MASJID AGUNG PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT BANJARANYAR KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN : STUDI ARSITEKTUR DAN ORNAMENTASI.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Nufiyah Fakhrun Nisa’

NIM: A0.22.12.080

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ( Studi Arsitektur dan Ornamentasi). Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat? 2) Bagaimana bentuk arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat? 3) Bagaimana bentuk ornamentasi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode etnografi, yang melalui langkah-langkah sebagai berikut, 1. Wawancara, 2. Studi Kepustakaan, 3. Dokemntasi, 4. Interpretasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Antropologi Budaya. Sedangakan teori yang digunakan adalah teori difusi dan akulturasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, disimpulkan bahwa 1) pendirian Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah merupakan inisiatif dari KH Abdul Ghofur untuk kepentingan peribadatan santri khususnya dan untuk masyarakat sekitar umumnya. 2) bentuk arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat terbagi menjadi dua yaitu Interior dan Eksterior. Desain Interior terdiri dari ruang sholat, mihrab, mimbar. Serta beberapa desain eksterior terdiri dari atap kubah, menara, serambi, tempat wudlu. 3) Ornamentasi yang ada pada Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat diantaranya bunga tertai, singo mengkok, bambu runcing dan juga beberapa kaligrafi.


(7)

ABSTRACT

This skripsientitle "The Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan (The Study Of Architecture and Ornamentation). The problems in this research are: (1) How is the history of the Great Mosque of Islamic Boarding School SunanDrajat? (2) How is the architecture of the Great Mosque of Islamic Boarding School SunanDrajat?, and (3) How is the ornamentation of the Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat?

In this study the writer use etnography method, which follows: 1. Interview, 2. Studi literature, 3. Documentation, 4. Interpretation. The approach that is use are Cultural Anthropology. While the writer Use theory of diffusion and acculturation.

Based on the research that related to the Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat, it can be concluded (1) the establishment of the Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat is an initiative from KH Abdul Ghofur for the benefit of the students, especially worship and surrounding community in general. 2) the architectural form of the Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat divided into two sides, those are : Interior and exterior. The interior design consists of a prayer room, mihrab, minbar. As well as some exterior design consists of a domed roof, tower, porch, placesof wudlu. 3) ornamentation that existed at the Great Mosque of Islamic Boarding School Sunan Drajat include of flowers lotus , singo Mengkok, bamboo spears and also some calligraphy.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIBINGAN SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

PEDOMAN TRANSLITRASI ... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Penelitian Terdahulu... 7

F. Pendekatan dan Kerangka Teori... 9

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sitematika Pembahasan ... 14

BAB II LETAK GEOGRAFIS DAN SEJARAH MASJID AGUNG PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT A. Letak Geografis... 15

B. Tata Letak Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 17

C. Sejarah Berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 19

D. Perkembangan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat . 25 E. Fungsi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat... 27


(9)

BAB III ARSITEKTUR MASJID AGUNG PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT

A. Pengertian Arsitektur Masjid ... 37 B. Bentuk Arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

1. Desain Interior... 40 2. Desain Eksterior ... 40

BAB IV ORNAMENTASI MASJID AGUNG PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT

A. Pengertian Ornamentasi ... 59 B. Ornamentasi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat .... 57 C. Makna Kultur dan Historis ... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68 B. Saran-saran... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masjid jika dilihat dari perkataanya berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata “Sajada, yasjudu, sajadan”. Kata sajada artinya besujud, patuh, taat, serta tunduk dengan hormat dan ta’dzim. Untuk menunjukkan suatu tempat.1 Kata

sajadakemudian dirubah menjadi“masjidun”artinya tempat sujud. Tempat sujud di sini berarti tempat orang bersembahyang menurut peraturan Islam. Sesuai dengan pendirian, bahwa Allah itu ada di mana saja, tidak terikat kepada suatu tempat, maka untuk menyembahNya manusia dapat melakukan sholat di mana-mana. Memang menurut hadis masjid itu adalah setiap jengkal tanah di atas permukaan bumi ini.2

Masjid merupakan salah satu institusi keagamaan terbesar dalam komunitas muslim Indonesia. Keberadaan masjid sudah hampir tersebar di seluruh pelosok tanah air. Yang dibawah oleh para wali sembilan ketika berdakwah menyebarkan agama Islam mulai dari pelosok tanah Jawa, Madura serta kawasan Indonesia bagian Timur dan tengah.3

Ketika Islam mulai masuk ke tanah Jawa, kerajaan Hindu terbesar di Jawa Timur, yakni kerajaan Majapahit sudah mulai melemah, kemudian runtuh pada abad XV. Setelah Islam mulai tersebar dan masuk ke tanah Jawa yang di bawa oleh para wali diantaranya Maulana Malik Ibrahim seorang ulama’ besar yang

1

Zein Muhammad Wiryoprawiro,Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur( Surabaya: PT Bina Ilmu, 1986), 155.

2

Soekmono,Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3(yogyakarta: Kansius, 1981), 75. 3


(11)

menetap di Gresik, kemudian ulama’-ulama’ besar lainnya yang juga mendapat julukan sunan, yaitu sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat, di Lamongan, Sunan Kudus di Jepara, Sunan Kalijaga dan Sunan Muria di Jawa Tengah dan Sunan Gunung Jati di Cirebon juga di Jawa Tengah. Para sunan tersebut sesuai dengan jumlahnya disebut sebagai Wali Sanga ( Sembilan Wali).

Ke sembilan sunan tersebut menyebarkan agama Islam di daerah wilayahnya masing-masing, dipelopori oleh Sunan Giri yang mengangkat Raden Patah (1486-1518 M) sebagai Sultan I yang mengakhiri kekuasaan Hindu dari kerajaan Majapahit yakni pemerintah yang berpusat di Demak.4 Islam telah berkembang disepanjang pesisir Utara Pulau Jawa akhir abad XV M. Pos-pos penyiaran berada di kota Jepara, Gresik, Demak, dan Surabaya.5

Para wali tersebut membangun masjid yang cukup besar dan menonjol yang memiliki ragam arsitektur tertentu yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi setempat pada saat itu. Sebagian dari masjid-masjid itu dapat kita temui di daerah Jawa Timur. Seiiring berkembangnya zaman munculah berbagai macam arsitektur masjid, yang secara berangsur-angsur sudah mulai mengalami perubahan sesuai dan setaraf dengan kondisi politik, dan tingkat kemampuan teknologi masyarakat Jawa Timur pada khususnya dan bangsa Indonesia.6

Masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam, masjid sebagai wadah dan lembaga pusat peribadatan dan pusat budaya masyarakat Islam

4

Erik Deviono, “Masjid Peneleh Surabaya (study tentah sejarah dan Arsitektur)”,( Skripsi, IAIN

Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2007),4.

5

Syafwandi,Menara Masjid Kudus dalam tinjauan sejarah dan arsitektur(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985), 24.

6


(12)

disekitarnya. Masjid juga mempunyai peran penting dalam pembentukan citra budaya bangsa.7

Sejak Orde Baru sampai saat ini masjid selalu mendapatkan kunjungan melimpah dari umatnya terutama pada kesempatan ibadah bersama. Pada umumnya masjid merupakan bangunan yang cukup menonjol dari bangunan di sekitarnya, baik di kota maupun di desa. Seperti halnya di Banjaranyar di sana hingga terdapat dua masjid yaitu Masjid milik masyarakat dan Masjid Agung Pondok Pesantren.

Selain itu, masjid merupakan salah satu karya perwujudan kesenian Islam di bidang arsitektur yang didirikan bersumber dari ajaran yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis. Namun kitab suci tersebut tidak memuat aturan-aturan mengenai fisik dari bentuk bangunan masjid. Sehingga dari hal tersebut bisa menciptakan kreatifitas bagi umat muslim untuk mengungkapkannya yang senafas dengan ajaran agama Islam yang melaui ornamentasi.8

Adapun arsitektur berasal dari bahasa Yunani yaitu “architekton”. Kata “architekton” itu sendiri terbentuk dari dua kata, yaitu: arkhe dan tektoon. Arkhe

berarti yang asli, yang awal, yang pertama, otentik. Sedangkan tektoon berarti berdiri stabil, kokoh/kuat, stabil/statis. Maka “Architektoon” adalah pembangunan utama bisa juga disebut tukang yang ahli dalam bangunan. Dalam arti yang luas, arsitektur adalah suatu seni yang logis, dan kelogisan tersebut telah ada pada prinsip-prinsip struktur.9 Arsitektur berarati seni dan ilmu membangun bangunan. Arsitektur merupakan bagian dari sistem nilai suatu masyarakat yang dituangkan 7

Wiryoprawiro,Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, 4. 8

Ibid, 4. 9


(13)

dengan wujud bangunan dan struktur yang ada. Arsitektur pada masa kebudayaan Islam mencakup sejumlah arsitektur dari zaman dan tempat yang ada pada suatu lingkup masyarakat Islam.

Seperti halnya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berlokasi di Banjaranyar Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ini memiliki kesenian yang sangat bagus berbeda dengan yang lain bahkan memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari sejarah berdirinya hingga arsitektur dan juga ornamentasi bangunannya sehingga memberikan kesan yang indah dalam seni bangunan masjid.

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini didirikan pada tahun 1993 tepatnya hari senin legi jam 09: 00 sampai pukul 16:05 menit (4 lebih lima menit sore) didirikan oleh KH. Abdul Ghofur. Dia adalah ketua yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pendirian masjid tersebut dimulai dengan peletakan batu pertama yang memiliki hubungan dengan sejarah berdirinya masjid. Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat tersebut diresmikan pada tahun 2000 yang di resmikan oleh Presiden keempat yaitu KH. Abdurrohman wahid.

Bentuk model bangunan masjid ini tentunya tidak jauh beda dengan masjid-masjid yang lain seperti halnya gaya Sunan Kali Jaga, selain itu juga ada unsur Hindu, Budhanya dengan tujuan kerukunan. Masjid agung tersebut juga melambangkan kemerdekaan Indonesia di situ dilambangkan dengan bambu runcing dengan arti bangsa Indonesia dulu ketika perang melawan Belanda menggunakan bambu runcing yang di situ jumlahnya 45, dengan artian Indonesia ini telah merdeka tahun 45 dan di situ juga ada tiang yang jumlahnya 8 dengan


(14)

artian 8 adalah bulan Agustus dan tingginya adalah 17 meter yang artinya adalah kita merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.10

Adapun alasan penulis memilih judul Masjid Aung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Kecamatan Pacirana Kabupaten Lamongan (Studi Sejarah Arsitektur dan Ornamentasi) ini dikarenakan mempunyau keunikan tersendiri diantaranya:

1. Bangunan masjid ini kaya akan filosofis dan juga memiliki unsur budaya. Bangunan masjid ini 70% unsur Islam dan 30% unsur non Islam. Selain itu bangunan masjid ini semua bentuk itu memiliki arti sembilan. Yang dimaksud di sini adalah melambangkan wali 9. Selain itu juga ada kesenian yang melambangkan kemerdekaan negara kita Indonesia.

