Romantisme kejayaan masa lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto: antara penghayatan nilai-nilai kultural dan kepentingan industri pariwisata.

(1)

ROMANTISME KEJAYAAN MASA LALU KAMPUNG

MAJAPAHIT DI DESA BEJIJONG TROWULAN

MOJOKERTO

( Antara Penghayatan Nilai-Nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

KRIDA NUR WIDAH

NIM. B75213052

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Krida Nur Widah, 2017, Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit

Di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara penghayatan Nilai-Nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci : Kampung Majapahit, Nilai-Nilai Kultural, Kepentingan Industri Pariwisata

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan kampung Majapahit di desa Bejijong Trowulan Mojokerto dan beragamnya upaya masyarakat dalam menghayati nilai-nilai budaya diantara maraknya industrialisasi kebudayaan. Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan memperoleh gambaran secara deskriptif tentang proses internalisasi nilai-nilai budaya kerajaan Majapahit sebagai upaya perawatan dan pelestarian sejarah Majapahit.

Metode yang digunakan adalah jenis metode kualitatif dan pendekatannya yaitu fenomenologi dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi di Kampung Majapahit adalah teori interaksionisme simbolis George Herbert Mead.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa antara penghayatan nilai-nilai kultural dan kepentingan industri pariwisata masyarakat desa Bejijong lebih terfokus pada penghayatan nilai-nilai kultural karena dalam proses pembangunan Kampung Majapahit masyarakat desa Bejijong sangat fokus memperhatikan detail-detail dari sejarah kerajaan Majapahit yang dulu pernah ada guna memilah budaya atau kebiasaan yang bisa dimunculkan kembali, seperti rumah Majapahitan, busana Majapahitan, sikap kebangsawanan kaum kerajaan, dan patung cor kuningan khas Majapahit, perilaku dan dukungan pemerintah berpengaruh positif terhadap perkembangan pelestarian aset budaya kerajaan Majapahit dalam hal ini terkait biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan suatu bangunan rumah Majapahitan serta progres yang tidak tergesa-gesa dalam pemanfaatan kampung Majapahit sebagai wisata budaya, masyarakat desa Bejijong berkontribusi penuh dalam menyumbang ide berkembangnya Kampung Majapahit, sedangkan dalam konteks industri pariwisata Kampung Majapahit masih belum diberlakukan secara resmi di desa Bejijong, karena pengelola Kampung Majapahit masih mengupayakan adanya gerakan bersama antara pengelola dengan masyarakat untuk benar-benar menghidupkan kembali budaya kerajaan Majapahit yang ada didalam Kampung Majapahit.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konseptual ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II : KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA A. Penelitian Terdahulu ... 12

B. Penghayatan Nilai-Nilai Kultural ... 18

1. Masyarakat dan Kebudayaan ... 18

2. Nilai-Nilai Kultural Membentuk Kemajuan Masyarakat ... 21

C. Kepentingan Industri Pariwisata ... 23

1. Masyarakat Dalam Berbagai Kelompok Sosial Dengan Lingkungannya... 23

2. Segi Sosial Budaya, Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan ... 27

D. Teori Interaksionisme Simbolik Dan Konsep Kebudayaan Clifford Geertz ... 30

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Pendekatan Penelitian ... 43

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

D. Pemilihan Subjek Penelitian ... 45

E. Tahap-Tahap Penelitian ... 48

F. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Metode Pengumpulan Data ... 50

a. Observasi ... 51

b. Wawancara ... 52


(8)

G. Proses Pengumpulan Data ... 54

2. Mencari dan Mendapatkan Akses Menuju Subjek ... 54

3. Menentukan Jenis Data yang Akan Dicari ... 54

4. Mengembangkan atau Menentukan Instrumen ... 55

5. Melakukan Pengumpulan Data ... 55

H. Teknik Analisis Data ... 55

1. Reduksi Data ... 56

2. Penyajian Data ... 56

3. Penarikan Kesimpulan ... 56

I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 57

BAB IV : ROMANTISME : ANTARA PENGHAYATAN NILAI-NILAI KULTURAL DAN KEPENTINGAN INDUSTRI PARIWISATA A. Profil Desa Bejijong Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto ... 59

B. Penghayatan Nilai-niai Kultural Masyarakat Desa Bejijong dengan Adanya Kampung Majapahit ... 73

C. Kepentingan Industri Pariwisata Kampung Majapahit ... 82

D. Analisis Data dengan Teori Interaksionisme Simbolis dan Konsep Kebudayaan Clifford Geertz ... 97

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 114 1. Biodata Peneliti

2. Pedoman Wawancara 3. Jadwal Penelitian

4. Formulir pendaftaran munaqasah skripsi 5. Berita acara seminar proposal

6. Surat keterangan lulus ujian proposal 7. Surat izin penelitian

8. Surat Keterangan selesai penelitian 9. Kartu konsltasi skripsi


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan nilai memiliki peranan yang cukup tinggi, karena ia merupakan kebiasaan bagi kebanyakan orang dan dilakukan secara terus menerus. Mempertimbangkan untuk mengadakan pilihan tentang nilai adalah suatu keharusan dalam kehidupan, manusia terpaksa melakukan pilihan, mengukur benda dari segi yang lebih baik atau yang lebih jelek dan memberikan formulasi tentang nilai. Setiap individu mempunyai perasaan tentang nilai, dan tidak pernah ada suatu masyarakat tanpa sistem nilai. Bila seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain atau kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai untuk dirinya dan ini berarti penetapannya.

Pada dasarnya nilai merupakan suatu ukuran, keyakinan, kesetiaan atau idealism, yang digunakan seseorang untuk mengatur hidupnya. Suatu aturan melekat menjadi suatu budaya yang tidak dapat dielakkan dalam keberlangsungan hidup masyarakat. Berbagai keanekaragaman kebudayaan yang telah dikemukakan terdahulu merupakan sistem budaya. Dalam sistem budaya tersebut ada unsur-unsur ide atau gagasan, adat-istiadat atau perilaku yang menjadi pedoman hidup masyarakat setempat yang disebut nilai-nilai budaya.1

1

Sofia Rangkuti-Hasibuan,Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Teori dan Konsep), ( Jakarta: Dian Rakyat, 2002 ), Cet Pertama, 135


(10)

2

Nilai-nilai budaya merupakan suatu pedoman masyarakat. Pedoman hidup ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan sebagai suatu konsep sangat umum sifatnya. Adakalanya nilai-nilai budaya tersebut berbaur dengan nilai-nilai pembangunan daerah. Terlebih lagi daerah yang memiliki aset budaya atau kearifan lokal yang sejatinya menunjuk kepada karakteristik masing-masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi lain, karakteristik itu mengandung nilai-nilai luhur memiliki sumber daya kearifan, dimana pada masa-masa lalu merupakan sumber nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup, merajut diri dan merajut kesejahteraan kehidupan. Singkatnya setiap masing-masing daerah memiliki kearifan lokal tersendiri, seperti peninggalan kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto.

Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara. Terpusat di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto, daerah kekuasaanya melebihi wilayah Republik Indonesia. Saat ini Majapahit juga menjadi salah satu kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Runtuhnya kerajaan Majapahit akibat terjadi perang saudara antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana pada tahun 1405-1406 M. Selain itu adanya pergantian raja yang menjadi perdebatan dan terjadi pemberontakan besar-besaran pada tahun 1468 M oleh seorang bangsawan.


(11)

3

Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15.2

Kemunduran kerajaan Majapahit tidak meruntuhkan semangat serta antusias masyarakat desa Bejijong yang berada di area kerajaan Majapahit. Dalam perkembangannya masyarakat lokal terus berupaya melestarikan budaya daerah. Terciptanya Kampung Majapahit merupakan fenomena yang menjadi suatu gerakan Majapahitisasi pemerintah dan masyarakat Mojokerto. Tujuannya tidak lain yaitu sebagai bentuk simbolisasi mengingat keberadaan kejayaan Majapahit, selain itu juga sebagai salah satu cara dan simbol untuk mengenalkan kembali budaya, tradisi, dan adat istiadat Majapahit. Pengenalan kembali merupakan cara masyarakat untuk mempertahankan budaya Majapahit. Ada hal yang sangat menarik ketika memasuki Kampung Majapahit di desa Bejijong, dua hari dalam satu minggu akan terlihat bagaimana masyarakat begitu menghayati adanya simbol rumah-rumah Majapahit dengan tampilan perangkat-perangkat desa dan para pengurus lembaga desa wisata tampak mengenakan pakaian khas Majapahit. Penghayatan nilai-nilai budaya mulai di tonjolkan dengan adanya gerakan berbusana khas Majapahit dimulai dari perangkat-perangkat desa dengan tujuan warga desa bisa tertarik dan dengan sendirinya mengikuti kebiasaan berbusana khas Majapahit tersebut. Selain simbol rumah dan busana, masyarakat desa Bejijong juga terus menjalankan ritual Suroan, Barikan, dan kirab, dimana ritual tersebut sudah ada mulai dari zaman dahulu dan tetap di lestarikan sampai saat ini.

