PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN : STUDI KASUS PROGRAM BHAKTI SOSIAL TERPADU.
PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI DESA GANDUL KECAMATAN
PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN
(Studi Kasus Program Bhakti Sosial Terpadu)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
FENI RIA ASTUTI NIM: E34213118
JURUSAN FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
ABSTRACT
Tittle : Community Participation in Sustainable Development at Gandul Village,
Pilangkenceng Subdistrict, Madiun District (Case Study Program Bhakti
Sosial Terpadu) Writer : Feni Ria Astuti Advisor : Dr. Biyanto, M.Ag
Keyword : Community Participation, Sustainable Development, Bhakti Sosial Terpadu.
Community participation is key to success of development. In sustainable development, public participation occurs early the development planning until the construction work. The duty of the government to increase community participation for development to achieve a successful. Sustainable development carried out with the purpose of increasing the welfare of society. The targets of sustainable development carried out by the local government according to the Sustainable Development Goals (SDGs) include health, gender equality, water supply, infrastructure development, reduction in inequality, and the transparency in government budgets. To reach this aim, local governments and village governments and communities work together to develop the natural potential and the potential of the community. In this thesis, aim to reveal community participation in sustainable development through a program of Bhakti Sosial Terpadu (BST).
The research method used descriptive approach in the form of descriptions of words instead of numbers. Data collection techniques include using observation of exploration related problems studied and conducted interviews so as to strengthen the data are sketchy. Informant selecting in this study with purposive sampling based on the consideration of informants are considered the most knows and master of the required data researchers. Data were analyzed using data reduction is choosing and summarizing data to be more focused, data presentation is connects between categories of the variables that simplify writing and verification are drawing conclusions from the early stages of the data obtained up to the saturation values.
The results of this study show that the enthusiasm of people in a very participatory sustainable development. Seen at the beginning of public participation in the development planning program BST to implementing the program BST. BST programs into sustainable development programs because it includes objectives in accordance with the SDGs. In realizing the sustainable development, local governments, village governments and communities are able to work in synergy. So that the BST program implementing by the district
(8)
government success in achieving development objectives. Additionally, through a program of BST can also increase community participation in sustainable development, and to form an independent society according to the vision and mission of the regents.
(9)
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN (SAMPUL) ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian... 10
E. Penelitian yang Relevan ... 10
F. Metode Penelitian ... 11
1. Pendekatan dan jenis Penelitian ... 11
2. Penentuan Lokasi Penelitian ... 13
3. Informan Penelitian ... 13
4. Jenis Data dan Sumber Data ... 13
5. Teknik Pengumpulan Data ... 14
(10)
7. Pengujian Keabsahan Data ... 17
G. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II KAJIAN TEORI ... 20
A. Partisipasi Masyarakat ... 20
B. Pembangunan Berkelanjutan ... 25
1. Millenium Development Goals (MDGs) ... 30
2. Sustainable Development Goals (SDGs) ... 31
3. Sustainable Development Goals (SDGs) dan Pemerintah Daerah ... 33
C. Bhakti Sosial Terpadu (BST) ... 35
D. Sinergi Pemerintah dan Komponen Masyarakat dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 41
1. Tugas Utama Pemerintah Daerah... 42
2. Tugas Pemerintah Di Bidang Pelayanan Publik Era Otonomi Daerah ... 44
3. Regulasi Pelayanan Publik ... 45
4. Pelayanan Publik Tingkat Desa ... 46
E. Kebijakan Publik ... 47
BAB III DESKRIPSI DATA ... 51
A. Data Potensi Desa Gandul Kecamatan Pilangkenceng ... 51
1. Gambaran Umum Desa Gandul ... 51
2. Pemerintahan Desa ... 51
3. Data Kependudukan dan Tenaga Kerja... 52
4. Data Potensi Desa Gandul ... 54
5. Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) ... 58
(11)
B. Pelaksanaan Kegiatan Bhakti Sosial Terpadu ... 61
BAB IV ANALISIS ... 64
A. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Berkelanjutan pada Program Bhakti Sosial Terpadu ... 64
B. Implementasi dan Hambatan Program Bhakti Sosial Terpadu ... 69
1. Implementasi Program Bhakti Sosial Terpadu ... 69
2. Hambatan Pelaksanaan Program Bhakti Sosial Terpadu ... 76
C. Sinergi Pemerintah dan Masyarakat pada Program Bhakti Sosial Terpadu ... 78
BAB V PENUTUP ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian 2. Pedoman Wawancara 3. Identitas Informan
4. Teknis Pelaksanaan Kegiatan Bhakti Sosial Terpadu 5. Daftar Nama Penerima Bantuan
6. Dokumentasi Kegiatan Bhakti Sosial Terpadu 7. Tentang Penulis
(12)
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mempertegas posisi desa serta desa adat dan secara konstitusi melahirkan keberpihakan nyata atas pembangunan desa pada masa yang akan datang. Lahirnya undang-undang tersebut bukan sekedar berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui dana pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi juga meneguhkan posisi desa sebagai ruang pembangunan di tingkatan paling dasar. Undang-undang tersebut bukan sekedar memberikan ruang untuk percepatan pembangunan tingkat desa, tetapi juga mempertegas hak-hak dasar warga masyarakat yang berdomisili di tingkat desa.1
Pada pasal 68 dikatakan bahwa (1) Masyarakat desa berhak: a) meminta dan mendapatkan informasi dari pemeritah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; b) memperoleh pelayanan yang sama dan adil; c) menyampaikan aspirasi, saran dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; d) memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1) Kepala desa; 2) Perangkat desa; 3) Anggota badan permusyawaratan desa; atau 4) anggota lembaga
1
Abdul Chalik dan Muttaqin Habibullah, Pelayanan Publik Tingkat Desa (Yogyakarta: Interpena,
2015), 29.
(14)
kemasyarakatan desa, e) mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketentraman dan ketertiban di desa.2
Dalam pasal 71 UU desa tentang sumber pendapatan desa menyatakan bahwa sumber pendapatan desa ialah pendapatan asli desa: a) hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong; b) alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara; c) bagian dari hasil retribusi dan pajak daerah kabupaten/kota; d) alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota; e) bantuan dari APBD provinsi maupun APBD kabupaten/kota; f) hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan; g) lain-lain pendapatan desa yang sah.3
Sesuai kebijakan baru, desa akan memperoleh bantuan satu hingga dua milyar pertahun yang diperuntukkan bagi pembangunan desa. Persoalan tersebut yang menjadi tantangan utama desa pada tahun 2015 dan seterusnya. Lahirnya UU desa membawa percepatan pada pembangunan desa namun juga akan melahirkan tantangan baru. Aspek profesionalitas menjadi taruhan dalam pengelolaan keuangan desa.
Tantangan UU desa tersebut yaitu profesionalitas pengelolaan keuangan desa. Kelemahan negara berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan terutama terletak pada sumber daya manusia yaitu kualitasnya. Saat ini terus berkembang kehidupan etos kerja yang kurang menunjang pada pembangunan moral bangsa.4 Seperti budaya konsumtif yaitu masyarakat sulit menginvestasikan kekayaannya untuk hal yang produktif. Budaya hidup destruktif seperti bermalas-malasan, narkoba, minuman keras masih membudaya di Indonesia. Budaya ini tidak sesuai dengan mentalitas manusia pembangunan bahkan menganggu proses pembangunan.
2
Ibid., 30.
3
... Pelayanan Publik Tingkat Desa., 31.
4
Muchdarsyah Sinungan, Produktivitas Apa dan Bagaimana (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 5.
(15)
Selain itu juga ada sikap nrimo pada diri kebanyakan masyarakat Indonesia. Mentalitas sikap ini yaitu dengan kerja dibatasi untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup hari ini tanpa memikirkan hari kedepannya. Kemudian sikap status oriented yaitu sikap terhadap kerja yang ditujukan semata-mata kepada kedudukan dan lambangnya serta merasa mempunyai legalisasi terhadap derajat atau gelar. Sikap pasif terhadap hidup yang mengganggu percepatan pembangunan karena manusia memandang hidup penuh dengan kesusahan, mudah menyerah dan putus asa. Terakhir adalah budaya jam karet yang tidak cocok dengan tuntutan pembangunan. Budaya sikap jam karet mencirikan bahwa masyarakat tersebut belum memiliki etos kerja yang produktif.
Berdasar sikap yang tidak mendukung kemajuan pembangunan tersebut maka dibutuhkan pembinaan yang tepat untuk memberantas sikap tersebut. Khususnya menyangkut mentalitas dan motivasi pembangunan yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan pembangunan berupa tenaga kerja yang berkualitas yaitu tenaga kerja yang kreatif, produktif, disiplin, etos kerja, serta mampu mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang.5
Kesiapan SDM pada pembangunan tidak lepas dari partisipasi masyarakat sebagai penikmat kebijakan. Masyarakat harus memiliki pandangan untuk maju sehingga pembangunan berkelanjutan berjalan sesuai yang diharapkan. Memang pada tahap awal pembangunan peran pemerintah sangat besar. Bahkan sebagian besar kegiatan pembangunan dilakukan oleh pemerintah. Namun sekalipun dalam keadaan
5
Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1997), 54.