2. Masjid ini merupakan masjid yang berdiri di tengah-tengah bekas tanah perjuangan orang yang berperan penting dalam desa Banjaranyar Paciran Lamongan yaitu Raden Qosim atau yang terkenal dengan sebutan Sunan Drajat.

Hal- hal tersebut mendorong penulis untuk berusaha sekuat tenaga menjadikan salah satu dari kesenian Islam di bidang arsitektur yang bernilai sejarah.

10


(15)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul yang ada, rumusan maslah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan?

2. Bagaimana bentuk-bentuk arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan?

3. Bagaimana ornamen Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan

2. Mengetahui bentuk-bentuk arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan

3. Ornamen dalam Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini berkaitan dengan tujuan penelitian antara lain: 1. Untuk memenuhi gelar Sarjana SI Humaniora di Jurusan Sejarah dan


(16)

2. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan informasi dan refrensi penelitian kebudayaan Islam di Lamongan melalui Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan.

3. Khazanah pengetahuan tentang sejarah dan arsitektur masjid yang berada di Jawa Timur

4. Sumbangsih terhadap research (penelitian) tentang sejarah arsitektur masjid yang ada di Indonesia.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan antropologi, karena dalam melakukan penelitian dibutuhkan pendekatan, dan menurut peneliti pendekatan yang tepat digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Antropologi budaya.

Antropologi berasal dari bahasa Yunani Anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti wacana (dalam pengertian bernalar, berakal). Antropologi dalam arti luas adalah ilmu-ilmu manusia, juga dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang orang primitif, atau orang yang belum Berkembang. Data-datanya diperoleh dari bidang-bidang paleontologi yang berkenaan dengan fosil dan sisa-sisa kerangka manusia, arkeologi tentang peninggalan fisik dan kebudayaan punah, dan etnologi mengenai ciri khas rasa tau suku dan adat-istiadat, etika atau budaya, seni.

Adapun beberapa pengertian Antropologi menemui perbedaan dari tahun ke tahun dan dari masing-masing perkembangannya di berbagai negara, sebagaimana Koentjaraningrat tulis dalam bukunya bahwa Antropologi atau “ilmu


(17)

tentang manusia adalah” suatu istilah yang pada awalnya mempunyai makna yang lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”. Dalam pengertian Universitas Indonesia sebagai tempat lahir dan awal perkembangan ilmu Antropologi secara resmi di Indonesia memakai istilah “Antropologi Budaya” menggantikan istilah G.J. Held, “Ilmu Kebudayaan” yang sudah tidak dipakai lagi.11

Dengan menggunakan pendekatan antropologi yang di dalamnya terdapat cara untuk mempelajari tentang manusia, dalam hal ini adalah kebudayaannya. Dalam kebudayaan terdapat tiga wujud diantaranya: (a) wujud kebudayaan yang berupa ide, nilai-nilai, norma, (b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan yang berpola dalam masyarakat, (c) wujud kebudayaan yang berupa benda-benda sebagai hasil karya manusia. Oleh karena itu pendekatan ini dipilih untuk penelitian Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, terlebih lagi agar dapat mengetahui kondisi Masjid Agung serta kebudayaan setempat terkait arsitektur dan ornamentasi masjid.

Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori difusi dan akulturasi. Difusi memiliki pengertian salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang dituju.12

Seperti yang dikemukakan oleh F. Ratzel bahwa kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu makhluk manusia baru saja muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu

11

Koentjaraningrat,Pengantar Antropologis I(Yogyakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 8. 12


(18)

berkembang, menyebar dan pecah dalam kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu.13

Pengertian akulturasi menurut antropologi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian itu sendiri.14

Di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat juga terdapat beberapa gaya arsitektur. Teori akulturasi yang dikemukakan oleh J. Powel dan di setir oleh J.W. M. Bakker. J. Powel mengatakan bahwa akulturasi dapat diartikan masuknya nilai tradisional (keluar/ kedalam budaya lokal).15 Jadi akultirasi budaya yang terjadi pada arsitektur dan ornamentasi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat dapat juga di analisis dengan teori akulturasi.

F. Penelitian Terdahulu

Pada dasarnya penelitian mengenai Masjid atau arsitektur masjid cukup banyak, namun pembahasan tentang Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat belum ada baik dari segi sejarahnya, arsitekturnya maupun yang lainnya. Peneliti merasa perlu adanya penelitian tentang Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil judul Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ( Studi Sejarah arsitektur dan ornamentasi) Namun peneliti 13

Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi( Jakarta:UI Press, 1987), 111 14

Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi( Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 202 15


(19)

mengambil penelitian terdahulu sebagai pedoman dalam penulisan skripsi, diantaranya:

1. Skripsi

a. Indah Sulistyowati, “Arsitektur Masjid Agung Lamongan( Studi Tentang Akulturasi Budaya Dalam Arsitektur Masjid)”, Skripsi ini fokus pembahasannya adalah kajian tentang unsur-unsur budaya yang telah terakulturasi dalam arsitektur Masjid Agung Lamongan.16

b. Muhammad Robi Maulana, “Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi”. Skripsi ini fokus pembahasanya teentang keberadaan Masjid Agung Baiturrahman, gaya bangunan yang menonjol yang terdapat pada Masjid Agung Baiturrahman, dan fungsi Masjid Agung Baiturrahman.17

c. Dewi Sri Wijayanti “Masjid Agung Darussalam Bojonegoro Tahun 1985-2015 M”. skripsi ini membahas kajian unsur-unsur budaya pada arsitektur masjid masa kini.18

d. Erik Deviono, “Masjid Peleleh Kota Surabaya (Studi tentang Sejarah dan Arsitektur)”. Skripsi ini ditekankan pada kajian sejarah pekembangan arsitekturnya yaitu pada saat pemugaran zaman belanda hingga tahun 2007.19

16

Indah Sulistyowati,“Arsitektur Masjid Agung Lamongan( Studi Tentang Akulturasi Budaya

Dalam Arsitektur Masjid)”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2015) 17

Muhammad Robi Maulana,“Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, 2002)

18

Dewi Sri Wijayanti“Masjid Agung Darussalam Bojonegoro Tahun 1985-2015 M”,(Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2015)

19

Erik Deviono,“Masjid Peneleh Kota Surabaya (Studi tentang Sejarah dan Arsitektur)”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, 2007)


(20)

2. Buku

a. “Arsitektur Masjid dan Monumen Muslim” oleh Yulianto Sumalyo. Buku ini merupakan literatur inti dalam skripsi karena menjelaskan berbagai corak arsitektur Islam yang ada di belahan dunia, yang disertai gambar-gambar dan mozaik khas Islam.20

b. “Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia” oleh Abdul Baqir Zein. Di dalam buku ini berisi tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia, salah satunya adalah dengan melihat bangunan utama umat Islam, yaitu masjid. Buku ini memuat masjid-masjid yang mempunyai nilai historis tersendiri jadi sangat membantu penulis untuk melacak masjid- masjid di Indonesia karena cukup mewakili keadaan masjid-masjid di Indonesia.21

c. “Perkembangan Arsitektur Masjid Di Jawa Timur” oleh Ir. Zein M. Wiryoprawiro dalam buku ini penulis begitu semangat serta mengerti akan ilmu arsitektur, sehingga karya ini mudah dipahami arsitektur yang disajikan cukup sistematis yang menjadikan perkembangan arsitektur masjid di Jawa Timur dapat dilacak dengan mudah.22

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian etnografi. dalam metode penelitian etnografi ini ada beberapa langkah yaitu wawancara, studi kepustakaan, dokumentasi dan Interpretasi.

20

Yulianto Sumalyo,“ Arsitektur Masjid dan Monumen Muslim”,( Yogyakarta: UGM, 2000) 21

Abdul Baqir Zein,“ Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia”( Jakarta: Gema Insani, 1999) 22

Wiryoprawiro,Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur( Surabaya: PT Bina Ilmu, 1986)


(21)

Beberapa tahapan yang digunakan penulis untuk mengkaji judul di atas sebagai berikut:

1. Wawancara

Metode wawancara yang digunakan adalah, wawancara mendalam (Indepth Interview) yang dilakukan kepada sejumlah informan yang terdiri atas Ta’mir Masjid atau Kepala Pondok Pesantren, serta berbagai informan lainnya yang juga terlibat mengetahui Tentang Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat. Hal ini dapat dilakukan dengan berinteraksi secara langsung dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap penting, agar memperoleh informasi mengenai data-data yang diperlukan terkait Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat dan arsitekturnya serta Ornamentasinya.

2. Studi Kepustakaan

Hal ini bertujuan untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari cara di atas, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca berbagai buku dan artikel, arsip yang berkaitan dengan Masjid Agung Pondok Pesantren. Studi kepustakaan ini juga untuk menghindari adanya penduplikasian data yang dikhawatirkan terjadi.

Dalam studi kepustakaan ini peneliti menggunakan sumber dari buku yang masih bersangkutan dengan materi, kemudian buku-buku yang berhubungan dengan budaya dan arsitektur, serta buku-buku pelengkap lainnya. Selain itu peneliti juga menggunakan majalah pondok pesantren yang menjekaskan tentang Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat.


(22)

3. Dokumentasi

Dokumentasi berperan sangat penting dalam suatu penelitian, karena dapat dijadikan sebagai bukti dan sumber data yang dapat dipertanggung jawabkan. Serta memperjelas kajian yang diteliti. Dalam proses dokumentasi ini peneliti menggunakan cara memfoto bagian-bagian yang menjadi obyek peneliti mulai dari bentuk bangunan arsitekturnya serta hiasan-hiasan yang ada pada bangunan masjid tersebut.

4. Interpretasi

Setelah melakukan langkah-langkah tersebut kemudian penulis menganalisa berbagai fakta-fakta yang ada yaitu melihat bentuk arsitektur masjid yang telah mengalami akulturasi budaya yaitu unsur Hindu Jawa, Timur Tengah, serta unsur Barat. Unsur Hindu Jawa ditandai oleh adanya tiang soko guru dan bedug, arsitektur budaya Timur Tengah ditandai adanya lengkungan pada Pintu dan juga adanya kaligrafi sedangkan terdapat unsur budaya Barat adalah adanya lampu hias dan jam bergerak.

Oleh karena itu analisis terhadap fakta-fakta tersebut diharapkan menjadi suatu sejarah dalam kesenian Islam yang lebih ilmiah khususnya tentang arsitektur dan ornamentasi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat.

