Nilai Islam dalam praktek perbankan syar
1
Nilai – Nilai Islam Dalam Praktek
Perbankan Syari’ah
Muqaddimah
Umat Islam dewasa ini, baik di Indonesia maupun di belahan dunia
yang lain sedang mengalami kegandrungan / bergairah untuk bersama – sama
mengungkapkan kembali makna Islam yang sesungguhnya serta mencari jalan
dan cara menterjemahkan nilai – nilai Islam Kedalam Realita Sosio ekonomi.
Praktek hukum ekonomi
Syari‟ah sebenarnya telah ada
sejak
ummat Islam membangun masyarakat seperti halnya jual beli, sewa menyewa,
gadai, zakat, dan sebagainya. Pada umumnya di lakukan sebagai hukum diyam
murni, dan belum banyak melibatkan kekuasaan Negara dalam bentuk qadhai
modern dimana terdapat lembaga penyelesaian sengketa, badan
yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap putusun yang diambil, peraturan
perundang - undangan yang jelas dan lain – lain yang berhubungan, demikian
ungkapan Rifyal ka‟bah dalam praktek untuk ekonomi syari‟ah di Indonesia.
Pada acara sosialisasi UUU NO. 3 Tahun 2006 di PTA Palu pada tanggal 21
sampai dengan 23 Mei 2007.
Terkait dengan praktek perbankan syari‟ah dalam makalah ini akan
di bahas dua permasalahan yaitu :
1. Apa saja nilai – nilai islam yang di hadikan sebagai landasan filosofi
perbankan Syari‟ah ?
2. Bangaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara perbankan syari‟ah dan
nasabahnya ?
2
Pembahasan Permasalahan
a. Apa saja nilai – nilai Islam yang menjadi landasan filosofi perbankan syari‟ah ?
Untuk menjawab pertanyaan ini baik di kemukakan tiga
prinsip
utama nilai – nilai Islam yang dijadikan landasan filosofi bagi perbankan
syari‟ah yaitu :
a) Kejujuran ( Honesty, Ash – Shidq)
Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap
manusia dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam bermu‟amalah,
kerjujuran menjadi bukti adanya komitmen akan pentingnya perkataan
yang benar sehingga dapat di jadikan pegangan, hal mana akan
memberikan mamfaat bagi para pihak yang melakukan akad ( perikatan )
dan juga bagi masyarakat dan lingkungangnya.
Gemala dewi memberikan perkenaan sebagai berikut :
“ jika kejujuran ini tidak di terapkan dalam perikatan, maka akan
merusak legalitas perikatan itu sendiri “1
Perintah ini sesuai dengan Firman Allah SWT, Q.S. 33 :70
Artinya :
“ Hai oroang – orang yang beriman , bertaqwalah kamu
kepada Allah, dan kataka nlah perkataan yang benar “ Di tempat
lain Gemala Dewi, menyatakan sebagai berikut :“
1
Shidiq
Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti , Hukum Perikatan
Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I, Jakarta: Prenada Media, 2005 v, hal 37.
3
adalah nilai yang lebih dari keyakinan yang mendalam bahwa Allah
maha tahu dan melihat setiap tindakan manusia.
Nilai ini memastikan bahwa pengelolaan bank syari‟ah wajib
dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran”.2
Dengan demikian kejujuran merupakan nilai moral yang
mendasar untuk menggapai ridha Allah dalam praktek perbankan
syari‟ah.
b) Kesetaraan, Faithful ( Al Musawah )
Adanya kesamaan untuk saling mempercayai yang di tuangkan
dalam suatu akad menjadi factor penentu bagi kesuksesan masing –
masing pihak yang terkait dengan hak dan kewajiban sehingga tidak
saling merugikan keuntungan / kelebihan kepada yang lain,
ada
kesediaan membentuk sesama dan mau bekerja sama.
Kesemuanya ini di landasi oleh nilai – nilai ketauhidan,
Akadnya benar – benar dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab bukan
hanya dalam kaitanya dengan sesame, akan tetapi juga tanggung jawab
terhadap Allah S.W.T, dan akan mendapat balasan-Ya. Tidak boleh ada
upaya menzalimi orang lain.
