Pandangan santri pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya terhadap gagasan Negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia.

(1)

PANDANGAN SANTRI PONPES MAHASISWA AL-JIHAD

SURABAYA TERHADAP GAGASAN NEGARA ISLAM

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuludin dan Filsafat

Oleh: Abdul Basid NIM : E04212011

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNEVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Pandangan Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya Terhadap Gagasan Negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaiamana pandangan negara Islam menurut santri ponpes mahasiswa Jihad Surabaya ?, dan bagaimana pandangan santri ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia?

Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan menguraikan berbagai sumber, baik dari sumber primer ataupun sekunder. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara secara langsung dengan pihak terkait yakni para santri pondok pesantren mahasisw al-Jihad Surabaya. Dalam Proses analisa peneliti menggunakan teori konstruksi sosial untuk mengetahui pembentukan pemikiran santri, dan juga peneliti menggunakan konsep negara Islam dari beberapa tokoh diantaranya; Hasan al-Banna (negara khilafah koordinatif), al-Khomeini (wilayah al-Faqih), Abul A’la Al-Maududi (negara teo-demokrasi), Ali Abd. Raziq (khilafah yang elastis), dan Taqiyuddin An-Nabhani (khilafah Islamiyah) untuk mengetahui negara seperti apa yang difahami oleh santri.

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa santri al-Jihad menolak terhadap gagasan khilafah Islamiyah HTI karena sistem Khilafah tidaklah sesuai dengan kondisi sosial politik di Indonesia dan para santri mempunyai rumusan negara Islam sendiri jika memang negara Islam ingin didirikan dengan menggunakan sistem pemerintahan demokrasi Islam yang menggunakan musyawarah sebagai pokok dasarnya. Bukan menggunakan sistem kekhilafahan melainkan demokrasi Islam seperti negara versi Ali Abd Raziq dimana Agama tidak meletakkan bentuk pemerintahan tertentu, tetapi Agama memberi kebebasan mutlaq untuk menjalankan negara sesuai dengan kondisi intelektual, sosial, dan ekonomi yang dimiliki dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan tutntutan zaman.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat penelitian ... 9

E. Batasan Masalah ... 10

F. Kajian Konseptual ... 10

G. PenelitianTerdahulu ... 13

H. Metode Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II : PROFIL PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad 27 B. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad 31 C. Visi dan Misi ... 31

D. Motto ... 32


(8)

G. Karakteristik Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad

Surabaya ... 37

BAB III : KAJIAN TEORI A. Teori Konstruksi Sosial ... 40

B. Konsep Negara Islam Menurut Beberapa Tokoh Pemikir Islam 43 1. Hasan Al-Banna ... 43

2. Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini... 47

3. Abul A’la Al-Maududi ... 49

4. Ali Abd. Raziq ... 54

C. Konsep Negara Islam Menurut HTI (Taqiyuddin An-Nabhani) 57 1. Struktur Khilafah ... 60

a. Khalifah ... 60

b. Para Muawin ... 63

c. Para Wali ... 64

d. Departemen Perang ... 65

e. Departemen Keamanan Dalam Negeri ... 67

F. Departemen Luar Negeri ... 68

g. Depatemen Perindustrian ... 69

h. Departemen Peradilan ... 69

i. Departemen Pelayanan Rakyat ... 71

j. Departemen Keuangan dan Perbendaharaan negara 72 k. Departemen Informasi ... 73

l. Majelis Umat ... 73

2. Penghambat Terbentuknya Khilafah ... 75

BAB IV : PEMBAHASAN A. Pandangan Santri Pondok Pesantren Al-Jihad terhadap Khilafah HTI ... 77

B. Negara Islam Versi Santri ... 87


(9)

2. Tujuan Berdirinya ... 89

3. Bentuk Pemerintahan ... 92

BAB V : PENUTUP A. KESIMPULAN ... 99

B. SARAN ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG MASALAH

Pada era reformasi banyak tokoh-tokoh Islam yang tampil mewarnai sekaligus menentukan arah reformasi. Tidak hanya dari gerakan Islam seperti NU dan Muhammadiyah yang memang dari awal telah bergabung dengan negara. Akan tetapi pada masa tersebut muncul juga gerakan Islam yang menolak untuk bergabung ke dalam NKRI (negara kesatuan republik Indonesia), karena mereka menginginkan tegaknya syariat Islam dengan berdirinya sistem khilafah di Indonesia. Munculnya gerakan-gerakan baru yang bercorak Islam di Indonesia ini menjadi kekuatan sosial yang tak terduga. Beberapa di antaranya bahkan bercita-cita agar umat Islam bersatu dalam satu kekhalifahan dunia.

Salah satu gerakan Islam yang mencita-citakan mendirikan khilafah Islamiyah adalah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir adalah sebuah organisasi politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah


(11)

2

(seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.1

Hizbut Tahrir mempunyai tujuan untuk membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundangan dan hukum-hukum kufur serta membebaskan mereka dari dominasi dan pengaruh negara-negara yang dianggap “kafir” begitupun dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai cabang organisasi Hizbut Tahrir yang ada di Indonesia. Mereka bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dalam mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Tujuannya adalah mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami dalam darul Islam dan masyarakat Islam. seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan daulah Islamiyah, yaitu daulah khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh kaum muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, selain itu juga bertujuan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.2

1


(12)

3

Khilafah adalah suatu kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah di sini bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih. Sistem pemerintahan khilafah berbeda dengan sistem kepemimpinan manapun yang sekarang ada dan diterapkan di Dunia Islam. Meskipun banyak dari pengamat dan sejarawan yang berupaya menginterpretasikan atau mengartikan sistem khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, akan tetapi hal itu tidak berhasil, karena memang khilafah adalah sistem politik yang khas (istimewa).3

Sebagai organisasi yang bersifat internasional, Hizbut Tahrir memiliki tugas untuk memperjuangkan berdirinya khilafah Islamiyah (negara Islam) dalam suatu negara, Termasuk di Indonesia. Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia dipandang penting oleh Hizbut Tahrir untuk memperjuangkan dan memperlancar perjuangan mereka untuk mendirikan khilafah Islamiyah. Dilihat dari sejarahnya, kedatangan Hizbut Tahrir ke Indonesia belum begitu lama, yakni sekitar tahun 1980-an. Tetapi keberadaan kelompok ini mampu menyedot perhatian lebih dari kalangan terdidik seperti mahasiswa. Sebagaimana kelompok fundamentalis lainnya, Hizbut Tahrir juga

3


(13)

4

memilliki obsesi melakukan obyektivikasi (tujuan nyata) terhadap Islam agar menjadi suatu ideologi alternatif. Untuk mewujudkan obsesinya, Hizbut Tahrir secara sistematis dan intensif membentuk bagian jaringan yang kuat ditingkat anggota yang sekaligus sebagai basis gerakan sosialnya.4

Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia melalui K.H Abdullah bin Nuh. Ketika K.H Abdullah bin Nuh atau yang lebih dikenal dengan panggilan “Mamak” mengajak Syaikh Abdurrahman al Baghdadi ke Indonesia. K.H Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, sekaligus sastrawan dan pejuang. K.H Abdullah bin Nuh lahir di Kampung Meron Kaum, Kota Cianjur Jawa Barat pada tanggal 6 Juni 1905 .5

Ketika K.H Abdullah bin Nuh sedang berkunjung ke Australia dan bertemu dengan seorang ulama aktivis Hizbut Tahrir (Syaikh Abdurrahman al Baghdadi) yang sedang menyampaikan ceramah tentang kewajiban persatuan umat dan kewajiban menegakkan khilafah guna melawan hegemoni penjajahan dunia. Dari ceramah itu K.H Abdullah bin Nuh timbul rasa ketertarikan terhadap pemikiran Hizbut Tahrir, yang mana buah dari ketertarikan itu berujung pada masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia. K.H Abdullah bin Nuh adalah ulama yang pertama mendukung perkembangan dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia. Peran beliau terhadap

4

Syamsul arifin,Pertautan Agama Dalam Ideologi Dan Gerakan Sosial: Pengalaman Hizbut Tahrir Indonesia“, Akademika, Vol. 18,No.2 (Maret, 2006), 3.

5

Abi Chusna, “Konsep Jihad Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI): Studi Perbandingan”, (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan dan Kebudayaan Islam


(14)

5

Hizbut Tahrir sebatas memberikan dukungan. walaupun demikian, apa yang dilakukan beliau cukup besar pengaruhnya terhadap perkembangan dakwah HT di Indonesia. sekitar tahun 1980-an dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia baru dimulai jadi hanya sedikit dari masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang organisasi ini.6 Hizbut Tahrir mulai bergerak memperjuangkan pemikiranya dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia seperti UGM, UI, IPB, UNAIR, UNDIP dan Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.7

Hizbut Tahrir memandang Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi hingga kini masih sulit untuk menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan hukumnya. Kondisi ini diperparah oleh banyaknya umat Islam yang juga memiliki pandangan bahwa agama Islam tidak perlu diatur atau mengatur negara, biarkanlah urusan agama menjadi urusan pribadi kelompok keagamaan yang akan membinanya, sementara negara cukup mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat.8

Sementara Islam dalam konstruksi teologi Hizbut Tahrir tidak hanya mengatur tata pribadatan (ritual) antara manusia dengan Tuhannya saja. Dalam Islam juga mengandung tata aturan sosial yang berhubungan

6

http://www.globalmuslim.web.id/2013/11/sejarah-awal-masuknya-hizbut-tahrir-ke.html (Rabu, 13 April 2016, 23:12)

7

http://hizbuttahrir.al-khilafah.org/tentang-kami/ (Kamis, 07 April 2016, 23:12)

8

Jonkennedi, Gerakan Hizbut Tahrir Dan Realitas Politik Islam Kontemporer Di Indonesia, Komunika, Vol 6, No 1 (Januari-Juni 2012), 153.


