderat dan bisa diterima oleh pelaku usaha dalam negeri.Adapun, selama ini Prancis
membutuhkan sekitar 50.000 ton—150.000 ton minyak kelapa sawit dan turunannya setiap
tahun. Kebutuhan tersebut dipasok oleh sejumlah produsen utama, seperti Indonesia dan
Malaysia.5
4 https://m.tempo.co/read/news/2016/02/15/090745193/dunia-usaha-sawit-mendadak-cemas-dengan-rencanapajak-paris diakses pada 13 maret 2017 pukul 22.13 wib.

5 http://m.bisnis.com/koran/read/20160622/448/560139/prancis-cabut-pasal-pajak-progresif-cpo- diakses pada
13 maret 2017 pukul 23.45 wib.


Faktor penentu harga minyak sawit semakin kompleks. Tidak lagi berpatokan
kepada teori ekonomi sederhana seperti suplai dan permintaan. Ataupun bergantung kepada
harga minyak bumi. Tengok saja di kuartal pertama tahun ini, pergerakan harga sawit
menunjukkan anomali ketika pasokan turun malahan yang terjadi harga CPO ikut tertekan.
Kalangan pengamat harga minyak sawit mengambil posisi aman dalam memproyeksikan
harga pada 2017. Tidak ada satupun analis berani memprediksi harga CPO tembus di atas
RM 3.000 per ton. Mengingat perekonomian global masih lesu. Negara konsumen CPO
seperti India dan Tiongkok tetap menjadi faktor penentu pergerakan harga. Pasokan dan
permintaan minyak nabati kedua negara tadi sangat berpengaruh kepada impor minyak
sawit.Majalah SAWIT INDONESIA merangkum pandangan tiga analis harga yang sudah
familiar di kalangan pelaku industri sawit. Mereka adalah Thomas Mielke (Oil World), James
Fry (LMC International), dan Dorab Mistry (Godrej International yang mempresentasikan
analisanya dalam pada pertengahan Oktober.Thomas Mielke, analis dari Oil World
menyebutka ada lima faktor utama yang berpengaruh kepada harga yaitu produksi,
permintaan, iklim,pemerintah,dan pasar finansial/keuangan.Dari sisi permintaan, India dan
Tiongkok tetap menjadi fokus utama produsen minyak nabati. Permintaan produk minyak
sawit di India akan berjumlah 9,4 juta ton pada 2017. Naik 0,6 juta ton dari tahun ini sebesar
8,8 juta ton.Kebutuhan minyak sawit menempati posisi teratas daripada minyak nabati lain
seperti minyak kedelai dan sunflower.Dalam 15 tahun terakhir, volatilitas harga sangatlah

tinggi. Untuk tahun depan, stok minyak nabati termasuk sawit tidak di posisi aman. Lantaran
kebutuhan pangan dan energi akan terus meningkat. Harga minyak sawit cenderung terjadi
reli hingga awal 2017.Diperkirakan harga akan naik rata-rata sekira RM2.900-RM3.000 per
ton di awal tahun depan dengan asumsi stok palm oil rendah. Sementara itu, harga RBD
Palm Olein antara US$ 780-US$ 800 dolar.James Fry, pengamat harga LMC International
menjelaskan secara rata-rata per tahun tren harga riil turun 1,6%. Turunnya harga berkorelasi
dengan peningkatan produktivitas.Di kawasan Eropa semenjak tahun 2000 sampai 2006,
dalam perhitungan rata-rata harga cenderung di bawah US$ 400 per ton. Tetapi mulai 2007
naik menjadi US$ 850 per ton ditopang permintaan biodiesel. Namun konsumsi biodiesel di
Eropa yang terus turun membuat harga dalam jangka waktu panjang kembali normal.
Diperkirakan harga CPO rata-rata US$ 525 per ton di kawasan Eropa.Pendiri LMC
International ini juga menyoroti dampak El Nino di negara produsen utama sawit yaitu
Indonesia dan Malaysia. Tahun depan, produksi bisa naik sebesar 4 juta ton. Pengaruh
terbesar dari Indonesia yang diperkirakan semester pertama bisa tumbuh 3 juta ton.