Firman Allah Q.S. 49 : 13
Artinya :
“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki – laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
2
Gemala Dewi . Aspek- Aspek Hukum dalam PErbankan dan Perasuransian
Syari‟ah di Indonesia ed I, cet 2 , Jakarta : Prenada Media , 2005 hal 110.
4
berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling kenal –
mengenal.
c) Keadilan dan Kebenaran ( Justice and Equity, Al – Adialah )
Setiap akad ( Transaksi ) harus benar – benar memperhatikan
rasa keadilan dan sedapat mungkin menghindari perasaan tidak adil
(Dzalim ), oleh karenanya harus ada saling ridha dari masing – masing
pihak.
kita tidak di perkenankan mamakan harta orang lain dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan jual beli sehingga ridha ( dalam hal ini jual beli
ijarah menjadi salah satu produk primadona perbankan Syari‟ah.
Q.S.4 :29 .
Artinya :
“ Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu dan janganlah
kamu
membunuh
dirimu,
sesungguhnya
Allah
maha
penyayang
kepadamu,
Dijelaskan lagi oleh dosen mata kuliah perbankan syari‟ah
H. M. Arie Mooduto Pengertian suka sama suka diantaramu
maksudnya dalam bentuk kesepakatan saling ridha bukan dalam bentuk
maksiat kepada Allah atau menghalalkan yang haram dan sebaliknya.
5
Nilai – nilai moral sebagaimana tertuai diatas selanjutnya
dijalankan norma dan etika dalam bermisnis secara islam.3
Dalam
kaitan
etika
bisnis,
Faisal
Badroen
mengatakan :
“ Adapun pemikiran politik islam dalam konsep etika bisnis
sangat erat berat hubungan dengan Universitas ajaran islam itu sendiri
dima konsep akidah yang berawal konsep shadatain yang mengakui
keesaan Allah sebagai sang pencipta, tuhan segala sesuatu dan
pengaturnya, serta pengakuan terhadap Rasulullah SAW sebagai
utusaNya adalah pihak yang harus di teladani dalam segala aspek
kehidupanya. Artinya bahwa konsep akidah yang demikan harus di ejakan
dalam potret nyata. Ibadah kepada Allah sebagai konsep interaksi
horizontal. Konsep akidah, ibadah dan ahlak demikian
mengatur
keseluruhan hidup seorang muslim selama 24 jam, tampa membedakan
antara realitas hidup pribadi ataupun publik, termaksud dunia bisnis.
3
Faizal Badroen , Suhendra , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika
Bisnis dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006 hal 22
6
Digambarkan lebih lanjut oleh H.M. Amin Mooduto sebagai
berikut : 4
The Priciples of Islamic Business comprise of
Comprise of :
Honesty
( ketulusan )
Trade is to be
Conducted in
A Faitful &
TrusTworthy manner
(Kesetian / kejujuran &
Terpercaya)
Theoperation of Islamic Banks
Therefore, are bassed on concepts of
Honesty, Justice & Equity as praticed by the prophet (pbuh)
4
HM. Arie Mooduto , BAhar Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007
7
b. Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi sengketa antara perbankan syari‟ah
dan nasabahnya ?
Bilamana terjadi sengketa atau perselisihan
antara bank dan
nasabahnya, maka terhadap sengketa tersebut terdapat alternative dalam
penyelesaiannya. Selama ini lembaga yang menangani
adalah BAMUI
(Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang mulai dioperasikan pada
tanggal 1 Oktober 1993, lalu diganti menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional
(DSN ) dan KUH Perdata. Oleh karenanya sesuai dengan
klausula dalam akad yang berwebang menyelesaikan setelah lembaga
Alternatif penyelesaian sengketa adalah Pengadilan Negeri.
