KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT LAMONGAN.

(1)

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI PUTRA

PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT LAMONGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

ACHMAD WAFA’UDDIN

NIM. B06212001

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii

ABSTRAK

Achmad Wafa’ Uddin, B06212001, 2016. Konsep Diri dalam Komunikasi Antar Pribadi Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Konsep Diri, Komunikasi Antar Pribadi, Santri.

Komunikasi antar pribadi yang dilakukan secara tidak langsung menampilkan konsep diri baik berupa perilaku maupun cara berkomunikasi. Hidup bersosial di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan menjadikan santrinya berkomunikasi dengan konsep diri yang sesuai dengan nilai kepesantrenan pula.

Rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi (2) Apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam komunikasi antar pribadi.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan dianalisis menggunakan teori Self-Disclosure yang diaplikasikan dengan Model Johari Window.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa (1) Konsep diri santri dalam komunikasi antar pribadi meliputi: konsep diri muslim ideal, konsep diri ngalap barokah, dan konsep diri toleransi (2) komunikasi santun dilakukan santri ketika berkomunikasi dengan siapapun lingkungannya (3) komunikasi secara langsung dianggap sebagai komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan atau informasi (4) keterbukaan santri santri tidak hanya dengan lingkup pondok pesantren saja, tetapi juga dengan lingkungan luar pondok pesantren (5) hambatan yang paling sering muncul dalam komunikasi santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan adalah salah paham serta pemahaman dan pemakaian bahasa Jawa sebagai bahasa harian santri bagi santri yang berasal dari luar Jawa.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam kajian keilmuan komunikasi khususnya dalam pembahasan tentang konsep diri dalam komunikasi antar pribadi. Kompleksitas komunikasi yang dijalani oleh santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan menjadikan perlunya keterbukaan antara santri dengan lingkungan sekitarnya.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN PENGUJI... iv

MOTTODAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

ABSTRAK... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR BAGAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Kajian Hasil Terdahulu....…………... 5

F. Definisi Konsep... 7

G. Metode Penelitian………...………... 10

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 10

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian………. 11

3. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data...…………... 12

4. Tahap-Tahap Penelitian...………..…… 17

5. Teknik Analisis Data………. 19

6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data………... 20

H. Sistematika Penelitian...………...………... 21

BAB II KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI A. Konsep Diri... 22

1. Pengertian Konsep Diri... 22

2. Bentuk-bentuk Konsep Diri... 23

3. Komponen Konsep Diri... 25

4. Dimensi Konsep Diri... 26

B. Komunikasi Antar Pribadi... 28

1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi... 28

2. Bentuk-bentuk Komunikasi Antar Pribadi... 30


(8)

x

C. Santri... 38

D. Konsep diri dalam Komunikasi Antar Pribadi Santri... 40

E. Teori Konsep diri...………. 43

1. Teori Self Disclosure..………... 43

2. Johari Window... 46

BAB III GAMBARAN DATA PENELITIAN KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT A. Deskripsi Subyek dan Lokasi Penelitian………. 50

1. Subyek Penelitian………...……….. 50

2. Lokasi penelitian... 54

a. Sejarah Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan... 54

b. Keadaan Santri... 56

c. Letak Geografis... 57

d. Kegiatan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan... 57

e. Struktur Organisasi... 58

f. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Drajat Sunan Drajat Lamongan... 58

g. Unit Usaha Pondok Pesantren Sunan Drajat Sunan Drajat Lamongan... 59

B. Deskriptif Penelitian……… 60

1. Konsep Diri Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan... 60

2. Bentuk Konsep Diri Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan... 71

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT A. Temuan Hasil Penelitian... 84

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori………...… 98

BAB V PENUTUP A. Simpulan………... 105

B. Rekomendasi……….... 108

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkomunikasi merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan pasti membutuhkan orang lain. Sejak lahir manusia selalu berkomunikasi dengan orang lain, hal itu membuktikan bahwa manusia membutuhkan orang lain. Aktivitas kita sehari-hari selalu mengandung komunikasi, dimana komunikasi adalah suatu interaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dan membangun hubungan antara sesama dan menguatkan tingkah laku dan sikap melalui pertukaran informasi untuk merubah sikap atau perilaku orang lain.1 Dengan kata lain pesan yang dikirim seseorang kepada orang berguna untuk menyampaikan suatu informasi maupun sebagai merubah pola pikir atau perilaku penerima pesan, baik itu pesan secara verbal maupun non-verbal. Dengan berkomunikasi manusia bisa menyampaikan maksud dan tujuannya sesuai apa yang ada dalam konsep dirinya. Dengan adanya konsep diri dan penilaian dari masyarakat tersebut menjadikan seseorag bisa tahu mengenai penilaian dirinya.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian terhadap diri sendiri, dan inilah yang disebut konsep diri.2 Lingkungan dimana individu tumbuh mempengaruhi bagaimana individu tersebut

1 Lukita Komala, Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses, dan Konteks, (Padjajaran: Widya,

2009) hlm. 73

2 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),


(10)

2

akan berkomunikasi dan aktualisasi dirinya sesuai dengan konsep dirinya. Dimana fungsi sosial manusia terlahir adalah penyelarasan fungsi-fungsi sosial dengan adanya jalinan komunikasi yang terjalin sebagai tindakan awalnya baik komunikasi yang dilakukan secara verbal, non-verbal maupun simbolis.3

Dalam komunikasi dengan orang lain ternyata kita tidak hanya menaggapi orang lain tetapi juga mempersepsikan diri kita sendiri, dalam hal ini maka kita menjadi subyek dan obyek komunikasi sekaligus. Dengan mengamati diri sendiri maka kita akan mendapat gambaran mengenai diri kita sendiri dan bisa lebih jauh mengerti tentang jati diri kita secara mendalam. mengetahui gambaran diri sendiri juga menjadikan kita bisa lebih bisa memahami keadaan diri ketika berkomunikasi dengan lainnya. Dengan mengetahui konsep diri, kita bisa menempatkan sikap kita sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi dimana pun kita berada.

Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan salah satu Pondok Pesantren yang besar peninggalan Wali Songo yang berada di daerah Pesisir Pantai Utara. Pondok Pesantren Sunan Drajat menjadi banyak pilihan para santrinya karena didalam Pondok Pesantren Sunan Drajat tidak hanya mengkaji tentang keilmuan agama saja, tapi juga kajian keilmuan umum di buktikan dengan adanya lembaga pendidikan formal mulai dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Pondok Pesantren Sunan Drajat setidaknya sekarang mempunyai santri sebanyak 8936, terdiri dari Santri Tidak Mukim sebanyak 2.859, Santri Mukim Putra sebanyak 2.856, Santri Mukim Putri sebanyak 2.798 Santri Mukim Duafa’ sebanyak 423.4 Pendidikan dalam pondok yang ditunjang beberapa fasilitas

3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2006), hlm. 26 4 Buku Profil Pondok Pesantren Sunan Drajat. 2014


(11)

3

pondok yang lengkap menjadikan santrinya bisa mengembangkan ilmu dan kemampuan dalam dirinya agar bisa bersaing dan dapat diperhitungkan.

Dalam realita yang ada, komunikasi yang terjalin dalam lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dipengaruhi oleh nilai dan norma pesantren yang dibuat sebuah kesepakatan maupun peraturan yang ditaati oleh para santri. Tak jauh beda dengan lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah, lingkungan pondok pesantren juga terjalin adanya suatu komunikasi antar pribadi baik antara santri dengan santri lainnya, santri dengan pengurus maupun santri dengan lingkungan sekitar. Dengan adanya komunikasi antar pribadi tersebut, konsep diri dalam berkomunikasi di pondok pesantren memberikan gambaran bagaimana kepribadian santri ketika berkomunikasi baik secara verbal maupun non-verbal. Dan hal tersebutlah yang nantinya menjadi penilaian terhadap individu santri tersebut baik dalam lingkup pondok pesantren maupun penilaian mansyarakat sekitar pondok pesantren terhadap konsep diri santri tersebut.

