ANALISIS KRITIK SOSIAL DALAM CERPEN BOCAH-BOCAH BERSERAGAM BIRU LAUT (STUDI ANALISIS WACANA SARA MILLS).

(1)

ANALISIS KRITIK SOSIAL DALAM CERPEN BOCAH-BOCAH BERSERAGAM BIRU LAUT KARYA PUTHUT EA

(Studi Analisis Wacana Sara Mills)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Peryaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

Ananda LAthifah Rozalina NIM. B76212109

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ananda Lathifah Rozalina, B76212109, 2016. Analisis Kritik Sosial dalam Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut Karya Puthut EA. (Studi Analisa Wacana Sara Mills)

Kata kunci: Kritik sosial dalam Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut Karya Puthut EA.

Penelitian ini dilakukan dikarenakan banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa karya sastra seperti cerpen hanya sebuah hiburan belaka. Namun, pada dasarnya karya sastra seperti cerpen merupakan salah satu media penyampaian pesan berupa kritik pada hal hal yang terjadi dimasyarakat

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana penyampaian kritik sosial yang terdapat pada cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA (2) Bagaimana makna kritik sosial yang ada pada cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kritik sosial yang terdapat pada cerpen berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut, memiliki dua macam cara penyampaian kritik yakni dengan narasi penulis dan juga percakapan tokoh yang ada dalam cerpen. Makna kritik sosial yang ada dibagi menjadi 3 hal, pertama berkaitan dengan kemiskinan. Kedua kritik Sosial yang dimaknai sebagai kritik tentang Prilaku sosial masyarakat. dan yang ketiga kritik sosial yang berkaitan dengan kecurangan yang dilakukan oknum untuk merusak bangsa baik dari segi sumber daya alam maupun dari segi sumber daya manusia. yang dianalisa dengan analisa Sara Mills, dimana penulis dan pembaca sama- sama mempengaruhi cerita


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN (sampul dalam )……… i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian... 1

B. Fokus Penelitian... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu... 6

F. Definisi Konsep... 8

G. Kerangka Pikir Penelitian……….. 10

H. Metode Penelitian ... 11

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………... 11

2. Unit Analisis ……….. 12

3. Jenis dan Sumber Data ……….. 12

4. Tahapan Penelitian……….. 12

5. Teknik Pengumpulan Data ……… 13

6. Teknik Analisis Data……….. 14

I. Sistematika Pembahasan... 15

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka... 16


(8)

2. Analisis wacana ... 18

3. Analisis wacana Sara Mills ... 22

4. Tinjauan Tentang Cerpen ... 26

B. Kajian Teori... 29

1. Teori Paradigma Naratif……… 29

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subjek dan Wilayah Penelitian... 36

1. Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut………. 36

2. Profil Pengarang……… 37

B. Deskripsi Data Penelitian ... 40

BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian... 56

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 76

B. Rekomendasi... 78

DAFTAR PUSTAKA... 81 RIWAYAT HIDUP


(9)

DAFTAR BAGAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks penelitian

Sejak masa dulu media selalu menjadi sarana penyampaian yang efektif bagi sebuah pesan. Media mengalami perkembangan pesat setelah era reformasi. Hal ini terbukti dari banyaknya stasiun televisi serta koran-koran baru. Selain televisi, koran dan radio, buku merupakan salah satu media penyampaian pesan sejak sebelum adanya media-media elektronik. Sampai sekarang buku menjadi sarana penyampaian pesan ilmu pengetahuan. Bagi sebagian masyarakat mungkin buku seperti novel atau bunga rampai cerpen, hanya berisi fiksi imajinasi yang tidak nyata. Tapi hal ini akan berbeda jika kita melihat dari sisi pandang seorang penikmat sastra tulis. Cerpen ataupun novel telah menjadi media penyampai pesan-pesan nilai moral dan kritik-kritik terhadap pemerintah serta keadaan sosial yang terjadi di sebuah masyarakat. Karya sastra layaknya cerpen tidak hanya memuat kritik politik terhadap pemerintah saja, namun juga tentang kehidupan sosial di masyarakat. Cerpen memuat kritik sosial dengan caranya sendiri, berisi cerita singkat yang padat akan pesan serta nilai yang terkandung di dalamnya.

Kompas merupakan salah satu koran di Indonesia yang telah menemani perjalanan Indonesia sejak tahun 1965. Dipercaya sebagai koran dengan slogan Amanat Hati Nurani Rakyat, Kompas menjadi koran yang menyampaikan pikiran-pikiran rakyat atas apa yang terjadi di Indonesia.


(11)

2

Mengangkat hal-hal yang kritis yang terjadi di masyarakat dengan menampilkan peristiwa penting atau berita tentang bencana pada halaman pertama. Kompas memiliki isi yang lebih ilmiah dan kritis dibanding koran lain, terlihat dari rubrik-rubrik Kompas yang terdiri atas politik & hukum, pendidikan & kebudayaan, opini dan lain sebagainya. Jika dibandingkan dengan salah satu koran lain yakni Jawa Pos, Kompas memiliki sasaran pembaca yang berbeda, jika Jawa Pos lebih pada pembaca remaja dan umum, terbukti dari adanya rubrik Deteksi yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan remaja, sedangkan Kompas memiliki halaman khusus yang berkaitan dengan ekonomi, sehingga sasaran Kompas lebih kepada pembaca dengan kalangan tertentu. Selain itu bahasa yang dinarasikan di dua koran ini memiliki gaya yang berbeda, Jawa Pos menarasikan bahasa korannya dengan cara akrab dan

lebih muda dipahami seperti “Jakarta – bukan Jusuf Kalla jika tidak keras

kepala” narasi seperti ini terlihat lebih menyenangkan untuk dibaca bagi remaja dan orang umum. Sedangkan Kompas memilik gaya yang lebih serius seperti “Jakarta, Kompas – Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan tertutup dengan 33 ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan” narasi bahasa seperti ini terlihat lebih kaku sehingga

hanya kalangan intelek atau orang tertentu yang senang membacanya. Perbedaan juga terlihat dari isi koran, Jawa Pos lebih mengangkat hal yang berbau perkotaan sedang Kompas lebih nusantara. Berita bervariasi dengan berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Kompas dan Jawa Pos memiliki rubrik khusus sastra pada hari Minggu. Namun perbedaan


(12)

3

ideologi media yang dianut akan memberi efek berbeda pada pemilihan cerpen dan karya sastra lain yang dimuat pada koran tersebut.

Jika di koran lain seperti Jawa Pos, cerpen yang dimuat cenderung memiliki tema ringan dan dekat dengan masyarakat, juga bahasa yang lebih mudah diapahami. Maka cerpen Kompas cenderung memiliki tema yang kritis dan disampaikan dengan bahasa dan teks yang perlu dimaknai dengan tepat dan hati-hati. Karena cerpen tidak hanya sebuah karya sastra untuk hiburan tapi juga media untuk menyampaikan kritik lewat teks dan bahasa yang ada di dalamnya.

Guy Cook menyebut tiga hal sentral dalam pengertian wacana, yaitu teks, konteks dan wacana. Eriyanto kemudian menjelaskan ketiga makna tersebut, “Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks diproduksi. Wacana disini kemudian dimaknai sebagai teks dan

konteks bersama-sama.”1 Dari kalimat diatas bisa dipahami teks memiliki

peran dalam pembentukan wacana.

Cerpen berjudul Bocah – bocah Berseragam Biru laut, menajdi salah

satu cerpen yang dimuat dan terpilih masuk dalam buku kumpulan cerpen

kompas pilihan 2005 – 2006. Dalam cerpen ini mengandung kritik sosial

1


(13)

4

yang perlu dimaknai. Oleh karena itu, buku ini menarik untuk diteliti. Bagaimana berbagai cerita pendek itu menyentuh dan mengkonstruksi masyarakat mengenai kehidupan sosial yang tak jarang menyentuh sisi budaya, politik dan keagamaan. Pembaca cerpen biasa terkonstruksi secara tidak sadar setelah membaca cerpen tersebut.

Kritik sosial yang terdapat pada cerpen ini dianalisis dengan teori analisis wacana Sara Mills. Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas,

peneliti meneliti buku kumpulan cerpen ini dengan judul “Analisis Kritik

Sosial dalam Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut Karya Puthut EA

(Studi Analisa Wacana Sara Mills).”

B. Fokus Penelitian

Dari pembahasan konteks penelitian diatas, maka peneliti menentukan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penyampaian kritik sosial yang terdapat pada cerpen

Bocah-bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA?

2. Bagaimana makna kritik sosial yang ada pada cerpen Bocah-bocah

Berseragam Biru Laut karya Puthut EA?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memahami penyampaian kritik sosial yang terdapat pada cerpen


(14)

5

2. Untuk memahami Makna kritik sosial yang ada pada cerpen Bocah-bocah

Berseragam Biru Laut karya Puthut EA.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menginginkan agar hasil penelitian memberi manfaat bagi pembaca, yaitu berupa manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi semua pihak akademisi, khususnya bagi para ilmuwan yang bergerak dalam bidang ilmu komunikasi. Sehingga dapat dijadikan bahan rujukan bilamana akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada masalah tentang kritik sosial yang terkandung pada karya sastra terutama cerpen.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi mahasiswa agar mampu memahami bentuk kritik sosial yang terkandung pada karya sastra seperti cerpen.


(15)

6

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang membahas tentang kritik sosial yang ada pada sebuah media. Diantaranya

yakni penelitian dengan judul “Representasi Kritik Sosial dalam Antologi

Cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra”

ini dibuat oleh Angga Hidayat pada tahun 2013 dengan menggunakan metode peneltian kualitatif. Penelitian ini memberi hasil penelitian sebagai berikut: Cerpen jasa-jasa buat Sanwirya merepresentasikan kritik sosial tentang ketertindasan penderes oleh tengkulak dan kurangnya kesadaran masyarakat desa akan dunia medis. Penggambaran tersebut didapat dari analisis struktur meliputi tokoh, peristiwa, latar dan penceritaan. Cerpen Si Minem Beranak

Bayimerepresentasikan kritik sosial tentang pernikahan di usia muda.