2

Fuad Hasan,Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan Pedesaan,( Jakarta, Perum Balai Pustaka, 1992 ), Cet-4, 53


(12)

4

Adanya Kampung Majapahit tersebut juga berdampingan dengan adanya industrialisasi kebudayaan dalam bentuk pariwisata, oleh karena itu di bangun Kampung Majapahit di sepanjang jalan menuju wisata Patung Budha Tidur yang juga merupakan salah satu peninggalan Majapahit dan wisata Internasional, sehingga dapat mempermudah masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai budaya itu untuk dapat menjadi model kearifan lokal karena masyarakat adat daerah memiliki kewajiban untuk kembali kepada jati diri mereka melalui penggalian dan penghayatan nilai-nilai kultural yang ada dengan adanya semacam kultur atau suasana kerajaan di desa Bejijong tersebut.

Untuk itu desa Bejijong mendapatkan perhatian pemerintah daerah Mojokerto dalam program pembangunan dan pemberdayaan daerah wisata bernuansa kerajaan Majapahit berbentuk rumah majapahitan. Hal tersebut merupakan bentuk apresiasi pemerintah daerah kepada masyarakat sekitar desa Bejijong atas kerelaannya dalam merawat kebudayaan, menghargai nilai-nilai budaya yang ada sebagai sejarah.

Bagi masyarakat sekitar sejarah merupakan kearifan lokal mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya. Tapi dalam jangka yang lama masyarakat terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal antar individu dan kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.


(13)

5

Upaya masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dalam melestarikan nilai-nilai budaya ini mempunyai banyak sekali langkah yang dapat diambil agar budaya yang sudah ada menjadi aset yang tidak punah, ditambah lagi dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah dalam pelestariannya. Salah satunya dengan mendirikan bangunan rumah unik yang mengadopsi arsitektur khas rumah zaman Majapahit ini sedianya untuk menunjang sejumlah objek wisata sejarah di desa Bejijong.

Objek wisata di desa Bejijong, Kampung Majapahit merupakan program pembangunan Majapahitisasi di Mojokerto, dari situlah maka Kampung Majapahit yang merupakan budaya juga menjadi tempat wisata dimana akan eksis dan menyebar untuk menyatakan keeksistensiannya.

Eksistensi Kampung Majapahit dapat dengan mudah dinyatakan dengan di adakannya tempat wisata atau industri pariwisata, salah satu tempat yang sangat mungkin berkembang dan menyebar, karena pariwisata menjadi media mengenalkan unsur budaya kepada khalayak diluar komunitasnya. Pariwisata yang di integrasikan dengan kekayaan budaya memiliki efek yang sangat kuat, mengingat budaya merupakan unsur utama, sebagai ruh, dan eksistensi dari kegiatan pariwisata. Sehingga kedepan pariwisata mampu mengembangkan bentuk kegiatan wisata yang adil antara komunitas yang berbeda tujuannya untuk saling pengertian solidaritas.3 Dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya industri pariwisata yang dapat menjadikan kota Mojokerto

3Abuya Busro Karim, “ Pariwisata: Antara Tuntutan Industri dan Kearifan Lokal”, Karsa,Vol XVIII : 2, ( Oktober 2010), 151


(14)

6

sebagai daerah tujuan wisata yang diminati oleh turis lokal maupun mancanegara sehingga secara tidak langsung dapat menggerakkan dan memicu laju pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam program pariwisata dilaksanakan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kesejahteraan merupakan esensi dari tujuan pembangunan. Pendapatan, insentif, dan pertumbuhan ekonomi diupayakan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Melihat bahwa yang menjadi target utama adalah masyarakat, maka masyarakatlah yang harus dilibatkan andil dalam menjaga keberadaannya. Disamping itu pariwisata juga diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam konservasi budaya sebagai unsur penting dari adanya pariwisata karena masyarakat merupakan induk yang melahirkan budaya, dan masyarakatlah yang akan menjaga, melestarikan, dan mengembangkan budaya tersebut.

Keterlibatan masyarakat desa Bejijong akan melahirkan hubungan yang sinergis antara masyarakat di satu sisi dan dunia pariwisata di sisi lain. Terbentuk pola hubungan timbal balik ini akan membawa kejayaan dunia pariwisata dan masyarakat sekaligus. Keseimbangan relasi secara sederhana bisa disebut sebagai pariwisata berbasis masyarakat, yaitu pariwisata yang menuntut keterlibatan masyarakat secara langsung dan sengaja didesain untuk memberikan dampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan.4

4Pariwisata berbasis masyarakat perlu dikembangkan,

Kompas, 14 Juni 2003. Diakses pada 09 Maret 2017, pukul 20.14 WIB


(15)

7

Membangun pariwisata yang berbasis masyarakat merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Tetapi upaya tersebut bukan sesuatu yang mudah dilakukan, butuh pendekatan dan proses yang sangat panjang, serta perlu ada komunikasi yang intensif dan melibatkan emosi yang mendalam, mengingat setiap komunitas memiliki pola pandang sendiri yang unik, yang berbeda satu sama lain. Memahami pola pandang, sistem nilai dan kearifan yang dimiliki oleh suatu masyarakat harus dilakukan pertama kali sebagai syarat mutlak untuk membangun kesepahaman dengan masyarakat yang berada di Kampung Majapahit.

Dari latar permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto : Antara Penghayatan Nilai-Nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata.

B. Rumusan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara Penghayatan Nilai-Nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata) mempunyai fokus penelitian sehingga mencapai maksud yang di inginkan oleh peneliti. Adapun rumusan masalah di dalam penelitian ini yang hendak di cari jawabannya oleh peneliti yaitu:

1. Bagaimana industri pariwisata Kampung Majapahit di desa Bejijong Trowulan Mojokerto di kembangkan ?

2. Bagaimana penghayatan nilai-nilai kultural masyarakat di tengah kepentingan industri pariwisata ?


(16)

8

C. Tujuan Penelitian

Memperhatikan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran empirik tentang bagaimana Penghayatan Nilai-Nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata Kampung Majapahit di Trowulan Mojokerto.

2. Sedangkan secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Penghayatan Nilai-nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata Kampung Majapahit di Trowulan Mojokerto.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki urgensi dalam telaah Sosiologi. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena bisa memberikan beberapa manfaat sebagaimana berikut:

1. Kegunaan teoritik

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan topik penghayatan nilai-nilai kultural dan kepentingan industri pariwisata, serta keterkaitan antara keduanya.

b. Sebagai masukan pengembangan ilmu bagi pihak-pihak tertentu guna menjadikan laporan penelitian ini sebagai acuan untuk penelitian lanjutan, terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.


(17)

9

2. Kegunaan praktis

a. Memberikan informasi kepada mahasiswa agar meningkatkan keikutsertaan dalam menjaga nilai-nilai kultural dan industri pariwisata yang dimiliki oleh setiap wilayah masing-masing.

b. Menambah wawasan bagi para praktisi pendidikan, bahwa terjaganya nilai-nilai kultural dan industri pariwisata dapat terwujud dengan adanya partisipasi dari para akademisi.

c. Sebagai bahan masukan kepada praktisi pendidikan bahwa tujuan

perbaikan kualitas mahasiswa akan mudah tercapai bila didukung

oleh sikapawareterhadap perubahan.

E. Definisi Konseptual

1. Romantisme Kejayaan Masa Lalu

Romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mengutamakan perasaan.5 Timbul sebagai reaksi terhadap rasionalisme akan kerinduan cerita yang tersirat dalam sejarah Majapahit pada waktu itu yang membuat keberadaannya yang dulu masih terlihat indah di waktu sekarang.

2. Penghayatan

Penghayatan adalah pengalaman batin.6 Menghayati kesadaran hidup, dan mengendalikan motivasi hidup berdasarkan nilai-nilai kultural atau kearifan lokal yang ada di Kampung Majapahit. Kesemuanya itu memberi

5

Endah Fitrianingsing, Kahfie Nazaruddin,Romantisme Pada Novel Soekarno Kuantar Ke Gerbang Karya Ramadhan K.H dan Implikasinya,Vol 5, No 1 ( 2017 )

6

EM Zul Fajri., Ratu Aprilia Senja,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,( Jakarta : Difa Publisher ), 353


(18)

10

pribadi kemampuan untuk menghayati, merasuk dan meresapi daya hidup yang menghidupi dan menerangi segenap peralatan kesadaran yang mengelola kehidupan lahir dan batin. Penghayatan memberikan masyarakat kemampuan untuk mengetahui, menimbang, dan mengerti.

3. Nilai-Nilai Kultural

Nilai-nilai kultural adalah unsur-unsur gagasan atau ide, adat istiadat atau perilaku yang menjadi pedoman hidup masyarakat setempat.7 Nilai-nilai kultural merupakan pedoman hidup warga suatu masyarakat. Pedoman hidup yang memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan sebagai suatu konsep sangat umum sifatnya.