H. Sistematia Pembahasan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam beberapa bab yakni:


(23)

Bab I berisi pendahuluan meliputi judul, latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, landasan teori dan sistematika pembahasan.

Bab II berisi tentang letak geografif dan berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat yang meliputi: Letak Geografis, Tata Letak Masjid Agung Pondok Pesantren, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, Perkembangan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, Fungsi Masjid Agung Pondok.

Bab III berisi tentang arsitektur masjid agung pondok pesantren sunan drajat meliputi: pengertian arsitektur masjid, bentuk arsitektur masjid agung pondok pesantren sunan drajat yang terdiri dari desain interior dan desain eksterior.

Bab IV berisi tentang ornamentasi masjid agung pondok pesantren sunan drajat meliputi pengertian ornamentasi, bentuk ornamentasi masjid agung pondok pesantren sunan drajat, makna kultur dan historis.

Bab V berisi penutup. Bab ini merupakan bab yang terakhir berisikan tentang kesimpulan dan saran dari penulisan skripsi.


(24)

BAB II

LETAK GEOGRAFIS DAN SEJARAH BERDIRINYA MASJID AGUNG

PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT

A. Letak Geografis Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari posisi daerah pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis juga ditentukan oleh letak astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya.

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat teretak di dusun Banjaranyar desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Desa tersebut mempunyai batas wilayah yaitu, desa/ kelurahan sebelah selatan berbatasan dengan desa Dagan dan Drajat, Sebelah timur berbatasan dengan Kemantren, dan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan yang sebelah Barat berbatasan dengan desa Kranji.

Adapun sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk menuju desa Banjarwati bisa menggunakan transportasi kendaraan roda 4 dan sepeda motor atau ojek. Untuk mata pencaharian dan hasil produksi penduduk Banjarwati keseluruhan sebagian besar adalah petani dan nelayan. Aparat pemerintahan Banjaranyar saat ini dipimpin oleh Kepala Desa yang bernama Sutiyono dan sekertaris bernama H. Moh. Munawir.

Jumlah penduduk desa Banjarwati adalah 5.825. Yang terdiri dari 3.012 yang berjenis kelamin laki-laki dan 2.813 berjenis kelamin perempuan dengan jumlah KK 1.962 yang luas Wilayahnya adalah 326. 297 ha. Penduduk desa ini merupakan penduduk asli setempat dan urban dari daerah-daerah lain. Desa ini


(25)

sudah bisa dikatakan masyarakat yang bisa mementingkan pendidikan hal ini bisa dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun non formal.1

Masyarakat tersebut sedikit banyak sudah memahami pentingnya pendidikan sebab pendidikan inilah yang mempengaruhi SDM anak-anak mereka, yang nantinya juga akan menggantikan orang tuanya dalam membangun Banjarwati lebih maju. Selain itu juga ada beberapa lembaga pendidikan yang telah berdiri sekian lama yang terdiri sekolah formal dan sekolah Islam.

Sekolah Formal di sana terdiri dari empat macam Play Group, yang berstatus terakditasi dengan dengan jumlah pengajar keseluruhan dua puluh. Untuk jenjang selanjutnya ada empat macam sekolah TK dengan jumlah pengajar dua puluh tujuh. Untuk tingkat SD ada empat sekolah dengan jumlah pengajar tujuh puluh 5. Untuk tingkat SMP ada empat sekolah dengan jumlah pengajar lima puluh. Sedangkan tingakat SMA ada lima sekolah dengan jumlah pengajar enam puluh. Selain itu ada juga perguruan tinggi berjumlah satu.

Sedangkan sekolah Islam di sana terdapat empat Roudhotul Athfal dengan jumlah tenaga pendidik dua puluh tujuh orang. Jenjang selanjutnya ada tiga Ibtidaiyah dengan jumlah tenaga pendidik lima puluh orang. Jenjang berikutnya ada tiga Tsanawiyah dengan jumlah pendidik keseluruhan adalah empat puluh delapan. Jenjang berikutnya lima Aliyah dengan jumlah tenaga pendidik sebanyak tujuh puluh dan empat pondok pesantren salah satunya adalah Pondok Pesantren Sunan Drajat.

1


(26)

B. Tata Letak Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Kompleks masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini Jaraknya kurang lebih 3 km di sebelah Timur kecamatan Paciran, tidak jauh dari jalan raya kabupaten jurusan Sedayu-Tuban dan termasuk wilayah pantai Utara Jawa Timur.

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini suatu bangunan masjid megah yang berdiri tepatnya berada dalam area yayasan Pondok Pesantren yang mana dulu dikenal dengan sebagai “Kampung Mbandilan”. Tempat tersebut bekas perjuangan suka duka pejuang Islam yaitu Sunan Drajat. Dia pernah dilempari batu oleh penduduk yang tidak suka dengan usaha beliau dalam menyiarkan agama Islam. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan kesabaran beliau.2

Zoning Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini diatur agar esensi dan eksistensi masjid tetap mendapat perioritas utama, sedangkan fasilitas pendidikan dan kemasyarakatan diletakkan pada bagian samping tepatnya di sekeliling masjid terdapat kampung warga banjaranyar, asrama santri putra, aula yang difungsikan sebagai tempat untuk acara yang bersifat seremonial yang dapat menampung ribuan santri, dan juga kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh lembaga atau lintas lembaga, di samping kanan masjid terdapat sekolah formal SMPN 2 Paciran, dan tepat di depan masjid agung terdapat kolam yang dulunya diisi dengan ikan namun sekarang beralih fungsi sekarang menjadi monument pesawat bouraq yang tepatnya berlokasi di Banjaranyar.

Pesawat tersebut merupakan pemberian seorang pengusaha yang bergerak di bidang wisata pesawat di Pasuruan, kemudian menawarkan ke KH. Abdul

2

Umdlotul Khoiroh,Masjid Agung PP. Sunan Drajat Pusat Pemancar Do’a,” Menara edisi 4


(27)

Ghofur. Pesawat tersebut sebenarnya adalah bekas maskapai penerbangan swasta Indonesia yang dulunya pernah beroperasi dan dikenal dengan Bouraq Indonesia Airlines, namun kini telah berhenti beroperasi.3

Masjid Agung ini tatananya memang berbeda dengan Masjid Agung yang berada di tengah kota sebab masjid ini berada di area pesantren. Yang fungsinya selain sebagai penyebaran Islam di sini juga sebagai pendidikan para santri sehingga letaknya sendiri berada di tengah pondok pesantren.

Kalau di Kabupaten ada masjid, ada alun-alun, ada pasar, ada kantor kadipaten dan juga tempat pendidikan, yang kemudian menjadikan letak masjid yang dibilang menarik perhatian. Sebab di ibu kota atau tempat kedudukan seorang adipati masjid itu biasa didirikan sedekat mungkin dengan istana.

Di sebelah Utara atau Selatan istana terdapat tanah lapang yang di Jawa disebut alun-alun. Maka masjid itu didirikannya ialah pada tepi barat alun-alun itulah sudah barang tentu ini ada mempunyai arti atau maksud. Kalau alun-alun adalah tempat bertemunya, meskipun secara tidak langsung sang raja dengan rakyatnya, maka masjid adalah tempat bersatunya raja dengan rakyat sebagai sesama makhluk Ilahi. Di sini mereka bersama-sama melakukan kewajiban mereka, di bawah pimpinan seorang imam(bukan raja). Maka dalam hal letaknya sebuah masjid, berlansung pula unsur yang lama, yaitu bahwa di alun-alunlah raja itu bertemu dengan rakyatnya.4

Seperti halnya Masjid Agung yang berada di Yogyakarta, di samping untuk pendidikan juga untuk perayaan sekaten, sebuah perayaan yang

3

Syahrul munir,Wawancara,Lamongan, 21 Mei 2016 4


(28)

mengumpulkan berbagai kalangan masyarakat dengan muatan budaya dan seni yang cukup tinggi. Akan tetapi, model Masjid Agung yang di lingkungan kesultanan Yogyakarta ini di bawah pemerintahan kerajaan dengan komunikasi yang serba formalitas sehingga komunikasi yang terjalin cenderung monologis, jauh dari unsur dialogis yang sehat. Masjid ini pun menjadi lebih formal, penuh daya magis.5

C. Sejarah Berdirinya Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Masjid menurut peraturan Islam adalah tempat orang bersembahyang. Sesuai dengan pendirian, bahwa Allah itu ada di mana saja, tidak terikat kepada sesuatu tempat, maka untuk menyembahNya manusia dapat melakukan salat di mana-mana. Memang menurut hadits masjid itu adalah setiap jengkal tanah di atas permukaan bumi ini.6

Namun dalam prakteknya, untuk melakukan sembahyang itu, terutama sembahyang bersama selalu orang menyediakan tempat tersendiri, tanah yang lapang yang diberi batas-batas yang nyata atau sebuah bangunan khusus. Bahkan kemudiannya yang dinamakan masjid itu adalah selalu sebuah bangunan seperti halnya bangunan Masjid Agung yang berada di Pondok Pesantren Sunan Drajat.

Hubungan Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan keberadaan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini sangat erat sekali sebab tanpa adanya Pondok Pesantren pasti tidak akan ada juga Masjid Agung Pondok Pesantren. Pondok pesantren berdiri lebih dahulu yaitu pada tanggal 7 September 1977 di desa Banjaranyar Paciran Lamongan yang didirikan oleh KH. Abdul Ghofur.

5

Moh. Roqib,Menggugat Fungsi Edukasi Masjid(Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2005), 81. 6


(29)

Melihat dari namanya pondok pesantren ini memang mempunyai ikatan historis, psikologis, dan filosofis yang sangat lekat dengan nama Sunan Drajat.7

Yang dimaksud dengan ikatan historis adalah pondok pesantren tersebut didirikan karena pada waktu itu tempat tersebut merupakan tempat di mana Sunan Drajat pernah berdakwah dan menyebarkan Islam, sedangkan yang dimaksud psikologi karena masyarakat di sekitar pondok pesantren secara silsilah masih ada ikatan keturunan keluarga dari Sunan Drajat, ikatan filosofis yang dimaksud adalah semboyan Sunan Drajat terhadap empat perkara menjadi pegangan yang telah melekat pada masyarakat di sekitar pondok pesantren.8

Adapun filosofi Sunan Drajat yang terkenal dengan empat hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menehono teken marang wong kang wuto ( berilah ilmu agar orang menjadi pandai).