(16)
negara berperan besar pada pembangunan, tetap dibutuhkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan jaminan keberhasilan pembangunan.
Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri.6 Dengan demikian tugas penting managemen pembangunan untuk membimbing, menggerakkan dan menciptakan iklim yang mendukung kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui kebijakan, peraturan serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, merangsang, membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam hal ini berkembang konsep pemberdayaan masyarakat yang hakikatnya memampukan atau memandirikan masyarakat.
Pada pembangunan berkelanjutan dibutuhkan adanya partisipasi masyarakat agar pembangunan dapat berjalan sesuai tujuan. Pembangunan berkelanjutan tidak harus diartikan sebagai pembangunan yang berlangsung secara lancar, mantap tanpa hambatan. Pembangunan masyarakat selalu berjalan bergelombang dan pasang surut. Disebut berkelanjutan apabila mampu mematahkan atau mampu menghindari hambatan-hambatannya dan bergerak lebih lanjut ketingkat keseimbangan yang lebih tinggi.
Saat ini pembangunan berkelanjutan dikenal dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu tentang agenda dari pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan global.7 SDGs adalah sebuah kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs (Millenium Development Goals). SDGs berlaku dari tahun
2015-6
Ibid., 57.
7
Mickael B. Hoelman dkk, Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan
Pemangku Kepentingan Daerah (Infid, 2015), 8.
(17)
2030 yang disepakati oleh 190 negara berisi 17 goals dan 169 sasaran pembangunan. Di Indonesia masih sedikit informasi tentang SDGs tersebut karena banyaknya informasi yang dirangkum didalamnya serta tidak semua mudah dipahami.
SDGs berbicara tentang pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa sejak berlakunya desentralisasi di Indonesia, dua pertiga kualitas hidup masyarakat sangat ditentukan oleh baik-buruknya kinerja pemerintah daerah. Seperti kebersihan lingkungan, pendidikan dan kesehatan bergantung pada kinerja pelayanan publik di daerah.
SDGs dibangun dari bawah (bottom up) dan partisipatif.8 Artinya dokumen SDGs dirumuskan oleh tim bersama dengan pertemuan tatap muka lebih dari 100 negara dan survei warga. Solusi yang ditawarkan juga menyeluruh dan berisi 17 tujuan yang berupaya merombak struktur dan sistem. Tujuan tersebut diantaraya adalah kesetaraan gender, tata pemerintahan, perubahan model konsumsi dan produksi, perubahan sistem perpajakan, diakuinya masalah ketimpangan, diakuinya masalah perkotaan.
Proses perumusan SDGs tidak lepas dari aspirasi dan inspirasi dari pemerintah daerah. Melalui asosiasi kota dan pemerintah daerah di tingkat global, pemerintah daerah telah sangat aktif ikut andil dalam perumusan dan pengesahan SDGs. SDGs adalah milik dan tanggung jawab semua pihak, bukan hanya pemerintah pusat dan kelompok masyarakat sipil semata. Pemerintah kabupaten dan kota merupakan ujung tombak realisasi SDGs. Tanpa peran aktif mereka, maka SDGs hanya akan gagal atau tercapai sepertiganya.
Salah satu pembangunan berkelanjutan yang diinginkan oleh SDGs adalah pembangunan desa yang merupakan cerminan dari kegiatan, inisiatif serta
8
Ibid., 15.
(18)
keterampilan antara pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakat. Pada tahap awal pembangunan, peranan pemerintah biasanya besar. Kegiatan pembangunan sebagian besar adalah usaha pemerintah. Selain itu, pemerintah desa juga membantu usaha pemerintah daerah yang sedang menyelenggarakan suatu program di desa. Selain pemerintah desa, adapula Lembaga Kemasyarakatan Desa yang mempunyai tugas membantu pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa.9
Kegiatan yang menerapkan pembangunan berkelanjutan dengan inisiatif serta keterampilan masyarakat dan pemerintah terlihat pada program Bhakti Sosial Terpadu (BST). Program BST adalah program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2000 ketika masa jabatan Bupati Djunaedi Mahendra. Program tersebut berisi berbagai kegiatan dan bantuan diberbagai bidang seperti bidang kesehatan, pertanian, peternakan, pendidikan dan sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Desa Gandul, Sunarto:10
Program Bhakti Sosial Terpadu itu mencakup banyak bidang. Ada kesehatan, pendidikan, peternakan, pertanian dan lain-lain. Jadi hampir semua bidang dimasuki. Jadi dengan banyaknya kegiatan dalam pogram BST tersebut dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena merata disemua bidang.
Dalam program BST, banyak kegiatan dan bantuan yang diberikan kepada masyarakat secara langsung maupun bertahap. Bantuan berkelanjutan dimaksudkan untuk pembangunan berkelanjutan yang diharapkan bermanfaat untuk masyarakat secara terus menerus. Demi berlangsungnya pembangunan berkelanjutan, maka dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan bantuan
9
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta: Erlangga, 2011),
150.
10
Sunarto, Wawancara, Madiun, 25 September 2016.
(19)
berkelanjutan tersebut. Adanya partisipasi masyarakat adalah agar terlaksananya pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan diadakannya program BST.
Fakta menarik pada program BST yang diselenggarakan di desa Gandul oleh Pemkab Madiun adalah masyarakat Gandul belum sepenuhnya memahami tujuan diadakannya program BST. Masyarakat hanya terfokus pada kedatangan Bupati ke desa Gandul pada program BST. Kepala Desa Gandul menyatakan:
Masyarakat Gandul antusias dengan adanya BST, tetapi antusias pada kedatangan Bupati bukan tujuan program BST. Karena Bupati yang memang jarang bisa ditemui.11
Berdasar pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat desa Gandul belum memahami tentang tujuan diadakannya program BST. Masyarakat yang belum memahami secara benar tentang suatu tujuan program pemerintah, akan mengancam pada keberhasilan program tersebut. Selain itu, pemahaman masyarakat Gandul yang kurang tentang tujuan suatu program pemerintah juga akan berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat Gandul dalam program pembangunan berkelanjutan.
Selain partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam program pembangunan berkelanjutan atau dalam penelitian ini BST, sosialisasi juga menjadi penting untuk diperhatikan. Sosialisasi dilakukan agar masyarakat memahami maksud tujuan program yang dilakukan pemerintah. Sosialisasi harus dilakukan oleh pemerintah sebagai administator sehingga dapat menekan angka kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan dan membentuk masyarakat yang sadar dan memahami pentingnya mengikuti pembangunan berkelanjutan.
Pada program BST yang merupakan program pembangunan berkelanjutan diperlukan kesinambungan antara pemerintah kabupaten (pemkab), pemerintah desa maupun masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, pembangunan yang dilakukan
11
Ibid.,
(20)
oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat tidak dapat berjalan maksimal dan tidak sesuai yang diharapkan. Begitupula apabila kinerja pemerintah dalam pembangunan kurang maksimal maka harapan kesejahteraan masyarakat hanya angan-angan.
Pemerintah desa yang sukses dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa adalah mereka yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi managemen dalam usaha mencapai tujuan. Gagal berhasilnya pembangunan desa tergantung dari kemampuan managemen dari pemerintah desa. Selain itu, dibutuhkan juga partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah desa ialah kesejahteraan yang merata dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa. Namun tujuan tersebut tidak dapat berjalan sesuai yang dinginkan apabila tidak ada kesinambungan antara pemerintah, pemerintah desa, maupun partisipasi masyarakat.
Seperti tujuan SDGs yang lebih melebar dan sangat partisipatif. Hal tersebut mencerminkan bahwa bukan hanya pemerintah desa atau pemerintah daerah saja yang membutuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan, tetapi pemerintah pusat maupun negara-negara yang tergabung dalam SGDs mewajibkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan agar goals yang diharapkan tercapai.
Pemaparan di atas merupakan gambaran dari latar belakang masalah yang kemudian peneliti tertarik untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam. Bagaimana partisipasi masyarakat pada pembangunan berkelanjutan melalui program BST di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.
(21)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar permasalahan, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun?
2. Bagaimana implementasi program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun?
3. Bagaimana sinergi pemerintah dan masyarakat pada program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.
2. Mendeskripsikan implementasi program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.
3. Mendeskripsikan tentang sinergi pemerintah dan masyarakat pada program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.
(22)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat pada pembangunan berkelanjutan.
2. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan.
E. Penelitian yang Relevan
Sebelum penelitian ini, ada beberapa peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian tentang peran pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada pembangunan desa berkelanjutan di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun (Studi Kasus Program Bhakti Sosial Terpaadu). Menjadi bahan telaah dalam penelitian ini, penulis menggunakan jurnal-jurnal, buku, dan karya tulis lainnya yang terkait dengan judul, yaitu:
1. Jurnal karya Firdasari Nuradilla berjudul “Inovasi Pelayanan Publik Melalui Bhakti Sosial Terpadu (BST) (Studi pada Desa Singgahan Kecamatan
Kebonsari Kabupaten Madiun)”.12 Berisi tentang BST yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Madiun menunjukkan adanya inovasi dengan aktivitasnya yaitu melalui pelayanan publik.