Setelah lahirnya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas
UU No 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama, di dalam pasal 49 yang
berwenang memriksa, mengadili dan menyelesaikannya adalah Pengadilan
Negeri
Menurut Gemala Dewi dalam
bukunya dinyatakan
sebagai
berikut :
“ Penyelesaian perselisihan dalam hukum perikatan Islam, pada
prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan
jalan perdamaian (Shulhu), yang kedua dengan jalan Arbitrase ( tahkim)
dan yang terakhir melalui proses peradilan (Al Qadha ).5
5
Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma BArlianti , Op Cit, hal 90
8
1. Shulhu (Perdamaian )
Secara bahasa “Shulhu” berarti meredam pertikaian , sedangkan
menurut fiqih “shulhu: adalah
“ suatu jenis akad untuk mengakhiri
perlawanan antara dua orang yang saling
berlawanan , atau untuk
mengakhiri sengketa “6
Menurut Abdul Manan dalam makalahnya :
“ Sulh “
berarti
suatu
jenis akad atau
perjanjian
untuk
mengakhiri perselisihan / pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa
secara damai “ 7
Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu :
ijab, qabul dan lafadz dari perjanjian damai
dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Hal menyangkut subyek , harus orang
yang cakap bertindak
menurut hukum dan mempunyai wewenang.
b. Hal yang menyangkut obyek , berbentuk harta yang dapat dinilai
atau dihargai dan bermanfaat.
c. Persoalan
yang boleh didamaikan
hanya dalam bentuk pertikaian
harta benda yang dapat dinilai dan sebatas hanya kepada hak- hak
manusia yang dapat diganti .
d. Pelaksanaan perdamaian, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
diluar sidang pengadilan atau melalui sidang pengadilan.
6
Ibid
Abdul Manan “ Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan
Baru Agama (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3 tahun 2006 , Palu
21 s/d 23 Mei 2007 )
7
9
2. Tahkim (Arbitrase )
Tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai penengah suatu
sengketa, secara terminology berarti:
“ Pengangkatan seorang atau lebih , sebagai wasit atau juru
damai oleh dua orang atai lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan
perkara yang mereka perselisihkan secara damai “ 8
3. Wilayah Al Qadha (Kekusaan Kehakiman )
Menurut Abdul Manan meliputi :
a.
Al Hisbah
Adalah
lembaga resmi Negara yang
menyelesaikan
menurut
masalah- masalah
sifatnya tidak
atau
memerlukakn
diberi
wewenang
pelanggaran
ringan
proses peradilan
untuk
yang
untuk
menyelesaikannya”9
b.
Al Madzalim
Yaitu badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk membela orangorang terniaya akibat sikap semena- mena dari pembesar Negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan
biasa dan kekuasaan hisbah.
8
9
Gemala Dewi , Wirdiyaningsih dan YEni Salma BArlianti , Opcit , hal 91
Abdul Manan , Opcit , hal 9
10
c.
Al Qadha (Peradilan)
Al Qadha berarti memutuskan atau menetapkan, menurut istilah syara
„berarti menetapkan hukum syara‟ pada suatu peristiwa atau sengketa
untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”10
Orang
yang
diberi
wewenang
untuk menyelesaikan
perkara di
pengadilan disebut Qadhi (Hakim)
Penyelesaian sengketa melalui peradilan melewati beberapa proses,
salah satu yang penting adalah pembuktian.
Adapun alat- alat bukti menurut hukum Islam meliputi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Ikrar ( Pengakuan para pihak mengenai ada tidaknya sesuatu )
Syahadat (Persaksian )
Yamin (Sumpah)
Riddah (Murtad)
Maktubah (Bukti- bukti tertulis) ,seperti akta dan surat keterangan
Tabayyun (upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh
pemeriksaan Majelis Pengadilan yang lain daripada Majelis
pengadilan yang memeriksa , misalnya perkara kewarisan harta ada
di Cilegon sedangkan perkara di adili di Jakarta Timur ) dan
7) Alat bukti bidang pidana , seperti pembuktian secara kriminologi 11
Dalam
syariah
melalui
upaya menyelesaikan
lembaga peradilan
sengekta berdasarkan
masih
prinsip
mengalami kendala belum
tersedianya hukum materiil yang berupa UU maupun kompilasi sebagai
pegangan hakim dalam memutus perkara, disamping masih banyaknya
aparat yang belum mengerti tentang ekonomi syariah atau hukum bisnis
Islam dan belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang berkompeten
dan menguasai hukum Syari‟ah
Pilihan
lembaga Peradilan
Agama dalam
menyelesaikan
sengketa ekonomi syari‟ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana.