2. Menehono mangan marang wong kang luwe (sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin).

3. Menehono busono marang wong kang wudo (ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu).

4. Menehono ngiyup marang wong kang kudanan (serta beri perlindungan orang yang menderita).9

Sedangkan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini berdiri dengan serba sembilan, KH. Abdul Ghofur mempunyai rencana membangun

7

Ita Runti Wulandarai, “Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Laongan Jawa Timur:

Pesantren Wirausaha”( Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2011), 23. 8

Ibid, 23. 9


(30)

masjid dengan serba sembilan tujuanya adalah mengingat perjuangan wali songo dalam menyebarkan Islam ke pulau Jawa hingga Banjaranyar yang di bawah oleh Mbah Mayang Madu dan dikembangkan oleh Radin Qosim Sunan Drajat. Apalagi Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah salah satu pondok peninggalan Wali Songo yang masih utuh dan tersisa. Selain dasar Wali Songo KH. Abdul Ghofur juga menggunakan dasar tanggal kemerdekaan Indonesia dan dasar para sahabat Nabi yang berjumlah 4 (Abu Bakar, Umar, Ustman dana Ali). Menggunakan dasar Wali Songo dan kemerdekaan Indonesia karena kemenangan bangsa Indonesia dari bangsa Belanda salah satunya adalah berkat bantuan Wali Songo.10

Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Drajat pada tahun 1993 tepatnya pada tanggal 9 hari senin legi yang menurut hitungan Jawa senin berjumlah 4 dan legi berjumlah 5 sehingga jika dijumlahkan menjadi 9. Dari lebar dan luas masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini sendiri juga mempunyai arti sembilan yaitu semua terdiri dari 30x30 persegi. bahkan dari pembelian semen pertama berjumlah 45.

Pembangunan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat dimulai pukul 09:00 sampai pukul 16: 05 menit (4 lewat 5 menit sore), dengan disertai peletakkan batu pertama, yang menyaksikan peletakan batu pertama ketika pada waktu itu adalah Presiden Republik Indonesia yang keempat yaitu KH. Abdurrahman Wahid dan Ghofar Rohman yang menjabat sebagai sekjen NU pada waktu itu yang menjadi penasehat Pondok Pesantren.

10

Khoiroh,“Masjid Agung PP. Sunan Drajat Pusat Pemancar Do’a,” Menara edisi 4 Juli -Desember( 2010), 56.


(31)

Selain itu juga telah didatangi orang Amerika yang bernama Kendrihes, beliau adalah tamu dari Jerman sebagai undangan peletakan batu pertama, selain itu juga tidak lepas dari bantuan Wijaya Karya Sartam Hariansyah untuk membantu memikirkan ide-ide KH. Abdul Ghofur, sebab yang mempunyai ide sekaligus yang mengarsitek bangunan Masjid Agung Pondok Pesantren ini adalah KH. Abdul Ghofur sendiri selaku Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan namun beliau tidak mau terlibat langsung di dalamnya jadi dilimpahkan kepada bapak Nur Khozin selaku ketua bidang pembangunan Pondok Pesantren Sunan Drajat kemudian yang mengerjakan adalah santri-santri sendiri yang mengabdi dan bertempat tinggal di pondok pesantren.11

KH. Abdul Ghofur mempunyai ide membuat masjid agung atau bisa juga disebut masjid yang besar sebab beliau mempunyai inspirasi jika membuat masjid suatu saat pasti tidak akan muat sebab santrinya suatu saat santrinya akan bertambah banyak meskipun pada waktu itu santrinya masih sedikit pondoknya masih kecil tetapi sudah mereng-reng. Maka dari itu mendirikan masjid yang besar dan aula yang besar sebab besok pasti akan menjadi pondok pesantren yang paling besar di Lamongan.

Masjid Pondok Pesantren Sunan Drajat ini dinamakan Masjid Agung sebab masjid ini semakin lama semakin agung, santrinya di pondok pesantren semakin lama semakin betambah banyak. Kata agung kalau di ibaratkan sumber

11


(32)

tidak pernah surut airnya tetapi semakin bayak jadi bisa menarik satri lebih banyak.12Menurut Nur Khozin :

Masjid Agung Pondok Pesantren bisa dinamakan bangunan kerajaan pondok. Semisal sawah pendidikan itu sawahnya dan masjid adalah lumbungnya. Santriwan dan santriwati di didik melewati pondok pesantren dan juga sekolah-sekolah formal kalau sudah pandai di amalkan di masjid untuk berdzikir dan juga bersyukur kepada Allah. Ada masjid tanpa adanya tempat pendidikan baik formal maupun non formal bisa dikatakan kurang sempurna. Sebab orang yang masuk masjid itu juga butuh ilmu yang mana ilmu tersebut bisa ditempu melalui lembaga pendidikan baik formal maupun non formal.

Ada pondok pesantren pasti di dalamnya juga ada masjid sebab sejak dari zaman Wali Songo dahulu tatananya seperti itu.13Kalau di Kabupaten ada masjid, ada alun-alun, ada pasar, ada kantor kadipaten dan juga tempat pendidikan, dan juga pondok pesantren, tetapi kalau di kota banyak yang luntur akhirnya ditanamlah lagi di desa-desa seperti di Banjaranyar Paciran Lamongan ini.

Menurut Nur Khozin, tatanan di pondok pesantren ini bisa di gambarkan bahwa “Sebuah Masjid itu merupakan gambaran sebagai Atii’ullah dan wa’atiiurosul adalah ualama’nya dan waulil amri adalah pemerintahan atau sekolahanya jadi saling melengkapi satu sama lain.”14

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini diresmikan tahun 2000 oleh KH. Abdurrohman Wahid dan juga ditandai dengan penanaman batu cakra. Penanaman batu cakra itu merupakan sebuah perjanjian antara pemimpin spiritual asal India yang beragama Hindu dan Islam. Penanaman batu cakra itu dulu sudah ada, ditanam di Demak kemudian dengan berjalannya waktu masanya habis yaitu pada tahun 1999 dan kalau tidak diperbaharui menurut orang Hindu 12

Nur Khozin,Wawancara, Lamongan, 10 Maret 2016. 13

Soekmono,Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, 78. 14


(33)

terjadi bencana karena peralihan Islam ke Hindu lagi. Untuk penyelamatan Indonesia maka diadakan perpanjangan langsung dari India yang di tempatkan di Sunan Drajat. Ditempatkan di Sunan Drajat sebab masih ada hubunganya dengan wali songo. Sebab India meminta dari wali 9 manakah masjid yang ada pondoknya atau masih hidup ada penerusnya ternyata ditelusuri adalah di Sunan Drajat akhirnya di Sunan Drajat yang di gunakan penanaman cakra sebagai simbol perjanjian Hindu dan Islam yang ibaratnya ditanda tangani kembali.15

Dalam penanaman batu cakra tersebut semua santri yang ada diminta untuk membaca Al-fatihah, sholawat Nariyah dan Asmaul Husna sebanyak-banyaknya yang dipimpin oleh KH. Abdul Ghofur. Usai perjanjian itu, dilakukan peletakan batu cakra.16

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini bentuk bangunannya selain mirip tajmahal juga menganut cara Sunan Kudus yang di sana terselip beberapa unsur yaitu 70% adalah Islam dan 30% adalah campuran yang mana dengan tujuan kerukunan. Menurut Nur Khozin dengan dibuktikan bahwa: “orang Hindu datang ke Masjid Agung mereka merasa senang, orang Islam datang ke Masjid juga senang. Kita tidak hanya fanatik dengan ide Islam.”17

D. Perkembangan Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Perkembangan masjid sebagai sendi peradaban dan kebudayaan Islam Indonesia cukup beragam, yang menampakkan hasil kreasi umat Islam setempat. Tidak heran jika masjid-masjid yang berada di Indonesia menggambarkan betapa

15

Hasan,Wawancara,Lamongan, 24 April 2016 16

Khoiroh,Masjid Agung PP. Sunan Drajat Pusat Pemancar Do’a,”Menara edisi 4 Juli-Desember( 2010), 57.

17


(34)

pekannya rasa keindahan umat Islam terhadap lingkungannya. Oleh karena itu masjid yang dibangun bagus merupakan suatu yang relatif.

Dalam membangun masjid dan langgar para wali tidak mau menentukan bentuk dan pola masjid yang ada di negara Islam di mana mereka berasal. Tidak ada bentuk masjid yang dibangun dengan berkubah dan bermenara tinggi yang menjulang. Yang dibangun justru memanfaatkan potensi setempat dari bangunan-bangunan ibadah agama Hindu dan bangunan-bangunan umum yang berdenah luas (joglo).

Pada perkembangan selanjutnya yaitu pertengahan abad ke XVI dan abad XVII. Dimana dalam abad ini gaya arsitektur sudah mulai menjadi bagus yang berbentuk pendopo, gapura yang berbentuk candi bentar, ukiran-ukiran gaya Hindu dan Jawa, menara berbentuk candi, contoh yang terkenal adalah masjid menara Kudus, Sendang Duwur di Paciran Lamongan, masjid Agung Banten, dari segi seni dekoratif, masjid-masjid diatas ini mempunyai kekhasannya masing-masing.18

Pada permulaan perkembangan masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini, pada awalnya yaitu tahun 1993- 2000 sudah berbentuk masjid yang besar namun tidak semegah yang sekarang hanya biasa saja belum ada ornament atau hiasan-hiasan yang bagus, kemudian tahun 2014 KH. Abdul Ghofur berinisiatif untuk mendesain ornament masjid itu sendiri, kemudian menyuruh santriwan yang sudah mengabdi di sana untuk menyuruh mengerjakannya. Dalam membangun masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini membutuhkan uang cukup banyak tetapi kyai Abdul Ghofur menggunakan uangnya sendiri tidak

18

Dajauhari Sumintardjo,Kompedium Sejarah Arsitektur(Bandung: Penerbit Yayasan Lembaga Penyelidik Masalah Bangunan, 1978), 102.


(35)

meminta sepeserpun kepada wali santri ataupun masyarakat tanpa melibatkan orang lain. Bangunan ini dengan keinginginan pengasuh sendiri dan orang lain tidak bisa mencontohnya.

Dengan berkembangnya zaman Masjid Agung Pondok pesantren Sunan Drajat ini semakin ramai sebab santri Pondok Pesantren Sunan Drajat membludak bertambah lebih banyak. Pada tahun 2014 ini bangunan masjid Agung Pondok Pesantren telah disempurnakan dan diperindah dengan dipasang berbagai hiasan-hiasan bermotif cat warna mengikuti zaman.

Adapun Penambahan-penambahan yang dilakukan oleh pengurus pada bangunan masjid ini antara lain: keramik dan cat hiasan-hiasan, kaligrafi Arab yang menjadikan bangunan masjid ini semakin indah. Karena pada dasrnya Penambahan-penambahan yang dilakukan oleh pengurus masjid tidak lain adalah untuk menunjang kelengkapan masjid.