2. Skripsi karya Muchoirina berjudul “Relevansi Pola Kepemimpinan Kepala Desa dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Mewujudkan Otonomi (Studi
12
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/1373 diunduh pada tanggal 17 September 2016.
(23)
Kasus di Desa Karangrejo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik”.13 Membahas tentang partisipasi masyrakat dalam membangun wilayahnya. 3. Skripsi karya M. Fathoni Hakim berjudul “Partisipasi Masyarakat Dusun
Prajian Utara dan Dusun Prajian Selatan dalam Proses Pemilihan Kepala Desa Tahun 2007”.14
4. Buku karya Junwinto, Aca Sugandhy dan Rustam Hakim yang berjudul “Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan”.15
Dari referensi yang ditemukan oleh penulis di atas, belum ada penelitian yang mendalam dan terfokus dalam partisipasi masyarakat pada pembangunan desa berkelanjutan melalui program BST di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun. Penulis melakukan penelusuran untuk menghindari kesamaan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tidak ada penelitian yang secara rinci membahas tentang peran pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada pembangunan desa berkelanjutan di Desa Gandul, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun (studi kasus program BST).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, bukan angka. Dengan demikian laporan ini berisi kutipan data untuk
13
Muchoirina.“Relevansi Pola Kepemimpinan Kepala Desa dan Partisipasi Politik Masyarakat
Dalam Mewujudkan Otonomi (Studi Kasus di Desa Karangrejo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2010.
14
M. Fathoni Hakim, “Partisipasi Masyarakat Dusun Prajian Utara dan Dusun Prajian Selatan
dalam Proses Pemilihan Kepala Desa Tahun 2007”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel 2014.
15
Junwinto dkk, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan.
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
(24)
memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut dapat berasal dari kutipan wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, atau dokumen resmi lainnya.16
Creswell menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam informasi, serta dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti.17 Moleong menyatakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.18
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Penelitian deskriptif kualitatif memusatkan diri pada unit tertentu dari berbagai fenomena. Dari ciri tersebut memungkinkan studi ini dapat amat mendalam dan kedalaman data yang menjadi pertimbangan dalam penelitian model ini. Penelitian ini bersifat mendalam pada sasaran penelitian. Deskriptif kualitatif studi kasus merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peranan penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang variable sosial.19
16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 11.
17
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), 8.
18
Ibid., 9.
19
Burhan Mungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), 68.
(25)
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Gandul, kecamatan Pilangkenceng, kabupaten Madiun dengan alasan sebagai berikut:
a. Menurut pengamatan sementara peneliti, program Bhakti Sosial Terpadu mempengaruhi pembangunan berkelanjutan di desa Gandul.
b. Mengamati partisipasi masyarakat desa Gandul pada program Bhakti Sosial Terpadu.
3. Informan Penelitian
Pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu penentuan informan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut berdasar anggapan tentang informan yang dinilai paling tahu tentang data yang diharapkan atau informan sebagai penguasa sehingga akan memudahkan penulis menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.20 Adapun informan penelitian yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), kepala Desa Gandul, tokoh masyarakat, serta masyarakat yang mendapat bantuan BST.
4. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data diklasifikasikan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.21 Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden/informan yang diteliti dengan melakukan observasi, wawancara dan alat lainnya. Sumber data primer adalah wawancara dan dokumentasi. Data sekunder adalah data yang berasal dari bahan kepustakaan yang digunakan untuk melengkapi data primer. Sumber data sekunder adalah berbagai literatur atau
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 218.
21
Joko Subagyo. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 87.
(26)
buku-buku, koran, berita, maupun online/internet dari sumber terpercaya yang ada kaitannya dengan tema penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pada teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Penulis menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Sedangkan triangulasi sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian dengan observasi, dan wawancara. Observasi dilakukan untuk memperoeh informasi tentang kelakuan manusia pada kenyataan. Observasi dilakukan untuk mengeksplorasi yaitu menjajaki permasalahan terkait penelitian. Spradley dalam Susan Stainback (Sugiyono), membagi observasi berpartisipasi menjadi empat yaitu, pasive
participation, moderate participation, active participation dan complete
participation. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan observasi pasif yaitu penulis tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut tetapi mengetahui serta mengamati kegiatan tersebut.22
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan untuk menggali informasi-informasi penting dan tajam seputar tema penelitian. Wawancara atau interview adalah bentuk komunikasi verbal yaitu percakapan bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara, pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. biasanya dilakukan saling berhadapan tetapi
22
Ibid., 227.
(27)
dapat pula dilakukan melalui telepon. Wawancara dapat berfungsi deskriptif yaitu dapat menggambarkan dunia kenyataan. Selain fungsi deskriptif, wawancara juga berfungsi eksploratif, yaitu apabila penelitian yang dilakukan masih samar atau belum dilakukan oleh orang lain sebelumnya.23
Salah satu keuntungan dalam wawancara mendalam adalah agar peneliti lebih mudah merekam hasil wawancara sehingga memudahkan untuk menganalisisnya, sekaligus dalam wawancara mendalam peneliti dapat melakukan observasi langsung sebagai pembantu dan pelengkap pengumpulan data. Teknik wawancara yang dipilih penulis adalah wawancara semi-struktur yaitu penulis lebih bebas dalam menggali data karena pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Ciri-ciri wawancara semi-struktur yaitu:24
a. Pertanyaan terbuka tetapi ada batasan tema dan alur pembicaraan. b. Kecepatan wawancara dapat diprediksi.
c. Fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban)
d. Ada pedoman yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata.
e. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
23
Nasution. Metode Research: Penelitian Alamiah (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 106.
24
Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), 123.
(28)
tuntas sehingga datanya sudah jenuh.25 Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan conclusion drawing (verifikasi).
a. Reduksi data adalah data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak sehingga perlu untuk dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama penulis turun ke lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit sehingga perlu dilakukan reduksi data. Reduksi data adalah merangkum dan memilih hal-hal pokok, fokus pada hal-hal penting kemudian dicari tema dan polanya. Dengan demikian terlihat gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
b. Penyajian data pada penelitian kualitatif yaitu dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Menurut Milen dan Huberman yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.26 Dengan mendisplay data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merancanakan kerja selanjutnya berdasar apa yang telah dipahami. Namun dalam fenomena sosial bersifat kompleks dan dinamis sehingga data juga mengalami perkembangan.
c. Verifikasi atau penarikan kesimpulan yang masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka
25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 246.
26
Ibid., 249.
(29)
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi gambaran suatu objek yang masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
Teknik yang digunakan dalam menganalisa data penelitian ini dengan menggunakan deskriptif kualitatif data yang dianalisa dalam bentuk paparan atau deskripsi kata-kata yang jelas, kemudian data tersebut diinterpretasikan secara rinci yang selanjutnya dapat diambil suatu kesimpulan.
7. Pengujian Keabsahan Data27
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektifitas).
a. Validitas internal dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan menggunakan bahan referensi. Melalui tahapan-tahapan tersebut maka akan meningkatkan kualitas data karena adanya pengecakan ulang data yang diperoleh dengan perpanjangan pengamatan. Kemudian adanya pendukung untuk membuktikan data melalui rekaman wawancara sebagai bahan referensi.
b. Validitas eksternal merupakan cara penulis untuk membuat laporannya dengan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat memahami dan menerapkan hasil penelitian di tempat lain.
27
Ibid., 270.
(30)
c. Reliabilitas yaitu pembimbing mangaudit keseluruhan aktifitas penulis dalam melakukan penelitian. Dari tahap awal yaitu menentukan fokus masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, hingga membuat kesimpulan merupakan proses yang harus dapat ditunjukkan oleh penulis.
d. Obyektifitas atau menguji hasil penelitian terkait proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan proses dari penelitian yang dilakukan maka penulis telah memenuhi standar konfirmability.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah hasil laporan ini dibangun dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab satu Pendahuluan meliputi subbab latar belakang, fokus penulisan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu serta metode penelitian.
Bab dua Kajian Teori yaitu teori-teori tentang partisipasi masyarakat, kemudian teori pembangunan berkelanjutan, program Bhakti Sosial Terpadu (BST), sinergi pemerintah dan masyarakat pada program Bhakti Sosial Terpadu, serta teori kebijakan publik yang digunakan dalam melihat masalah pada penelitian ini.
Bab tiga Deskripsi Data berisi subbab teknis pelaksanaan kegiatan BST, data potensi Desa Gandul Kecamatan Pilangkenceng, data penerima bantuan Bhakti Sosial Terpadu, hambatan pada program Bhakti Sosial Terpadu, data potensi Desa Gandul, serta data bantuan yang diperoleh Desa Gandul Kecamatan Pilangkenceng.
Bab empat Analisis berisi pembahasan dengan subbab partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan pada program Bhakti Sosial Terpadu,
(31)
implementasi dan hambatan program Bhakti Sosial Terpadu, serta sinergi pemerintah dan masyarakat pada program Bhakti Sosial Terpadu.
Bab lima Penutup berisi kesimpulan dan beberapa rekomendasi yang diharapkan dijadikan saran atau pertimbangan bagi kajian-kajian berikutnya.