(15)

6

persoalan orang banyak. Salah satu ajaran Agama Islam yang banyak memperoleh apresiasi dan elaborasi (penggarapan secara tekun dan cermat) dari Hizbut Tahrir adalah dalam bidang politik. Dari sini Hizbut Tahrir kemudian berkesimpulan bahwa Islam merupakan agama politik dan spiritual sekaligus.9

Bicara mengenai Hizbut Tahrir tidak akan terlepas dengan para anggotanya. Karena perlu diketahui bahwa beberapa dari anggota Hizbut Tahrir Indonesia dulunya adalah seorang santri di pondok pesantren yang ada di Indonesia. Tidak hanya dari santri saja, tapi dari akademisi (mahasiswa) juga ikut menjadi anggota dari organisasi tersebut. Di Pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya terdapat santri yang pernah menjadi anggota dari Hizbut Tahrir. Pondok pesantren Mahasiswa al-Jihad adalah pondok pesantren modern yang para santrinya merupakan mahasiswa dari universitas/kampus yang ada di Wilayah Surabaya. Pesantren modern adalah pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, yang presentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan umum (bahasa Inggris, bahasa Arab dll), meskipun mengajarkan tentang tentang ilmu umum tetapi tidak lupa untuk menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri untuk menjalani kehidupan didunia. Sedangkan mahasiswa adalah tingkatan tertinggi dari seorang siswa yang diberi kepercayaan sebagai agen


(16)

7

perubahan oleh masyarakat untuk merubah bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik.

Melalui latar belakang yang dimiliki santri yang heterogen (beraneka ragam) dan terdapat santri yang pernah menjadi anggota Hizbut Tahrir menjadikan masih banyak sudut pandang yang digunakan para santri ketika menanggapi pemikiran yang di usung oleh Hizbut Tahrir yang ada di Indonesia. Seperti muncul suatu penilaian pada orang-orang Hizbut Tahrir, tentang mereka yang menonjolkan sifat lebih sopan, ramah dan lebih jujur menjadikan nilai positif dalam pandangan masyarat umum. Hal ini bisa kita lihat dari sebuah contoh, misalnya ada dua pembeli yang satunya orang Hizbut Tahrir dan satunya lagi orang dari kelompok atau organisasi keagamaan lainnya saya lebih memilih beli ditempat orang Hizbut Tahrir. Secara visual sopan santun dan sifat ramah mereka cenderung membuat individu maupun masyarakat tertarik dan lebih percaya kepada orang Hizbut Tahrir tidak menutup kemungkinan santri juga ikut tertarik. karena dalam pandangan kaum pesantren maupun orang awam orang yang memakai pakaian gamis, menutup aurat, dan berjenggot di ibaratkan sebagai orang yang faham betul dengan masalah keagamaan. Jika secara pakaian dan attitude (prilaku) sudah membuat orang tertarik bagaimana dengan pemikiran atau gagasan yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir terutama gagasan mengenai negara Islam.


(17)

8

B RUMUSAN MASALAH

Pada setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Berawal dari latar belakang yang telah peneliti uraikan di atas, maka untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah tersebut disusun kedalam pertanyaan-pertanyaan sebagai batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan santri Ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia ?

2. Bagaimana pandangan negara Islam menurut santri Ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya ?

Dari fokus penelitian di atas, peneliti menjelaskan Pandangan Santri Ponpes Mahasiswa Al-jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

C TUJUAN PENELITIAN

Berkaitan dengan fokus penelitian di atas, maka peneliti mempuyai tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami isi penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan Bagaimana negara Islam menurut santri Ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya.


(18)

9

2. Untuk menjelaskan Bagaimana persepsi santri Ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia.

3. Guna menyelesaikan tugas akhir hingga mendapatkan gelar sarjana strata 1.

D MANFAAT PENELITIAN

Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti dapat paparkan bahwa manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Manfaat Teoritis

Dari segi teoritis penelitian ini merupakan kegiatan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya wacana politik. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya khususya kepada mahasiswa/mahasiswi maupun dosen dan perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai kontribusi intelektual.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi santri pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya Penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi pemikiran bagi Ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya mengenai gambaran negara Islam dan seperti apa bentuk negara Islam yang ditawarkan oleh organisasi HTI


(19)

10

Penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan untuk dipraktekkan pada lembaga nyata yang ada

dimasyarakat.

E BATASAN MASALAH

Pada penelitian ini, peneliti memberi batasan penelitian yang berfungsi untuk memudahkan dalam pencarian data, pembatasan tersebut antara lain:

1. Penelitian hanya dilakukan pada santri yang masi terdaftar aktif dipondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya.

2. penelitian hanya membahas negara Islam dari sudut pandang santri

3. Peneliti akan meneiliti mengenai pandangan santri mengenai negara Islam secara umum yag kemudian difokuskan kepada pandangan santri terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia.

F KAJIAN KONSEPTUAL

Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejalah yang menjadi pokok perhatian. Untuk menghindari kemungkinan adanya kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini dan guna mempermudah memahaminya, berikut ini adalah konsepsi secara


(20)

11

teoritis maupun praktis dari istilah yang dijadikan judul dalam penelitian ini, anatara lain:

1. Santri Pondok Pesantren Mahasiswa al-Jihad

Santri adalah murid santren (pesantren); calon rohaniawan Islam.10Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang-orang alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Santri Pondok Pesantren Mahasiswa al-Jihad adalah seorang mahasiswa dari beberapa kampus di daerah Surabaya yang kemudian menimba ilmu atau mondok di pondok pesantren mahsasiswa al-Jihad.

2. Ponpes Mahasiswa Al-Jihad

Pondok pesantren mahasiswa al-Jihad merupakan pondok pesantren yang santrinya rata-rata adalah mahasiswa, baik itu Mahasiswa UINSA maupun mahasiswa dari Universitas lain selain UINSA. Di Ponpes al-Jihad juga terdapat yayasan yatim piatu. Pemangku dari Ponpes mahasiswa al-Jihad terdiri dari KH. M. Imam Chambali dan istrinya ibu Hj. Luluk Chumaidah, pengasuh PPM (pondok pesantren mahasiswa) al-Jihad, KH. Syukron Djazilan, dewan pengurus yayasan al-Jihad, Alm. H. Abdullah Suwaji, Pendiri yayasan al-Jihad, KH. Saiful Jazil, M. Ag., pengurus pendidikan

10

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya: ARKOLA, 1994), 693.


(21)

12

PPM al-Jihad, dan H. Nasir ketua yayasan al-Jihad. Lokasi pondok pesantren mahasiswa al-Jihad bertempat di Jalan Jemursari Utara Gg. 3 No. 9 Surabaya Selatan. 11

3. Negara Islam Hizbut Tahrir

Para sarjana telah mencoba dengan berbagai pendekatan untuk menjelaskan negara Islam yang pertama kali didirikan oleh nabi dan pewarisnya, khulafa al-Rasyidin. Sebagian berpendapat bahwa negara Islam waktu itu merupakan negara teokrasi, yaitu negara yang diperintah oleh Tuhan atau para Tuhan. Sebagian yang lain berpendapat bahwa negara Islam bersifat monarki (bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja) atau oligarki (pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan kelompok tertentu) dengan kekuasaan yang diserahkan lewat kekerasan atau nalar pikiran pada satu atau beberapa orang, sebuah sistem pemerintahan berdasarkan hukum.12

Sedangkan Ainur Rofiq Al-Amin dalam bukunya yang berjudul “proyek khilafah HTI perspektif kritis” menjelaskan bagaimana Hizbut Tahrir mendefinisikan negara Islam sebagai berikut:

Hizbut Tahrir mendefinisikan negara Islam sebagai eksistensi politik praktis yang menerapkan Islam, serta menyebarkan-nya keseluruh dunia dengan dakwah dan jihad. sedangkan dari aspek-lain,

11


(22)

13

negara Islam harus mempunyai sistem keamanan yang mandiri. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan tentang Dar Al-Islam, Dar Al-Islam adalah negara yang menetapkan hukum Islam dan keamanannya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri ditangan Islam, walaupun mayoritas penduduknya non-muslim.13

4. Hizbut Tahrir Indonesia

HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) adalah suatu organisasi keislaman yang identik dalam perjuangannya menegakan syariah dan khilafah di Indonesia.14 Hizbut Tahrir Indonesia adalah gerakan fundamentalis yang mempromosikan serta menegakkan kembali negara Islam atau yang biasa disebut oleh mereka khilafah Islamiyah seperti pada masa nabi dan khulafa al-Rasyidin.

G PENELITIAN TERDAHULU

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti mengenai penelitian terdahulu tentang pandangan santri pondok pesantren dan gagagsan negara Islam HTI, peneliti menemukan data sebagai berikut:

Relasi Islam dan negara dalam perspektif Hizbut Tahrir. Skripsi Moh. Syaichul Ulum Mahasiswa Program studi S1 prodi Politik Islam Fakulktas Ushuludin Institut Agama Islam Negri Surabaya 2010. Skripsi ini membahas tentang relasi Agama Islam dan negara menurut HT (hizbut

13

Ainur Rofiq Al-Amin, Proyek Khilafah HTI Perspektif Kritis, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2015), 38-39.

14

Al-Wa‟ie, Syariah dan Khilafah bukan ancaman, Al-Wa‟ie no. 188 tahun XVI (April 2016), 9.


