Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Rambutan (Nephellium Lappaceum L.)

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Rambutan

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Rambutan

Rambutan (Nephelium lappaceum) termasuk keluarga Sapindaceae dengan ordo

Sapindales. Tanaman ini merupakan tanaman buah-buahan tropis asli Indonesia, dan

saat ini telah menyebar luas di daerah beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin. Penyebaran tanaman rambutan yang pada awalnya sangat terbatas hanya di daerah tropis saja, saat ini sudah bisa ditemui di daratan yang beriklim subtropis. Hal ini disebabkan oleh karena perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berhasil diciptakannya ‘rumah kaca’ (Mahisworo,1998).

Kayu pohon tumbuhan rambutan cukup keras dan kering, tetapi mudah pecah sehingga kurang baik untuk bahan bangunan. Walaupun demikian kayu rambutan bagus sekali untuk kayu bakar. Akar tanaman ini untuk obat demam, kulit kayu untuk obat radang mulut, dan daunnya untuk obat sakit kepala sebagai tapal (Sunarjono, 2000).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Rambutan

Secara umum tumbuhan rambutan mampu mencapai ketinggian antara 15-25 meter dengan bentuk batang lurus dan memiliki cabang yang banyak. Pada pangkal batang berdiameter antara 40-60 cm, kulit batang berwarna abu-abu kecoklatan. Bentuk percabangaan tidak teratur dan rapat. Bentuk tajuk bulat atau tidak beraturan


(2)

sama sekali. Ranting atau cabang ujung mempunyai warna coklat kusam dengan permukaan kulit berkerut-kerut (Mahisworo,1990).

Sistematika tumbuhan rambutan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Familia : Sapindaceae

Genus : Nephellium

Spesies : Nepphellium lappaceum L.

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari mahluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi – reaksi organik, terutama dapat untuk menguji hipotesis – hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan biokimia tetapi mempunyai tujuan yang berlainan (Manitto, 1992).

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat – sifat kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu:

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi

Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang bersangkutan. Menurut sistem ini ada 4 kelas yaitu:

a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.


(3)

Contoh: golongan fenolat dan golongan kuinon. d. Senyawa heterosiklik

Contoh: alkaloida, flavonoida, dan golongan basa asam inti.

Karena klasifikasi ini hanyalah superfisial, maka tidak megherankan jika suatu senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan. Contohnya: geraniol, farsenol, dan skualen termasuk kelas senyawa alifatik rantai terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik

Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan tehaadap morfin (1860), penisilin (1939), dan prostaaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir separuh dari obat – obatan yang digunakan sehari – hari merupakan bahan alam, misalnya alkaloida dan antibiotik atau golonga – golongan sintetik. Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifiksikan dari segi aktivitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik, dan mikotoksin.

farnesol


(4)

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini berdasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh – tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit terakhir biasanya dibuang ke luar tubuh, sedangkan pada tumbuh – tumbuhan metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya, beberapa metabolit dinggap hanya berasal dari tumbuh – tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan teryata bahwa banyak konstituen tumbuhan (seperti alkaloida dan terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies, genera, suku, atau family tumbuhan tertentu. Dalam satu spesies tunggal dapat ditemukan sejumlah konstituen yang stukturnya berhubungan erat satu sama lainnya. Misalnya “opium” dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida termasuk morfin, tebain, kodein, dan narkotin yang kesemuanya dibiosintesis dari precusor 1- benzilisokuinolin melalui penggadengan (coupling) secara oksidasi. Oleh karena itu, alkaloida – alkaloida tersebut yan stukturnya mirip satu sama lain dan berasal dari genus tumbuhan tertentu disebut alkaloida opium.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan hewan dibiosintesis dalam organisme melalui reaksi – reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. Istilah “biosintesis” dan “biogenesis” mempunyai arti yang sama yakni pembentukan bahan alam oleh organisme hidup. “Biosintesis” mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur sintesis yang berlangsung sedangkan “biogenesis” masih bersifat hipotetik dan lebih menekan aspek spekulatif dari fakta.

Setelah pengetahuan tentang kimia organik bahan alam semakin berkembang sejak tahun 1930-an, beberapa ahli mulai menyusun teori langkah – langkah biogenetik dari senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam organisme hidup. “Aturan isoprene” yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk dari “unit isopren” C5.


(5)

Teori lain dengan nama “jalur asam sikimat” diusulkan oleh Davis yang menyatakan bahwa biosintesis dari asam – asam amino aromatik dan senyawa aromatik yang bertalian. Robinson juga menemukan hubungan diantara alkaloida dengan asam amino prekusornya.

Dari semua teori biogenesis itu dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa organik bahan alam, yakni:

a. Poliketida (asetogenin) b. Fenolat (fenilpropanoida) c. Isoprenoida

d. Alkaloida (Tobing, 1989).