Banyaknya santri Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berprestasi dalam hal akademik seperti menjadi juara baca kitab se-jawa timur, lomba pramuka tingkat kabupaten sampai nasional serta prestasi lainnya. Prestasi yang diperoleh santri itu tidak lepas dari peran pengasuh yang memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada para santri untuk menjadikan santrinya lebih baik dan bisa bermanfaat bagi sesama serta adanya kegiatan pondok pesantren yang dibuat oleh pengurus pondok pesantren yang bisa menjadikan terbentuknya konsep diri baru dalam diri santri.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik menarik meneliti tentang konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam komunikasi antar


(12)

4

pribadi serta apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam komunikasi antar pribadi. Pondok Pesantren Sunan Drajat dipilih sebagai lokasi penelitian karena di Pondok Pesantren Sunan Drajat Merupakan salah satu pondok tertua peninggalan Wali Songo yang mengalami banyak perkembangan mulai dari pembangunan infrastuktur sampai metode pembelajarannya. Dalam penelitian ini lokasi penelitian berfokus pada kawasan asrama santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dimana kawasan asrama santri putra berisikan santri yang datang dari berbagai daerah, provinsi bahkan berbeda negara. Dengan perbedaan latar belakang etnis dan suku tersebutlah menjadikan adanya perbedaan konsep diri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi?

2. Apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Darajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami dan mendeskripsikan konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi.


(13)

5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah wawasan pengetahuan ilmu komunikasi, khususnya dalam hal penelitian kualitatif tentang konsep diri dalam komunikasi antar pribadi santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan.

2. Manfaat Praktis a.Untuk Diri Sendiri

Untuk memberikan pengetahuan mengenai kajian komunikasi antar pribadi terutama yang berkenaan dengan konsep diri dalam komunikasi antar pribadi.

b.Untuk Masyarakat dan Lembaga Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan serta memberikan kontribusi bagaimana konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi, serta apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi.

E. Kajian Hasil Terdahulu

Sebagai rujukan dari hasil penelitian yang terkait dengan tema yang diteliti, peneliti berupaya mencari referensi hasil penelitian terdahulu untuk membantu dalam proses pengkajian penelitian ini. Peneliti menemukan hasil penelitian terdahulu dengan judul “Konsep Diri Santri Waria (Studi pada Mariyani di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah senin-kamis, Natuyodan, Yogyakarta)”


(14)

6

Nama Peneliti : Fauzan Anwar Sandiah Jenis Karya : Skripsi

Metode Penelitian : Kualitatif

Pada penelitian terdahulu yang berjudul “Konsep Diri Santri Waria (Studi pada Mariyani di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah senin-kamis, Natuyodan, Yogyakarta)” lebih menekankan pembahsan tentang bagaimana bentuk konsep diri santri waria dalam hal ini mariyani dalam kehidupan sehari-hari dan menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian yang didapatkan dalah bahwa konsep diri mulai terbentuk dari kecil. Konsep diri yang terbentuk secara baik dapat mempengaruhi perkembangan sifat maupun perilaku seseorang, karena konsep diri tersebutlah juga menentukan bagaimana perkembangannya. Hasil penelitian ditemukan ada 3 bentuk konsep diri santri waria diklasifikasikan dalam hal psikis, sosial dan fisik. Konsep diri dalam aspek psikis yaitu berupa konsep diri tauhid-sufistik, konsep diri Transgender Motherhood (keibuan waria), konsep diri realisme dan konsep diri menghindari konflik. Dalam aspek sosial konsep diri yang tampil berupa konsep diri pelaku sosial dan konsep diri toleransi keyakinan beragama, sedangkan dalam aspek fisik berupa konsep diri muslim ideal.

Persamaan dalam penilitian terdahulu adalah sama-sama menganalisis tentang apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri, dimana konsep diri itulah yang nanti menjadi pokok pembahasan dan akan diteliti secara mendalam dan dideskriptifkan secara mendetail dalam penelitian ini. Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada kajian konsep diri santri putra Pondok Pesantren


(15)

7

Sunan Drajat dan apa saja bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi.

F. Definisi Konsep 1. Konsep Diri

Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Pandangan terhadap diri sendiri boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis.5 Marsh juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima. konsep diri terdiri diri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek fisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selalu berubah, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri adalah sebuah pandangan ataupun persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran dari hasil pemikiran seseorang yang bisa dinilai oleh orang lain ketika berkomunikasi. Dengan adanya konsep diri inilah seseorang bisa memperoleh penilaian dari lingkungannya.

2. Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini


(16)

8

dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Sehingga komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Menurut Barlund, komunukasi antar pribadi diartikan sebagai pertemuan antara dua, tiga atau memungkinkan empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur.6 Bisa dikatakan komunikasi antar pribadi adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

bisa diartikan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. maka komunikasi antar pribadi sesungguhnya baru akan tercipta kalau terdapat kesadaran dari dua pihak untuk mengamati keadaan masing-masing pihak dan memberikan respon atas keadaan tersebut sebagaimana sifat komunikasi, maka hubungan yang terjadi ditandai dengan adanya sikap saling memperhatikan, saling memahami, penuh pengertian dan keakraban.

3. Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat

Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu tempat yang dinamakan Pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Ada

6 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarata: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004),


(17)

9

pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi, seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di Pondok Pesantren, sebagai konsekuensinya ketua Pondok Pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.7 Ada yang menyebut, santri diambil dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india “shastri” yang berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci.8

Jadi santri dapat diartikan seseorang yang sedang menimba ilmu dan menepat di sebuah Pondok Pesantren sebagai tempat memperoleh ilmu agar menjadikan dirinya menjadi pribadi yang baik dan bisa menolong sesama dalam hal kebaikan. Dengan adanya pendidikan baik formal maupun non formal yang dijalani dalam pondok pesantren menjadikan santri lebih mandiri dan siap mental ketika nantinya sudah keluar dari pondok pesantren.

Pondok Pesantren Sunan Drajat didirikan pada tanggal 7 September 1977 di desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan oleh Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur. Menilik dari namanya pondok pesantren ini memang mempunyai ikatan historis, psikologis, dan filosofis yang sangat lekat dengan nama Kanjeng Sunan Drajat, bahkan secara geografis bangunan pondok tepat berada di atas reruntuhan pondok pesantren peninggalan Sunan Drajat yang sempat menghilang dari percaturan dunia Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun.9

7 https://id.wikipedia.org/wiki/Santri, diakses pada 28 Agustus 2015

8 Sindu Glaba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995),

Hlm. 2


(18)

10

Sepeninggalan Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok Pesantren Sunan Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Keadaan itu pun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo dalam mengagungkan syiar agama Allah di muka bumi. Sebagai institusi resmi dan legal, Pondok Pesantren Sunan Drajat tentu memiliki persamaan dan perbedaan dengan cikal bakal berdirinya pondok pesantren itu sendiri. Di sisi lain di dalam Pondok Pesantren Sunan Drajat terdapat pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal, non formal dan in formal. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua pondok pesantren memiliki pendidikan yang mengajarkan tentang pengetahuan dan keahlian/skill secara intensif terhadap santrinya.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai konsep diri santri saat melakukan komunikasi antar pribadi dalam lingkungannya secara mendalam dan komprehensif. Jadi penelitian deskriptif


(19)

11

bukan saja menjabarkan (analisis), tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi.10 Dengan pendekatan deskriptif ini peneliti mencoba menjelaskan konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi serta bentuk-bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan secara mendalam dan mendetail sesuai dengan hasil data yang diperoleh dari lapangan selama penelitian.

Ditinjau dari jenis datanya jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang tertarik secara alamiah.11

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subjek penelitian kali ini adalah santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Dengan kriteria subyeknya adalah santri putra yang menetap di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan yang merupakan siswa yang sedang menempuh pendidikan formal di tingkat Sekolah

10 Jalaluddin Rakhmat, metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1999), hlm. 26

11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja


(20)

12

Menengah Atas sederajat maupun pendidikan non-formal di lembaga-lembaga pendidikan agama dalam lingkup Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Santri putra tingkat sekolah menengah atas dipilih sebagai obyek penelitian karena memungkinkan pengetahuan dan pengalamannya lebih banyak dan luas jika dibandingkan dengan santri tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.

b. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah konsep diri santri dalam komunikasi antar pribadi dengan Teori Self-Disclosure untuk mengetahui konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam hal ini mengungkap siapa diri santri tersebut, seperti apa santri tersebut dan bagaimana penilaian terhadap diri santri tersebut. Juga untuk mengetahui bentuk konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dalam komunikasi antar pribadi.

c. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di kawasan Asrama Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan yang berada di Jl. Raden Qosim Kompleks Pondok Pesantren Sunan Drajat, Desa Banjarwati, kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

3. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

1) Jenis Data Primer

Data primer ini bisa dikatakan sebagai data pokok dalam penelitian. Data primer merupakan suatu data yang diperoleh saat


(21)

13

melakukan penelitian langsung di lapangan. Dalam hal ini, penelit iterjun langsung ke lokasi penelitian untuk memperoleh data tentang konsep diri santri saat melakukan komunikasi antar pribadi di kawasan asrama santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat, serta apa saja bentuk-bentuk konsep diri yang diri santri dalam berkomunikasi antar pribadi.