(23)

14

tahrir) dan konsep negara Islam menurut HT. dari kesimpulan skripsi ini adalah Islam dalam pandangan Hizbut Tahrir tidak hanya mengatur tata peribadatan (ritual) antar manusia dengan tuhannya saja. Islam juga mengandung tata aturan sosial yang berhubungan dengan persoalan publik manusia. Salah satu ajaran Islam yang banyak memperoleh tanggapan positif sehingga menjadi pedoman bagi HIzbut Tahrir adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan bidang politik. Penerapan aqidah dan hukum syara‟ melalui negara khilafah, dan menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Khilafah Islamiyah adalah Bentuk negara Islam Hizbut Tahrir, hizbut tahrir menyebutkan bahwa hukum didirikannya khilafah Islamiyah adalah wajib dengan dasar surat al-ma‟idah ayat 48-49 dan al-Nisa‟ ayat 59.

Konsep Khilafah Islamiyah dan strategi dakwah Islam Menurut Hizbut Tahrir. Skripsi Ratna Hendri Astuti, Mahasiwa program studi S1 jurusan akidah filsafat fakultas ushuludin, Institute Agama Islam Negri Surabaya 2004. Skripsi karya Ratna Hendri Astuti, menjelaskan mengenai pokok-pokok pemikiran Hizbut Tahrir dalam persoalan khilafah dan strategi dakwah Islam menurut Hizbut Tahrir dalam mewujudkan khilafah Islamiyah. Kesimpulan dari skripsi ini bahwa prinsip dasar dalam pemerintahanIslam adalah kedaulatan tertinggi berada ditangan Allah dan kekuasaan ditangan umat, kemudian melalui sistem baiat diangkatlah seorang khalifah sebagai pemimpin negara. Sistem pemerintahan dalam Islam adalah khilafah dan wajib hukumnya untuk menegakkannya. Bentuk


(24)

15

karena akan menyebabkan timbulnya loyalitas ganda. Dalam rangka mewujudkan tujuan menegakkan khilafah Hizbut Tahrir memiliki tiga tahapan. Pertama, tahap pembinaan dan kaderisasi, kedua, tahap interaksi dengan umat dalam rangka mensosialisasikan fikrah Islam dan thariqah Islam sehingga umat akan memiliki persepsi keduanya dengan bvenar, ketiga, tahap perebutan kekuasaan (istilam al-Hukmi) ketika dirasa umat Islam sudah memiliki kesamaan visi dan persepsi akan urgensitas khilafah Islamiyah.

Pandangan santri pondok pesantren Tebuireng Jombang terhadap pandangan Hizbut Tahrir Indonesia tentang Pancasila. Skripsi Nuning Hadi Wijayanti, Mahasiswa program studi S1 Prodi PPKn, FIS, Universitas Negeri Surabaya 2013. Dalam Skripsi karya Nuning Hadi Wijayanti, menjelaskan bagaimana pandangan santri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang terhadap pandangan HTI tentang Pancasila dan apakah santri Tebuireng Jombang setuju dengan penolakan HTI tentang pancasila sebagai ideologi bangsa. Kesimpulan dari hasil penelitian skripsi ini menunjukan santri kurang mendukung Pancasila sebagai ideologi karena beberapa alasan, pertama Pancasila adalah ideologi produk manusia yang kebenarannya tidak terjamin. Kedua Islam adalah agama yang bukan sebatas ajaran melainkan juga sebuah ideologi sehingga hal ini menyebabkan Islam dan Pancasila berbenturan. Ketiga, Melaksanakan hukum Pancasila termasuk ingkar kepada ayat-ayat Allah. Keempat, Peranan Pancasila telah kurang terasa bahkan gagal membawa Indonesia


(25)

16

menjadi negara maju. Kelima, Beberapa konsep Pancasila berbeda dengan ajaran Islam.

Dari keterangan di atas dapat dilihat dari penelitian terdahulu tentang pandangan santri pondok pesantren/ponpes dan penelitian tentang HTI tidak ditemukan persamaan mengenaii masalah yang akan diteliti oleh peneliti, dari ketujuh penelitian diatas tidak ditemukan mengenai penelitian yang membahas tentang pandangan seorang santri sekaligus merangkap sebagai mahasiswa, tentang negara Islam yang di gagas oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

H METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan ilmu yang mempelajari alat untuk penelitian. Penelitian ini menjelaskan mengenai pandangan santri Ponpes Mahasiswa Al-Jihad Surabaya tentang gagasan negara Islam HTI. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang mencoba memaparkan secara analistis terhadap suatu keadaan, Gejala individu maupun kelompok tertentu.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian diskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk mendiskriptifkan mengenai masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat


(26)

17

penelitian dilaksanakan.15 yaitu menggambarkan atau menguraikan bagaiman sebenarnya pandangan santri ponpes al-Jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam HTI. Jadi alasan penelitian ini menggunakan pendekatan dan jenis penelitian kualitatif diskriptif karena untuk mendapatkan informasi maupun data yang sebenarnya dengan jelas dari informan yang sesuai dengan apa yang diteliti.

2. Lokasi Penelitian

Ponpes Mahasiswa Al-Jihad Surabaya berlokasi di Jemursari Utara Gg. 3 No. 9, kecamatan Wonocolo Surabaya. Tepatnya di belakang kampus UIN Sunan Ampel Surabaya dan berdampingan dengan warga Desa Jemursari.16

Untuk lebih jelasnya letak geografis Yayasan Al-Jihad Surabaya adalah:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Wonocolo.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Raya Jemursari. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Raya Ngawinan. d. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Jemur Wonosari.

Penentuan lokasi penelitian di pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya didasarkan pada beberapa pertimbangan, sebagai berikut:

a. menurut pengamatan peneliti, terdapat santri yang pernah menjadi anggota organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.

15

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 76

16


(27)

18

b. tingkat keberagaman santri yang tidak hanya menjadi mahasiswa di UINSA saja melainkan dari kampus lain misalnya UNUSA, UNESA, ITS, UPN, UNSURI, dan UNAIR.

c. merupakan pondok pesantren terbesar yang ada di daerah wonocolo dan jemursari.

Berdasarkan hal tersebut, pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya bisa dijadikan sebagai lokasi penelitian.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai informan dalam sebuah penelitian. informan ini kemudian dimintai informasinya mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Adapun penentuan informan dalam penelitian ini adalah Santri yang menjadi pengurus di Ponpes Mahasiswa al-Jihad Surabaya. Santri yang mendapatkan informasi lewat media masa seperti Koran, buku-buku, dan majalah. Dan juga dari media elektronik seperti pesawat televise, radio maupun lewat smartphone, dari situ para santri bisa mengakses berita online maupun searcing (mencari) di google. santri yang mengetahui dan paham akan gagasan negara Islam HTI, yang mereka peroleh dari dosen maupun buku-buku bacaan diperpus kampus tempat mereka kuliah. Sehingga informan tersebut dirasa mengetahui betul terkait gagasan negara Islam yang digagas oleh HTI.


(28)

19

Pada penelitian ini peneliti menetapkan 6 (enam) orang untuk dijadikan informan. Pertama, Faby Toriqir Rama. santri yang juga menjabat sebagai bendahara DASA (badan pengumpul dan pengelola shodaqoh, infaq, zakat dan wakaf) di yayasan al-Jihad Surabaya, pernah menjabat sebagai pengurus devisi kependidikan pondok pesantren al-Jihad periode 2014-2015, dan mahasiswa aktif UINSA di jurusan hukum keluarga Islam fakultas hukum dan syari‟ah, dan mempunyai teman yang aktif mengikuti organisasi HTI. Kedua, Muhammad Hanan Tantowi. Pernah menjadi anggota HTI beberapa bulan pada awal masuk kuliyah tahun 2012 kemudian keluar, lulusan S-1 UINSA tahun 2016, pernah menjabat sebagai wakil ketua pondok pesantren al-Jihad periode 2013-2014, bekerja sebagai guru private. Ketiga, M. Zanuar luqmana. Santri sekaligus mahasiswa aktif di ITS jurusan teknik perkapalan, pernah menjabat sebagai pengurus dengan jabatan ketua kamar periode 2013-2014, pengetahuan tentang HTI didapat dari ibunya yang pernah mengikuti muktamar HTI di Surabaya pada waktu yg lalu.

Keempat, Masrurotul Fadlilah. Santri dan pentugas koperasi pondok pesantren al-Jihad, mahasiswa UINSA jurusan Management penyiaran Islam fakultas dakwah, dan mengetahui tentang HTI ketika melihat berita di televise, juga penah melihat dikampus ketika membagikan selembaran mengenai HTI, dan juga melalui beberapa artikel yang membahas mengenai sepak terjang HTI. Kelima, Qoimatul


(29)

20

Qisthiyah, santri dan anggota devisi kesehatan pondok putri di pondok pesantren al-Jihad pada periode 2016-2017. Mahasiswa di UNUSA pada jurusan kesehatan masyarakat , mendapatkan pengetahuan tentang HTI lewat selembaran yang pernah dibagikan orang HTI diarea kampus. keenam, Dewi Ilmiyah. Santri dan pengurus pondok putri di pondok pesantren al-Jihad sebagai ketua kamar periode 2016-2017. Mahasiswa di UINSA Pengetahuan tetang HTI lewat selembaran yang pernah dibagikan orang HTI diarea kampus.

4. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan penelitian jurusan muammalah (hukum ekonomi syariah) fakultas hukum dan syari‟ah.

ini, adalah data yang diperoleh dari sumbernya baik data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer di sini adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitiannya, yakni dari ke 6 (enam) informan yang sudah disebutkan di atas, yang meliputi santri dan pengurus ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka yaitu mencari data atau informasi, yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, sumber bacaan internet, dokumen


(30)

21

peraturan dan catatan harian lainnya.17 Salah satu kegunaan sumber data sekunder adalah memberikan kepada peneliti semacam petunjuk ke arah mana peneliti melangkah.18 Berikut sumber data sekunder yang digunakan peneliti: Buku, Proyek Khilafah HTI Perspektif Kritis karya Ainur Rofiq al-Amin, Langit Suci Agama sebagai Realitas Sosial karya Peter L. Berger. Jurnal, Gerakan Hizbut Tahrir dan Realitas Politik Islam Kontemporer di Indonesia Karya Jonkenedi Jurnal Komunika, Vol 6, No 1 Januari-Juni 2012, Pertautan Agama dalam Ideologi dan Gerakan Sosial: Pengalaman Hizbut Tahrir Indonesia Jurnal Akademika, Vol. 18, No 2 Maret, 2006. Sumber Internet, buku berbentuk PDF Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi) Terj. Yahya, Hizbut Tahrir.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.19 Pada dasarnya teknik observasi di gunakan untuk melihat atau mengamati perubahan

17

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet.XII. 2000), 115

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, 2006), 155.