2.3 Senyawa Flavonoida

Senyawa – senyawa flavonoida adalah senyawa – senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari tiga aton karbon. Senyawa – senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa – senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

Dalam tubuh manusia senyawa flavonoida berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat lain flavonoida adalah melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang,, dan sebagai antibiotik (Muhammad, 2011).

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa – senyawa ini (Manitto, 1981).


(6)

Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan atau kira – kira 1x109 ton/tahun diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan dengannya. Sebagian besar taninpun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh – tumbuhan kecuali alga. Namun ada juga flaavonoida yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang – berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu – kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh – tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, dan briofita (Markham, 1988).

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Golongan flavonoida dapat digambarkan sebagai deretan C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 ( cincin benzena tersubsitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon ( Robinson, 1995).

C C C

A B


(7)

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak umumnya dalam tumbuhan terikat gula yang disebut dengan glikosida (Harbone, 1996).

Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagi stuktur. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoida tersebut, antara lain:

1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yan tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang – kadang ditemukan adalah, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.

2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon – karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida biasanya dari jenis glukosa yang paling umum juga galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.

3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yanng berupa glikosida bisulfat. Bagian bisulfat terikat pada hidroksi fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula.


(8)

4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan – ikatan karbon atau kadang – kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda – beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.

5. Aglikon favonoida yang aktif – optic yaitu sejumlah aglikon flaavonoida mempunyai atom karbonasimetrik dan dengan demikian menunjukkan kereaktifan optik yaitu memutar cahaya terpolarisasi – datar, yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavanon, katekin, rotenoid, dan lain – lain (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida biasanya 3-glikosida dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O

OH O

A

B

C


(9)

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

O

O

A

B

C

flavon

3. Isoflavon

Merupakan isomer flavon. Jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia tetapi kebanyakan tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

O

O

A

B

C

Isoflavon


(10)

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun, dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk. Dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

A

B

C

Flavanon

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O

A

B

C

OH


(11)

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

O

OH

C

A

B

Katekin

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin dan apiferol.

O

A

B

C

OH OH HO


(12)

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O

A

B

C

OH

Antosianin

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air.

A

B

O


(13)

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah rose dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap ammonia (Robinson, 1995).

A

B

O

O

CH


(14)

Tabel 2.1. Golongan – golongan flavonoida menurut Harborne Golongan

flavonoida

Penyebaran Ciri khas

Antosianin Pigmen bunga merah dan biru dalam daun dan jaringan lain.

Larut dalam air, λ maks 515 – 545nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Proantosianidin Dalam daun tumbuhan berkayu.

Menghasilkan antosianidin bila jaringan dipanaskan di dalam HCl 2 M selama setengah jam. Flavonol Terutama ko-pigmen zat

warna dalam bunga sianik dan asianik tersebar luas dalam daun.

Setelah hidrolisis berupa bercak kuning mirip pada kromatogram forestal bila disinari UV, λ maks 330 – 350 nm.

Flavon Seperti flavonol Setelah hidrolisis bercak coklat redup pada kromatogram forestall, λ maks 330 – 350 nm. Glikoflavon Seperti flavonol Mengandung gula yang terikat

melalui ikatan C-C, bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

Biflavonil Hampir seluruhnya terbatas pada gymnospermae

Pada kromatogram BAA berupa bercak redup denga Rf tinggi Khalkon dan auron Pigmen bunga kuning,

kadang – kadang terdapat juga dalam jaringan lain.

Dengan amonia berwaran merah (perubahan warna dapat in situ),

λ maks 370-410 nm. Flavanon Tanwarna dalam daun dan

buah (terutama dalam Citrus)

Berwarna kuat dengan MgHCl


(15)

2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu berfsifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi atau suatu gula. Flavonoida merupakan senyawa polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain – lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum diketahui) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik, untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

2.4 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya.

Ada dua jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan (Muldja,1995).


(16)

2.4.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai, dimana zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut dinyatakan pertama kali oleh Walter Nernst sebagai hukum distribusi atau partisi yakni, “ Jika solut dilarutkan sekaligus ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.”

Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap atau dengan cara kontinu. Cara paling sederhana dan banyak digunakan adalah ekstraksi bertahap, yakni dengan cara menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan larutan sampel melalui corong pisah kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan yang berada dibawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk analisa selanjutnya (Yazid, 2005).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya misalnya n-heksana, etil asetat, methanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).


(17)

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa diam yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi, yaitu:

1. Fasa gerak cair-fasa diam padat (kromatografi serapan), yakni: a. Kromatografi lapis tipis

b. Kromatografi penukar ion

2. Fasa gerak gas-fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

3. Fasa gerak cair-fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas 4. Fasa gerak gas-fasa diam zat cair, yakni:

a. Kromatografi gas-cair b. Kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2.1 Kromatografi Lapis Tipis

Menurut Markham KLT terutama berguna untuk tujuan berikut: a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

c. Untuk mengetahui perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi

e. Isolasi flavonoida murni skala kecil (Markham, 1988).