10
11
Ibid, hal 11
Gemala Dewi , Widyaningsih Yeni Salma Barlianti , Opcit hal 92
11
Kesimpulan
1) Nilai - nilai Islam
yang dijadikan landasan etika bisnis seperti dalam
perbankan syari’ah mepiluti kejujuran (honesty), kesetaraan (faithful) dan
keadilan serta kebenaran (justice and equity)
2) Bila terjadi
melalui
sengketa perbankan
lembaga perdamaian
syariah
, maka ditempuh
penyelesaian
(shuluh), Tahkim (Arbitrase ) dan lembaga
Pengadilan (Al Qadha )
Saran- saran
1. Agar ummat Islam terlebih para aparat penegak hokum banyak mempelajarai
dan memperdalam
literature ekonomi syari‟ah
agar tidak mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya di pengadilan.
2. Agar pemerintah segera menerbitkan regulasi aturan- aturan pelaksanaan UU
No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tentang peradilan Agama
12
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur‟an dan terjemahanya
Badroen, Faizal, Suhendra , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika Bisnis
dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006
Dewi , Gemala, . Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syari’ah di Indonesia ed I, cet 2 , Jakarta : Prenada Media , 2005
. “Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti ,
Hukum
Perikatan Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I,
Jakarta: Prenada Media, 2005
Manan, Abdul “ Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan
Baru Agama (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3
tahun 2006 , Palu 21 s/d 23 Mei 2007 )
Mooduto , HM. Arie Bahan Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007
Tahir, Fatmawati, Literatur Review of law studies ( penelusuran literature hukum),
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, 2007
13
ARTIKEL
NILAI - NILAI ISLAM DALAM
PERBANKAN SYARI’AH
Oleh
H. BAMBANG HERMANTO
HAKIM P.A DONGGALA
Nilai – Nilai Islam Dalam Praktek
Perbankan Syari’ah
Muqaddimah
Umat Islam dewasa ini, baik di Indonesia maupun di belahan dunia
yang lain sedang mengalami kegandrungan / bergairah untuk bersama – sama
mengungkapkan kembali makna Islam yang sesungguhnya serta mencari jalan
dan cara menterjemahkan nilai – nilai Islam Kedalam Realita Sosio ekonomi.
Praktek hukum ekonomi
Syari‟ah sebenarnya telah ada
sejak
ummat Islam membangun masyarakat seperti halnya jual beli, sewa menyewa,
gadai, zakat, dan sebagainya. Pada umumnya di lakukan sebagai hukum diyam
murni, dan belum banyak melibatkan kekuasaan Negara dalam bentuk qadhai
modern dimana terdapat lembaga penyelesaian sengketa, badan
yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap putusun yang diambil, peraturan
perundang - undangan yang jelas dan lain – lain yang berhubungan, demikian
ungkapan Rifyal ka‟bah dalam praktek untuk ekonomi syari‟ah di Indonesia.
Pada acara sosialisasi UUU NO. 3 Tahun 2006 di PTA Palu pada tanggal 21
sampai dengan 23 Mei 2007.
Terkait dengan praktek perbankan syari‟ah dalam makalah ini akan
di bahas dua permasalahan yaitu :
1. Apa saja nilai – nilai islam yang di hadikan sebagai landasan filosofi
perbankan Syari‟ah ?
2. Bangaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara perbankan syari‟ah dan
nasabahnya ?
2
Pembahasan Permasalahan
a. Apa saja nilai – nilai Islam yang menjadi landasan filosofi perbankan syari‟ah ?