19

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, cet ke-4, 2004), 63.


(31)

22

fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari informan atau responden.20 Karena data dalam penelitian kualitatif lebih berupa kata-kata, maka wawancara menjadi perangkat yang sedemikian penting.21 Dalam hal ini peneliti mencari data dengan mewawancarai santri dan pengurus Ponpes Mahasiswa Al-Jihad Surabaya yang paham mengenai gagasan negara Islam HTI. Demi mendapatkan data berupa pandangan santri tentang negara Islam dan data mengenai pandangan santri terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia.

c. Dokumentasi

Penggunaan dokumentasi adalah dengan cara mengumpulkan data yang dianggap penting meliputi data tertulis misalnya buku-buku, majalah, dokumen, foto, dan sebagainya. Jadi, dengan dokumentasi peneliti dapat mengolah data sebagai bahan informasi tambahan atau bukti autentik sebagai penunjang dalam pengumpulan data penelitian.

20

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, Cet.XII. 2000), 145.


(32)

23

7. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:22

a. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

b. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

c. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.

d. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

22


(33)

24

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

8. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif haruslah ilmiah untuk menjaga keilmiahan tersebut dapat dilihat dari data yang ada karena kesalahan mungkin terjadi pada peneliti sendiri atau informan. Untuk memperoleh keabsahan data yang sesuai agar tidak terjadi kesalahan maka peneliti menggunakan triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh.23

Dengan triangulasi peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya antara data, sumber dan teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan cara mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan yang bekenaan dengan negara Islam dan gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia, kemudian data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada informan (santri pondok pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya) dicek dengan teori konstruksi sosial, beberapa konsep negara Islam menurut beberapa tokoh Islam terutama kosep negara Islam menurut Taqiyudin An-Nabani. Data


(34)

25

tersebut dikategorikan berdasarkan pandangan yang sama dan yang berbeda untuk mengetahui mana yang lebih spesifik dari keseluruhan data, kemudian data tersebut dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan.

I SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Dalam tulisan ini nantinya akan membahas berbagai aspek yang berhubungan dengan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia. Agar pembahasan mempunyai alur pikiran yang jelas dan terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam lima bab meliputi:

Bab I : Dalam bab ini penulis memberikan gambaran latar belakang mengapa penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pandangan santri terhadapa gagsan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia. Dengan beberapa bagian terkait seperti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian konseptual, kajian teori , penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan,

Bab II : Bab kedua penulis memberikan penjelasan mengenai gambaran umum Ponpes Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, meliputi sejarah singkat berdirinya, visi-misi, struktur organisasi, program-program yang ada di ponpes mahasiswa al-Jihad Surabaya.


(35)

26

Bab III: Pada bab ketiga penulis mencoba menjelaskan konsep/gagasan negara Islam menurut beberapa tokoh intelektual Islam dan konsep/gagasan negara Islam menurut HTI.

Bab IV: Pada bab keempat, dalam bagian ini penulis menganalisa menyajikan mengenai pembahasan permasalahan. Yang terdiri dari dua sub bab; pertama, membahas mengenai negara Islam menurut santri pondok pesantren Al-jihad Surabaya. Dan kedua, membahas mengenai persepsi santri pondok pesantren Al-jihad Surabaya terhadap gagasan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Bab V : Padabagian bab akhir yakni penutup penulis mengemukakan kesimpulan dari penelitian dan saran.


(36)

BAB II

PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA

A. SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD

Al-Jihad terletak di jalan Jemursari Utara III/09 kelurahan Jemurwonosari kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Pondok pesantren (ponpes) mahasiswa Jihad awalnya hanya sebuah taman pendidikan Al-Qur‟an (TPQ) yang bernama “Roudlotut Ta‟limil Qur‟an”. Taman Pendidikan Al-Qur‟an ini diasuh oleh bapak Drs. H. Soerowi dan bapak Achmad Syaifuddin. Tepatnya pada tanggal 30 maret 1982 dengan ucapan “Bissmillah” beliau melangkahkan kakinya untuk merintis sebuah lembaga pendidikan, dengan bermodalkan tekat semangant serta niat kuat, dengan tekat dan tawakal kepada Allah Swt, niscaya Allah akan menolong hamba-hambanya yang berjuang di jalan, serta respon masyarakat yang menjadikan tekatnya menjadi bulat dan tetap berusaha berjuang untuk mewujudkan harapan dan impiannya untuk mendirikan sebuah lembaga yang mampu menampung anak-anak yang belajar dan mengaji dirumahnya.1

Seiring berjalannya waktu semakin banyak anak-anak yang belajar Al-Qur‟an di TPA setiap bulannya tersebut. Sehingga menuntut pengelolaan untuk menambah ustadz/ustadzah, demi terselenggaranya

1


(37)

28

kegiatan belajar mengajar dengan baik. Pada waktu itu sekitar tahun 1983 ustadz/ustadzah yang mengajar di TPA tersebut berjumlah lima orang semuanya dari IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang UIN Sunan Ampel) yang merupakan alumni pondok pesantren Tambakberas Jombang yang diorganisir oleh IMABAYA (Ikatan Mahasiswa Bahrul Ulum Surabaya). Santri yang tercatat waktu itu berjumlah 75 orang santri. Dengan bertambahnya santri menjadi kurang lebih 200 anak, sehingga harus menambah guru lagi dari Mahasiswa asal Bojonegoro sebanyak 10 orang, yang masih aktif kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang UIN Sunan Ampel). Kebutuhan akan tempat pengajaran juga menjadi pertimbangan para pengasuh. Kemudian dipilihlah mushola “ Al-Ikhlas” milik bapak Muhammad Anwar sebagai tempat mengaji santri.

Pada tahun 1985 Melihat tuntutan dan kebutuhan umat Islam terhadap keimanan dan keislaman semakin terasa meningkat, maka kemudian didirikanlah :

1. Pengajian ibu-ibu seminggu sekali.

2. Pengajian tafsir al-Qur‟an setiap hari sabtu (Ba‟da shalat shubuh).

3. Jama‟ah dzikir (istighosah) “Rahmatan Lil Alamin” tiap malam minggu bulan terakhir.

Kegiatan tersebut diasuh langsung oleh Bapak KH. Moch. Imam Chambali, setelah kurun waktu kurang lebih 10 tahun, perkembangan terus


(38)

29

dan semakin meningkatnya jamaah majlis ta‟lim yang diasuh KH. Moch. Imam Chambali, maka muncullah gagasan untuk mendirikan sebuah yayasan untuk mewadai semua kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut. Dari gagasan tersebut, maka dibentuklah kepengurusandalam mendirikan yayasan tersebut, yaitu:

Pendiri : H. Achmad Saifoeddin, H. Abdullah Suwaji, H. Habib

H. Soerowi

KH. Moch. Imam Chambali

Ketua : KH. Moch. Imam Chambali Sekertaris : H. Soerowi

Pembantu umum: H. M. Syukron Djazilan Badri

Dari susunan kepengurusan di atas, maka didirikanlah sebuah yayasan yang diberi nama “Al-jihad”. Yayasan ini resmi berdiri pada tanggal 23 juli 1996 dengan Akte Notaris : Zuraida Zain, SH. Tanggal 23 juli 1996 No. 22, dengan ini yayasan Al-jihad mempunyai kekuatan hukum.2 salah seorang pendiri yayasan, yakni H. Abdullah Suwaji mewakafkan tanah seluas 60 m2 untuk didirikan pondok pesantren. Dengan tanah wakaf tersebut, pengurus, jama‟ah dan para dermawan yayasan Al-jihad bergotong royong untuk membeli dan memperluas tanah

2


(39)

30

di sekitarnya seluas 387 m2. Pada tahun 1997 dibangun pondok pesantren berlantai III diatas tanah seluas 387 M2 yang didanai oleh para dermawan, sumbangan masyarakat dan para jamaah pengajian. Pada tanggal 22 maret 1998 pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad diresmikan oleh bapak Brigjen polisi H. Goenawan (Wakapolda) Jakarta pusat, Sekaligus sebagai penyumbang dana terbanyak pada saat itu.

Pada tahun 1998-2004, pondok pesanten Al-Jihad semakin berkembang dengan dilanjutkan pembangunan gedung PPM Al-jihad (putri) dan gedung asrama panti asuhan yatim piatu. Pada tahun 2000, jumlah santri putra sebanyal 100 santri, sedangkan santri putri sebanyak 35 santri. Untuk jumlah total anak yatim piatu puta-putri sebanyak 50 anak. Pada tahun 2000 mulai dibentuklah struktur kepengurusan ponpes mahasiswa Al-jihad, adapun yang mengemban amanat menjadi ketua pondok putra adalah Khoirul Adhimm, sedangkan ketua pondok putri adalah Hanna Koirun Nisa. Dalam empat tahun trakhir ini telah didirikan dua gedung baru untuk memnuhi kebutuhan kuota santri mahasiswa yang terus bertambah. Pada tanggal 25 juli 2011, telah diresmikan gedung asrama baru tiga lantai. Aula lantai satu digunakan sebagai TPQ Al-jihad, Asrama yatim putri dilantai dua dan asrama pondok putri dilantai tiga. Gedung tesebut diresmikan langsung oleh pendiri yayasan Al-jihad, Bapak H. Suwaji dan ketua yayasan Al-jihad, Bapak Nasir. Kemudian disusul dengan dibangunnya gedung At-tien yang diresmikan oleh ibu Hj.