(32)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi.1 Asumsi yang mendasari partisipasi sebagai aspek demokrasi adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik untuk dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Masyarakat berhak ikut serta dalam menentukan isi keputusan politik. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut dan mempengaruhi hidupnya.
Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik dibagi mennjadi dua yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif.2 Partisipasi aktif ialah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk merumuskan kebijakan. Sedangkan partisipasi pasif yaitu kegiatan menaati pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Dengan kata lain, partisipasi aktif yaitu kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output politik, sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses output saja.
Menurut Charles Adrian dan James Smith pada the 1995-1997 World Value Survey, membagi partisipasi menjadi 3 kelompok yaitu:3
1
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), 179.
2
Ibid., 182.
3
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), 111.
(33)
1. Partisipasi dilihat dari keterlibatan politik seseorang, yakni sejauhmana orang tersebut melihat politik sebagai sesuatu yang penting, memiliki minat terhadap politik dan sering berdiskusi mengenai isu-isu politik dengan teman.
2. Partisipasi lebih aktif yakni sejauhmana orang tersebut terlibat dalam organisasi dan asosiasi sukarela seperti kelompok keagamaan dan sebagainya.
3. Partisipasi yang berupa kegiatan protes seperti ikut menandatangani petisi, melakukan boikot dan demonstrasi.
Partisipasi yaitu perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat merupakan syarat dari adanya pembangunan. Partisipasi masyarakat pada pembangunan berawal dari keadaan atau keinginan masyarakat itu sendiri. Seperti pada kegiatan pembangunan desa, menjadi tugas pemerintah desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pembangunan masyarakat desa agar pembangunan desa sesuai dengan tujuan. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam pembangunan masyarakat desa yaitu:4
1. Pemerintah maupun pemerintah desa mengadakan usaha peningkatan bekal pengetahuan serta keterampilan bagi masyarakat desa yang ditujukan kepada usaha peningkatan produktivitas dengan memperhatikan mekanisme yang hidup dalam masyarakat desa.
2. Pemerintah maupun pemerintah desa menstimulir berdirinya lembaga-lembaga kredit desa untuk melayani kebutuhan guna produksi yang nyata
4
Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
165.
(34)
dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tingkat kemampuan masyarakat desa pada umumnya.
3. Pemerintah maupun pemerintah desa mengusahakan bantuan materiil untuk menghimpun serta mengintensifkan cara kerja gotong royong yang diarahkan pada usaha-usaha terutama melengkapi serta menyempurnakan sarana produksi dan sarana sosial.
4. Pemerintah desa mengefektifkan strukturnya dan pensinkronisasian lembaga-lembaga desa.
Urusan partisipatif adalah urusan yang ditetapkan oleh pemerintah maupun pemerintah desa, tetapi pelaksanaanya diserahkan pada masyarakat desa yang bersangkutan sebagai sarana pendidikan pembangunan. Dalam melaksanakan urusan-urusan tersebut masyarakat desa memegang peranan desisif dan responsibel.5 Tanpa peranan tersebut urusan yang berkenaan tidak dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan pembangunan. Dalam melaksanakan urusan partisipatif, pemerintah atasan memberikan pembinaan dalam berbagai bentuk dan cara seperti bantuan uang, rencana, perlombaan desa, peraturan, dan kredit.
Urusan partisipatif terlihat pada kegiatan pembangunan desa yang dilaksanakan dalam rangka imbangan kewajiban yang sewajarnya antara pemerintah dan masyarakat desa. Kewajiban pemerintah desa adalah menyediakan prasarana, bimbingan dan pengawasan sedangkan sebaliknya disandarkan pada kemampuan masyarakat itu sendiri. Pemerintah berusaha untuk memberikan bantuan materiil kepada desa untuk menghimpun dan mengintensifkan pelaksanaan kerja gotong royong dan disisi lain, pemerintah membantu dalam mengusahakan serta pemupukan modal bagi kebutuhan produksi yang nyata di daerah pedesaan.
5
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 66.
(35)
Untuk mengarahkan serta meningkatkan kegiatan masyarakat tersebut pemerintah dan Pemerintah desa berkewajiban untuk:6
1. Menyediakan prasarana
Penyediaan prasarana diarahkan untuk menggali potensi ekonomi. Menjadi kewajiban pemerintah untuk membina kegiatan masyarakat yang merupakan kegiatan komplementer.
2. Memberikan bimbingan
Bimbingan diberikan terutama berupa petunjuk atau penyuluhan untuk memanfaatkan sebaik-baik prasarana yang telah disediakan serta potensi yang ada di desa.
3. Pengawasan
Pengawasan dilakukan agar peraturan atau ketentuan yang telah berlaku dapat dijalankan atau ditaati agar mendapat hasil yang diinginkan.
Studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat. Bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan itu dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain:7
1. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan rakyat banyak, bahkan disisi ekstrim dirasakan kerugian. 2. Pembangunan meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat
banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut.
6
Ibid.,
7
Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1997), 56.
(36)
3. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tapi cara pelaksanaanya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut.
4. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat, tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.
Oleh karena itu, menjadi tugas managemen pembangunan dalam penelitian ini adalah pemerintah desa untuk menjamin bahwa pembangunan:8
1. Harus menguntungkan rakyat.
2. Harus dipahami maksud dari diadakannya pembangunan tersebut oleh rakyat.
3. Harus mengikut sertakan rakyat dalam pelaksanaannya.
4. Dilaksanakan sesuai dengan maksud, secara jujur, terbuka, dapat dipertanggungjawabkan.
Pembinaan dan pelaksanaan pembangunan desa diarahkan pada adanya fungsi aktif dan luas dari masyarakat itu sendiri, karena walaupun ada pembinaan dan bantuan dari pemerintah tetapi tetap azasnya dikerjakan oleh masyarakat. Dorongan dan kesadaran masyarakat diperlukan untuk terlaksananya pembangunan desa. Pada pembangunan desa tahap-tahap yang perlu dilakukan adalah perencanaan, pengerahan sumber daya, menggerakkan partisipasi masyarakat, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan.
Pembangunan yang selalu melibatkan masyarakat bertujuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Dalam memberikan pemahaman awal tentang pemberdayaan, berikut beberapa pendapat ahli tentang pemberdayaan masyarakat. Menurut Ony dan Pranaka (1996:56-57) menyebutkan bahwa konsep pemberdayaan 8
Ibid., 57.
(37)
pada awalnya merupakan gagasan yang menempatkan manusia sebagai subyek di dunianya. Dengan demikian konsep ini merupakan kecenderungan ganda yaitu:9
1. Pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Dalam hal ini biasanya sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
2. Kecenderungan sekunder yaitu menekankan pada proses mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.
Sedangkan Mali (1978) mengatakan pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil pembangunan. Dari perspektif lingkungan pemberdayaan mengacu pada pengamanan akses mengacu pada sumber daya alam dan pengolahan secara berkelanjutan.
B. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber daya alam dengan manusia. Asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari faham ini adalah:10
1. Proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus, ditopang oleh sumber daya alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut.
9
Ismail Nawawi, Pembangunan dan Problema Masyarakat (Kajian Konsep, Model, Teori dari Aspek
Ekonomi dan Sosiologi) (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2009), 141.
10
Yayasan SPES, Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta: Gramedia, 1992), 3.
(38)
2. Sumber alam terutama tanah, air, udara memiliki ambang batas yaitu penciutan yang berarti berkurangnya kemampuan sumber alam tersebut untuk menopang pembangunan secara berlanjut sehingga menimbulkan keserasian sumber alam dengan sumber daya manusia.
3. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup. Seperti pada harapan usia hidup berpengaruh pada turunnya angka kematian. 4. Pada pembangunan berkelanjutan penggunaan sumber daya bagi arah pilihan
masa depan harus terbuka.
5. Pembangunan berkelanjutan mengandaikan solidaritas transgenerasi yaitu generasi saat ini meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kesejahteraan generasi masa depan.
Diperlukan langkah kebijakan untuk mewujudkan pola pembangunan berkelanjutan. Langkah-langkah kebijakan tersebut adalah:11
a. Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)
Dalam pengelolaan SDA ini, mencakup tiga sumber daya alam strategis yaitu hutan, tanah dan air. Ketiga SDA strategis tersebut harus dikelola dengan mempertimbangkan ketentuan pembangunan berkelanjutan sebagai perencanaan penggunaan bahan, perencanaan tata ruang serta perencanaan daerah.
b. Pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan
Dalam pengelolaan ini mencakup penerapan analisis dampak pembangunan terhadap lingkungan, pengendalian pencemaran maupun pengelolaan lingkungan binaan manusia seperti waduk.
11
Ibid., 4.
(39)
c. Pengelolaan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
Melalui pengelolaan SDM, mencakup pengendalian jumlah penduduk, mobilitas perpindahan penduduk, pengembangan kualitas penduduk, serta pengembangan keserasian wawasan.