Cerpen Blokeng merepresentasikan kritik sosial tentang diskriminasi

masyarakat dalam menyikapi masyarakat miskin. Penggambaran tersebut didapat dari analisis struktur meliputi tokoh, peristiwa, latar dan penceritaan. Gagasan yang menjadi masalah tersebut merepresentasikan kenyataan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang adalah buku yang diteliti serta kajian sudut pandang yang dipakai peneliti. Jika Angga Hidayat meneliti dalam sudut pandang sosiologi sastra. Sedangkan, peneliti menggunakan sudut pandang ilmu komunikasi dalam penelitian ini.

Penelitian terdahulu selanjutnya yang juga berkaitan dengan kritik


(16)

7

Pelacur (Tinjauan Sosiologi Sastra)” yang diteliti oleh Rr.Via Rahmawati

pada tahun 2012 ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Yang member hasil bahwa kehadiran kritik sosial dalam karya sastra sebenarnya merupakan gambaran kehidupan nyata karena adanya berbagai macam masalah ketimpangan kenyataan dan ketidakberesan dalam lingkungan masyarakat yang dihadirkan pengarang lewat karya sastra. Masalah-masalah tersebut

antara lain adalah: pertama, kritik sosial terhadap pemberontakan yang

dilakukan Jemaah Daulah Islamiyah. Kedua, kritik sosial terhadap pilihan

hidup menjadi pelacur. Ketiga, kritik sosial terhadap permasalahan gender.

Keempat, kritik sosial terhadap pelanggaran norma-norma masyarakat. Kelima, kritik sosial kekerasan dalam keluarga. Keenam, adalah kritik sosial terhadap sikap tokoh agama. Kritik diatas mencerminkan adanya ketidakberesan yang terjadi di lingkungan masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya berbagai masalah. Penelitian ini memiki perbedaan dalam hal obyek yang diteliti. Jika Rr. Via Rahmawati menggunakan novel, maka peneliti menggunakan cerpen. Selain itu Rr. Via Rahmawati juga menggunakan sudut pandang sosiologi sedangkan peneliti melihat dari sudut ilmu komunikasi.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian saat ini adalah sama-sama meneliti tentang kritik sosial. Namun terdapat perbedaan pada penelitian pertama yang diteliti adalah novel, sedangkan pada penelitian saat ini, peneliti menggunakan cerpen. Jika penelitian diatas fokus pada kajian


(17)

8

sosiologi sastra, maka penelitian saat ini lebih kepada wacana yang terdapat pada sebuah media komunikasi berupa karya sastra cerpen.

F. Definisi Konsep

a. Kritik Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kritik adalah kecaman atau

tanggapan yang disertai dengan argumentasi tentang baik maupun buruk

terhadap suatu karya, pendapat dan sebagainya.2

Sedangkan sosial pada kamus Meriam Webster berarti relating to or

involving activities in which people spend time talking to each other or doing enjoyable things with each other. Yang memiliki arti berhubungan dengan atau ikut dalam aktivitas dimana orang berbicara satu sama lain atau

melakukan hal yang menyenagkan bersama – sama. Jadi bisa disimpulkan

Krtik sosial adalah sebuah kritik, kecaman atau tanggapan yang berkaitan dengan aktivitas kemasyarakatan, dimana individu saling berhubungan satu sama lain.

Kritik sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemaknaan dari simbol-simbol yang terdapat pada kata atau kalimat sastra yang terdapat pada cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut, yang menggambarkan kondisi masyarakat dan menjurus pada makna pengkritikan terhadap dunia sosial. Misalnya tentang bagaimana posisi tokoh yang memegang peran sebagai tokoh yang lebih berkuasa. Juga sudut pandang pencerita dalam cerpen

2


(18)

9

Bocah-bocah Berseragam Biru Laut. Hal ini seperti yang dikatakan Tubbs dan Moss, sekali kita sepakat atas suatu sistem simbol verbal, kita dapat

menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.3 Karena kritik sosial yang ada

pada cerpen ini tidak begitu gamblang terlihat. Makna kritik sosial pada cerpen ini terselip pada setiap bahasa yang digunakan oleh penulis, juga pada posisi para tokohnya.

b. Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut

Cerpen Bocah-bocah Berseragam merupakan salah satu cerpen karya Puthut EA yang dimuat dalam surat kabar harian Kompas dalam kurun waktu 2005-2006. Cerpen yang kemudian masuk dalam cerpen pilihan kompas yang dimasukkan dalam buku bungai rampai berjudul Ripin ini membawa tema-tema sosial yang terlukiskan dalam alur cerita. Cerpen yang cenderung masuk dalam aliran surealisme ini menyuguhkan kisah yang menyentuh lewat dunia anak – anak

3


(19)

10

G. Kerangka Pikir Penelitian

Bagan 1.1 Alur kerangka pikir peneliti

Penelitian ini diawali dari perhatian peneliti terhadap cerpen, yang merupakan karya sastra singkat yang menarik, dimana ide ditampilkan dalam kalimat sederhana. Salah satu cerpen yang menarik yang pernah dimuat dalam koran Kompas berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut yang didalamnya terdapat kritik sosial yang perlu dimkanai. Pemaknaan pada

cerpen ini, melihat dari segi bahasa, teks dan makna kalimat serta kata – kata

yang terdapat pada cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut. Cerpen

Bocah-bocah Berseragam Biru Laut.

Konsep Penceritaan

Kritik sosial yang telah dimaknai dan cara

penyampaiannya Kritik sosial dalam

Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut.

Pemahaman bahasa, teks dan makna

Teori Naratif Deskriptif

Analisis wacana Sara

Posisi Subyek – Obyek

Posisi penulis - pembaca


(20)

11

Setelah itu bahasa dan teks dianalisa makna kritik sosialnya menggunakan analisis wacana sara mills. Pada wacana ini Sara Mills fokus

pada posisi Subyek – obyek dalam sebuah cerita, dimana setiap tokoh

memiliki posisinya masing – masing dalam suatu cerita. Konsep kedua dalam

analisis Sara Mills berfokus pada posisi penulis dan pembaca. Dimana pada cerita ada posisi penulis yang mempengaruhi penceritaan dan bagaimana pembaca diposisikan dalam sebuah cerita untuk memahami makna kritik sosial yang ada pada cerita pendek. Selain menggunakan analisa Sara Mills penelitian ini menggunakan teori paradigma Naratif. Teori ini berasumsi bahwa manusia adalah makhluk pencerita serta pertimbangan akan nilai, emosi dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia. Teori ini lalu menyoroti konsep penceritaan pada sebuah cerita, berkaitan dengan penyampaian cerita. Analisa dan teori tersebut kemudian menghasilkan kritik sosial yang telah dimaknai dan diketahui cara penyampaian kritik sosial dalam sebuah cerita berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis

dan diambil kesimpulan.4

Jenis penelitian ini merupakan wacana analisis kritis dengan menggunakan pendekatan Paradigma Kritis. Penelitian ini dilakukan

4


(21)

12

dengan melihat konteks permasalahan secara utuh dengan fokus penelitian pada proses bukan pada hasil. Dalam penelitian kualitatif, peneliti secara langsung yang mengumpulkan data atau informasi yang didapat dari subyek penelitian.

Pada penelitian ini data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini dilakukan seperti orang merajut

sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu.5

2. Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini adalah keseluruhan kata dan kalimat serta situasi yang digambarkan dalam buku Ripin, cerpen Kompas

pilihan 2005 – 2006 yang berhubungan dengan kritik sosial.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang digunakan, yakni data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama dilokasi penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari orang lain yang mungkin mengetahui meski tidak ikut dalam proses yang akan diteliti. Jenis data yang dipakai pada penelitian ini yakni jenis internal data, yaitu data yang didapat dari data yang tersedia atau tertulis pada sumber data sekunder.

4. Tahapan Penelitian

a. Menentukan Tema

5

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda karya, 2002), hal. 6.


(22)

13

Kegiatan yang dilakukan pada menentukan tema ini adalah peneliti menyusun tema yang akan digunakan dalam penelitian. Tema yang diambil sesuai dengan kemampuan dan keinginan peneliti, serta dimungkinkan untuk ditulis.

b. Tahap Mengumpulkan Data

Pada tahap mengumpulkan data, peneliti membaca keseluruhan buku dan menandai beberapa kalimat penting. Mencatat beberapa bahasa atau kalimat dan penuturan penulis yang berhubungan dengan penelitian.

c. Tahap Analisa Data

Pada analisa data, peneliti menganalisa data dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga ditemukan beberapa data yang sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti.

d. Tahap Penulisan Laporan

Merupakan tahapan terakhir yang dilakukan setelah semua tahapan dilalui. Tahap penulisan laporan juga merupakan proses menulis yang diikuti oleh proses perbaikan analisis sehingga menjadi sebuah karya tulis penelitian yang baik dan utuh.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data digunakan untuk mendukung penelitian, maka dari itu peneliti menggunakan pengumpulan data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan membaca dan melihat langsung beberapa bahasa dalam cerpen yang diteliti. Juga dilakukan


(23)

14

dengan dokumentasi dengan mengambil buku-buku yang berkaitan dengan pemaknaan dan pemahaman tentang bahasa dan kritik sosial.

Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan secara online

yakni dengan mencari beberapa artikel ataupun opini orang lain tentang cerpen dan kritik sosial di dalamnya.

6. Teknik Analisis Data

Untuk teknik analisis data, peneliti menggunakan kerangka analisis wacana kritis oleh Sara Mills yang berfokus pada bagaimana aktor ditampilkan dalam teks yakni cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut. Selain itu, dalam analisis ini juga menggambarkan tentang bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, dan peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan mempengaruhi pemaknaan khalayak.

Dalam analisis wacana kritis Sara Mills, selain menekankan pada bagaimana posisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks, posisi pembaca dalam teks juga sangat penting dan diperhitungkan karena pembaca bukan semata-mata pihak yang hanya menerima teks, tetapi juga ikut melaksanakan transaksi sebagaimana akan terlibat dalam teks.


(24)

15

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini memiliki sistematika pembahasan, untuk memudahkan peneliti dalam mengurutkan pembahasan yang hendak dikaji. Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan. Pada bab ini terdiri dari delapan sub-bab antara lain: konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian terdahulu, definisi konsep, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II: Kajian Teoretis. Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni kajian pustaka (beberapa referensi yang digunakan untuk menelaah objek kajian), dan kajian teori (teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian).