(40)

31

Sringatin pada tanggal 31 mei 2014.3 Pada tahun 2016 ini, ponpes mahasiswa Al-jihad masih melakukan perkembangan pembangunan dengan meluaskan area masjid pondok. supaya bisa menampung santri serta para jamaah pengajian maupun para jamaah sholat lima waktu.

B. TUJUAN BERDIRINYA PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD

Adapun tujuan didirikannya Pondok Pesantren Al-Jihad antara lain :

a. Mengaktualisasikan misi islam sebagi Rahmatan lil alamiin dalam bingkai pendidikan pondok pesantren dan segala aktifitas pembelajarannya.

b. Melahirkan dan mengorbitkan generasi muslim mas depan yang memiliki bekal life-skil tinggi, tangguh, unggul, luas keilmuanya serta berbudi mulia (berakhlakul karimah).4

C. VISI DAN MISI

Adapun visi dan misi pondok pesantren Al-Jihad yaitu :

1. Visi

Al-Muhafadhahotulala qadimis-shalih wa ahdzu bil jadiid ashlah, yaitu mengiktiarkan pondok pesantren Al-Jihad Surabaya menjadi

3

Ibid, 11.

4


(41)

32

lembaga pendidikan berkarakter Islam yang akan menjadi tempat bertemunya unsur tradisionalis dengan modernis.

2. Misi

1. Merencanakan dan menyelengarakan pendidikan yang berkualitas, tertata, sekaligus profesional. Guna melahirkan kader-kader umat yang hanya memiliki keterampilan yang tinggi, juga mendalam ilmunya.

2. Menyelenggarakan pendidikan yang orientatif dalam upaya menginterlisasikan paradikma sains dan teknologi modern terhadap nilai-nilai Islam.

3. Membaca memahami dan mengembalikan sikap terhadap realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya ditengah pergaulan dunia global melalui langkah-langkah kerjasama dalam bidang dakwah, kajian keilmuan dan pelatihan-pelatihan.5

D. MOTTO

Untuk memahami moto Yayasan Al-Jihad perlu di pahami definisi masing-masing : Sabar itu indah (NotableCharacter), Ikhlas itu mujarab (SoundBody), Istiqomah itu karomah (IndependentMind).

E.STRUKTUR KEPENGURUSAN YAYASAN AL-JIHAD

SURABAYA


(42)

33

Penasihat : Brigjen H. Gunawan

H. Saimi Saleh, SE Drs. H. Soerowi

H. Mardjono, BA H. Burhanuddin H. Suzy Sukamto

Pembina : Drs. KH. Much. Imam Chambali

Hj. Luluk Chumaidah, SH., S.Pd.I

Ketua : H. Naser, SE

H. Soemali

Sekretaris : Drs. H. Zainuddin, M.Si Ali Mashudi

Bendahara : Moch. Ichwan, SS., M.Si Moch. Ali Hasan, S.Pd.I

Bidang-Bidang Kegiatan :

Pendidikan : Dr. KH. Syaiful Jazil, M.Ag Yahya Aziz, M.Pd.I

Panti Asuhan : M. Sholihin, M.HI M. Aroby S.I.Kom

Taman Pendidikan Al-Qur‟an : Drs. H. Syaikhul Amin, M.M. Heriyatini, S.Pd

Ana Aisyah, S.Pdi

KBIH Bryan Makkah : KH. M. Syukron Jazilan Badri, M.Ag KH. Miftahul Huda, S.Ag

Majlis Dzikir : Syahrul Mubarok Fajar Khoirul Anam


(43)

34

Imam Syafi‟i, S.HI Dana Sosial Al-Jihad : H. M. Sumali Pengajian ibu-ibu Muslimat : Hj. Isti‟aroh Suwadji

Hj.Ririn Widiyastutik Hj. Lubna Lu‟lu‟

Keamanan : H.M. Soeripto

Choirul Anam Fathul Munir Ta‟mir Masjid : Muhtadi, S.HI

Ahmad Hanafi, S.HI Salamun Musthofa, S.HI Dwi Cahyo Kurniawan, S.Th.I

Pembangunan : H. Bambang Wiwoho

Ikatan Alumni : M. Syamsul Rizal, S.Hi

Mekanik : Nur Qosim

Pembantu Umum : Drs. H. Nasuha Hadi Prayitno, S.Hi

Dzenal Rifa‟i Sukadi Saidi6

F. DAFTAR KEGIATAN PONDOK PESANTREN AL-JIHAD 1. kegiatan harian

a. Sholat maktubah berjamaah

b. Sholat qiyamul lail (taubah, tahajjud, hajat, dan witir)

c. Amalan surah yasin dan Al-Waqi‟a setelah qiyamul lail (sampaidatang waktu sholat subuh)


(44)

35

d. Amalan surah Al-Kautsar, Al-Qadar, Al-Falaq, dan Al-Ikhlas (setelah jamaah sholat subuh, masing-masing dibaca 11 kali) e. Amalan surah Al-Fatihah dan surah Al-Insyiroh (dibaca setelah

sholat maghrib, masing-masing 11 kali untuk mendoakan kedua orang tua)

f. Amalan ayat kursi (setelah jamaah isya‟, sebanyak 7 kali supaya diberikan ilmu yang bermanfaat dan selamat dunia akhirat)

2. Kegiatan mingguan

a. Kajian tafsir Al-Ibris setiap hari sabtu ba‟da sholat subuh oleh pengasuh.

b. Kajian kitab fiqh Al-fiqhul manhaji lil madzahibi asy-syafi‟I setiap senin ba‟da subuh.

c. Latihan muhadlarah setiap rabu ba‟da maghrib.

d. Malam yasinan (membaca surat yasin 3 kali) setiap senin jam 22;00 WIB (sepuluh malam)

e. pembacaan burdah dan dibaiyah setiap selasa ba‟da maghrib. f. Kajian kitab Nashaih Al-Ibadsetiap kamis ba‟da shubuh.

g. Muthola‟ah Al-qur‟an setiap senin ba‟da isya‟ untuk santri putra, sedangkan untuk santri putri dilaksanakan setiap hari selasa ba‟da subuh.

h. Itensif B.arab dan B.inggris setiap rabu ba‟da isya‟. I. Itensif Al-qur‟an setiap hari selasa dan kamis ba‟da isya‟.


(45)

36

j. Malam fatihah-an (sholat taubah, tasbih, hajat, dan tahajjud, dan witir dilanjutkan membaca surat Al-fatihah sebanyak 41 kali). k. Khatmil Qur‟an berjamaah setiap jumat ba‟da mahgrib.

l. Seni banjari setiap jumat ba‟da isya‟. m. Latihan MC setiap rabu ba‟da isya‟.

n. Kultum setiap senin dan kamis ba‟da maghrib.

o. Tahfidzul Qur‟an 30 juz setiap senin dan kamis ba‟da isya‟ (bagi santri yang mengikuti program tahfidz).

p. Kerja bakti membersikan pondok setiap sabtu pagi. q. Rebana bagi santri putri setiap satu minggu sekali.

r. pengajian tafsir, santri putri bersama ibu-ibu jamaah pengajian pada ahad sore.

3. Kegiatan bulanan

a. Istighosah Rohmatal lil „alamin setiap sabtu malam diakhir bulan, ba‟da isya‟ (diikuti kurang lebih 1.000 jamaah).

b. Malam asma‟ Al-husna setiap tanggal 15 bulan Hijriyah (bulan purnama).

c. Senam aerobik jam 06;30 WIB, sekaligus persiapan untuk pengajian Rohmatal lil „alamin.

d. Jalan Sehat. e. Habsyi-an.


(46)

37

4. Konsentrasi kitab-kitab yang diajarkan:

1. Kajian tafsir Al-ibris setiap hari sabtu ba‟da shubuh oleh KH. Much. Imam Chambali.

2. Kajian kitab Miftakhus Sa‟adah Azzaujiah setiap senin ba‟da Shubuh oleh KH. Ilhamullah Sumarkan.

3. Kajian kitab ringkasan Al-hikam setiap selasa ba‟da shubuh oleh KH. Saiful jazil.

4. Kajian kitab Nashoihul „Ibad setiap rabu ba‟da subuh oleh KH. M.Syukron Djazilan.

5. kajian kitab Washoya lil banat oleh ustadz Sya‟dulloh sarofi setiap kamis ba‟da shubuh.7

G. KARAKTERISTIK SANTRI PONDOK PESANTREN

MAHASISWA AL-JIHAD

Santri di ponpes mahasiswa Al-jihad dengan jumlah santrinya sebanyak 480, kebanyakan adalah mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. akan tetapi bisa di jumpai juga mahasiswa dari luar UINSA (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya) seperti, Mahasiswa UNESA, ITS, UNUSA, UPN, UNSURI, UNAIR dan UWK. Tidak hanya mahasiswa, di ponpes mahasiswa Al-jihad juga terdapat santri yang sudah bekerja baik itu menjadi ustadz, Guru, dan pegawai kantoran. santri yang mondok di

7


(47)

38

pondok pesantren Al-jihad rata-rata belum pernah mondok ditempat lain sebelumnya dan baru pertama mondok ketika mereka kuliah, itupun kehendak dari orang tua mereka.8 Orang tua santri mengetahui info pondok Al-jihad dari pengajian maupun media televisi, dimana dalam pengajian itu yang menjadi penceramah adalah para pengasuh pondok pesantren Al-jihad, seperti KH. Much. Imam Chambali, Hj. Luluk Chumaidah, KH. Syaiful Jazil, dan KH. M. Syukron Jazilan Badri. Dengan mengikuti pengajian dan mendengarkan ceramah dari para pengasuh pondok kemudian muncul rasa ketrertarikan untuk memondokkan anak mereka dipondok yang diasuh oleh para ulama dibatas.

Pesantren mahasiswa al-Jihad berbeda dengan pondok pesantren biasanya yang memberikan pendidikan klasik dengan metode salaf yang lengkap dengan kitab-kitab ulama terdaluhu. Akan tetapi pesantren al-Jihad yang berada di kota Surabaya ini memberikan sebuah pemikiran yang general dan kritis serta tidak terpaku oleh budaya pesantren yang klasik.9 Dengan berbagai pengembangan santri al Jihad ini diarahkan untuk menjadi santri yang produktif dan kreatif sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan berpedoman al Muhafadhatu ala Qodim al Sholih wal Ahkdhu bi Jadid al Aslah, yakni dengan menjaga budaya klasik yang baik dan mengembil budaya baru yang lebih baik lagi. Dengan model pesantren

8


(48)

39

yang mengkomparasikan budaya lama dan modern inilah menjadikan para santri di al jihad ini dituntun untuk kritis terhadap segala perkembangan dunia modern yang semakin canggih.10

Sebagai seorang mahasiswa dan memiliki kepribadian dewasa, santri al jihad merupakan salah satu agen of Change memiliki sebuah tuntutan untuk terus memberikan sebuah solusi bagi semua masyarakat. Disinilah yang memebedakan santri al Jihad dengan santri di pondok pesantren yang lain. Dan lebih spesifik lagi permasalah-permasalahan keagamaan yang ada di Indonesia yang semakin komplek dan sensitif dengan kekerasan dan anarkis yang mengatasnamakan agama.

10


(49)

BAB III

KAJIAN TEORI

A.TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

Teori konstruksi sosial merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckman. Charles R. Ngangi menjelaskan, bahwa konstruksi sosial merupakan sebuah pandangan kepada kita bahwa semua nilai, ideologi, dan institusi sosial adalah buatan manusia.1 Berger dan Luckman meringkas teori mereka dengan menyatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, dalam pengertian individu-individu yang didapat dari masyarakat itulah yang membangun masyarakat. maka pengalaman individu tidak terlepas dari campur tangan masyarakat dalam membentuknya. Menurut Berger dan Luckman, kita semua mencari pengetahuan atau kepastian bahwa fenomena itu memang nyata adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita sehari-hari 2

Istilah konstruksi atas realitas sosial didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas atau kenyataan yang dimiliki dan dialaminya.3

1

Charles R. Ngangi, Konstruksi Sosial Dalam Realitas Sosial, ASE – Volume 7 Nomor 2, Mei 2011: 1 – 4, sulutiptek.com/documents/realitassosial.pdf, (Jumat, 15 April 2016, 19:45)

2

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 300-301

3


(50)

42

realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai media produksi dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.4 Akan tetapi, realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi subyektif (keadaan dimana seseorang berpikiran relative, hasildari menduga-duga, berdasarkan perasaan atau selera orang) dan obyektif(sikap seseorang yang lebih pasti, bisa diyakini kebenarannya, akan tetapi bisa juga melibatkan perkiraan dan asumsi). Manusia merupakan instrument dalam menciptakan realitas sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subyektif).5

Teori konstruksi sosial menyatakan bahwa setiap fakta yang hadir di tengah-tengah masyarakat (realitas sosial) merupakan hasil proses dialektika. Peter L. Berger dan Thomas Luckman menyatakan terdapat dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Kedua unsur ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Proses dialektika tersebut setidaknya melalui tiga tahap yang oleh kedua tokoh itu disebut sebagai momen. Yaitu momen eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.

4

ibid

5

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 301.


(51)

43

Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Hal ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia. Dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.

Objektivikasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Internalisasi, Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.6

Jadi untuk menganalisis bagaimana terbentuknya pandangan santri pondok pesantren mahasiswa al-Jihad terhadap negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia peneliti menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai pisau analisisnya. Karena Teori


(52)

44

konstruksi sosial menyatakan bahwa setiap fakta yang hadir di tengah-tengah masyarakat (realitas sosial) merupakan hasil proses dialektika. Peter L. Berger dan Thomas Luckman menyatakan terdapat dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu.

B. KONSEP NEGARA ISLAM MENURUT BEBERAPA TOKOH PEMIKIR ISLAM

1. Hasan Al-Banna

Pada dasarnya, pemikiran Hasan al-Banna tentang negara amat dipengaruhi oleh kondisi sosiopolitik pada saat ia hidup. Yang mana Umat islam diharapkan dapat melepaskan diri dari kungkungan barat dan sistem ideologinya. Justru pada kondisi seperti itulah seharusnya mereka kembali pada nilai-nilai Islam yang orisinil. Dalam upayanya memahamkan masyarakat bahwa Islam memberi perhatian pada politik masyarakat, umat dan negara sebagaimana perhatian pada ibadah; bahwa orang Muslim tidak dibenarkan hanya menyibukkan diri dengan shalat dan puasa serta ibadah-ibadah Mahdhah lainnya saja, sementara mengabaikan urusan umatnya di timur dan barat.7

7

Yusuf Al-Qardawi, 70 tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun; Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah dan Jihad, terj. Mustolah Maufur dan Abdurrahman Husain, (Jakarta: pustaka Al-kautsar, 1999), 142.


(53)

45

Mereka harus kembali pada sitem pemerintahan yang mampu mengakomodasi nilai fitrah yang mereka miliki, yang bermula dari watak agama mereka yang juga fitrah. Mendesaknya kebutuhan akan negara Islam adalah atas beberapa alasan sebagai beriku:

Pertama, latar belakang intelektual dan relegius dunia Islam sangat berbeda dengat barat, karnanya pengamat barat dan muslim yang berorientasi barat sulit sekali menghayati dan mengamati situasi ini. Dengan demikian, seharusnya konsep Islam mengenai agama dan pandangan kaum muslimin mengenai politik perlu dipahami dengan jelas sedini mungkin. Hanya dengan cara inilah pemahaman yang lebih baik atas pemikiran politik kaum muslim dapat bekembang. Kedua, generasi muda terdidik di dunia muslim telah terasingkan dari tradisi budaya dan intrelektual mereka sendiri. dibawah pengaruh pendidikan barat, mereka menelan mentah-mentah konsep politik barat tampa sedikitpun mempertimbangkan tradisi muslim tersebut. 8

Menurut Hasan al-Banna bentuk negara yang ideal adalah khilafah. Khilafah yang dimaksudkan oleh Hasan al-Banna adalah suatu bentuk negara yang harus mampu mengoordinasikan seluruh negara Islam yang ada dibawah komandonya. Polanya adalah


(54)

46

bahwa negara-negara Islam yang sepakat tersebut bermusyawarah untuk memilih mediator yang disepakati sebagai pemimpin seluruh kepentingan umat. Oleh karenanya bentuk negara ideal yang dimaksudkan oleh beliau adalah negara koordinatif yang berbentuk khilafah, namun kekuasaan negara bagian masih diperhatikan. Perlu diketahui bahwa pola kerja khilafah yang dimaksud oleh beliau adalah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat masa Nabi Muhammad SAW.9 Walaupun untuk mewujudkan khilafah tidaklah sekaku gerakan lainnya. Beliau bersikap elastis dan mengatakan bahwa dalam menegakkan khilafah diperlukan marhalah (tahapan), serta sifatnya bukanlah dengan melakukan revolusi fisik, tetapi dengan terlebih dahulu menghidupkan “api Islam” dalam seluruh aspek kehidupan manusia.10

Hasan al-Banna mencoba menguraikan prinsip kenegaraannya tersebut dengan nilai-nilai Islam, karena menurut al-Banna terbentuknya negara Islam bersumber dari prinsip dasar ajaran Islam (Al-Quran dan Sunah). Islam adalah negara dan bangsa atau pemerintahan dan masyarakat, moral dan kekuasaan, rahmat dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, kekayaan materi atau kerja dan harta, jihad dan dakwah atau kekuatan senjata dan konsep. Islam adalah aqidah yang benar, sebgaimana halnya ia adalah ibadah yang sahih.

9

Ibid, 199.

10


(55)

47

Satu sama lainnya saling melengkapi dan sama derajatnya. Sebenarnya pandangan al-Banna tentang sumber pembentukan negara sama dengan pandangan salaf atau ulama muta‟akhkhirin yang menyandarkan pemikirsan mereka kepada pandangan salaf tersebut. al-Banna sepakat bahwa tebentuknya negara Islam harus mengikuti keempat hal, yakni: Al-Quran, sunah, berbagai konvensi (kesepakatan) khalifah al-Rasyidin, dan ketentuan para fuqaha ternama. Keempat hal ini menjadi rujukan al-Banna untuk membangun Daulah Islamiyah.11

Tujuan terbentuknya negara yang diimpikan oleh Hasan al-Banna sama seperti yang diinginkan Abu al-A‟la al-Maududi, yaitu merealisasikan cita-cita hukum Islam dengan formal atau konstitusional. al-Banna mengatakan bahwa negara Islam adalah tempat bergantung individu dan kelompok atau keluarga, perorangan dan masyarakat, pada persoalan-persoalan yang prinsip maupun perinciannya. Negara Islam merupakan suatu wadah interaksi yang positif antar warganya. Ia juga harus mampu memenuhi kebutuhan yang mendesak berupa keamanan dan ketertiban masyarakat serta persoalan ekonomi dan pembangunan. Sampai suatu ketika kemudian akan ditegaskan segala penjabaran hukum dan ayat-ayat Allah.