2) Jenis Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer yang diperoleh melalui usaha peneliti sendiri misalnya dokumentasi kegiatan, foto, dan lain sebagainya.

Ada juga catatan lapangan (field note) merupakan catatan hasil observasi atau wawancara dengan cara menyaksikan langsung kejadian yang berkaitan dengan penelitian, yang diperoleh dari pengamatan berpartisipasi. Dalam hal ini, peneliti ikut masuk dan berada pada kawasan asrama santri putra Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dan mengikuti segala macam kegiatan asrama maupun kegiatan pondok pesantren putra yang dijalani oleh santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan.

b. Sumber Data

1) Sumber Data Primer

Penentuan sumber data primer menggunakan metode purposive sampling, yakni dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih. Sampling yang purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian. Peneliti akan


(22)

14

berusaha agar dalam sampel itu terdapat wakil-wakil dari segala lapisan. Kunci dasar penguasaan informasi dari informan secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci dalam proses soaial selalu menguasai informasi tersebut.12

Peneliti juga menggunakan teknik snow ball sampling. Hal ini dimungkinkan karena kemungkinan peneliti akan menemukan informan tambahan selama penelitian. Snow ball sampling adalah dari jumlah subyek yang sedikit, semakin lama berkembang menjadi banyak. Dengan teknik ini, jumlah informan yang akan menjadi subyeknya akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan terpenuhinya informasi.13 Teknik ini digunakan tatkala periset kesulitan mencari narasumber yang kompeten dan bersedia diwawancarai. Salah satunya adalah menemukan orang berbeda terlebih dahulu untuk memberikan rekomendasi yang kompeten dalam memberi sumber.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang sudah ada yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat. Data sekunder merupakan sumber data lapangan tambahan yang berfungsi sebagai pendukung data primer. Data primer berupa hasil wawancara dengan pengelola serta beberapa informan. Sedangkan pendukungnya, sumber data sekunder berupa dokumentasi foto kegiatan atau selama proses penelitian berlangsung.

12 Burhan Bungun, Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: Prenada media Group, 2007), hlm. 108 13 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta : Erlangga, 2009) hlm. 97


(23)

15

c. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif.14 Informan pada penelitian kali ini diambil dari sumber data primer, yaitu Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan kriteria peneliti.

Wawancara ini bersifat informal, yakni luwes dan fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kondisi informan sehingga pertanyaan menjadi relevan, karena selain dibangun atas dasar pengamatan, pertanyaan juga disesuaikan dengan keadaan orang yang diwawancarai. Disini dibutuhkan kecakapan seorang peneliti untuk berkomunikasi dengan baik. Metode ini memungkinkan periset untuk mendapatakna alasan detail dari jawaban responden yang antara lain mencakup opininya, motivasinya, nilai-nilai maupun pengalaman-pengalamannya.15 Dengan adanya wawancara mendalam terhadap informan yang memenuhi kriteria dan berkompeten dalam memberikan sumber data secara detail, memudahkan peneliti dalam mengolah data lapangan agar bisa dianalisis secara mendalam.

2) Pengamatan

Kegiatan pengamatana dilakukan selama berada Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat. Pengamatan dilakukan dengan meneliti

14 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Predana Media Group,

2006) hlm. 100


(24)

16

langsung kegiatan yang berada di Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat. Metode ini lebih memungkinkan periset mengamati kehidupan individu atau kelompok dalam situasi riil, dimana terdapat setting yang riil tanpa dikontrol atau diatur secara sestematis seperti riset eksperimental.

Dengan adanya pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian menjadikan peneliti lebih paham tentang subjek dan objek penelitiannya. Pengamatan dalam penelitian dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata santri dan bagaimana konsep diri santri secara langsung selama penelitian. Dengan adanya pengamatan ini nantinya data yang diperoleh bisa memberikan kemudahan peneliti dalam proses analisis data dan penarikan kesimpulan.

3) Observasi Partisipatif

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan terjun langsung ke lapangan. Data yang diobservasi dapat berupa gambaran tentang sikap, kelakuan, perilaku, tindakan dan keseluruhan aktifitas santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamogan. Proses observasi dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang hendak diteliti, dilanjutkan dengan membuat pemetaan sehingga diperoleh gambaran umum tentang sasaran penelitian.

Dalam Observasi parsitipatif ini peneliti berusaha lebih dekat dan menjalani rutinitas dengan santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan untuk mengetahui secara langsung bagaimana aktivitas harian yang nantinya bisa dijadikan sebagai data pendukung dalam


(25)

17

penilitian. Dengan terjun langsung ke lapangan penelitian ini peneliti bisa mencari dan mengumpulkan data yang sesuai dengan desain penelitian.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian ini. Ada-pun tahap penelitian secara umum terdiri dari empat tahap, yaitu:16

a. Tahap Pra-Lapangan

1) Memilih lapangan penelitian dan mempertimbangkan hal-hal yang mungkin menyulitkan peneliti dalam melakukan penelitian di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamomgan misalnya, keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga.

2) Mengurus perizinan dibagian Prodi Ilmu Komunikasi dan diajukan kepada Ketua Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat dan Ketua Asrama Santri Putra serta jajaran pengurus.

3) Memilih dan memanfaatkan informan-informan untuk membantu mempermudah memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan dari beberapa informan yang memiliki kredibilitas dalam pemenuhan data dan yang sesuai dengan kriteria peneliti.

4) Menyiapkan perlengkapan penelitian yang bersifat teknis maupun non teknis peneliti siapkan secara sempurna.


(26)

18

b.Tahap Pengerjaan Lapangan

1) Memahami latar penelitian agar peneliti lebih mengetahui seluk beluk Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat yang menjadi tempat penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara, mengikuti mengamati dan menganalisis kegiatan di Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat terutama mengenai konsep diri santri.

2) Masuk lapangan dengan cara mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat, sehingga dengan hal itu peneliti dapat mengetahui bagaimana konsep diri santri saat melakukan komunikasi antar pribadi dengan lingkungannya.

3) Berperan serta sambil mengumpulkan data dengan cara mendekati narasumber pada saat berlangsungnya kegiatan serta melakukan wawancara dengan berbagai informan yang masuk dalam kriteria sebagai informan. Pengumpulan data juga dilakukan melalui kegiatan dokumentasi.

c. Tahap Analisis Data

Analisis data kualitatif dalam buku metode penelitian kualitatif, Lexy J. Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.17


(27)

19

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan semua data-data berupa hasil wawancara, pengamatan lapangan, serta dokumen-dokumen yang mendukung yang kemudian disusun, dikaji, serta ditarik kesimpulan dan dianalisa dengan analisis induktif.

d. Tahap Penulisan Laporan

Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian sehingga peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil laporan. Hal ini dilakukan peneliti setelah mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat Lamongan, dan menganalisnya.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif selalu bersifat induktif, alur kegiatan analisis terjadi secara bersamaan dengan cara sebagai berikut:18

a. Reduksi Data

Dengan melakukan pemilihan dan menganalisa data-data yang didapat. Proses ini akan dilakukan selama penelitian karena pemilihan data ini peneliti memilah-milah data apa saja yang diperlukan selama penelitian. Dalam tahap ini juga melakukan pemilihan dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.

b. Penyajian Data

Dari sebagian data yang telah didapat akan langsung diolah sebagai setengah jadi yang nantinya akan dimatangkan melalui data-data selanjutnya. Disini peneliti melakukan pengembangan sebuah deskripsi


(28)

20

informasi tersususn untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan adalah dalam bentuk teks naratif.

c. Verivikasi dan Penarikan Kesimpulan

Merupakan suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh, membuat rumusan proposisi yang terkait dan mengangkatnya sebagai temuan penelitian. Dari sini peneliti akan mulai mencari arti dari setiap data yang terkumpul, menyimpulkan serta memverikasi data tersebut.

6. Teknik pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu19 :

a. Perpanjangan keikutsertaan

Dalam perpanjangan keikutsertaan, peneliti melakukannya dengan cara mengamati dan menganalisis kegiatan di Pondok Pesantren Putra Sunan Drajat dengan mendatangi lokasi langsung.

b. Pemeriksaan Melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan mengekpos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Cara yang dilakukan adalah mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya serta memiliki pengetahuan umum yang sama tentang konsep diri santri dalam komunikasi antar pribadi sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.


(29)

21

H. Sistematika Penelitian

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan penelitian ini, maka penulis merinci dalam sistematika penulisan sebagai berikut.

BAB I: PENDAHULUAN. Berisi pendahuluan yang dipaparkan mengenai konteks penelitian, fokus dalam penelitian, tujuan dari penelitian, dan juga manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi konsep, kerangka konseptual penelitian, metode penelitian, dijelaskan uraian singkat mengenai sistematika pembahasan penulisan proposal penelitian.

BAB II: KAJIAN TEORI. Pada bab ini mendeskripsikan kajian pustaka, kajian pustaka berisi uraian tentang landasan teori yang bersumber dari kepustakaan. Pada bab ini terdiri dari kajian pustaka yang berkaitan dengan konsep diri dan apa saja bentuk-bentuk konsep diri dalam komunikasi antar pribadi santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan melalui pendekatan deskriptif kualitatif.

BAB: III PENYAJIAN DATA. Bab ini mendeskripsikan secara umum mengenai objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian yang menyajikan data penelitian sesuai dengan fokus penelitian.

BAB VI: ANALISIS DATA. Berisi tentang analisis atau pembahasan data yang menghasilkan temua penelitian serta konfirmasi temuan dengan teori.

BAB V: PENUTUP. Merupakan bagian terkahir dalam penulisan penelitian. Berisi tentang kesimpulan, saran-saran berkenaan dengan penelitian.


(30)

22

BAB II

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah konsep memiliki arti gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu. Istilah diri berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian terhadap dirinya sendiri.20 Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Pandangan terhadap diri sendiri boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis.21

Sedangkan menurut Burns, konsep diri merupakan gambara yang bersifat individu dan sangat pribadi, dinamis dan evaluatif, yang masing-masing orang mengembangkannya, atau bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran campuran dari apa yag kita pikirkan, pendapat orang mengenai kita, dan seperti apa diri kita yang kita pikirkan. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Jika konsep diri seseorang negatif, maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika konsep diri seseorang positif, maka positiflah perilaku seseorang tersebut. Dengan adanya konsep diri yang baik yang dimunculkan

20 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008, hlm. 114

21 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikas ... hlm. 99-100


(31)

23

oleh seseorang dalam berkomunikasi antar pribadi menjadikan seseorang juga mendapat penilai yang baik juga dalam lingkungannya.

Pada dasarnya konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yang paling dasar adalah konsep diri primer, di mana konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri, dimana lingkungan terdekat merupakan tempat dimana individu berkomunikasi serta membentuk dan memberi nilai terhadap abstraksi tentang dirinya.22 Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan oleh bagaimana konsep diri primernya.

Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya yang terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya. Bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran dari hasil pemikiran seseorang yang bisa dinilai oleh orang lain ketika berkomunikasi. Dengan adanya konsep diri inilah seseorang bisa memperoleh penilaian dari lingkungannya berdasarkan pengalaman dari seseorang terhadap dirinya.

2. Macam-macam Konsep Diri

Calhoun dan Accocela membedakan konsep diri menjadi dua macam, yaitu:

22 Herdianti Agustina, Psikologi Perkembangan : Pendekatan ekologi Kaitannya dengan


(32)

24

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri yang positif bukanlah pada kebanggaan akan dirinya sendiri melainkan pada pemikiran individu mengenai penerimaan dirinya. Konsep diri yang positif juga mengaharapkan suatu harapan secara realistis.

Orang yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

1) Merasa mampu mengatasi masalah. 2) Merasa setara dengan orang lain. 3) Menerima pujian tanpa rasa malu. 4) Merasa mampu memperbaiki diri.

Orang yang mempunyai konsep diri yang positif akan mempunyai kemampuan komunikasi interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan dirinya bisa mengatasi masalah secara obyektif dan mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara positif. Seseorang yang berkonsep diri positif menjadikan dirinya memandang bahwa kegagalan bukanlah sebuah akhir segalanya, justru menganggapnya sebagai pembelajaran untuk kedepannya dan menganggap bahwa apa yang diterimanya merupakan sesuatu anugerah yang harus disyukuri.

b. Konsep Diri Negatif

Seseorang berkonsep diri negatif memandang dirinya tidak teratur dan kurang bisa menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Konsep diri seperti ini biasa terjadi pada masa peralihan dari dari masa anak-anak ke


(33)

25

masa dewasa dan ketidak teraturan tersebut hanya terjadi dalam waktu sementara.

Konsep diri negatif bisa juga karena adanya pandangan terhadap dirinya yang secara stabil (tidak ada perkembangan). Individu memandang bahwa dirinya informasi baru mengenai penilaian dirinya menjadi sebuah kecemasan bagi dirinya, hal ini disebabkan adanya pemikiran bahwa dirinya tidak menerima informasi baru tentang dirinya dan adanya evaluasi tentang dirinya tersebut.

Orang yang memiliki konsep diri negatif mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Peka terhadap kritik.

2) Bersikap responsif terhadap pujian.

3) Cenderung merasa tidak disukai orang lain. 4) Mempunyai sikap hiperkritik.

5) Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. 6) Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.

3. Komponen Konsep Diri

Menurut Brian Tracy, self-concept memiliki tiga bagian utama. Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk kepribadian. Komponen konsep diri tersebut yaitu:

a. Diri Ideal (Self-Ideal)

Self-ideal adalah komponen pertama dari Self-Ideal terdiri dari harapan, impian, dan visi. Self-Ideal terbentuk dari kebaikan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang paling Anda kagumi dari diri Anda maupun dari orang


(34)

26

lain yang Anda hormati. Self-Ideal adalah sosok seperti apa yang paling Anda inginkan untuk bisa menjadi diri Anda, di segala bidang kehidupan Anda.

b. Citra Diri (Self-Image)

Bagian ini menunjukkan bagaimana Anda membayangkan diri Anda sendiri, dan menentukan bagaimana Anda akan bertingkah laku dalam satu situasi tertentu. Karena kekuatan self-image semua perbaikan dalam hidup Anda akan dimulai dari perbaikan dalam self-images.

c. Jati Diri (Self-Esteem)

Self-esteem adalah seberapa besar Anda menyukai diri Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, semakin baik Anda akan bertindak dalam bidang apa pun yang Anda tekuni. Dan, semakin baik performansi Anda, Anda akan semakin menyukai diri Anda. Bagian ini adalah komponen emosional dalam kepribadian.

4. Dimensi Konsep Diri

Sama seperti bentuk konsep diri, dalam konsep diri teradpat juga dimensi-dimensi tertentu. Fitts membagi Konsep Diri menjadi dua dimensi pokok, yaitu:23

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau juga disebut kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu

23 Herdianti Agustina, Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan


(35)

27

yakni penilaian terhadapa dirinya sendiri berdasarakan dunia dalam dirinya sendiri. Dimensi ini terbagi menjadi tiga bentuk:

1) Identitas Diri (Self Identity), merupakan aspek penting dimana dalam diri indentitas menggambar dirinya sendiri dan membangun identitasnya.

2) Diri Pelaku (Behavioral Self), merupakan persepsi tentang perilaku individu tersebut. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai apa saja yang telah dia lakukan.

3) Diri Penerimaan (Judging Self), berfungsi sebagai pengamat dan penilai, penentu standart dan memberi evaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai- yang dianutnya, serta hal-ha lain dari luar dirinya. Dimensi eksternal dibagi menjadi lima bentuk:

1) Diri Fisik (Physical Self), mencakup pada persepsi dirinya mengenai penampilan secara fisik, bisa berupa penampilan diri dan keadaan tubuh.

2) Diri Etika Moral (Moral-Ethical Self), sebagai penentu persepsi mengenai ketentuan dan standart tersendiri mengenai tika dan moral sesuai nilai-nilai yang dipegangnya.

3) Diri Pribadi (Personal Self), lebih menekankan kepada persepsi dan penilaian terhadap dirinya sendiri yang dipengaruhi oleh


(36)

28

sejauhmana diri seseorang puas terhadap dirinya dan menganggap apakah dirinya sudah menjadi pribadi yang yang tepat.

4) Diri Keluarga (Family Self), merupakan penilaian seseorang terhadap kedudukannya dalam lingkungan keluarga, bisa berupa peran dan fungsi yang dijalankannya sebagai anggota keluarga. 5) Diri Sosial (Social Self), merupakan penilaian individu mengenai

lingkungan sekitar baik berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya.

B. Komunikasi Antar Pribadi

1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Borgoon dan Ruffner menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjalin antara dua orang tanpa ada perantara media, dan harus dibedakan dari berbicara di muka umum maupun komunikasi dalam kelompok. Saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Sedangkan menurut Alo Liliweri, komunikasi antar pribadi adalah proses yang dilakukan oleh individu (komunikator) yang mengirimkan dorongan (biasanya berupa verbal) untuk mengubah individu lain.24

Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain,


(37)

29

karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih pun.

Komunikasi antar pribadi sesungguhnya baru akan tercipta kalau terdapat kesadaran dari dua pihak untuk mengamati keadaan masing-masing pihak dan memberikan respon atas keadaan tersebut sebagaimana sifat komunikasi. Kesadaran akan pengamatan merupakan kejadian yang mengisyaratkan terciptanya jalinan antar pribadi. Dan dalam komunikasi yang terjalin antara dua orang tersebut yang paling terpenting adalah adanya dialog yang terjadi. maka hubungan yang terjadi ditandai dengan adanya sikap saling memperhatikan, saling memahami, penuh pengertian dan keakraban. Pemahaman yang dimaksud tidak hanya terjadi pada materi komunikasi, tetapi juga pada pemahaman terhadap keunikan pribadi masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, maka komunikasi antar pribadi dapat didefinisikan sebagai proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembang antara individu dengan individu lain. Dengan gaya, kedinamisan, kesadaran dan hubungan yang akrab dari masing-masing pihak maka komunikasi itu terus tumbuh dan berkembang hingga dicapai persepsi dan tujuan bersama.


(38)

30

2. Bentuk-bentuk Komunikasi Antar Pribadi

Dibanding dengan komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dianggap oleh para ahli sebagai komunikasi yang paling ampuh dalam merubah sikap, perilaku dan pandangan seseorang. Dimana komunikasi antar pribadi dilakukan dengan cara face to face (bertatap muka) sehingga memungkinkan terjalin komunikasi yang baik. Dalam hubungannya dengan pelaku komunikasi, komunikasi antar pribadi terbagi menjadi dua bentuk yaitu komunikasi Diadik dan komunikasi triadik.

a. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik disebut juga adalah proses komunikasi yang terjadi secara dua arah antara satu orang dengan satu atau dua orang lainnya yang saling berhadapan langsung. Dengan kata lain hal ini merupakan bentuk khusus komunikasi antar pribadi ini adalah komunikasi diadik yang hanya melibatkan dua individu misalnya suami-istri, dua sejawat, guru dan murid. Perlu diingat komunikasi diadik hanya dilakukan oleh dua orang yang saling bergantian menjadi komunikator ataupun komunikan. Komunikasi diadik inilah yang paling sering kita lakukan dalam berkomunikasi sehari-hari dimana kita sangat mudah menyampaikan pesan kepada orang lain dimana hubungan inilah yang nantinya akan menyatukan kita dalam suatu satuan sosial, dimana kita sering sekali berkomunikasi dengan dua orang saja tapi saling terkait dengan dua orang atau lebih.25

25 Brent Ruben dan Lea Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia, (Jakarta: PT. Raja


(39)

31

Ada tiga bentuk dalam komunikasi diadik ini, yaitu percakapan, dialog dan wawancara. Baik percakapan, dialog maupun wawancara memiliki karakteristik masing-masing. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni ada pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab.

Sedangkan ciri-ciri lain komunikasi diadik adalah sebagai berikut: 1) Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang.

2) Komunikasi dilakukan langsung atau kadang menggukan media telepon.

3) Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan. 4) Efek komunikasi dapat terlihat langsung, baik secara verbal dengan

ucapan atau menjawab maupun secara non-verbal dengan bahasa tubuh.

b. Komunikasi Triadik (Triadic Communication)

Definisi tidak jauh berbeda dengan komunikasi diadik, namun hanya yang membedakan adalah jumlah personil yang terlibat lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan komunikasi secara diadik.


(40)

32

Kecondongan komunikasi triadik, biasanya terjadi pada komunikasi kelompok atau komunikasi massa. Komunikasi triadik adalah komunikasi antar pribadi yang pelaku komunikasinya terdiri dari tiga orang, yaitu seorang komunikator dan dua orang komunikan. Komunikasi triadik bisa dikatakan sebagai komunikasi yang dilangsungkan secara bertingkat, yaitu melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai tatanan komunikasi.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi triadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan sepenuhnya, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung. Tapi dalam konteks yang berbeda, komunikasi triadik lebih kompleks dimana personil komunikasinya yang banyak dan adanya pengelolahan pesannya pun timbal balik antara dua orang atau lebih sesuai dengan situasi yang berlangsung dimana personilnya juga bisa sebagai komunikator maupun menerima pesan sebagai komunikator.26 Jadi setiap pesan yang disampaikan komunikator direspon dan mendapat umpan balik dari komunikannya dan komunikannya pun bisa menambahkan sebuah informasi baru, dalam hal terrsebutlah seorang komunikan juga berperan sebagai komunikator dengan informasi barunya yang masih dalam ranah yang sama dengan pesan pertama yang disampaikan oleh komunikator yang pertama, begitu pula selanjutnya.


(41)

33

Terlepas dari kompleksitas yang meningkat karena adanya kemungkinan banyaknya pasangan triadik, komunikasi triadik ada satu tambahan yaitu potensi adanya sebuah keintiman yang terbenuk saat komunikasi triadik karena adanya komunikasi yang terbatas dan eksklusif antara pasangan triadik yang terdiri dari dua orang.27 keintiman yang dimaksud di sini bukan dalam hal komunikasinya saja, tapi dalam hal keterbukaan diri seseorang dalam sebuah hubungan yang dijalani maupun dalam berupa aktivitas yang dijalani. Dimana seringkali ditemui orang yang lebih suka menjalani kegiatannya bersama tanpa banyak melakukan banyak komunikasi tapi masyarakat menilai mereka mempunyai sebuah hubungan yang intim.

Baik dalam komunikasi diadik maupun komunikasi triadik yang diutamakan adalah adanya komunikasi sambung rasa.28 Dimana komunikasi sambung rasa inilah terjadi karena adanya sebuah pengamatan dan pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan yang menjadikan adanya rasa nyaman dan komunikasi yang dilakukan bisa berjalan lancar.

3. Komponen Komunikasi Antar Pribadi

Komponen-komponen komunikasi antar pribadi pada dasarnya sama seperti pada komponen komunikasi secara umum. Komponen ini dibutuhkan karena dalam berkomunikasi komponen tersebutlah yang mempengaruhi lancar tidaknya berkomunikasi. Adapun Komponen-komponen komunikasi antar pribadi meliputi:

27 Brent Ruben dan Lea Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia ... hlm. 271 28 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hlm. 76


(42)

34

a. Komunikator

Komunikator merupakan komponen yang sangat penting dalam komunikasi, dimana komunikator memegang peranan sebagai penyemoai pesan atau informasi.29 Komunikator sebagai pengirim pesan hendaknya benar-benar siap dengan pesannya. Pesan dikemas dengan bahasa tulis atau bahasa lisan yang benar-benar bisa dipahami oleh penerima pesan.

Komunikator tidak hanya diklasifikasikan sebagai seorang individu atau perorangan yang menyampaikan informasi, tapi komunikator bisa juga orang-orang yang berbicara dan menyampaikan suatu informasi dengan mengatasnamakan sebuah lembaga, organisasi, kelompok, dan instansi yang diwakilinya.30

Dalam hubungannya dengan komunikan, komunikator tidak hanya menyampaikan pesan secara jelas tapi harus mengetahui komunikan (penerima pesan) dan situasi yang dihadapainya. Dengan mengetahui siapa penerima pesan atau informasi dan situasinya, komunikator bisa mengetahui kebutuhan komunikan dan mengendalikan situasi yang dikehendaki sehingga terjadi sambung rasa antara komunikator dan komunikan dengan situasi yang sedang berlangsung.

b. Pesan

Pesan merupakan isi komunikasi berupa gagasan, ide, atau pemikiran yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Dengan adanya pesan inilah, proses penyampaian ide,

29 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi ... hlm. 54 30 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi ... hlm. 54


(43)

35

gagasan atau pemikiran baik berupa ucapan, tindakan maupu simbol-simbol tertentu menjadikan adanya sebuah komunikasi yang baik. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi, karena dalam pesan tersebutlah informasi yang nantinya akan diterima penerima pesan dan memberikan sebuah efek dalam komunikasi yang berlangsung.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah pesan adalah:31

1) Isi pesan harus merangsang perhatian.

2) Cara penyampaiannya pun harus mengikat dan jelas, sehingga penerima pesan fahami dengan sebaik-baiknya.

3) Mempersiapkan isi pesan dalam susunan yang baik. 4) Disampaikan pada waktu yang tepat.

5) Banyaknya pengalaman yang dimiliki, karena dengan adanya pengalaman menjadikan sedikitnya hambatan yang ditemui.

c. Channel (Saluran pengirim pesan)

Channel dan media merupakan hal yang berbeda, dimana channel adalah saluran medianya sedangkan media adalah medium atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Barlo mengibaratkan antara channel dan media seperti seseorang ingin menyeberang sungai menggunakan perahu, dimana channelnya adalah sungai sedangkan medianya adalah perahu yang digunakan.


(44)

36

Hal-hal yang perlu diperhatikan komunikator dalam memilih channel yang efektif adalah:32

1) Channel mana yang banyak dipakai oleh publik maupun komunikan yang hendak dipakai.

2) Channel yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap penerima pesan.

3) Pilihan channel disesuaikan dengan media yang digunakan. 4) Pemilihan channel disesuaikan dengan efek yang inin dicapai.

Dalam kaitannya dengan media, pemilihan channel disesuaikan dengan isi yang disampaikan, adanya hubungan dengan objek yang dijadikan sasaran serta berhubungan dengan efek yang dituju juga. d. Komunikan

Komunikan atau sering disebut sebagai penerima dalam kegiatan komunikasi bisa dikatakan sebagai obyek sasaran, dimana komunikan menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator dan dikenai pekerjaan untuk memahami pesan yang telah disampaikan dan memberikan efek. Pihak penerima pesan juga harus siap menerima pesan dengan pengetahuannya atau pemahamannya. Dengan begitu komunikan bisa mengerti informasi yang disampaikan oleh komunikator secara jelas. Komunikator dan komunikan dihubungkan satu sama lain oleh pesan komunikasi yang merupakan inti/perumusan tujuan dan maksud dari komunikator dari komunikan.33

32 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi ... hlm. 62 33 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi ... hlm. 63


(45)

37

Sama halnya dengan komunikator, komunikan juga diklasifikan sesuai dengan kebutuhannya, dimana komunikan tidak hanya membawai individunya sendiri tapi juga mewakili dari pihak-pihak tertentu seperti : instansi, lembaga, kelompok dan organisasi. Jadi pesan yang diterima pun nantiya akan diterima untuk dirinya sendiri apabila itu untuk seseorang dan akan diteruskan kepada lembaga dimana komunikan yang berperan sebagai wakil dari mereka.

e. Efek

Efek yaitu apa yang terjadi setelah menerima pesan. Apakah dengan mudah komunikan merespon kembali pesan yang diterima, atau apakah ada perubahan sikap setelah melakukan komunikasi, atau apakah terjadi perubahan prilaku. Jika terjadi perubahan yang diharapkan oleh komunikator sebagai akibat dari komunikasi itu maka komunikasi akan menjadi sangat efektif.

Ada beberapa macam efek yang saling berkaitan, namun dalam pengertiannya berbeda. Maka dari itu efek bisa dibedakan menjadi:34

1) Respon

Merupakan reaksi dimana seseorang menujukkan pesan dari seseorang penerima pesan kepada pengirim pesan sehingga komunikasinya cenderung searah.

2) Umpan Balik (Feedback)

Merupakan respon balik dari proses encoding pesan yang telah disampakan komunikator sehingga terjadi komunikasi dua arah.


(46)

38

3) Efek itu sendiri

Merupakan hasil positif atau negatif terhadap pesan yang telah disampaikan saat berkomunikasi. Dengan mengetahui efek ini bisa diketahui apakah komunikasi yang berlangsung efektif atau tidak dan apakah sudah sesuai dengan target dan tujuan komunikasi sehingga komunikasi yang terjadi adalah satu arah.

C. Santri

Pengertian santri menurut kamus besar bahasa indonesia adalah orang yang mendalami agama islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang sholeh.35 Sedangkan dalam istilah lain, santri berasal dari kata chantrik yang dalam bahas hindu, yang berarti orang yang selalu mengikuti guru dengan tujuan menuntut sebuah ilmu sesuai dengan keahliannya.36 Sedang versi yang lainya menganggap kata santri sebagai gabungan antara kata saint (manusia baik) dan kata tra (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.

Kata santri merujuk pada kata yang berasal dari kata shastri bahasa sansakerta yang artinya orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci.37 Adapun kata Shastri merupakan turunan dari kata satra yang merupakan arti dari kitab suci, atau karya keagamaan.38 Santri lebih dikenal sebagai seseorang yang mendalami dan dididik tentang ilmu ajaran islam dengan menetap dalam sebuah

35 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1998), Cet.Ke-1, hlm. 783

36 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan¸ (Jakarta:

Paramadina, 1997), hlm. 20.

37 Syafiqul Anam, Mendiagnosis Problem Komunukasi Santri Dengan Analisis Kitab

Jurumiah, (Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2009), hlm 8


(47)

39

pondok pesantren dan diangap sebagai penerus perjuangan ulama’.39 Menjadi seorang santri merupakan gelar tersendiri bagi seseorang yang menjalaninya. Menjadi santri bukan sekedar seorang siswa atau mahasiswa yang menuntut ilmu saja, tapi dianggap mempunyai akhlaq yang baik yang nantinya jika keluar dari pondok pesantren maka dia akan menyandang gelar santri yang mempunyai akhlaq yang baik dan kepribadian tersendiri berdasarkan ajaran islam.40

Dari segi metode dan materi pendidikan, kata santri pun dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Santri Modern, dimana materi yang disampaikan tidak hanya tentang pendidikan agama islam yang salafiyah atau terdahulu, tapi ditambahkan dengan adanya materi umum dan konvensional yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan penyebutan nama pondok pesantrennya pun biasanya disebut dengan pondok pesantren modern.

b. Santri Tradional atau yang sering disebut dengan santri salaf, merupakan santri yang mempelajari ajaran agama islam secara salafiyah. Dimana materi pelajarannya pun masih murni ajaran ulama’ terdahulu dan tidak merubah hukum asal yang terlah ditentukan Al-Qur’an dan Hadits yang ada.

Sedangkan dari tempat belajarnya, ada istilah santri dibedakan menjadi santri kalong dan santri tetap atau santri mukim.41

39 Abdul Qodir Jailani, Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di

Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu 2001), hlm. 7

40 Abdul Qodir Jailani, Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di

Indonesia... hlm. 8

41 Hazbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


(48)

40

a. Santri Tetap atau santri mukim adalah santri yang berasal dari jauh dan menetap di pondok pesantren dalam beberapa tahun untuk memperlajari ilmu agama di pondok pesantren tersebut.

b. Santri Kalong adalah santri yang rumahnya tidak jauh dari lokasi pondok pesantren pergi ke pesantren ketika ada pembelajaran maupun aktivitas pesantren lainnya.42

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi santri adalah komunikasi yang terjalin antar pribadi dengan pribadi lain untuk menjalin sebuah hubungan yang baik dan bisa mencapai tujuan yang disampaikan, dalam konteks ini pribadi yang dimaksud adalah santri atau murid yang sedang belajar dan mendalami ajaran islam dan menetap dalam suatu pondok pesantren. Suasana pondok pesantren yang guyub dan adanya kegiatan pondok pesantren yang menjadikan komunikasi antar pribadi santri dalam pondok pesantren mempunyai model tersendiri dimana komunikasi yang terjalin juga tidak melupakan nilai dan norma-norma kepesantrenan yang sesuai dengan ajaran islam.