Manajemen pembangunan adalah manajemen publik yang memiliki ciri khas seperti administrasi pembangunan. Manajemen pembangunan memiiki beberapa fungsi yaitu:12
a. Perencanaan
Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan lebih besar dari sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Perencanaan dapat dilakukan dan diperlukan untuk pembangunan dengan syarat: bersifat garis besar dan induktif, mengendalikan dan mengarahkan investasi pemerintah yang mendorong meningkatnya usaha masyarakat swasta, mendorong bekerjanya pasar, mengikutsertakan masyarakat dalam prosesnya, memajukan golongan masyarakat dan wilayahnya unuk meningkatkan akses faktor produksi.
b. Pengerahan sumber daya
Dengan perencanaaan yang tersusun, diperlukan pengerahan sumber daya. Sumber daya pembangunn tersbeut pada pokoknya adalah modal, sumber daya manusia, teknologi, dan organisasi atau kelembagaan.
12
... Administrasi Pembangunan (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1997), 48.
(40)
c. Menggerakkan partisipasi masyarakat
Kelemahan negara berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan adalah kualitas sumber daya manusia. Upaya yang dapat dilakukan oleh manajemen pembangunan adalah menyiapkan masyarakat yang produktif, etos kerja, mampu mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang.
d. Penganggaran
Penganggaran erat kaitannya dengan perencanaan karena pada prinsipnya penganggaran merupakan rencana pembiayaan yang disusun pada waktu yang telah ditentukan. Tugas manajemen pembangunan adalah mengalokasikan anggaran sesuai dengan prioritas dan menjaga agar dana pembangunan digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan rencana, serta mencegah pemborosan dan kebocoran.
e. Pelaksanaan pembangunan13
Banyak kegiatan pembangunan yang harus dilakukan oleh pemerintah setidaknya pada tahap awal pembangunan. Yang paling utama adalah pembangunan prasarana dasar yaitu prasarana ekonomi dan sosial. Prasarana ekonomi meliputi transportasi, energi, irigasi dsb. Prasarana sosial seperti prasarana sekolah dan rumah sakit. Disamping prasarana fisik, pemerintah juga perlu memperhatikan pembangunan lembaga-lembaga sosial seperti lembaga politik, hukum, budaya maupun ekonomi.
Dalam hal ini, tugas manajemen pembangunan adalah untuk menjamin bahwa proyek pembangunan secara fisik dilaksanakan atau dibiayai oleh
13
Ibid., 60.
(41)
anggaran pemerintah berjalan seperti yang dikehendaki dan mencapai sasaran seperti yang direncanakan dengan cara yang seefesien mungkin.
f. Koordinasi
Koordinasi selalu diperlukan dalam organisasi yang besar dan kompleks dalam suatu kegiatan untuk suatu tujuan dan dengan hal-hal yang saling berkaitan. Melalui koordinasi, upaya agar pelaksanaan pembangunan diberbagai sektor oleh berbagai badan di berbagai daerah berjalan serasi dan menghasilkan sinergi. Koordinasi merupakan jawaban terhadap desentralisasi. Dalam perkembangan masyarakat dan upaya pembangunan yang semakin kompleks pengendalian yang serba terpusat sudah tidak dimungkinkan lagi untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan masyarakat dan pembangunan.
Koordinasi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, dan merupakan tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa segala usaha pembangunan berjalan dalam arah yang sesuai dan menuju pada pencapaian sasaran. Koordinasi dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal.
g. Pemantauan dan evaluasi14
Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat harus dipantau terus menerus dan dievaluasi perkembangannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan telah dilaksanakan dan bagaimana hasilnya diukur dengan sasaran yang ingin dicapai. Berdasar hasil evaluasi dapat diambil langkah-langkah agar pelaksanaan pembangunan
14
Ibid., 62.
(42)
selanjutnya menunjang dan tidak merugikan upaya pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian tujuan dan sasaran pembangunan secara maksimal dapat tercapai.
h. Pengawasan
Pemantauan atau pengawasan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki obyek yang sama yaitu mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan agar senantiasa berjalan sesuai tujuan. Pengawasan merupakan sarana untuk meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Didalamya termasuk unsur pencegahan terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi. Sistem pengawasan dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi kegiatan yang lazim dilakukan, tetapi juga untuk membantu melancarkan koordinasi antarsektor.
1. Millenium Development Goals (MDGs)
Pada September 2000, para pemimpin dunia bertemu di New York mengumumkan ”Deklarasi Millenium” sebagai tekad untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dalam rangka mewujudkan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, kemudian dirumuskan 8 tujuan pembangunan Millenium (Milennium Development Goals).15 hanya ada 8 tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan posisi perempuan. Namun, dalam setiap tujuan terkandung target-target yang spesifik dan terukur. Terkait perbaikan posisi perempuan, misalnya ditargetkan kesetaraan jumlah anak perempuan dan laki-laki yang bersekolah. Begitu pula berapa banyak perempuan yang bekerja atau yang duduk dalam parlemen. Delapan tujuan umum tersebut, mencakup kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka kematian
15
Peter Stalker, Millenium Development Goals, penyunting Abdurrahman Syebubakar dkk, 2008, 2.
(43)
bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit menular, lingkungan serta permasalahan global terkait perdagangan, bantuan dan utang.
MDGs hanya mematok target pengurangan kemiskinan menjadi separuh. Sementara untuk HIV/AIDS, tujuannya adalah meredam persebaran epidemik. Sedangkan untuk pendidikan, targetnya lebih ambisius yaitu memastikan bahwa 100% anak memperoleh pendidikan dasar 9 tahun. Sebagian besar ditargetkan pada 2015, dengan patokan tahun 1990. Sebagai contoh, di Indonesia, proposi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 1990 berjumlah sekitar 15,1%. Pada 2015, harus mengurangi angka tersebut menjadi separuh, yaitu 7,5%.
MDGs bukan sekedar soal ukuran dan angka-angka, namun lebih untuk mendorong tindakan nyata. Mencegah terjadinya kematian ibu lebih penting daripada sekedar menghitung berapa banyak perempuan meninggal sewaktu melahirkan. Yang penting tidak hanya menghitung berapa banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi, namun juga memastikan bahwa semua anak memperoleh asupan yang cukup. Salah satu manfaat dari MDGs adalah berbagai persoalan yang diusung menjadi perhatian berbagai pihak termasuk masyarakat secara luas.
Namun, laporan tentang kemajuan MDGs di tingkat kabupaten juga sangat diperlukan. MDGs sebagai titik awal, yaitu cara untuk memperkenalkan berbagai masalah tersebut secara umum, sehingga masyarakat di seluruh negeri yang luas ini dapat mulai berpikir tentang penyelesaiannya. Sebuah laporan nasional juga bisa dimasukkan ke dalam sistem internasional yang mencatat pencapaian-pencapaian MDGs di seluruh dunia.
2. Sustainable Development Goals (SDGs)
Sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat, secara resmi telah mengesahkan agenda
(44)
pembangunan berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan agenda pembangunan berkelanjutan 2030 untuk Indonesia.16 Mulai tahun 2016, tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2015-2030 secara resmi menggantikan tujuan pembangunan Millennium (MDGs) 2000-2015. SDGs berisi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali. SDGs dapat dipahami dalam berbagai dimensi yang berbeda yaitu dari segi kronologi dan prosesnya, tujuan dan target yang di dalamnya meliputi skala perubahan yang diimpikannya, proses perundingannya, serta perbedaan dibandingkan Millenium Development Goals (MDGs).
Sustainable Development Goals (tujuan pembangunan berkelanjutan) adalah sebuah kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs. Masa berlakunya 2015-2030 yang disepakati oleh lebih dari 190 negara, berisi 17 goals dengan tujuan umum mengatur tata cara dan prosedur yaitu masyarakat yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi, partisipasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama kemitraan multi-pihak. 17 tujuan dengan 169 sasaran diharapkan dapat menjawab ketertinggalan pembangunan negara-negara di seluruh dunia, baik di negara maju (konsumsi dan produksi yang berlebihan, serta ketimpangan) dan negara-negara berkembang (kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan hutan, perkotaan, sanitasi dan ketersediaan air minum).
Proses perumusan SDGs berbeda sekali dengan MDGs. SDGs disusun melalui proses yang partisipatif, salah satunya melalui survei Myworld.17 Salah
16
Mickael B. Hoelman dkk, Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan
Pemangku Kepentingan Daerah (Infid, 2015), 13.
17
Ibid., 14.
(45)
satu perubahan mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada seorang pun yang ditinggalkan”. SDGs juga mengandung prinsip yang menekankan kesetaraan antar-negara dan antar-warga negara. SDGs berlaku untuk semua negara-negara anggota PBB, baik negara maju, miskin, dan negara berkembang.
Keberhasilan SDGs tidak dapat dilepaskan dari peran penting pemerintah daerah. Karena pemerintah kota dan kabupaten berada lebih dekat dengan warganya, memiliki wewenang dan dana, dapat melakukan berbagai inovasi, serta ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan serta program pemerintah. Dari pengalaman era MDGs (2000-2015), Indonesia ternyata belum berhasil menurunkan angka kematian ibu, akses kepada sanitasi dan air minum, dan penurunan prevalansi AIDS dan HIV. Hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah tidak aktif terlibat di dalam pelaksanaan MDGs. Juga karena pemerintah daerah kurang didukung. Salah satu upaya untuk mendorong keberhasilan SDGs di daerah adalah melalui penyediaan informasi yang cukup bagi pemerintah daerah.