Faktor yang tidak kalah penting adalah mandatori biodiesel di Indonesia. Mandatori
bergantung kepada selisih harga CPO dengan minyak bumi. Dalam setahun kemampuan
BPDP Kelapa sekira 2,3 juta ton untuk membayar subsidi.Untuk membaca harga sawit,
James Fry menggunakan teori lawasnya yang mengaitkan harga CPO dan minyak bumi.
Dalam pandangannya, harga minyak bumi tidak akan menyentuh angka US$ 50 per barel.

Asumsinya, andaikata harga minyak sawit lebih tinggi menjadi CIF US$ 700 per ton. Maka
minyak mentah Brent tetap berada di kisaran US$ 45 per barel. Sementara itu, harga dapat
bertengger CIF US$ 600 per ton sampai pertengahan kedua 2017 andaikata produksi belum
stabil.Dorab Mistry, Analis Godrej Internasional berbicara dari aspek produksi, produksi
CPO Malaysia diperkirakan turun menjadi 17,6 juta ton dari tahun kemarin berjumlah 19,8
juta ton. Sementara Indonesia produksi sawitnya turun 3,5 jt sampai 4 jt ton yang berakibat
produksi keseluruhan terpangkas menjadi 29 juta ton pada tahun ini. Secara kseluruhan
produksi global anjlok 6 juta ton pada 2016.Buruknya produksi membuat stok benar-benar
berkurang drastis. Stok sawit di Indonesiaterjun dari 5,5 juta ton menjadi 1,6 juta ton.
Harga CPO tidak bisa tinggi karena sejumlah faktor antara lain rendahnya stok sawit,
nilai tukar mata uang, lemahnya permintaan, rencana Tiongkok merilis 2,5 juta ton minyak
rapak ke pasar, dan pertumbuhan ekonomi global yang lemah.India tetap faktor kunci
pergerakan harga sawit. Saat ini,

masyarakat di pedesaan India mengalami kesulitan

ekonomi sehingga kebutuhn minyak makan ikut turun.Sementara itu, pelaku industri refineri
di India mengeluhkan harga minyak sawit dan olein yang tidak jauh beda.“Jangan sampai
perusahaan perkebunan kehilangan pasarnya di India karena dapat berdampak besar. Yang
akan diuntungkan minyak kedelai,” kata Dorab.Permintaan minyak makan dunia bisa naik 3

juta ton pada 2016-2017 karena pengaruh konsumen India.Oleh karena itu, Dorab Mistry,
mencatat harga minyak sawit naik paling tinggi RM2,800 per ton pada 2017. Apabila harga
CPO menyentuh angka RM 2.200 per ton.6
Prospek industri minyak sawit di tahun 2017 diperkirakan masih cukup cerah
karena terus digalakkannya mandatori BBN di dalam negeri dan negeri jiran, Malaysia juga
sudah mulai meningkatkan mandatori BBN. Jika mandatori BBN di Indonesia dan Malaysia
berjalan dengan konsisten maka penggunaan minyak sawit di dalam negeri kedua negara
penghasil minyak sawit ini akan tinggi dan pasokan kepada pasar global akan berkurang
6 https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/berita-terbaru/sampai-awal-2017-harga-cpotembus-rm-3-000/ diakses pada 14 maret 2017 pukul 00.20 wib.

apalagi jika produksi sawit tidak meningkat dengan signifikan. Hal ini tentu saja akan
mendongkrak harga sawit di pasar global.Sebagai prioritas pada tahun 2017, sebagai berikut :
a.Penanganan isu-isu negatif seperti :
1.Isu super tax Perancis ada kemungkinan akan digulirkan kembali di waktu mendatang.
2.Isu 3-MCPD (kandungan karsinogenik pada minyak nabati) sudah muncul di Italia dan
diperkirakan akan semakin marak meskipun belum ada pembuktian secara scientific yang
kuat.
3.Sawit dituding sebagai penyebab utama deforestasi masih akan tetap ada terutama di Uni
Eropa.
4.Persepsi negatif terhadap minyak sawit sebagai minyak nabati less healthier dan low quality
di beberapa negara masih terus dibicarakan hampir di semua negara-negara pengimpor.
5.Daya saing minyak sawit akan semakin lemah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
terutama minyak bunga matahari.
6.Peningkatan standar REDD+ untuk ambang batas CPO sebagai biomassa energi terbarukan
dan pengurangan mandatori biodiesel yang berasal dari first generation.
b.Penanganan isu-isu domestik seperti :
1.Penanganan lahan gambut dan pecegahan kebakaran lahan.
2.Sosialisasi kepada stakeholders tentang strategis dan pentingnya industri sawit.7