D. Konsep Diri dalam Komunikasi Antar Pribadi Santri

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berfokus pada pengajaran tentang ajaran syari’at islam sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits sekaligus membina santri atau murid yang bermukim di pondok pesantren bisa mengamalkan ilmu yang diperoleh kepada masyarakat ketika sudah keluar dari lingkungan pesantren. Pondok pesantren bertujuan untuk mengembangkan

42 Amien Haedaki dkk, Masa Depa Pesantren : Dalam Tantangan Modernitas dan


(49)

41

kepribadian muslim, yakni kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlaq mulia dan bermanfaat bagi sesama manusia dan melengkapinya dengan pengetahuan.43

Dalam lingkungan pondok pesantren konsep diri diperlukan dimana konsep diri tersebut menjadikan santri bisa dinilai sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam pesantren. Masyarakat menilai bahwa santri adalah siswa atau murid yang mendalami ajaran islam di pondok pesantren menjadikan tantanngan sendiri bagi santri bahwa setiap perilaku, ucapan dan apapun yang bersumber darinya adalah akhlaq pesantren atau bisa dikatakan akhlaq yang mencerminkan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran syari’at islam. Dengan penilaian itulah menjadikan santri harusnya mempunyai konsep diri yang baik dan sesuai dengan nilai kepesantrenan. Konsep diri tersebut diperlukan ketika seorang santri berkomunikasi dengan lingkungan sekitar terutama ketika melakukan kegiatan dakwah. Konsep diri inilah yang nantinya menjadi pondasi apakah seorang santri tersebut bisa mengamalkan ilmu yang diperolehnya dari pondok pesantren dan seperti apa aktualisasi diri santri ketika sudah membaur dengan lingkungannya.

Pembentukan konsep diri santri yang islami dan berakhlaq yang baik tentunya tidak lepas dari faktor lingkungan sekitar atau lingkungan pondok pesantren, dimana dilingkungan pondok pesantren merupakan tempat untuk menuntut dan mendalami keilmuan agama dan ajaran-ajaran sesuai dengan perintah Allah dan Rosulnya yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Lingkungan pesantren yang agamis dan penuh dengan nilai dan norma-norma agama menjadikan santri yang

43 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai...


(50)

42

berada di lingkungan tersebut tentunya mengikuti aturan-aturan yang sudah ada baik berupa aturan yang sudah tertulis maupun yang tidak tertulis.

Norma-norma agama yang dipelajari dari sumber hukum islam tersebut menjadikan adanya nilai-nilai pesantren yang harus diteladani para santri. Nilai-nilai kepesantrenan yang dimaksud adalah Nilai-nilai-Nilai-nilai moral yang berkembang di lingkungan pesantren yang menggambarkan nilai-nilai zuhud, wara’, tawakkal, sabar, tawadhu’, dan mengedepankan kejujuran.44 Dengan adanya sifat-sifat dasar tersebutlah menjadikan para santri pondok pesantren mendapat pendidikan karakter yang mandiri, solidaritas, toleransi, bertanggung jawab dengan tugas dan mengamalakan ilmunya kepada msyarakat.45 Dengan adanya sikap mandiri yang diajarkan dalam pondok pesantren tidak menjadikan alasan untuk sombong dan tidak lagi membutuhkan orang lain, melainkan sifat-sifat mandiri tersebut tetap berlandaskan rasa rendah hati, hormat dengan sesama seiring dengan sifat sabar, tegar, tidak mudah putus asa, serta terus berupaya tetap dalam ajaran islam.46

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antar pribadi santri karena konsep diri berhubungan dengan perbuatan atau tingkah laku yang dipenuhi santri itu sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang santri menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kegiatan secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. Konsep diri juga nantinya menjadi faktor penilaian seberapa sering santri membuka diri dan

44 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai ...

hlm 165

45 Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan, (Jakarta: Desantara,

2001), hlm. 133


(51)

43

mengungkapkan konsep dirinya melalui aktualisasi diri yang dilakukan. Pengetahuan tentang diri santri tersebut akan meningkatkan komunikasi antar pribadi santri saat berkomunikasi dengan orang lain, karena jika komunikasi antar pribadi yang dijalin seorang santri dengan santri yang lain berjalan baik, maka pertukaran informasi dan usaha memahami satu sama lain bisa sangat mudah untuk dilakukan. Meskipun saling terbuka satu sama lain, tapi keterbukaan akan informasi mengenai diri seseorang juga ada batas yang perlu dipertimbangkan agar menghasilkan efek yang positif dalam hubungan tersebut.47

Komunikasi antar pribadi pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik dalam kehidupan sehari-hari melalui komunikasi yang dijalin secara baik. Dengan adanya komunikasi antar pribadi secara tidak langsung juga kita berusaha membuka identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

E. Teori Konsep Diri

1. Self-Disclosure Theory (Teori Penyingkapan Diri)

Dalam istilah di Indonesia, Self-Disclosure disebut sebagai membuka diri atau penyingkapan diri. Penyingkapan diri adalah membeberkan informasi

47 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus teknologi


(52)

44

tentang diri sendiri. Banyak hal yang dapat diungkapkan tentang diri melalui ekspresi wajah, sikap tubuh, pakaian, nada suara, dan melalui isyarat-isarat non verbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya meskipun banyak diantara perilaku tersebut tidak disengaja. Penyingkapan diri tidak hanya merupakan bagian integral dari komunikasi dua orang, penyingkapan diri telah sering muncul dalam konteks hubungan dua orang daripada dalam konteks komunikasi lainnya.

Asumsi dasar teori ini adalah menjelaskan bagaimana kita berbagi informasi tentang diri kita yang bersifat pribadi kepada orang lain.48 Pemahaman komunikasi antar pribadi terjadi melalui pengungkapan diri, umpan balik dan Sensitivitas untuk mengenal orang lain. Dengan membuka diri seseorang berusaha untuk mengungkap reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut.

Dalam melakukan proses Self-Disclosure atau penyingkapan diri seseorang haruslah memahami waktu, tempat, dan tingkat keakraban. Kunci dari suksesnya Self-Disclosure atau penyingkapan diri itu adalah kepercayaan karena penyingkapan diri selalu merupakan tindakan interpersonal yang merupakan sebuah proses berbagi informasi dengan orang lain, informasinya menyangkut masalah pribadi. Teori ini mendorong adanya sifat keterbukaan seorang individu dengan lainnya. Dengan adanya keterbukaan antar seorang

48 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus teknologi


(53)

45

individu dan mendapat respon dengan individu lain membuka dirinya juga itu bisa dipandang sebagai hubungan antar pribadi yang ideal.49

Kelebihan Teori Penyingkapan diri adalah dari penyingkapan diri kita bisa mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya bisa menjadi pelajaran bagi diri kita dan dengan Self-Disclosure atau penyingkapan diri kita juga bisa mengetahui seperti apa diri kita dalam pandangan orang lain, dengan hal itu kita bisa melakukan introspeksi diri dalam berhubungan. Karena dengan adanya pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang dalam mengatasi tekanan-tekanan yang datang dari luar.50 Sedangkan kekurangan dari teori penyingkapan diri adalah tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi salah paham sehingga malah menimbulkan masalah baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, bisa saja orang lain ini memanfatkan apa yang telah dia ketahui mengenai diri kita.

Jadi Teori Self-Disclosure merupakan teori yang menjelaskan bagaimana cara seseorang dalam membuka dirinya dengan orang lain maupun dengan lingkunga sekitarnya agar mendapatkan feedback (umpan balik) dari komunikannya tentang informasi yang dibaginya baik berupa informasi pribadi maupun informasi umum tentang keadaan sekitarnya. Dengan adanya keterbukaan antar pribadi menjadikan berkurangnya kesalah pahaman informasi yang diterima karena komunikasi yang terjalin dilandansi oleh kepercayaan dan adanya kepuasan yang diperoleh dalam suatu hubungan dengan proses membuka diri tersebut. Dengan mengungkapkan perasaan dan

49 Sasa Djuarsa, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994) hlm. 79 50 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus teknologi


(54)

46

gagasan kepada orang lain dengan pecapaian sebuah keabraban yang diperoleh dalam komunikasi yang dijalin.51 Sedangkan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh Ketidakjujuran, Kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya, Miskin feedback dan pengungkapan diri yang ditahan.