BAB III: Penyajian Data. Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni deskripsi subyek dan deskripsi data penelitian.

BAB IV: Analisis Data. Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni temuan penelitian, dan konfirmasi temuan dengan teori.


(25)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Pustaka

1. Kritik Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kritik adalah kecaman atau

tanggapan yang disertai dengan argumentasi tentang baik maupun buruk

terhadap suatu karya, pendapat dan sebagainya.1 Sedangkan sosial berarti

sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat.

Kritik pada kumpulan cerpen yang merupakan karya sastra, memiliki arti tanggapan yang disertai dengan argumentasi tentang baik maupun buruknya, suka atau tidak suka berdasarkan selera personal terhadap suatu karya sastra, tetapi juga merupakan usaha untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap sebuah karya sastra. Hal ini bisa terjadi dikarenakan karya sastra diposisikan sebagai salah satu media dalam berkomunikasi oleh penulis kepada pembaca.

Bisa disimpulkan kritik Sosial adalah sebuah kecaman yang

berargumen, yang berurusan dengan hal – hal sosial, seperti masalah

kemiskinan, budaya, strata sosial, dan segala hal yang berkutat pada lingkungan manusia. Biasanya pada sebuah karya sastra novel kritik disampaikan lewat kata dan penggambaran tokoh yang menunjukkan hal yang mengkritisi sosial masyarakat.

1


(26)

17

Menurut pengamatan yang dilakukan peneliti pada kehidupan sehari –

hari. Kritik sosial bisa ditunjukkan dengan tiga cara, yakni lisan, tulisan dan

gerak non verbal seseorang. Semua media itu menggunakan kata – kata

kecuali yang ,memakai non verbal. Khusus non verbal kritik biasanya disampaikan dengan tingkah laku, seperti tingkah laku penolakan terhadap sebuah perintah, mimik muka yang sedih atau senang, serta dengan beberapa tingkah laku sederhana berupa gelengan,anggukan,lambaian tangan,dll. Kritik yang disampaikan secara lisan biasanya, dilakukan orang dengan cara berbicara langsung terhadap objek yang dikritik.

Kritik secara tulisan disampaikan lewat bahasa yang tersusun dalam

sebuah teks. Menurut Halliday,Languange is meaningful activity. It often

taken to be the paradigm of the act of meaning. Bisa dipahami sebagai bentuk aktivitas bermakna, proses pemaknaannya juga mesti dihubungkan kebermaknaan bentuk perilaku kemanusiaan diluar tanda kebahasaan itu

sendiri.2 Bahasa yang terwujud dalam teks yang digunakan sebagai media

komunikasi berupa berita dalam koran, maupun sebuah karya sastra seperti novel, cerpen dan puisi. Seperti pada cerpen yang dipakai dalam penelitian ini. Beberapa cerpen ini memiliki kandungan kritik, terutama kritik sosial yang terjadi pada masyarakat.

Sementara itu kritik sosial yang menggunakan bahasa non verbal, biasanya hanya bisa dilihat jika bertatap muka. Tapi, kritik jenis ini juga bisa

digambarkan pada sebuah tulisan karya sastra yang menggambarkan tanda –

tanda non verbal.

2


(27)

18

2. Analisis Wacana

Wacana atau yang dalam bahasa Inggris disebut Discourse berasal dari

bahasa latin yang berarti lari kian kemari.3 Wacana diartikan sebagai rentetan

kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah

makna yang serasi diantara kalimat – kalimat itu. Kesatuan bahasa yang

terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis (J.s, Badudu 2000)4 .

Menurut Samsuri wacana ialah rekaman kebahasaaan yang utuh tentang komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat

menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.5 Hal

yang dikemukakan Samsuri ini pada selanjutnya mengubah pemikiran bahwa wacana adalah tulisan, karena tidak semua wacana itu tertulis.

Mills memberikan pengertian wacana menjadi tiga macam, yakni wacana dilihat dari level konseptual teoritis yang mengartikan wacana sebagai domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Yang kedua Mills memberi pengertian dari sisi konteks penggunaan, wacana berarti sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori

3

Alex Sobur, Analisis Teks Media. Bandung, (Rosdakarya. :2004) hal 9 4

Eriyanto, Analisis wacana (Yogyakarta, Lkis : 2009).hal 2 5


(28)

19

konseptual tertentu. Pengertian ini menekankan pada upaya untuk mengidentifikasi struktur tertentu dalam wacana, yaitu kelompok ujaran yang diatur dengan suatu cara tertentu dalam wacana. Misalanya wacana imperialisme dan wacana feminisme. Yang ketiga Wacana dilihat dari metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk

menjelaskan sejumlah pernyataan.6 Wacana memiliki pengaruh dalam cara

individu bertindak dan berfikir. Analisis wacana tidak dapat dipisahkan dari bahasa, teks dan makna

Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. dimana berbagai hal yang berkaitan dengan kebahasaan seperti halnya sintaksis, semantik, morfologi dan fonologi tidak dapat terlepas dari analisis wacana. Teks, bahasa dan makana tidak dapat lepas dari analisis wacana. Bahasa dalam pandangan Dani Vardiansyah diartikan sebagai serangkaian lambang dalam aturan sistem tertentu sehingga mengandung makna bagi

masyarakat penggunanya.7 Sehingga dalam bahasa baik tulis ataupun tutur

pasti memiliki sebuah makna yang terkandung pesan didalamnya.

Bahasa menurut jalaludin rakhmat, ada dua cara mendefinisikan bahasa, secara fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” karena bahasa hanya dapat dipahami bila

ada kesepakatan diantara anggota – anggota kelompok sosial untuk

6Ibid hal 11 7

Dani ,Vardiansyah.Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi konseptual , (Jakarta ,


(29)

20

menggunakannya. Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat

yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa.8

Bahasa sering dipakai dalam arti kiasan, seperti dalam ungkapan “bahasa tari”9

hal ini menunjukkan bahwa bahasa juga diartikan sebagai media penyampaian makna yang ditunjukkan dengan simbol dan lambang yang dibuat manusia, seperti gerakan atau tanda. Selain itu bahasa juga bisa diartikan secara harfiah, arti yang kita temukan dalam ungkapan “ilmu bahasa”10

. Ungkapan ini menunjukkan bahwa bahasa adalah serangkaian kata yang diucapkan manusia untuk berhubungan antara individu satu dengan lainnya.

Menurut Guy Cook teks merupakan semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan

sebagainya.11 Teks pada cerpen ini tersusun atas bahasa – bahasa yang

menggambarkan latar dan tokoh pada sebuah situasi cerita. Lingkungan dan segala situasi sosial digambarkan dengan kata dan penempatan tokoh, penulis

juga memberikan makna – makna khusus pada beberapa bahasa atau istilah

yang digunakan pada cerpen yang ada pada buku ini.

Sedangkan menurut Deddy Mulyana, fungsi bahasa yang mendasar

adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa.12 Sehingga

bahasa dalam cerpen ini difungsikan sebagai penggambaran situasi serta hal

8

Rakhmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi, (Bandung, Rosdakarya : 2012) , hal 265 9

Verhaar J.W.M , Asas – Asas Linguistik Umum (Yogyakarta , Gajah Mada University Press : 2012) hal 6

10

Ibid hal 6 11

Eriyanto, Analisis wacana (Yogyakarta, Lkis : 2009) , hal 9 12

Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung ,Remaja Rosdakarya :2010), hal


(30)

21

yang berkaitan dengan pengenalan objek dan suasana dalam cerita. Bahasa dalam sebuah cerpen tidak bisa lepas dari makna yang melekat pada bahasa.

Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupaun hasil belajar yang dimiliki. Makna memiliki beberapa jenis, yakni,

a. makna leksikal, kata atau benda yang digunakan untuk melambangkan

benda, peristiwa, obyek, dan lain sebagainya.

b. makna langsung (denotatif) yakni penunjukan langsung terhadap sebuah

obyek.

c. Makna asosiatif adalah makna kata yang didasarkan atas perasaan atau

pikiran yang timbul pada interaksi antar individu.

d. Makna struktural, makna yang muncul sebagai akibat hubungan anatara

unsur bahasa yang lain dalam satuan yang lebih besar, baik yang berkaitan dengan fatis maupun unsur musis.

e. Makna gramatikal, adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan

antara unsur-unsur gramatikal dalam satuan gramatikal yang lebih besar.

f. Makna tematis, makna yang muncul sebagai akibat komunikan memberi

penekanan atau fokus pembicaraan pada salah satu unsur kalimat.

Selain yang berhubungan dengan konseptual teoritis analisis wacana dipandang sebagi aksi. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa pengguna

bahasa mengetahui bukan hanya aturan – aturan tata bahasa kalimat, namun

juga tauran- aturan untuk menggunakan unit – unit yang lebih besar dalam

menyelesaikan tujuan – tujuan pragmatik dalam situasi sosial. Analisis


(31)

22

komunikator aktual dari perspektif mereka, terhadap problema percakapan

sehari – hari yang kita kelola dan kita pecahkan. Dalam bukunya Syamsudi

mengemukakan sifat dan ciri wacana sebagai berikut.

1. Analisa wacana membahas kaidah memakai bahasa didalam

masyarakat (rule of use – menurut Widdowson)

2. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam

konteks, teks dan situasi (Firth )

3. Analisis Wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui

intrepretasi semnatik (Beller)

4. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak

berbahasa (what is said from What is done - menurutLabov)

5. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara

fungsional (Coulthard ).13

Jadi sederhananya analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis,

untuk membongkar maksud – maksud dan makna – makna tertentu, dengan

menganalisa bahasa dan pesan dalam sebuah tulisan atau transkrip dari sebuah pernyataan yang bisa dikaji ulang dengan berbagai teori dan sudut pandang yang berkaitan.