E. Fungsi Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Umat Islam atau masyarakat Islam adalah sekumpulan orang-orang Islam yang hidup dalam satu jama’ah pada suatu daerah tertentu, mereka beribadah mengamalkan syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari seoptimal mungkin. Semua kegiatan umat terpusat di masjid dengan imam sebagai manajer yang efektif dari setiap masjid. Masjid mempunyai daerah pembinaan tertentu dan pembinaan diberikan secara maksimal kepada masyarakat disekelilingnya yang menjadi jamaah tetap pada masjid tersebut.19

19

Supardi dan Teuku Amirudin,Manajemen Masjid Dalam Pembangunan

Masyarakat:Optimalisasi Peran dan Fungsi Masjid(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2001), 10.


(36)

Perlu direnungkan kembali tentang peranan masjid yang dikaitkan dengan kaum muslimin, apakah hanya sebagai tempat salat jum’at saja atau ditambah dengan sholat Maghrib Isya. Mungkin pula masjid akan ramai dan penuh setahun sekali waktu bulan Ramadhan datang. Biasanya awal-awal Ramadhan penuh sesak, melimpah ruah namun makin lama keadaanya makin sepi dan pada saat akhir sering dinamakan manajemen “ekor tikus” makin ke ujung makin memancing dan habis pada satu titik. Sehabis bulan Ramadhan leganglah masjid, laksana bangunan angker. Masjid digunakan hanya oleh beberapa orang jamaah untuk melaksanakan salat Maghrib dan Isya setelah itu masjid dikunci hingga datang waktu Subuh atau hingga waktu Maghrib lagi.20

Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah SWT, tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Lima kali sehari semalam umat Islam dianjurkan mengunjungi masjid guna melaksanakan shalat berjamaah. Masjid juga merupakan tempat yang paling banyak dikumandangkan adzan, qamat, tasbih, tahlil, tahmid, istighfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di masjid sebagai bagian dari lafadz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.21

Realitas kondisi masjid yang ada di Indonesia sekarang masih jauh dari yang diharapkan syari’ah. Pada umumnya masih seperti mushala atau hanya tempat salat itupun dengan waktu salat yang tidak lengkap. Ada pada beberapa masjid yang dicongkakan pendidikan sekuler di sekelilingnya, tetapi masjid belum menyatu dengan peranan masjid seperti yang ada pada Pondok Pesantren. Namun berbeda dengan Masjid Agung yang berada di Pondok Pesantren ini merupakan 20

Amirudin,Manajemen Masjid Dalam Pembangunan Masyarakat:Optimalisasi Peran dan Fungsi Masjid, 199.

21


(37)

bangunan yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikannya dengan penggunaanya yang sangat efektif.

Sekiranya pendidikan Islam yang Islami merupakan refleksi takmir masjid, dan masjid merupakan “central social institutin” bagi umat Islam maka peran masjid menjadi sangat penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, yaitu material dan spiritual menjadi satu paket. Dengan demikian masjid dapat berfungsi sebagai tempat untuk memberikan motivasi dalam semua kegiatan masyarakat baik yang menyangkut pendidikan formal atau informal maupun untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat atau umat dalam mencapai tujuan pembangunan Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur dan kesejahteraan lahir dan batin,“gemah ripah loh jinawi”.22

Seperti halnya yang ada di Masjid ini Bangunan masjid Agung bagi Pondok Pesantren merupakan akademis yang sangat penting dalam mengajarkan ilmu pengetahuan keIslaman, mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari ajaran Islam seperti: ibadah, muamalah, dakwah, dan ukhuwah Islamiyah. Karena memang keberadaan masjid merupakan ciri dari suatu Pondok Pesantren yang notabenya orang muslim sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam.

Menurut Hasan bahwa : “Masjid agung pondok pesantren ini dibangun karena pengasuh pondok pesantren mempunyai inspirasi ingin membangun sebuah masjid yang besar. Karena dengan berjalanya waktu pondok pesantren ini pasti berkembang sangat pesat jadi tidak akan muat jika hanya ada asrama saja.”23

22

Moh. E. Ayub,Manajemen Masjid, 119-138. 23


(38)

Masjid dalam al-Qur’an terulang sebanyak dua puluh delapan kali yang berintikan pada tempat kedudukan insan kholiknya. Berkaitan dengan ayat –ayat Qur’an tentang masjid tersebut dapat dikelompokkan pada beberapa hal;

Pertama, tentang fungsi teologis masjid, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah SWT.

Kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah) masjid. Funsi ini merupakan kelanjutan dari fungsi teologis yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat penyucian dari segalailahdan penyucian atau pengesaan tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jikalau dibareng dengan peribadatan yang menunjukkan ke arah tersebut.

Ketiga, fungsi etik, moral, dan sosial (ahlaqiah wa ijtima’iyah), sebagaimana diungkapkan di depan bahwa menjadi memiliki fungsi ubudiyah,

peribdatan. Peribadatan tersebut dianggap sebagai penyerahan total apabila disertai dengan nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik.

Keempat, fungsi keilmuan dan kependidikan (tarbawi, educatife). Dalam kesejarahan fungsi ini dapat diengok seuruh aktivitas Nabi dan berpusat di masjid yang bermuatan educatif. Pendidikan dimaksud bukan sekedar pendidikan teoritis, akan tetapi juga pendidikan memotivasi untuk hal-hal praktis seperti pendidikan agar melakukan perdagangan, untuk mencari karunia Allah disertai mengingat banyak akan (tanda-tanda kekuasaan) Allah.

Dari empat fungsi dasara masjid tersebut dapat dikembangkan manjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai berikut;


(39)

1. Fungsi keagamaan; untuk melakukan shalat, pembagian zakat, haji, memberikan fatwa, dan lain-lain.

2. Fungsi sosial, untuk tempat saling mengenal, memahami dan menerima orang lain baik secara individual maupun kolektif.

3. Fungsi psikologi; untuk memberikan rasa aman dan kebersamaan, senasib dan seiman yang memupuk persatuan dan rasa optimis.

4. Fungsi edukatif dan dakwah; untuk pendidikan Ulumul Qur’an, Ulumul Hadis, ilmu-ilmu sosial-ekonomi dan eksak, pendidikan moral dan juga perpustakaan. 5. Fungsi politik; untuk perdamaian, tempat mengatur strategi militer, menerima

delegasi dan memusyawarahkan urusan kenegaraan lain. 6. Fungsi pengobatan fisik dan mental.

7. Fungsi peradialan, yaitu sebagai tempat untuk mengadili perkara pidana dan perdata.

8. Fungsi komunikatif, yaitu untuk mengomunikasikan berbagai informasi aktual. 9. Fungsi keamanan dan ketenangan.

10. Fungsi estetis; untuk menuangkan kreativitas seni

Fungsi tersebut dapat berjalan, sebagaimana masa awal Islam jika;

a. Keadaan masyarakat masih berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama

b. Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhannya dengan kegiatan masjid


(40)

c. Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khotib maupun di dalam ruanagan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dansyura(permusyawaratan).24

Selain itu juga disebutkan bahwa lembaga pertama dan utama addin Islam itu ialah Masjid. Rosulullah memberikan kepada masjid fungsi pusat peribadatan dan pusat kemasyarakatan. Masyarakat diatur dan merupakan penjelmaan kebudayaan. Maka masjid disamping pusat peribadatan juga sebagai pusat kebudayaan.25

Yang dimaksud dengan kegiatan peribadatan, adalah: 1) Sholat jum’at

2) Sholat Rowatib

3) Sholat Tarawih dan sholat-sholat yang lainya 4) I’tikaf

Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan kemasyarakatan, adalah: a) Pendidikan (baik formal maupun non formal)

b) Ibadah sosial (seperti zakat fitrah/qurban dan lain-lain) c) Usaha-usaha dalam bidang kesehatan

d) Pembinaan remaja (seperti kesenian islami)

e) Kegiatan peringatan hari-hari besar Islam/ Nasional serta penyelengaaraan MTQ

24

M. Quraisy Shihab,Wawasan Al Qur’an(Bandung: Mizan,1996), 462-463. 25

Sidi Gazalba,Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam(Jakarta:Pustaka Al-Husnah, 1989), 395.


(41)

f) Sebagai sarana komunikasi.26

Sehingga di sini terdapat kaitan yang erat anatara seluruh kegiatan keagamaan dengan masjid.

Sedangkan fungsi dari Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini mempunyai fungsi jamak, antara lain:

1. Sebagai pusat peribadatan santri

Semua santriwan Pondok Pesantren Sunan Drajat setiap hari wajib mengikuti kegiatan sholat berjamaah, tetapi tidak semua sholat lima waktu. Ada program tersendiri yang wajib diikuti oleh santriwan. apabila tidak mengikuti peraturan maka mendaptkan hukuman. Adapun Jadwal sholat yang telah di programkan adalah pukul 03.30-04.00 adalah persiapan Jama’ah Subuh, pukul 04.20-04.45 jama’ah sholat subuh sekaligus pembacaan surat Waqiah, pukul 17.00-18.00 sholat maghrib yang sebelumnya ada pembacaan surat yasin dan al mulk, dan pukul 19.00-19.20 sholat Isya’.

2. Pengajian yang diasuh oleh KH. Abd Ghofur

Pengajian kitab yang dipimpin langsung oleh KH. Abdul Ghofur di Masjid Agung merupakan kegiatan mingguan yang dilaksanakan setiap hari Jum’at, mulai pukul 07.00-09.00 WIB. Pengajian tersebut wajib di ikuti semua santri mulai dari tingkatan MTS, SMP, Madrasah Mu’alimin Mu’alimat, SMK, Aliyah dan juga tingkat mahasiswa.

3. Acara Dzikir Akbar yang diikuti oleh seluruh santri

26

Departemen Agama Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji,Pedoman Pembinaan Masjid(Jakarta: 1981), 9-10.


(42)

Acara dzikir akbar dalam program kegiatan pondok pesantren dibagi menjadi dua, yaitu mingguan dan bulanan. Adapun yang mingguan adalah istighosah yang dilaksanakan setiap hari Senin pukul 18.00-19.00 (senin malam selasa) yang wajib di ikuti semua santriwan, yang santriwati berada di Musholah. Sedangkan dzikir akbar bulanan dilaksanakan setiap hari kamis malam jum’at keempat mulai pukul 18.00-19.00 tahlil yang diikuti santriwan dan pukul 20.00-22.30 adalah kegiatan istighosah dan manakib kubro yang wajib diikuti oleh semua santriwan dan santriwati.