3. Sustainable Development Goals(SDGs) dan Pemerintah Daerah18
Proses perumusan SDGs tidak lepas dari aspirasi dan inspirasi dari pemerintah daerah. Melalui asosiasi kota dan pemerintah daerah di tingkat global, pemerintah daerah telah sangat aktif ikut andil dalam perumusan dan pengesahan SDGs. Selama periode penyusunan dokumen SDGs (2014-2015), pemerintah daerah dan kota telah memainkan peranan sangat aktif. Salah satunya, membentuk gugus tugas untuk SDGs dan Habitat III [Global Taskforce of Local and Regional
18
Ibid.,19.
(46)
Governments for Post-2015 Agenda towards Habitat III (GTF)]. Gugus tugas ini secara aktif melakukan advokasi selama masa penyusunan dokumen SDGs.
Salah satu keberhasilan pemerintah daerah adalah lahirnya tujuan Nomor 11 tentang perkotaan dan hunian warga yang inklusif, aman, tangguh terhadap bencana dan berkelanjutan. Gugus tugas pemerintah daerah (GTF) dalam proses SDGs juga telah mengajukan berbagai usulan substansial yang penting, yang akhirnya masuk menjadi tujuan dan sasaran dalam dokumen SDGs, di antaranya:
a. Goal 3
Kesehatan untuk semua lapisan usia dengan usulan indikator tingkat kematian penduduk akibat penyakit dan kecelakaan per 100 ribu penduduk, tingkat polusi.
b. Goal 5
Kesetaraan gender dengan indikator keterwakilan politik perempuan yaitu proporsi kursi perempuan dalam Dewan Perwakilan Rakyat nasional dan daerah, serta proporsi perempuan dalam posisi manajer di pemerintah nasional dan daerah.
c. Goal 6
Ketersediaan air dan sanitasi dengan indikator proporsi rumah tangga dengan akses air minum (bukan air bersih), pengolahan limbah rumah tangga yang diolah sesuai dengan standar nasional.
d. Goal 9
Pembangunan infrastruktur dengan beberapa usulan indikator diantaranya proporsi penduduk yang berlangganan internet/broadband diantara 100 ribu penduduk (artinya, akses yang lebih luas dan terjangkau bagi semua penduduk terhadap internet).
(47)
e. Goal 10
Penurunan ketimpangan dalam negara dan antar-negara dengan menerapkan indikator Rasio Palma, yaitu perbedaan antara lapisan pendapatan tertinggi 10 persen dan lapisan pendapatan termiskin 10 persen (bukan hanya Rasio Gini, yang terbukti kurang sensitif dalam memetakan ketimpangan pendapatan antara kelompok pendatapan teratas dan terbawah).
f. Goal 16
Masyarakat inklusif, yaitu pemerintah daerah mengajukan usulan agar pemerintah di semua tingkatan termasuk pemerintah daerah membuka seluruh informasi mengenai anggaran pemerintah.
C. Bhakti Sosial Terpadu (BST)
Program Bhakti Sosial Terpadu pertama kali dicanangkan oleh bupati Madiun yang ke 36 yaitu KRH. H. Djunaedi Mahendra, SH., M.Si pada tahun 2002. Ketika itu wakil bupati yang menjabat adalah Bupati Madiun saat ini yaitu H. Muhtarom S.Sos atau biasa disapa mbah Tarom. Meskipun sudah berganti kepemimpinan, namun program ini masih tetap berjalan seperti yang diungkapkan oleh pak Edi bidang Kimpraswil Bappeda Madiun:19
Meskipun sudah berganti pemimpin BST tetap berjalan, bisa dikarenakan Mbah Tarom memang memiliki visi dan misi yang tidak jauh berbeda dari bupati sebelumnya. Sehingga dapat mempertahankan program ini bahkan dilaksanakan lebih baik lagi.
Berdasarkan pernyataan tersebut, BST memiliki landasan atau dasar pemikiran sebagai acuan untuk melaksanakan pembangunan daerah.
19
Ibnu Su’ud Edi, Wawancara, Madiun, November 2016.
(48)
1. Dasar Pemikiran
a. BST sebagai wahana untuk menjalin komunikasi pemerintah dengan masyarakat.
b. BST sebagai wahana mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan solusi jangka pendek terhadap kebutuhan mendesak.
c. BST sebagai wahana pelestarian budaya gotong royong masyarakat.
d. Wahana dan investasi politik bagi Bupati untuk mewujudkan visi misi Bupati menuju desa mandiri/desa sejahtera.
Menurut Bupati Madiun H. Muhtarom, S.Sos, masyarakat tidak boleh lagi berfikir serba pemerintah dalam melaksanakan pembangunan desanya. Untuk meningkatkan pendapatan asli desa, pemerintah desa dihimbau untuk membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).20 Berdasar pernyataan bupati tersebut, masyarakat Madiun diharapkan mampu untuk menjadi masyarakat yang mandiri. Pemkab Madiun mencoba untuk melakukan perubahan melalui program-program yang dinilai mampu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Kemudian dalam program BST juga dibentuk tim evaluasi dan tim investigasi pelaksanaan program. Peraturan tersebut tercantum dalam SK Bupati nomor 188.45/13/KPTS/402.031/2012 tentang tim investigasi dan tim evaluasi pelaksanaan Bhakti Sosial Terpadu (BST) Kabupaten Madiun. Dibentuknya tim investigasi dan tim evaluasi adalah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan optimalisasi hasil Bhakti Sosial Terpadu di Kabupaten Madiun. Tugas tim investigasi adalah: 1. Melakukan verifikasi terhadap usulan calon lokasi BST yang diajukan oleh kepala
desa/kecamatan.
20
BHAKTI SOSIAL TERPADU (BST) UNTUK DORONG SWADAYA MASYARAKAT _ Madiun Raya.html diunduh pada 14 September 2016.
(49)
2. Melakukan survey untuk mempelajari permasalahan dan potensi desa calon BST, pengecekan kesiapan rencana pelaksana kegiatan meliputi jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan dukungan masyarakat baik materiil maupun moril, menetapkan urutan kegiatan serta tempat pelaksanaan kegiatan.
3. Mengkoordinasi rencana penyampaian bantuan stimulan dari dinas/instansi. 4. Melaporkan hasil kegiatan kepada Bupati Madiun.
Susunan keanggotan tim investigasi terdiri dari penanggung jawab, wakil penanggung jawab, pembina, ketua, sekretaris dan anggota. Selaku penanggung jawab yaitu Bupati Madiun.21 Bupati bertanggung jawab dalam hal investigasi yaitu memiliki wewenang untuk mengendalikan dan meninjau perencanaan pelaksanaan kegiatan BST, sehingga dapat mengetahui permasalahan-permasalahan atau keluhan masyarakat. Selain itu, Bupati melakukan verifikasi terhadap usulan calon lokasi BST yang diajukan oleh desa/kecamatan.
Selaku wakil penanggung jawab yaitu Wakil Bupati Madiun dan pembina yaitu Sekretaris Daerah Kabupaten Madiun. Sekretaris daerah selaku pembina melakukan survey untuk mempelajari permasalahan dan potensi desa calon BST, pengecekan kesiapan rencana pelaksana kegiatan meliputi jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan dukungan masyarakat baik materiil maupun moril, menetapkan urutan kegiatan serta tempat pelaksanaan kegiatan. Ketua tim investigasi yaitu Kepala Bappeda Kabupaten Madiun dan sekretaris Kepala Bidang Kimpraswil, Bappeda Kabupaten Madiun. Bappeda memiliki tugas untuk mengkoordinasi rencana penyampaian bantuan stimulan dari dinas/instansi serta melaporkan hasil kegiatan kepada Bupati Madiun.
21
Sumber Data: SK Bupati Madiun, nomor 188.45/13/KPTS/402.031/2012.
(50)
Anggota dari tim investigasi yaitu Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik Kabupaten Madiun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga & Cipta Karya, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Holtikultura, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi & Informatika, Kepala Dinas Kependudukan & Catatan Sipil, Kepala Dinas Perindustrian & Perdagangan, dan Kepala Bagian Kemasyarakatan. Dinas-dinas tersebut melakukan survey lapangan dan menyaring keluhan serta permasalahan masyarakat yang nantinya disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Apabila permasalahan tersbeut sudah ada di APBD maka akan dilanjutkan saat kegiatan BST dilakukan, tetapi apabila belum ada di APBD maka akan ditampung untuk diajukan kepada Bupati atau direncanakan di APBD selanjutnya.
Sedangkan tugas dari tim evaluasi adalah: 1. Memantau jalannya pelaksanaan kegiatan BST.
2. Menginventarisir dan menganalisa aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada bupati.
3. Mengevaluasi tindak lanjut dinas/instansi terkait terhadap aspirasi atau usulan masyarakat.
4. Mengkoordinasikan usulan program hasil BST kepada tim anggaran untuk penetapan realisasinya.
5. Melaporkan hasil kegiatan kepada Bupati Madiun.
Susunan keanggotaan tim evaluasi terdiri dari Ketua I dan Ketua II, Sekretaris dan Anggota.22 Ketua I adalah Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Madiun. Ketua II yaitu Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Madiun. Sekretaris yaitu Kepala Bidang Ketahanan Masyarakat Desa,
22
Sumber Data: SK Bupati Madiun, nomor 188.45/13/KPTS/402.031/2012.