4. Kepentingan Industri Pariwisata

Kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Pariwisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang meliputi jumlah orang yang banyak dari berbagai tingkat sosial ekonomi.8 Kepentingan melihat hubungan antara potensi pariwisata dan masyarakat serta objek dan daya tarik wisata, kelembagaan pemerinta juga mobilitas sosial yaitu kunjungan wisatawan ke daerah-daerah tujuan wisata.

H. Sistematika Pembahasan

1. Bab I Pendahuluan

7Sofia Rangkuti-Hasibuan,Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Teori dan Konsep), (Jakarta: Dian Rakyat, 2002), Cet Pertama, 135-136

8


(19)

11

Dalam bab ini terdiri dari pendahuluan latar belakang, fokus penelitian atau rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi konseptual, kerangka teoretik, metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, pemilihan subyek penelitian, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pemeriksaan keabsahan data, serta bab ini yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

2. Bab II Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit

Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran definisi konsep tentang Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto dan isi bab ini adalah bersumber dari kajian pustaka. 3. Bab III Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit dalam

Tinjauan Teori Interaksionisme Simbolis.

Dalam bab ini adalah penyajian data, peneliti menggambarkan data yang diperoleh dilapangan baik itu dari data primer atau sekunder. Penyajian data oleh peneliti di buat tertulis yang disertakan gambar yang dapat mendukung data. Selain penyajian data di dalam bab ini juga terdapat analisis data yang di kaitkan dengan teori yang digunakan sebagai pisau analisis oleh peneliti.

4. Bab IV Penutup

Dalam bagian penutup ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan adanya saran dari hasil penelitian.


(20)

BAB II

KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini peneliti akan menyajikan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan. Hal ini dirasa penting mengingat kegunaannya untuk meyakinkan pada peneliti dan juga pembaca, bahwa skripsi ini bukan asal penelitian seenaknya saja, melainkan yang berbasis dari kajian ilmiah yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut ditelusuri oleh peneliti melalui sumber-sumber pustaka. Hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut dibawah ini diambil dari beberapa jurnal penelitian. Peneliti menyajikan tida penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan pada saat ini, berikut adalah sajian penelitian terdahulu:

1. Penelitian yang berbentuk skripsi oleh Mahrus Ali Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia tahun 2010 dengan judul Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana.1 Penelitian ini difokuskan pada persoalan akomodasi nilai-nilai budaya masyarakat Madura menganai penyelesaian perkara carok

dalam hukum pidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum non-doktrinal dengan wawancara dan observasi sebagai data primernya, sedangkan analisis data bersifat induktif dan kualitatif. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa akomodasi nilai-nilai budaya masyarakat

1

M Ali, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana, Jurnal Hukum vol. 17, No. 1 (2010)


(21)

13

Madura mengenai penyelesaian perkara carok dilakukan dengan merubah konsepsi hukum pidana menjadi hukum public “berdimensi public” khusus terhadap pembunuhan yang disebabkan oleh pembelaan harga diri. Perubahan tersebut menjadikan mediasi penal dalam perkara carok atas dasar nilai-nilai budaya masyarakat Madura diakomodir dalam hukum pidana melalui adopsi sebagian prinsip traditional village or tribal moots model, victim-offernder mediation model,dan community panels or courts modelyang sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat Madura.

2. Penelitian yang berbentuk jurnal oleh I Ketut Setiawan jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana 2011 dengan judul Dampak Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Pemanfaatan Pura Tirta Empul sebagai Daya Tarik Wisata Budaya.2Tujuan penelitian ini untuk memahami realitas sosial masyarakat terkait dengan keberadaan pura dalam konteks pariwisata. Adanya pengaruh arus budaya kapitalisme, pura Tirta Empul mengalami komodifikasi, turistifikasi, sebagai bentuk adaptif budaya global yang menghasilkan makna baru. Metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. Kesimpulan hasil penilitan antara lain, pemanfaatan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata mengalami proses sejarah yang panjang, dan cenderung mengarah pada pergeseran nilai yang dilakukan oleh masyarakat dalam mereproduksi dan mendistribusikan dalam upaya memahami permintaan pasar. Dialektika sacral dan profane atau degradasi kesucian

2

I ketut Setiawan, Dampak Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Pemanfaatan Pura Tirta Empul Sebagai daya Tarik Wisata Budaya, Jurnal Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana (2011)


(22)

14

menjadikan pura tersebut hadir dalam bentuk tampilan yang indah, namun perlahan-lahan dan pasti kesakralan diabaikan. Pemanfaatan pura Tirta Empul sejak proses produksi, distribusi, dan konsumsi sebagai satu kesatuan. Reproduksi dan distribusi pura dilakukan atas inisiatif masyarakat sendiri secara kelembagaan dengan pemerintah Kabupaten Gianyar, dimana pura Tirta Empul sebelumnya bukan komoditas yang diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Dampak pemanfaatan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata berimplikasi kuat berkaitan dengan bergesernya nilai-nilai magis-religius. Dampak terhadap aspek sosial ekonomi cenderung positif, yaitu dapat meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat desa Manukaya, uang yang diperoleh dari penyediaan fasilitas wisata kepada wisatawan dikembalikan kepada adat dan tradisi, seperti pelaksanaan upacara-upacara keagamaan serta sarasa dan prasarana yang mendukungnya. Wujudnya adalah pelaksanaan upacara agama secara lebih teratur dan berkualitas, disamping memperbaiki pura sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat itu sendiri. sedangkan dampak terhadap sosial budaya cenderung negative karena terjadi komersialisasi tempat suci. Komersialisasi tempat suci dapat mengakibatkan manurunnya nilai-nilai religious tempat suci tersebut.

3. Penelitian yang berbentuk jurnal oleh Rasid Yunus staf pengajar Universitas Gorontalo dengan judul Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal Sebagai


(23)

15

Upaya Pembangunan Karakter Bangsa.3 Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan memperoleh gambaran secara deskriptif tentang proses transformasi nilai-nilai budaya Huyula sebagai upaya pembangunan karakter bangsa di kota Gorontalo. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan studi literature. Teknik analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi, display dan kesimpulan. Temuan penelitian menunjukan bahwa budaya Huyula mengandung nilai-nilai luhur Pancasila dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa di kota Gorontalo.

Sedangkan penelitian yang berjudul Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto ( Antara Penghayatan nilai-nilai kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata) ingin menyangga jurnal dari penelitian terdahulu yang disajikan di nomor pertama pada sub pembahasan penelitian terdahulu oleh Mahrus Ali bahwasannya nilai-nilai kultural akan sangat menarik jika objek utama dalam analisis yakni masyarakat, dengan mengkaji masyarakat secara natural tanpa adanya hukum pidana di belakang gerak masyarakat di Kampung Majapahit tersebut. Adanya romantisme berupa seni, sastra atau cerita yang tersirat dalam sejarah Majapahit pada waktu itu yang membuat keberadaannya yang dulu masih terlihat indah di waktu sekarang dan nilai-nilai kultur itu juga salah satu aspek yang menarik bagi masyarakat sekitar

3

Rasid Yunus, Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan Karakter Bangsa, ISSN 1412-565 X


(24)

16

pada umumnya dan pada para wisatawan pada khususnya. Bagaimana masyarakat memberikan penghayatan nilai-nilai kultural sehingga mampu memunculkan perasaan yang mengikat. Aspek-aspek romantisme tersebut berada diantara kemesraan sisa-sisa sejarah yang menjadi budaya masyarakat saat ini dengan diciptakannya Kampung Majapahit sebagai simbolisasi adanya masa kejayaan kerajaan Majapahit.

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Ini Dengan Penelitian Terdahulu

Identitas Penelitian

Metode Penelitian dan

Temuan penelitian Perbedaan

Mahrus Ali,

Jurnal Hukum, 2010

metode penelitian hukum non-doktrinal dengan wawancara dan observasi sebagai data primernya, sedangkan analisis data bersifat induktif dan kualitatif.

Penelitian ini memiliki kesimpulan adanya akomodasi nilai-nilai budaya masyarakat Madura menganai penyelesaian perkara

carokdalam hukum pidana

Pembahasannya lebih terfokus kepada penghayatan nilai-nilai budaya dan kepentingan industri pariwisata Kampung Majapahit yang ada di Trowulan Mojokerto. Dengan lebih memainkan masyarakat sebagai objek utama bahan analisis penelitiaan tanpa menyinggung permasalahan hukum pidana terlepas penulis

juga membahas

permasalahan nilai-nilai budaya dan industri pariwisata.

I Ketut Setiawan, Jurnal Arkeologi, 2011

Metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data.

Penelitian ini memiliki kesimpulan yaitu memahami realitas sosial masyarakat terkait dengan

Penulis berusaha

menggali dan

memahami secara mendalam

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif pengumpulan


(25)

17

keberadaan pura dalam konteks pariwisata. Adanya pengaruh arus budaya kapitalisme, pura Tirta Empul mengalami komodifikasi, turistifikasi, sebagai bentuk adaptif budaya global yang menghasilkan makna baru

data dengan indept

Interview dengan

harapan penulis bisa menghasilkan temuan terkait bagaimana penghayatan nilai-nilai masyarakat Kampung Majapahit ketika di berikan sentuhan suasana Majapahit di kampung tempat masyarakat tersebut tinggal. Sebagai bentuk adaptif masyarakat yang memunculkan kembali romantisme kejayaan masa lalu dalam bentuk Kampung Majapahit.

Rasid Yusuf, Jurnal

Metode penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.

Penelitian ini memiliki kesimpulan yaitu menggali, mengkaji dan memperoleh gambaran secara deskriptif tentang proses transformasi nilai-nilai budaya Huyula sebagai upaya pembangunan karakter bangsa di kota Gorontalo

Menggali, mengkaji dan memperoleh gambaran secara deskriptif tentang proses transformatif nilai-nilai budaya, bedanya proses transformatif disini dibarengi dengan adanya kepentingan industri pariwisata

sebagai upaya

pembangkitan sejarah kerajaan. Sekaligus

sebagai upaya

memperkenalkan

adanya sejarah yang menjadi aset budaya daerah kepada generasi penerus Majapahit atau kaum muda mudi.


(26)

18

B. Penghayatan Nilai-Nilai Kultural

1. Masyarakat dan Kebudayaan

Masyarakat menunjuk kepada kelompok orang yang hidup bersama di suatu tempat dan wilayah tertentu dalam suatu kesatuan terpimpin.4 Sedangkan kebudayaan menunjuk kepada nilai-nilai dan cara hidup yang dimiliki bersama, oleh para warga masyarakat.5Oleh karena itu “masyarakat

dan kebudayaan” adalah dwi tunggal.6 Kebudayaan merupakan satu mata

uang dengan dua sisi, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.7 Masyarakat merupakan wadah pergaulan hidup dan kebudayaan adalah isi dan prodak dari kehidupan bersama.8 Sehingga dalam kaitan dengan kebudayaan, Talcolt Parson mengatakan kesatuan masyarakat dilatarbelakangi oleh adanya nilai-nilai budaya yang dibagi bersama, yang dikembangkan menjadi norma-norma sosial, dan dibatinkan oleh individu-individu menjadi motivasi-motivasi untuk bertindak dan berfikir.9 Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan produk budaya. Tidak ada masyarakat tanpa budaya dan tidak ada budaya tanpa masyarakat, dalam rangka berbudaya, manusia berinteraksi dengan alam sekitarnya dan dengan kebudayaan, manusia dapat mengatasi dan

4

Koentjaraningrat, Kebudayaa dan Pembangunan, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umam, 2000 ), 12

5

Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi,( Jakarta: Aksara Baru, 1996 ), 160 6

T. O. Ihromi,Pokok-pokok Antropologi Budaya,( Jakarta: PT.Gramedia, 1996 ), 81 7

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar,( Jakarta: CV. Rajawali, 1986 ), 153 8

Ankie M.M. hoogvelt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, Penyadur Alimanda, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1985), 56

9

K.J. Veeger,Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atau Hubungan Individu-individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi,( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993 ), 199


(27)

19

merubah dunia alamiahnya. Manusia membentuk masyarakat dan berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan hidup bersama.

Hal itu dapat dilihat dengan sikap gotong royong yang hidup dalam masyarakat tradisional, misalnya membangun Kampung Majapahit yang bahkan terjalin hubungan kekerabatan yang sangat erat antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Bentuk dan sikap inilah kemudian yang memberikan nilai dalam membangun kebersamaan di antara masyarakat dalam menciptakan hubungan solidaritas bersama. Dalam upaya inilah kebudayaan merupakan bagian integral yang selalu hadir dalam seluruh sendi kehidupan manusia.

Hubungan timbal balik antara kebudayaan dengan masyarakat, sebagaimana ada hubungan antara kebudayaan, peradaban dan sejarah. Masyarakat menghasilkan kebudayaan, sedangkan masyarakat tersebut menentukan corak masyarakat, terwujud dalam bentuk nilai-nilai budaya yang di lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi antara masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat.

Ada masyarakat maka ada kebudayaan, tidak ada kebudayaan jika tidak ada pendukung yang menjalankan yakni masyarakat. Untuk bisa mendapatkan pendukung tersebut perlu kiranya melangsungkan atau melestarikan kebudayaan, usaha melestarikan kebudayaan dimulai dari satu keturunan ke keturunan lainnya misalnya, karena hal tersebut merupakan kesinambungan atas kelestarian kebudayaan.


(28)

20

Dilanjutkannya kebudayaan oleh generasi penerus tidak hanya melalui keturunan saja, bisa juga kepada orang-orang lain di sekitar lingkungan masyarakat dimana kebudayaan tersebut ada. Cara-cara melanggengkan atau melestarikan kebudayaan yang sedemikian luasnya dimungkinkan karena masyarakat memiliki potensi untuk menguasai dan mengendalikan budaya yang sudah ada.

Dalam proses melanggengkan dan melestarikan kebudayaan, masyarakat mengenal adanya perubahan sosial dimana perubahan sosial tersebut juga berdampingan dengan munculnya perubahan budaya. Perubahan sosial dan perubahan budaya memiliki persamaan yaitu keduanya berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu perubahan terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.10 Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, karena perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari pada perubahan sosial, perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi dan filsafat. Sedangkan perubahan sosial meliputi perubahan dan perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan penurunan rasa kekeluargaan antaranggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus urbanisasi dan modernisasi. Perubahan sosial dan perubahan budaya yang terjadi dalam masyarakat saling berkaitan, seperti penjelasan sebelumnya. Tidak ada

10

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 13


(29)

21

masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat.

2. Nilai-Nilai Kultural Membentuk Kemajuan Masyarakat

Masyarakat terbentuk melalui sejarah yang panjang, perjalanan berliku, tapak demi tapak, bahkan dengan serangkaian uji coba. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-peninggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya. Warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam nilai dari masa lalu yang menjadi bagian pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa.11 dari gagasan ini, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik dan nilai budaya dari masa lalu.

Nilai budaya dari masa lalu tersebut yang berasal dari budaya-budaya lokal yang ada di nusantara, meliputi tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat.12 Kata budaya lokal mengacu pada budaya milik penduduk asli yang telah dipandang sebagai warisan budaya.

11

Daud A. Tanudirjo, Waeisan Budaya Untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia Dimasa Mendatang,(makalah disampaikan pada kongres kebudayaan, jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, 2003-arkeologi.fib.ugm.ac.id)

12

Agus Dono Karmadi, Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya, (makalah disampaikan pada dialog budaya daerah Jawa tengah yang di selenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas pendidikan dan kebudayaan profinsi Jawa Tengah, di Semarang 8-9 Mei, 2007-bpnb-jogja.info)


(30)

22

Warisan budaya fisik sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak dan warisan budaya bergerak. Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada ditempat terbuka dan terdiri atas: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air. Bangunan-bangunan kuno atau bersejarah, patung-patung pahlawan.13 Warisan budaya bergerak biasanya berada didalam ruangan atau terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, vidio dan film.

Beragam wujud warisan budaya memberi kesempatan untuk mempelajari nilai kearifan budaya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Hanya saja nilai-nilai kearifan budaya tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang, apalagi masa yang akan datang. Akibatnya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya. Padahal diluar sana banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya, justru berusaha mencari jatidiri dari peninggalan sejarah dan warisan budaya yang sangat minim jumlahnya.

Indonesia kaya akan warisan budaya dengan jejak perjalanan panjang sehingga kaya akan keanekaragaman budaya lokal, untuk itu sebisa mungkin untuk melestarikan warisan budaya. Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan

13 Ibid, 3


(31)

23

berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama.14 Jadi upaya pelestarian warisan budaya berarti memelihara warisan budaya tersebut untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan, bukan pelestarian yang hanya kepentingan sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis tanpa akar yang kuat dimasyarakat.

Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan masyarakat tersebut. Pelestarian budaya harus diperjuangkan oleh masyarakat, karenanya perlu penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut ikut bergerak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain yaitu motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya. Motivasi tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus terhadap nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati.

C. Kepentingan Industri Pariwisata

1. Masyarakat Dalam Berbagai Kelompok Sosial Dengan Lingkungannya

Masalah masyarakat dengan lingkungannya ditinjau dari berbagai kelompok sosial. Titik tolaknya ialah bahwa kunci dari permasalahan

14

Burhanuddin Arafah, Warisan Budaya, Pelastarian dan Pemanfaatannya, fakultas ilmu budaya, universitas hasanudin (UNHAS), 3


(32)

24

lingkungan adalah manusia. Dalam hal ini secara normatif telah dikemukakan tentang manusia ideal yang diperkirakan akan merasa berkepentingan untuk memelihara keserasian hidupnya dengan lingkungannya.15 Ia adalah manusia rasional yang berakhlak. Manusia yang tidak hanya mementingkan pengembangan penalarannya semata, tetapi juga perluasan batin atau rohaninya. Manusia seperti itu akan mampu mengontrol atau mengendalikan dirinya secara wajar sebagaimana dicerminkan oleh sikap dan tingkah laku sosial, ekonomi dan politiknya.

Pengendalian diri tidak hanya atau tidak selalu tergantung pada diri manusia itu sendiri. pengaruh masyarakat, terutama pengaruh golongan sosial dimana ia menjadi bagian, ikut pula memainkan peranan penting.

Dari itu semua jelas bahwa manusia dengan lingkungannya menyangkut bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga struktur sosial dan sistem kemasyarakatan yang berlaku. Bukan manusianya saja yang perlu diubah, tetapi juga struktur sosialnya.

Tujuan akhir ketika struktur dan sistem kemasyarakatan sudah dibentuk dan diberdayakan sedemikian tertibnya dalam suatu lingkungan masyarakat adalah pemanfaatannya, secara teoritik dengan berdasarkan aturan perundang-undangan, seperti diatur dalam UU No. 11. Tahun 2010, maka cagar budaya dan kawasan cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan antara lain:16

15

Alfian, Transformasi Sosial Budaya Dalam pembangunan Nasional, ( Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), 72

16


(33)

25

a) Ilmu pengetahuan: yaitu pemanfaatan seluas-luasnya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun lembaga arkeologi dan purbakala, antropologi, sejarah, arsitektur, dan ilmu-ilmu lainnya yang ada hubungannya dengan cagar budaya.

b) Agama: yaitu pemanfaatan cagar budaya untuk kepentingan keagamaan, misalnya cagar budaya yang masih digunakan oleh masyarakat penduduknya untuk kepentingan keagamaan dan kebersihannya.

c) Kreativitas seni: yaitu vagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi bagi para seniman, sastrawan, penulis dan fotografer untuk dapat memanfaatkan obyek cagar budaya sebagai obyek yang dapat membangkitkan kreativitas dalam berkarya.

d) Pendidikan: yaitu cagar budaya mempunyai peranan penting dalam pendidikan bagi penajar dan generasi muda, terutama dalam upaya menanamkan rasa bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah air. Nilai-nilai yang terkandung dalam cagar budaya perlu dipahami oleh generasi muda, baik dalam sistem sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi, maupun dalam sistem pendidikan formal.

e) Rekreasi dan pariwisata: yaitu pemanfaatan cagar budaya dan kawasan cagar budaya untuk kepentingan sebagai onyek wisata


(34)

26

yang dikenal dengan wisata budaya. Vagar budaya atau kawasan cagar budaya yang dikelola dengan baik, lingkungan yang ditata sedemikian rupa agar dapat menarik perhatian dan memberikan kenyamanan, apalagi kalau cagar budaya memang berada pada lingkungan alam yang menarik dan eksotis, maka sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tujuan wisata dan dapat mendukung berjalannya roda industri pariwisata disuatu daerah. f) Representasi simbolik: yaitu cagar budaya kadang-kadang

digunakan sebagai gambaran simbolis bagi kehidupan manusia. Beberapa contohnya kompleks makam Sultan Hasanuddin sebagai simbol kebesaran kerajaan Gowa, dan Kampung Mojopahit sebagai simbol kejayaan kerajaan Majapahit. Bahkan banyak cagar budaya yang menjadi simbol kebesaran manusia secara individu, kelompok atau komunitas, etnik bahkan negara. g) Solidaritas sosial dan integrasi: yaitu cagar budaya dapat

dijadikan sebagai alat untuk membina solidaritas sosial dan integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat. Berfungsi sebagai media untuk membina solidaritas, sebagai medium dalam kegiatan sosial dan keagamaan yang dapat berfungsi sebagai media solidaritas dan integrasi sosial.

h) Ekonomi: yaitu cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata budaya yang akan mendatangkan keuntungan terutama bagi masyarakat di sekitar objek. Pemerintah pun juga akan


(35)

27

mendapatkan pemasukan sebagai pendapatan asli daerah yang berasal dari pungutan retribusi.

2. Segi Sosial Budaya, Kreativitas Dan Inovasi Dalam Pembangunan

Pada dasarnya pembangunan mengandung pengertian perubahan menuju perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Dari situ dapat dilihat bahwa pembangunan adalah suatu proses yang dinamis sifatnya.17 Sebagaimana diketahui proses pembangunan tidak hanya menghasilkan hal-hal yang mendekatkan masyarakat menuju apa yang menjadi tujuan pembangunannya, tetapi biasanya dibarengi oleh hal-hal yang tidak direncanakan atau diinginkan. Proses pembangunan, disamping berhasil menyelesaikan berbagai persoalan, biasanya juga melahirkan persoalan-persoalan baru yang mungkin lebih banyak dan lebih ruwet sifatnya, yang menuntut penyelesaian-penyelesaiannya pula. Hal itu antara lain disebabkan oleh keinginan masyarakat untuk hidup semakin lebih baik dari hari ke hari. Dari situ dapat dilihat bahwa proses pembangunan sebenarnya boleh diumpamakan sebagai sebuah jalan yang tidak ada ujungnya, selama masyarakat itu masih mempunyai ambisi untuk memperbaiki kehidupannya. Tidak berarti bahwa pembangunan tidak ada tujuannya, tujuan jelas ada, yaitu kualitas kehidupan masyarakat yang semakin baik dalam berbagai aspeknya, seperti ekonomi, sosial budaya, agama dan lain sebagainya. Jadi pembangunan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu kehidupan secara keseluruhan.

17

Alfian,Transformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional, ( Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke- 1, 153


(36)

28

Tentang kreativitas dan inovasi, kreativitas merupakan proses pemikiran yang membantu dalam mencetuskan gagasan-gagasan baru, sedangkan inovasi adalah penerapan praktis dari gagasan-gagasan tersebut dalam melaksanakan suatu tugas dengan cara yang lebih baik dan atau lebih murah.

Memulai kreativitas masyarakat akan mampu melahirkan gagasan-gagasan atau ide-ide tentang apa yang dimaksud dengan kualitas kehidupan yang lebih baik. Kreativitas memungkinkannya untuk memiliki visi yang lebih jauh serta cakrawala yang lebih luas tentang berbagai aspek kehidupan, dan itu memungkinkan melahirkan ide-ide baru tentang sifat dan bentuk kehidupan yang lebih bermutu. Proses realisasi dari kehidupan yang lebih bermutu itu antara lain akan terjadi melalui rangkaian inovasi yang berhasil diciptakan. Sebagaimana yang diketahui, bahwasannya semua yang baru itu bersifat inovatif. Sesuatu baru bisa dianggap inovatif bilamana mempunyai kegunaan yang menguntungkan masyarakat.

Menyoal sosial budaya, sosial budaya diartikan sebagai bagian dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Segi kehidupan sosial dan kebudayaan ini mengandung makna yang bermacam-macam pula tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Salah satu diantaranya ialah peranan atau pengaruhnya dalam pembentukan sikap mental dan pola tingkah laku masyarakat. Sikap mental dan pola tingkah laku ini dianggap memainkan peranan yang penting dalam proses pembangunan dan mempunyai peran positif terhadap pembangunan dan ada pula yang berpengaruh negatif.


(37)

29

Kedua corak sikap mental dan pola tingkah laku itu berasal dari nilai-nilai yang antara lain terkandung didalam suasana kehidupan sosial budaya yang berlaku. Pembangunan masyarakat tidak mungkin terjadi tanpa mental tergerak untuk membangun. Dari situ jelas bahwa peranan mental dan tingkah laku memainkan peranan yang amat penting dalam proses pembangunan.

D. Teori Interaksionisme Simbolis George Herbert Mead

Bab II merupakan uraian teoritis, yakni merupakan bagian yang saling terkait antara konsep-konsep yang tertuang dalam judul penelitian yang kemudian dicoba di dekati secara teoritis. Teori yang akan digunakan penulis ialah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead.

Interaksionisme Simbolis

Dalam penelitian yang berjudul Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara Penghayatan Nilai-nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata) ini peneliti menggunakan teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead.

1. George Herbert Mead

Konsep teori interaksi simbolik diperkenalkan oleh Herbert Blumer sekitar tahun 1939. Dalam lingkup Sosiologi, ide ini sebenarnya sudah lebih dulu dikemukakan George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh Blumer guna mencapai tujuan tertentu. Teori ini memiliki idea yang baik,


(38)

30

tetapi tidak terlalu dalam dan spesifik sebagaimana di ajukan George Herbert Mead.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.18

Menurut teori interaksionisme simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruhnya yang ditimbulkan dari penafsiran

18


(39)

31

simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlihat dalam interaksi sosial.19

Teori Interaksionisme Simbolik didasarkan pada 3 premis, antara lain:20

a. Individu merespon suatu situasi, simbolik, mereka merespon lingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.

b. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegoisasikan melalui penggunaan bahasa, negoisasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu) namun juga gagasan yang abstrak. c. Makna yang menginterpretasikan individu dapat berubah dari

waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudulmind, selfdansociety.Mead mengambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu 19

Artur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kntemporer, trans M. Dwi Mariyanto dan Sunarto (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 14

20


(40)

32

sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik.21 Tiga konsep itu dan hubungan di antara ketiganya merupakan inti pemikiran Mead, sekaligus kata kunci dalam teori tersebut. Interaksionisme simbolis secara khusus menjelaskan tentang bahasa, interaksi sosial dan reflektivitas.

1) Mind(pikiran)

Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang dinamakan pikiran. Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu, dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kekampuannya menganggapi komunitas

21

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, and Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), edisi Revisi, 136


(41)

33

secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.22

Menurut Mead “manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dalam pemikirannya sebelum ia

melakukan tindakan yang sebenarnya”.23

Berfikir menurut Mead adalah suatu proses dimana individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan mempergunakan simbol-simbol yang bermakna. Melalui proses interaksi dengan diri sendiri itu, individu memilih yang mana diantara stimulus yang tertuju kepadanya itu akan ditanggapinya.

Simbol juga digunakan dalam (proses) berfikir subjektif, terutama simbol-simbol bahasa. Hanya saja simbol itu tidak dipakai secara nyata, yaitu melalui percakapan internal. Serupa dengan itu, secara tidak kelihatan individu itu menunjuk pada dirinya sendiri mengenai diri atau identitas yang terkandung dalam reaksi-reaksi orang lain terhadap perilakunya. Maka,

22

George Ritzer dan Dougles J Goodman,Teori Sosiologi Modern,(Jakarta: Kencana, 2007), 280

23

George Ritzer,Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda,(Jakarta: CV. Rajawali, 2011), 67


(42)

34

kondisi yang dihasilkan adalah konsep diri yang mencakup kesadaran diri yang dipusatkan pada diri sebagai obyeknya.24

Isyarat sebagai simbol-simbol signifikan tersebut muncul pada individu yang membuat respons dengan penuh makna. Isyarat-isyarat dalam bentuk ini membawa pada suatu tindakan dan respon yang dipahami oleh masyarakat yang telah ada. Melalui simbol-simbol itulah maka akan terjadi pemikiran. Esensi pemikiran dikonstruk dari pengalaman isyarat makna yang terinternalisasi dari proses eksternalisasi sebagai bentuk hasil interaksi dengan orang lain. Oleh karena perbincangan isyarat memiliki makna, maka stimulus dan respons memiliki kesamaan untuk semua partisipan.25 Makna itu dilahirkan dari proses sosial dan hasil dari proses interaksi dirinya sendiri.

Menurut Mead terdapat empat tahapan tindakan yang saling berhubungan yang merupakan satu kesatuan dialektis. Keempat hal elementer inilah yang membedakan manusia dengan binatang yang meliputi impuls, presepsi, manipulasi dan konsumsi. Pertama, impuls merupakan dorongan hati yang meliputi rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera dan reaksi aktor terhadap stimulasi yang diterima. Kedua, adalah presepsi, tahapan ini terjadi ketika aktor sosial mengadakan penyelidikan dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls. Ketiga, manipulasi, merupakan tahapan penentuan tindakan berkenaan dengan obyek itu. Tahap ini merupakan tahap yang oenting dalam proses tindakan agar reaksi terjadi tidak secara prontanitas, disinilah perbedaan mendasar antara manusia dengan binatang, karena manusia memiliki peralatan tersebut maka tibalah aktor 24

Ida Bagus Wiraman, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, (Fakta Sosial, Definisi Sosial, & Perilaku Sosial),(Jakarta: Kencana, 2014), 124

25

Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik,(Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2010), 223


(43)

35

mengambil tindakan, tahapan yang keempat disebut dengan tahap konsumsi.26

2) Self(diri)

The self atau diri, menurut Mead merupakan ciri khas dari manusia. Yang tidak dimiliki oleh binatang. Diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah obyek dari perspektif yang berasal dari orang lain, atau masyarakat. Tapi diri juga merupakan kemampuan khusus sebagai subjek. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas interaksi sosial dan bahasa. Menurut Mead, mustahil membayangkan diri muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial. Karena itu ia bertentangan dengan konsep diri yang soliter dari Cartesein Picture. Diri juga memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain karena adanya sharing of simbol.

Artinya seseorang bisa berkomunikasi, selanjutnya menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan atau mengantisipasi apa yang akan dikatakan selanjutnya.

Mead menggunakan istilah significant gestures (isyarat-isyarat yang bermakna) dan significant gestures dalam menjelaskan bagaimana orang berbagi makna tentang simbol dan merefleksikannya. Ini berbeda dengan binatang, anjing yang menggonggong mungkin akan memunculkan reaksi pada anjing

26


(44)

36

yang lain, tapi reaksi itu hanya sekedar insting, yang tidak pernah diantisipasi dan memperhitungkan orang lain merupakan ciri khas kelebihan manusia.

Jadi diri berkaitan dengan proses refleksi diri, yang secara umum sering disebut sebagai self control atau self monitoring.

Melalui refleksi diri itulah menurut Mead individu mampu menyesuaikan dengan keadaan dimana mereka berada, sekaligus menyesuaikan diri makna, dan efek tidak langsung menempatkan diri mereka dari sudut pandang orang lain. Dari sudut pandang demikian orang memandang dirinya sendiri dapat menjadi individu khusus atau menjadi kelompok sosial sebagai suatu kesatuan.

Mead membedakan antara “I” (saya) dan “me” (aku), I

(saya) merupakan bagian yang aktif dari diri (The Self) yang mampu menjalankan perilaku. “Me” atau aku, merupakan konsep diri tentang yang lain, yang harus mengikuti aturan main, yang diperbolehkan atau tidak.I(saya) memiliki kapasitas untuk berperilaku yang dalam batas-batas tertentu sulit diramalkan, sulit diobservasi, dan tidak terorganisir berisi pilihan perilaku bagi seseorang. Sedangkan “Me” (aku)

memberikan kepada “I” (saya) arahan berfungsi untuk

mengendalikan I (saya), sehingga hasilnya perilaku manusia lebih bisa diramalkan, atau setidak-tidaknya tidak begitu kacau.


(45)

37

Karena itu dalam kerangka pengertian tentang the self (diri), terkandung esensi interaksi sosial. Interaksi antara “I” (saya) dan “Me” (aku) disini individu secara inheren mencerminkan proses sosial.

Singkatnya I dan ME berkenaan dengan pemahaman perkembangan diri, dan membayangkan diri berada dalam peran sosial yang lain. Perkembangan diri merupakan proses antara

“aku subjek” dan “aku objek”, dengan melakukan percakapan

batin dengan diri sendiri, dengan menjadi orang lain dan peran lain. Membayangkan cara kerja segala sesuatu. Misalnya anak-anak gampang melakukan ini karena mereka senang bermain peran dan berpura-pura jadi orang lain. Jadi menyangkut manusia lain, bagaimana “aku subjek” membentuk “aku objek” dalam hubungan dengan orang lain.27

Seperti namanya, teori ini berhubungan dengan media simbol dimana interaksi terjadi. Tingkat kenyataan sosial yang utama menjadi pusat perhatian interaksionisme simbolik adalah pada tingkat mikro, termasuk kesadaran subyektif dan dinamika interaksi antar pribadi.

3) Society(masyarakat)

Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat (society) yang berarti proses sosial

27

Richard Osborne dan Borin Van Loon, Mengenal Sosiologi For Beginners, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1998), 80


(46)

38

tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh

individu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian

individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri, untuk mengandalikan diri mereka sendiri. Sumbangan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengenai pikiran dan diri.

Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institution). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”, secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak komunitas. Proses ini disebut “pembentukan pranata”.

Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead,


(47)

39

aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian, aktor harus menginternalisasikan sikap komunitas.

Mead dengan hati-hati mengemukakan bahwa pranata tak selalu menghancurkan individualitas atau melumpuhkan kreativitas. Mead mengakui adanya

pranata sosial yang “menindas, stereotip,

ultrakonservatif” yakni yang dengan kekakuan,

ketidaklenturan, dan ketidakprogresifannya menghancurkan atau melenyapkan individualitas. Menurut Mead, pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan individu dalam pengertian yang sangat luas dan umum saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi individualitas dan kreativitas. Disini Mead menunjukkan konsep pranata sosial yang sangat modern, baik sebagai pemaksa individu maupun sebagai yang memungkinkan mereka untuk menjadi

individu yang kreatif”.28

Dalam konsep teori George Herbert Mead tentang interaksionisme simbolik terdapat prinsip-prinsip dasar yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Manusia dibekali kemampuan berfikir, tidak seperti binatang

b) Kemampuan berfikir ditentukan oleh interaksi sosial individu

c) Dalam berinteraksi sosial, manusia belajar memahami simbol-simbol beserta maknanya yang

28

Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Ke Post Positivistik, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 287-288


(48)

40

memungkinkan manusia untuk memakai kekampuan berfikirnya

d) Makna dan simbol memungkinkan manusia untuk bertindak (khusus dan sosial) dan berinteraksi

e) Manusia dapat mengubah arti simbol yang digunakan saat berinteraksi berdasar penafsiran mereka terhadap situasi

f) Manusia berkesempatan untuk melakukan modifikasi dan perubahan karena kemampuan berinteraksi dengan diri yang hasilnya adalah peluang tindakan dan pilihan tindakan

g) Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok bahkan masyarakat. Pada intinya perhatian utama dari teori interaksi simbolik adalah tentang terbentuknya kehidupan bermasyarakat melalui proses interaksi serta komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami melalui proses belajar.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah.1

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

A. Jenis Penelitian

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi aspek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat kualitatif atau induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.2 Peneliti menggunakan metode kualitatif karena ingin mencari data lebih mendalam dan mengenal objek yang di teliti. Adapun judul penelitiannya adalah Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara Penghayatan Nilai-nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata).

1

Haris, herdiansyah,Metodologi Penelitian Kualitatif : Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika,2011), cet. Ke- 2, 17

2

Sugioyono, Metode Penelitan Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. Ke-11, 9


(50)

42

Peneliti menggunakan metode kualitatif menginginkan informasi yang berkaitan dengan alasan dan penjabaran tentang Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto yang terjadi yang membuat peneliti tertarik untuk mencari tahu secara mendalam dari fenomena tersebut. Dengan menggunakan metode ini peneliti bisa menyajikan topik atau fenomena secara detail dan terperinci.

Peneliti menggunakan metode ini untuk mempelajari subjek latar secara alamiah. Latar yang di maksud peneliti adalah lingkungan alami yang mana menjadi lokasi penelitian peneliti. situasi yang dijadikan tempat penelitian oleh peneliti benar-benar alami (natural) apa adanya.

Peneliti akan memahami fenomena yang diteliti berdasarkan sudut pandang subjek dalam latar alamiah, yang di maksud memahami oleh peneliti adalah benar-benar memahami dari sudut pandang subjek dan peneliti menjadi pengemas apa yang di lihat dan di peroleh data di lapangan.

Tujuan penggunaan metode kualitatif adalah untuk mengenal objek yang di teliti. Oleh karena itu penelitian menggunakan jenis metode kualitatif dan tidak hendak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian maka besarnya sampel tidak menjadi hal utama. Akan tetapi yang lebih penting adalah variasi data yang diperoleh dari masyarakat yang menjadi sasaran dalam penelitian ini.


(51)

43

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian fenomenologis adalah pendekatan yang berusaha untuk memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang dalam situasi tertentu. Penyelidikan fenomenologis bermula dari diam.3Pendekatan ini adalah berusaha bisa masuk kedua subjek yang diteliti agar dapat memahami makna yang disusun dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti dapat berusaha memahami subjek dari sudut pandang subjek itu sendiri, dengan membuat penafsiran dengan menbuat konseptual.

Dalam penggunaan pendekatan ini peneliti berusaha untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu yang menjadi subjek peneliti. Oleh karena itu peneliti mempelajari dan memahami harus berdasarkan sudut pandang, paradigma dan keyakinan langsung dari individu yang berada di lingkungan Kampung Majapahit serta penghayatan akan nilai-nilai kultural dan kepentingan industri pariwisata. Selain peneliti melakukan persiapan yang matang peneliti juga mempersiapkan akses untuk mencapai situasi dan tempat yang akan di teliti karena pendekatan ini adanya keterkaitan antara subjek dan lokasi fenomena yang di alami.

Peneliti lebih memfokuskan pada pembahasan penghayatan nilai-nilai kultural dan kepentingan industri pariwisata untuk melihat

3

Yanuar, Ikbar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif, (Bandung : PT Refika Aditama, 2012) , 65-66


(52)

44

dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan masalah yang di teliti.

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto dan untuk melakukan penelitian masuk ke lokasi penelitian tersebut harus mendapatkan perizinan dari pihak yang bersangkutan atau surat izin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) kabupaten Mojokerto, dalam waktu yang sama peneliti berjalan ke kantor kecamatan Trowulan, mengirim surat izin penelitian dan meminta legalitas atas judul yang sudah diajukan di proposal yang di lampirkan dalam surat izin. Setelah mendapatkan legalitas dari kantor kecamatan Trowulan peneliti kembali ke Bakesbangpol Kabupaten Mojokerto yang berada di area kantor pemerintahan kabupaten. Surat legalitas dari kecamatan diberikan ke pegawai Bakesbangpol yang kemudian peneliti kembali menunggu selama satu minggu untuk bisa mendapatkan surat rekomendasi ke desa yang akan di teliti oleh peneliti. Lamanya surat rekomendasi dikarenakan adanya aturan yang mengharuskan surat izin penelitian tersebut di terima oleh bapak bupati kabupaten Mojokerto. Kemudian peneliti bisa melakukan observasi secara mendalam dan memulai wawancara dengan beberapa masyarakat yang di rekomendasikan oleh bapak kepala desa untuk di datangi sebagai narasumber terpercaya.


(53)

45

Alasan memilih lokasi ini karena bertepatan dengan kota peneliti, menjadi sangat menarik ketika melihat semangat masyarakat menghidupkan kembali kearifan lokal yang sangat luar biasa serta didukung oleh pemerintah dalam upaya mempertahankan budaya Majapahit, dan juga merupakan lokasi dimana peneliti bisa berwisata sekaligus mendapat banyak wawasan terkait pemberdayaan budaya ditengah-tengah perkembangan zaman. Hal tersebut menurut peneliti menarik untuk di teliti, apa yang menyebabkan masyarakat bisa merasakan romantisme kejayaan masa lalu dengan adanya kampung Majapahit. Setelah mengetahui penyebabnya maka akan dikaji bagaimana sikap dan karakter masyarakat dalam penghayatan nilai-nilai kultural yang beriringan dengan berjalannya industri pariwisata.

Pada penelitian yang akan di jadikan lokasi oleh peneliti yaitu di daerah Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Adapun waktu peneliti melakukan penelitian yaitu mulai Maret hingga Mei tahun 2017.

3. Pemilihan Subjek Penelitian

Dalam pemilihan subjek penelitian ini peneliti menggunakan

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan atau orang


(54)

46

tersebut dianggap sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti.4

Sebelum peneliti turun lapangan terlebih dahulu menentukan key informan. Kunci dasar penggunaan key informan ini adalah penguasaan informasi dari beberapa informan dan secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci di dalam proses sosial selalu langsung menguasai informasi yang terjadi di dalam proses sosial itu. Seperti tokoh-tokoh masyarakat sebagai tokoh kunci yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari informan atau tokoh tersebut yang mengetahui siapa orang yang cocok menjadi informan tentang apa yang diteliti oleh peneliti, seperti kepala desa. Kepala desa tentu mengetahui bagaimana memberdayakan warganya dalam menciptakan suasana kondisi guyup, romantisme dalam memaknai nilai-nilai kultur yang ada di Kampung Majapahit.

Penelitian ini sebagai usaha peneliti untuk mendapatkan data dalam penelitian di sumber data. Sumber data atau subjek penelitian ini ada beberapa subjek, yaitu di antaranya:

a. Subjek Primer

Subjek primer (subjek pokok) yaitu masyarakat yang mengalami Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit baik itu laki-laki atau perempuan.

4

Sugioyono,Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D(Bandung: Alfabeta, 2014), cet. ke-20, 300


(55)

47

b. Subjek Sekunder

Subjek sekunder yaitu masyarakat atau tetangga sekitar untuk menunjang kevalidan dalam penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti.

4. Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Pra-Lapangan

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Barangkat dari permasalahan yang di angkat dalam permasalahan dalam lingkup peristiwa yang terus berlangsung dan bisa di amati secara nyata.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Cara yang perlu di dalam penentuan lapangan peneitian yaitu mempertimbangkan teori substantive dan mendalami fokus yang diteliti serta rumusan masalah peneltian. Keterbatasan waktu, biaya, tenaga juga perlu dipertimbangkan. Peneliti harus hati-hati dalam memilih dan menentukan lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang di pilih peneliti sudah benar-benar membantu peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi, bukan hanya sekedar mengetahui namun peneliti sudah mengetahui dan memahami secara mendalam dari fenomena tersebut.


(56)

48

c. Mengurus Perizinan

Perizinan dalam sebuah penelitian penting sekali untuk kelancaran dilakukan sebuah penelitian serta akan mengurangi ketertutupan lapangan atas kahadiran peneliti.

Peneliti di dalam melakukan penelitian tidak langsung masuk di lokasi penelitian melainkan mengurus perizinan terlebih dahulu karena hal penting untuk dilakukan untuk memperlancar proses penelitian dan menghindar dari hal-hal yang tidak di inginkan.

d. Memilih dan Memanfaatkan Informan di Lapangan

Memilih informan harus diperhitungkan dalam sebuah penelitian yaitu informan harus jujur, suka berbicara, dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi. e. Persoalan Etika Penelitian

Problem akan muncul ketika peneliti tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut. Persoalan etika akan ada jika peneliti tetap berpegang pada latar belakang norma, adat, kebiasaan dan kebudayaan yang ada di lokasi tersebut dalam menghadapi situasi dan konteks penelitiannya. Dalam penelitian ini konteks latar yaitu di desa Bejijong.

Adapun etika wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:


(57)

49

a. Memberi tahu topik penelitian

b. Melindungi identitas subjek (informasi) c. Menghormati hal-hal yang dianggap “tabu” d. Bersikap netral

e. Memosisikan informan sebagai yang paling tahu f. Mengikuti pandangan dan pemikiran informan 2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Untuk tahap awal ketika sudah memasuki lapangan dan bertemu dengan informan, terlebih dahulu peneliti memahami latar penelitian dan persiapan diri, persiapan yaitu penampilan peneliti menyesuaikan penampilan dengan kebiasaan, adat, tata cara, dan kultur latar tempat penelitian.

Peneliti wajib memiliki rancangan waktu studi, karena masalah waktu dalam penelitian menghindari adanya kemungkinan peneliti akan asyik dan tenggelam ke dalam kehidupan orang-orang yang ada pada latar penelitian sehingga waktu yang direncanakan menjadi tidak teratur. Penelitian tentang Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara Penghayatan Nilai-nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata) di mulai dari bulan Maret hingga Mei tahun 2017.

Untuk tahap selanjutnya yaitu melakukan keakraban hubungan dengan masayarakat sekitar latar penelitian. Keakraban hubungan ini perlu dipelihara baik selama masih di lapangan maupun sesudah


(58)

50

pengumpulan data terlebih bersama informan. Jika peneliti dari latar yang lain, alangkah lebih baik apabila peneliti mempelajari bahasa yang akan digunakan orang-orang yang ada pada latar penelitian peneliti tentang Romantisme Kejayaan Masa Lalu Kampung Majapahit di Desa Bejijong Trowulan Mojokerto (Antara Penghayatan Nilai-nilai Kultural dan Kepentingan Industri Pariwisata).

Ketika berada di lapangan peneliti tidak langsung melakukan proses penggalian data, namun melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan berkenalan atau berbincang-bincang sehingga nantinya akan mempermudah dalam proses penggalian data, yang dilakukan peneliti biasanya melakukan pendekatan dengan cara mengajak perkenalan dan jika informan lagi mengerjakan sesuatu maka peneliti akan membantu sebisa mungkin apa yang bisa dilakukan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.5 Tidak semua informasi merupakan sebuah data penelitian. Jadi yang di maksud data oleh peneliti adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan penelitian peneliti.

a. Metode Pengumpulan Data

Di dalam pengumpulan data peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data.

5

Muhammad idrus, Metode Penelitian Ilmu Social Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif,( Yogyakarta: Erlangga, 2002), ed ke-2, 61


(1)

108

Masyarakat lokal yang berkontribusi penuh dalam menyumbang ide serta hasil karya serta upaya terus mengembangkan pelestarian budaya Majapahit sehingga terus bermunculan berbagai model penghayatan nilai-nilai budaya dalam suatu masyarakat, seperti halnya patung cor kuningan, rumah Majapahitan, busana Majapahitan serta sikap kebangsawanan.

Wisata Kampung Majapahit masih belum diberlakukan secara resmi di desa Bejijong, karena pengelola Kampung Majapahit masih mengupayakan adanya gerakan bersama antara pengelola dengan masyarakat untuk benar-benar menghidupkan kembali budaya kerajaan Majapahit yang ada didalam Kampung Majapahit.


(2)

10✁

B. Saran

hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi untuk penelitian lebih lanjut dan mendalam bagi berbagai disiplin ilmu. Kampung Majapahit yang merupakan salah satu identitas budaya yang dimiliki oleh masyarakat Mojokerto menunjukkan betapa kaya bumi Indonesia dengan aset budayanya. Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi penting dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya. Dengan menjaga sejarah kerajaan Majapahit yang sudah diciptakan dalam berbagai bentuk, patung cor kuningan, candi-candi, musium kerajaan dan juga ditambah lagi Kampung Majapahit.

Diharapkan pemerintah dan masyarakat lokal dapat terus berperan penting dalam segala aspek kehidupan. Untuk para pembaca yang ingin melanjutkan penelitian serupa, disarankan agar lebih dalam meneliti dampak sosial ekonomi dan sosial budaya pemanfaatan Kampung Majapahit sebagai daya tarik wisata budaya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Transformasi Sosial Budaya Dalam pembangunan Nasional, ( Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986

Ali, M, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana, Jurnal Hukum vol. 17, No. 1, 2010

Arafah, Burhanuddin. Warisan Budaya, Pelastarian dan Pemanfaatannya, fakultas ilmu budaya, universitas hasanudin (UNHAS)

Ardianto, Elvinaro. Lukiati Komala, and Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,edisi Revisi , Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007

Berger, Artur Asa. Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kntemporer, trans M. Dwi Mariyanto dan Sunarto, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004

Data Profil Desa Bejijong tahun 2016, dokumen tidak dipublikasikan

Emzir, Metodologi Penelitian KualitatifAnalisis Data”, cet. Ke-3, Jakarta: Rajawali Press, 2012

Fajri, EM Zul dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta:Difa Publisher

Fitrianingsing, Endah dan Kahfie Nazaruddin, Romantisme Pada Novel Soekarno Kuantar Ke Gerbang Karya Ramadhan K.H dan Implikasinya, Vol 5, No 1, 2017

Hasibuan, Sofia Rangkuti, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Teori dan Konsep),Jakarta: Dian Rakyat, 2002

Hasan, Fuad, Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Perum Balai Pustaka, 1992


(4)

111

Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif : Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, cet. Ke- 2,Jakarta: Salemba Humanika,2011

Hoogvelt, Ankie M.M. Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, Penyadur Alimanda, Jakarta: CV. Rajawali, 1985

http://kbbi.web.id/industri, diakses pada 09 Maret 2017, pukul 22.19 WIB

https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/2803426/desain-rumah-kampung-majapahit-bersumber-dari-kitab-negarakertagama, diakses pada Rabu, 14 Juni 2017

Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Social Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif,ed ke-2, Yogyakarta: Erlangga, 2002

Ihromi, T. O,Pokok-pokok Antropologi Budaya,Jakarta: PT.Gramedia, 1996

Ikbar, Yanuar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif, Bandung : PT Refika Aditama, 2012

Karim, Abuya Busro,“ Pariwisata: Antara Tuntutan Industri dan Kearifan Lokal”,

Karsa,Vol XVIII : 2, Oktober 2010

Karmadi, Agus Dono. Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya,(makalah disampaikan pada dialog budaya daerah Jawa tengah yang di selenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas pendidikan dan kebudayaan profinsi Jawa Tengah, di Semarang 8-9 Mei, 2007-bpnb-jogja.info)

Koentjaraningrat, Kebudayaa dan Pembangunan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umam, 2000

Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta: Aksara Baru, 1996


(5)

112

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009

Mulyana, Dedi.Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2002

Nasution, Albani M. Syukri, dkk, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015

Osborne, Richard dan Borin Van Loon, Mengenal Sosiologi For Beginners, Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1998

Pariwisata berbasis masyarakat perlu dikembangkan, Kompas, 14 Juni 2003. Diakses pada 09 Maret 2017, pukul 20.14 WIB

Ritzer, George dan Dougles J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2007

Ritzer, George.Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda,Jakarta: CV. Rajawali, 2011

Setiawan, I ketut,Dampak Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Pemanfaatan Pura Tirta Empul Sebagai daya Tarik Wisata Budaya, Jurnal Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana (2011)

Sobur, Alex.Semiotika Komunikasi,Bandung: Rosda Karya, 2004

Soekanto, Soerjono,Sosiologi Suatu Pengantar,Jakarta: CV. Rajawali, 1986

Sudibyo, Lies, dkk, Ilmi Sosial Budaya Dasar,Yogyakarta: C.V ANDI AFFSET, 2013

Sugioyono, Metode Penelitan Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D, cet. Ke-11, Bandung: Alfabeta, 2010


(6)

113

Sugioyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D,cet. ke-20, Bandung: Alfabeta, 2014

Suyanto, Bagong dan sutinah, Metode Penelitian Social : Berbagai Alternative Pendekatan,edisi 3, Jakarta: Kencana, 2007

Tanudirjo, Daud A.Warisan Budaya Untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia Dimasa Mendatang,(makalah disampaikan pada kongres kebudayaan, jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, 2003-arkeologi.fib.ugm.ac.id)

UUD Republik Indonesia No. 11, Tahun 2010

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodo Penelitian Sosial, Jakarta :Bumi Aksara,1996

Upe, Ambo. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik,Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2010

Veeger, K.J. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atau Hubungan Individu-individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993

Wiraman, Ida Bagus. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, (Fakta Sosial, Definisi Sosial, & Perilaku Sosial),Jakarta: Kencana, 2014

Yunus, Rasid, Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan Karakter Bangsa, ISSN 1412-565 X