Adapun alasan di malam jum’at sebab hari Jum’at memiliki kesitimewaan serta nilai sejarah yang sangat panjang. Salah satunnya adalah waktu mustajab untuk berdo’a. Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda: “sesungguhnya pada

hari Jum’at terdapat waktu mustajab bila seorang hambahnya muslim

melaksanakan sholat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannnya. Rasulullah mengisyaratkan dengan tanganya

menggambarkan sedikitnya waktu itu”(HR. Muttafaqun Alih).

4. Sebagai wahana dalam rangka mempertemukan masyarakat dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.

Momen ini dengan tujuan agar ilmu yang diajarkan di Pondok Pesantren bisa fungsional dalam kehidupan masyarakat, maka salah satu cara yang dipakai adalah wahana masjid, karena tidak mungkin masyarakat tersebut mengikuti kegitan belajar dalam asrama, lewat masjid inilah bisa disampaikan sesuai kapasitas ilmu yang berkembang di Pondok Pesantren Sunan Drajat.


(43)

5. Sebagai wahana komunikasi Islami dalam rangka ukhuwah Islamiah, konsultasi ilmiah maupun dalam riset bersama.

Acara yang dilaksanakan seperti Diklat tentang metode pembelajaran al-Qur’an metode ummi yang di ikuti oleh masyarakat wilayah sekitar dan santri Pondok pesantren.

Kegiatan-kegiatan yang terprogram di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat mayoritas hanya digunakan oleh santriwan untuk santriwati hanya kegiatan yang khusus saja itupun bergabung dengan santriwan tetapi ada pembatas khusus. Sebab di lokasi santriwati sendiri sudah ada Mushola yang mana tanah Mushola tersebut juga merupakan bekas perjuangan Sunan Drajat.

Di mushola santriwati itu juga sangat bersejarah sekali karena munculnya Pondok Pesantrten Sunan Drajat tidak lepas dari perjalanan panjang dan perjuangan anak cucu Sunan Drajat itu sendiri. Dengan dibuktikannya pondasi Mushollah dan sumur Sunan Drajat yang dibangun tahun 1426. Yang sampai sekarang masih berfungsi untuk minum para santri.27

Masjid Agung Sunan Drajat ini juga pernah digunakan Jum’atan para warga masyarakat sekitar 4 tahun bahkan lebih ketika masjid masyarakat dalam kondisi renovasi total. Akhirnya semua tamu dan masyarakat ikut berjama’ah sholat Jum’at di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat.

27


(44)

BAB III

ARSITEKTUR MASJID AGUNG PONDOK PESANTREN SUNAN

DRAJAT

A. Pengertian Arsitektur Masjid

Masjid merupakan suatu bangunan tempat orang-orang Islam melakukan ibadah yang dilakukan secara massal/ jama’ah maupun individual, serta kegiatan lain yang berhubungan dengan kebudayaan islam. Pada awalnya Bangunan masjid muncul sebagai bangunan religi yang merupakan hasil perpaduan antara fungsi bangunan sebagai unsur arsitektur Islam yang berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada syari’at Islam dengan bangunan sebagai pengungkapan nilai-nilai tertinggi yang diwujudkan berbentuk bangunan.1

Sedangkan Arsitektur masjid merupakan salah satu cabang seni rupa yang memiliki peranan yang penting dalam perkembangan kebudayaan Islam. Sedangkan pengertian umum dari arsitektur tersebut ialah ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan atau struktur-struktur lain yang berfungsional, terkonstruksi dengan baik, memiliki nilai ekonomi serta nilai estetika.2

Ilmu sejarah memandang bahwa arsitektur sebagai ungkapan fisik bangunan dari budaya masyarakat pada tempat dan zaman tertentu, dalam rangka memenuhi kebutuhan ruang untuk suatu kegiatan.3 Berdasarkan pandangan ini dapat kita ketahui bahwa pada zaman dahulu bangsa-bangsa sudah memiliki

1

Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, 155. 2

Ensiklpoedi Nasional Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988), 272. 3

Yulianto Sumalyo,Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim(Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press, 2000) , 67.


(45)

budaya yang tinggi dengan adanya bukti sejarah dan budaya berupa karya-karya arsitektural dari kejayaan Islam pada masa lampau yang berupa masjid. Perkembangan arsitektur tidak terlepas dari pengaruh bentuk dan konsep yang ada pada zaman dahulu, oleh karena itu pengembangan dan percampuran bentuk dari tempat dan zaman berbeda merupakan hal yang lazim. Percampuran akan semakin kompleks apabila semakin banyak orang bermigrasi dan mengalami percampuran budaya.

Arsitektur masjid telah mengalami perkembangan yang sangat kompleks dikarenakan kecenderungan memasukkan budaya daerah yang ada. Banyak pula arsitektur masjid selain tetap ada unsur utama masjid seperti mihrab, mimbarpada arah kiblat, juga mengadopsi gaya arsitektur Timur Tengah, India dan lain lain. Hal ini di tandai dengan adanya kubah yang sudah ada sejak abd ke-1 pada zaman Romawi dan dikembangkan pada zaman Byzantyum serta zaman-zaman berikutnya. Awal perkembangan Islam abad ke-VII masa kejayaan Byzantine penggunaan kubah cukup popular, hingga orang berpendapat bahwa kubah merupakan ciri dari sebuah masjid. Keindahan bentuk dan penampilan monumental cari kubah banyak membuatnya dipakai dalam arsitektur gereja-gereja Kristen pada awal.

Di zaman modern ini arsitektur masjid berkembang dalam corak dan ragam, namun secara garis besar dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu mengambil bentuk-bentuk lama dalam bahan dan kontruksi baru, mencampurkan yang lama dan baru, ada pula yang tidak memakai unsur lama kecuali


(46)

elemen-elemen utama masjid yaitu mihrab dan mimbar. Kubah, dikka, minaret tidak selalu ada baik dalam masjid kuno maupun modern.4

Sedangkan ciri khas bentuk arsitektur masjid di Indonesia khususnya di Jawa Timur lainnya adalah menara. Menara ini berfungsi untuk mengumandangkan seruan adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat dan adapula yang berfungsi untuk melihat bulan sebagai tanda telah masuknya bulan Islam. Menara masjid di Jawa Timur terdapat banyak ragam dan coraknya, dari corak yang modern hingga corak yang sederhana. Pijper telah memberikan pandangan-pandangan penting perihal kepurbakalaan Islam Indonesia khususnya mengenai corak menara. Dikatakan bahwa masjid-masjid yang tertua di Indonesia pada umumnya tidak mempunyai menara.5 Banyak sekali contoh-contoh masjid di Jawa Timur yang memiliki menara sekarang dari bentuk yang sederhana sampai yang indah-indah. Penjelasan tersebut merupakan gambaran umum tentang bentuk arsitektur masjid di Jawa Timur.

Perkembangan suatu arsitektur khususnya masjid tidak lepas dari unsur untuk menuju ke aspek keindahan dan kemegahan dari suatu masjid tersebut. Namun kita tidak boleh lepas kendali dengan memasukkan beberapa bentuk arsitektur-arsitektur baik itu dari segi mode atau langgam dan juga hiasan ornamen yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang semula, yakni penekanan pada unsur fungsi dari pendirian sebuah masjid sebagaimana telah dijelaskan perintah untuk memperindah dan memakmurkan masjid, tetapi haruslah tetap pada berpegang teguh terhadap aturan-aturannya agar tidak menimbulkan riya’ 4

Sumalyo,Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, 24. 5

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa(Jakarta: Menara Kudus, 2000), 61.


(47)

dan menimbulkan syirik terhadapa bangunan khususnya masjid, dan jika ini terjadi maka tujuan untuk mendirikan masjid telah disalahgunakan dari tujuan semula sebagaimana tujuan pertama kali Nabi Muhammad SAW mendirikan sebuah masjid. Masjid pertama secara resmi yaitu Masjid Nabawi di Madinah.6 Masjid ini berbentuk lapangan serta menggunakan bahan-bahan yang sangat sederhana. Hal ini dapat kita lihat pula pada perkembangan arsitektur masjid di Arab. Dari buku the World of Islam dijelaskan bahwathe Arab Mosque goes back

to Muhammad’s own hous in medina.7 Dari sinilah dapat kita ketahui bahwa arsitektur masjid telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari bentuk yangsederhana menuju bentuk yang istimewa dan bermacam-macam ragam serta coraknya.

B. Bentuk Arsitektur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

1. Desain Interior Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Desain interior adalah ilmu yang memepelajari perancangan segala sesuatu yang ada di dalam sesuatu bangunan. Desain interior ini bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan atau ruangan beserta elemen-elemen yang ada di dalamnya, baik secara fisik maupun non fisik.8

a. Ruang sholat atau ruang utama

Ruang utama disebut juga “charan” yaitu ruangan utama yang luas tempat para jama’ah menyelenggarakan sholat dan juga mendengarkan

6

Sayed Hasan Nasr,Spiritual Dan Seni Islam(Bandung : Mizan, 1993), 51. 7

Bernard Lewis,The World of Islam(London: Thames and Hudson, 1994), 81. 8

Aisyah Nur Fadhilah, “Desain Interior Dan Eksterior”, dalam


(48)

ceramah ataupun khutbah.9 Ruang utama dalam Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat mempunyai fungsi ganda yaitu antara lain:

1) Kegiatan sehari-hari yang dipakai untuk kegiatan ibadah shalat yang dilakukan oleh para santri maupun para siswa-siswi yang dilakukan secara berjama’ah.

2) Melakukan shalat Jum’at berjama’ah

3) Kegitan Bulan Ramdhan. Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewah bagi umat Islam selama bulan Ramadhan tersebut orang lebih banyak berkunjung ke masjid untuk memperbanyak sholat berjam’ah, sholat terawih, sholat witir, tadarus Alqur’an dan juga pengajian kitab Oleh Abah Yai Abdul Ghofur Mulai pukul 21.00-03.00. dan lain-lain

4) Kegiatan pada hari besar dan juga sholat berjama’ah antara santriwan dan santriwati ketika ada moment-moment sholat tertentu seperti sholat nisfu sya’ban, sholat rabu wekasan dll.10

b. Mihrab

Mihrab adalah tanda arah kiblat.11 Ini merupakan hal yang sangat penting dan diutamakan dalam mengerjakan sholat berjamaah, digunakan sebagai tempat imam memimpin sembahyang/sholat. Dan mihrab juga merupakan syarat untuk dibangunnya masjid. Ciri-ciri yang sama pada bangunan masjid di seluruh dunia adalah terdapatnya mihrab.