Untuk menjawab pertanyaan ini baik di kemukakan tiga
prinsip
utama nilai – nilai Islam yang dijadikan landasan filosofi bagi perbankan
syari‟ah yaitu :
a) Kejujuran ( Honesty, Ash – Shidq)
Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap
manusia dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam bermu‟amalah,
kerjujuran menjadi bukti adanya komitmen akan pentingnya perkataan
yang benar sehingga dapat di jadikan pegangan, hal mana akan
memberikan mamfaat bagi para pihak yang melakukan akad ( perikatan )
dan juga bagi masyarakat dan lingkungangnya.
Gemala dewi memberikan perkenaan sebagai berikut :
“ jika kejujuran ini tidak di terapkan dalam perikatan, maka akan
merusak legalitas perikatan itu sendiri “1
Perintah ini sesuai dengan Firman Allah SWT, Q.S. 33 :70
Artinya :
“ Hai oroang – orang yang beriman , bertaqwalah kamu
kepada Allah, dan kataka nlah perkataan yang benar “ Di tempat
lain Gemala Dewi, menyatakan sebagai berikut :“
1
Shidiq
Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti , Hukum Perikatan
Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I, Jakarta: Prenada Media, 2005 v, hal 37.
3
adalah nilai yang lebih dari keyakinan yang mendalam bahwa Allah
maha tahu dan melihat setiap tindakan manusia.
Nilai ini memastikan bahwa pengelolaan bank syari‟ah wajib
dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran”.2
Dengan demikian kejujuran merupakan nilai moral yang
mendasar untuk menggapai ridha Allah dalam praktek perbankan
syari‟ah.
b) Kesetaraan, Faithful ( Al Musawah )
Adanya kesamaan untuk saling mempercayai yang di tuangkan
dalam suatu akad menjadi factor penentu bagi kesuksesan masing –
masing pihak yang terkait dengan hak dan kewajiban sehingga tidak
saling merugikan keuntungan / kelebihan kepada yang lain,
ada
kesediaan membentuk sesama dan mau bekerja sama.
Kesemuanya ini di landasi oleh nilai – nilai ketauhidan,
Akadnya benar – benar dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab bukan
hanya dalam kaitanya dengan sesame, akan tetapi juga tanggung jawab
terhadap Allah S.W.T, dan akan mendapat balasan-Ya. Tidak boleh ada
upaya menzalimi orang lain.
Firman Allah Q.S. 49 : 13
Artinya :
“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki – laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
2
Gemala Dewi . Aspek- Aspek Hukum dalam PErbankan dan Perasuransian
Syari‟ah di Indonesia ed I, cet 2 , Jakarta : Prenada Media , 2005 hal 110.
4
berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling kenal –
mengenal.
c) Keadilan dan Kebenaran ( Justice and Equity, Al – Adialah )
Setiap akad ( Transaksi ) harus benar – benar memperhatikan
rasa keadilan dan sedapat mungkin menghindari perasaan tidak adil
(Dzalim ), oleh karenanya harus ada saling ridha dari masing – masing
pihak.
kita tidak di perkenankan mamakan harta orang lain dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan jual beli sehingga ridha ( dalam hal ini jual beli
ijarah menjadi salah satu produk primadona perbankan Syari‟ah.
Q.S.4 :29 .
Artinya :
“ Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu dan janganlah
kamu
membunuh
dirimu,
sesungguhnya
Allah
maha
penyayang
kepadamu,
Dijelaskan lagi oleh dosen mata kuliah perbankan syari‟ah
H. M. Arie Mooduto Pengertian suka sama suka diantaramu
maksudnya dalam bentuk kesepakatan saling ridha bukan dalam bentuk
maksiat kepada Allah atau menghalalkan yang haram dan sebaliknya.
5
Nilai – nilai moral sebagaimana tertuai diatas selanjutnya
dijalankan norma dan etika dalam bermisnis secara islam.3
Dalam
kaitan
etika
bisnis,
Faisal
Badroen
mengatakan :
“ Adapun pemikiran politik islam dalam konsep etika bisnis
sangat erat berat hubungan dengan Universitas ajaran islam itu sendiri
dima konsep akidah yang berawal konsep shadatain yang mengakui
keesaan Allah sebagai sang pencipta, tuhan segala sesuatu dan
pengaturnya, serta pengakuan terhadap Rasulullah SAW sebagai
utusaNya adalah pihak yang harus di teladani dalam segala aspek
kehidupanya. Artinya bahwa konsep akidah yang demikan harus di ejakan
dalam potret nyata. Ibadah kepada Allah sebagai konsep interaksi
horizontal. Konsep akidah, ibadah dan ahlak demikian
mengatur
keseluruhan hidup seorang muslim selama 24 jam, tampa membedakan
antara realitas hidup pribadi ataupun publik, termaksud dunia bisnis.
