STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA : STUDI TENTANG TUJUAN, KURIKULUM, DAN METODE PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA.

(1)

STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA

(Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan

Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Eka Wahyu Wulandari (D71212151)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Eka Wahyu Wulandari, Nim: D71212151. Tahun 2015. Judul skripsi “Studi Komparasi Konsep Pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata (Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)”.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh Keterbelakangan pendidikan Islam yang umumnya terjadi saat ini, antara lain karena kegiatan pendidikan yang umumnya berlangsung di masyarakat masih dilaksanakan secara konvensional, hanya bermodalkan niat dan semangat, tetapi tidak didukung dengan teori dan konsep yang mapan. Akibat dari keadaan yang demikian itu, maka praktik pendidikan Islam belum bertolak dari teori, konsep dan desain ajaran Islam. Pendidikan Islam berjalan tanpa desain (not by design), tetapi hanya berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumya (just by accident and tradition). Dengan kata lain, praktik pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pendidikan.

Oleh karena itu dari pendapat tersebut peneliti melihat bahwa pengkajian konsep pendidikan terutama konsep pendidikan Islam yang mendalam sangatlah penting guna menumbuhkan kepribadian Muslim pada setiap individu Islam agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan Islam prespektif Hasan Langgulung?. (2) Bagaimana konsep pendidikan Islam prespektif Abuddin Nata?. (3) Bagaimana relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam?.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literature baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah dan menganalisis sumber data dari referensi yang terkait dari analisis telaah data tersebut menghasilkan kesimpulan. Kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah:

Pertama, menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam berarti proses merubah dan memindahkan nilai kebudayaan Islam kepada setiap individu dalam setiap masyarakat yang bertujuan menciptakan manusia yang beriman dan beramal saleh. Sedangkan cakupan nilai kebudayaan itu mencakup dua hal yaitu ilmu naql dan ilmu aql, selama ilmu aql tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sedangkan Abuddin Nata berpendapat bahwa pendidikan Islam diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat membina manusia menjadi insan kamil yang tujuan hidupnya tak lain adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah Swt dengan berpedoman pada

Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.

Kedua, inti dari relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata adalah beribadah kepada Allah Swt merupakan tujuan dari pendidikan Islam.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

MOTTO.. ... ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK. ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

PERNYATAAN KEASLIAN. ... xiii

BIODATA PENULIS .. ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1

B. Idetifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian .. ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 10

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodologi Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian pendidikan ... 26

B. Pengertian pendidikan Islam ... 31

C. Tujuan pendidikan Islam ... 39

D. Kurikulum pendidikan Islam ... 53


(7)

BAB III BIOGRAFI SOSIAL HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA

A. Biografi Sosial Hasan Langgulung ... 70

1. Riwayat hidup Hasan Langgulung ... 70

2. Riwayat pendidikan Hasan Langgulung ... 72

3. Riwayat pekerjaan Hasan Langgulung ... 73

4. Karya Hasan Langgulung ... 76

5. Corak pemikiran Hasan Langgulung ... 77

B. Biografi Sosial Abuddin Nata ... 79

1. Riwayat hidup Abuddin Nata ... 76

2. Riwayat pendidikan Abuddin Nata ... 80

3. Riwayat pekerjaan Abuddin Nata ... 81

4. Karya Abuddin Nata ... 83

5. Corak pemikiran Abuddin Nata ... 85

BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA A. Konsep pendidikan Islam prespektif Hasan Langgulung ... 87

1. Pengertian pendidikan Islam ... 89

2. Tujuan pendidikan Islam ... 93

3. Kurikulum pendidikan Islam ... 99

4. Metode pendidikan Islam... 110

B. Konsep pendidikan Islam prespektif Abuddin Nata ... 116

1. Pengertian pendidikan Islam ... 116

2. Tujuan pendidikan Islam ... 119

3. Kurikulum pendidikan Islam ... 125

4. Metode pendidikan Islam... 129

C. Relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait Konsep pendidikan Islam... 138


(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 156 B. Rekomendasi ... 159 DAFTAR PUSTAKA . ... 160 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Manusia menurut Islam adalah makhluk Allah yang paling sempurna serta mulia. Manusia dibekali dengan potensi-potensi ketuhanan yang ada pada dirinya. Potensi-potensi yang dimilikinya yang terdiri dari naluri-naluri, kebutuhan jasmani, dan akal.1 Hal ini telah dinyatakan dalam firman Allah Qs. An-Naml ayat 73, yang berbunyi:

وو ْ و وْ ْ وّ وا ّل و و ْ و و ّ وّو

” Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi

kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya)”.

Guna mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada diri masing-masing individu serta menuntun setiap individu untuk lebih dekat dengan Tuhan, Maka diperlukan adanya pendidikan yang merupakan suatu hal yang sudah menjadi keharusan bagi setiap individu untuk membangun jiwa yang memiliki kedekatan dengan

1

Muhammad Husain Abdullah, Mafahim Islamiyah: Menajamkan Pemahaman Islam, (Bangil: Al-Izzah, 2002), h.11.


(10)

2

Tuhan dengan menggunakan potensi-potensi yang telah dianugrahkan Tuhan kepadanya.

Manusia juga memiliki organ-organ kognitif semacam hati (qalb), intelek (aql), dan kemampuan fisik, intelektual, pandangan kerohanian, pengalaman, kesadaran. Dengan berbagai potensi semacam itu, manusia dapat menyempurnakan kemanusiaannya sehingga menjadi yang dekat dengan Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dapat menjadi makhluk paling hina karena kecenderungan hawa nafsu dan kebodohannya.2

Didalam Al-Qur’anpun ditegaskan peringatan Allah terhadap manusia yang tidak berpengetahuan, seperti firman Allah swt dalam Qs. Hud:46, yang berbunyi:

و ْ و وو و ْو و و ّ

” ……Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya

kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

Selanjutnya respon Al-Qur’an dalam mengatasi kebodohan dan keterbelakangan dilakukan dengan cara memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikirannya untuk berfikir, meneliti, dan belajar dalam arti yang seluas-luasnya. Berbagai aktivitas ini secara sistematik

2

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), cet. Ke-1, h.7.


(11)

3

dilakukan melalui kegiatan pendidikan. Al-Qur’an memerintahkan agar manusia membaca dengan tetap menyebut nama Allah, mengajar manusia dengan perantara kalam. (Qs. Al-Alaq, 96:1-5); menyuruh manusia berfikir (Qs. Al-Baqarah, 2:219); memperhatikan ayat-ayat Allah (ayat-ayat kauniyah yang ada di alam jagad raya) (Qs. Ali Imran, 3:191), manusia juga diperintahkan agar mempergunnakan akalnya untuk memperhatikan ayat-ayat Allah yang ada di jagat raya (Qs. Al-Baqarah, 2:73 dan 76).3 Dari penjabaran di atas terlihat begitu besar perhatian Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an mengenai pentingnya pendidikan.

Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang paling penting yang akan terus berjalan tanpa batas akhir. John Dewey dalam Muzayyin menyatakan bahwa Education is process without end, Pendidikan adalah suatu proses tanpa akhir.4 Dalam proses untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan hidup, maka setiap individu diperintahkan untuk menuntut ilmu secara terus menerus sepanjang hidupnya, dan hal itu merupakan konsekuensi logis ditetapkannya manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Dan untuk membentuk seorang manusia sebagai

3

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h.45.

4

Muzayyin Arifin, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), cet. Ke-6, h.33.


(12)

4

khalifah yang memiliki kepribadian Islami, maka diperlukan pendidikan Islam.

Hal ini sejalan dengan pendapat Abuddin Nata yang memaparkan tujuan pendidikan salah satunya adalah Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.5

Pendidikan Islam yang terjadi saat ini, walaupun namanya berlabelkan Islam, namun dalam prakteknya belum sepenuhnya Islami. Yakni belum dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini bukan disebabkan karena para penyelenggara pendidikan Islam yang tidak mau merujuk kepada konsep atau teori tentang ilmu pendidikan Islam, namun secara faktual buku-buku tentang ilmu pendidikan Islam yang akan dijadikan sebagai referensi atau sandaran untuk menyelenggarakan pendidikan Islam tersebut memang belum ada. Para ulama di zaman klasik misalnya lebih banyak memusatkan kajian pada bidang tafsir, tasawuf dan akhlak dari pada bidang pendidikan. Didalam setiap kajian tersebut terkadang dijumpai penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis tentang pendidikan, namun belum

5


(13)

5

diuaikan secara mendalam dan belum menghasilkan teori atau konsep pendidikan Islam.6

Keterbelakangan pendidikan Islam yang umumnya terjadi saat ini, antara lain karena kegiatan pendidikan yang umumnya berlangsung di masyarakat masih dilaksanakan secara konvensional, hanya bermodalkan niat dan semangat, tetapi tidak didukung dengan teori dan konsep yang mapan.7 Akibat dari keadaan yang demikian itu, maka praktik pendidikan Islam belum bertolak dari teori, konsep dan desain ajaran Islam. Pendidikan Islam berjalan tanpa desain (not by design), tetapi hanya berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumya (just by accident and tradition).8 Dengan kata lain, praktik pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pendidikan.9 Oleh karena itu dari pendapat tersebut peneliti melihat bahwa pengkajian konsep pendidikan terutama konsep pendidikan Islam yang mendalam sangatlah penting guna menumbuhkan kepribadian Muslim pada setiap individu Islam agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

6

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.1.

7

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif, Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemn, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), cet. Ke-2, h.22.

8

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, h.2. 9

Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), h.1.


(14)

6

Dalam hal ini pendidikan haruslah seimbang antara jasmani dan rohani, spiritual dan material, yang fisik dan metafisik. Keseimbangan dalam pendidikan seperti halnya yang telah disebutkan sejalan dengan pemikiran Hasan Langgulung yang dipaparkan oleh Abuddin Nata dalam bukunya ilmu pendidikan Islam bahwa corak pemikiran Hasan Langgulung adalah berbasis psikologi Islam yang berdasarkan

Al-Qur’an dan As-Sunnah yang antara lain ditandai oleh keseimbangan

jasmani dan rohani, spiritual dan material, yang fisik dan metafisik.10 Hasan Langgulung memberikan definisi Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual , akhlak intelektual , dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai , prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.11

Di samping itu usaha Hasan Langgulung ini kemudian identik dengan gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan , yaitu penguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan khazanah Islam, penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern , pencarian sintesa kreatif antara khazanah dengan ilmu modern, dan pengarahan aliran pemikiran Islam kejalan yang mencapai penemuan pola rencana Allah

10

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, h.342. 11

Hasan Langgulung , Asas- asas pendidikan Islam,(Jakarta: Pustaka Al Husna, 1993). h.62.


(15)

7

.12 Hasan Langgulung adalah seorang pemikir kontemporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang yang ditekuni yaitu psikologi dan pendidikan. Pemikirannya mempunyai relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi, serta mengikuti perkembangan zaman, bahkan dalam tulisannya ia berupaya mengantisipasi masa depan, sehingga beliau patut dimasukkan kedalam kelompok modernist.13

Hal ini sejalan dengan pemikiran Abuddin Nata, Abuddin Nata bisa dikategorikan bukan hanya praktisi pendidikan, namun juga pemikir pendidikan Islam yang menawarkan beberapa pemikiran dan konsep yang bisa diaplikasikan dalam pendidikan Islam. Kedua tokoh yang digunakan untuk penelitian ini memiliki karya-karya yang monumental, yang banyak digunakan sebagai bahan rujukan dalam pendidikan.

Pemilihan tokoh Hasan Langgulung dan Abuddin Nata dalam penelitian ini, bukan berarti mengesampingkan tokoh pendidikan Islam lainnya, tetapi peneliti memandang bahwa pemikiran Langulung mempunyai corak dan karakteristik yang distingtif partikulatif untuk dikaji , khususnya berkaitan dengan perkembangan pemikiran

12

Ismail Raji al Faruqy, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjm Anas mahyuddin, (Bandung Pustaka Al Husna, 1982), h.98.

13

Abdurrahman Haji Abdullah ,Pemikiran Islam di Malaysia, Sejarah dan Aliran, (Jakarta: Gema Insani Press, tt), h.14.


(16)

8

pendidikan Islam pada paruh kedua abad 20 dan memasuki abad 21. Sedangkan pemikiran Abuddin Nata mempunyai corak dan karakteristik yang prakis dan pragmatis.

Berangkat dari pemikiran dan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih jauh bagaimana konsep pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut, yang peneliti tuangkan dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul : “Studi Komparasi Konsep pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata (Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)”.

B. Identifikasi dan batasan masalah.

Dari latar belakang diatas ada beberapa identifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Anak didik prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata. 2. Pendidik prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata. 3. Tujuan pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin Nata. 4. Kurikulum pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin

Nata.


(17)

9

6. Media pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin Nata. 7. Lingkungan pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin

Nata.

Dari beberapa identifikasi masalah diatas tidaklah mungkin untuk dibahas satu persatu dalam penelitian ini. Agar pembahasan tetap terfokus pada permasalahan, penulis membatasi penelitian pada nomor 3, nomor 4 dan nomor 5.

C. Rumusan masalah.

Untuk mempermudah dalam proses penelitian, maka diperlukan rumusan permasalahan pokok, sebagaimana berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Hasan Langgulung?

2. Bagaimana konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin Nata?

3. Bagaimana relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam?

D. Tujuan penelitian.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum


(18)

10

2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin Nata.

3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

E. Manfaat penelitian.

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi pendidikan di Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Secara khusus penelitian ini memiliki manfaat:

1. Kita dapat mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Hasan Langgulung.

2. Kita dapat mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin Nata.

3. Kita dapat mengetahui relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

F. Penelitian terdahulu.

Akan dijelaskan karya penelitian terdahulu yang sesuai dengan judul penelitian, baik berupa skripsi ataupun tesis, sebagai berikut:


(19)

11

Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Dalam

Pembentukan Karakter Prespektif Hasan Langgulung” oleh Bintoro

yang dijilid pada bulan Juli 2012. Dalam Skripsi ini menekankan pada karakter manusia. Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa dirubah atau dibentuk. Karakter manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain bisa jahat. Proses yang yang dibentuk adalah pembiasaan, sebab karakter itu yidak dapat dibentuk secara instan. Pendidikan dapat dilihat dari dua segi yaitu segi individu, segi pandangan masyarakat, dan individu dan masyarakat.

Perubahan tersebut dikatakan oleh Bintoro tergantung bagaimana proses intraksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia, dengan kondisi lingkungannya, sosial, budaya, pendidikan dan alam berdasarkan pemikiran Hasan Langgulung.

Penelitian yang kedua berjudul “Konsep Pendidikan Islam

Prespektif Abdul Malik Fajar” oleh Nurvita Octaviani, pada tahun

2011. Dalam skripsi ini menekankan pada pemikiran Abdul malik Fajar yang secara umum menunjukkan pada pemikiran pendidikan Islam yang harus menunjukkan perubahan mendasar dan pembenahan pada konsep dan manajemen pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan.


(20)

12

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, peneliti menyarankan pada pemegang dibidang pendidikan agar selalu memperhatikan proses pendidikan dan selalu membuat perbaikan demi kemajuan pendidikan Indonesia.

Penelitian yang ketiga, oleh Novi Nurbaya, dengan judul “Konsep Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung”, tahun 2005. Dalam skripsi ini peneliti dalam hal ini Novi Nurbaya memfokuskan tentang bagaimana pemikiran-pemikiran dari Prof. Dr. Hasan Langgulung tentang konsep pendidikan Islam yang meliputi pengertian, tujuan, ruang lingkup serta metode dari pendidikan Islam.

Dalam menggambarkan pemikiran pendidikan Islam menurut peneliti, Hasan Langgulung mencoba mengkaji pengertian dari pendidikan dari sudut pandang kedudukan manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial dan mensintesa antara keduanya dengan pendidikan dalam arti ibadah seluas-luasnya.

Penelitian yang keempat oleh Muhammad Tamrin, dengan judul

Ganjaran dan Hukuman dalam Pendidikan (Analisis Pemikiran Hasan Langgulung)”. Tesis ini diujikan pada tahun 2011. Penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa menurut Hasan Langgulung ganjaran merupakan pemberian penghargaan terhadap perilaku baik anak didik. Ganjaran adalah alat pembelajaran represif yang menyenangkan.


(21)

13

Sedangkan hukuman adalah tindakan yang diberikan kepada peserta didik sebagai akibat pelanggaran yang telah diperbuatnya.

lebih lanjut lagi peneliti memeparkan bahwa Hasan Langgulung menggunakan konsep thawa>b dan ’iqa>b. Dampak positif dari ganjaran adalah jika ganjaran diartikan sebagai thawabdari Allah, maka peserta didik akan mengharap hanya kepada Allah, sehingga dalam menuntut ilmu peserta didik akan mendapat ganjaran dari Allah Swt. Bila ini tujuan akhir dari peserta didik akan berdampak pada pembentukan kepribadian sebagai seorang Muslim yang berfungsi sebagai khalifah.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ulul Fauziyah, dengan judul “Pendidikan Islam dalam Perspektif Hasan Langgulung”, skripsi, yang ditulis oleh Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada bulan Agustus tahun 2009.

Penelitian ini menemukan bahwa dalam pesepektif Hasan Langgulung Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan untuk mempersiapkannya untuk kehidupan dunia.


(22)

14

Penelitian-penilitian di atas hanya focus pada pemikiran masing-masing tokoh belum ada satu penelitian pun yang menkomparasikan antara pemikiran keduanya. Pada penelitian ini peneliti mengkomparasikan pemikiran dua tokoh yakni Hasan langgulung dan Abuddin Nata terkait pemikirannya mengenai konsep pendidikan Islam.

G. Definisi operasional.

Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membangun kesamaan persepsi serta menghindari distorsi pemahaman dalam memahami penelitian.

Dalam penelitian ini konsep pendidikan Islam yang dimaksud peneliti adalah sistem pendidikan Islam yang meliputi pendidik, anak didik, lingkungan, tujuan, metode, kurikulum serta media yang digunakan dalam pendidikan Islam. Namun seperti yang telah dijelaskan di atas peneliti hanya memfokuskan penelitian pada tujuan, metode, serta kurikulum.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil membandingkan (mengkomparasikan) pemikiran dua tokoh pendidikan yakni Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait sistem pendidikan Islam.


(23)

15

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang secara khas memiliki ciri Islami.14 Ramayulis dan Samsul Nizar mendefinisikan pendidikan Islam merupakan suatu sistem yang memungkinkan peserta didik dapat mengarahkan pendidikannya sesuai dengan ideology Islam. melalui pendekatan ini ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.15

Sementara itu Sajjad Husain dan Syed Ali Asraf mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara-cara tertentu sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan terhadap segala jenis pengetahuan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam. Sedangkan Muhaimin menekankan pada dua hal. Pertama, aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Kedua,

pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dan disemagati oleh nilai-nilai Islam.16

14

Sri Minarti, Ilmu pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. Ke-1, h.25.

15

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Konsep Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.88.

16

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h.14.


(24)

16

H. Metodologi penelitian.

1. Jenis dan pendekatan penelitian.

Dalam sebuah penelitian, jenis penelitian merupakan suatu hal yang harus ada sebagai point of view atau alat pandang, sedangkan Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.17 Dan bertujuan untuk mendeskripsikan (to discrib) yakni menguraikan, menggambarkan, dan memaparkan apa adanya gejala-gejala secara jelas dan lengkap dalam aspek yang diselidiki.

Dalam hal ini penulis tidak hanya sebatas mengumpulkan dan menyusun data tetapi mendeskripsikan (to discrib) yakni menguraikan, menggambarkan, dan memaparkan pemikiran kedua tokoh yang diteliti. Melihat pendekatan yang penulis pakai, penelitian ini dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

17

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h.4.


(25)

17

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Penelitian pustaka (Library Research) untuk mnedapatkan data-data yang diperlukan. Penelitian pustaka (Library Research) adalah telah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaah kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.18

2. Sumber data.

Penulis menggunakan dua jenis data dalam memperoleh data penelitian, meliputi data primer (Sumber primer) dan data sekunder (Sumber sekunder).

a. Sumber data primer.

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.19

Data primer yang digunakan peneliti dalam memperoleh data adalah:

1) Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992).

18

Tim penyusun buku pedoman penulisan skripsi program studi Pendidikan Agama Islam, Pedoman Pedoman Penulisan Skripsi, (Surabaya, IAIN Press, 2010), 9.

19

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 91.


(26)

18

2) Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998).

3) Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985).

4) Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985).

5) Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam: Analisis Psikologi dan Falsafah, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1991).

6) Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandug: Al-Ma’arif, 1980).

7) Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental,

(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992).

8) Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

9) Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005).

10)Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012).

11)Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif, Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemn, Teknologi, Informasi,


(27)

19

Kebudayaan, Politik, Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

12)Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)

13)Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Hubungan Guru murid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).

14)Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003).

15)Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013).

16)Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005). 17)Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam:

Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).

18)Abuddin Nata, Studi Islam Komperehensif, (Jakarta: Kencana, 2010).

19)Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009).

20)Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011).


(28)

20

21)Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Tafsir Ayat Al- Tarbawy, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012). 22)Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits: Dirasah Islamiyah I,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996).

23)Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001). b. Sumber data sekunder.

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.20

Data sekunder yang digunakan peneliti dalam memperoleh data adalah:

1) Ramayulis dan Samsul Nizar, Eksiklopedi tokoh pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005).

2) Abd. Rachman Assegaf, Paradigma Baru Pendidikan Hadlori Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

3) Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara,l 2009).

4) Munzir Hitami, Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam,

(Yogyakarta: Infnite Press, 2004).

20 Ibid.


(29)

21

5) Hadin Nuryadin, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam,

(Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2005). 3. Pengumpulan data.

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.21

Dokumen bisa berupa catatan atau laporan resmi, barang cetakan, buku teks, buku referensi, surat, otobiografi, catatan harian, karangan, majalah, koran, buletin, artikel, makalah, jurnal, catalog, silabi atau jadwal pelajaran, gambar, film kartun dan sebagainya.22

Pengumpulan data dalam penelitian studi tokoh adalah dengan studi kepustakaan terlebih dahulu. Pertama,

dikumpulkan karya-karya tokoh yang bersangkutan baik secara pribadi maupun karya bersama (antologi) mengenai topic yang sedang diteliti (sebagai data primer). kemudian dibaca dan

21

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006,) h.231.

22

John W. Best, Metodologi Penelitian Pendidikan, Penyunting Sanapiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h.134.


(30)

22

ditelusuri karya-karya lain yang dihasilkan tokoh itu mengenai bidang lain. Kedua,ditelusuri karya-karya orang lain mengenai tokoh yang bersangkutan atau mengenai topik yang diteliti (sebagai data sekunder).23

4. Analisis Data.

Metode yang peneliti gunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh antara lain:

a. Analisa Deskriptif.

Data-data yang dikumpulkan kemudian di analisis menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah suatu metode yang menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat.24

1) Deduksi dan Induksi.

Dalam menganalisis data yang diperoleh penulis menggunakan cara induksi yaitu mengumpulan data yang khusus dari individu perorangan kemudian atas dasar data itu penulis menyusun suatu ucapan umum.

Selain itu penulis juga menguraikan lagi pemahaman yang telah digeneralisasi dapat dibuat deduksi mengenai sifat-sifat lebih khusus yang mengalir dari umum

23

Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), cet. Ke-1, h.48-49.

24

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 100.


(31)

23

tadi; tetapi segi-segi khusus ini masih tetap merupakan pengertian umum. Dan pada akhirnya itu semua harus dilihat kembali dalam yang individual (aku, atau si anu). Dimana generalisasi yang dahulu dikaji kembali apakah memang sesuai dengan kenyataan real kemudian direfleksi kembali.25

2) Interpretasi.

Interpretasi berarti bahwa tercapainya pemahaman benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Dalam interpretasi ini termuat hubungan-hubungan atau lingkaran-lingkaran yang beraneka ragam, yang merupakan satuan unsur-unsur metodis. Unsur-unsur itu menunjukkan dan menjamin bahwa interpretasi bukan semata-mata merupakan kegiatan manasuka, menurut selera orang yang mengadakan interpretasi, melainkan bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran otentik.26

Itu berarti penulis menganalisis data yang diperoleh bukan sekedar dengan interpretasi yang individual, namun berusaha mencari data yang benar adanya dan tidak mendukung data atau pendapat yang penulis suka saja.

25

Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogayakarta: Kanisius, 1990), h.43.

26


(32)

24

3) Komparatif.

Teknik analisis komparatif adalah teknik yang digunakan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisa kejadian tersebut.27

I. Sistematika pembahasan.

Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka peneliti menyusun proposal ini menjadi lima bagian (bab) Secara sistematis, yang dirinci sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikan secara umum dan menyeluruh tentang proposal ini, meliputi: (1) Latar belakang masalah. (2) Rumusan masalah. (3) Tujuan penelitian. (4) Kegunaan penelitian. (5) Batasan penelitian. (6) Definisi operasional. (7) Metode penelitian. (8) Penelitian terdahulu. (9) Sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian teori mengenai konsep pendidikan Islam. BAB III: Biografi sosial Hasan langgulung dan Abuddin Nata. Bab ini terdiri dari dua pembahasan yang pertama terkait dengan Biografi sosial Hasan langgulung, Meliputi: (1) Riwayat hidup Hasan langgulung. (2) Riwayat pendidikan Hasan langgulung. (3) Riwayat pekerjaan Hasan langgulung. (4) Karya-karya Hasan langgulung. (5)

27


(33)

25

Corak pemikirannya. Pembahasan yang kedua terkait dengan Abuddin Nata, meliputi: (1) Riwayat hidup Abuddin Nata. (2) Riwayat pendidikan Abuddin Nata. (3) Riwayat pekerjaan Abuddin Nata. (4) Karya-karya Abuddin Nata. (5) Corak pemikirannya.

BAB IV: Bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti. meliputi: (1) Konsep pendidikan Islam prespektif Hasan Langgulung. (2) Konsep pendidikan Islam prespektif Abuddin Nata. (3) Relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

BAB V: Penutup, yang berisi kesimpulan dan sekaligus memberikan saran.


(34)

BAB II

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

Akan dijelaskan pada bab II ini, konsep pendidikan Islam. Yang meliputi a) pengertian pendidikan. b) pengertian pendidikan Islam. c) tujuan pendidikan Islam. d) kurikulum pendidikan Islam. e) metode pendidikan Islam. Selanjutnya akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:

A. Pengertian pendidikan.

Pendidikan berasal dari kata dasar didik. Kamus Besar Bahasa Indonesia

memberikan definisi didik sebagai proses “memelihara dan memberi latihan

(ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”.1

Dengan penambahan awalan pe- dan akhiran -an, maka menjadikan pendidikan bermakna “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,

cara, perbuatan mendidik”.2

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa obyek pendidikan adalah sikap dan tata laku seseorang. Hal ini sering kali tercermin dari pemberian julukan bagi

orang yang memiliki sikap dan perilaku yang tidak baik dengan sebutan “orang

yang tidak berpendidikan”. Pengertian tersebut juga menegaskan bahwa

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed. 3, Cet. 3, h. 263.

2 Ibid.


(35)

27

pendidikan adalah sebuah proses. Itu artinya, pendidikan berkaitan erat dengan waktu atau periodisasi. Dan setiap periode memiliki sistemnya sendiri.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

Pengertian tersebut menyiratkan tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi manusia. Potensi-potensi tersebut terdiri dari potensi spiritual, potensi akal, potensi kepribadian, dan potensi keterampilan. Usaha sadar dan terencana tersebut di atas dapat berupa pengajaran, pemberian contoh (teladan), pemberian pujian/hadiah (reward) atau hukuman (punishment), dan pembiasaan. Hal ini seperti dikatakan Ahmad Tafsir berikut:

Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Usaha itu banyak macamnya. Satu di antaranya ialah dengan cara mengajarnya, yaitu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya. Selain itu, ditempuh juga usaha lain, yakni memberikan contoh (teladan) agar ditiru,

3

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(36)

28

memberikan pujian dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dan lain-lain yang tidak terbatas jumlahnya. Kesimpulannya, pengajaran adalah sebagian dari usaha pendidikan. Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.4

Kegiatan pendidikan, menurut Ahmad Tafsir, dalam garis besarnya dapat dibagi tiga: (1) kegiatan pendidikan oleh diri sendiri, (2) kegiatan pendidikan oleh lingkungan, dan (3) kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu. Adapun binaan pendidikan dalam garis besarnya mencakup 3 daerah: (1) daerah jasmani, (2) daerah akal, dan (3) daerah hati. Tempat pendidikan juga ada tiga yang pokok: (1) di dalam rumah tangga, (2) di masyarakat, dan (3) di sekolah.5

Mendefinisikan pendidikan rasanya tidak lengkap jika tidak mengutip pendapat Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Dalam sebuah kumpulan tulisannya tentang pendidikan, yang kemudian dibukukan dan diterbitkan pada 1961, selengkapnya Ki Hajar Dewantara menjelaskan pendidikan sebagai: Daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan

4

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 28.

5


(37)

29

kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.6

Di dalam pengertian Ki Hajar Dewantara tersebut terdapat kata-kata “tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu”. “Bagian-bagian itu” yang dimaksud

adalah budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiga bagian tersebut dapatlah disebut mewakili istilah kognitif, afektif dan psikomotorik. Nampaknya, jauh-jauh hari, Ki Hajar Dewantara sudah memahami akan pentingnya sebuah konsep pendidikan yang komprehensif dan tidak parsial.

Ki Hajar Dewantara menambahkan, bahwa pendidikan, selain sebagai sebuah upaya “membangun” manusia, juga sebuah upaya “perjuangan”. Selengkapnya Ki Hajar Dewantara menyatakan: Pendidikan adalah usaha pembangunan, kata orang. Ini benar, tetapi menurut fikiran saya kurang lengkap. Pendidikan yang dilakukan dengan keinsyafan, ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan manusia, tidak hanya bersifat kaku “pembangunan”, tetapi sering

merupakan “perjuangan” pula. Pendidikan berarti memelihara hidup-tumbuh ke

arah kemajuan, tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas keadaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.7

Pendidikan sebagai sebuah perjuangan, dilakukan dengan tujuan untuk mempertinggi derajat kemanusiaan. Dan perjuangan tersebut harus disesuaikan

6

Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1961), h. 14-15.

7


(38)

30

dengan konteks zaman dan tempat anak didik dilahirkan dan dibesarkan, yang

dalam bahasa Ki Hajar Dewantara, “tak boleh melanjutkan keadaan kemarin

menurut alam kemarin”.

Sementara itu Noeng Muhadjir mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah

“upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik-mempribadi

membantu subyek-didik dan satuan sosial berkembang ke tingkat yang normatif

lebih baik dengan cara/jalan yang normatif juga baik.”8

Pengertian tersebut menyiratkan Noeng Muhadjir tampaknya setuju dengan pendapat Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan konteks zaman agar mampu mengantisipasi perubahan sosial dan meningkatkan derajat kemanusiaan. Noeng Muhadjir juga sepakat dengan Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan berhubungan dengan kebudayaan. Pendidikan, dalam bahasa Noeng Muhadjir, “bila dilihat dengan kacamata masyarakat maka ia adalah pewarisan budaya, jika dilihat dari kacamata individu maka ia adalah pengembangan potensi.”

Sehingga dapat diketahui bahwa pendidikan selain bertumpu pada diri peserta didik, juga sangat bergantung pada lingkungan di mana peserta didik itu berada.

Menurut Hasan Langgulung dalam Sama’un, secara bahasa, pendidikan setara dengan kata education. Istilah ini sering dimaknai dengan memasukkan

8

Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), h. 7-8.


(39)

31

sesuatu. Istilah ini kemudian dipakai untuk pendidikan dengan maksud bahwa pendidikan dapat diterjemahkan sebagai usaha memasukkan ilmu pengetahuan dari orang yang dianggap memilikinya kepada orang yang belum memilikinya.9

Hal ini sejalan dengan pemikiran Emile Durkheim dalam Sama’un yang mengartikan pendidikan sebagai proses mempengaruhi yang dilakukan oleh generasi dewasa kepada orang yang dianggap belum siap melaksanakan kehidupan sosial, sehingga lahir dan berkembang sejumlah kondisi fisik, intelektual dan watak tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat luas maupun oleh komuniti tempat yang bersangkutan hidup dan berada.10

Dari banyaknya pandangan tokoh mengenai pendidikan, pengertian pendidikan dapat disimpulkan menurut pandangan Ahmad D. Marimba yang mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.11

B. Pengertian pendidikan Islam.

Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. 12 Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam,

9 Sama’un Bakry,

Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraysi, 2005), h. 2.

10

Ibid., h. 4-5. 11

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981), Cet. 5, h. 19.

12

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 8.


(40)

32

yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim, dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamannya sudah termasuk makna mengajar atau alllama. Berangkat dari pemikiran ini maka Tarbiyat

didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh dan akal) secara maksimal agar bisa menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.13

Zuhairini juga menyatakan ada tiga istilah umum yang sering digunakan dalam pendidikan (Islam), yaitu at-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-Rabb),

at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), dan at-Ta’dib

(integrasi ilmu dan amal).14

Jamali juga berpandangan demikian, bahwa pendidikan tidak luput dari tiga istilah yakni al-Tarbiyat, al-Ta’lim, dan al-Ta’dib. Menurutnya ketiga istilah tersebut merupakan istilah bahasa Arab yang memiliki konotasi (pengertian) masing-masing. Menurut salah satu pendapat bahwa al-Tarbiyat dan al-Ta’dib

memiliki pengertian lebih dalam dibanding dengan istilah al-Ta’lim. Menurutnya

al-Ta’lim hanya berupa pengajaran (penyampaian pengetahuan) sedangkan al-Tarbiyat dan al-Ta’dib memiliki makna pembinaan, pimpinan dan pemeliharaan.15

13

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 72. 14

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1955), Cet. 1, h. 121. 15

Jamali Sahrodi, Membedah Nalar Pendidikan Islam: Pengantar ke Arah Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group: 2005), h. 46.