3. Analisis wacana Sara Mills

Analisis wacana Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi aktor ditampilkan dalam teks, sehingga gagasan Sara Mills agak berbeda dengan critical linguistic . Hal ini terkonsentrasi pada siapa yang menjadi subyek penceritaan dan siapa yang menjadi obyek penceritaan,yang kemudian akan

13


(32)

23

menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diberlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain itu gagasan Sara Mills juga melihat bagaimana posisi pembaca dan penulis ditampilkan pada sebuah teks. Pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam penceritaan teks. Pada akhirnya cara penceritaan dan posisi yang ditempatkan dan ditampilkan

dalam teks ini membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi

illegitimate.

a. Posisi : Subyek – Obyek

Seperti analisis wacana lain, analisis wacana bentuk Sara Mills juga menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya. Bagaimana suatu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaaan ketika diterima oleh khalayak.

Sara Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial , posisi gagasan atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok

tertentu.14 Posisi – posisi inilah yang pada selanjutnya menentukan semua

bangunan unsur teks, dimana pihak yang memiliki posisi tinggi bisa mendefinisikan realitas yang menampilkan peristiwa ke dalam struktur wacana tertentu yang akan dihadirkan pada khalayak.

Seperti jika si A ditampilkan pada sebuah teks memiliki posisi yang tinggi yang mampu mempengaruhi posisi aktor lain, bahkan menggambarkan

14Ibid


(33)

24

bagaimana aktor lain dalam sebuah teks. maka, aktor ini mendapatkan posisi sebagai Subjek sedang aktor yang lain yang diceritakan olehnya menjadi objek. Hal ini terjadi dikarenakan si Subjek meiliki sebuah sudut pandang yang mampu menggambarkan dan melegitimasi hak berbicara aktor lain yang memiliki kedudukan lebih rendah darinya.

Selain itu posisi subyek – obyek juga mengandung muatan ideologis.

Dimana aktor terkuat akan memarjinalkan pihak – pihak tertentu yang tidak

berada pada kelompok dominan. Sebagai contoh jika terjadi sebuah kasus Pembunuhan antara si A dan Si B, disatu sisi yang dapat bercerita adalah si A yang masih hidup. Maka Si A akan memberikan teks sesuai ideologinya dan memarjinalkan penggambaran atas apa yang terjadi pada si B. Karena si A memiliki kesempatan untuk mendefinisikan dirinya dan juga mendefinisikan pihak lain, dengan menggunakan perspektif dan sudut pandangnya sendiri. Jadi tidak mustahil terjadi penggambaran secara subjektif

b. Posisi Pembaca

Sara Mills berpandangan, dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan haruslah diperhitungkan dalam teks. Jika analisis teks kritikal menempatkan pembaca hanya sebagai konsumen, namun dalam analisi Sara Mills pembaca diposisikan sebagai aspek penting yang mempengaruhi sebuah teks. Pembaca tidak hanya dianggap pihak yang menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam bahasa teks tersebut.

Bagi Mills membangun suatu model yang menghubungkan antara penulis dengan teks dan pembaca dengan teks merupakan suatu kelebihan.


(34)

25

Pertama, model semacam inni akan secara komperhensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tapi juga persepsi. Kedua, posisi pembaca ditempatkan dalam posisi penting. Karena teks secara langsung ataupun tidak berkomunikasi dengan masyarakat. Maka pada saat menulis sebuah teks penulis akan memperhitungkan keberadaan pembaca. Secara sederhana bisa digambarka seperti ini,

Konteks penulis Teks Konteks pembaca

Mills memandang banyak teks berkomunikasi dengan pembaca secara tidak langsung, hal ini kentara pada iklan yang ada di masyarakat. Persepsi kata atau teks dalam iklan itu tidak langsung menyuruh seseorang untuk menggunakan sebuah produk yang diiklankan, tetapi memancing persepsi pembaca teks itu untuk menggunakan produk dengan berbagai teks persuasi yang selanjutnya dimaknai sendiri oleh pembaca.

Dari berbagai posisi yang ditempatkan kepada pembaca, Mills

memusatkan perhatian pada gender dan posisi pembaca. Bagaimana laki –

laki dan wanita mempunyai persepsi yang berbeda ketika membaca suatu teks. Mereka juga berbeda dalam menempatkan posisi dalam teks. Bagaimana teks itu ditafsirkan pembaca. Meskipun teks itu secara dominan

dapat dibaca , ditunjukkan kepada pembaca laki – laki atau wanita.

Contohnya, jika ada sebuah berita tentang pemerkosaan oleh seorang laki –

laki yang keluarganya broken home, menggunakan sudut pandang “saya” dalam tulisan beritanya. Bisa dilihat bahwa teks ini menempatkan khalayak sebagai laki – laki. Tapi belum tentu laki – laki akan menempatkan dirinya


(35)

26

sebagai laki – laki. Karena laki – laki dan wanita bisa saja bertukar peran dalam memahami atau membaca suatu teks.

4. Tinjauan Tentang Cerpen

a. Pengertian Cerpen

Cerpen berarti cerita pendek. Menurut H.B Jasin, cerita pendek adalah cerita yang pendek. Sedangkan menurut Sudjiman, cerpen adalah cerita pendek (kurang dari 10.000 kata, yang dimaksudkan memberi kesan yang dominan. Cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika. Meskipun persyaratan itu tidak terpenuhi, cerita pendek tetap memperlihatkan kepaduan sebagai patokan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh yang ditampilkan pada satu latar belakang dan lewat lakuan lahir atau batin terlibat dalam

satu situasi.15 Untuk membuat cerpen yang menarik kemampuan dan latar

belakang pengarang berpengaruh.

b. Ciri-ciri Cerpen

Cerpen memiliki ciri-ciri sebgagai berikut,

1. Kurang dari 10.000 kata

2. Bentuk tulisannya singkat

3. Isi dari cerita berasal dari kehidupan sehari-hari

4. Penokohan dalam cerpen sangat sederhana

5. Bersifat fiktif

6. Hanya mempunyai satu alur

7. Habis dibaca sekali duduk

15


(36)

27

8. Penggunaan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca

9. Mengangkat beberapa peristiwa saja dalam hidup

10.Memiliki pesan dna kesan

c. Unsur-unsur Cerita Pendek

Unsur cerita pendek dibagi menjadi dua yakni unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik.

1. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar cerpen, tetapi secara tidak langsung, mempengaruhi sistem organisme sebuah cerpen. Unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun cerpen,

unsur – unsur ekstrinsik seperti, Biografi pengarang, waktu

pembuatan cerpen, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang pengarang dan latar belakang penciptaan cerpen.

2. Unsur Instrinsik

Unsur instrinsik ialah unsur yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, penokohan, titik pengisahan dan gaya

a. Tema, adalah gagasan yang mendasari cerita yang dibuat

oleh penulis cerpen. Gagasan seperti ini biasanya berupa pokok bahasan

b. Amanat, didalam cerita, terdapat pesan untuk pembaca agar

dapat menyelesaikan permasalah yang menjadi pokok pada persoalan cerita. Pesan inilah yang diharap dapat diresapi


(37)

28

dan diterima oleh para pembaca, sebagai satu manfaat dari membaca cerita pendek

c. Alur, menurut Suminto A. Sayuti, alur adalah

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya terdiri dari tiga bagian awal,

bagian tengah dan bagian akhir.16 Alur juga dibedakan

menjadi 3 jenis, alur maju, alur mundur dan alur campuran.

d. Penokohan, yakni bagaimana pengarang menampilkan

tokoh dalam sebuah cerita, bagaimana watak dan perilaku tokoh pada cerita pendek

e. Sudut Pandang, adalah bagaimana posisi pengarang dalam

cerita tersebut, sebagai apakah pengarang dalam sebuah cerita, orang ketiga, kesatu atau serba tahu.

f. Gaya, merupakan cara pengarang dalam bercerita,

bagaiman penggunaan kata, kalimat dan ungkapan.

Selain tiga hal diatas cerpen juga memiliki fungsi dalam kehidupan

sehari – hari, selain sebagai media hiburan bagai pembaca. Cerpen juga

berfungsi sebagi media didaktif, sebagai sarana pembelajaran tentang kebaikan yang ada didalam cerita. Dengan membaca cerpen pembaca seolah mendpaat pengalaman dari apa yang ditulis penulis tanpa langung melakukannya. Cerpen juga membawa ide-ide pemikiran penulis yang bisa mempengaruhi pikiran dari pembaca, baik dari segi moralitas maupun nilai

16


(38)

29

nilai kehidupan yang lainnya. Cerpen juga sebagai media penyampai pesan, secara sederhana penggunaan cerpen dalam menyampaikan pesan mengikuti pemikiran Harold Laswell, who says what which channel to whom with what effect?. Pada hal ini penulis cerpen, difungsikan sebagai orang yang menyampaikan pesan kepada pembaca, namun makna yang tersirat dari pesan tersebut tergantung bagaimana pembaca mengartikan dan menangkap maknanya.

B. Kajian Teori

1. Teori Paradigma Naratif

Dalam sebuah wacana yang menganalisa sebuah teks dibutuhkan teori yang mendukung analisa wacana yang digunakan pada sebuah teks. Dalam analisa ini, peneliti memilih teori paradigma naratif sebagai teori yang cocok dengan analisa yang digunakan pada teks cerita pendek berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut.

Teori Paradigma Naratif yang dikemukakan oleh Walter Fisher ini berkeyakinan bahwa manusia adalah makhluk pencerita, dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Robert Roeland berpendapat,bahwa ide yang ada pada masyarakat pada dasarnya pencerita itu telah diadopsi oleh banyak mata pelajaran yang berbeda-beda termasuk sejarah, biologi, antopologi,sosiologi, dan teologi. Pelajaran komunikasi juag dipengaruhi oleh ketertarikan dalam

narasi. John Lucaites dan caleste condit menyatat “kepercayaan yang tumbuh


(39)

30

Fisher menjelaskan pergerseran paradigma dengan menceritakan kembali sejarah paradigma yang mengarahkan pemikiran barat. Fisher melihat bahwa logos pada awalnya adalah sebuah kombinasi konsep termasuk kisah, wacana dan pemikiran.

Dengan kata lain, kita lebih dapat terbujuk oleh sebuah cerita yang bagus dibandingkan dengan argumen yang baik. Dalam Teori ini Fisher menyatakan 5 Asumsi, yakni,

1. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita.

2. Keputusan mengenai harga dari sebuah cerita didasarkan pada

“pertimbangan yang sehat”

3. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya

dan karakter

4. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi

dan kebenaran sebuah cerita

5. Seseorang mengalami dunia yang diisi dengan cerita, dan kita harus

memilih cerita yang ada.17

Asumsi yang pertama, sifat manusia berakar dari cerita dan bercerita. Dimana seorang individu akan mengubah cara pandangnya hanya dengan mendengarkan sebuah cerita dari orang lain. Fisher juga meyakini bahwa naratif bersifat universal, ditemukan dalam semua budaya dan periode waktu.

Fisher menyatakan “etika manapun, apakah sosial, politis, hukum atau

lainnya melibatkan naratif”. Fisher kemudian mengemukakan istilah Homo

17

Richart West & Lynn H Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,buku 2 (Jakarta :Salemba Humanika : 2008) hal 46


(40)

31

narrans sebagai metafora untuk mendefinisikan kemanusiaan. Fisher dalam pendekatannya dipengaruhi bacaan teori moral yang dikemukakan oleh Alasdair Mac Intyre (1981).

MacIntyre mengamati bahwa “manusia dalam tindakannya dan praktiknya, dan juga dalam fiksinya, pada dasarnya adalah makhluk pencerita. Kemudian Fisher menggunakan ide MacIntyre sebagai dasar dari paradigma naratif.

Dalam cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut, memiliki berbagai tema Seperti hal nya, ketimpangan antara kaya dan miskin, kecurangan yang membuat eksploitasi alam dan sebagainya. Menujukkan manusia dengan ceritanya berusaha menyampaikan hal yang berada disekitarnya, untuk menyampaikan informasi dan pesan, yang selanjutnya bisa mengubah perilaku atau sikap seseorang.

Asumsi Kedua dari paradigma naratif menyatakan bahwa orang yang membuat keputusan mengenai cerita mana yang akan diterima dan mana yang akan ditolak, berdasarkan apa yang masuk akal bagi dirinya, atau pertimbangan yang sehat. Asumsi ini menyadari bahwa tidak semua cerita setara dalam hal efektivitas, seorang individu berhak memiiih mana cerita yang sesuai dengan pemikiran dan pengalaman personalnya dan mana yang tidak.

Asumsi ketiga berkaitan dengan apa yang secara khusus mempengaruhi pilihan orang dan memberikan alasan untuk mereka. Paradigma naratif mengasumsikan bahwa rasionalitas naratif dipengaruhi oleh sejarah, biologi, budaya,dan karakter. Sehingga Walter Fisher memperkenalkan pemikiran


(41)

32

menegenai konteks kedalam paradigma naratif,orang dipengaruhi oleh konteks dimana mereka terikat. Jadi individu akan cenderung merasa sebuah cerita itu persuasif jika sesuai dengan pribadinya.

Asumsi keempat, menyatakan bahwa orang mempercayai cerita selama cerita terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya. Asumsi ini sesuai dengan konsep rasionalitas naratif.

Asumsi kelima pada teori ini didasarkan pada asumsi bahwa dunia

adalah sekumpulan cerita, dan ketika individu memilih cerita – cerita itu,

maka individu tersebut mengalami perubahan kehidupan, memungkinkan individu itu untuk mengulang kehidupan yang sesuai dengan cerita yang dipilih.

Melihat Asumsi teori paradigma naratif, menujukkan ada beberapa konsep kunci dalam pendekatan naratif. Ada dua konsep yakni, Narasi dan Rasionalitas naratif.

Yang pertama narasi, dalam teori ini Fisher memprespektifkan narasi yang mencakup deskripsi verbal atau non verbal appaun dengan urutan kejadian yang oleh para pendengar atau pembaca diberi makna.

Konsep berikutnya adalah rasionalitas naratif, dalam teori paradigma naratif kita membutuhkan sebuah parameter untuk mengukur sebuah cerita bisa dipercaya atau tidak, disinilah kita membutuhkan rasionalitas naratif. Dalam standar rasionalitas nariatif menggunakan dua prinsip, koherensi dan kebenaran untuk mengukur sebuah cerita.

1. Koherensi, merujuk pada konsistensi internal dari sebuah naratif.


(42)

33

apakah cerita itu runtut dan konsisten. Selain itu koherensi juga melihat apakah tokoh dalam cerita berperilaku dalam cara yang konsisten. Koherensi sendiri didasarkan pada tiga tipe koherensi.

a. Koherensi Struktural, jenis koherensi yang berpijak pada

tingkatan dimana elemen – elemen dari sebuah cerita mengalir

dengan lancar. Ketika cerita membingungkna, ketika satu bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural.

b. Koherensi Material, koherensi jenis ini merujuk pada tingkat

kongruensi antara satu cerita dengan cerita lainnya, yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut.

c. Koherensi karakterologis, koherensi ini merujuk pada dapat

dipercayanya karakter – karakter dalam sebuah cerita. Sebagai

contoh jika kita membaca cerita spiderman yang digambarkan sebagai sosok pahlawan yang suka menolong, namun ada cerita lain yang menceritakan bahwa Spiderman mencuri dan banyak melakukan kejahatan, maka orang tidak akan percaya, karena ia lebih dulu menderngar cerita yang pertama. Mebuat ia mempunyai latar belakang tentang tokoh spiderman, yang membuatnya tidak percaya pada cerita yang berbeda dari latar belakang yang dimilikinya.

2. Kebenaran, merupakan standar penting untuk menilai rasionalitas

naratif. Karena sebuah cerita denga kebenaran akan terdengar


(43)

34

ketika elemen – elemn sebuah cerita mempresentasikan pernyataan –

pernyataan akurat mengenai realitas sosial, disitulah mereka memiliki banyak kebenaran.

Selain prinsip dasar koherensi dan kebenaran. Teori paradigma naratif mengenal konsep logika dari good reason.

Fisher (1987) menjelaskan bahwa konsep logikanya dengan berkata bahwa hal ini berarti sebuah rangkaian prosedur yang sistematis yang akan membantu didalam analisis dan penilaian sebuah elemen pertimbangan dalam interaksi retoris. Oleh karena itu sebuah logika naratif membuat seseorang bisa menilai harga dan nilai dari sebuah cerita. Logika yang dari pertimbangan yang sehat (good reason) memberikan pendengar seperangkat nilai yang menariknya dan membentuk jaminan untuk menerima atau menolak saran yang dikemukakan oleh bentuk naratif apapun. Logika ini diperoleh dari dua seri atas lima pertanyaan. Pertanyaan seri pertama sebagi berikut,

1. Apakah Pertanyaan-pertanyaan diklaim faktual didalam sebuah naratif

benar-benar faktual?

2. Apakah ada fakta-fakta relevan yang telah dihapuskan dari naratif atau

didistorsi dalam penyampaiannya?

3. Pola-pola pertimbangan apa yang ada dalam naratif ?

4. Seberapa relevan argumen-argumen didalam cerita dengan keputusan

apapun yang mungkin akan dibuat oleh pendengar ?

5. Seberapa baik naratif ini menjawab isu-isu penting dan signifikan dari


(44)

35

Pertanyaan ini membentuk logika alasan. Untuk mengubah ini menjadi logika good reason terdapat lima pertanyaan lagi yang memperkenalkan nilai ke dlaam proses penialaian pengetahuan praktis, sebagai berikut,

1. Nilai Implisit dan eksplisit apakah yang terkandung didalam naratif?

2. Apakah nilai-nilai ini sesuai dengan keputusan yang relevan dengan

naratif itu ?

3. Apakah dampak dari mengikuti nilai-nilai yang tertanam didalam

naratif tersebut?

4. Apakah nilai-nilai tersebut dapat dikonfirmasi atau divalidasi dalam

pengalaman yang dijalani?

5. Apakah nilai-niali dari naratif merupakan dasar bagi perilaku manusia

yang ideal ?

Jika semua pertanyaan itu bisa dijawab akan membantu membangun logika good reason yang ada dalam paradigma naratif.


(45)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subyek,obyek dan Wilayah penelitian

1. Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut

Subyek pada penelitian ini adalah cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru

Laut. Sedangkan objeknya adalah hal – hal yang berkaitan dengan kritik

sosial yang disampaikan pada bahasa dan segala unsur pesan didalam cerpen. Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut adalah sebuah cerpen karya Puthut EA, yang dimuat pada Koran Kompas dalam kurun waktu 2005-2006. Cerita pendek ini dibukukan pada kumpulan buku cerita pendek Ripin, cerpen

Kompas pilihan 2005 – 2006, yang terbit pada 2007. Cerpen karya Puthut ini

menceritakan berbagai masalah sosial yang terjadi dari dunia anak – anak.

Cerita bermula dengan adanya sebuah ruang tunggu yang diperuntukkan bagi

anak – anak sebelum mereka pergi ke surga.

Cerita bermula dengan adanya sebuah ruang tunggu didalamnya berisi berbagai macam jenis bocah yang berseragam biru laut, yang memancarkan warna ungu yang menunjukkan kesedihan. Dalam kepala-kepa kecil itu memiliki berbagai cerita tentang kehidupannya yang penuh derita yang masih tersisa. Ada seorang penyadap cerita, yang jika ia hinggap di salah satu bocah itu, ia akan mendapat cerita tentang masa hidup bocah-bocah berseragam biru laut, dan riwayat bagaimana mereka bisa meninggalkan dunia. Menceritakan berbagai ketidakadilan yang dirasakan namun tidak dipahami oleh anak-anak.


(46)

37

Ada yang mati karena kemiskinan, anak itu meninggal saat digendongan bapaknya, meninggal karena terkena muntaber. Ada yang meninggal karena bunuh diri dikarenakan tidak adanya biaya untuk membayar Lembar Kerja Siswa (LKS). Kurangnya perhatian orang tua dan berbagai pengaruh lingkungan yang buruk. Dalam cerita ini memperlihatkan dunia dari sudut pandang dan mata seorang anak.

2. Profil Pengarang

Pengarang cerita pendek berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut ini adalah Puthut EA. Lahir di Rembang Jawa Tengah, 28 Maret 1977. Puthut menghabiskan waktunya di Rembang, hingga ia pindah ke Yogyakarta dan berkuliah di Fakultas filsafat UGM Yogyakarta. Ayah dari Kali dan suami dari seorang istri bernama Diajeng ini sudah aktif menulis sejak di bangku SMP, Puthut sudah menulis geguritan pada majalah Penjebar Semangat dan Jayabaya.

Puthut dikenal sebagai cerpenis produktif dalam kurun waktu 1999-2007, dengan menulis 120 cerpen. Kemudian kini ia menjadi penulis buku dan pembicara dalam berbagai pelatihan menulis kreatif hingga saat ini. Seperti pada awal oktober 2014 Puthut diundang mengisi proses kreatif bengkel menulis GLI angkatan VII. Puthut begitu mencintai dunia tulis menulis. Puthut bersama sahabatnya Coki Nasution, membuat buletin sastra Ajaib. Ketika kemudian Coki hijrah ke Timor Leste, Puthut kemudian bergabung ke dalam Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY). AKY merupakan salah satu lembaga dibawah Insist Press, peristiwa ini terjadi pada 2001. Selama di AKY, bersama teman-temannya Puthut membuat jaringan


(47)

38

penulis dan komunitas kreatif di berbagai daerah, membuat media alternatif ON/OFF, membuat berbagai proyek penelitian dan penerbitan buku. Di keluarga insist itulah, Puthut terlibat berbagai proyek penelitian dan belajar menjadi pemandu berbagai pelatihan. Pada tahun 2006 , ia mundur dari AKY kemudian ikut menginisiasi pembuatan Komuniatas tanda baca. Sekarang Puthut aktif di LSM Berdikari.

Puthut EA meupakan orang yang aktif dalam sosial media. Puthut memiliki akun email dengan nama Puthutea@yahoo.com, mempunyai akun instagram dengan ID Puthut EA dan juga punya blog pribadi dengan alamat www.PuthutEA.com yang menampung karya-karya tulis hasil pemikirannya. Puthut juga merupakan salah satu pengelola media daring Mojok.Co. Puthut merupakan orang yang ramah dan rame saat di sosial media, terutama di twitternya. Terlihat dari beberapa komentar seperti, @puthutea woiii, jam segini sudah nongollll. Itu adalah salah satu tweet dari Puthut yang menunjukkan keramahannya pada teman sesama penyuka As Roma di twitter. Puthut merupakan seorang ayah yang begitu menyayangi putranya dan juga dunia menulis. Terbukti dari upload foto instagramnya berkaitan dengan keseharian anaknya dan quotes-quotes bijak atau kritik yang dipotret dan diupload dalam bentuk foto atau gambar.

Dalam blognya Puthut menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang tidak mewakili siapa – siapa kecuali dirinya sendiri. Orang yang takut naik pesawat, susah tidur malam, tidak menyukai kerumunan manusia. Puthut menulis bahwa Puthut merupakan orang yang punya selera buruk dalam


(48)

39

musik, senirupa dan sastra. Mengingat sesuatu seperti nomor telfon, alamat dan yang berkaitan dengan hafalan adalah hal sulit untuk dilakukan.

Penulis satu ini sangat suka membaca dan menulis, buku sejarah dan ekonomi-politik adalah satu dari tema buku yang suka dibaca oleh Puthut. Dalam pandangan Puthut seorang penulis adalah seorang pekerja keras yang mampu memahami batas kemampuannya. Puthut merupakan seorang penulis

dengan tipe last minute person, yakni suka mengerjakan sesuatu dalam

tenggat waktu yang mepet. Karena Puthut merupakan orang yang tidak bisa berkonsentrasi dalam dua hal sekaligus. Tempat yang paling disukai adalah kamar dan Stasiun kereta api. Jika suntuk menghadang, cara terampuh mengusir adalah membawa Puthut ke tok buku, biarkan Puthut berkeliling dan berbelanja buku-buku. Salah satu bentuk relaksasi diri selain yoga yang rutin dilakukan.

Puthut sangat menyukai rokok, kopi dan sepak bola. Tim kesayangannya adalah AS Roma, menang kalahnya tim favoritnya ini akan mempengaruhi perasaan Puthut. Selain itu Puthut percaya terhadap pengaruh positif kebaikan manusia dan solidaritas sosial demi masa depan kehidupan yang lebih baik, juga kebalikannya. Puthut juga percaya akan reinkarnasi dan karma. Sejak kecil sampai saat ini Puthut memiliki cita-cita untuk menjadi seorang detektif sekaligus pembunuh bayaran. Pada kenyataanya kini Puthut terus setia dalam dunia menulis dan menjadi seorang penulis dan menghasilkan berbagai judul buku, seperti,

1. The Show Must Go on Bencana Ketidak adilan (karya tulis , 2010)


(49)

40

3. Makelar politik : Kumpulan Bola Liar (Karya tulis, 2009)

4. Menanam padi di Langit (karya Tulis, 2008)

5. Sarapan Pagi Penuh Dusta (2004)

6. Dua Tangisan pada Satu Malam (Kumpulan Cerpen, 2005)

7. Kupu-kupu Bersayap Gelap (2006)

8. Sebuah Kitab yang Tak Suci (Kumpulan Cerpen, 2011)

9. Seekor Bebek yang Mati di Pinggir kali (kumpulan cerpen, 2009)

10.Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (novel, 2009)

11.Bunda, Berdasarkan screen play Cristantra (Novel, 2005)

12.Deleilah tak ingin pulang dari pesta (naskah Drama, 2009)

13.Jejak air (Biografi Politik Nani Zulminarni_

14.Sinengker (nakah film)

Sampai saat ini Puthut masih tinggal di Yogyakarta, dan aktif dalam kerja kemanusiaan, sukarelawan terutama untuk kelompok-kelompok yang terpinggirkan secara ekonomi, politik sosial dan budaya.

B. Deskripsi Data Penelitian

Media teks, menjadi salah satu media kuno yang sudah ada sejak zaman dahulu digunakan untuk menyimpan ilmu pengetahuan agar bisa disampaikan

pada generasi berikutnya. Sejak zaman pertengahan akhir, buku – buku fiksi

banyak memberikan pencerahan dan kesenangan kepada sejumlah besar manusia di seluruh dunia.1 Hal ini menunjukkan terlepas dari teks cerita itu

fiksi atau sebuah non fiksi, mereka sama – sama menjadi penyampai pesan

1


(50)

41

dari penulis. Seperti hal nya cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut sebagai media penyampai pesan yang berupa kritik sosial. Untuk memudahkan melihat kritik sosial dalam cerpen, penulis membagi kritik sosial berdasarkan penggolongan jenis kritiknya.

1. Kemiskinan dalam Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut

Kemiskinan adalah suatu keadaan ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari – hari, dari mulai makan, pakaian, tempat berlindung,

pendidikan dan kesehatan. Dalam masyarakat sering terjadi sudut pandang ketidaksetaraan orang kaya dan miskin. Dalam cerita ini, bertemakan kemiskinan Ada beberapa kutipan sebagai berikut,

Ruang tunggu dengan warna pastel. Lubang-lubang ventilasi kecil di dekat langit langit tinggi itu membawa bocoran harum yang mungkin berasal dari beranda surga. Ratusan kepala bocah yang ada

didalamnya menekuri lantai,ratusan yang lain menatap langit – langit

ruang. (Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 79)

“tempat ini bukan untuk anak-anak manis seperti kalian. Pergilah ke ruang tunggu nyaman itu tunggulah sejenak,sebentar lagi surga akan dibuka tepat pada saat dimana kalian merasa mengantuk”. (Bocah -bocah Berseragam Biru Laut : 79)

Kedua kutipan diatas berlatar pada sebuah ruangan kosong, yang dihuni oleh anak-anak kecil. Kedua kutipan itu menunjukkan bahwa anak-anak menjadi pelaku utama dalam cerita ini. Karena penulis cerita mempunyai perhatian besar pada dunia anak-anak, penulis cerita mencoba memperlihatkan dunia

dari sisi anak –anak. Penulis memperlihatkan seorang anak itu suci dan bersih.

Terlihat pada kutipan kedua, terdapat kalimat tempat ini bukan untuk anak-anak manis seperti kalian”. Kata manis ini menunjukkan bahwa penulis ingin


(51)

42

kehidupan beragama, surga digambarkan sebagai tempat yang paling baik setelah meninggal, dan diperuntukkan untuk orang-orang baik pula, sehingga dalam cerita ini anak-anak digambarkan sebagai kertas putih. Ada dua cara penyampaian yang berbeda. Jika yang pada kutipan pertama cerpen, penyampaiannya menggunakan narasi tokoh, sedangkan yang kedua menggunakan percakapan tokoh. Dalam cerpen ini digunakan alur campuran.

Kutipan tentang kemiskinan ditemukan pada kutipan berikut,

“Ibu membawaku pulang dari rumah sakit. Ibuku tahu aku akan mati. Ibuku sudah tidak punya air mata. Ibuku kalah dalam menagih janji. Mereka bilang biaya perawatan gratis. Mereka bohong, mereka membiarkan aku mati, dan membiarkan perasaan ibuku bolong. ,mereka mencoba membunuhku dua kali. Pertama membiarkanku tidak punya gizi, kedua membiarkanku pulang karena ingkar terhadap janji.” Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 82)

Pada teks diatas penulis menggambarkan seorang anak yang memiliki orang tua yang kurang mampu. Orang tuanya gigih mengusahakan biaya rumah sakit untuk anaknya. Namun, tetap saja hal itu susah untuk diperoleh. Ada janji bantuan dari pemerintah pada saat itu yang sempat memberi pengobatan gratis pada rakyat miskin, tapi itu hanya janji yang tidak selalu teraplikasikan dengan baik. Sehingga anak kecil itu meninggal dunia. Di kutipan ini, disampaikan Kritik sosial dengan percakapan yang dilakukan tokoh dalm cerita. Pada kutipan ini diperlihatkan seorang anak sebagai objek penceritaan, anak-anak ditokohkan berwatak tidak mengerti tapi merasakan akibatnya. Pada kutipan ini diperlihatkan bahwa pemerintah adalah orang yang ingkar janji, pada tulisan ini anak-anak menjadi tookoh yang illegitimate, karena wacana penceritaan pada cerpen ini berasal dari sisi merkea. Penulis cerpen ini adalah seorang aktivis,saat berada di fakultas filsafat di UGM, juga seorang


(52)

43

pecinta dunia anak, terbukti dengan seringnya Puthut menjadikan anak-anak sebagai tokoh dalam penulisan cerpennya, seperti juga yang terlihat dalam cerpen diatas. Sehingga tidak heran jika kutipan cerpen diatas memperlihatkan opini sederhana dari seorang anak yang meninggal dunia karena kelalaian orang dewasa.

Kutipan lain yang juga berisi tentang kemiskinan dari segi faktor ekonomi, terlihat pada kutipan lain,

Aku juga masih belum membayar uang Lembar Kegitaan Siswa. Aku tidak enak dengan ibu guru, aku malu dengan teman-temanku. Aku membuat tali menggantung dari selendang ibuku. Aku tahu ibu menyayangiu. Tetapi, di hari itu, aku ingin mengatakan kepadanya

bahwa diluar sana uang tidak bisa diganti dengan rasa sayang”.

Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 82)

Penulis ingin menunjukkan bagaimana seorang anak, memilih untuk mengakhiri hidup dengan alasan yang berasal dari ketidakmampuan orang tua. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam segi pendidikan membuat seorang anak malu dan mengakhiri kehidupannya. Dalam cerita ini penulis juga ingin menunjukkan meski sekolah gratis ada biaya seperti LKS yang tidak ikut dalam bantuan biaya gratis pemerintah. Sehingga anak yang tidak mampu tetap harus membayarnya. Pada kutipan ini disampaikan dengan narasi oleh penulis yang seakan menjadi tokoh dalam cerita tersebut. Latar suasana pada cerpen ini adalah sedih.

“aku telah jadi mayat ketika bapak menggendongku naik kereta. Aku mati karena muntaber. Mati karena tidak cepat mendapat pertolongan. Bapakku tidak kuat menyewa ambulans untuk mengangkut mayatku. Aku digendong naik kereta. Bahkan bapakku sempat bingung dan tidak tahu dimana bisa memakamkan mayatku. Bagi orang miskin seperti kami, mati pun menyisakan masalah (Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 83)


(53)

44

Kutipan ini menceritakan seorang anak yang mati karena keterlambatan pertolongan pada sebuah penyakit. Sang anak merasa bahwa menjadi orang miskin akan sellau menyusahkan bahkan saat meninggal dunia sekalipun. Disini ditunjukkan seorang bapak yang tangguh mengahadapi kehidupan demi untuk anaknya. Tapi dunia, tidak berpihak pada mereka. Cara penyampaina pada kutipan ini, merupakan percakapan tokoh yang seorang anak kecil,

dengan teman – temannya yang didengarkan si penyadap cerita.

Ada kutipan lain yang menunjukkan dampak dari kemiskinan yang ada,

menyebabkan orang tua mengambil keputusan untuk anak – anaknya,

Mereka mati dibalut api. Ibu mereka terlalu bersediih. Kemiskinan mungkin masih berani dihadapinya. Tetapi satu diantara mereka menderita sakit yang takmungkin ditanggulangi. Uang mereka tidak cukup untuk membiayai. Si Ibu mengambil seliter minyak tanah. Dua orang yang masih lelap, mencoba diselamatkan oleh sepasang tangan yang menggigil, tangan ibu mereka sendiri. “Nak, penderitaan ini tidak akan sanggup kita hadapi. Hanya kematian yang bisa menyelamatkan kita”. Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 81)

Pada cerpen diatas, penulis menjadikan anak sebagai objek oleh orang tua mereka, dimana orang tua mereka dengan keputusannya mengakhiri hidup, tanpa meminta persetujuan anaknya. Penulis menggambarkan seorang ibu sebagai pengambil keputusan atas kehidupan anak-anaknya, yang didorong oleh faktor ekonomi yang tidak bersahabat.

Dari beberapa kutipan diatas secara tidak langusng menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi dimasyarakat membawa dampak bagi seluruh aspek


(54)

45

kehidupan, pemerintah yang mencanangkan program untuk mengentaskan kemiskinan pun tidak serta merta berhasil dalam hal pelaksanaanya.

Dalam beberapa kutipan yang ada pada tema kemiskinan ini, terdapat tokoh yang berdiri pada posisi Subyek dan Obyek. Subyek adalah tokoh yang mengkonstruksi cerita yang ada, dalam cerita pendek ini, yang berdiri sebagai Subyek adalah anak-anak, karena dalam cerpen ini penulis memposisikan diri sebagai orang pertama serba tahu, yang melihat posisi penceritaan dari

pandangan anak-anak. Hal ini terlihat dengan pemakaian kata “Aku” saat dan

percakapan yang disaring oleh penulis, sebagai penyadap cerita dalam cerpen ini. sedangkan obyek pada cerita ini, adalah orang yanag menjadikan keadaan miskin itu menjadi hal yang menyulitkan bagi si Subyek, salah satunya adalah pemerintah, pihak rumah sakit, orang tua, dan lain sebagainya.

Cerpen yang ditulis Puthut ini memiliki pandangan berbeda, jika pada cerita lain atau berita lain seorang anak akan masuk dalam daftar tokoh pada posisi Obyek yang illegitimate, maka dalam cerpen ini Puthut berusaha menguraikan kritik dari kacamata seorang anak.

Selain dari posisi Subyek dan obyek, dalam cerita ini diketahui pula bagaiamana posisi Pembaca dalam sebuah cerita. Meskipun pada kenyataannya pembaca bebas meletakkan posisinya berada disebelah mana, namun dalam cerita ini penulis seolah menggiring pembaca untuk berada pada pihak anak-anak dan mendukung kritik atas kemiskinan yang disampaikan anak-anak tersebut. Dengan menjadikan sudut pandang kepenulisannya sebagai orang pertama yang serba tahu, hal ini menunjukkan posisi pembaca


(55)

46

sebagai orang ketiga yang serba tahu pula yang melihat fakta yang dibeberkan penulis lewat sudut pandang penceritaannya.

2. Prilaku Sosial dalam Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut.

Prilaku sosial yang dimaksud disini adalah, bagaimana satu individu saling berinteraksi dengan individu lain dalam sebuah cerita yang menjadi cermin penggambaran prilaku di masyarakat. Dalam masyarakat banyak prilaku dan kebiasaan yang sudah menjadi opini publik dan wajar, seperti biasanya orang akan berpendapat perempuan itu cantik, jika memiliki kulit putih, wajah bersih, badan langsing dan penggambaran cantik yang sempurna. Hal ini membuat seseorang akan memperlakukan orang lain berbeda jika ia tidak cantik, atau menarik hal ini dikritisi lewat kutipan berikut,

Dan televisi memberi tahu ada seorang bocah mati bunuh diri karena ia merasa terlalu gemuk dan tidak secantik dulu.( Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 85)

Puthut menggambarkan bahwa seorang anak yang gemuk dan tidak cantik itu merasa tersiksa akan kondisi tubuh dan tampilan fisik. Penulis cerpen yang suka memperhatikan dunia anak ini, merasa prihatin akan kondisi dimana anak yang gemuk, atau tidak cantik akan selalu diolok- olok oleh temannya jika di sekolah, di area bermain dan dibeberapa tempat umum.

Dalam kutipan ini, diperlihatkan penokohan seorang anak perempuan yang rendah diri dan mudah menyerah, ia memilih mengakhiri hidupnya daripada bertahan dengan kekurangan fisik yang ada. Latar suasana pada kutipan cerpen ini adalah latar suasana sedih. Dalam cerita ini gadis kecil yang gemuk tadi menjadi tokoh yang berposisi dalam illegitimate,sementara orang-orang dan budaya cantik disekitarnya adalah tokoh legitimate. Dimana,


(56)

47

pemberitaan terhadapnya cenderung menunjukkan kekurangannya.

Menunjukkan bahwa jika seseorang itu cantik,orang itu tidak akan bunuh diri dan merasa malu. Penulis cerpen ini merupakan relawan bagi kelompok yang terpinggirkan baik dalam segi ekonomi, politik maupun budaya. Budaya cantik sudah mendarah daging dan mengucilkan orang-orang yang tidak terlihat cantik, Atau tidak cantik.

Selain itu ada kutipan lain yang memperlihatkan prilaku sosial,

Senantiasa ada pintu-pintu terkunci,halaman-halaman tak

terbaca,antara aku yang hanya membaca dan mendengar, dengan mereka yang mengalami sendiri. (Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 80)

Pada kutipan ini diperlihatkan bagaimana perasaan seorang anak, si penulis dalam narasi ini seolah berada pada posisi orang tua, dimana orang tua selalu mengambil keputusan agar anaknya melakukan ini, masuk keperguruan tinggi itu, masuk ke sekolah itu, dan merasa paling mengerti apa yang dirasakannya. Padahal dalam kenyataannya, mendengan dan membaca apa yang ada pada seorang anak akan sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh anak itu sendiri. Berbagai gejolak kehidupan yang dirasakan anak tidak akan dimengerti oleh orang tua, karena anak memiliki pemikirannnya sendiri.

Ketidak tahuan orang tua akan perasaan anaknya ini juga ditunjukkan dengan beberapa kutipan lainnya, seperti kutipan berikut,

“Ada yang salah dengan tubuh kami. Kami tidak ingin berjalan empat kaki seperti sapi. Mereka membangun rumah sakit bergedung tinggi. Mereka menganggap rumah sakit adalah hiasan kota yang membuat para pelancong merasa nyaman dan senang. Mereka ingin mengatakan pada dunia, inilah kota kami yang indah dan makmur. Mereka seperti sepasang keluarga yang memajang potret pernikahan di ruang tamu, untuk memastikan pada seluruh orang yang berkunjung bahwa pernikahan dan rumah tanga mereka baik-baik saja. Tapi, mereka


(57)

48

membiarkan kami seperti ini”. Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 81)

Penulis cerita ingin memberikan gambaran bahwa, banyak daerah di dalam suatu negara yang bangga punya rumash sakit terbaik, rumah sakit yang megah, tapi tidak terlalu memperdulikan pendidikan dan nasib anak-anak serta proses pembentukan karakter mereka.