(51)
Badan PMD Kabupaten Madiun. Ketua I dan II serta Kepala Bidang Ketahanan Masyarakat Desa, Badan PMD memiliki tugas yaitu memantau jalannya pelaksanaan kegiatan BST dan menginventarisir serta menganalisa aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada bupati.
Anggota tim evaluasi yaitu terdiri dari Kepala Balitbang Kabupaten Madiun. Beberapa bidang dari Bappeda yaitu Kepala Bidang Ekonomi, Kepala Bidang Kimpraswil, Kepala Bidang Sosial Budaya, Kepala Bidang Pendataan. Beberapa bidang dari Badan PMD yaitu Kepala Bidang Sosial Budaya dan Kepala Bidang Usaha Ekonomi Desa. Tugas dari anggota tersebut adalah mengevaluasi tindak lanjut dinas/instansi terkait terhadap aspirasi atau usulan masyarakat serta mengkoordinasikan usulan program hasil BST kepada tim anggaran untuk penetapan realisasinya.
Selain dibentuknya dua tim tersebut, program BST juga memiliki peraturan tentang penentuan lokasi BST. Sesuai SK Bupati Madiun nomor 188.45/627/KPTS/402.031/2015 tentang lokasi kegiatan Bhakti Sosial Terpadu di Kabupaten Madiun pada tahun anggaran 2016. Kegiatan BST dilakukan di 15 desa/kelurahan pada 15 kecamatan yaitu Desa Blimbing, Desa Sumberejo, Desa Ngranget, Desa Balerejo, Desa Kwangsen, Desa Tiron, Desa Krokeh, Desa Simo, Desa Sidomulyo, Desa Gandul, Desa Sidorejo, Desa Kresek, Desa Morang, Desa Durenan, dan Desa Kuncen.23 Namun lokasi tersebut bisa jadi tidak dilakukan secara urut, karena tetap harus menyesuaikan situasi, kondisi, kebutuhan dan kemampuan anggaran. Selain itu, untuk mempercepat pembangunan maka sejak berlakunya SK
23
Sumber Data: SK Bupati Madiun, nomor 188.45/627/KPTS/402.031/2015.
(52)
ini, kegiatan BST dilakukan di 15 desa dalam 1 tahun. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Edi:24
Kegiatan BST semenjak adanya SK ini, dilakukan di 15 desa dalam setahun. Tujuannya adalah agar pembangunan dapat segera dilaksanakan dan merata. Meskipun setahun hanya ada 12 bulan, berarti ada yang dalam sebulan kegiatan BST dilakukan di 2 desa.
Sebelum diadakannya program BST disuatu desa, pemerintah desa terlebih dahulu membuat pemetaan. Pemerintah desa membuat pemetaan kondisi masyarakat sesuai kriteria yaitu masyarakat miskin, hampir miskin dan sangat miskin. Pemetaan tersebut digunakan untuk membuat rumusan program pengentasan kemiskinan serta agar bantuan program yang diberikan tepat sasaran. Seperti pernyataan Bapak Edi:25
Meskipun sudah ada SK-nya, tetapi tetep ada prosedurnya. Jadi desa tetap melakukan pengajuan dengan pemetaan yang sudah dilakukan, kemudian disaring oleh Bappeda dan dinas-dinas. Tujuannya ya agar tepat sasaran, jadi supaya ada koordinasi juga.
Pemetaan dilakukan untuk mempercepat pembangunan desa. Setelah pemetaan selesai kemudian diserahkan pada Bappeda, kemudian Bappeda berdiskusi dengan dinas-dinas terkait. Setelah disetujui bupati maka bupati beserta pemerintahan dan dinas-dinas akan berkunjung dan memberikan bantuan secara langsung. Sedangkan untuk bantuan yang membutuhkan biaya banyak, pemerintah desa membuat pengajuan proposal untuk terealisasinya bantuan tersebut. Pengajuan proposal tersebut dilakukan untuk bahan pertimbangan oleh dinas terkait. Seperti pernyataan Kepala Desa Gandul, Bapak Sunarto:26
Jadi kalo untuk bantuan-bantuan yang butuh biaya banyak, pemerintah desa mengajukan proposal dulu. Kemudian didiskusikan untuk sesuai tidaknya dengan RPJMD. Jadi tidak merusak RPJMD yang sudah ada, karena RPJMD sudah merancang pembangunan apa yang menjadi prioritas masyarakat.
24
Ibnu Su’ud Edi, Wawancara, Madiun, November 2016.
25
Ibid.,
26
Sunarto, Wawancara, Madiun, 25 September 2016.
(53)
D. Sinergi Pemerintah dan Masyarakat dalam Pembangunan Berkelanjutan
Sinergi komponen masyarakat dan pemerintah dalam pembangunan merupakan suatu bentuk komunikasi, koordinasi dan kerjasama.27 Dalam komunikasi diperlukan kesamaan makna terhadap maksud yang akan disampaikan. Komunikasi sangat diperlukan dalam perencanaan, sehingga kawan sekerja mengerti arah yang hendak dicapai. Begitupula dalam pengaturan dan pengawasan.
Komunikasi pemerintahan adalah komunikasi publik karena ada kemungkinan masyarakat banyak ingin menyampaikan keluhannya kepada para administrator publik yang harus melayani dan mengartikulasikan kepentingan publik tersebut. Tetapi dapat juga berasal dari para birokrat agar beberapa peraturan dan ketentuan dipahami serta dilaksanakan masyarakat. Adakalanya kesalahpahaman terjadi karena gangguan komunikasi yang berakibat keresahan antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang setepat-tepatnya sehingga mempunyai arti penting untuk terlaksananya kerjasama dan koordinasi yang mapan, efektif dan tidak rancu melalui dialog-dialog yang produktif.
Esensi penyelenggaraan pemerintahan adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan dapat terwujud apabila penyelenggaraan tersebut dapat diatur, diurus dan dikelola sendiri sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya. Konsep ini kemudian tereduksi dalam undang-undang otonomi daerah pada era reformasi. Hal ini selanjutnya berimplikasi pada pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara proporsional, sinergi dan efektif.
1. Tugas Utama Pemerintah Daerah
Tugas pemerintah pusat adalah mengurusi bidang politik luar negeri, petahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional dan agama. Sedangkan
27
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Administrasi Publik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 61.
(54)
tugas pemerintah daerah adalah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Tugas pemerintah daerah adalah:28
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan. f. Penyelenggaraan pendidikan. g. Penanggulangan masalah sosial. h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. j. Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertanahan.
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. Pelayanan adminitrasi penanaman modal. o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Selanjutnya tugas pemerintahan daerah yang diperinci dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah,
28
Thamrin dan Husni, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013),
26.
(55)
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota.29 Dalam PP tersebut menyatakan bahwa tugas pemerintah daerah dibagi menjadi dua urusan yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Urusan wajib yang dimaksudkan meliputi pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan ruang, perencanaan pembangunan, perumahan, kepemudaan dan olahraga, penanaman modal, koperasi dan usaha kecil maupun usaha menengah, kependudukan dan catatan sipil, ketenagakerjaan, ketahanan pangan, pemberdaaan perempuan dan anak, keluarga berencana, komunikasi dan informatika, pertanahan, otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, kepegawaian, pemberdayaan masyarakat dan desa, kearsipan dan perpustakaan. Sedangkan urusan pilihan meliputi kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan dan ketransmigrasian.30
Untuk mensukseskan penyelenggaraan unsur pemerintah diatas, pemerintah melaksanakannya dengan memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas kepada masyarakat. Sehingga masyarakat selaku konsumen dapat menikmati dan mendapat kemudahan dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.
Pelayanan publik kemudian menjadi hal yang sangat penting untuk dilaksanakan sehingga pelayanan publik memperoleh legitimasi hukum melalui pasal 18 UUD 1945 beserta perubahannya undang-undang Nomor 32 tahun 2004
29
Abdul Chalik dan Muttaqin Habibullah, Pelayanan Publik Tingkat Desa (Yogyakarta: Interpena,
2015), 10.
30
Ibid., 11.
(56)
tentang otonomi daerah serta UU Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Sehingga kemudian tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakat. Sebab hal tersebut sudah memiliki dasar hukum yang kuat bagi masyarakat untuk memperleh hak dan kewajiban untuk aparat penyelenggara negara demi memberikan pelayanan terbaik.
2. Tugas Pemerintah Di Bidang Pelayanan Publik Era Otonomi Daerah31
Tugas utama pemerintah adalah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sebagai penyelenggara, pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Sebagai penyelenggara, pemerintah daerah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang meliputi: pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat dan pelayanan konsultasi (Pasal 8). Selain itu pemerintah daerah selaku penyelenggara berkewajiban untuk:
a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan.
b. Menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan. c. Menempatkan pelaksana yang kompeten.
d. Menyediakan sarana, prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai.
e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik.
f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.
31
Ibid., 12.
(57)
g. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
h. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan. i. Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya.
j. Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik.
k. Memberikan pertanggung jawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan. l. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemeritahan yang berhak, berwenang dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 15).
