Dinamika Nahdlatul Ulama (NU) di Sumenep (1999-2016).

(1)

DINAMIKA NAHDLATUL ULAMA (NU)

DI SUMENEP (1999-2016)

SKRIPSI

DiajukanUntukMemenuhiSebagaiSyaratMemperoleh GelarSarjanaDalam Program Strata Satu (S1)

PadaJurusanSejarahPeradaban Islam (SPI)

Oleh: Wildanillah NIM: A02213096

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Dinamika Nahdlatul Ulama di Sumenep tahun 1999-2000. Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Bagaimana kondisi Nahdlatul Ulama di Sumenep sebelum tahun 1999?, (2) Bagaimana perkembangan Nahdlatul Ulama di Sumenep 1999-2016? (3) Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan Nahdlatul ulama di Sumenep?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Heuristik adalah pengumpulan data yang terdiri dari sumber benda maupun lisan serta sumber buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. (2) Kritik adalah uapaya untuk mendapatkan otentisitan dan kredibelitas sumber. (3) Interpretasi. (4) Historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan historis. Dalam hal ini penulis menggunakan teori Arnold Joseph Toynbee untu mengetahui bagaimana proses perkembangan NU di Sumenep.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) NU di Sumenep berdiri pada tahun 1929 oleh kiai Ilyas Syarqawi. Pada sebelum tahun 1999 NU Sumenep merupakan organisasi keagamaan yang masih jauh dari kata berkembang. Apalagi dalam tatanan administrasi. Akan tetapi NU di Sumenep juga mempunyai peran yang aktif dalam pemerintahan. (2) pada tahun 1999 NU Sumenep mulai melakukan perkembangan baik dari MWC, Program kerja dan dakwah. (3) Ada beberapa faktor-faktor yang mendukung perkembangan NU di Sumenep yaitu jaringan pesantren. ulama/kiai, lailatul ijtima’. Sedangkan yang menghambat perkembngan NU sumenep yaitu,administrasi, masyarakat awam dan keungan.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masakah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kegunaan Penelitian ... 6

E. Pendekatan dan Kerangka Teoriti ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G.Metode penelitian ... 10

H.Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II : KONDISI NAHDLATUL ULAMA’ SUMENEP SEBELUM TAHUN 1999 A.Selayang Pandang NU di Sumenep ... 18

B.Struktur Organisasi ... 22


(8)

BAB III : PERKEMBANGAN NAHDLATUL UlAMA SUMENEP SUMENEP TAHUN 1999-2016

A.Perkembangan MWC NU Sumenep ... 35 B.Perkembangan program kerja PCNU Sumenep ... 40 C.Perkembangan dakwah PCNU Sumenep ... 49 BAB IV : FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG DAN

MENGHAMBAT PERKEMBANGAN NAHDLATUL ULAMA SUMENEP

A. Faktor-Faktor yang Mendukung Perkembangan

PCNU Sumenep ... 54 B. Faktor-Faktor yang Menghambat Perkembangan

PCNU Sumenep ... 63 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Nahdlatul Ulama atau yang lebih dikenal dengan NU1 merupakan salah

satu organisasi islam terbesar dengan jumlah anggota terbanyak di indonesia yang dipelopori oleh ulama yang berbasis di Pesantren-pesantren2. NU merupakan

organisasi sosial keagamaan berhaluan ahlusunnah wal jamaah yang di dirikan K.H. Hasyim Asyari, K.H. Wahab Chasbullah, K.H. Bisri Syamsuri, dan beberapa ulama lainnya pada tanggal 31 Januari 19263.

Lahirnya jami’iyah NU tidak ubahnya seperti mewadahi suatu barang yang sudah ada. Dengan kata lain, wujud NU sebagai organisasi keagamaan itu hanyalah sekedar penegasan formal dari mekanisme informal dari para ulama sepaham,pemegang teguh salah satu dari empat madzhab: syafi’i, maliki, hanafi,

1Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa Arab “nahdlah" yang berarti bangkit atau bergerak, dan “ulama”,

jamak dari alim yang berarti mengetahui atau berilmu. Kata “nahdlah” kemudian disandarkan pada “ulama” hingga menjadi Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan ulama atau pergerakan ulama. Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerjemah/Penafsir Alquran, 1973), 278 dan 471.

2 NU didirikan notabene oleh para ulama yang bergabung dalam Komite Hijaz. Para ulama sepakat

mendirikan oeganisasi besarta namanya yang diserahkan amanat peresmiannya kepada KH. Hasyim Asy'ari setelah KH. Hasyim Asy'ari beristikharah. Buahnya kemudian KH. Hasyim Asy’ari mendapat kepercayaan dari gurunya, yakni KH. Mohammad Kholil Bangkalan Madura untuk mendirikan Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU). Komite Hijaz adalah panitia khusus oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah atas restu KH. Hasyim Asy'ari. Tugas utama komite ini adalah merumuskan sikap para ulama pemegang mazhab Ahlul Sunnah Wal Jamaah untuk disampaikan kepada penguasa Hijaz. Di samping itu juga mempersiapkan pemberangkatan delegasi Hijaz serta menghubungi ulama pesantren se Jawa dan Madura. Lihat Abdul Halim, Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab (Bandung: Baru, 1970), 12-15.


(10)

2

dan hambali yang sudah berjalan dan sudah ada jauh sebelum lahirnya jami’iyah NU4.

Tujuan didirikannya NU adalah memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam Ahlussunnah Waljamaah yang menganut salah satu madzhab empat, dan mempersatukan langakah para ulama dan pengikut pengikutnya serta melakukan kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia5.

Dalam perkembangannya NU di Indonesia juga membuka cabang-cabang organisasi di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penyebaran NU dimulai dengan di bentuknya Ajnatun Nasihin.

Salah satu anggota Ajnatun Nasihin yaitu K.H. Hasyim Asyari yang bertugas menyebarkan NU dan propagandanya di wilayah Jawa Timur6. Sumenep merupakan salah satu Kabupaten yang menjadi tempat pertumbuhan dan wadah pengembangan sayap organisasi ini.

Penyebaran Nu dan propagandanya di Sumenep oleh K.H Hasyim Asyari menggunakan jejaring pesantren terutama yang pernah menjadi santrinya. Berdasarkan penelitian Huub De Jhongee dalam Dinamika Nu Sumenep dalam

4 Masdar Farid Mas'udi, Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat (Jakarta: LTMI-NU, 2007), h.1 5 PWNU Jawa Timur, Aswaja an-Nahdah (Surabaya: Khalista, 2007), 1.


(11)

3

Lintasan Masa, penyebaran NU dan propagandnya ke Sumenep oleh K.H Hasim Asyari melalui anak anak Kiai Syarqawi dan kerabat Chatib Syarqawi pendiri dan pengasuh pondok pesantren Annuqayah Guluk-guluk. Pendirian NU di Sumenep berawal dari adanya dawuh dari K.H Hasyim Asyari kepada K.H Ilyas Syarqawi yang merupakan pengasuh pondok pesantren Annuqayah untuk mendirikan nu di sumenep. kyai Ilyas adalah santri kesayangan K.H Hasyim Asyari ketika belajar di pondok pesantren Tebuireng, Jombang.

Dalam upaya pengembangan NU Kiai Ilyas Syarqawi mengalami kesulitan hal ini dilatar belakangi karena geografis. Kemudian K.Ilyas memilih Kiai abi syujak sebagai ketua tanfidziyah NU Sumenep. dilihat dari segi geografis, Kiai Abi Suja’ berada di pusat kota. Selain itu Kiai Abi Sujak juga memiliki semangat yang sangat tinggi.

Selanjutnya perkembangan NU di sumenep sangat besar. Oleh sebab itu diperlukan sebuah penelitian terkait “Dinamika Nahdlatul Ulama Sumenep 1999-2016”. Penelitian ini semakin menarik, mengingat organisasi Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi keagamaan terbesar di Kabupaten Sumenep.

Sumenep merupakan salah satu Kabupaten yang berada diujung timur pulau Madura. Sumenep merupakan wilayah yang unik karena terdiri dari wilayah


(12)

4

daratan dan pulau yang berjumlah 126 pulau dari 48 pulau yang berpenghuni dan 78 pulau tidak berpenghuni7.

Di Kabupaten Sumenep, NU mempunyai tiga cabang yaitu, cabang Masalembu, Kangean dan Sumenep (bagian daratan). PCNU adalah kepanjangan dari Pengurus Cabang Nahdlatul ulama merupakan struktur organsasi NU tingkat Kabupaten. Dalam satu Kabupaten biasanya terdapat satu PC akan tetapi di sumenep ada tiga dikarenakan letak geografis. Masalembu dan Kangean merupakan pulau yang jauh dari pusat kota. Sehingga masyarakat kedua pulau tersebut meminta untuk memisahkan diri dari PCNU Sumenep dan mendirikan PCNU sendiri.

Dari tiga Cabang tersebut, penelitian ini menitiberatkan pada NU di cabang Sumenep (daratan). karena PCNU Sumenep merupakan PC terbesar dan tertua di Kabupaten Sumenep.

Penulis mengambil rentan waktu antara tahun 1999-2016, dengan alasan, pada tahun 1999, pada masa K.H. Hasyim Muzadi di PBNU, beliau fokus pada menejemen keorganisasian mulai dari pusat, wilayah sampai cabang. Dan PCNU Sumenep sendiri pada masa itu juga mulai membenahi menejemen keorganisasiannya8. Sehingga pada priode 2000-2005 pernah menghasilkan satu

buku panduan khusus untuk struktur organisasi9.

7 https://idi.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sumenep 8 Tiodari Hammam, Wawancara, Sumenep 17 maret 2017 9M. Rusly, Wawancara, Sumenep 11 mei 2017


(13)

5

Sejak tahun 1999 NU di Sumenep mulai berkembang. Mulai dari struktur organisasi dari tingat PC (pengurus Cabang), tingakat Kecamatan (Majelis Wakil Cabang yang disingkat MWC) dan Ranting (tingkat desa/kelurahan). Kemudian renovasi kantor cabang, hingga sampai pada perkembangan program-program kerja.

B. Rumusan Masalah

Dalam pembatasan masalah dan rumusan masalah ini. Peneliti akan membatasi yang disesuaikan dengan judul “dinamika Nahdlatul ulama sumenep 1999-2016”. Datlam penelitian ini dibatasi dari tahun “1999-2016”.

Kajian ini dibatasi dengan pembahasan yang bersifat kohesif dan koheren, sehingga tidak keluar dari masalah yang telah ditulis dibawah ini. Berikut masalah penelitian ini dibuat

1. Bagaimana kondisi Nahdlatul Ulama Sumenep sebelum tahun 1999?

2. Bagaimana perkembangan Nahdlatul Ulama di sumenep tahun 1999-2016?

3. Apa faktor faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan Nahdlatul Ulama di Sumenep?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:


(14)

6

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Nahdlatul Ulama di Sumenep sebelum tahun 1999.

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Nahdlatul ulama di Sumenep pada tahu 1999-2016.

3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan Nahdlatul Ulama di Sumenep.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang kurangnya ada dua aspek yaitu:

Secara teoritis

1. Aspek keilmuan (teoritis), hasil studi ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan khazanah keilmuan khusunya mahasiswa agar dapat mengetahui Dinamika Organisasi Nahdlatul Ulama Di Sumenep Pada Tahun 1999-2016.

2. Diharapkan juga hasil penelitian ini menjadi sumber data penelitian baru yang akan dilakukan kedepannya dan dapat memberikan konstribusi ilmiah bagi para aktivitas akademis lainya


(15)

7

Secara praktis

1. Dapat dijadikan bahan bacaan atau refrensi yang disimpan di perpustkaan fakultas Adab Humaniora maupun perpustakaan pusat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dalam bidang kajian Islam Indonesia terkait tentang Dinamika Nahdlatul Ulama di Sumenep tahun 1999-2016.

2.Untuk dapat menembah bahan bacaan pada masyarakat umum khususnya masyarakat Kabupaten Sumenep terkait dengan dinamika Organisasi NU di sumenep

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik

sesuai dengan judul diatas “Dinamikan Nahdlatul Ulama di Sumenep 1999-2016” pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan historis deskriptif. Dalam hal ini penulis berusaha menggambarkan bagaimana prose NU di Sumenep yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalau berubah-rubah.

Dalam pendekatan historis ini, penulis menggunakan sumber primer seperti AD/ART Nahdlatul Ulama 1999, Musyker cabang Sumenep tahun 2001, dan juga wawancara dengan beberapa pengurus NU Sumenp tahun 1999-2016.

Teori yang penulis gunakan adalah teori challnge and respons yang dikemukakan oleh Arnold J.Toynbee, bahwa setiap perkembangan itu muncul karena adanya tantangan dan tanggapan. Toynbe memperkenalkan sejarah sejarah


(16)

8

dalam kaitan dengan challenge and respone. Peradaban muncul sebagai jawaban atas beberapa satuan tantangan kesukaran ekstrim, ketika “minoritas kreatif” yang mengorientasikan kembali keseluruhan masyarakat. Minoritas kreatif ini adalah sekelompok manusia atau bahkan individu yang memiliki “self determining” (kemampuan unutk menentukan apa yang hendak dlakukan secara tepat dan semangat yang kuat). Dengan adanya minoritas kreatif sebuah kelompok manusia akan bisa keluar dari masyarakat primitif10.

Tantangan dan tanggapan adalah bersifat fisik, seperti ketika penduduk zaman neolithik berkembang menjadi suatu masyarakat yang mampu menyelesaikan proyek irigasi besar-besaran; atau seperti gereja agama Katholik memcahkan kekacauan-Roman Eropa dengan pendaftaran kerajaan berkenaan dengan bahasa jerman yang baru di dalam masyarakat religius tunggal11.

Dalam hal ini teori yang dirumuskan oleh Arnold Joseph Toynnbee dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan organisasi keagamaan NU di Sumenep terjadi karena adanya tantangan yang terjadi dalam masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang berhaluan Ahlussunnah Waljamaah (ASWAJA). Sehingga NU di Sumenep banyak memberikan perubahan kepada masyarakat melalaui kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ajaran ASWAJA. Baik dari segi pendidikan, ekonomi, sosial.

10 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006), 34. 11 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), 36.


(17)

9

F. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang hasil penelitian, penulis menelusuri karya karya ilmiah dalam bentuk buku dan hasil penelitian tema yang sama atau mirip dengan topik skripsi penulis. Berikut beberapa kajian atau penelitian terdahulu yang pernah peneliti temukan yang berupa buku maupun jurnal, diantaranya:

1. Dinamika NU Sumenep Dalam Lintasan Masa, ditulis oleh ach. Taufiqil aziz. Penelitian berupa buku yang diterbitkan oleh Zeve Press sumenep 2016. Dalam buku ini menjelaskan tentang perjalan NU di sumenep seperti sejarah, langkah khidmat NU sumenep menjawab problematika keummatan dan juga langkah NU sumenep kedepannya.

2. Orientasi pemikiran ulama NU (Jender Dalam Perspektif Ulama Skriptualis Dan Subtansialis Di Nu Cabang Sumenep), ditulis oleh Moh Jazuli. Penelitian ini merupakan jurnal al-ihkam vol.7 no.1 juni 2012. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang makna jender dalam perspektif ulama skriptualis dan subtansialis di kalangan ulama NU cabang sumenep.

Dari judul penelitian yang ditulis dan ditemukan oleh penulis, diatas tidak ada penelitian yang berhubungan dengan skripsi ini, yang secara khusus membahas tentang Dinamika Nahdlatul Ulama Di Sumenep 1999-2016 meliputi kondisi NU sebelum tahun 1999, perkembangan ranting, amal usaha, program kerja dan faktor


(18)

10

faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan NU di sumenep . Sehingga penulis berkeyakinan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan.

G. Metode Penelitian

Metode adalah teknik riset atau alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data12. Metode penelitian pada dasarnya adalah cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yaitu ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Ilmiah berarti kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara yang masuk akal. Empiris berarti cara cara yang dilakukan dapat dilihat oleh indera manusia. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah langkah tertentu yang bersifat logis.

Adapun jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian kualitatif13. Dan metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian sejarah, atau juga disebut dengan metode sejarah yang berarti jalan, cara, atau petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode sejarah dalam pengertian umum adalah suatu penyelidikan suatu permasalahan dengan

12 Lilik zulaicha, Laporan Penelitian: Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan

Ampel Surabaya, 2004), 13.

13Penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi

tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Husaini Usman,


(19)

11

mengaplikasikan jalan pemecahannya dari pandangan historis14. Metode ini juga dapat berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang15. Tahapan-tahapan metode penelitian sejarah meliputi empat tahap yaitu heuristik, verivikasi, interpretasi dan historiografi16.

Adapun aspek yang ingin diketahui diantaranya adalah tentang dinamika organisasi NU di Sumenep tahun 1999-2016. fokus penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kondisi NU seblum tahun 1999, perkembangan dan faktor faktor yang mendukung dan menghambat dalam perkembangan NU Sumenep.

peneliti mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber, baik yang berupa arsip/dokumen, buku, tesis, disertasi, skripsi, artikel-artikel, jurnal, dan wawancara dengan berbagai sumber, kemudian diidentifikasi secara sistematis dan kemudian di analisis. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah adalah sebagai berikut:

1. Heuristik/pengumpulan data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan beberapa macam data/sumber dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah:

a. Wawancara

14 Dudung Abdurahman, Metodologi Peneltian Sejarah (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 53. 15 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Tehnik (Bandung: Tarsito,

1980), 123.

16 Nugroho Natosusanto, Norma-norma Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta: Dep.Hamkam,


(20)

12

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan untuk memperoleh informasi17. Tekhnik wawancara ini

dilakukan oleh peneliti untuk dapat mengkonfirmasi serta mendiskusikan validalitas data data dengan sumber yang dipandang mengenal serta mengetahui tengtang dinamika organisasi nahdlatul ulama sumenep 1999-2016.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang layak dengan penulisan yang dapat memberikan informasi yang relevan mengenai topik yang akan dibahas seperti:

1. Drs. Tiodari Hammam, beliau adalah pengurus MWC Sumenep pada masa 2000-2005 yang menjabat sebagai sekretaris tanfidziyah.

2. M. Rusly M.pd, beliau adalah pengurus PCNU Sumenep priode 2000-2005 yang menjabat sebagai sekretaris Tanfidziyah.

3. Drs. Kiai. H. Abdullah Cholil M.hum, beliau adalah pengurus PCNU Sumenep pada priode 2005-2010 yang menjabat sebagai ketua Tanfidziyah.

4. Kiai Masrawi beliau adalah pengurus NU tahun 1992.

b. Dokumentasi


(21)

13

Studi dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data kualitif dengan melihat atau menganalisis dokumen dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Menurut Herdiansah, dalam buku metode penelitian kualitatif studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan18.

Adapun bentuk dokumen yang dijadikan bahan dalam studi dokumentasi, antara lain, dokumen pribadi meliputi, catatan harian, surat pribadi dan autobiografi. Dan dokumen resmi meliputi, memo, pengumuman, instruksi hasil rapat, keputusan pimpinan dll.

c. Studi kepustakaan

Hal ini bertujuan untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari cara diatas, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca berbagai buku, artikel dan arsip yang berkaitan dengan nahdlatul ulama di sumenep juga materi yang dikaji lainnya. Studi kepustakaan ini juga menghindar adanya penduplikasian data yang dikhawatirkan terjadi.

18 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba


(22)

14

Dalam studi kepustakaan ini penulis menggunakan sumber primer dan sumber skunder, diantaranya:

Sumber primer

1. Surat keputusan P.B Nahdlatul Ulama tentang: pengesahan pengurus cabang NU KAB. Sumenep

2. AD/ART (anggaran dasar/anggaran rumah tangga).

3. Materi Musyawarah kerja NU cabang Suemenep. dll

Sumber skunder

1. Dinamika NU sumenep dalam lintas masa, Ach.Taufiqil Aziz

2. Orientasi pemikiran ulama NU (jender dalam perspektif ulama skriptualis dan subtansialis di NU cabang sumenep), Moh Jazuli.

2. Verifikasi/kritik sumber

Setelah data diperoleh penulis berusaha melakukan keritik sumber. Pada proses ini penulis akan memilah-milah sumber. Sumber-sumber yang telah penulis kumpulkan baik berupa buku, jurnal dan dokumen/arsip, maka penulis memilah suber tersebut sesuai dengan tema yang akan ditulis lalu kemudian dianalisa.


(23)

15

3. Interpretasi/penafsiran

Setelah data seluruhnya terkumpul baik dari hasil wawancara maupun dari studi kepustakaan yang terkait dengan Nahdlatul Ulama di Sumenep, maka langkah berikutnya adalah menganalisis data. Analisa dalam penelitian ini disebut juga dengan interpretasi. Interpretasi yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk tercapainya pemahaman yang benar terhadap fakta, data dan gejala. Interpretasi dalam penelitian ini juga disebut dengan analisa sejarah. Analisis ini bertujuan untuk melakukan sintetsis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber sumber sejarah dan bersama dengan teori teori disusunlah fakta tersebut kedalam sebuah interpretasi yang menyeluruh19.

Analisis seluruh data yang didapatkan dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yakni reduksi, presentasi dan verivikasi.

4. Historiografi

Historiografi adalah penulisan tahap akhir sebagai prosedur penelitian sejarah dengan memperhatikan aspek aspek kronologis. Pada langkah ini penulis menyususn bahan bahan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya menjadi satu kisah atau penyajian secara sistematis sesuia dengan metode penuliaan dalam penelitian ilmiah.


(24)

16

Untuk menggambarkan sistem sosial dalam sejarah menggunakan model diakronis. Model diakronis lebih mengutamakan waktu dan sedikit saja luasan ruangan20. Untuk menelusuri sejarah sosial dalam arti perubahan sosial penulis menggunakan model sistematik yang menekankan lebih banyak perubahan dalam perilaku yang terkondisi pada uraian sejarah yang melukiskan suatu kejadian. Akhirnya, sebuah penulisan sejarah sangat tergantung pada kondisi objektif, berupa tersedianya sumber, dan kondisi subjektif, berupa kemampuan penulis sejarah. Maksud dari model ini yaitu meningkatkan keterampilan sejarawan dalam menentukan strategi penulisan yang tepat sesuai dengan kondisi objektif dan subjektif, serta tujuan dari penulisan itu sendiri21.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan secara sistematis dalam penulisan ini, maka penelitian ini terdiri dari beberapa bab pembahasam yang terbagi dalam beberapa sub pembahasan.

Bab I: pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka teori, peneletian terdahulu, metode penelitian dll.

20

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), 43.


(25)

17

Bab II: kondisi Nahdlatul Ulama Sumenep sebelum tahun 1999, yang berisi uraian bagaimana struktur organisasinya, peranan dalam pemerintahan dan program kerja.

Bab III: adalah perkembangan Nahdlatul Ulama Sumenep, yang berisi uraian perkembangan NU dalama MWC, program Kerja dan Dakwah

Bab IV: faktor faktor yang meghambat dan mendukung Nahdlatul Ulama di sumenep yang berisi uraian tentang hal hal yang mendukung dan menghambat perkembanga Nahdlatul ulama di sumenep.


(26)

BAB II

KONDISI NAHDLATUL ULAMA SUMENEP SEBELUM TAHUN 1999

A.Selayang Pandang Nahdlatul Ulama Sumenep

Jamaiyah Nahdlatul ulama atau yeng lebih dikenal dengan julukan NU didirikan pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya. NU merupakan salah satu organisasi yang dipelopori oleh para Ulama, dengan haluan ideologi Ahlussunnah Wal Jamaah1. Tokoh tokoh yang berperan diantaranya adalah Kiai. H. Hasyim Asyari, Kiai. H. Wahhab Hasbullah dan para ulama pada masa itu pada saat kegiatan reformasi mulai berkembang luas, ulama belum begitu terorganisasi namun sudah saling punya hubungan yang sangat kuat. Dengan adanya perayaan seperti haul, ulang tahun wafatnya seorang Kiai yang telah meinggal dll, secara berkala mengumpulkan para Kiai, masyarakat sekitar ataupun alumni pesantren yang sudah tersebar luas di Nusantara2. dan menjadikan Kiai. H. Hasyim Asyari sebagai rais NU.

NU dalam menjalankan organisasinya, mempunyai aturan keislaman sendiri, pandangan ini menekaknkan pada tiga prinsip; mengikuti faham al ‘Asyari dan al Maturidi dalam bidang ideologi, mengikuti salah satu dari madzhab yang

1 Ali Hidar, Nahdlatul Ulama dan islam di indonesia (Sidoarjo: al-Maktabah,2009), 2 2 Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan (Surabaya: Yayasan 95, 2002), 66.


(27)

19

empat dalam bidang fiqih, sedangkan dalam ilmu tasawwuf mengikuti faham al Junaid dan al Ghazali.

NU merupakan organisasi keislaman yang bercorak kebangsaan. Sikap ke bangsaan NU tidak hanya dari segi toleransi dalam beragama melainkan juga dari kontribusinya pada pembentukan identitas kebangsaan setelah merdeka dari kolonialisme Belanda. Lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama didorong oleh semangat kebangsaan yang tinggi.yakni didorong oleh kepeduliannya untuk mempertahankan islam yang ramah pada nilai budaya setempat, serta menghargai perbedaan agama, tradisi dan kepercayaan yang merupakan warisan turun temurun dalam tradisi nusantara3.

Nahdlatul Ulama berkembang sangat pesat di bawah jajahan Belanda. Pada tahun 1935, NU mempunyai 67 cabang dengan 67.000 anggota. Kemudian di tahun ke tiga, NU mempunyai 99 cabang, baik diluar jawa seperti kalimantan selatan dan sumatera selatan4.

Organisasi keagamaan di Sumenep sudah ada sejak tahun 1910, di Parinduan bahkan telah dibentuk suatu cabang Sarekat Islam. Sedangkan organisasi Nahdlatul ulama di Sumenep mengalami perbedaan pendapat tentang tahun

3Ahmad Baso, NU Studies: Pergolakan Dan Pemikiran Antara Fundamentalis Islam Dan

Fundamentalisme Neo Liberal (Jakarta: Erlangga, 2006), 388.

4 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. Terj. Farid Wajidi (Yogyakarta;LKIS,


(28)

20

berdirinya. Akan tetapi yang lebih mendekati kebenarannya yaitu, tahun 1929. Menurut Kiai Tzabit Khazin, sekitar tahun 1929, Kiai Hasyim pernah berkunjung ke pondok pesantren Annuqayah untuk melantik kepengurusan NU. Yang dilaksanakan di rumah KH. Habib Biddin, Rubaru5. Sebagaimana yang telah diurai diawal, bahwa KH. Hasyim bertugas untuk menyebarkan NU dijawa timur. Sementara pada muktamar selanjutnya, yang diletakkan di semarang, sudah terbentuk 23 cabang dijawa timur salah satunya adalah Sumenep.

Berdirinya NU di Sumenep merupakan sebagai imbangan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah hendak memurnikan islam dari tahayyul, hayalan dan ilmu sihir. Muhammadiyah bahkan menolak taqlid, wibawa keempat madzhab besar islam. Disamping usahanya untuk kembali keajaran yang sejati, gerakan ini juga berjuang dalam perubahan untuk memajukan masyarakat, sehingga Muhammadiyah di Sumenep hampir tidak mempumyai pengikut. Hal itu berbanding terbalik dengan organisasi Nahdlatul Ulama yang mempunyai banyak pengikut. Nahdlatul Ulama menentang perubahan puritanistik Muhammadiyah dan membela pendapat hal-hal yang dicapai oleh madzhab yang ada, terutama aliran syafi’i. tetapi Nahdlatul Ulama tidak menentang perubahan perubahan yang tidak mengusik ajaran, meskipun juga dikehendaki agar perubahan-perubahan itu


(29)

21

dilaksanakan secara berangsung angsur dan dengan memperhatikan tradisi-tradisi setempat6.

Persebaran NU di Sumenep dibawah oleh Kiai. H Hasyim kepada anak-anak Kiai Syarqawi dan kerabat Kiai Chotib7. Kiai Syarqawi merupakan pengasuh pondok pesantren Annuqayah. Sementara Kiai-Kiai di Annuqayah pernah berguru ke pesantren yang pernah diasuh oleh Kiai. H. Hasyim Asyari. Dari sininilah Hub De Jonge mengambil kesimpulan bahwasanya pola hubungan santri dan Kiai yang menjadi pintu masuk bagi NU yang dilakukan oleh Kiai. H. Hasyim untuk masuk di Sumenep.

Menurut keterengan dari Kiai Tsabit Khazin8, Kiai Ilyas merupakan pendiri Nahdlatul Ulama di Sumenep, berawal dari beliau ketika mendapatkan dawuh dari gurunya, Kiai. H. Hasyim Asyari untuk membentuk dan mendirikan NU di Sumenep9. akan tetapi dalam perkembangannya NU pada saat itu Kiai Ilyas mengalami kesulitan.

Kiai Ilyas merupakan salah satu pengasuh pesantren Annuqayah pada tahun 1917-1959. Secara geografis pesantren Annuqayah berada didaerah Guluk-guluk yang jauh dari pusat kota. Jaraknya sekitar 23 kilometer. Hal ini yang melatar belakangi Kiai Ilyas mengalami kesulitan dalam mengembangkan NU di Sumenep.

6 Hub de Jonge, Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, Dan Islam (Jakarta:

PT Gramedia), 245-248.

7 Ibid., 249.

8 Tzabit Khazin, Wawancara, Sumenep, 10 April 2017.


(30)

22

selain itu beliau juga masih menjadi pengasuh pesantren Annuqayah daerah Lubangsa. Sehingga pada suatu kesempatan Kiai Ilyas mengumpulakan para Kiai-Kiai se-Sumenep terkait pendirian NU. Diantara Kiai-Kiai yang hadir adalah Kiai-Kiai Abi Syuja’ Dari Musyarah itu menyepakati bahwa Kiai Abi Syuja’ menjadi ketua Tanfidziyah NU Sumenep sementara Kiai Ilyas menjadi Rais Syuriah NU Sumenep.

Kiai Abi Syujak merupakan salah satu santri Kiai. H. Hasyim Asyari. selain itu beliau merupakan teman dekat Kiai Ilyas. Dalam pandangan Kiai Tsabit Khazin, Kiai Abi Syujak merupakan Kiai yang energik, muda dan mempunyai keterampilan dalam mengorganisir. Sehingga hasil musyawarah menyetujui Kiai Abi Syujak sebagai ketua pertama NU Sumenep. selain itu secara geografis tempat tinggal Kiai Syujak sangatlah strategis, yaitu di pusat kota.

B.Struktur Organisasi

Setruktur keorganisasian merupakan sebongkah besar keseluruhan lingkungan hidup manusia didalam organisasi. Dan struktur tersebut benar-benar penting untuk membatasi dan membentuk perilaku. Struktur organisasi adalah pengontrol perilaku. Perubahan terhadap struktur organisasi sudah pasti dimaksudkan sebagai upaya mengubah prilaku. Mengubah struktur, mengubah spesifikasi tentang siapa yang akan membuat laporan dan kepada siapa seharusnya laporan tersebut diberikan, tentang jumlah tingkatan dalam hirarki, tentang hak-hak


(31)

23

atas pekerjaan, tentang siapa yang akan memberikan langsung laporan kepada ketua direktur10. Adapun kompenen dasar dalam struktur organisasi adalah;

1. Pembagian tugas (tanggung jawab)

2. Hubungan pelapor resmi, hirarki, rentang kendali

3. Pengelompokan individu menjadi bagian organisasi

4. Sistem hubungan komunikasi, koordinasi, integrasi, vertikal maupun horizontal.

Struktur organisasi keagamaan Nahdlatul ulama dalam AD/ART tentang keorganisasian pasal 9, struktur organisasi nahdlatul ulama terdiri dari, pengurus besar, pengurus wilayah, pengurus cabang, pengurus majelis wilayah cabang dan pengurus ranting. Dan pasal 11 tentang kepengurusan NU yang terdiri dari Mustasyar (dewan penasehat), Syuriah (pimpinan tertingga Nahdlatul Ulama) dan Tanfidziyah (pelaksana harian).

Seperti yang telah dijelaskan diatas , NU Sumenep didirikan oleh Kiai Ilyas atas perintah dari Kiai. H Hasyim Asyari. dan tidak lama setelah itu Kiai Ilyas menunjuk Kiai Abi Syuja’. Kiai Abi Syuja’ sebagai ketua Tanfidziyah dan Kiai Ilyas sebagai ketua Syuriah. Struktur kepengurusan NU di Sumenep sudah terbentuk

10 Sri suryaningsum, Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Terhadap Minat Mahasiswa

Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAK) dalam Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, vol VI NO 1 – Tahun 2008, 64.


(32)

24

mulai dari awal berdirinya, meskipun pada masa awal struktur kepengurusannya masih terbilang apa adanya. Hanyalah ketua, sekretaris dan bendahara11.

Sedangkan sistem pemilihan ketua NU di Sumenep sama seperti pada pemilihan umumnya yaitu, melalui musyawarah sedangkan pengurus lainnya seperti, sekretaris bendahara dll yaitu diserahkan kepada ketua. Ketua-lah yang ditugaskan untuk melengkapi struktur kepengurusannya dengan cara memilih siapa yang akan menjadi sekretaris bendahara dll. Kemudian yang di musyawarahkan dengan Syuriah. Sedangkan di MWC dan ranting ialah menggunakan pendekatan santri dan Kiai. Yang menjadi ketua di MWC dan ranting adalah hasil tunjukan dari ketua NU.

Dijelaskan dalam Anggaran Dasar tahun 1999, pasal 14 ayat 1 bahwasanya pengurus Nahdlatul Ulama di semua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkatannya. Dan pada priode awal Nahdlatul Ulama di Sumenep dalam memilih pengurus juga menggunakan sistem musyawarah. Akan tetapi sebelum musyawarah ada sistem tunjuk menunjuk dengan menggunakan pendekatan guru dan santri. bahkan meskipun ada pelatihan kader di NU Sumenep, belum tentu orang-orang yang ikut pelatihan tersebut terpilih menjadi ketua NU. Kadang-kadang dan kebanyakan yang terpilih adalah orang-orang yang tidak mengikuti pelatihan kader. Hal itu dilatar belakangi karena orang yang mengikuti pelatihan kader tersebut dianggap tidak mempunyai pengaruh bagi


(33)

25

bawahannya atau masyarakat. Sedangkan yang dipilih untuk dijadikan ketua di NU Sumenep adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh besar di masyarakat. Sedangkan orang-orang yang mengikuti pelatihan kader menjadi bagian dalam pengurus harian seperti sekretaris, bendahara dll.

Kemudian setalah terbentuknya AD/ART yang jelas, sistem pemilihan pengurus NU di Sumenep sama dengan pemilihan-pemilihan organisasi yang lainnya, yaitu bersifat demokratis. Pertama kali yang dibentuk yaitu rois Syuriah dulu, kemudian Syuriah menyetujui atau tidak kalau ada calon yang dicalonkan oleh MWC dan ranting, baru kemudian dipilih formatur. Kemudian formatur-lah yang menentukan pengurus-pengurus baru. Sistem yang digunakan sangat demokratis karena tidak ada intervensi dari pihak manapun. Bagitu juga dengan sistem pemilihan pengurus di MWC dan ranting.

Adapun background pengurus NU sendiri pada masa awal masih tergolong berpikir tradisional. Yang menjadi pengurus NU di Sumenep haruslah seorang Kiai. Kemudian muncullah paradigma baru bahwa pengurus PCNU Sumenep itu, terutama di Tanfidziyah itu tidak harus seorang Kiai. Akan tetapi kalau syuriah harus seorang Kiai termasuk juga Mustasyar12. Biasanya yang dipilih menjadi

pengurus Tanfidziyah adalah orang-orang yang mengerti tentang keorganisasian13.

12 Rusly, Wawancara, Sumenep, 11 mei 2017. 13 Rusly, Wawancara, Sumenep, 11 mei 2017.


(34)

26

Sedangkan masa jabatan PCNU Sumenep yaitu lima tahun. Sama halnya seperti yang dijelaskan dalam Anggaran Dasar NU tahun 1999 pasal 12, masa jabatan pengurus adalah lima tahun disemua tingkatan. akan tetapi pada masa awal NU di Sumenep masih belum ada AD/ART sehingga pada priode awal masa jabatannya tidak sampai lima tahun, yaitu satu tahun.

Adapun nama-nama yang pernah menjabat sebagai ketua NU Sumenep samapi sekarang diantaramya yaitu, Kiai H. Abi Syuja’ (1932), Kiai. H Tzabit Khazin (1985-1990), Kiai. H. Ramdham Siraj (1991-1995), Kiai. H. Moh Taufiqur Rahman (1995-2000), Kiai. Ilyasi Siraj, Sh. M. ag (2000-2005), Drs. Kiai. H. Abdullah Cholil M.hum (2005-2010), H. A Pandji Taufiq (2010- sekarang).

Begitulah struktur organisasi NU Sumenep pada masa awal berdirinya sampai tahun 1999. Karena pada masa awal NU merupakan organisasi tradisionalis sehingga tidak begitu menghiraukan tatanan administratif. Akan tetapi pada saat ini sudah terlihat jelas perkembangan NU di Sumenep, dengan adanya kantor Cabang NU Sumenep, tatanan administrasi yang sudah rapi mulai dari MWC sampai ranting dan juga program-program kerja yang sudah berjalan.

C.Peran Dalam Pemeritah

Nahdlatul Ulama (NU) bisa dipahami sebagai jamiiyah atau gerakan sosial yang sulit untuk dipisahkan dari dinamika politik Nasional. Apalagi NU merupakan organisasi sosial terbesar yang berbasiskan pesantren. Dalam sejarahnya NU telah


(35)

27

banyak mewarnai haru biru perjalanan republik indonesia. Mulai dari masa merebut kemerdekaan, orde lama , orde baru sampai orde reformasi sekarang.

Pada masa awal berdirinya NU, organisasi masyarakat ini menitik beratkan kepada pengusiran para penjajah. Pada saat itu tahun 1942-1945 merupakan masa penjajahan Jepang. NU pada masa itu juga ikut untuk memerangi warga negara jepang yang menjajah indonesia. Seperti yang telah diketahui, salah satu latar belakang berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama adalah motif Nasionalisme. Niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat Nasionalisme itu terlihat dari namanya sendiri yaitu Nahdlatul Ulama yang mempunyai arti kebangkitan para ulama14. Pada saat itu, NU

cabang Sumenep juga ikut andil dalam mengusir penjajah yang menjajah indonesia.

Bahkan barisan Sabilillah yang dikenal sebagai “pasukan Islam Berani Mati” juga populer di Sumenep. lebih tepatnya di guluk-guluk dibawah pimpinan Kiai Ilyas dan Kiai Abdullah Sajjad, stafnya Kiai Hasyim dan lain-lain, Kiai Mahfud sebagai penerangan. Namun yang terkenal dengan keberaniannya adalah Kiai Abdullah Sajjad, karena beliau terkenal dengan keberaniannya, dan salah satu pahlawan yang gugur sebagai kusuma bangsa15. Barisan Sabilillah didirikan atas

14

http://harapandansemangat.blogspot.co.id/2013/03/latarbelakang-lahirnya-nahdlatul-ulama.html?m=1 minggu,24 maret 2013.

15 Tadjul Ariefien R, Sejarah Perjalanan DPRD & Perjuangan Rakyat Sumenep 1945-1950 (Sumenep:


(36)

28

rapat besar wakil-wakil daerah (konsouel 2) perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh jawa dan Madura di bawah pengawasan Masyumi16.

Banyak lagi titik perjuangan NU di Sumenep seperti, perjuangan dalam menegakkan pendidikan yang tidak ada perbedaan tingkatan sosial, sehingga para Kiai memilih untuk menentang dan membaikot sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda. Beberapa kiyai berpendapat bahwasanya sistem pendidikan tersebut bukan hanya mendiskriminasi tapi hak rakyat juga dirampas. Meskipun dilain pihak kecurigaan pesantren terhadap ancaman lembaga pendidikan kolonial tidak selalu berwujud penolakan yang apriori, tapi memilih secara diam-diam pesantren melirik metode yang digunakan yang kemudian mencontohnya. Fenomena menolak sambil mencontohnya sekrang yang sudah tampak dalam perkembangan pesantren di jawa. Ini nyata terlihat pada keberadaan pesantren saat ini yang sekarang ada dua type yang sangat menonjol, yaitu pesantren salaf dan modern. Akan tetapi para Kiai tetap berupaya untuk untuk memaksimalkan peran pondok pesantren dalam bidang pendidikan yang luas. Karena keberdaan pesantren selain unutk mencerdaskan kehidupan juga memberi kekuatan besar kepada daya tahan perjuangan melawan penjajahan.

Adapun nama-nama Ulama NU yang ikut berjuang diantaranya adalah: Kiai Abullah Sajjad, Kiai Djauhari Chotib, Kiai Zainal Arifin, kiyai Abi Syuja’,

16


(37)

29

kiyai Ilyas, kiyai Ali Wafa, kiyai Ach. Basyir Sajjad, Kiai Chazin Ilyas, kiyai Usymuni dan lain-lain. Tak lain beliau-beliau masuk dalam barisan Sabilillah.

Kemudian NU mulai merambah pada dunia PolitiKiai Ketika bergerak dibidang politik NU dianggap telah mengingkari identitasnya. Karena itu pada tahun 1984, dalam muktamar situbondo NU mendeklarasikan “kembali ke Khittah” yang maksudnya kembali kepada jati dirinya17. Akan tetapi pada saat Kiai. H Abbdur Rahman Wahid diangkat MPR untuk menjadi presiden RI ke-4, gejala politik mulai muncul lagi dalam diri NU.