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak.


(18)

Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga mempengaruhi harga Rf ( Sastrohamidjojo, 1985).

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivasi 3. Tebal kerataan dan lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak 5. Derajat kejenuhan dari uap

6. Jumlah cuplikan yang digunakan 7. Suhu

8. Kesetimbangan

.

2.4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Metode kromatografi dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif, yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa. KLT preparatif adalah cara ideal untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penyerap yang dipakai adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ketebalan adsorben yang paling sering dipakai 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.


(19)

tersebut diharapkan mengandung komponen murni, kemudian dikerok dari plat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam tipis atau kertas lilin. Penyerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring lalu dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok (Underwood,1981).

2.4.2.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk peyerap (seperti selulosa, silika atau poliamida) dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).

2.4.2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak.


(20)

Berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut maka jenis KCKT dapat dibagi secara lebih spesifik, yakni kromatografi adsorbsi, partisi, penukar ion, dan eksklusi ukuran. Pada pemisahan kromatografi adsorbsi penggunaannya sesuai untuk pemisahan- pemisahan campuran isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda (Sudjadi, 2007).

Pada sebagian besar analisis flavonoida yang cocok ialah KCKT kolom fase balik (hidrokarbon terikat pada kemasan silika). Pengembang seperti air/metanol, air/ metanol/asam asetat, dan air/asetonitril dalam berbagai perbandingan telah digunakan dengan berhasil pada senyawa flavon, flavonol, katekin, dihidroflavonoida, antosianin, dan flavonoida glikosida (Markham, 1988).

2.5 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu analisis kimia fisika yang mengamati tentang interaksi atom dan molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1995).

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat menyerupai gelombang. Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri gelombangnya, sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel (Creswell, 1982).


(21)

2.5.1 Spektrofotometri Ultra-Violet (UV-Visible)

Spektrum ultraviolet terentang dari 100-400 nm. Absorpsi cahaya ultraviolet atau visible mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Absorpsi oleh suatu sampel kemudian diukur pada perbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum (Fessenden,1994).

Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-Tampak flavonoida Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

245-275 310-330 bahu

Kira-kira 320 puncak

Isoflavon

Isoflavon (5-deoksi-6,7-dioksigenasi) 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol

230-270

(kekuatan rendah)

340-390 Khalkon

230-270

(kekuatan rendah)

380-430 Auron

270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin

(Markham,

1988).

2.5.2 Spektrofotometri Infra-Merah (FT-IR)

Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada suatu sampel senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa atau yang tidak diserap akan diukur sebagai persen transmitan. Spektrum yang dihasilkan berupa berupa


(22)

grafik yang akan menunjukkan persentasi transmitan yag beravariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah. Satuan frekuensi yang digunakan dinyatakan dalam bilangan gelombang (Dachriyanus, 2004).

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1 panjang gelombang lebih dari pada 100 um diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau berarom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi – vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul – molekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter–aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi lenur.

1. Vibrasi regang

Disini terjadi terus – menerus perubahan jarak antara dua atom di dalam suatu molekul. Vibrassi regang ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetris.

2. Vibrasi lentur

Disini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa


(23)

2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Prinsip dasar Spektrometri Resonansi Magnetik inti proton adalah penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik. Asal usul gejala NMR disebabkan oleh adanya energi dan gelombang radio (senyawa yang mempunyai spin adalah 11H dan 136C ). Inti-inti akan beresonansi dalam medan magnet bila suatu proton berpindah dari keadaan paralel ke keadaan anti paralel.

Medan magnet yang diderita oleh sebuah proton dalam sebuah molekul tertentu adalah gabungan dua medan:

1. Medan magnet luar (H0 ) yang dipasang. 2. Medan magnet molekul imbasan (Induced).

Proton yang lebih mudah terbalik akan menyerap energi pada H0 lebih rendah. Proton ini akan menimbulkan peak bawah medan (tak terperisai=deshielded= downfield, lebih kekiri pada spektrumnya). Sedangkan proton yang sukar terbalik akan menyerap energi pada H0 tinggi dan menimbulkan peak atas medan ( terperisai= shielded= upfield, lebih kekanan pada spektrumnya). Kuat medan imbasan bergantung pada rapatan elektron didekat atom hidrogen didalam ikatan sigma. Semakin besar rapatan elektron ini, maka akan semakin besar medan imbasan dan semakin jauh ke atas medan absorpsi yang teramati (Fessenden, 1994).

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilina (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu:

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrm puncak tunggal yang kuat.