(56)

48

Menurut al-Khomeini persoalan keperluan akan suatu negara Islam sebenarnya adalah suatu kanyataan yang segera bisa disepakati, khususnya dikalangan syi‟ah.12

Semua muslim tahu bahwa Islam merupakan agama yang memiliki seperangkat hukum yang berkenaan dengan masalah-masalah sosial yang harus dilaksanakan oleh kaum muslim sebagai suatu kesatuan sosial. Untuk menjadikan pelaksanaan hukum-hukum itu efektif, diperlukan kekuasaan eksekutif (Al-shulthah Al-tanfidziyah).13

Karena diwajibkannya kaum muslim untuk menaati ulul al-amri, di samping Allah dan Rasulnya, berarti diwajibkannya kaum Muslim membentuk pemerintahan. Sebab menurutnya, tak ada gunanya suatu peraturan tanpa adanya kekuasaan eksekutif yang memaksakan pelaksanaan hukum Islam, khususnya sebagian darinya adalah kewajiban. Tidak ada dasar untuk mengesampingkan kewajiban membayar zakat, demikian pula tak ada dasar untuk mengesampingkan kewajiban pelaksanaan hukum qishash dan hudud (hukuman yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-quran dan Hadits). Kewajiban membentuk negara dan pemerintahan Islam juga tampak dari kewajiban menjaga integritas wilayah Islam. Bahkan, sifat dan hukum Islam fungsinya untuk mengelola urusan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

12

Yamani, Antara Al-farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002), 114.

13


(57)

49

Negara menurut al-Khomeini adalah instrument bagi pelaksanaan undang-undang tuhan dimuka bumi. Tidak seperti dalam negara demokrasi (murni), pada dasarnya tidak ada hak negara seperti lembaga legislatif sebagai wakil rakyat (demos) untuk membuat undang-undang. Otoritas membuat undang-undang dan kedaulatan ada ditangan Allah. Memberikan hak kepada rakyat untuk membuat undang-undang, selain bertentangan dengan ajaran islam sebagaimana diyakini al-Khomeini, juga hanya akan memaksa negara untuk menerima perundang-undangan yang boleh jadi buruk tetapi merupakan kemauan rakyat. Maupun menolak perundang-undangan yang baik hanya karena bertentangan dengan kehendak rakyat.14 Dalam Kasyf al-Asrar, karya pertamanya yang penting tentang politik, al-Khomeini menulis:

Satu-satunya pemerintahan yang diterima nalar sebagai absah, serta disambut hangat dengan sukarela dan senang hati oleh nalar, adalah pemerintahan tuhan. Setiap tindakan tuhan adalah adil, dan tuhan berhak memerintah seluruh dunia beserta seluruh partikel eksistensi….sifat semua pemerintahan yang ada sekarang ini akan menjadi jelas ketika dikontraskan dengan pemerintahan tuhan, juga legitimasi tunggal pemerintahan Islam. Dengan demikian, akan jelaslah bahwa hukum Islam merupakan hukum yang paling maju di dunia, dan bahwa penerapan hukum Islam akan membawa kearah berdirinya kota utama.15

Dalam hal ini perlu diingat berbeda dengan kepercayaan kaum sunni terhadap ijma‟ (kesepakatan para mujtahid), mayoritas syiah justru menganggap bahwa pemenang akhir ada pada kelompok elite ahli (wali atau penguasa), yang paling mengetahui dan berhak menafsirkan


(58)

50

hukum-hukum tuhan. Seluruh bagian struktur politik negara mestilah di bawahkan kepada wali ini. Inilah yang disebut sebagai sistem “Wilayah al-Faqih”. Selebihnya, jabatan-jabatan dalam struktur negara diserahkan kepada para ahlinya, baik dia seorang ulama atau bukan. Doktrin Wilayah al-Faqih merupakan poros sentral dari pemikiran politik syi‟ah kontemporer. Sistem ini mengadopsi sebuah sistem politik yang berbasiskan perwalian, yang bersandar pada seorang faqih yang adil dan kapabel untuk memegang pimpinan pemerintahan selama gaibnya Imam yang maksum. Akan tetapi, meskipun perwalian dari seorang ulama agung diakui secara universal dianara semua teori-teori pemerintahan syi‟ah, terjadi ketidak sepakatan pada detail-detailnya, seperti besarnya peranan faqih dan luasnya cakupan otoritasnya.16

3. Abul A’la al-Maududi

Al-Maududi mempunyai konsep dasar bahwa kedaulatan berada ditangan tuhan, bukan ditangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-kata “kedaulatan rakyat” seringkali menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara demokrasi hanyalah dilakukan emapat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu, sedangkan kendali pemerintahan

16

Ahmad Vaezi, Agama Politik: nalar politik Islam terj. Ali Syahab (Jakarta: citra, 2006), 67.


(59)

51

sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara.17

Latar belakang diatas menjadi pemicu al-Maududi dalam mencetuskan suatu konsep negara yang diberi nama Teo-Demokrasi. Konsep negara “Teo-Demokrasi” al-Maududi adalah dimana tuhan mempunyai kekuasaan penuh dalam menentukan suatu hukum. Dengan sistem pemerintahan tersebut rakyat diberi kedaulatan terbatas, kedaulatan tertinggi berada ditangan Tuhan (yang bersifat mutlak). al-Maududi menghendaki suatu negara yang betul-betul, memiliki konstitusi Islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik aspek tata kehidupan bernegara, sistem pemerintahan, ekonomi, maupun cara hidup individu dan masyarakat. semua aspek tersebut harus berlandaskan kepada landasan moral Islam. Kemudian beliau memberikan nama kepada pandangan politik kenegaran Islam dengan konsep Kerajaan Allah (teokrasi).18

Lembaga eksekutif menurut sistem pemerintahan ini terikat oleh keinginan kaum Muslimin pada umumnya, yang juga mempunyai keinginan untuk menjatuhkannya. Segala urusan pemerintahan dan persoalan-persoalan yang timbul dari padanya, yang tidak terdapat aturan yang jelas dalam syariah, diatasi dengan cara kesepakatan di atara kaum Muslimin. Dalam keterkaitan inilah sistem pemerintahan Islam itu mencerminkan adanya demokrasi. Dengan demikian dalam sistem

17

Lihat M. Amin Rais dalam pengantar, Khilafah dan Kerajaan Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, karya Abul A‟la al-Maududi terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, cetakan VII 1998), 19.


(60)

52

politik Islam menurut al-Maududi mencakup aspek teokrasi dan aspek demokrasi. Maksudnya apabila terdapat pemerintahan atau hukum yang telah jelas di atur oleh tuhan dan rosulnya, maka tak seorangpun atau lembaga legislatif manapun dapat membatalkan atau mengemukakan pertimbangan sendiri. Namun terdapat persoalan yang tidak jelas atau tidak dinyatakan syara‟ secara tegas, maka hal itu diserahkan kepada umat untuk diselesaikanya melalui musyawarah dan mufakat.19 Ciri-ciri negara Islam menurut al-Maududi:

1. tak seorangpun, kelas atau kelompok dalam masyarakat, dan bahkan juga semua penduduk secara keseluruhan dapat menyatakan dirinya sebagai pemilik atau pemegang kedaulatan. Allah sendirilah yang memegang kedaulatan yang sebenarnya dan lainnya hanyalah hamba-hambanya.

2. Allah adalah pembuat aturan hukum dalam arti seutuhnya dan wewenang untuk menetapkan berlakunya aturan hukum itu secara mutlak berada ditangannya. Orang Mukmin sama sekali tidak diperbolehkan menetapkan aturan yang berlawanan dengannya atau mengubah aturan hukum yang telah ditetapkan.

3. negara Islam, dalam segala hal harus dibentuk berdasarkan aturan hukum yang ditetapka Allah kepada rasulnya. Pemerintahan yang menjalankan kekuasaan negara semacam itu diberi kepercayaan sebagai lembaga politik untuk

19


(61)

53

menjalankan hukum-hukum Allah. Dan kepercayaan itu berlangsung selama ia menjalankan kekuasaannya sesuai dengan aturan-aturan hukum Allah.20

Selanjutnya, al-Maududi menjelaskan bahwa negara Islam mempunyai tujuan yang akan dicapai demi untuk terjeminnya masyarakat Islam sebagaimana yang disyaratkan oleh Al-Quran, yaitu:

1. menggelakkan terjadinya eksploitasi antar manusia, antar kelompok atau kelas dalam masyarakat.

2. memelihara kebebasan (ekonomi, politik, pendidikan, dan agama) para warga negara dan melindungi dari invansi (aksi militer) bangsa asing.

3. menegakkan sistem keadilan sosial yang seimbang dan dikehendaki oleh Al-Quran.

4. memberantas kejahatan (munkar) dan mendorong setiap kebajikan dengan tegas yang telah digariskan Al-Quran.

5. sebagai tempat tinggal yang teduh untuk mengayomi setiap warga negara dengan jalan memberlakukan hukum tanpa diskriminasi.21

Al-Maududi menolak gagasan nasionalisme, produk impor dari barat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sebagai dasar dari apa yang di namakan negara Islam.

20


(62)

54

Nasionalisme Islam, seperti halnya nasionalisme-nasionalisme yang lain, berpangkal pada prinsip kedaulatan rakyat dan bukan kedaulatan Tuhan. Hal seperti ini cenderung kearah sekularisme dan pemisahan antara negara dan agama. Negara yang berdasarkan nassionalisme yang sempit bertentangan dengan universalisme Islam, dan akan memperluas perpecahan dalam dunia Islam. penolakannya terhadap pendirian negara nasional itu nanti di pimpin oleh tokoh-tokoh liga Muslim yang menurut al-Maududi adalah orang-orang sekularis yang sudah terpengaruh barat dan mereka tidak akan mampu memberikan kepemimpinan yang Islami.22

Sebagai jalan keluarnya al-Maududi memberikan sebuah penawaran atau lebih tepatnya sebuah jalan keluar berupa revolusi Islam, ini adalah langkah awal ke arah terciptanya masyarakat dan negara Islam. Umat Islam harus mengadakan usaha yang bertahap dan terus menerus, tanpa menggunakan kekerasan, untuk mengadakan transformasi kehidupan umat Islam khususnya di kalangan tokoh-tokoh dan cendekiawan-cendekiawan Islam. Sebagai syarat mutlak bagi pembangunan suatu negara yang Islami. jadi dapat di simpulkan jikalau konsep al-Maududi tentang negara Islam adalah negara yang dibangun berdasarkan prinsip tauhid (ketuhanan).