2. Johari Window (Jendela Johari)

Proses mengenal diri dapat dilakukan tidak hanya dengan mencoba mengamati dan mengerti diri sendiri namun dapat melalui interaksi yang dilakukan dengan orang lain. Asumsi ini membawa Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan suatu teori atau model sebagai salah satu cara untuk melihat dinamika self-awareness yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif manusia. Model yang diciptakan tahun 1955 ini bernama Johari Window atau Jendela Johari. “Johari” berasal dari nama depan dua orang psikolog yang mengembangkan konsep ini, Joseph Luft dan Harry Ingham. Model ini menawarkan suatu cara melihat kebergantungan hubungan interpersonal dengan hubungan antar personal. Model ini menggambarkan seseorang kedalam bentuk suatu jendela yang mempunyai empat kaca.

51 Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antar pribadi,


(1)

106

toleransi ini adalah adanya tenggang rasa dan saling pengertian antara santri

dengan orang lain lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat.

Komunikasi antar pribadi yang dilakukan santri putra Pondok Pesantren

Sunan Drajat Lamongan secara tidak langsung juga memunculkan

bagaimana konsep diri santri putra tersebut. Konsep dirinya nampak ketika

menjalani komunikasi melalui cara komunikasinya dan sikap komunikasi.

Konsep diri ini lebih menekankan pada komunikasi santun, seperti adanya

sikap sopan santun dalam bahasa verbal dan non-verbal dan menghargai

lawan bicara.

2. Bentuk Konsep Diri Santri Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan

dalam Komunikasi Antar Pribadi

Konsep diri yang dimiliki santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat

Lamongan berubah dan berkembang karena adanya pengaruh lingkungan,

dalam hal ini lingkungan pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan yang

dipengaruhi oleh nilai dan norma kepesantrenan menjadikan konsep diri

santri juga menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di lingkungan pondok

Pesantren Sunan Drajat.

Konsep diri santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan

berubah dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di lingkungannya

dikarenakan aktualisasi konsep diri juga melihat dengan siapa santri tersebut

menjalin komunikasi. Karena komunikasi yang dijalin tersebut tidak bisa

hanya dengan menggunakan konsep diri yang sama mengingat setiap orang

juga mempunyai cara tersendiri dalam menyikapi konsep diri yang di


(2)

107

Kesadaran akan diri santri juga diperlukan, karena dengan santri

mengetahui dirinya sendiri menjadikan santri tersebut memunculkan konsep

dirinya sesuai dengan apa yang menjadi penilaian orang lain terhadap

dirinya. Jika santri menyadar bahwa dirinya adalah santri maka selayaknya

dia memunculkan kepribadian santri seperti sopan santun dalam berkata dan

berperilaku dan penampilan fisik yang sesuai dengan akhlaq santri pada

umumnya.

Komunikasi antar pribadi yang dilakukan santri putra Pondok Pesantren

Sunan Drajat Lamongan secara tidak langsung juga memunculkan

bagaimana konsep diri santri putra tersebut. Konsep dirinya nampak ketika

menjalani komunikasi melalui cara komunikasinya. Santri putra Pondok

Pesantren Sunan Drajat Lamongan lebih memngutamakan komunikasi

secara langsung untuk menyampaikan maksud dan tujuannya.

Komunikasi non-verbal melalui kode atau simbol-simbol khusus juga

digunakan santri putra ketika berkomunikasi di lingkup pondok pesantren.

komunikasi non-verbal tersebut dilakukan untuk menguatkan pesan

komunikasi.

Sikap komunikasi juga merupakan salah satu konsep diri yang

dimunculkan santri ketika berkomunikasi antar pribadi. Ketika

berkomunikasi dengan sesama santri bersifat santai dan secara langsung tapi

tetap sopan untuk menjaga perasaan sesama teman. Sedangkan ketika

berkomunikasi dengan pengurus dan lingkungan luar pondok pesantren atau

warga sekitar santri memunculkan sikap yang sopan dan ramah dalam


(3)

108

jawa sampai menggunakan busana yang sesuai dengan santri pada

umumnya.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengharapkan agar dapat menjadi

masukan. Berikut adalah rekomendasi peneliti yang dapat menjadi bahan

pertimbangan mendatang:

1. Kepada peneliti selanjutnya, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini

dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya jika melakukan

penelitian sejenis. peneliti selanjutnya lebih bisa mendalami pengetahuan

tentang konsep diri dalam komunikasi antar pribadi sehingga penelitian

dapat terfokus dan tidak melebar dalam kajiannya.

2. Kepada Prodi Ilmu Komunikasi, penelitian ini diharapkan bisa memberikan

wawasan dan pemahaman tentang konsep diri dalam komunikasi antar

pribadi santri bagi Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

3. Dengan adanya santri yang berasal dari luar kota jawa timur terutama santri

yang berasal dari luar pulau jawa dan luar negeri, diharapkan adanya sebuah

kegiatan khusus dari pengurus untuk pembelajaran bagi mereka tidak bisa

berbahasa jawa untuk mempermudah komunikasi dan mempermudah santri

luar jawa dalam beradaptasi dengan lingkungan Pondok Pesantren Sunan

Drajat Lamongan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadist: “Barang

siapa mempermudah kesulitan orang lain, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan dan akhirat. (HR. Muslim)”.


(4)

109

4. Perlunya menambah intensitas waktu berkomunikasi antara santri dengan

pengurus menjadikan akan terjalin hubungan yang baik antara santri dan

pengurus. Dengan adanya adanya hubungan yang baik itu bisa menjadikan

kuatnya ukhuwah islamiyah karena sesama muslim adalah bersaudara, hal

tersebut diterangkan dalam al-Qura’an Surat al-Hujurat ayat 10 yang

artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Sebab itu

damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah

kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Pentingnya komunikasi

untuk menjalin hubungan yang baik antar muslim adalah agar tidak ada

kedzaliman atau saling menyakiti, karena hal tersebut sesuai dengan hadist

Rosulullah: seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. oleh sebab

itu jangan mendzalimi dan meremehkannya dan pula menyakitinya (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim)”.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A’la, Abdul. 2006. Pembaharuan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Agustina, Herdianti. 2006. Psikologi Perkembangan : Pendekatan ekologi

Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja.

Bandung: Refika Aditama.

Anam, Syafiqul. 2009. Mendiagnosis Problem Komunukasi Santri Dengan

Analisis Kitab Jurumiah. Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel.

Budyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi Antar

pribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus

teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

--- ---. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: kencana Prenada Media

Grup.

--- ---. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: kencana Prenada Media Grup.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Dhofier, Zamaksyari. 1994. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup

Kyai. Jakarta: LP3ES.

Djuarsa, Sasa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Galba, Sindu. 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Haedaki, Amien. 2004. Masa Depa Pesantren : Dalam Tantangan Modernitas

dan Tantangan Komplesitas Global. Jakarta: Ird Press.

Hazbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : Erlangga.

Komala, Lukita. 2009. Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses, dan Konteks.


(6)

Krisyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Predana

Media Group.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Cipta Aditya

Bhakti.

Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan.

Jakarta: Paramadina.

Moleong, Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muchtarom, Zaini. 1998. Santri dan Abangan di Jawa Jilid II. Jakarta: Inis.

Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosda karya.

Nurdin, Ali, Agoes Moh. Moefad, dkk. 2013. Pengantar Ilmu Komunikasi.

Sidoarjo: CV. Mitra Media Nusantara.

Jailani, Abdul Qodir. 2001. Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik

Islam di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.

Qomar, Mujamil. 2008. Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.

Raharjo, Dawam. 1995. Pesantren dan pembaharuan. Jakarta: LP3ES.

Rahmat, Jalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

--- ---. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.

Ruben, Brent dan Lea Stewart, 2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta:

PT. Raja Graindo Persada.

Wahid, Abdurrahman. 2001. Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan.

Jakarta: Desantara.

Wirayanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasana.

Referensi Lain

http://ruangpsikologi.com/membuka-cakrawala-diri-melalui-jendela-johari, Diakses pada Tanggal 18 Desember 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/santri, Diakses pada Tanggal 18 Desember 2015. Buku Profil Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. 2014.