ANALISIS
Pada Kasus diatas yaitu dapat dilihat dinamika yang terjadi dari tahun 2014
misalnya,dimana doktrin politik yang diberikan amerika serikat dalam pembendungan
minyak kelapa sawit dalam konferensi apec misalnya,amerika serikat menyebarkan berita
tentang buruknya konsumsi dan penggunaan produk minyak kelapa sawit dari indonesia dan
7 http://gapki.id/refleksi-industri-kelapa-sawit-2016-prospek-2017/ diakses pada 14 maret 2017
pukul 00.12 wib.

membendung ekspor minyak kelapa sawit dari indonesia.sebenarnya hal ini termasuk dalam
perpektif dalam ilmu ekonomi politik internasional dimana antara ekonomi dan politik tidak
dapat dipisahkan,juga unsur dari kekuasaan politik adalah ekonomi dan kekayaan.dapat
dilihat bahwa amerika serikat takut pada saat itu produk soybeannya dikalahkan oleh minyak
kelapa sawit indonesia dalam perekonomian dunia.kasus diatas juga berkaitan dengan teori
keuntungan komparatif yang dikemukakan oleh david ricardo Teori ini memandang bahwa
kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh suatu negara harus efisien dalam
memproduksi barang untuk dilakukannya perdagangan internasional dan juga perdagangan
internasional terjadi karena ada perbedaam keunggulan produksi barang dan jasa antar
negara,dimana indonesia dapat memproduksi minyak kelapa sawit dengan kualitas yang
tinggi dan harga yang murah.hal ini menjadikan selain indonesia melakukan ekspor ekonomi
juga indonesia secara tidak langsung telah mencoba melakukan politiknya untuk menguasai
perekonomian di bidang produk minyak kelapa sawit tersebut.
Lalu dinamika atau perubahan atau naik turunnya ekonomi politik internasional
indonesia berlanjut pada tahun 2015 dimana kebakaran lahan kelapa sawit yaitu el nino
menjadi penyebab indonesia kembali dipandang buruk minyak kelapa sawitnya,berlanjut
tahun 2016 dimana paris menetapkan kebijakan untuk meningkatkan pajak dari hasil ekspor
indonesia sebesar 300 euro dan naik 200 euro setiap tahunnya.hal ini adalah pembendungan
ekonomi yang dilakukan perancis dengan bersenjatakan kekuatan politik yaitu sebuah
regulasi.lalu masuk pada tahun 2017 dimana minyak kelapa sawit indonesia diperkirakan
akan mulus dalam kegiatan ekspor impornya,walaupun untungnya tidak sebesar yang
diperkirakan.

DAFTAR PUSTAKA
Daniels,John.et.al.2011.International Business 13 th edition: Environment and
Operations .New Jersey:Prentice Hall.
http://gapki.id/refleksi-industri-kelapa-sawit-2016-prospek-2017/

http://m.bisnis.com/koran/read/20160622/448/560139/prancis-cabut-pasal-pajak-progresif-cpo-

https://m.tempo.co/read/kolom/2013/05/03/705/diplomasi-sawit-yang-memble
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/15/090745193/dunia-usaha-sawit-mendadak-cemas-dengan-rencana-

http://gapki.id/refleksi-industri-kelapa-sawit-2015-dan-prospek-2016/ pajak-paris
https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/berita-terbaru/sampai-awal-2017-harga-cpotembus-rm-3-000/