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4 (Silverstein, 1986).

Pada spektroskopi RMI itegrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul (Muldja, 1995).


(1)

Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan

Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga mempengaruhi harga Rf ( Sastrohamidjojo, 1985).

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivasi 3. Tebal kerataan dan lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak 5. Derajat kejenuhan dari uap

6. Jumlah cuplikan yang digunakan 7. Suhu

8. Kesetimbangan

.

2.4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Metode kromatografi dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif, yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa. KLT preparatif adalah cara ideal untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penyerap yang dipakai adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ketebalan adsorben yang paling sering dipakai 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLT preparatif. Pelarut yang baik adalah pelarut organik seperti n-heksana, etil asetat, dan diklorometana. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi dari plat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garisan cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita penyerap


(2)

tersebut diharapkan mengandung komponen murni, kemudian dikerok dari plat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam tipis atau kertas lilin. Penyerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring lalu dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok (Underwood,1981).

2.4.2.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk peyerap (seperti selulosa, silika atau poliamida) dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).

2.4.2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak.


(3)

Berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut maka jenis KCKT dapat dibagi secara lebih spesifik, yakni kromatografi adsorbsi, partisi, penukar ion, dan eksklusi ukuran. Pada pemisahan kromatografi adsorbsi penggunaannya sesuai untuk pemisahan- pemisahan campuran isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda (Sudjadi, 2007).

Pada sebagian besar analisis flavonoida yang cocok ialah KCKT kolom fase balik (hidrokarbon terikat pada kemasan silika). Pengembang seperti air/metanol, air/ metanol/asam asetat, dan air/asetonitril dalam berbagai perbandingan telah digunakan dengan berhasil pada senyawa flavon, flavonol, katekin, dihidroflavonoida, antosianin, dan flavonoida glikosida (Markham, 1988).

2.5 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu analisis kimia fisika yang mengamati tentang interaksi atom dan molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1995).

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat menyerupai gelombang. Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri gelombangnya, sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel (Creswell, 1982).


(4)

2.5.1 Spektrofotometri Ultra-Violet (UV-Visible)

Spektrum ultraviolet terentang dari 100-400 nm. Absorpsi cahaya ultraviolet atau visible mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Absorpsi oleh suatu sampel kemudian diukur pada perbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum (Fessenden,1994).

Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-Tampak flavonoida Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

245-275 310-330 bahu

Kira-kira 320 puncak

Isoflavon

Isoflavon (5-deoksi-6,7-dioksigenasi) 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol

230-270

(kekuatan rendah)

340-390 Khalkon

230-270

(kekuatan rendah)

380-430 Auron

270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin

(Markham,

1988).

2.5.2 Spektrofotometri Infra-Merah (FT-IR)

Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada suatu sampel senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap


(5)

grafik yang akan menunjukkan persentasi transmitan yag beravariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah. Satuan frekuensi yang digunakan dinyatakan dalam bilangan gelombang (Dachriyanus, 2004).

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1 panjang gelombang lebih dari pada 100 um diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau berarom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi – vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul – molekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter–aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi lenur.

1. Vibrasi regang

Disini terjadi terus – menerus perubahan jarak antara dua atom di dalam suatu molekul. Vibrassi regang ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetris.

2. Vibrasi lentur

Disini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting (Noerdin, 1985).


(6)

2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Prinsip dasar Spektrometri Resonansi Magnetik inti proton adalah penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik. Asal usul gejala NMR disebabkan oleh adanya energi dan gelombang radio (senyawa yang mempunyai spin adalah 11H dan 136C ). Inti-inti akan beresonansi dalam medan magnet bila suatu proton berpindah dari keadaan paralel ke keadaan anti paralel.

Medan magnet yang diderita oleh sebuah proton dalam sebuah molekul tertentu adalah gabungan dua medan:

1. Medan magnet luar (H0 ) yang dipasang. 2. Medan magnet molekul imbasan (Induced).

Proton yang lebih mudah terbalik akan menyerap energi pada H0 lebih rendah. Proton ini akan menimbulkan peak bawah medan (tak terperisai=deshielded= downfield, lebih kekiri pada spektrumnya). Sedangkan proton yang sukar terbalik akan menyerap energi pada H0 tinggi dan menimbulkan peak atas medan ( terperisai= shielded= upfield, lebih kekanan pada spektrumnya). Kuat medan imbasan bergantung pada rapatan elektron didekat atom hidrogen didalam ikatan sigma. Semakin besar rapatan elektron ini, maka akan semakin besar medan imbasan dan semakin jauh ke atas medan absorpsi yang teramati (Fessenden, 1994).

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilina (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu:

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrm puncak tunggal yang kuat.

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4 (Silverstein, 1986).

Pada spektroskopi RMI itegrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas