Hubungan antara vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK.

(1)

i HUBUNGAN ANTARA VOCATIONAL IDENTITY DENGAN

KEMATANGAN KARIRSISWA SMK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Nasichatul Amroh B07213028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan, diantaranya adalah memilih dan merencanakan karir yang apabila remaja mampu menyelesaikan tugas tersebut, maka dianggap telah mencapai kematangan karir. Jenis sekolah di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 yaitu Sekolah Menengah Umum (SMA) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Agama, dan kematangan karir lebih dikaitkan dengan siswa SMK karena memang sistem kurikulum yang digunakan yaitu untuk mengasah skill agar lulusan siap kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Surabaya. teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. sampel yang digunakan yaitu siswa kelas XI jurusan administrasi perkantoran dan akuntansi dengan jumlah 100 siswa. teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan skala kematangan karir dan vocational identity. Penelitian ini menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,334 yang berarti ada hubungan cukup signifikan antara vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK.


(7)

xii Abstract

Teenagers have several developmental tasks, among them are choosing and planning a career that if adolescents are able to complete the task, then it is considered to have reached career maturity. The type of school in Indonesia based on Government Regulation number 29 of 1990 is High School (SMA) Vocational High School (SMK) and School of Religion, and career maturity is more associated with vocational students because it is a curriculum system used to hone skills for graduates ready to work . This study aims to determine whether there is a relationship between vocational identity with the maturity of career SMK students. The population in this study is the students of class XI in SMK Negeri 1 Surabaya. Sampling technique using purposive sampling. The sample used is class XI students majoring in office administration and accounting with the number of 100 students. Sampling technique using purposive sampling. Data collection techniques using career maturity scale and vocational identity. This research resulted correlation coefficient of 0.334 which means there is a significant relation between vocational identity with career maturity of vocational students.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar gambar ... ix

Daftar tabel ... x

Intisari ... xi

Abstrack ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kematangan Karir 1. Definisi Kematangan Karir ... 18

2. Tahapan Kematangan Karir ... 20

3. Aspek-aspek Kematangan Karir ... 25

4. Faktor yang Memengaruhi Kematangan Karir ... 28

B. Vocational Identity 1. Definisi Vocational Identity ... 31

2. Pembentukan Vocational Identity ... 34

3. Aspek-aspek Vocational Identity ... 35

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Vocational Identity... 39

C. Hubungan Antara Vocational Identity denganKematangan Karir ... 42

D. Kerangka Teoritis ... 45

E. Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 48

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel ... 48


(9)

viii C. Subjek Penelitian

1. Populasi ... 51

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ... 53

E. Validitas dan Reliabilitas Data 1. Uji Validitas ... 62

2. Uji reliabilitas ... 66

F. Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Deskripsi Subjek ... 71

2. Analisis data ... 76

B. Pembahasan ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 85

Daftar Pustaka ... 87

Lampiran ... 90

1. Lampiran 1 Blue Print ... 90

2. Lampiran 2 Skala ... 92

3. Lampiran 3 Hasil Input uji coba skala Kematangan Karir ... 102

4. Lampiran 4 Hasil Input uji coba skala Vocational Identity... 108

5. Lampiran 5 Hasil Output SPSS uji coba skala ... 115

6. Lampiran 6 Hasil Input pengambilan data ... 132

7. Lampiran 7 Data skala dan output uji hipotesis ... 154


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik tingkat pengangguran ... 4 Gambar 2 Hasil analisis yang telah diolah ... 8 Gambar 3 kerangka teori ... 45


(11)

x DAFTAR TABEL

Tabel 1.3 Blue print kematangan karir ... 54

Tabel 2.3 Blue print vocational identity ... 58

Tabel 3.3 hasil daya beda aitem kematangan karir ... 63

Tabel 4.3 hasil daya beda aitem vocational identity ... 65

Tabel 5.3 uji estimasi reliabilitas ... 67

Tabel 1.4 karakteristik responden berdasarkan usia ... 71

Tabel 2.4 karakteristik responden berdasarkan jurusan ... 71

Tabel 3.4 statistik deskriptif ... 72

Tabel 4.4 nilai kematangan karir berdasarkan jurusan ... 72

Tabel 5.4 nilai kematangan karir berdasarkan jenis kelamin ... 73

Tabel 6.4 nilai kematangan karir berdasarkan usia ... 73

Tabel 7.4 nilai vocational identity berdasarkan jurusan... 74

Tabel 8.4 nilai vocational identity berdasarkan jenis kelamin ... 75

Tabel 9.4 nilai vocational identity berdasarkan usia ... 75

Tabel 10.4 hasil uji normalitas ... 76


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan kemampuan dan kecakapan hidup, menghargai informasi serta mampu berkompetensi secara positif. Perubahan dan perkembangan informasi di bidang teknologi, industri, sosial, ekonomi dan budaya terjadi dengan sangat cepat. Kemajuan tersebut akan menimbulkan dampak yang positif dan negatif, sehingga dapat mempengaruhi perkembangan perilaku dan gaya hidup manusia.

Kehidupan manusia telah memasuki era globalisasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat dan berdampak pada persaingan di dunia global. Globalisasi merupakan salah satu cara untuk mengembangkan perusahaan selain itu mempermudah alur pertukaran barang maupun informasi yang terkini. Globalisasi yang terjadi secara besar – besaran ditanggapi secara berbeda – beda oleh masyarakat didunia. globalisasi telah menciptakan sebuah kampung dunia dengan tatanan yang beroperasi di dalamnya membuat dunia semakin 'lepas kendali', kehilangan kontrol, dan sebagainya. Membuat hubungan tatanan kemanusiaan menjadi begitu kerdil, persahabatan tak dibatasi dengan sekat-sekat wilayah, pelbagai fasilitas hidup yang serba instan membuat


(13)

2

manusia semakin pragmatis, perempuan menggugat hakhak emansipasinya, nilai-nilai etika-moral dijungkirbalikkan, dan perubahan sosial (social change) menjadi niscaya, yang kaya bisa menjadi miskin karena persaingan yang terlalu ketat dan kompetitif, yang miskin dan sederhana bisa menjadi sebaliknya jika menggunakan nalarbudi- luhurnya untuk terus bersaing dan berkompetisi (Ayudiati, 2000)

Persaingan yang ketat tersebut sangat nampak. Indonesia kini memiliki lebih dari 25% angkatan muda yang menganggur dan masih banyak lagi yang mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keterampilannya (underemployed) akibat persaingan global. Hal ini dikarenakan tenaga kerja muda Indonesia cenderung tidak menggunakan keterampilannya secara optimal. Dari sekian faktor, salah satu penyebabnya adalah kurang matangnya karir yang dipilih sejak di bangku sekolah (Ardana dkk, 2014).

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar,


(14)

3

dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang. Pada tahun 2015 jumlah pengangguran sekitar 5,9% dan pada tahun 2016 jumlah pengangguran sekitar 6,2% dari jumlah usia kerja (bank dunia dan pusat statistik 2016)

Menurut data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat pengangguran terbuka (TPT) berdasarkan tingkat pendidikan; pada februari 2011 tingkat penganggutran terbuka tertinggi adalah masyarakat lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebesar 10,66% dan 10,43%, sedangkan pada Agustus 2014, TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 11,24%, disusul oleh Sekolah Menengah Atas sebesar 9,55%, yang sebelumnya pada Agustus 2013 diperoleh TPT Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 11,21% dan TPT pada Sekolah Menengah Atas sebesar 9,72, yang berarti TPT pada SMK mengalami kenaikan sebesar 0,04% per 2013-2014. Sedangkan pada tahun 2015 TPT Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 12,65% dan TPT pada Sekolah Menengah Atas sebesar 6,95, berbeda pada tahun 2016, TPT mengalami penurunan, pada Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 9,84% dan TPT pada Sekolah Menengah Atas sebesar 6,95%, Tingginya angka pengangguran di Indonesia diduga karena kurangnya kemampuan individu dalam mempersiapkan karir (Badan Pusat Statistik. 2016).


(15)

4

Gambar 1. Grafik tingkat pengangguran (BPS, 2016)

Salah satu institusi sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk mampu terjun langsung ke dunia kerja setelah lulus adalah SMK. Kematangan karir bagi siswa SMK sangatlah penting, karena salah satu permasalahan yang dialami siswa SMK setelah menyelesaikan studinya adalah menyangkut pemilihan karir dan pekerjaan. Kualitas pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini, 2008).

Data alumni SMK pangkalpinang lulusan tahun 2015, menunjukkan masih banyak alumni yang tidak melanjutkan studi dan tidak bekerja setelah lulus, terdapat 43% siswa yang masih belum bekerja maupun kuliah. Pada kelas Farmasi 2 yang berjumlah 32 siswa, 11 siswa sudah bekerja, 11 siswa sudah melanjutkan studi, dan 10 siswa masih belum bekerja atau kuliah. Artinya terdapat 31% siswa yang menganggur. Pada kelas Farmasi 3 dari 30 siswa 12 sudah bekerja, 10 siswa melanjutkan kuliah dan 8 siswa masih belum bekerja atau kuliah. Setidaknya terdapat

0 2 4 6 8 10 12 14

2013 2014 2015 2016

SMA SMK


(16)

5

26% siswa yang masih mengaggur. Secara keseluruhan alumni tahun 2015 yang masih belum bekerja ataupun melanjutkan kuliah dari 92 alumni terdapat 31 alumni atau sebanyak 35%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak alumni SMK 5 Pangkalpinang yang menganggur dan jurusan farmasi pertama di Bangka Belitung juga belum tentu memberikan kemudahan dalam bekerja atau melanjutkan studi setelah lulus (Rishadi, 2015).