3
Faizal Badroen , Suhendra , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika
Bisnis dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006 hal 22
6
Digambarkan lebih lanjut oleh H.M. Amin Mooduto sebagai
berikut : 4
The Priciples of Islamic Business comprise of
Comprise of :
Honesty
( ketulusan )
Trade is to be
Conducted in
A Faitful &
TrusTworthy manner
(Kesetian / kejujuran &
Terpercaya)
Theoperation of Islamic Banks
Therefore, are bassed on concepts of
Honesty, Justice & Equity as praticed by the prophet (pbuh)
4
HM. Arie Mooduto , BAhar Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007
7
b. Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi sengketa antara perbankan syari‟ah
dan nasabahnya ?
Bilamana terjadi sengketa atau perselisihan
antara bank dan
nasabahnya, maka terhadap sengketa tersebut terdapat alternative dalam
penyelesaiannya. Selama ini lembaga yang menangani
adalah BAMUI
(Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang mulai dioperasikan pada
tanggal 1 Oktober 1993, lalu diganti menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional
(DSN ) dan KUH Perdata. Oleh karenanya sesuai dengan
klausula dalam akad yang berwebang menyelesaikan setelah lembaga
Alternatif penyelesaian sengketa adalah Pengadilan Negeri.
Setelah lahirnya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas
UU No 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama, di dalam pasal 49 yang
berwenang memriksa, mengadili dan menyelesaikannya adalah Pengadilan
Negeri
Menurut Gemala Dewi dalam
bukunya dinyatakan
sebagai
berikut :
“ Penyelesaian perselisihan dalam hukum perikatan Islam, pada
prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan
jalan perdamaian (Shulhu), yang kedua dengan jalan Arbitrase ( tahkim)
dan yang terakhir melalui proses peradilan (Al Qadha ).5
5
Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma BArlianti , Op Cit, hal 90
8
1. Shulhu (Perdamaian )
Secara bahasa “Shulhu” berarti meredam pertikaian , sedangkan
menurut fiqih “shulhu: adalah
“ suatu jenis akad untuk mengakhiri
perlawanan antara dua orang yang saling
berlawanan , atau untuk
mengakhiri sengketa “6
Menurut Abdul Manan dalam makalahnya :
“ Sulh “
berarti
suatu
jenis akad atau
perjanjian
untuk
mengakhiri perselisihan / pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa
secara damai “ 7
Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu :
ijab, qabul dan lafadz dari perjanjian damai
dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Hal menyangkut subyek , harus orang
yang cakap bertindak
menurut hukum dan mempunyai wewenang.
b. Hal yang menyangkut obyek , berbentuk harta yang dapat dinilai
atau dihargai dan bermanfaat.
c. Persoalan
yang boleh didamaikan
hanya dalam bentuk pertikaian
harta benda yang dapat dinilai dan sebatas hanya kepada hak- hak
manusia yang dapat diganti .
d. Pelaksanaan perdamaian, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
diluar sidang pengadilan atau melalui sidang pengadilan.
6
Ibid
Abdul Manan “ Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan
Baru Agama (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3 tahun 2006 , Palu
21 s/d 23 Mei 2007 )
7
9
2. Tahkim (Arbitrase )
Tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai penengah suatu
sengketa, secara terminology berarti:
“ Pengangkatan seorang atau lebih , sebagai wasit atau juru
damai oleh dua orang atai lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan
perkara yang mereka perselisihkan secara damai “ 8
3. Wilayah Al Qadha (Kekusaan Kehakiman )
Menurut Abdul Manan meliputi :
a.
Al Hisbah
Adalah
lembaga resmi Negara yang
menyelesaikan
menurut
masalah- masalah
sifatnya tidak
atau
memerlukakn
diberi
wewenang
pelanggaran
ringan
proses peradilan
untuk
yang
untuk
menyelesaikannya”9
b.
Al Madzalim
Yaitu badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk membela orangorang terniaya akibat sikap semena- mena dari pembesar Negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan
biasa dan kekuasaan hisbah.
8
9
Gemala Dewi , Wirdiyaningsih dan YEni Salma BArlianti , Opcit , hal 91
Abdul Manan , Opcit , hal 9
10
c.
Al Qadha (Peradilan)
Al Qadha berarti memutuskan atau menetapkan, menurut istilah syara
„berarti menetapkan hukum syara‟ pada suatu peristiwa atau sengketa
untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”10
Orang
yang
diberi
wewenang
untuk menyelesaikan
perkara di
pengadilan disebut Qadhi (Hakim)
Penyelesaian sengketa melalui peradilan melewati beberapa proses,
salah satu yang penting adalah pembuktian.
Adapun alat- alat bukti menurut hukum Islam meliputi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Ikrar ( Pengakuan para pihak mengenai ada tidaknya sesuatu )
Syahadat (Persaksian )
Yamin (Sumpah)
Riddah (Murtad)
Maktubah (Bukti- bukti tertulis) ,seperti akta dan surat keterangan
Tabayyun (upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh
pemeriksaan Majelis Pengadilan yang lain daripada Majelis
pengadilan yang memeriksa , misalnya perkara kewarisan harta ada
di Cilegon sedangkan perkara di adili di Jakarta Timur ) dan
7) Alat bukti bidang pidana , seperti pembuktian secara kriminologi 11
Dalam
syariah
melalui
upaya menyelesaikan
lembaga peradilan
sengekta berdasarkan
masih
prinsip
mengalami kendala belum
tersedianya hukum materiil yang berupa UU maupun kompilasi sebagai
pegangan hakim dalam memutus perkara, disamping masih banyaknya
aparat yang belum mengerti tentang ekonomi syariah atau hukum bisnis
Islam dan belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang berkompeten
dan menguasai hukum Syari‟ah
Pilihan
lembaga Peradilan
Agama dalam
menyelesaikan
sengketa ekonomi syari‟ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana.
10
11
Ibid, hal 11
Gemala Dewi , Widyaningsih Yeni Salma Barlianti , Opcit hal 92
11
Kesimpulan
1) Nilai - nilai Islam
yang dijadikan landasan etika bisnis seperti dalam
perbankan syari’ah mepiluti kejujuran (honesty), kesetaraan (faithful) dan
keadilan serta kebenaran (justice and equity)
2) Bila terjadi
melalui
sengketa perbankan
lembaga perdamaian
syariah
, maka ditempuh
penyelesaian
(shuluh), Tahkim (Arbitrase ) dan lembaga
Pengadilan (Al Qadha )
Saran- saran
1. Agar ummat Islam terlebih para aparat penegak hokum banyak mempelajarai
dan memperdalam
literature ekonomi syari‟ah
agar tidak mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya di pengadilan.
2. Agar pemerintah segera menerbitkan regulasi aturan- aturan pelaksanaan UU
No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tentang peradilan Agama
12
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur‟an dan terjemahanya
Badroen, Faizal, Suhendra , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika Bisnis
dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006
Dewi , Gemala, . Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syari’ah di Indonesia ed I, cet 2 , Jakarta : Prenada Media , 2005
. “Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti ,
Hukum
Perikatan Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I,
Jakarta: Prenada Media, 2005
Manan, Abdul “ Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan
Baru Agama (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3
tahun 2006 , Palu 21 s/d 23 Mei 2007 )
Mooduto , HM. Arie Bahan Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007
Tahir, Fatmawati, Literatur Review of law studies ( penelusuran literature hukum),
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, 2007
13
ARTIKEL
NILAI - NILAI ISLAM DALAM
PERBANKAN SYARI’AH
Oleh
H. BAMBANG HERMANTO
HAKIM P.A DONGGALA