9

Oloan Situmorang,Seni Rupa Islam: Pertumbuhan dan Perkembangannya( Bandung: Angkasa, 1993), 24

10

Moh. Hasan,Wawancara,Lamongan, 24 April 2016. 11


(49)

Mihrab yang merupakan bagian dari masjid, sering juga bentuknya seperti lengkungan pintu mati, biasanya terletak di sebelah kiri mimbar. Di Jawa biasanya mihrab disebut dengan pengimaman dan di Sunda disebut Paimaman (tempat imam).12

Pada masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini adalah unik dimana pada umumnya mihrab berbentuk relung yang melengkung yang sudah menjadi budaya pada setiap masjid, akan tetapi pada masjid ini mihrabnya persegi panjang ke atas menjulang hingga ke atap yang setengah ruang digunakan oleh imam dan letak mimbar.

Gambar (1) Tampak Mihrab Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat c. Mimbar

Mimbar terletak di sebelah kanan mihrab. Ada mimbar yang terbuat dari kayu dan ada pula yang terbuat dari batu. Mimbar yang berasal dari kayu kadang-kadang diletakkan di bagian dalam sebelah kanan mihrab,

12


(50)

apabila mihrabnya lebih dari satu diletakkan di dalam mihrab yang kanan. Tempat mihrab dalam bahasa Jawa disebut paimbaran.13

Mimbar di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan mimbar peninggalan para sesupuh dulu yaitu Kanjeng Sunan Drajat dan Mbah Mayang Madu sehingga tidak pernah diganti tetapi cuma diperbarui tanpa meninggalan unsur yang dulu. Mimbar di Masjid Agung Pondok Pesantren sekarang sudah dipindahkan ke Masjid Jelaq milik masyarakat, sebab Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat sudah tidak digunakan Sholat Jum’at dikarenakan jumlah santri Pondok Pesantren Sunan Drajat yang membludak sehingga jika sholat Jum’at di Masjid Agung Pondok Pesantren tidak muat akhirnya bergabung dengan masyarakat di Masjid Jelaq yang mana yang mengarsiteki juga pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Di masjid Jelaq ini juga bekas tanah perjuangan Raden Qosim beserta Mbah Mayang Madu dan Mbah Mbanjar yang mana kemudian ketika beliau meninggal di makamkan di belakang masjid tersebut.14

Gambar (2) Tampak Mimbar Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

13

G.F. Pisper,Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Indonesia 1950-1990(Penerbit UI Press, 1984), 28.

14


(51)

d. Pintu

Pintu Utama Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat berjumlah sembilan. Jumlah sembilan tersebut di bagi menjadi tiga, yaitu tiga pintu berada di sisi utara, tiga pintu berada di sisi timur yang menjadi pintu utama, dan tiga pintu berada di sisi selatan.

Gambar (3) Tampak 3 pintu utama Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat e. Tiang penyangga (soko guru)

Pada bagian utama masjid yakni pada ruang liwan terdapat 8 buah tiang penyangga masjid yang masih dilestarikan hingga sekarang. Pada saat masjid berdiri hingga saat ini tiang penyangga terbuat dari tembok semen. Tiang ini lebarnya adala 90 cm, tebalnya 30 cm dan tingginya 6 meter 3 cm yang mana semua itu berkelipatan 9.15

15


(52)

Gambar (4) Tampak tiang soko guru dalam ruang sholat utama Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

f. Lantai

Pola lantai memang tidak ada ketentuan pasti saat mendesain masjid, namun harus tetap menunjukkan barisan shalat agar lurus dan rapat. Barisan shaf shalat memanjang sejajar dengan mihrab. Pada masjid ini penanda shaf terdapat tanda hitam yang di tempel di atas lantai marmer yang berbentuk persegi panjang yang sudah ditata sedemikian rupa. Sehingga ukurannya sudah sebesar sajadah untuk shalat. Bahan utama dari lantai adalah marmer yang terlihat seperti mengkilat rapi dan bersih. Di ruang utama tepatnya di tengah terdapat cakra yang berwarnah hijau.


(53)

Gambar (5) Tampak Lantai Marmer Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat g. Lampu

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat memiliki dua jenis lampu diantaranya lampu kristal dan lampu penerang biasa yang ikut serta menerangi ruang masjid. Lampu kristal ini seperti lampu gantung sedangkan lampu biasa ini ada banyak yang hampir mengelililingi masjid.


(54)

2. Desain Eksterior Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

Desain eksterior adalah suatu ilmu perancangan karya seni arsitektur sebuah bangunan untuk bagian terluar dari bangunan tersebut.16

a. Kubah

Atap masjid yang berada di Asia Tenggara mempunyai dua macam bentuk atap yaitu:

1) Atap tumpang yang terdapat pada masjid-masjid lama. 2) Atap kubah yang terdapat pada masjid baru.17

Demikian juga dengan bentuk atap yang ada di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, di sini memakai bentuk atap kubah.

Gambar (7) Tampak kubah Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat b. Menara

Dalam sejarah, menara sebagai bagian dari bangunan masjid umurnya relatif muda, sebab menara merupakan bagian yang

16

Aisyah Nur Fadhilah, “Desain Interior Dan Eksterior”,dalam

http://aisyah15098.web.unej.ac.id (19 agustus 2015) 17

Erik Deviono, “Masjid Peneleh Kota Surabaya”, (Skripsi IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab,


(55)

ditambahkan.18 Kemudian Pada prinsipnya menara adalah salah satu pengungkapan yang sedemikian sehingga suara adzan (panggilan sholat) yang diserukan (minimal lima kali sehari) dapat terdengar sampai radius yang relatif jauh. Dahulu untuk melakukan adzan muadzin kemajuan teknologi, dimana kini telah digunakan nalat pengeras suara (Loud Speaker) maka sebetulnya muadzin tidak perlu susah-susah naik turun tangga menara, tapi justru corong pengeras suara yang dipasang di sana. Karena tempat tersebut menghendaki tempat yang tinggi maka menara ini sekaligus dapat dipergunakan sebagai point of interest (aksen) dari kompleks masjid.19

Dalam buku “Masjid dan Makam dunia Islam” disebutkan bahwa perbedaan antara masjid-masjid di negara asing dan masjid tanah Jawa yaitu tidak adanya menara (tempat muadzin mengalunkan adzan), kecuali beberapa masjid yang baru-baru. Biasanya orang yang mengalunkan adzan itu cukup dalam masjid saja, yakni apabila telah cukup rasanya sekaligus orang hadir dekat masjid itu.

Apa yang dinyatakan itu adalah benar, karena kalau diteliti masjid-masjid di Jawa (masjid-masjid tradisional) tidak bermenara, kecuali masjid-masjid kudus yang sejak dahulu sudah mempunyai menara yang coraknya masih berbau kebudayaan Hindu. Disamping itu juga masjid Demak, itupun menaranya dapat dikatakan baru, begitu pula masjid Ampel di Surabaya.20

18

Syafwandi,Menara Masjid Kudus Dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur(Jakarta: Bulan Bintang), 37.

19

Wiryoprawiro,Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, 169-170. 20


(56)

Di samping sebagai tempat untuk adzan, fungsi lain dari pada menara adalah sebagai tempat untuk berdzikir di malam hari terutama pada bulan Romadlon, kegiatan seperti ini tampak dilakukan pada masa keemasan Islam dahulu. Fungsi menara lainnya ditilik dari segi estetika, adalah sebagai penghias dan pelengkap bangunan masjid, memang dapat dimaklumi pada saat bangunan masjid betapapun besar dan indahnya, belumlah dapat dikatakan sempurna jika tidak dilengkapi dengan menara adzan. Jadi menara adzan tentunya memiliki ciri khas tersendiri di dalam arsitektur bangunan Islam.21

Pada masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini juga memiliki menara yang tinggi, megah dan indah, sehingga dari jarak jauhpun kalau ingin mengetahui Pondok Pesantren Sunan Drajat atau masjidnya, yang kelihatan dulu adalah menaranya.

Menara Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini tingginya adalah 17 meter yang di setiap sudut masjid ada.

Gambar (8) Tampak menara Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

21


(57)

c. Ruang Bersuci

Salah satu tempat yang sangat penting adalah ruang wudlu. Sebab kita melaksanakan shalat, setiap muslim diwajibkan untuk bersuci, dan tempat ini harus dibedakan antara laki-laki dan perempuan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu juga sangat diperlukan tempat yang lebih khusus yaitu kamar mandi dan WC yang tujuannya untuk menjaga apabila kita sewaktu-waktu terkena hadast.22

Oleh karena itu masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat membuat duah buah tempat wudhu khusus laki-laki dan perempuan yang terletak di belakang masjid atau sisi barat masjid yang dilengkapi juga kamar mandi beserta wc-nya, yang perempuan sebelah kiri dan yang laki-laki sebelah kanan. Yang dilengkapi banyak pancuran keran dan juga bak air yang terbuat dari tembok yang dikeramik cantik dilengkapi juga beserta gayungnya.

Gambar (9) Tampak ruang bersuci Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

22


(58)

d. Serambi

Serambi adalah ruangan terbuka atau ruangan di luar bangunan inti masjid. Biasanya lantai ruangan ini lebih rendah dari lantai masjidnya. Menurut filsafat orang kuno, ruangan ini mempunyai nilai yang lebih rendah dibanding dengan ruangan masjidnya, sebab ruangan ini dianggap semi sakral dan ruangan masjidnya yang sakral.

Dengan adanya perbedaan ini, maka dalam segi praktis sehari-harinyapun mempunyai perbedaan yang menyolok, misalnya : kalau masjid khusus untuk sholat dan i’tikaf, maka serambi disamping kedua hal tersebut di atas juga dipakai sebagai tempat: pengajian, kenduri, pernikahan dan lain sebagainya.23

Bangunan serambi pada masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat mempunyai empat persegi panjang, yang merupakan ruangan terbuka di tiga sisinya, yaitu sisi timur, utara dan selatan. Pada sisi bagian timur merupakan serambi utama/bagian depan masjid, dan berhadapan dengan monumen pesawat bouraq, sisi utara merupakan serambi kiri masjid dan berhadapan dengan asrama santri yang diberi nama asrama walisongo yaitu santri yang sudah kuliah, dan sisi selatan masjid merupakan serambi kanan masjid yang berhadapan dengan gedung SMPN 2 Paciran, sedangkan sisi barat masjid ini merupakan belakang masjid yang mana luasnya tidak seluas sisi yang lainnya dan sisi ini berhadapan dengan tempat wudlu pria dan wanita.

23


(59)

Gambar (10) Tampak serambi bagian Timur Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

e. Pintu Gerbang atau Pagar

Pagar biasanya sering dijumpai pada masjid, yang tempatnya di luar mengelilingi batasan bangunan masjid. Berfungsi sebagai pemisah antara bagian yang sakral dan non sakral, sebagai pemisah antara daerah (lingkungan) masjid dengan daerah bukan masjid.

Oleh karena itu jika seseorang sudah memasuki pagar masjid hendaklah sudah dalam keadaan suci (lahir batin), terutama dalam tutur kata, perbuatan dan lain sebagainya.24

Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat, yang berlokasi dalam pondok pesantren juga memberikan batasan tersendiri antara lokasi masjid dan lokasi pondok pesantren itu sendiri, yaitu berupa pondasi tempok yang tinginya kurang lebih 3 meter, yang atasnya di tanami dengan pohon palem yang berarti pengalem nggono yaitu legowo, tidak gampang marah. Pagar tersebut dibuat sehingga kesan terbuka sangat diprioritaskan walaupun secara riil mempunyai batas yang jelas, tetapi secara pandangan tidak 24


(60)

mempunyai batasan yang jelas, sehingga keberadaan masjid tersebut sangat menyatu dengan lingkungan pondok pesantren.

Keberadaan pagar itu sendiri tidak hanya semata-mata sebagai pembatas, melainkan juga sebagai aksen yang mempunyai nilai estetika tersendiri. Untuk menuju tiap-tiap sisi masjid terdapat trap-trap atau anak tangga yang berfungsi sebagai pengarah, juga secara kultural memberikan nilai sakral pada masjid. Trap- trap tersebut dibuat dengan maksud untuk memberikan batasan antara bangunan utama masjid dengan halaman masjid.25

Gambar (11) Tampak Pintu Gerbang Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat f. Bedug

Hampir semua masjid lama di Indonesia mempunyai bedug/tabuh kentongan.26 Di Jawa Tengah kecualai masjid Menara Kudus, biasanya kedua benda tersebut terletak di serambi, sedangkan di Jawa Timur terletak di gapura/pintu gerbang.

25

Hasbullah Arif,Wawancara,Lamongan, 15 Mei 2016 26


(61)

Fungsi dari kedua benda itu adalah untuk tanda, bahwa waktu sholat sudah tiba dan untuk memanggil para jamaah untuk mengerjakan sholat, karena waktu itu belum ada pengeras suara, tetapi sampai saat ini pada masjid Non Tradisional (modern) dan sudah ada pengerasnyapun masih juga memakai benda tersebut di atas, misalnya: Masjid Istiqlal Jakarta.27

Pada masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat ini juga ada bedug yang ditempatkan di ujung serambi sebelah utara. Namun disini fungsi bedug bukan digunakan lazimnya bedug zaman dahulu sebagai panggilan sholat sebab sekarang sudah ada pengeras suara jadi di sini hanya sebagia aksen.28

Gambar (12) Tampak Bentuk Bedug Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat

27

Ibid, 24-25. 28


(1)

Hindu (meru atau candi), sehingga tidak selau ada dengan fungsional sebagai penanda masjid belaka.

Bentuk arsitektur khas corak Jawa yang lainnya adalah terdapat hiasan bunga teratai, bunga teratai pada zaman Hindu digunakan sebagai asana-asana

patung perwujudan atau patung dewa, baik dari batu maupun perunggu. Pada zaman Majapahit bunga teratai yang keluar dari jambangan digunakan sebasari bunga teratai yang yang keluar daribonggoldigunakan sebagai lambangnya.

Bedug merupaka salah satu ciri khas yang ada pada masjid Jawa, banyak alat-alat tradisional yang turut menghiasi elemen-elemen masjid. Pada zaman dahulu ketika belum ada menara bedug berfungsi sebagai pertanda waktu shalat

b. Unsur Timur Tengah

Bentuk pengaruh budaya arsitektur Timur Tengah lainnya yaitu bentuk lekung pintu yang terdapat pada pintu-pintu. Bentuk lekung setengah lingkaran ini telah lama digunakan sebagai ciri khas dalam unsur arsitektur masjidyang terdapat di semua negara- negara Islam. Sehingga di setiap daerah memiliki lengkung yang bervariasi dan mengikuti aliran madhab sesuai perkembangan daerahnya. Lekung-lekung tersebut dapat bercorak Arab, Moor, Turki, Pesia, India dan lainnya.

Bentuk lekung setengah lingkaran juga terdapa pada Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat. Corak lekung yang digunakan pada serambi ini adalah beraliran corak lekung tunggal, karena memang tiap lekungan bentuknya terpisah dan tidak berbentuk gandeng dua. Corak lekung tunggal


(2)

juga terdapat pada bangunan masjid yang beraliran Arab, Turki, Persia dan Indonesia.

Di bagian dalam Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat juga terdapat kaligrafi. Khat Kaligrafi tersebut adalah mengikuti aliran/gaya KaligrafiTsuluts yang juga bisa digunakan pada bangunan bagian ruang dalam

masjid tepatnya dibawah Kubah yang mengitari gantunag lampu. c. Unsur Barat

Pengaruh budaya barat terlihat pada jam merupaka artefak dari Eropa, jam sangat berperan penting dalam kehidupan sehari hari manusia, hingga saat ini masih di manfaatkan oleh manusia, hingga saat ini masih dimanfaatkan oleh manusia sebagai penunjuk waktu dalam melakukan aktifitas.

Di dalam Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat terdapat lampu gandul yang berbetuk persegi panjang. Memiliki lingkaran angka dan jarum sebagai penunjuk waktu.

Selain itu pengaruh budaya barat yitu lampu hias. Lampu hias merupakan pengaruh Barat yang sudah ada sejak abad ke 18 pada perajin elite di Istanbul. Mereka menghasilkan desain-desain dekoratif sebagai penghias ruangan dalam sebuah bangunan. Para perajin membuat cermin, kendil, lampu hias dan lain sebagainya.

Lampu hias merupakam aksesoris yang terpenting dalam menghiasi masjid dan bangunan-bangunan lainnya. Selain berfungsi sebagai penerangan, lampu juga hingga saat ini mengalami banyak perkembangan dengan


(3)

banyaknya inovasi yang semakin memperindah dekorasi ruang. Maka dari itu diberi hiasan lampu untuk menciptakan suasana dalam ruangan yang indah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ayub, Moh. E.Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani, 2005.

Bakker, J.W.M. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kansius, 1984.

Baqir Zein, Abdul. Masjid- masjid Bersejarah di Indonesia.Jakarta: Gema Insani, 1999.

Departemen Agama Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Pedoman Pembinaan

Masjid. Jakarta: 1981.

Deviono, Erik. Masjid Peneleh Surabaya (study tentah sejarah dan Arsitektur). Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2007.

Ensiklpoedi Nasional Indonesia jilid 2. Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988.

Gazalba, Sidi. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:Pustaka Al-Husnah, 1989.

Hasan Nasr, Sayed.Spiritual Dan Seni Islam.Bandung : Mizan, 1993. Haviland, William A. Antropologi.Jakarta: Erlangga, 1985.

Israr, C. Sejarah Kesenian Islam Jilid 2. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Khoiroh, Umdlotul. Masjid Agung PP. Sunan Drajat Pusat Pemancar Do’a.

MenaraEdisi 4 Juli-Desember, 2010.

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologis I . Yogyakarta: PT. Rineka Cipta, 1996.

.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

.Sejarah Teori Antropologi. Jakarta:UI Press, 1987.

Lewis, Bernard. The World of Islam. London: Thames and Hudson, 1994.

Nasution, A.H. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia jilid 1 Proklamasi. Bandung: Angkasa, 1997.

Pisper, G.F. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Indonesia 1950-1990. Penerbit UI Press, 1984.

Robi Maulana, Muhammad.Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi.Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, 2002.


(5)

Rochim, Abdul. Masjid dalam karya Arsitektur Nasional Indonesia. Bandung: Angkasa, 1983.

Rochim, Abdul. Sejarah Arsitekturislam Sebuah Tinjauan. Bandung: Angkasa, 1983.

Roqib, Moh. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2005.

Runti Wulandarai, Ita. Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Laongan Jawa

Timur: Pesantren Wirausaha. Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel

Fakultas Adab, 2011.

Sadi Hutomo, Suripan. Sejarah Sunan Drajat: Dalam Jaringan Masuknya Islam

Di Nusantara. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1998.

Shihab, M. Quraisy.Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan,1996.

Situmorang, Oloan.Seni Rupa Islam Pertumbuhan Dan Perkembangan.Bandung: Angkasa, 1993.

Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kansius, 1981.

Sri Wijayanti, Dewi. Masjid Agung Darussalam Bojonegoro Tahun 1985- 2015 M.Surabaya: Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, 2015.

Sulistyowati, Indah. Arsitektur Masjid Agung Lamongan( Studi Tentang

Akulturasi Budaya Dalam Arsitektur Masjid). Surabaya: Skripsi, UIN

Sunan Ampel Fakultas Adab, 2015.

Sumalyo, Yulianto. Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press, 2000.

Sumintardjo, Dajauhari. Kompedium Sejarah Arsitektur. Bandung: Penerbit Yayasan Lembaga Penyelidik Masalah Bangunan, 1978.

Syafwandi. Menara Masjid Kudus Dalam Tinjauan Sejarah Dan Arsitektur. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985.

Syahidin.Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid. Bandung: Alfabeta, 2003.

Taqdir Qodratillah, Meity. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011.

Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa.Jakarta: Menara Kudus, 2000.


(6)

Teuku Amirudin, Supardi. Manajemen Masjid Dalam Pembangunan

Masyarakat:Optimalisasi Peran dan Fungsi Masjid. Yogyakarta: UII

Press Yogyakarta, 2001.

Wiryoprawiro, Zein Muhammad. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa

Timur. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1986.

Yusuf Elba, Mundzirin. Masjid Tradisional di Jawa. Yogyakarta:Nur Cahaya, 1983.

Eni Fitrotin,Wawancara, Lamongan, 2 1 Mei 2016 Hasbullah Arif,Wawancara, Lamongan 15 Mei 2016. Iwan Zunaih,Wawancara, Lamongan, 21 Mei 2016.

Imroatul Muslihatus Susyanti,Wawancara, Lamongan , 7 Mei 2016. Mun’im,Wawancara,Lamongan, 9 Mei 2016

Moh. Hasan,Wawancara,Lamongan, 24 April 2016. Nur Khozin,Wawancara,Lamongan, 10 Maret 2016. Syahrul munir,Wawancara,Lamongan, 21 Mei 2016 Nur Fadhilah, Aisyah.Desain Interior Dan Eksterior. dalam

http://aisyah15098.web.unej.ac.id. 19 agustus 2015.

Sunaryo, Aryo. Ornamen Nusantara (Kajian Khusus tentang Ornamen

Indonesia). Dalam http: www. Dipertais.net/ artikel/aryo01. Asp. 24

september 2014

Parta, Seriyoga.Mengenal Ornamen. Dalam http: //www. Ornament/seriyoga. 18 Juni 2009.

Alimah. Rahasia di Balik Asmaul Husnah. Dalam http://alimahs.wordpress.com/maping-kelas-9-semester-1/. 21 Januari 2010.