3. Regulasi Pelayanan Publik32
Esensi pelayanan publik sejatinya sudah termaktub dalam UU otonomi daerah nomor 32 tahun 2004. Namun UU tersebut dianggap belum dapat memberikan kepastian hukum, sehingga kemudian muncullah UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.
UU tersebut memberikan penguatan dan kepastian hukum untuk melayani dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu UU tersebut harus dapat terimplementasikan sampai hal-hal teknis dan praktis hingga bisa dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik, sedangkan yang dilayani bisa merasakan dampak keberadaan penyelenggaraan pelayanan publik tersebut.
32
... Pelayanan Publik Tingkat Desa ., 22.
(1)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan yaitu pertama, partisipasi masyarakat pada pembangunan berkelanjutan melalui program Bhakti Sosial Terpadu di Desa Gandul, yakni dengan peran masyarakat yang partisipasif. Dilihat dari awal perumusan perencanaan ketika akan diadakannya program BST hingga keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan program tersebut. Meskipun masyarakat partisipatif dalam mengikuti program BST, tetapi pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa tetap melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengikuti program Bhakti Sosial Terpadu tersebut. Cara yang dilakukan seperti melakukan sosialisasi tentang kegiatan BST dan memberikan penghargaan bagi desa yang memiliki kriteria dengan masyarakat paling partisipatif dan mandiri.
Kedua, program BST mencakup tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang digagas oleh kumpulan beberapa negara-negara dunia termasuk Indonesia. Dengan program BST yang mencakup tujuan SDGs, merupakan bukti kinerja Pemkab Madiun dalam menjalankan fungsi utama pemerintah daerah dalam pembangunan. Dalam menjalankan program BST tersebut tentunya mengalami beberapa hambatan. Hambatan yang dialami dalam program BST diantaranya kerja bakti yang terkesan monoton yaitu pengaspalan jalan, ada juga beberapa bantuan yang membutuhkan proses lama dan akhirnya bantuan tersebut gagal didapatkan karena
(2)
tidak sesuai dengan rancangan APBD, serta tim investigasi dan tim evalusi yang sudah tidak aktif lagi sehingga menghambat maksimalnya keberhasilan program BST.
Ketiga, sinergi dalam bentuk komunikasi, koordinasi dan kerjasama terlihat antara Pemkab Madiun, Pemdes Gandul dan masyarakat. Seperti pelaksanaan program BST, komunikasi dan koordinasi antara Pemkab Madiun dan Pemdes Gandul memiliki sedikit gangguan yaitu pada saat koordinasi teknis lapangan yang terkesan mendadak. Namun, Pemdes Gandul berusaha menyesuaikan koordinasi tersebut sehingga bukan menjadi suatu kendala yang berarti untuk berjalannya program BST. Hal tersebut membuktikan adanya kerjasama yang saling menyesuaikan satu sama lain. Begitupula masyarakat yang mendengarkan sosialisasi dan mengikuti kegiatan BST. Berdasar hal tersebut, baik Pemkab Madiun, Pemdes Gandul maupun masyarakat saling bersinergi dengan baik yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil kegiatan BST tersebut.
Sehingga dalam penelitian ini, tingginya partisipasi masyarakat desa Gandul pada program Bhakti Sosial Terpadu memberi kemajuan pada keberhasilan pembangunan berkelanjutan di Desa Gandul yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun.
B. Saran
Penelitian ini belum komprehensif, karena hanya melihat partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui program Bhakti Sosial Terpadu. Maka untuk kebutuhan penelitian berikutnya bagi yang berminat meneliti tentang program Bhakti Sosial Terpadu dapat melihat lebih dalam dari sisi kepentingan politik dalam pelaksanaan program Bhakti Sosial Terpadu.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bhakti Sosial Terpadu “Guyub Rukun” Desa Gandul Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun. Tidak diterbitkan. 2016.
Chalik, Abdul dan Muttaqin Habibullah. Pelayanan Publik Tingkat Desa. Yogyakarta: Interpena, 2015.
Hakim, M. Fathoni. “Partisipasi Masyarakat Dusun Prajian Utara dan Dusun Prajian Selatan dalam Proses Pemilihan Kepala Desa Tahun 2007”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel 2014.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2011.
Hoelman, Mickael B. dkk. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Infid, 2015.
Ishiyama, John T. dan Marijke Breuning, Ilmu Politik dalam Paradigma Abad Ke Dua Puluh Satu “Jilid 2”, Pnrjmh Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Prenada, 2013.
Junwinto dkk, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1997. Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada, 2010.
Muchoirina.“Relevansi Pola Kepemimpinan Kepala Desa dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Mewujudkan Otonomi (Studi Kasus di Desa Karangrejo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2010.
Mungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group, 2011. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Nasution. Metode Research: Penelitian Alamiah. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Nawawi, Ismail. Pembangunan dan Problema Masyarakat (Kajian Konsep, Model, Teori dari Aspek Ekonomi dan Sosiologi). Surabaya: Putra Media Nusantara, 2009. Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Nurcholis, Hanif. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga, 2011.
(4)
Stalker, Peter. Millenium Development Goals, penyunting Abdurrahman Syebubakar dkk, 2008.
Sinungan, Muchdarsyah. Produktivitas Apa dan Bagaimana . Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.
Surianingrat, Bayu . Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Thamrin dan Husni, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.
Yayasan SPES, Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: Gramedia, 1992.
Peraturan / Perundang-undangan
SK Bupati nomor 188.45/13/KPTS/402.031/2012 tentang tim investigasi dan tim evaluasi pelaksanaan Bhakti Sosial Terpadu (BST) Kabupaten Madiun.
SK Bupati Madiun nomor 188.45/627/KPTS/402.031/2015 tentang lokasi kegiatan Bhakti Sosial Terpadu di Kabupaten Madiun pada tahun anggaran 2016.
Wawancara dan Media Online:
Devi Amalia, Wawancara, Madiun, Desember 2016 Ibnu Su’ud Edi, Wawancara, Madiun, November 2016. Munir, Wawancara, Madiun, Desember 2016.
Suciati, Wawancara, Madiun, Januari 2017. Sunarto, Wawancara, Madiun, September 2016. Sunarto, Wawancara, Madiun, Desember 2016. Sutarmi, Wawancara, Madiun, Desember 2016.
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/1373 diunduh pada tanggal 17 September 2016.
BHAKTI SOSIAL TERPADU (BST) UNTUK DORONG SWADAYA MASYARAKAT _ Madiun Raya.html diunduh pada 14 September 2016.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bhakti Sosial Terpadu “Guyub Rukun” Desa Gandul Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun. Tidak diterbitkan. 2016.
Chalik, Abdul dan Muttaqin Habibullah. Pelayanan Publik Tingkat Desa. Yogyakarta: Interpena, 2015.
Hakim, M. Fathoni. “Partisipasi Masyarakat Dusun Prajian Utara dan Dusun Prajian Selatan dalam Proses Pemilihan Kepala Desa Tahun 2007”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel 2014.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2011.
Hoelman, Mickael B. dkk. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Infid, 2015.
Ishiyama, John T. dan Marijke Breuning, Ilmu Politik dalam Paradigma Abad Ke Dua Puluh Satu “Jilid 2”, Pnrjmh Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Prenada, 2013.
Junwinto dkk, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1997. Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada, 2010.
Muchoirina.“Relevansi Pola Kepemimpinan Kepala Desa dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Mewujudkan Otonomi (Studi Kasus di Desa Karangrejo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik”, Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2010.
Mungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group, 2011. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Nasution. Metode Research: Penelitian Alamiah. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Nawawi, Ismail. Pembangunan dan Problema Masyarakat (Kajian Konsep, Model, Teori dari Aspek Ekonomi dan Sosiologi). Surabaya: Putra Media Nusantara, 2009. Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Nurcholis, Hanif. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga, 2011.
Stalker, Peter. Millenium Development Goals, penyunting Abdurrahman Syebubakar dkk, 2008.
(6)
Sinungan, Muchdarsyah. Produktivitas Apa dan Bagaimana . Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.
Surianingrat, Bayu . Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Thamrin dan Husni, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.
Yayasan SPES, Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: Gramedia, 1992. Peraturan / Perundang-undangan
SK Bupati nomor 188.45/13/KPTS/402.031/2012 tentang tim investigasi dan tim evaluasi pelaksanaan Bhakti Sosial Terpadu (BST) Kabupaten Madiun.
SK Bupati Madiun nomor 188.45/627/KPTS/402.031/2015 tentang lokasi kegiatan Bhakti Sosial Terpadu di Kabupaten Madiun pada tahun anggaran 2016.
Wawancara dan Media Online:
Devi Amalia, Wawancara, Madiun, Desember 2016 Ibnu Su’ud Edi, Wawancara, Madiun, November 2016. Munir, Wawancara, Madiun, Desember 2016.
Suciati, Wawancara, Madiun, Januari 2017. Sunarto, Wawancara, Madiun, September 2016. Sunarto, Wawancara, Madiun, Desember 2016. Sutarmi, Wawancara, Madiun, Desember 2016.
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/1373 diunduh pada tanggal 17 September 2016.
BHAKTI SOSIAL TERPADU (BST) UNTUK DORONG SWADAYA MASYARAKAT _ Madiun Raya.html diunduh pada 14 September 2016.