Dalam kutipan diatas telihat anak sebagai tokoh yang dijadikan penokohan sebagai posisi yang lemah. Dan pemerintah atau orang tua yang berada pada penokohan yang kuat yang memilih membuat rumah sakit megah daripada membantu pembangunan sekolah-sekolah dan pengetatan aturan pada program televisi untuk menambah edukasi bagi anak-anak. Penulis ingin mengkritisi bahwa orang-orang disebuah negara lebih suka jika dianggap mutakhir dan canggih karena memiliki rumah sakit yang bagus. Tanpa mempedulikan generasi berikutnya yang bisa saja hancur karena ketidak mampuan berfikir yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.

Dalam kutipan yang berkaitan dengan Prilaku Subyek yang ada pada cerita ini adalah anak-anak dan yang menjadi obyek adalah media yang mempengaruhi keinginan manusia untuk terlihat bagus dan cantik. Media

juag menyebarkan standar – standar seperti kecantikan yang harus dimiliki


(58)

49

anak dimana diperlihatkan bahwa media itu kejam, memberi informasi tertentu yang akhirnya menggiring opini publik kearah yang diinginkan media. Dan membuat orang lain akan melihat rendah kepada orang yang tidka sesuai dengan opini publik tersebut.

Posisi Pembaca pada kutipan – kutipan diatas berada pada posisi orang

ketiga serba tahu. Yang bebas memihak salah satu pihak.

3. Kecurangan yang dilakukan dalam cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru

Laut

Kritik sosisal yang ada pada cerpen berjudul Bocah-bocah Berseragam Biru Laut ini, juga mengkritisi tentang kecurangan dan eksploitasi alam berlebihan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ada dipemerintahan. Terlihat pada kutipan berikut,

“ Ah itu hanya kabar yang berlebihan. Lihatlah, akan selalu lahir

generasi-generasi yang lebih baikdari kita “ mereka berkata sambil

terus menggali lubang-lubang utang, meracuni laut, membobol gunung, menebangi hutan. Ya, dengan tangan penuh tombol, dengan tubuh terlilit kabel. Sambil terus mngunyah berita-berita penuh kebohongan sambil menyeringai dan berkata “Hari gini gitu loogh…” Mereka benar. (Bocah-bocah Berseragam Biru Laut : 85)

Kutipan diatas menunjukkan banyaknya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh oknum sehingga terjadi penebangan hutan secara liar, hal ini terlihat dengan adanya kata “menebangi hutan”, kata tersebut merujuka pada penebangan hutan secara liar yang marak terjadi di beberapa hutan di Indonesia. Lalu ada kata “Membobol Gunung” kata ini merujuk pada


(59)

50

eksploitasi alam berupa batu-batu pegunugan, seperti beberapa gunung kapur yang diambil untuk keperluan pembutan rumah-rumah penduduk. Kata-kata meracuni laut, menunjukkan pengertian pencemaran lingkungan laut dengan berbagai bahan kimia, seperti menggunakan bom, untuk menangkap ikan dan juga bentuk pengeksploitasian laut yang lainnya.

Salah satu undang-undang tentang ketentuan pemanfaatan hutan dan hasilnya, telah diatur dalam pasal UU no 41 tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut, pada ayat 1, menyatakan setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Ayat 2, setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha. Pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Undang-undang ini sudah jelas menunjukkan adanya perlindungan terhadap hutan. Namun, pada kenyataannya ekploitasi hutan secara berlebihan dan illegal masih sering terjadi.

Ada pula kutipan “tangan penuh tombol, dengan tubuh terlilit kabel.

Sambil terus mengunyah berita-berita penuh kebohongan sambil menyeringai dan berkata “Hari gini gitu loogh…” kutipan yang ini menunjukkan penulis ingin menggambarkan bahwa orang-orang berkuasa yang semakin modern, dan paham teknologi, justru menggunakan pengetahuannya untuk terus menyebar kabar bohong dengan kepentingan pihak tertentu. Mengontrol media dan beralasan dengan mengikuti trend yang ada. Selain itu ada pula kutipan yang menunjukkan bagaimana hal- hal yang berbau modernitas akan membunuh generasi muda,


(1)

77

a. Kritik sosial yang berkaitan dengan kemiskinan, kemiskinan menjadi

masalah yang tak pernah habis di masyarakat. Fokus kritik sosial yang

ada pada cerepn ini adalah kemiskinan. Hal ini terlihat dari pembahasan

peneliti yang merujuk pada kelemahan ekonomi. Anak-anak yang

berada pada posisi Subyek dalam cerita ini, menceritakan bagaimana

pahitnya kemiskinan, kehidupan serba kurang atau ketidak mampuan

membayar dan membeli sesuatu.

b. Kritik Sosial yang dimaknai sebagai kritik tentang Prilaku sosial

masyarakat. Yang dalam cerpen ini dirasakan oleh anak-anak. Dimana

ada seorang anak yang mati karena merasa gemuk dan jelek, ada anak

yang merasa tidak ada yang bisa memahami perasaan mereka dan

sebagainya. Kritik ini menunjukkan bahwa anak-anak menjadi individu

tidak berdaya yang terus menerima opini masyarakat tentang mereka,

dan jika tidak tahan mereka bahkan bisa depresi atau bunuh diri.

c. Kritik sosial yang berkaitan dengan kecurangan yang dilakukan oknum

untuk merusak bangsa baik dari segi sumber daya alam maupun dari

segi sumber daya manusia.hal ini terlihat dari para oknum yang dalam

cerpen ini melakukan perusakan alam dengan menebang hutan,

mencemari laut, mengeruk gunung. Sedangkan untuk sumber daya

manusianya para oknum menghancurkan dengan member tontonan

tidak mendidik, kabar-kabar bohong yang telah di setting terlebih


(2)

78

B. Rekomendasi

Selanjutnya agar penelitian ini dapat membuahkan hasil, sebagaimana

penulis harapkan maka saran dari peneliti diharapkan dapat menjadi masukan

atau sebagai bahan pertimbangan oleh pihak – pihak terkait. Adapun saran dari

penulis sebagai berikut,

1. Bagi masyarakat diharapakan tidak hanya melihat karya sastra seperti

cerpen, novel, dsb. sebagai hiburan saja, tapi juga sebagai media

penyampaian informasi dari masa ke masa yang mengandung nilai

sejarah dan kritik terhadap fenomena yang terjadi disekitar masyarakat.

Selain itu masyarakat juga hendaknya, mengintropeksi prilaku sosial yang

individual yang lebih memntingkan diri sendiri atau percaya terhadap hal

– hal yang belum ada bukti nyatanya.seperti yang banyak digambarkan

pada cerpen sebagai kritik terhadap perilaku masyarakat yangkadang

membedakan hak antar gender, dan dan bersikap individual dsb,

diharapkan bisa mengintropeksi diri masing masing, agar lebih bersosial

seperti budaya indonesia yang dikenal dengan sosialnya yang tinggi.

2. Bagi pemerintah, agar lebih mengevaluasi segala keputusan dan tindakan

yang diambil agar tidak merugikan masyarakat.

3. Bagi orang tua diharapkan agar bisa memberi pengertian terhadap anak –

anaknya tentang kesetaraan dan tidak memandang orang berdasarkan


(3)

79

membaca dan memahami karya sastra berpa cerpen agar tidak terjadi

salah tangkap dari anak.

4. Bagi lembaga pendidikan menambah pengetahuan akan media baru yang

bisa digunakan dalam menyampaikan nilai – nilai pendidikan

menggunakan cerpen.

5. Bagi dunia Dakwah dan penyebaran nilai keislaman, diharapkan

penelitian ini bisa memberikan informasi tentang media penyampaian

dakwah dengan cara baru, yang bisa menjangkau berbagai elemen

masyarakat, dengan menggunakan karya sastra seperti cerpen sebagai

penyampaian informasi dan nilai – nilai keislaman dalam berdakwah

6. Setelah melakukan analisis wacana kritis model Sara Mills pada Buku

Ripin, Cerpen kompas pilihan 2005 – 2006 ini. Peneliti menyadari bahwa

penelitian ini masih dapat dikembangkan dan dianalisis lebih dalam

dengan sudut pandang kajian yang berbeda. Bagi peneliti selanjutnya

yang ingin melakukan telaah pada buku yang sama. Peneliti

mengharapkan adanya penelitian untuk buku yang sama dengan objek

penelitian yang berbeda, misalnya mengenai bagaiman respon masyarakat

terhadap Kritik sosial yang ada pada sebuah cerpen. Selama melakukan

penelitian, peneliti memahami bahwa tidak banyak orang yang meneliti

karya sastra berupa cerpen sebagai salah satu caara menyampaika

informasi yang serius, orang lebih suka menelaah film dan media lain


(4)

80

Karena media tulis baik buku maupun novel, memiliki jangka lebih lama


(5)

81

DAFTAR PUSTAKA

Budiman Kris. 2002. Analisis Wacana. Yogyakarta : Kanal.

Dani Vardiansyah. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual.

Jakarta : Ghalia Indonesia

Danesi Marcel. 2010. Pengantar memahami Semiotiika.Yogyakarta : Media.Jalasutra.

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana. Yogyakarta : Lkis.

Imam Jalaludin AL mahalli, Imam Jalaludin As suyuti. 2010. Tafsir Jalalain .Bandung :Sinar

Algesindo offset .

Mc Qual Dennis. 2011. TeoriKomunikasi. Jakarta : Salemba Humanika.

Moeleong J Lexy. 2002. Metodologi Penilitian Kualitatif. Bandung:Rosda karya.

Morrisan. 2013. Teori Komunikasi. Jakarta:Kencana Prenada Group.

Mulyana Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rakhmat Jalaludin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung:Rosdakarya.

Ripin Cerpen Kompas Pilihan 2005 – 2006. 2007. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Sobur Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sayuti Suminto A. 2000.Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gama Media

Sudjiman,P. 1990.Kamus Istilah Sastra. Jakarta : UI Press :1990

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Syarh Riyadhis Sholihin, , terbitan Darul Wathon, cetakan tahun 1425 H.

Teddy P Yuliawan. 2014. NLP the art enjoying life. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Verhaar J W M. 2012. Asas – Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University

Press.

West Richart & Tunner Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi.

Jakarta : Salemba Humanika.


(6)