4. Ali Abd. Raziq

Berkaitan dengan konsep negara Ali abd. Raziq menuangkan pemikirannya lewat “Al Islam Wa Ushul Hukm”

22


(63)

55

yang di dalamnya memaparkan secara utuh tentang ide negara yang terbagi menjadi tiga bagian, meliputi:

Pertama, mencakup tentang definisi khilafah beserta ciri khususnya, memuat tentang dasar pemikiran yang mendirikan pemikiran pemerintahan dengan pola khilafah (kerajaan). Pada bagian ini beliau sampai pada kesimpulan bahwa baik dari segi agama sampai segi rasio pola pemerintahan khilafah itu tidak perlu.

Kedua, mencakup pemerintahan dan Islam. Perbedaan risalah dan misi kenabian dengan pemerintahan yang pada akhir kesimpulannya bahwa risalah kenabian itu bukan negara dan Agama itu bukan negara. Ketiga, mencakup lembaga khalifah dan pemerintahan dalam lintasan sejarah, Ali Abd. Raziq berusaha membedakan antara Islam dan Arab serta mana Agama dan politik.23

Dapat disimpulkan dari pemaparan di atas Ali abd. Raziq berusaha menjelaskan bahwa Agama Islam tidak meletakkan bentuk pemerintahan tertentu (kekhalifahan), tetapi Agama Islam memberi kebebasan mutlaq untuk menjalankan negara sesuai dengan kondisi intelektual, sosial dan ekonomi yang di miliki dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan tuntutan zaman. Dari ketiga pemikiran tersebut pada dasarnya Ali Abd. Raziq berusaha menjelaskan tentang sebuah pemahaman berkaitan


(1)

101

menyamakan kedudukan kaum Muslimin dengan kedudukan kaum

“dzimmi”, yaitu orang-orang kafir yang berlindung dibawah

kekuasaan negara Islam.

Dalam kehidupan sosial dan politik, kecuali dalam hal-hal tertentu yang oleh ajaran Islam telah menetapkan kedudukan khusus bagi kaum Muslimin dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Dengan sistem pemerintahan Demokrasi Islam, yaitu sebuah sistem yang diinginkan oleh para santri bila negara Islam didirikan. sistem yang menggunakan musyawarah sebagai pokok dasarnya. karens santri ingin pemerintah dapat meringankan beban rakyat dan memberikan jaminan bagi pemenuhan kebutuhan pokok mereka sekaligus kenyamanan. Pemerintah harus mengusahakan kesejahteraan, kehidupan yang lebih layak dan memberikan kemakmuran bagi mereka, bukan bersifat sebaliknya dengan sibuk memikirkan bagaimana mensejahterakan dirinya dan keluarga tanpa memperhatikan rakyat yang seharusnya jadi prioritas mereka.

Dari hasil data penelitian yang didapat secara keseluruhan, pandangan santri terhadap negara Islam HTI positif Menolak. Mereka tidak setuju dengan negara Islam (khilafah Islamiyah) yang HTI tawarkan, karena hal ini berlawanan dengan ideologi bangsa indonesia. Namun santri menginginkan sebuah negara dengan


(2)

102

pluralisme dan menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah yang itu belum terjadi di indonesia. Islam satu dengan Islam lainnya masih terjadi perbedaan pendapat dan itu menimbulkan percikan konflik yang dapat merusak stabilitas negara. Santri juga menginginkan sedikit lagi penambahan Islam sebagai landasan negara dengan bentuk pemerintahan demokrasi Islam.

B. SARAN KEPADA PEMERINTAH

Setidaknya penelitian ini sudah berusaha menjelaskan pandangan santri pondok pentren al-Jihad terhadap gagsan negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia, Dan juga Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, berdasarkan penelitian diatas penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Untuk pemerintah indonesia di harapkan untuk bisa menjadi penengah dan bisa menciptakan suasana damai tanpa ada konflik, terutama konflik antar umat beragama.

2. Untuk para santri di pondok pesantren mahasiswa al-jihad surabaya untuk lebih mengerti dan memahami lagi jika negara Indonesia sudah bisa dikatakan negara Islam Non-kontitusional (tidak secara hukum). Jadi untuk sedikit lagi menambahkan islam sebagai landasan negara itu sama saja dengan merubah landasan negara indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

A. Hasjmy,Di Mana Letaknya Negara Islam.Surabaya:PT Bina Ilmu, cet 1, 1984. Al-Amin, Ainur Rofiq.Proyek Khilafah HTI Perspektif Kritis. Yogyakarta: LKIS

Pelangi Aksara, 2015.

Al-Qardawi, Yusuf .70 tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun; Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah dan Jihad, terj. Mustolah Maufur dan Abdurrahman Husain. Jakarta: pustaka Al-kautsar, 1999.

Al-Wa’ie, Syariah dan Khilafah bukan ancaman,Al-Wa’ie no. 188 tahun XVI . April 2016.

Argyo Demartoto. http://argyo.staff.uns.ac.id/2013/04/10/teori-konstruksi-sosial-dari-peter-l-berger-dan-thomas-luckman/, Teori konstruksi sosial dari peter l. Berger dan thomas luckman, (Minggu, 24 April 2016, 22:23) arifin, Syamsul. Pertautan Agama Dalam Ideologi Dan Gerakan Sosial:

Pengalaman Hizbut Tahrir Indonesia “, Akademika, Vol. 18,No.2 (Maret, 2006), 3.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, Cet.XII. 2000.

Azhari, Aidul Fitriciada. Menemukan Demokrasi. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004.

Berger, Peter L.Langit Suci Agama sebagai realitas sosial, terj. Hartono Jakarta: LP3ES, 1991.


(4)

Bungin, Burhan. Metodelogi Penelitian Sosial format-format kuantitatif dan kualitatif. Surabaya: Airlangga Univesity Press, 2001.

Bungin, Burhan.Penelitian Kualitatif .Jakarta: Kencana. 2003.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai Dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia.Jakarta: LP3ES,2011.

Dokumen resmi Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Dokumen resmi Pondok Pesantrern Mahasiswa Al-Jihad Surabaya (Buku Profil) Fuad, AH. Zakki.Negara Islam atau negara nasional (pemikiran fundamentalis vs

liberal).Kediri: Jenggala pustaka utama, 2007.

Hizbut Tahrir. Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi) terj. Yahya A.R. Jakarta: Dar al-Ummah, cet 3, 2008.

Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution,Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer.Jakarta: Kencana, 2010.

Jonkennedi, Gerakan Hizbut Tahrir Dan Realitas Politik Islam Kontemporer Di Indonesia, Komunika, Vol 6, No 1 ? Januari-Juni 2012.

Kurdi, Abdulrahman Abdul Kadir. Tatanan Sosial Islam Studi Berdasarkan Al-Qur’an Dan Sunnah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,cetakan 1,2000. Marzuki, Peter Mahmud.Penelitian Hukum.Surabaya: Kencana, 2006.

Ngangi, Charles R. Konstruksi Sosial Dalam Realitas Sosial, ASE – Volume 7 Nomor 2, Mei 2011: 1–4,sulutiptek.com/documents/realitassosial. pdf,

(Jumat, 15 April 2016, 19:45)

Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiyah Populer. Surabaya: ARKOLA, 1994.


(5)

Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Qoimatul Qisthiyah, Wawancara, Surabaya, 08 Desember 2016.

Rais, M. Amin dalam pengantar, Khilafah dan Kerajaan Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, karya Abul A’la al-Maududi terj. Muhammad al-Baqir. Bandung: Mizan, cetakan VII 1998.

Salim, Agus.Teori & Paradigma penelitian Sosial; Buku Sumber untuk Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Tiara Wacana, edisi kedua, 2006.

Soeharto, Irawan. Metode Penelitian Sosial suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya. Bandung; PT Remaja Rosdakaryacet ke 3, 1999.

Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, cet ke-4, 2004.

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Vaezi, Ahmad.Agama Politik: nalar politik Islam terj. Ali Syahab. Jakarta: citra,

2006.

Yamani, Antara Al-farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan, 2002.

Zanbahir, Hari dan Robi Nurhadi, Agama dan Negara analisis kritis pemikiran politik Nurcholis Majid. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.


(6)

Sumber Wawancara:

Dewi Ilmiyah, Wawancara, Surabaya, 08 Desember 2016. Faby Toriqir Rama, Wawancara, Surabaya, 30 November 2016. M. Ariful Fahmi, Wawancara, Surabaya, 29 November 2016. Masrurotul Fadlilah, Wawancara, Surabaya, 05 Desember 2016. Moh. Zanuar Lukmana, Wawancara, Surabaya, 01 Desember 2016. Muhammad Hanan Tantowi, Wawancara, Surabaya, 30 November 2016.

Sumber Internet:

http://hizbuttahrir.al-khilafah.org/tentang-kami/ (Kamis, 07 April 2016, 23:12) http://hizbut-tahrir.or.id/2010/11/18/apa-itu-khilafah/ (Selasa, 12 April

2016,20:45)

http://www.globalmuslim.web.id/2013/11/sejarah-awal-masuknya-hizbut-tahrir-ke.html (Rabu, 13 April 2016, 23:12)