Keinginan menjadi partai politik pertama kali muncul pada muktamar Menes 1938 ketika membahas perlunya NU menempatkan wakil dalam dewan rakyat atas usul cabang Indramayu. Usul itu ditolak dalam sidang dengan perbandingan suara, 39 menolak, 11 mendukung dan 3 abstain. Dengan ditolaknya usul ini, samapai awal masa kemerdekaan secara formal NU tetap menjadi organisasi keagamaan. Tetapi pada saat itu NU tetap bersinggungan dengan hal hal yang bersifat politis.

Pada tahun 1939 NU pernah terlibat dalam kancah politik praktis ketika bergabung dengan Majlisul Islam A’la Indonesia (MIAI), namun pada tahun 1943 MIAI secara resmi dibubarkan dan kemudian diganti dengan Masyumi18.

17 Asep Saiful Muhtadi. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran Politik Radikal

Dan Okomodatif (Jakarta: LP3ES, 2004), XXIX.

18 Nurul Shobacha, Strategi politik Nahdlatul Ulama di Orde Baru, jurnal review politik, volume 2,


(38)

30

Munculnya Partai Masyumi sebagai satu-satunya wadah aspirasi politik Islam memang mampu menyatukan kelompok-kelopom Islam yang berbeda paham. Tercatat hanya Perti (Persatuan Tarbiyah Indonesia) yang tidak bersedia bergabung ke dalam Masyumi. Tetapi persatuan itu sebenarnya tidak berhasil melebur perbedaan visi kegamaan yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi perpecahan. Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya distribusi kekuasaan antar kelompok, sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Pada tahun 1947 beberap tokoh SI seperti Arudji Kartawinata dan Wondoamiseno keluar dari Masyumi dan mendirikan PSII (Partai Serikat Islam Indonesia). Dan dengan keluarnya PSII hancurlah mitos, Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam. Dan NU sendiri menarikkan diri dari masyumi pada tahun 195219.

pada tahun 1955 kiprah NU dalam partai dimulai, setelah keluar dari masyumi dan menyatakan dirinya sebagai partai politik baru. Dan pada tahun 1955 inilah NU harus bertarung dengan partai lain dalam pemilu195520.

Pada tahun 1955, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia, NU juga ikut meramikan dunia politik dengan menjadi partai melawan partai Golkar, P.S.I.I, P.S.I dll. Pada pemilu pertama NU di Sumenep juga memperoleh suara yang sangat besar. dalam dokumen perolehan jumlah kursi tahun 1965, dari 63 kursi dijawa

19 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. Terj. Farid Wajidi, 96.

20 M. Ali Haidar. Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik (Jakarta:


(39)

31

timur, NU mendapatkan 22 kursi dan salah satunya adalah Sumenep. hal ini membuktikan bahwasanya NU mempunyai aspirasi politik di Sumenep.

Adapun pedoman-pedoman bagi warga NU dalam dunia politik adalah sebagai berikut21:

1. Berpolitik bagi warga NU mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruhsesuai dengan pancasila dan UUD 1945.

2. Politik bagi warga NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untukmencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagian di dunia dan akhirat.

3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, memdidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.

4. Berpolitik bagi NU harus dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh

21 Asep Saiful Muhtadi. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran Politik Radikal


(40)

32

khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kemanusian yang adil bsgi seluruh rakyat indonesia.

5. Berpolitik bagiwarga NU harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

6. Berpolitik bgai NU dilakukan untuk memperoleh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran islam Ahlussunna wa aljamaah.

7. Berpolitik bagi NU, dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah persatuan.

8. Perbedaan pendangan diantara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadu dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga kesatuan dan persatuan dilingkungan NU.

9. Berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbl-balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan orgaisasi masyarakat yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.


(41)

33

Kemudian pada era orde baru tahun 1971 diadakan pemilu, di Madura ternyata NU mendominasi dengan suara 72,86%, masyumi 15,73%, Golkar 25,3%, dan partai lainnya seperti parmusi (penjelmaan masyumi), PSII danpartai lainnya mendapatkan suara yang tidak berarti22.

Pada tahun 1973 berdirilah partai persatuan pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, parmusi, PSII, Perti. Dan pada waktu pemilu 1977 PPP mendapatkan suara paling banyak diantara Golkar dan PDI. Pada tahun berikutnya golkar memperhitungkan kemenangan PP karena NU didominasi oleh para kiyai/ulama. Sejak itulah peran politik kiyai/ulama secara frontal dan informl masuk dalam jajaran golkar. Dan pada pemilu tahun 1982 PPP masih dominan tapi pada pemilu 1987 maka mutlak didominasi oleh Golkar kecuali sampang. Karena pada tahun 1985 NU keluar dari PP dan kembali ke khittah 1926 pada muktamar situbondo. Pada pemilu selanjutnya, 1982, 1992 dan 1997 seluruh madura dimenangkan oleh Golkar23.

Titik balik antara hubungan ulama dan umaro terjadi pada tahun 1999, diera roformasi tersebut NU mendirikan partai baru yakni kebangkitan bangsa (PKB). Di Sumenep sendiri dalam era reformasi, anggota dewan perwakilan rakyat sudah tidak dimonopoli lagi oleh para intelektual partai yang berdomisili di perkotaan saja seperti yang terjadi pada orde baru yang memakai sistem lobi dan

22 Tadjul Ariefien R, Sejarah Perjalanan DPRD & Perjuangan Rakyat Sumenep 1945-1950 (Sumenep:

Bagian Humas & Publikasi Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Sumenep, 2008), 152.


(42)

34

kedekatan. Para intelektual partai dari daerah juga punya kesempatan untuk menyuarakan harapan rakyat. Maka bermunculanlah para pejuang (kiyai/ulama, tokoh masyarakat, dan para intelektual) dari plosok kecamatan/desa dan daerah terpencil untuk memperjuangkan suara rakyat. Di era reformasi semua kelompok masyarakat diberi kebebasan dan kesempatan untuk menjadi anggota/pengurus partai secara aktif.

Dan pada masa priode 1999-2004 dari 45 kursi, 25 kursi ditempati oleh partai kebangkitan bangsa (PKB), 1 kursi PKU dan 1 kursi PNU. 3 partai tersebut merupakan partai yang ditempati oleh orang-orang NU.


(43)

BAB III

PERKEMBANGAN NAHDLATUL ULAMA SUMENEP TAHUN 1999-2016

A.Perkembangan MWC Sumenep

Nahdlatul Ulama sebagaimana organisasi pada umumnya mempunyai peraturan dasar dan peraturan rumah tangga sebagai dasar pijakan organisasi merealisasikan segala program yang direncanakan. Disamping itu Nahdlatul Ulama mempunyai kelengkapan tata kerja sebagai pijakan kerja administrasi dan organisasi.

Sistem organisasi NU menggunakan sistem kepengurusan territorial, dengan susunan organisasi dari pusat sampai tingkat desa. Pengurus besar adalah pengendali ditingkat pusat, kemudian pengurus wilayah berada di provinsi, pengurus cabang menangani ditingkat kabupaten ditingkat kecamatan ditangani oleh Majlis Wakil Cabang (MWC) dan ditingkat desa atau kelurahan diserahkan pada pengurus Ranting.

Nahdlatul Ulama mempunyai beberapa cabang, salah satunya yaitu cabang Sumenep. Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Madura yang letak geografisnya berada di bagian timur. Di Kabupaten Sumenep sendiri mempunyai tiga cabang NU yaitu, kangean, Masalembu dan Sumenep sendiri.

Pada tahun 1999 PCNU Sumenep sudah mempunyai 24 MWC. Namun demikian kondisi masing-masing MWC beragam, ada yang fakum tanpa


(44)

36

kegiatan sama sekali, ada yang tingkat keaktifannya sangat rendah dan juga ada yang sangat aktif.

Pada tahun 1999 terdapat satu kepulauan di Sumenep yang masuk dalam MWC Sumenep. akan tetapi dalam kepulauan tersebut tidak mau dikatakan sebagai MWC melainkan hanya dikatakan sebagai warga NU. kemudian pada tahun 2000, kepulauan masalembu resmi memisahkan diri dari PCNU Sumenep dengan mendirikan PCNU sendiri yaitu, PCNU Maselembu. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh letak geografis yang sulit untuk dijangkau dari kota (Sumenep)1.

Dalam tatanan administrasi, MWC-MWC diSumenep sudah terbentuk semua. Kemudian pada priode selanjutnya 2000-2005, pengembangan dalam tatanan administrasi tiap MWC di Sumenep ditingkatkan. Biasanya pada priode sebelumnya hanya ada ketua, wakil dan bendahara kemudian di lengkapi dengan adanya dewan mustasyar, syuriah dan tanfidziyah. Dan hal ini berlanjut pada tiga priode selanjutnya. Tatanan administrasi di MWC-MWC sudah tersusun dengan rapi.

Dengan tatanan administrasi yang memulai membaik hal ini mempunyai dampak yang sangat pesat pada pembangunan, terutama pembangunan kantor MWC. Pada tahun 1999 sampai 2000 hanya tiga MWC saja yang mempunyai kantor, yaitu MWC Pragaan, MWC Sapeken dan MWC


(45)

37

gayam. Sedangkan pada priode selanjutnya 2000-2016, hampir semua MWC-MWC di Sumenep memiliki kantor NU.

Majelis Wakil Cabang atau yang serimg dikenal dengan sebutan MWC juga mempunyai bawahan atau yang dikenal dengan Ranting yaitu pengurus tingak desa/kelurahan2.

MWC-MWC di Sumenep pada tahun 1999 hanya sebagaian yang mempunyai Ranting. Pada saat itu tidak semua MWC mempunyai Ranting. Kemudian pada priode selanjutnya (2000-2016) mulai ditingkatkan. Pada tahun 2000 sudah ada beberapa MWC yang Rantingnya sudah lengkap seperti MWC kota dan pasongsongan. Pada priode 2000-2005, memang banyak melakukan perkembangan dalam bidang administrasi. sehingga pada periode tersebut sampai menghasilkan satu buku khusus untuk pedoman administrasi3.

Walaupun dalam tatanan administrasi dan program kerja kurang baik. Pada tahun 2016 sudah tercatat ada 276 Ranting di Sumenep dari 23 MWC. Pembentukan Ranting di Sumenep tidak hanya terpaku pada satu desa/kelurahan satu Ranting. Bahkan ada satu desa yang mendirikan dua Ranting. Hal ini dilatarbelakangi oleh letak geografis yang tidak bisa dijangkau, misalnya karena luasnya daerah tersebut sehingga membutuhkan dua Ranting dalam satu desa. Seperti pada MWC pasongsongan.