Secara umum, berdasarkan Peraturan Pemerintah nomer 29 Tahun 1990, pendidikan menengah di Indonesia dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, pendidikan menengah keagamaan, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah luar biasa. Pada Undang-undang Republik Indonesia nomer 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat, yang tentu memiliki desain pendidikan yang berbeda.

Usia sekolah menengah atas bertepatan dengan masa remaja, hal ini tentunya menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah atas merupakan individu yang memiliki tugas untuk memilih dan mempersiapkan diri untuk berkarir. Sekolah menengah atas merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh oleh anak Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahap yang strategis


(17)

6

dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak Indonesia. Pada jenjang ini anak berada pada pintu gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakanm wahana untuk mencapai cita-cita yang didambakannya. Pada tahap ini pula anak Indonesia bersiap untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi (Prahesty, 2013)

Kurikulum pendidikan kejuruan dirancang khusus untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat menguasai bidang keahlian tertentu baik dalam aspek soft skill maupun hard skill dengan harapan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang siap memasuki dunia kerja dan terjun dalam kehidupan bermasyarakat, serta memiliki sikap yang baik dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Apabila memiliki SDM berkualitas, maka suatu bangsa dapat mengikuti perkembangan era globalisasi dan menjadi bangsa yang maju dan beradab sehingga menuntut penyelenggaraan SMK yang berkualitas (Hartiningtyas dkk, 2016)

Penanaman soft skills merupakan aspek penting dalam mencetak lulusan yang mampu bersaing dan profesional dalam pekerjaannya. (Wagiran, dkk, 2012). Saat ini justru soft skill banyak dijadikan pertimbangan untuk keperluan rekrutmen dan dalam peningkatan produktivitas dan kinerja saat memasuki dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) (Sudana, 2014). Lulusan SMK harus menguasai aspek hard skill

dan soft skill. Pada Kurikulum 2013 hard skill terdapat pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan) yang tertuang dalam KI-3


(18)

7

dan KI-4. Aspek soft skill dapat dilihat melalui ranah afektif (sikap) yang mencakup sikap ketuhanan dan sikap sosial pada KI-1 dan KI-2 (Kemdikbud,2014). Bila lulusan SMK hanya menguasai salah satu aspek saja, maka masih belum dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh dunia kerja.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 12 juni 2017, beberapa siswa SMK masuk ke sekolah karena orangtua, mereka menuruti orangtua karena orangtua yang membiayai mereka. dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa siswa tidak sepenuhnya memilih sekolah atas kemauan sendiri, tetapi orangtua menjadi pengaruh siswa dalam bersekolah.

Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa di SMKN 1 surabaya pada tanggal 14 Juni 2017, 3 dari 4 siswa menjawab dengan nada kebingungan dan masih ragu untuk mengatakan apa yang akan dikerjakan setelah lulus sekolah, mereka mengatakan lebih baik menjalani apa yang ada saat ini, karena masa depan belum ada yang mengetahui. Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa siswa tersebut masih ragu dan belum yakin sepenuhnya terhadap karir di masa depan.

Selain itu dari hasil assesmen di SMKN 1 surabaya didapatkan data bahwa masalah yang dihadapi siswa SMK selain pada ranah kesehatan adalah masalah dengan ketakutan akan masa depan setelah lulus dari jenjang pendidikan SMK yang mencapai angka 140 di bawah masalah kesehatan yang mencapai angka 150.


(19)

8

Gambar 2. Hasil analisis yang telah diolah.

Menurut Super (dalam W.S Winkel dan M.M. Sri Hastuti, 2006) kematangan karir menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaian tugas-tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Seseorang yang memiliki kematang karir yang tinggi dapat menyesuaikan tindakannya dengan tujuan karir yang ingin dicapai di masa yang akan datang.

Kematangan karier merupakan aspek yang perlu dimiliki siswa untuk menunjang karier dimasa depan. Selain itu, kematangan karir juga memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan motivasi belajar siswa (Wijaya, 2012). Menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2007) antara usia 11 hingga 17 tahun, perkembangan karir remaja berada di tahap tentatif, yang merupakan suatu masa transisi dari tahap fantasi masa kanak-kanak menuju tahap pengambilan keputusan yang realistis di masa

20 40 60 80 100 120 140 160


(20)

9

dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari tahap mengevaluasi minat mereka (11 hingga 12 tahun) ke tahap mengevaluasi kapasitas mereka (13 hingga 14 tahun) ke mengevaluasi nilai-nilai mereka (15 hingga 16 tahun). Sekitar usia 17 hingga 18 tahun, pemikiran mereka mengalami peralihan dari pilihan karir yang lebih bersifat subjektif ke pilihan karir yang lebih realistis. Selama remaja memfokuskan pada sebuah karir tertentu, dan akhirnya memilih pekerjaan spesifik dalam karir tersebut. Mempersiapkan masa depan, terutama karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya.

Kematangan karir dipengaruhi oleh beberapa faktor Super (dalam sharf, 1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya kematangan karir yaitu: Faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan, Faktor lingkungan, yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga, Keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup, Faktor vokasional, kematangan karir individu, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir, Prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan, partisipasi di sekolah dan luar sekolah.

Pemahaman siswa mengenai minat sangatlah penting untuk menentukan karir kedeppan, khususnya siswa SMK yang memang bersekolah sesuai dengan minat dan harus siap kerja karena memang skill telah ditekankan. Smitina (2008) menyatakan bahwa kegagalan


(21)

10

membentuk identitas vokasional yang stabil sering menimbulkan keraguan karir.

McAuliffe, Zagora & Cramer (dalam purwantini, 2016) menyatakan bahwa individu yang tidak yakin dengan arah karir mereka adalah individu yang tidak memiliki identitas vokasional dan mereka tidak memahami dunia kerja. Menurut Holland (dalam Hargrove, 2005) Identitas vokasional merupakan gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai tujuan, minat, bakat, dan kepribadiannya yang akan membuatnya mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri.

Berdasarkan pernyataan Super (dalam Sharf, 1992) tersebut diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya kematangan karir. Yaitu faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan, Faktor lingkungan, yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga, keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup. faktor vokasional, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir, prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan, partisipasi di sekolah dan luar sekolah. Hal ini dapat dikatakan bahwa banyaknya pengangguran sekaligus kebingungan dalam karir terjadi dikarenakan hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Selain itu, kebingungan remaja dapat disebabkan karena tidak tersedianya informasi mengenai berbagai macam pekerjaan yang diketahui prospeknya, tidak dimilikinya ketrampilan, kemampuan atau pengetahuan


(22)

11

yang sesuai, serta adanya tingkat persaingan yang tinggi pada bidang yang dimiliki, Oleh karena itu, kematangan vokasional sangat dibutuhkan remaja agar mampu untuk memilih, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja.

Pada penelitian ini faktor vocational identity disinyalir berpengaruh terhadap perbedaan kematangan karir siswa. Pengetahuan mengenai identitas vokasional sangat penting sebagai bekal menjalani masa depan dan penentuan karir. perencanaan karir juga sangat penting bagi kehidupan setelah lulus sekolah khususnya bagi siswa SMK, sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat tema ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan antara Vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK.

D. MANFAAT 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi ilmu terkait dengan kematangan karir siswa SMK sekaligus menilai vocational identity


(23)

12

pada siswa SMK, penelitian ini diharapkan memeberikan sumbangsih yaitu kajian di bidang ilmu psikologi, terutama psikologi pendidikan. 2. Manfaat praktis

a. Guru Bimbingan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan mendorong guru bimbingan konseling untuk dapat menciptakan metode atau menciptakan solusi yang benar guna meningkatkan karir siswa SMK.

b. Siswa atau peserta didik

Diharapkan dengan adanya penelitian ini siswa akan mendapatkan pelayanan dan juga pengarahan karir yang lebih baik untuk masa depan.

c. Sekolah

Penelitian ini doharapkan dapat memberikan sumbangan berupa dorongan agar terciptanya metode atau proses bimbingan karir yang tepat agar lulusan dari sekolah dapat bekerja ditengah persaiangan kerja yang semakin ketat.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian oleh Rahmanto aji, dkk pada tahun 2010 dengan Judul Hubungan Antara Locus Of Control Internal dengan kematangan karir pada siswa kelas XII SMKN 4 purworejo yang menghasilkan kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control


(24)

13

hipotesis adanya hubungan positif antara locus of control internal dengan kematangan karir dapat diterima.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diteliti adalah keduanya sama meneliti mengenai kematangan karir, namun perbedaannya penelitian ini menggunakan hubungan dengan locus of control, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah vocational identity.

Selanjutnya adalah Penelitian oleh Ines Dian Prahesty dan Olievia Prabandini Mulyana pada tahun 2013 dengan judul Perbedaan kematangan karir siswa ditinjau dari jenis sekolah menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata skor yang didapatkan masing-masing kelompok sampel juga berbeda. Rata-rata skor siswa SMA adalah 34.17, SMK memiliki nilai rata-rata 31.99, dan MA sebesar 32.52, dari sini dapat pula diambil kesimpulan bahwa jenis sekolah berpengaruh terhadap timbulnya perbedaan kematangan karir siswa.

Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang kematangan karir, tetapi perbedaannya terletak pada metode yang digunakan yaitu metode komparasi subjek yang digunakan pun berbeda yaitu siswa SMA, SMK dan juga MA.

Penelitian oleh Andreas hirschi pada tahun 2011 yang berjudul

Career choice readiness in adolescence: developmental trajectories and individual differences yang menghasilkan kesimpulan bahwa


(25)

14

kontrol internal berhubungan positive dengan kesiapan karir sedangkan sebaliknya control eksternal dipercaya tidak mempengaruhi kematangan karir siswa.

Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang kematangan karir namun pada penelitian yang telah dilakukan menggunakan variabel terikat berupa locus of control, sedangkan pada penelitian ini menggunakan

vocational identity.

Penelitian oleh Lativa Hartiningtyas, Purnomo, Hakkun Elmunsyah pada tahun 2016 dengan judul Hubungan Antara Self Regulated Learning dan Locus Of Control Internal Dengan Kematangan Vokasional Siswa SMK. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara self regulated learning

dengan kematangan vokasional dengan pengaruh sebesar 26,1% dengan signifikansi 0,000. Peserta didik yang memiliki sikap mandiri dalam belajar dapat mengetahui apa yang harus dilakukan agar belajarnya efektif dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama menggunakan variabel kematangan vokasional dan pada siswa SMK, tetapi perbedaannya pada penelitian yang akan dilakukan vokasional masuk ke dalam variabel bebas.

Penelitian oleh Andreas hirchi pada tahun 2007 dengan judul Holland’s secondary constructs of vocational interest and career


(26)

15

choice readiness of secondary students yang menghasilkan kesimpulan bahwa Terdapat pengaruh yang kuat antara vocational identity dengan kesiapan pemilihan karir (r=0,460)

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai

vocational identity dan pengaruhnya terhadap karir, namun perbedaannya adalah pada subjek, pada penelitian yang dahulu menggunakan sekolah menengah secara umum, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah pada siswa SMK.

Penelitian oleh lucky purwantini pada tahun 2016 dengan judul Peran Pengetahuan Deklaratif Dan Prosedural Remaja dalam Menentukan Identitas Vokasional: Tinjauan Psikologi Kognitif Tentang Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XII di bekasi Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa mayoritas subjek mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan dan ketidaksamaan pilihan jurusan antara subjek dan orang tua menjadi penyebab terbanya dan dari hasil juga dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki pengetahuan deklaratif, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan prosedural.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai

vocational identity dan pengaruhnya terhadap karir, namun perbedaannya adalah pada variabel bebas berupa pengetahuan deklaratif dan prosedural.


(27)

16

Penelitian oleh Dian ratna sawitri pada tahun 2009 dengan judul Pengaruh Status Identitas Dan Efikasi Diri Keputusan Karir Terhadap Keraguan Mengambil Keputusan Karir Pada Mahasiswa Tahun Pertama Di Universitas Diponegoro yang menghasilkan Status identitas memiliki pengaruh tidak langsung terhadap keraguan mengambil keputusan karir, yaitu melalui efikasi diri keputusan karir.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai

vocational identity dan pengaruhnya terhadap karir, namun perbedaannya adalah terdapat dua variabel bebas yang memengaruhi selain status identitas yaitu efikassi diri, selian itu subjek penelitian menggunakan mahasiswa, sedangkan pada penelitian ini menggunakan siswa SMK.

Penelitian oleh evelyne dkk pada tahun 2015 yang berjudul The Role of Vocational identity as a Mediator in the Relationship between Parental Career-Related Behavior and Career Decision-Making Process yang menghasilkan Pertama, identitas kejuruan bisa berperan langsung Membentuk kemampuan untuk menentukan keputusan karir Mahasiswa yang sedang menjalani eksplorasi-transtisi: 38,00% (support), 32,00% (gangguan), dan 35,00% (Kurangnya pertunangan). Kedua, setiap bentuk orang tua ' Keterlibatan dalam pengambilan keputusan karir remaja bisa Memainkan peran langsung dalam membentuk kemampuan untuk menentukan Keputusan karir


(28)

17

mahasiswa yang sedang menjalani Eksplorasi-transtisi: 19.00% (support), -13.00% (Gangguan), dan -15,00% (kurang keterlibatan). Jenis kelamin yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan antara Besarnya keterlibatan orang tua dan kemampuannya memutuskan keputusan karir siswa yang sedang menjalani eksplorasi.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai

vocational identity dan pengaruhnya terhadap karir, namun perbedaannya adalah pada subjek, pada penelitian yang dahulu menggunakan sekolah menengah secara umum, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah pada siswa SMK.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu terkait dengan variabel terikat yang digunakan, metode serta subjek yang digunakan.


(29)

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEMATANGAN KARIR

1. Definisi

Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya, baik komponen pengetahuan maupun sikap, yang sesuai dengan tahap perkembangan karir.

Kematangan karir meruapakan istilah untuk menunjukkan suatu tingkat pencapaian individu dalam rangkiaian perkembangan karir dari tahap eksplorasi karir samapai pada tahap kemunduran karir atau sampai karir terhenti sekaligus proses dimana individu membuat keputusan karir ynag sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan (Dewi dkk, 2014).

Sedangkan Kematangan karir menurut Nashriyah dkk, (2014) merupakan kesiapan seorang individu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tiap perkembangan tertentu dan kesiapan membuat suatu pilihan karir yang realistik.

Jadi dapat dikatakan bahwa kematangan karir adalah sejauh mana individu dapat menjalankan tugas-tugas dalm proses perkembangan individu, di bidang karir.


(30)

19

Super (dalam Rojewski dkk, 1995) mengatakan bahwa: “career

development including growth (chilhood), exploration (adolesence), estabilishment, maintance and withdrawal”

pengembangan karir termasuk pertumbuhan, eksplorasi, pembentukan, pemeliharaan dan mundur nya perilaku seseorang. Kematangan karir juga merupakan kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis, sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap perkembangan tersebut. Kesiapan afektif terdiri dari perencanaan karir dan eksplorasi karir sementara kesiapan kognitif terdiri dari kemampuan mengambil keputusan dan wawasan mengenai dunia kerja.

Kematangan karir merupakan aspek yang perlu dimiliki siswa untuk menunjang karir dimasa depan. Pengertian kematangan karir yang diungkapkan oleh B. Hasan (2006), menyatakan bahwa Kematangan karir yaitu sikap dan kompetensi yang berperan untuk pengambilan keputusan karir. Sikap dan kompetensi tersebut mendukung penentuan keputusan karir yang tepat.

Jadi berdasarkan pendapat di atas, kematanga karir merupakan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh individu untuk menentukan karir yang tepat di masa depan.

Menurut persons (dalam brown, 2002), “people actively engage in

choosing their vocations rather than allow chance to operate in the


(31)

20

hunt for a job they are more satisfied with their careers employers costs” orang secara aktif terlibat dalam memilih pekerjaan mereka daripada membiarkan kesempatan untuk beroperasi dalam perburuan pekerjaan mereka lebih puas dengan pengembangan karir mereka.

Sedangkan menurut Rishadi (2016) Kematangan karir yang positif secara umum ditandai oleh suatu proses yang salah satunya meningkatnya sikap yang berhubungan dengan karir (orientasi, potensi, kemandirian, perencanaan komitmen, motivasi dan efikasi diri).

Jadi kematangan karir merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang berorientasi pada proses perencanaan dan pengambilan keputusan karir, proses eksplorasi sehingga menemukan karir yang tepat di masa depan

2. Tahapan perkembangan karir

Menurut Super (dalam Savickas, 2002) tahap perkembangan karir terdiri dari:

a. Growth (4-13 tahun)

Pada tahap ini individu ditandai dengan perkembangan kapasitas, sikap, minat, dan kebutuhan yang terkait dengan konsep diri. Konsep diri yang dimiliki individu terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur keluarga dan lingkungan sekolah. Pada awalnya, anak-anak mengamati lingkungan untuk mendapatkan informasi mengenai dunia kerja dan menggunakan


(32)

21

rasa penasaran untuk mengetahui minat. Seiring berjalannya waktu, rasa penasaran dapat mengembangkan kompetensi untuk mengendalikan lingkungan dan kemampuan untuk membuat keputusan. Disamping itu, melalui tahap ini, anak-anak dapat mengenali pentingnya perencanaan masa depan dan memilih pekerjaan. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap yaitu:

1. Sub tahap fantasy (4-10 tahun)

Pada sub tahap ini ditandai dengan minat anak berfantasi untuk menjadi individu yang diinginkan, kebutuhan dan menjalani peran adalah hal yang penting.

2. Sub tahap interest (11-12 tahun)

Individu pada sub tahap ini menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan karir mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak. Hal yang disukai dan yang tidak tersebut menjadi penentu utama aspirasi dan aktifitas.

3. Sub tahap capacity (13-14 tahun)

Individu yang berada pada sub tahap ini mulai mempertimbangkan kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang diinginkan.

b. Exploration (14-24 tahun)

Pada tahap ini individu banyak melakukan pencarian tentang karir apa yang sesuai dengan dirinya, merencanakan masa depan dengan menggunakan informasi dari diri sendiri dan dari


(33)

22

pekerjan. Individu mulai mengenali diri sendiri melalui minat, kemampuan, dan nilai. Individu akan mengembangkan pemahaman diri, mengidentifikasi pilihan pekerjaan yang sesuai, dan menentukan tujuan masa depan yang sementara tetapi dapat diandalkan. Individu juga akan menentukan pilihan melalui kemampuan yang dimiliki untuk membuat keputusan dengan memilih di antara alternatif pekerjaan yang sesuai. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu :

1. Sub tahap tentative (14-17 tahun).

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menentukan pilihan pekerjaan. Individu mulai menggunakan pilihan tersebut dan dapat melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Hal-hal yang dipertimbangkan pada masa ini adalah kebutuhan, minat, kapasitas, nilai dan kesempatan. 2. Sub tahap transition (18-21 tahun).

Sub tahap ini merupakan periode peralihan dari pilihan pekerjaan yang bersifat sementara menuju pilihan pekerjaan yang bersifat khusus. Tugas perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan dengan memasuki pasar pekerja, pelatihan profesional, bekerja sambilan dan mencoba mewujudkan konsep diri.


(34)

23

3. Sub tahap trial (22-24 tahun).

Tugas perkembangan pada masa ini adalah melaksanakan pilihan pekerjaan dengan memasuki dunia kerja.

c. Establishment (25-44 tahun)

Pada tahap ini individu mulai memasuki dunia kerja yang sesuai dengan dirinya dan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaan tersebut. Masa ini merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu:

1. Sub tahap trial with commitment (25-30 tahun)

Pada tahap ini individu merasa nyaman dengan pekerjaan, sehingga ingin terus mempertahankan pekerjaan yang dimiliki. Tugas perkembangan pada masa ini adalah menstabilkan pilihan pekerjaan.

2. Sub tahap stabilization (31-44 tahun).

Pada tahap ini pola karir individu menjadi jelas dan telah menstabilkan pekerjaan. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada masa ini adalah menetapkan pilihan pekerjaan agar memperoleh keamanan dan kenyamanan dalam bekerja serta melakukan peningkatan dalam dunia kerja dengan menunjukkan perilaku yang positif dan produktif dengan rekan kerja.


(35)

24

d. Maintenance (45-64 tahun)

Individu pada tahap ini telah menetapkan pilihan pada satu bidang karir, fokus mempertahankan posisi melalui persaingan dengan rekan kerja yang lebih muda dan menjaga posisi tersebut dengan pengetahuan yang baru. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini, yaitu:

1. Holding

Pada tahap ini individu menghadapi tantangan dengan berkompetisi bersama rekan kerja, perubahan teknologi, memenuhi tuntutan keluarga, dan berkurangnya stamina.

2. Updating

Individu pada tahap ini harus bekerja keras dalam mengerjakan tugas dengan lebih baik melalui memperbarui pengetahuan dan keterampilan.

3. Innovating

Pada tahap ini individu melakukan pekerjaan dengan cara yang berbeda, melakukan pekerjaan yang berbeda, dan menghadapi tantangan baru.

e. Decline (lebih dari 65 tahun)

Individu pada tahap ini mulai mempertimbangankan masa pra-pensiun, hasil kerja, dan akhirnya pensiun. Hal ini dikarenakan berkurang kekuatan mental dan fisik sehingga menyebabkan perubahan aktivitas kerja. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu:


(36)

25

1. Sub tahap decelaration (65-70 tahun).

Tugas perkembangan pada sub tahap ini adalah mengurangi tingkat pekerjaan secara efektif dan mulai merencanakan pensiun. Hal ini ditandai dengan adanya penyerahan tugas sebagai salah satu langkah mempersiapkan diri menghadapi pensiun.

2. Sub tahap retirement (lebih dari 71 tahun).

Sub tahap ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya mulai menarik diri dari lingkungan kerja. 3. Aspek dalam kematangan karir

Menurut Donald E. Super (Sharf, 1992), menyatakan bahwa kematangan karir remaja dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Perencanaan karir (career planning).

Aspek perencanaan karir menurut Super (Sharf, 1992), merupakan aktivitas pencarian informasi dan seberapa besar keterlibatan individu dalam proses tersebut. Kondisi tersebut didukung oleh pengetahuan tentang macam-macam unsur pada setiap pekerjaan. Indikator ini adalah menyadari wawasan dan persiapan karir, memahami pertimbangan alternatif pilihan karir dan memiliki perencanaan karir dimasa depan.

Perencanaan karir yang diungkapkan oleh Dillard (dalam Oktaviani, 2010) dijabarkan sebagai berikut, diantaranya: 1)


(37)

26

meningkatkan kesadaran diri (self awarness) dan pemahaman diri (self-understanding); 2) mencapai kepuasan pribadi (personal statisfication); 3) mempersiapkan diri pada penempatan yang memadai (adevate placement) dalam berkarir; dan 4) mengefisiensikan waktu dan usaha yang dilakukan dalam berkarir. b. Eksplorasi karir (career exploration).

Menurut Super (Sharf, 1992) merupakan kemampuan individu untuk melakukan pencarian informasi karir dari berbagai sumber karir, seperti kepada orang tua, saudara, kerabat, teman, guru bidang studi, konselor sekolah, dan sebagainya. Aspek eksplorasi karir berhubungan dengan seberapa banyak informasi karir yang diperoleh siswa dari berbagi sumber tersebut. Indikator dari aspek ini adalah mengumpulkan informasi karir dari berbagai sumber dan memanfaatkan informasi karir yang telah diperoleh.

Aspek ini menurut Super (Sharf, 1992) adalah kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat perencanaan karir. Konsep ini didasari pada tuntutan siswa untuk membuat keputusan karir, dengan asumsi apabila siswa mengetahui bagaimana orang lain membuat keputusan karir maka diharapkan mereka juga mampu membuat keputusan karir yang tepat bagi dirinya.


(38)

27

c. Pengetahuan (informasi) tentang dunia kerja (world of work information).

Aspek ini terdiri dari dua komponen menurut Super (Sharf, 1992), yakni terkait dengan tugas perkembangan, yaitu individu harus tahu minat dan kemampuan diri, mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan mengetahui alasan orang berganti pekerjaan. Komponen kedua adalah mengetahui tugas-tugas pekerjaan dalam suatu jabatan dan perilaku-perilaku dalam bekerja.

d. Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai

(knowledge of preferred occupational group).

Aspek ini menurut Super (Sharf, 1992) adalah siswa diberi kesempatan untuk memilih satu dari beberapa pilihan pekerjaan, dan kemudian ditanyai mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Mengenai persyaratan, tugas-tugas, faktor-faktor dan alasan yang mempengaruhi pilihan pekerjaan dan mengetahui resiko-resiko dari pekerjaan yang dipilihnya. Indikator pada aspek ini adalah pemahaman mengenai tugas dari pekerjaan yang diinginkan, memahami persyaratan dari pekerjaan yang diinginkan, mengetahui faktor dan alasan yang mempengaruhi pilihan pekerjaan yang diminati dan mampu mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin muncul dari pekerjaan yang diminati.


(39)

28

e. Decision making

Menurut Super (Sharf, 1992),Dimensi ini mengukur pengetahuan tentang prinsip dan cara pengambilan keputusan. Individu memiliki kemandirian, membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah termasuk memilih pendidikan dan pekerjaan Realisasi keputusan karir adalah perbandingan antara kemampuan individu dengan pilihan karir pekerjaan secara realistis.

Sedangkan aspek kematangan karir menurut myers, dkk (dalam Nicholas A.V & Larry C, 2000) adalah perilaku dalam menentukan pilihan, orientasi dalam pekerjaan, kemandirian dalam memutuskan sesuatu dan konsep dalam proses pemilihan karir individu.

4. Faktor-faktor yang memengaruhi kematangan karir

Super (dalam sharf, 1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya kematangan karir yaitu:

a. Faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan.

b. Faktor lingkungan, yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga.

c. Keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup.


(40)

29

d. Faktor vokasional, kematangan karir individu, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir.

e. Prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan, partisipasi di sekolah dan luar sekolah.

Penelitian lain juga mengungkapakan faktor lain seperti self efficacy dan juga role model serta family functioning (Brown, S. & lent, 2008).

Menurut Naidoo (1998) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan karir individu, yaitu:

a. Educational level

Kematangan karir individu ditentukan dari tingkat pendidikannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCaffrey, Miller, dan Winstoa (dalam Naidoo, 1998) pada siswa junior, senior, dan alumni terdapat perbedaan dalam hal kematangan karir. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kematangan karir yang dimiliki. Hal ini mengindikasikan kematangan karir meningkat seiring tingkat pendidikan.

b. Race ethnicity

Kelompok minoritas sering dikaitkan dengan kematangan karir yang rendah yang berhubungan dengan orang tua. Jika orang tua mendukung anaknya walaupun mereka berasal dari


(41)

30

kelompok minoritas, anak tersebut tetap akan memiliki kematangan yang baik.

c. Locus of control

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan tingkat kematangan karir yang baik cenderung memiliki orientasi locus of control internal.

d. Social economi status

Individu yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi menengah ke bawah menunjukkan nilai rendah pada kematangan karir. Hal ini ditandai dengan kurangnya akses terhadap informasi tentang pekerjaan, figur teladan dan anggapan akan rendahnya kesempatan kerja.

e. Work salience

Pentingnya pekerjaan mempengaruhi individu dalam membuat pilihan, kepuasan kerja yang merujuk pada komitmen kerja, serta kematangan karir pada siswa SMU dan mahasiswa. f. Gender

Wanita memiliki nilai kematangan karir yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita lebih rentan dalam memandang konflik peran sebagai hambatan dalam proses perkembangan karir, dan kurang mampu untuk membuat keputusan karir yang tepat dibandingkan dengan laki-laki.


(42)

31

B. VOCATIONAL IDENTITY 1. Definisi

Identitas menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) adalah aspek kunci dari perkembangan remaja. Dimana identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan yaitu peran yang bersifat penyesuaian dengan tuntutan masyarakat.

Woolfolk mengartikan identitas sebagai suatu pengorganisasian dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan dan pengalaman individu ke dalam citra diri yang konsisten (dalam yusuf, 2010). Upaya pengorganisasian ini melibatkan kemampuan untuk melibatkan pilihan dan mengambil keputusan, terutama yang menyangkut pekerjaan, dan falsafah kehidupan. Kegagalan mengintegrasikan semua aspek ini, atau kesulitan untuk melakukan pilihan, maka remaja akan mengalami kerancuan peran (role confusion).

Jadi identitas merupakan gambaran diri mengenai dorongan, keyakinan serta kepribadian yang melekat pada diri individu.

Selanjutnya Marcia (dalam Yusuf, 2010) mengatakan identitas itu merujuk kepada pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi pekerjaan dan filsafat hidup. Apabila remaja gagal mengintegrasikan aspek-aspek dan


(43)

32

pillihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka dia akan mengalami kebingungan.

Holland (dalam hirschi, 2007). Vocational identity merupakan sikap atau gambaran yang dimiliki seesorang secara jelas mengenai tujuan, kepentingan dan bakat Sedangkan Smitina (2008) menyatakan bahwa kegagalan membentuk identitas vokasional yang stabil sering menimbulkan keraguan di masa depan.

Jadi Vocational identity merupakan gambaran jelas mengenai bakat minat dan tujuan dalam menentukan masa depan.

Vocational identity merupakan pembentukan gambaran diri terkait dengan jenjang karir dan pekerjaan yang diinginkan seseorang yang terbagi dalam dimensi krisis dan dimensi komitmen, adalah jenis status individu berdasarkan sudah atau belumnya individu mengalami krisis dan berkomitmen pada suatu pilihan terkait jenjang karier dan pekerjaan yang diinginkan. Keempat status pada variabel ini adalah status identity achievement, status foreclosure, status moratorium, dan status identity diffusion. (Berk, 2008)

Jadi Vocational identity merupakan gambaran diri terkait pekerjaan yang diinginkan yang melalui krisis dan komitmen.

Vocational identity akan semakin berkembang seiring dengan aktivitas eskplorasi karier dan pembuatan komitmen yang dilakukan oleh seorang individu. Aktivitas tersebut sesuai dengan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan oleh individu dengan tugas


(44)

33

perkembangan karier specification di mana individu diharapkan melakukan sebanyak mungkin eksplorasi dalam rangka menentukan pekerjaan yang diinginkan. (Sharf, 1992)

Adanya komitmen dan juga proses eksplorasi di dalam pembentukan identitas, akan membantu seseorang untuk membentuk gamabaran karir yang diinginkan.

Menurut Marcia (dalam Holland 1993), ada lima area identitas diri individu yang harus terbentuk pada masa remaja, yaitu : identitas vokasional, identitas religius, identitas politik, identitas etnis dan identitas seksual. Sementara itu Santrock (2007) membedakannya kepada delapan area yaitu : identitas karir/ vokasional, identitas politik, identitas religius, identitas hubungan, identitas pencapaian atau intelektual, identitas seksual, identitas etnis atau budaya dan identitas fisik.

Berdasarkan pendapat dua tokoh di atas, vokasional merupakan salah satu area/bidang identitas yang harus terbentuk pada masa remaja. Marcia (dalam Hartung, 2013) mengatakan identitas vokasional merupakan gambaran atau salah satu penilaian terhadap kemampuan diri dalam melakukan eksplorasi dan pengambilan keputusan dalam pemilihan pekerjaan.

Berdasarkan pemahaman di atas dapat diambil kesimpulan bahwa identitas vokasional adalah gambaran mengenai minat bakat dan pengaturan dorongan, kemampuan dan keyakinan dalam diri remaja


(45)

34

untuk membuat pilihan terkait dengan bidang pekerjaan yang akan ditekuni pada masa depan yang meliputi proses eksplorasi dan juga komitmen..

2. Pembentukan identitas vokasional

Perkembangan identitas terjadi bertahap dan sedikit demi sedikit. Keputusan yang diambil tidak hanya sekali, tetapi harus diambil berulang kali. Perkembangan identitas tidak berlansung dengan teratur dan juga tidak berlansung dengan tiba-tiba. Ketika mereka mulai menyadari mereka akan bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan kehidupan mereka, remaja mulai mencari hidup macam apakah yang akan mereka jalani.

Jadi pada masa remaja merupakan pembentukan awal dari suatu identitas vokasional yang dipengaruhi oleh lingkungan dan keluarga dan juga waktu yang cukup lama.

Santrock (2007) mengatakan pembentukan identitas tidak selalu terjadi secara teratur, dan biasanya juga tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada batas paling rendah, pembentukan identitas melibatkan komitmen kepada kehidupan dalam dunia kerja, pemilihan ideologi dan orientasi seksual. Melakukan sintesa terhadap komponen identitas dapat menjadi suatu proses yang lama dan panjang dengan sejumlah pertentangan dan persetujuan dari berbagai peran dan wajah.


(46)

35

Senada dengan pendapat beberapa tokoh di atas, bahwa pembentukan identitas vokasional tidak berlangsung seketika tetapi membutuhkan proses yang cukup lama.

Perkembangan identitas terjadi secara sedikit-sedikit dan keputusan tidak dibuat sekali saja untuk seterusya, tetapi harus dibuat lagi dan lagi. Erikson (dalam Santrock, 2007) mendeskripsikan, ketika remaja secara bertahap menyadari bahwa mereka bertanggung jawab akan diri mereka dan kehidupan mereka sendiri, remaja kemudian akan mencari seperti apakah kehidupannya nanti. Banyak orang tua dan orang dewasa lainnya yang terbiasa memiliki anak yang melakukan apa yang mereka katakan, akan menjadi terheran-heran atau marah dengan komentar para remaja dan perubahan suasana hati yang sering terjadi pada remaja.

3. Aspek dari vocational identity

Aspek dalam kematangan vokasional menurut Super (dalam Wijaya, 2009) terdiri dari:

a) Perencanaan (Planfulness). Kesadaran individu bahwa dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan karir, serta mempersiapkan diri untuk membuat pilihan tersebut

b) Penjajagan (Exploration). Individu secara aktif menggunakan berbagai sumber untuk memperoleh informasi mengenai dunia. kerja umumnya dan untuk memilih salah satu bidang pekerjaan khususnya


(47)

36

c) Pengumpulan Informasi (Information Gathering). Kemampuan untuk menggunakan informasi tentang karir yang dimiliki untuk dirinya, serta mulai mengkristalisasikan pilihan pada bidang dan tingat pekerjaan tertentu

d) Pengambilan Keputusan (Decision Making). Individu mengetahui apa saja yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan pendidikan dan karir, kemudian membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kematangan vokasional meliputi: perencanaan (planfulness), penjajagan (exploration), pengumpulan informasi (information gathering), dan pengambilan keputusan

Marcia (dalam hartung, 2013) mengatakan ada dua aspek dalam pembentukan identitas vokasional yaitu aspek komitmen dan juga eksplorasi. Marcia (dalam department of public health, 2016) mengatakan ada dua aspek dalam pembentukan identitas vokasional mengacu pada proses pembentukan identitas erikson, yaitu proses eksplorasi dan komitmen. “searching among various possibilities or whom and what one might be”. eksplorasi merupakan kemampuan Mencari berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya terhadap karir yang diinginkan. Sedangkan komitmen “Entails a consolidation of this process with adherence to a cours of action


(48)

37

yaitu Mengikuti proses dan patuh serta terlibat dalam pelaksanaan kegiatan.

Sedangkan hampir sama pada referensi di atas, Marcia (Dalam Nemeroff, 2001) mengatakan ada dua aspek dalam pembentukan identitas vokasional yaitu proses eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi :“periode of struggle or active questioning in arriving at various aspect of personal identity, such us vocational choice, religious belief, or attitude about the role of spose or parenting in one's life” proses eksplorasi merupakan Periode perjuangan mengenali aspek identitas diri, seperti pilihan kejuruan, kepercayaan agama, atau sikap tentang peran dalam kehidupan seseorang. Sedangkan komitmen adalah “involves making a firm, unwavering decisioe in such areas and engaging in appropriate implementing activities”. Yakni Mampu membuat keputusan tegas dan tak tergoyahkan di bidang-bidang yang diinginkan

Jadi dapat disimpulkan bahwa aspek dari vocational identity dibagi menjadi dua yaitu Komitmen dan juga eksplorasi. Komitmen meliputi kemampuan membuat keputusan tegas dan tak tergoyahkan di bidang-bidang yang diinginkan dan juga senantiasa mengikuti proses dan patuh dalam pelaksanaan suatu kegiatan. aspek yang kedua adalah Eksplorasi yang merupakan Periode perjuangan mengenai aspek identitas diri, seperti pilihan kejuruan, kepercayaan agama, atau sikap tentang peran dalam kehidupan seseorang serta mencari berbagai


(49)

38

kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya terhadap karir yang diinginkan.

Berdasarkan ada dan tidaknya proses eksplorasi dan komitmen sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka Marcia (dalam Hartung, 2013) membedakan identitas diri individu kepada 4 status identitas, yaitu :

a) Identity Achievement, yaitu setelah remaja memahami pilihan yang realistik, maka dia harus membuat pilihan dan berperilaku sesuai dengan pilihannya, dengan kata lain pada status identity achievement, remaja melakukan proses eksplorasi terhadap berbagai pilihan bidang pekerjaan, kemudian membuat komitmen untuk memilih salah satu jenis pekerjaan. Jadi ada eksplorasi dan ada komitmen.

b) Identity Foreclosure, yaitu menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan. Pada identity foreclosure ini, remaja tidak melakukan eksplorasi tetapi membuat sebuah komitmen untuk memilih salah satu jenis pekerjaan yang akan ditekuninya di masa mendatang. Pilihan itu berasal dari luar dirinya, bisa orang tua, teman, dan lain sebagainya.

c) Identity Diffusion, yaitu kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya. Maksudnya individu tidak mampu membuat pilihan terhadap berbagai alternatif vokasional. Pada status identitas diffusion ini, remaja tidak melakukan eksplorasi


(50)

39

dengan serius, tidak mempunyai pilihan-pilihan yang akan dipertimbangkan dengan serius. Sehingga remaja tersebut tidak melakukan komitmen. Jadi, bisa dikatakan tidak melakukan eksplorasi dan komitmen.

d) Moratorium, yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen remaja terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi (dalam Yusuf, 2010). Pada status moratorium ini, remaja telah melakukan eksplorasi tapi tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalah krisis yang dialaminya, terus menerus tidak mau manghadapi masalahnya, sehingga hanya berada dalam tahap itu.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi vocational identity

Noviana (2002) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan vokasional adalah budaya yang dimiliki oleh suatu etnis. Adanya perbedaan dalam kebudayaan, nilai-nilai maupun kebiasaan, membuat perilaku dan pola pikir yang berkembang pada tiap individu akan berbeda. Kemudian

Purwandari (2009) mengungkapkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan vokasional seperti: dukungan guru, teman sebaya, gender, dan sebagainya yang diduga turut mempengaruhi kematangan vokasional. Faktor yang memepengaruhi vocational identity menurut Hirschi (2009) yaitu:


(51)

40

a) Tahap perkembangan

b) Konteks sosial dan lingkungan c) Gender

d) Pendidikan e) Work wellbeing f) Etnis

Perkembangan identitas diri remaja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Marcia (dalam Hartung, 2013) menyebutkan beberapa kondisi yang mendahului (antecedent) bagi pembentukan identitas diri remaja. Pembentukan identitas termasuk identitas dalam bidang pekerjaan dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel yang saling terkait, termasuk:

a) The extent of identification with the parents priorto and during adolescence, yaitu tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan sesudah masa remaja. Tingkat identifikasi pada orang tua sejak masa kanak-kanak hingga mencapai masa remaja sangat berperan memberikan arah pembentukan identitas diri pada remaja. Semua sikap dan perilaku orang tua menjadi sumber identifikasi bagi anak dan selanjutnya menjadi komponen pembentuk identitas dirinya.

b) The parenting style(s) with which the person has been reared,

yaitu dengan pola asuh seperti apa seseorang itu dibesarkan. Apabila hubungan anggota keluarga hangat dan harmonis, serta


(52)

41

perlakuan orang tua terhadap anak positif atau penuh dengan kasih sayang, makaremaja akan mampu mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil.

c) The availability of model figures perceived assuccessful, yaitu ketersediaan figur yang dijadikan model. Orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat, seperti orang tuanya dan kalangan selebritis. Jika remaja tersebut benar dalam memilih tokoh idolanya, maka remaja akan tumbuh dengan benar dan mencapai identitasnya dengan baik. Sebaliknya, jika remaja salah dalam memilih idolanya, maka remaja akan gagal dalam mencapai identitasnya.

d) Social expectation about identitychoices araising within the family, the school, and the peer group, yaitu harapan sosial tentang pilihan identitas dalam keluarga, sekolah dan teman sebaya. Dalam hal ini, pengalaman dalam menyampaikan gagasan, penampilan peran-peran dan bergaul dengan orang lain sangatlah penting bagi perkembangan identitas.

e) The extent to which the person is exposed to a varietyof identity alternatives, yaitu sejauh mana individu tersebut mencari berbagai macam alternatif identitas, seperti mengetahui siapa dirinya, peranannya sebagai wanita/pria, apa potensi yang dimilikinya dan kemana arah hidupnya.


(53)

42

f) The extent towhich the preadolescent personality provides an appropriate foundation for coping with identity concerns, yaitu sejauh mana kepribadian pra-remaja memberikan fondasi yang tepat untuk mengatasi masalah identitas. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Pengalaman sejak kecil yang penuh konflik atau frustasi dan kurang mendapat bimbingan keagamaan akan berdampak kurang baik bagi perkembangan remaja. Remaja cenderung akan mengalami kegagalan dalam mengikuti program sekolah dan cenderung memiliki sifat pribadi tidak jujur, rasionalisasi (suka memberi alasan-alasan untuk menutupi kelemahan dirinya), dll. Sebaliknya, pengalaman yang menyenangkan akan mempengaruhi sifat-sifat pribadi yang taat hukum dan tidak melampaui batas.

C. Hubungan Vocational identity dengan kematangan karir

Kematangan karir yaitu sikap dan kompetensi yang berperan untuk pengambilan keputusan karir. Sikap dan kompetensi tersebut mendukung penentuan keputusan karir yang tepat. Kematangan karir juga merupakan refleksi dari proses perkembangan karir individu untuk meningkatkan kapasitas untuk membuat keputusan karir (Sharf, 2007)

Super (dalam sharf, 1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya kematangan karir yaitu Faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan, faktor lingkungan, yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga,


(54)

43

keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup., faktor vokasional, kematangan karir individu, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir, prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan, partisipasi di sekolah dan luar sekolah.

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik disepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi disepanjang hidup, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan. Erikson (dalam Santrock, 2003) menjelaskan pada masa remaja individu dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya.

hirschi (2007), menyatakan bahwa Terdapat pengaruh yang kuat antara vocational identity dengan kesiapan pemilihan karir berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. vocational identity mempengaruhi kematangan karir dari individu, dimana ketika terdapat 4 macam identitas yang telah dijelaskan Marcia.

Marcia (dalam Hartung, 2013) membedakan identitas diri individu kepada 4 status identitas, yaitu Identity Achievement, identity remaja melakukan proses eksplorasi terhadap berbagai pilihan bidang pekerjaan, kemudian membuat komitmen untuk memilih salah satu jenis pekerjaan.

Identity Foreclosure, yaitu menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan. Identity Diffusion, yaitu kebingungan


(55)

44

tentang siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya. Maksudnya individu tidak mampu membuat pilihan terhadap berbagai alternatif vokasional. Pada status identitas diffusion ini, remaja tidak melakukan eksplorasi dengan serius, tidak mempunyai pilihan-pilihan yang akan dipertimbangkan dengan serius. Moratorium, yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen remaja terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi (dalam Yusuf, 2010). Pada status moratorium ini, remaja telah melakukan eksplorasi tapi tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalah krisis yang dialaminya, terus menerus tidak mau manghadapi masalahnya, sehingga hanya berada dalam tahap itu.

Jadi dengan adanya empat status yang telah dikemukakan marcia akan mempengaruhi tingkat eksplorasi karir yang nantinya akan menentukan kematangan karir seorang individu.

Penelitian lain juga mengungkapakan adanya hubungan antara

vocational identity dengan kematanfan karir individu, selain itu terdapat faktor lain seperti self efficacy dan juga role model serta family functioning (Brown, S. & lent, 2008)


(56)

45

D. Kerangka Teoritis

Gambar 3. Kerangka teoritis

Kematangan karir yaitu sikap dan kompetensi yang berperan untuk pengambilan keputusan karir. Sikap dan kompetensi tersebut mendukung penentuan keputusan karir yang tepat. Kematangan karir juga merupakan refleksi dari proses perkembangan karir individu untuk meningkatkan kapasitas untuk membuat keputusan karir (Sharf, 2007)

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik disepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi disepanjang hidup, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan. Erikson (dalam Santrock, 2003) menjelaskan pada masa remaja individu dihadapkan pada

Faktor yang memengaruhi 1. Faktor-biososial

2. Faktor lingkungan budaya dan kohesivitas keluarga. 3. Faktor Keperibadian

4. Faktor identitas vokasional 5. Faktor Prestasi individu KEMATANGAN KARIR

Pembentukan terjadi pada masa remaja


(57)

46

pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya.

Remaja dihadapkan dengan banyak peran baru dan status dewasa yang menyangkut pekerjaan dan asmara. Bila remaja mengeksplorasi peran-peran tersebut dalam cara yang sehat dan mendapatkan jalan yang positif untuk diikuti dalam hidupnya, suatu identitas yang positif akan terbentuk. Bila suatu identitas dipaksakan pada remaja, bila remaja kurang mengeksplorasi peran-peran yang berbeda, dan bila jalan ke masa depan yang positif tidak ditentukan, maka kekacauan identitas terjadi.

Menurut Santrock (dalam Jahja, 2011) pada masa remaja, mereka (1) Telah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan, (2) Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang, (3) Telah mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka telah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan pada masa depan, (4) Telah mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.

Dengan demikian remaja telah dapat mengeksplorasikan peran-peran tertentu dan dapat membuat suatu komitmen, maka remaja tersebut dapat melewati masa-masa krisis identitas dan menemukan jati dirinya.

Jadi dapat dikatakan bahwa pada masa remaja lah mulai terbentuknya jati diri seorang individu, sehingga mulai bisa menentukan apa yang


(58)

47

diinginkan termasuk dalam hal karir, yang itu dipengaruhi oleh pembentukan identitas vokasional yang dimiliki oleh remaja.

E. Hipotesis

Pada penelitian ini, peneliti memiliki anggapan (hipotesis) berupa:

Ha = Ada hubungan antara vocational identity dengan kematangan karir

siswa SMK.


(59)

48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan penekanan analisisnya menggunakan metode statistika dimana menurut Broot dan Cox (dalam Muhid, 2012) berupa bukti-bukti numerik guna menetapkan satu dari beberapa alternatif keputusan atau tindakan dimana tidak semua fakta yang relevan diketahui. Sedangkan kuantitaf adalah metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel (Creswell, 2014).

Pendekatan dalam penelitian disini menggunakan studi korelasional dimana Korelasi yang tidak menunjukkan sebab-akibat artinya sifat hubungan variabel satu dengan lainnya tidak jelas mana variabel sebab dan mana variabel akibat (Muhid, 2012).

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai.Variabel adalah sesuatu yang secara kuantitatif atau kualitatif bervariasi. (Azwar: 2005) Ciri-ciri atau aspek dari fakta sosial yang mempunyai lebih dari satu nilai yang dinamakan variabel.


(60)

49

Sesuai dengan judul “Hubungan Antara vocational identity dengan kematangan karir siswa SMK”, variabel dari penelitian ini adalah terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu:

a. Variabel Bebas : Vocational identity

b. Variabel Terikat : Kematangan karir

Untuk mengukur variabel-variabel tersebut, selanjutnya masing-masing variabel diperinci menjadi sub-sub variabel atau indikator, yaitu: a. Variabel vocational identity (X)

Aspek-aspek dari variabel ini meliputi: 1) Komitmen

a) Mampu membuat keputusan tegas dan tak tergoyahkan di bidang-bidang yang diinginkan.

b) Mengikuti proses dan patuh dalam pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan minat bakat.

2) Eksplorasi

a) Mengenali aspek identitas diri, seperti pilihan kejuruan, kepercayaan agama, atau sikap tentang peran dalam kehidupan seseorang

b) Mencari berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya terhadap karir yang diinginkan.

b. Variabel kematangan karir (Y)


(61)

50

a) Menyadari wawasan tentang pekerrjaan dan persiapan karir b) Memiliki perencanaan karir dimasa depan.

2) Eksplorasi karir

a) Memanfaatkan informasi karir yang telah diperoleh

b) Mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

3) informasi karir

a) Mengumpulkan informasi karir dari berbagai sumber b) Mengetahui tugas-tugas pekerjaan dalam suatu jabatan dan

perilaku-perilaku dalam bekerja. 4) Pengambilan keputusan

a) Memanfaatkan pengetahuan untuk memilih karir yang tepat b) Memutuskan karir yang diinginkan

5) Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai a) Memahami tugas dan persyaratan dari pekerjaan yang

diinginkan

b) Mampu mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin muncul dari pekerjaan yang diminati.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Vocational identity adalah gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai tujuan, minat, bakat, dan kepribadiannya yang akan membuatnya mengambil keputusan dengan tepat terkait masa depan disertai dengan komitmen dan juga proses eksplorasi.


(62)

51

b. Kematangan karir adalah suatu kesiapan dari diri seseorang untuk mengetahui dan merencanakan tentang arah minat dan potensinya dan mengembangkan skill serta pengetahuan tentang dunia kerja serta segala yang berhubungan dengan konsep pekerjaan yang diinginkan. C. Subjek penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Karakteristik yang dimaksud bisa berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan atau yang lainnya (Latipun, 2002). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMKN 1 Surabaya dengan jumlah siswa 930 orang.

2. Sampel dan teknik sampling

Latipun (2002) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi dan representatif dari populasinya. Gay (dalam Ruseffendi & Sanusi, 1994) mengatakan bahwa untuk penelitian deskriptif, sampel minimum adalah 10%-20% dari populasi. Untuk penelitian korelasional paling tidak 30 subyek (orang). Untuk riset percobaan (eksperimen) paling sedikit 30 orang perkelompok. Penelitian eksperimen yang dikontrol dengan ketat mungkin 15 orang cukup.

Sampel pada penelitian ini adalah siswa jurusan akuntansi dan administrasi perkantoran dengan pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik purposive sampling merupakan bagian dari non random sampling dimana pemilihan sampel sesuai dengan yang


(63)

52

dikehendaki peneliti (Latipun, 2012). Proses pengambilan subjeknya dengan cara mengambil secara langsung 2 kelas administrasi perkantoran dan 1 kelas akuntansi dengan jumlah keseluruhan 100 orang untuk menjadi anggota sampel penelitian. kriteria sampel yang digunakan yatu: a. Laki-laki atau perempuan.

b. Usia 15 sampai 17 tahun.

c. Berstatus Siswa kelas XI di SMKN 1 Surabaya.

d. Berada di jurusan akuntansi dan administrasi perkantoran.

Peneliti mengambil kelas akuntansi dan juga administrasi perkantoran dengan alasan bahwa saat ini jurusan administrasi perkantoran dan juga akuntansi adalah jurusan yang paling diminati oleh siswa, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru BK. selain itu, untuk saat ini, beberapa lapangan pekerjaan lebih membutuhkan lulusan kedua jurusan tersebut karena bisa masuk kepada beberapa pekerjaan yang ada untuk saat ini.

Peneliti mengambil sampel kelas XI karena peneliti berasumsi bahwa siswa kelas XI berada pada titik tengah dari proses belajar di SMK, dimana telah mengenyam pendidikan satu tahun dan sisa setahun dalam masa belajar, yang dimungkinkan mulai berorientasi pada karir. Selain itu, Menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2007) antara usia 11 hingga 17 tahun, perkembangan karir remaja berada di tahap tentatif, yang merupakan suatu masa transisi dari tahap fantasi masa kanak-kanak menuju tahap pengambilan keputusan yang realistis di masa depan.


(64)

53

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dngan menggunakan Seluruh Variabel akan di ukur menggunakan skala pernyataan kematangan karir dan juga skala vocational identity yang menggunakan skala sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya.

Penelitian ini mengguanakan skala likert dengan skala interval dan system penilaian empat skala. Pada pernyataan yang mendukung (Favorable): sangat setuju (4), setuju (3), Tidak Setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Pada pernyataan yang tidak mendukung (Unfavorable): Sangat Setuju (1), setuju (2), Tidak setuju (3), dan sangat tidak setuju (4). Alasan tidak digunakannya lima skala pilihan adalah untuk menghindari banyaknya responden yang memilih netral atau ragu-ragu.


(65)

54

1. Skala Kematangan Karir

a. Blueprint skala kematangan karir Tabel 1.3

Blue print kematangan karir

NO VARIABEL ASPEK INDIKATOR JUMLAH ITEM JUMLAH

F UF

1.

Kematangan Karir

Perencanaan karir

Memiliki wawasan tentang pekerjaan dan

persiapan karir 1,18, 31 20,34 5

Memiliki perencanaan karir dimasa depan 19,32 2,5,22 5

2. Eksplorasi karir

Mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

36,43,

44 3,7 5

Memanfaatkan informasi karir yang telah diperoleh

21,33,

35 4,45 5

3. Informasi karir

Mengumpulkan informasi karir dari berbagai sumber terkait pekerjaan

17,30,

37 6,42 5

Mengetahui tugas-tugas pekerjaan dalam suatu

jabatan dan perilaku-perilaku dalam bekerja. 29,41 8,26, 49 5

4. Pengambilan

keputusan

Memanfaatkan pengetahuan untuk memilih

karir yang tepat 25,40 10,16, 48 5

Memutuskan karir yang diinginkan 11,15,47 9,27 5

5. Pengetahuan

tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai

pemahaman mengenai tugas dan persyaratan

dari pekerjaan yang diinginkan, 14,39 12,24,46 5 Mampu mengidentifikasi resiko-resiko yang

mungkin muncul dari pekerjaan yang diminati. 28,38 13,23, 50 5


(1)

84

karir seorang siswa, hal itu mungkin disebabkan karena sistem kurikulum atau aturan yang berlaku di dalam sekolah.

Peneliti berasumsi bahwa adanya perbedaan yang terjadi karena

vocational identity bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan tinggi atau rendahnya kematangan karir seorang siswa hal ini sejalan dengan pendapat sharf yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang memang memengaruhi kematangan karir seorang siswa, diantaranya yaitu Faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan, faktor lingkungan, yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga, keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup, kematangan karir individu, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir, prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan, partisipasi di sekolah dan luar sekolah. Selaian itu masih banyak faktor demografi lainnya yang mungkin disinyalir dapat mempengaruhi kematangan karir seorang siswa.


(2)

85

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan yang cukup signifikan antara kematangan karir dengan Vocational identity, hal ini berarti bahwa kematangan karir berhubungan dengan vocational identity.

Dengan harga koefisien korelasi sebesar 0,334 dimana harga korelasinya bersifat positif, artinya semakin tinggi vocational identity maka akan dibarengi dengan semakin tinggi pula kematangan karir seorang siswa SMK.

B. SARAN

1. Bagi mahasiswa dan siswa SMK

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan mahasiswa lebih memahami bahwa identitas vokasional ternyata akan memengaruhi kematangan karir seseorang, meskipun penelitian dilakukan pada jenjang SMK, namun tidak menutup kemungkinan di tingkat mahasiswa akan hampir sama.

2. Bagi guru BK dan sekolah

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan kepada sekolah, khususnya guru BK untuk menciptakan program-program yang menunjang kematangan karir, khususnya di bidang vokasional dan tetap memeberikan layanan konseling terkait segala hal yang berhubungan dengan pendidikan SMK.


(3)

86

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan instrumen yang ada atau melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda agar khazanah keilmuan psikologi semakin berkembang.


(4)

87

DAFTAR PUSTAKA

Aji, rahananto (2010). Hubungan Antara Locus Of Control Internal dengan kematangan karir pada siswa kelas XII SMKN 4 purworejo . (journal psikologi: eprints.undip.ac.id).

Ardana dkk, (2014). Penerapan Konseling Karir Holland Dengan Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Kelas X TKJ 1 Smk Negeri 3 Singaraja. (E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling Volume: 2 No 1, Tahun 2014).

Ayudiati, Soraya. (2010). Analisis Pengaruh Locus Of Control Terhadap Kinerja Dengan Etika Kerja Islam Sebagai Variabel Moderating. (Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro).

Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Badan Pusat Statistik. (2016). Pengangguran Terbuka Menurut

Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan. Http://Www.Bps.Go.Id/ Tab_Sub/View.Php?Kat=1&Tabel=1&Daftar=1&Id_Subyek=06&Not ab= 4 (Diakses Tanggal 4 Mei 2016).

Bank dunia dan pusat statistic 2016. Diakses pada februari 2016 di http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/pengangguran/item255?.

Brown, Duane. (2002). Career Choice And Development. San fransisco; jossay bass.

Brown, S. & Lent,R. (2008). Handbook of counseling psychology fourth ed. Canada: simatorously.

Department of public health, (2016). Congenital heart disease and adolescence. Switzerland: library of congres control.

Dewi, Dkk. (2014). Hubungan Antara Internal Locus Of Control Dan Pengalaman Praktik Kerja Industri Dengan Kematangan Karier Pada Siswa Program Studi Keahlian Teknik Komputer Dan Informatika. (Jptk, Undiksha, Vol. 11, No. 2, Juli 2014 : 121 – 134).

Hargrove, Byron Dkk. (2005). Family Interactions Patterns, Career Planning Attitude And Vocational Identify Of High School Adolesencents.(Journal Of Career Development)


(5)

88

Hartiningtyas, L dkk. (2016). Hubungan Antara Self Regulated Learning dan Locus of Control Internal dengan Kematangan Vokasional Siswa SMK. (Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan

Volume: 1 Nomor: 6 Bulan Juni Tahun 2016 Halaman: 1127—1136). Hartung dkk, (2013). Handbook of vocational psychology. Routledge:

USA.

Hasan, B. (2006). Career Maturity Of Indian Adolescents As A Function Of Self Concept, Vocational Aspiration, And Gender. (Journal Of Indian Academy Of AppliedPsychology, 32 (2), 127-134).

Hirschi. (2007). Hollands Holland’s Secondary Constructs Of Vocational

Interest And Career Choice Readiness Of Secondary Students.

(Department Of Psychology, University Of Zurich, Switzerland). Hirschi. Andreas (2011). Career choice readiness in adolescence:

developmental trajectories and individual differences. (Journal of vocational behavior 79 (92), 340-348).

Kemdikbud (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Komandyahrini, E. (2008). Hubungan Self Efficacy Dengan Kematangan

Dalam Memilih Karir Siswa Program Percepatan Belajar. (Jurnal Keberbakatan Dan Kreativitas, 2 (1), 1-12.)

Latipun. (2002).Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.

Muhid, Abdul (2012). Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama Publishing. Naido, A.V., Dkk. (1998). Demographics, Causality, Work Salience, And

Career Maturity Of African-American Student: (A Causal Model Journal Of Educational Behaviour, Vol 53. 15-17)

Nicholas A.V & Larry C, (2000). proffessional orientation to counseling (third ed). USA: Brunner Routledge.

Prahesty, dkk. (2013). Perbedaan Kematangan Karir Siswa Ditinjau Dari Jenis Sekolah. (Character. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2013)

Purwantini, lucky. (2016). Peran Pengetahuan Deklaratif Dan Prosedural Remaja dalam Menentukan Identitas Vokasional: Tinjauan Psikologi Kognitif Tentang Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XII di Bekasi.(Prosiding, 2016 E-Journal.Unisma.Net Hal 387-396)


(6)

89

Rishadi, Fauzan. (2015). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas Xi Smk Negeri 5 Pangkalpinang Tahun Ajaran 2015/2016. (E-Jurnal Bimbingan Dan Konseling Edisi 3 Tahun Ke 5 2016)

Rishadi, Fauzan. (2015). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XI Smk Negeri 5 Pangkalpinang Tahun Ajaran 2015/2016. (E-Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 3 Tahun ke 5 2016)

Rojewski, Jay. (1995). Effect Of Gender And Academic Risk Behavior On The Career Maturity Of Rural Youth. (Journal Of Research In Rural Education, Vol. 11 No 2)

Ruseffendi, E.T & Ahmad sanusi (1994). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press

Santrock, John W. (2007). Adolescence, Perkembangan Remaja.

Penerjemah: Shinto B. Adelar & Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sari, Ratna. (2012). Peran Praktik Industri Dalam Menunjang Kesiapan Memasuki Dunia Kerja Siswa Kelas Xi Program Keahlian Busana Smk Karya Rini Yogyakarta.Skripsi (Diterbitkan). Program Studi Pendidikan Teknik Busana, Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia Pada Http://Eprints.Uny.Ac.Id/6905/1/..Pdf (Diakses Tanggal 4Desember 2013).

Sharf, Richard. (1992). Applying Career Development Theory To Counseling. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Smitina, A. (2008). Student‟s Risk to Drop Out and Relation to

Vocational identity. (Journal of Management Education 1(1): 17-27).

Wijaya, Fitria. 2012. Hubungan Antara Kematangan Karir Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa Kelas X MAN Cibinong. Http:// Publication.Gunadarma.Ac.Id

Wiley, (2001). the corsini encyclopedia of psychology and behavioral science. canada: simultaneously.

Yusuf, S. (2010). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.