2

https://www.google.co.id/amp/s/nurandugunting.wordpress.com/2015/09/04/istilah-istilah-dalam-ke-nu-an/amp/


(46)

38

Sama halnya dengan cabang, MWC dan Ranting juga mempunyai program kerja yang harus dijalankan diantaranya yaitu Bahtsul masail dan

lailatul ijtima’ yang diadakan setiap satu bulan sekali. Pada tahun 1999 MWC-MWC di Sumenep sudah ada rumusan program kerja. Hanya saja dari semua MWC di Sumenep ada yang vacum (kosong), ada yang keaktifannya sangat rendah dan ada juga yang aktif. Misalnya sekali waktu dari salah seorang pengurus MWC-nya masih bisa menghadiri rapat atau kegiatan rutinan ditingkat cabang. Ada juga yang terlilit dengan problem konflik internal atau lemah dalam koordinasi. Ada juga keperkumpulan saja, karena tidak memiliki personel yang kapabel dan berjalan tanpa program kerja, hal ini yang juga terjadi pada priode selanjutnya 2000-20054.

Pada priode selanjutnya 2005-2010, MWC-MWC sudah mulai berjalan dan tertata dengan baik, baik dalam hal kepengurusan dan program kerja. Sudah banyak MWC yang menjalankan program kerja seperti, bahtsul masail dan lailaul ijtima’ yang dilakukan setiap bulan sekali yang kadang kadang juga dihadiri oleh pengurus cabang.

Begitu juga dengan dua priode selanjutnya, perkembangan MWC semakin pesat. Program kerja di MWC sudah mulai jalan terutama dalam lailatul ijtima’ begitu juga dengan Ranting-nya. Dalam perkembangan Ranting-nya bisa dilihat dari perkembangan MWC-nya. Apabila MWC-nya

4 Materi musyawarah kerja cabang Nahdlatul Ulama Sumenep, panitia Musyawarah kerja


(47)

39

sudah tertata dengan rapi maka secara otomatis Ranting-nya juga ikut berkembang.

Berikut adalah MWC-MWC dan Ranting di PCNU Sumenep tahun 2016:

NO MWCNU

Jumlah Ranting

1 Batuputih 13

2 Ambunten 15

3 Rubaru 11

4 Dasuk 15

5 Giliraje 5

6 Giligenting 4

7 Pasongsongan 14

8 Talango 8

9 Dungkek 15

10 Gapura 17

11 Batang-batang 16

12 Bluto 21

13 Pragaan 14

14 Ganding 14

15 Manding 10


(48)

40

18 Lenteng 21

19 Guluk-guluk 12

20 Kalianget 5

21 Batuan 8

22 Saronggi 14

23 Gayam 8

Jumlah Total 276

B.Perkembangan Program Kerja PCNU Sumenep

Program kerja atau agenda kegiatan dapat diartikan sebagai suatu rencana kegiatan organisasi yang dirancang untuk jangka waktu tertentu yag sudah disepakati oleh pengurus organisasi. Perogram kerja harus dibuat dengan sistematis, terpadu dan terarah, karena program kerja dalam organisasi menjadi pegangan anggota atau unit-unit didalamnya untuk mewujudkan tujuan dan kegiatan rutin organsasi5.

Organisasi Nahdlatul Ulama dalam merancang perogram kerja dari kebijakan-kebijakan atasan seperti Mustasyar dan Syuriah. Kemudian dari kebijakan Mustasyar dan syuriah oleh pengurus Tanfidziyah di jadikan program kerja yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga NU, Lajnah dan badan otonom.


(49)

41

Berikut adalah program kerja PCNU Sumenep tahun 1999-2016 diantaranya:

a. Pendidikan

Seperti yang dijelaskan dalam AD/ART NU 1999 di bab tujuan dan usaha6.

“Dibidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran islam, untuk membina manusia muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama dan bangsa”.

Dari kutipan Anggaran Dasar tahun 1999 diatas NU ingin membangun pendidikan yang sesuai dengan ajaran islam yang berlandaskna Ahlussunnah waljamaah. Sehingga PCNU Sumenep banyak mengembangakan pendidikan di Sumenep dengan melakukan berbagai sosialisasi tentang ke NU-an.

Pada tahun 1999, pengembangan dalam bidang pendidikan di PCNU sendiri hanya dengan menyebarkan buku-buku aswaja ke sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren di Sumenep dan menjadikanya sebagai kurikulum baru, walaupun tidak semua sekolah dan pesantren di Sumenep menerimanya.

6 AD/ART Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama 1999M (sumenep: Sekretariat Majelis Wakil


(50)

42

Kemudian pada tahun 2005 salah satu fokus kerjanya yaitu menghidupkan pendidikan dan melebelisasikan sekolah. Sehingga pada tahun 2005 PCNU Sumenep berhasil medirikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berlokasikan dibelakan Masjid Agung Sumenep. sekolah tersebut merupakan sekolah pertama yang didirikan oleh NU yang kurikulumnya berbasis Ahlussunnah waljamaah7.

Selain sekolah yang memang didirikan oleh PCNU sendiri, ada sekolah-sekolah NU yang berhasil dilebelisasi, yang dikenal dengan Madrasah Maarif. Dari beberapa sekolah yang dilebelisi menjadi Madrasah al’maarif diantaranya di lenteng, talango, manding dan pasongsongan. Dari sini NU juga memberikan sumbangsih pendidikan terhadap masyarakat Nahdliyin. Kemudian pada priode 2010-2015 PCNU Sumenep juga berhasil mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berlokasikan di kantor cabang NU Sumenep.

Kemudian dalam pendidikan PCNU Sumenep juga sampai menghasilkan PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) yang bekerjasama dengan INSTIKA (Institut Ilmu Keislaman Annuqayah). Pada saat itu sekolahnya dikantor cabang NU Sumenep, akan tetapi ijazahnya atas nama INSTIKA8.

7 Abdullah Cholil. Wawancara, Sumenep 28 juni 2017.


(51)

43

Perkembangan program kerja bidang pendidikan di PCNU Sumenep tidak lebas dari LP Maarif. Karena semua kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun non-formal selain pesantren dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU). sedangkan dalam pengembangan pesantren yang bertugas melaksanakan yaitu Robithah Ma’ahid al -Islamiyah (RMI).

b. Ekonomi

Seperti yang dijelaskan dalam AD/ART NU tahun 1999 dalam bab tujuan dan usaha pasal 69.

“Dibidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan menggunakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat”.

Kebijakan dibidang ekonomi dilaksanakan oleh Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama yang disingkat dengan LP NU. LP NU bertugas untuk mengembangkan ekonomi warga Nahdliyin.

Pada tahun 1999 tidak banyak yang dilakukan PCNU dalam pengembangan ekonomi. Pada tahun 1999-2005 masih fokus pada perkembangan organisasi seperti melengkapi tatanan administrasi. akan

9AD/ART Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama 1999M (Sumenep: Sekretariat Majelis


(52)

44

tetapi juga ada kegiatan-kegiatan untuk menunjang perekonomian warga Nahdliyin seperti diadakan seminar-seminar dan lokakrya.

Pada priode 2000-2005, PCNU Sumenep juga berhasil mendirikan semacam koperasi pertanian di pragaan. Pada priode tersebut koperasi pertanian di pragaan merupakan maskot ekonomi PCNU Sumenep. sehingga pada saat itu PCNU Sumenep mensuport terutama dalam hal dana, PCNU ikut memodali Koperasi tersebut10.

Koperasi pertanian tersebut hanya berjalan di pragaan saja. Sedangkan di MWC-MWC yang lain tidak ada. Cabang juga sempat mensosialisakan koperasi tersebut kesemua MWC-MWC. Akan tetapi tidak ada yang mendirikannya hanya sebatas konsultasi dan bertanya, begitulah menurut pemaparan bapak Rusly11.

Pada priode 2005-2016, semua tatanan administrasi sudah lengkap dan bagus, mulai dari tingkat cabang sampai ranting sehingga fokus kerja pada priode selanjutnya tidak meniitikberatkna pada menejemen organisasi lagi. Tapi salah satunya yaitu pada perkembangan Ekonomi. Pada periode K.H. Abdullah Cholil (2005-2010) BMT pertama kali berdiri di PCNU Sumenep di prakarsai oleh MWC gapura12.

10

Rusly, Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2017

11 Rusly, Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2017


(53)

45

BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu lembaga keungan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai dengan namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu13:

i. Baitul Tanwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil deng antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiyaan kegiatan ekonomi.

ii. Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

BMT gapura sendiri dibangun sebagai upaya untuk melakukan bersama dengan memanfaatkan segala potensi yang ada dengan harapan bisa menaikkan derajat ekonomi masyarakat dari pinggiran lalu menjadi aktor ekonomi di Sumenep.

Kesadaran berkegiatan berekonomi di masyarakat sudah muncul. Hanya saja terkendala oleh modal. Untuk memulai usaha, banyak yang meminjam modal kepada rentenir. Meski usahanya berhasil tapi harus mengembalikan modal harus disertai dengan bunganya. Sehingga tidak

13 Andri Soemintra, Bank Dan Lembaga Keungan Syariah (Jakarta: Kencana Prenamedia


(54)

46

bisa membuat masyarakat keluar dari lingkaran kemiskinan. BMT NU Gapura menjembataninya dengan menawarkan bantuan modal kepada masyarakat desa yang membutuhkannya14.

Pada awalnya, BMT NU gapura dirintis dengan gerakan sederhana. Sehingga BMT NU Gapura terus bergerak dan asetnya semakin banyak,berkisaran dalam jumlah miliaran.

Dimulai dari MWC NU gapura, gerakan ekonomi kerakyatan ini menular pada MWC-MWC yang lain. Bahkan sekarang semua MWC sudah berlomba-lomba dalam membangun MWC.

c. Sosial/Kesehatan

Seperti yang dijelaskan dalam AD/ART NU tahun 1999 dalam bab tujuan dan usaha pasal 615.

“Dibidang sosial, mengusahakan terwujudnya kesejahtraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim, fakir miskin, serta anggota masyarakat”

Dibidang sosial dan kesehatan dalam organisasi NU dilaksanakan oleh Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama atau yang dikenal dengan LS Mabarrot NU.

14 Ach taufiqil Aziz, Dinamika Nahdlatul Ulama Sumenep Dalam Lintasan Massa, 173-174 15AD/ART Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama 1999M (Sumenep: Sekretariat Majelis


(55)

47

Pada tahun 1999, dibidang sosial dan kesehatan jarang berjalan. Bisa dikatakan dalam satu priode hanya satu kali terlaksana. Hal ini dilatarbelakangi oleh kurangnya dana.

Dibidang sosial dan kesehatan PCNU Sumenep bekerjasama dengan PEMKAB (Pemerintahan Kabupaten). PCNU Sumenep mempunyai kegiatan sosial kemudian diusulkan ke PEMKAB. Apabila PEMKAB menyetujui kerjasama tersebut baru terlaksana kegiatan sosial. Biasanya kegiatan opersi katarak gratis yang bekerjasama dengan PEMKAB yang dilaksanakan satu tahun sekali.

Begitulah pergerakan sosial yang dilakukan NU setiap tahunnya. Kemudian sampai pada priode 2000-2005 PCNU Sumenep mempunyai donatur khusus dari orang-orang NU yang kaya, khususnya dalam kegiatan khitanan massal.

Kemudian pada priode selanjutnya, program kerja sosial dan kesahatan semakin ditingkatkan. Pada tahun 2005 pernah recana untuk mendirikan Rumah Sakit NU. meskipun program tersebut tidak berjalan yang dikarenakan faktor dana yang kurang memadai setidaknya niatan tersebut sudah muncul untuk menciptakan kesejahtraan masyarakat Nahdliyin. Harapan PCNU Sumenep unuk membangun rumah sakit tidak tercapai, akan tetatpi ada MWC di Sumenep yang mempunyai Klinik kesehatan di MWC pragaan


(56)

48

Selain itu banyak kegiatan sosial yang dlaksanakan oleh PCNU Sumenep seperti pembagian Zakat, baksos, santunan anak yatim dll. Biasanya dilaksanakan di MWC-MWC. Kegiatan tersebut dilaksanakan satu tahun sekali.

d. Budaya

Sama halnya dengan program sosial, program budaya juga kurang minat di PCNU Sumenep. Dibidang budaya lembaga yang bertugas melaksanakan yaitu LESBUMI (lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia).

LESBUMI di PCNU Sumenep sempat aktif yaitu pada priode 1999-2005. Pada tahun tersebut LESBUMI mempunyai banyak kegiatan. Seperti hadrah, gamelan dll. Bahkan pada tahun tersebut juga LESBUMI berhasil menerbitkan satu buku yaitu antologi puisi.

LESBUMI juga sempat memiliki alat-alat musik gamelan. Akan tetapi tidak berjalan. Barang-barangnya sudah hilang dan tak terurus16. Di PCNU Sumenep LESBUMI kurang begitu diminiti oleh warga Nahdliyin.


(57)

49

C.Perkembangan Dakwah PCNU Sumenep

Dari sudut bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab (-وعدي-اعد

ةوعد) yang berarti menyeru, meminta, menuntun, mengiring atau memanggul, mengajak orang lain supaya mengikuti, bergabung, memahami untuk memiliki suatu tindakan dan tujuan yang sama sesuai dengan harapan oleh penyerunya17.

Adapun tujuan dakwah ini ialah untuk mengajak atau menyerukan ke-NU-an. Pendekatan atau metode dakwah NU ialah menggunakan metode yang digunakan oleh Wali Songo dulu. Nahdlatul Ulama berkomitmen menggunkaan pendekatan budaya sebagai salah satu elemen penting dakwah islam di Tanah Air. Sebab dengan budayalah agama islam bisa dapat diterima dengan baik oleh penduduk pribumi awal kedatangan islam.

NU melakukan berbagai upaya agar akulturasi budaya tersebut tetap menjadi khittah buat organisasi yang didirikan oleh K.H.Hasyim Asy’ari itu. Salah satu melalui upaya sosialisasi ke pondok pesantren yang merupakan basis kaderisasi potensial dikalangan NU. termasuk juga memberikan penyadaran kepada warga Nahdliyyin akan pentingnya menggunakan budaya dalam berdakwah.

Di Sumenep sendiri sitem dakwah NU juga menggunakan budaya, sama dengan penyeberan islam yang dibawah oleh Wali Songo. Hanya saja

17


(58)

50

diarahkan seperti pengajian umum. Dan hampir semua dari tingkat cabang sampai Ranting menggunakan metode pengajian umum/kompolan atau yang lebih dikenal dengan Lailatul Ijtima’. Yang bisanya dilakukan setiap bulan sekali. Dan kemudian semakin ditingkatkan sehingga pernah diadakan seminar ke-NU-an di cabang.

Pada tahun 1999 dakwah NU sangat sulit dilaksanakan, karena awamnya masyarakat. Pemikiran masyarakat masih tergolong sangat primitif. Sehingga banyak masyarakat di Sumenep yang belum mengerti apa itu NU. kemudian seiring dengan berjalannya waktu dengan bimbingan bimbingan yang diberikan oleh MWC-MWC ke Ranting-Ranting di perkumpulan Lailatul ijtima’ banyak warga yang sudah paham apa itu NU dan tidak hanya sekedar taqlid pada kiai.

PCNU Sumenep mempunyai banyak media dakwah seperti, ulama/kiai, pesantren, sekolah-sekolah dan radio. Peran ulama/kiai dalam penyebaran dakwah NU sangat besar. karena kiai merupakan golongan elit. Selain itu ulama/kiai merupakan panutan masyarakat Sumenep dalam melakukan sesuatu. Apabila ulama/kiai menyerukan ideologi Ahlussunnah waljamaah, maka secara otomatis masyarakat langsung mengikutinya.

Selain itu pesantren-pesantren juga merupakan media dakwah NU. banyak yang mengatakan bahwasanya pesantren merupakan NU kecil walupun di Sumenep sendiri belum memiliki pesantren NU, hanya saja yang ada pesantren-pesantren milik orang NU yang tergabung dalam RMI


(59)

51

(Robithah ma’had al-islamiyah). Pesantren-pesantren di Sumenep ada dua model, yaitu pesantren salaf dan modern. Dalam penyebaran dakwah NU di Sumenep, pesantren salaf maupun modern sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam pesantren salaf biasanya dimanfaatkan dalam bidangnya seperti pembahasan masalah agama. Biasanya dilaksanakan di cabang satu bulan sekali yaitu, bahtsul masail. Sedangkan dalam penarikan kader biasanya pesantren salaf masuk dalam jajaran Syuriah dan kadang-kadang juga dalam tanfidziyah.

Begitu juga dengan pesantren modern, pesantren modern juga mempunyai peranan dalam dakwah NU di Sumenep. pesantren moderen juga sama seperti pesantren salaf. Dalam penarikan kader biasanya pesantren modern lebih pada bidang organisasi, seminar-seminar dan lain sebagainya yang dianggap sebagai bidangnya. Dalam struktur kepengurusan NU, pesantren modern masuk dalam jajaran tanfidziyah (pengurus harian).

Sekolah sebagai media penyebaran dakwah NU tidak banyak mempunyai perbedaan dengan pesantren. Pengurus NU menyebarkan buku-buku aswaja ke semua sekolah-sekolah NU, meskipun tidak semua sekolah di Sumenep merimanya.

Media dakwah radio baru didirikan pada tahun 2000. Pada saat itu radio NU yang terletak di kantor cabang NU juga sangat membantu dalam penyebaran dakwah NU di Sumenep. Program-program yang disajikan adalah tentang ke-NU-an. Meskipun pada awal berdirinya radio NU Sumenep masih


(60)

52

belum berfungsi dengan baik, sehingga frekuensi radio NU tersebut tidak bisa dijangkau oleh semua MWC-MWC di Sumenep.

Tidak hanya cabang saja yang mempunyai peranan dalam penyebaran dakwah NU. MWC dan Ranting juga ikut berperan sama halnya dengan cabang. Biasanya MWC dan Ranting mendapatkan binaan dari cabang dengan mengikuti kegiatan rutinan seperti Bahtsul Masa’il dan seminar -seminar ke-NU-an yang kemudian oleh MWC dan Ranting dilanjutkan ke masyarakat/ummat.

Di organisasi NU yang mempunyai massa adalah Ranting. Cabang hanya mempunyai MWC. Cabang melakukan pembinaan kepada MWC-MWC di Suemep. Kemudian MWC-MWC melanjutkan ke Ranting. Dan Ranting-lah yang langsung turun langsung ke masyarakat. Biasanya di Ranting menggunakan sistem kompolan atau yang lebih dikenal dengan lailatul

ijtima’, yang diadakan setiap bulan sekali.

Lailatul ijtima’ selain digunakan sebagai media pengenalan NU terhadap masyarakat juga diisi dengan tahlillan, yasinan dan istighosah juga terkadang diselangi dengan masalah-masalah agama yang berhaluan Ahlussunnah waljamaah.

Semua kegiatan dakwah NU ini dibawah laksanakan oleh LDNU (lembaga dakwah NU). Syuriah yang menentukan kebijakan-kebijakan, kemudian yang disusun menjadi program kerja oleh Tanfidziyah yang


(61)

53

dijalankan oleh lembaga-lembaga yang ada di NU. dalam bidang dakwah LDNU yang bertugas dalam bidang penyiaran agama islam Ahlussunnah Waljamaah18.

18AD/ART Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama 1999M (Sumenep: Sekretariat Majelis


(62)

BAB IV

FAKTOR YANG MENDUKUNG DAN MENGHAMBAT PERKEMBANGAN NAHDLATUL ULAMA DI SUMENEP

A.Faktor-Faktor Yang Mendukung Perkembangan NU Sumenep

Sangat penting bagi suatu organisasi unutk mengetahui dan memperhatikan faktor-faktor yangmempengaruhi kemajuan organisasi tersebut. Dan apabila organisasi tersebut dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemajuannya maka organisasi tersebut dapat membenahi diri untuk selalu meningkatkan kualitas kinerja dengan baik agar organisasi tersebut selalu berkembang.

Secara garis besar, ada beberapa faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan NU di Sumenep, baik internal dan eksternal. Diantara strategi pengembangan NU di sumenep yaitu;

1. Jaringan Pesantren

Persebaran NU melalului pesantren, hal ini tidak lepas dari kesamaan pikir, nilai, ideologi dan perjuangan yang sama antara NU dan pesantren. Apalagi memang pesantren tebuireng sebagai salah satu patron dari banyak pesantren yang ada di Madura telah memerintahkan secara khusu bagi santri yang telah menjadi alumni untuk mendirikan NU. Maka basis pesantren kebawah, terutama yang menjadi alumni dan atau pernah nyantri kepada tokoh-tokoh besar NU, entah alasan organisasi atau


(63)

55

apapun, termasuk juga alasan ketundukan menjadi pendorong utama untuk juga mengikuti dan melaksanakan perintah gurunya itu.

jejaring pesantren ini juga terjadi ketika santri telah menjadi alumni pesantren dan tokoh masyarakat. Alumni-alumni pesantren yang tersebar dibaerbagai tempat kemudian menjadi salah satu pejuang NU di tempat asal atau kelahirannya.

Tentang ini misalnya, di pulau sapudi terdapat alumni pesantren dari pesantren tokoh besar NU Sumenep, kamudian dipesankan oleh gurunya untuk mengurus dan meyebarkan ke-NU an di desanya. Kalau nanti ngurus NU, akan diakui oleh gurunya di dunia dan di akhira, kalau tidak ngurus NU, maka tidak akan diakui oleh gurunya sebagai salah satu santrinya1.

Pesantren dari dulu hingga sekarang merupakan tempat pilihan alternatif untuk mejadi tempat menganyam pendidikan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat mempercayakan anaknya untuk mengenyam pendidikan di pesantren.

2. Ulama/Kiai

Kiai merupakan sesosok yang tidak bisa lepas dari sebuah rutinitas masyarakat, agama dan pemerintahan. Membicarakan mengenai peran Kiai dalam sebuah tatanan masayarakat merupakan hal yang tidak pernah pudar sejak era pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Tampilnya Kiai dalam setiap momen


(64)

56

penting, pada prinsipnya tidak terlepas dari kerangka amar ma’ruf nahi mungkar yang merupakan tolak ukur dalam memperjuangkan ummat2.

Kiai dalam bahasa jawa mempunyai arti yang sangat luas, yaitu, suatu gelar atau sebutan kehormatan bagi sosok yang dianggap memiliki kelebihan, mulia atau keramat3. Sedangkan dalam istilah yang lebih jelasnya, Kiai adalah sebuah sebutan atau gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang tua yang memiliki keistimewaan dan dihormati di daerahnya tersebut4. Selain itu pengertian mengenai

Kiai juga muncul, yaitu orang yang mempunyai pengetahuan dalam hal agama islam yang belum tentu memiliki keunggulan dan dilegalkan melalui kepercayaan dari para pejabat dan masyarakat umum5. Terlepas dari pengertian Kiai, maka pada prinsipnya

orang yang diberi gelar Kiai adalah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang agama islam.

Kiai mempunyai tugas dan kedudukan sendiri, Manfred Ziemek kedudukan Kiai sebagai pemimpin sentral yang berkuasa penuh didalam pesantren. Di dalam bukunya “pesantren dalam perubahan sosial” bahwa dalam pesantren Kiai

2 Maskuri Abdullah, Ulama dan Politik, dalam Abdul Mui’im D.Z, Islam di Tengah Arus Transisi (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2000), 162.

3 Harun Nasution, dkk, Enseklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 562. 4 M. Dawam Raharjo, PesantrendanPembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1998), 10. 5 Hiroko Horikosi, KiaidanPerubahanSosial (Jakarta: P3M, 1987), 211.


(65)

57

memiliki, wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas tanggung jawabnya sendiri6.

Sedangkan Zamakhsyari Dhofier berpendapat tentang tugas dan kedudukan Kiai, bahwa dengan profil mereka (Kiai) sebagai pengajar islam membuahkan pengaruh yang melampui batas-batas desa dimana pesantren mereka berada7. Dari kedua pendapat tersebut diatas dapat dipahami bahwa tugas Kiai tidak hanya mengajar di pesantren tetapi juga menanamkan nilai-nilai agama masyarakat.

Kiai termasuk dalam kelompok elite, yaitu kelompok orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan,cendikiawan dan sebagainya)8. Sebagai kelompok elite dalam struktur sosial, politik, ekonomi dan lebih-lebih dikalangan kelompok islam, di masyarakat seseorang Kiai mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting sekali. Yaitu:

1) Sebagai ulama

Kiai sebagai ulama artinya ia harus mengetahui, menguasai ilmu tentang agama islam, kemudian menafsirkan kedalam tatanan kehidupan masyarakat, menyampaikan dan memberi contoh dalam pengalaman dan memutuskan perkara yang dihadapi oleh masyarakat.

6 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 138. 7 Zamakhsyari Dhofie, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982), 56.


(1)

70

program kerjan yang sudah jalan dan semua MWC di Sumenep sudah

mendirikan kantor MWC. Dan tercatat jumlah MWC di Sumenep yaitu 23 dan

dari semua MWC tersebut sudah memiliki ranting. Sedangkan dalam

perkembangan progam kerja, PCNU Suemenep juga banyak mengalami

perkembangan. Dalam bidang pendidikan sudah terlihat jelas. PCNU Sumenep

Sudah mempunyai dua sekolah yaitu SMA dan SMP. Selain itu juga ada

sekolah-sekolah al-Maarif. Dan juga masih dalam tahap perencanaan untuk

mendirikan UNU (Universitas Nahdlatul Ulama). Dalam bidang sosial dan

kesahatan, NU biasanya mengadakan opersi katarak, baksos, sunnatan massal

dl. Biasanya dilaksanakan setiap tahun. Dibidang ekonomi, PCNU Sumenep

memiliki BMT. Pertama kali penggagas BMT adalah MWC Gapura. Kemudian

di contoh oleh MWC-MWC yang lain. Sehingga semua MWC di Sumenep

berlomba lomba membangun BMT. Di bidang budaya, tak banyak banyak

berubah dari tahun ketahun dalam bidang budaya, hanya saja PCNU sumenep

pernah mengahsilkan satu buku antologi puisi. Dan kesenian yang masih aktif

yaitu Hadrah . Dalam bidang dakwah, PCNU Sumenep menggunakan

pendekatan yang sama dengan Wali Songo yaitu menggunakan pendekatan

budaya, yang diarahkan dalam pengajian umum atau orang NU menyebutnya

dengan istilah Lailatul Ijtima’. Selain itu media yang digunakan untuk

berdakwah sesuai dengan perkembangan zamannya, seperti radio, dan


(2)

71

buku-buku tentang ke-aswajaan. Dan ada juga seminar-seminar ke-NU-an yang

dilaksanakan oleh LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama).

3. Dari semua perkembangan di PCNU sumenep baik dari perkembangan MWC,

program kerja dan dakwah terdapat faktor-faktor ynag mendukung dan

menghambat perkembangan tersebut baik secara eksternal maupun internal,

adapun faktor faktor yang mendukung perkembangan NU Sumenep yaitu,

jaringan pesantren, ulama/kiai dan Lailatul Ijtima’/kompolan. Sedangkan yang

menhambat perkembangan yaitu, administrasi, masyarakat awam dan keuangan.

B.Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya

Khusunya untuk adik-adik yang masih kuliah di Fakultas Adab dan

Humaniora, penulisan skripsi ini menitik beratkan pada Dinamika Nahdlatul

Ulama Sumenep tahun 1999-2016. Dalam penggalian sumber data yang

berupa wawancara penulis merasa perlu diperbanyak lagi. Maka besar harapan

penulis khususnya adik-adik di Fakultas Adab dan Humaniora, yang

melakukan penelitian serupa dengan menjabarkan kejadian yang lebih rinci


(3)

72

2. Untuk organiasi NU Sumenep

a. Dalam tatanan administrasi PCNU Sumenep untuk lebih ditingkatkan,

terutama dalam bidang kearsipan, karena selama penulis mencari

dokumen-dokumen sangat kesulitan.

b. Dalam memaksimalkan program kerja, agar program-program kerja yang


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Maskuri. Ulama dan Politik dalam Abdul Mui’im D.Z, Islam di Tengah Arus

Transisi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2000.

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2007.

Ariefien, Tadjul R. Sejarah Perjalanan DPRD & Perjuangan Rakyat Sumenep 1945-1950.

Sumenep: Bagian Humas dan Publikasi Sekretariat dewan perwakilan daerah kabupaten Sumenep, 2008.

Azizi, Ach taufiqil. Dinamika Nahdlatul Ulama Sumenep dalam Lintasan Masa. Sumenep:

Zeve Press, 2016.

Baso, Ahmad. NU Studies: Pergolakan dan Pemikiran Antara Fundamentalis Islam dan

Fundamentalis Neo Liberal. Jakarta: Erlangga, 2006.

Fealy, Greg. Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. Yogyakarta: LKIS, 1998.

Haidar, M. Ali. Nahdlatul Ulama dan islam di Indonesia: pendekatan fikih dalam politik.

Jakarta: Gramedia, 1989.

Halim, Abdul. Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab. Bandung: Baru, 1970.

Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manejemen. Jakarta:

Haji Masagung 2002.

Hasyim, Masykur. Merakit Negeri Berserakan. Surabaya: Yayasan 95, 2002.

Hendriansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial. Jakarta:

Salemba Humanika, 2012.

Hidar, Ali. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia. Sidoarjo: al-Maktabah, 2009.

Jonge, Hub De. Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan

Islam. Jakarta: PT Gramedia.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.


(5)

Masudi, Masdar Farid. Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat. Jakarta: LTMI-NU,

2007.

Moh Jazuli, “Orientasi Pemikiran Ulama’ Nu (Jender dalam Perspektif Ulama Skriptualis

dan Subtansialis di NU Cabang Sumenep)” al-ahkam vol.7 No.1 juni 2012.

Nasution. Metode Research Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Sobacha, Nurul. Strategi Politik Nahdlatul Ulama di orde baru. Jurnal riview politik,

volume 2, no 01, juni 2012. IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Soemintra, Andri. Bank Dan Lembaga Keungan Syariah. Jakarta: Kencana Prenamedia

Group, 2009.

Zulaicha, lilik. Laporan Penelitian: Metodologi Sejarah I. Surabaya: Fakultas Adab IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 2004.

Dokumen

AD/ART Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama 1999M. Suemenp: sekretariat Majelis Wakil Cabang (MWC) NU kota Sumenep, 2000.

Materi Musyawarah kerja cabang Nahdlatul Ulama Sumenep 2001

Internet

https://idi.m.wikipedia.org/wiki/kabupaten_Sumenep

https://www.google.co.id/amp/kbbi.web.id/elite-atau-elit.html

https://www.google.co.id/amp/s/nurandugunting.wordpress.com/2015/09/04/istilah-istilah-dalam-ke-nu-an/amp/

http://harapandansemangat.blogspot.co.id/2013/03/latarbelakang-lahirnya-nahdlatul-ulama.html?m=1 minggu,24 maret 2013.

http://mdhidatazkia.blogspot.co.id/2016/12/pendekatan-dakwah-nu-nahdlatul-ulama.html?m=1


(6)

Cholil, Abdullah. Wawancara, Sumenep 28 Juni 2017

Hammam, Tiodari. Wawancara. Sumenep 17 Maret 2017

Masrawi, Wawancara, Sumenep, 03 mei 2017