(41)

33

Tetapi Abdullah Fatah Jalal dalam Jamali memiliki pendapat lain bahwa istilah al-Ta’lim justru memiliki pengertian yang jauh lebih luas dan lebih dalam dari pada istilah al-Tarbiyat. Istilah al-Ta’lim justru lebih mengena jika diartikan pendidikan. Dalam menunjukkan terbatasnya pengertian al-Tarbiyat ia menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an hanya ada dua tempat yang menggunakan kata al-Tarbiyat yaitu Qs. Al-Israa’: 24 dan Qs. Asy-Syua’raa: 18. Yang menurutnya kedua ayat tersebut mengisyaratkan bahwa istilah al-Tarbiyat lebih merujuk kepada pendidikan dan pemeliharaan pada masa anak-anak di dalam keluarga. Sedangkan al-Ta’limbanyak diisyaratkan dalam Al-Qur’an, seperti pada Qs. Al-Baqarah: 30, 31, 32, 33-34, dan 151.16

Berbeda dengan pendapat Jamali, Syeh Naqaib al-Attas merujuk makna pendidikan dari konsep Ta’dib, yang mengacu kepada kata adab dan variatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut Syeh Naqaib menndefinisikan mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu dan teknologi yang dikuasainya. 17 Lebih jelas lagi Naqaib menjelaskan bahwa pendidikan Islam lebih tepat beorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyah

mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja terbatas pada pendidikan manusia

16

Ibid., h. 46-48. 17

Syed Muhammad Al-Naqaib Al-Attas, KonsepPendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. 6, h. 110.


(42)

34

tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanya mencakup pendidikan untuk manusia.18

Hal ini sejalan dengan pemikiran Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany dalam Jalaluddin, yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dalam masyarakat. Dengan demikian pendidikan bukanlah aktivitas dengan proses instant.19

Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim.20

Pendapat ini juga diperkuat dengan pendapat M. Fadly al-Jamaly dalam Jalaluddin, yang mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong manusia lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaaan maupun perbuatan.21

Muhammad Ibrahimy dalam Muhaimin, menyatakan bahwa pengertian

pendidikan Islam adalah “Islamic education in true sense of the lerm, is a system

of education which enable a man to lead his life according to the Islamic

ideology, so that he may easilymould his life in accordance with tenets of Islam”

(“pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem

18 Ibid. 19

Jalaluddin, Teologi, h. 76. 20

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 28. 21


(43)

35

pendidikan yang memungkinkan seorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga ia dengan mudah dapat membentuk hidupnya

sesuai dengan ajaran Islam”).22

Sementara itu, seorang pakar pendidikan Islam kontemporer, yakni Said Ismail Aly dalam Sri Minarti, mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu sistem yang lengkap dengan sistematika yang epistemik yang terdiri atas teori, praktik, metode, nilai dan pengorganisasian yang saling berhubungan melalui kerja sama yang harmonis dan konsepsi Islami tentang Allah, alam semesta, manusia dan masyarakat.23

Menurut Azyumardi Azra, terdapat beberapa karakteristik pendidikan Islam. Yakni yang pertama, penekanan pada ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah Swt. Setiap penganut Islam diwajibkan mencari pengetahuan untuk dipahami secara mendalam, yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan proses berkesinambungan, dan berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah life long education dalam system pendidikan modern.

Lebih lanjut lagi Azyumardi mengungkapkan sebagai ibadah, dalam pecarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan

22

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 134-135.

23

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoritis- Filosofis dan Aplikatif- Normatif, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 28.


(44)

36

Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Di dalam konteks ini, kejujuran, sikap tawadhu’ dan menghormati sumber pengetahuan merupakan hal terpenting yang perlu dipegang setiap pencari ilmu. Karakteristik berikutnya adalah pengakuan terhadap potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan di santuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi sebaik-baiknya.24

Secara umum menurut Jalaluddin, pendidikan Islam diarahkan kepada usaha untuk membimbing dan mengembangkan fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar yang berbeda. Selain itu manusia sebagai makhluk sosial menghadapi lingkungan dan masyarakat yang bervariasi. Dengan demikian konsep pendidikan Islam harus dapat merangkum keduanya, yakni tujuan pendidikan umum dan tujuan pendidikan khusus. Berangkat dari hal tersebut, maka konsep pendidikan Islam secara khusus akan terdiri dari:25

1. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan, yaitu:

a. Pendidikan pre natal. b. Pendidikan anak.

24

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, h. 10. 25


(45)

37

c. Pendidikan remaja. d. Pendidikan orang dewasa. e. Pendidikan orang tua.

2. Pendidikan khusus berdasarkan jenis kelamin, yaitu: a. Pendidikan untuk kaum wanita.

b. Pendidikan untuk kaum pria.

3. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat kecerdasan, yaitu:

a. Pendidikan luar biasa, teruntuk kepada peserta didik yang memiliki kemampuan, baik yang lemah (idiot) maupun yang cerdas (genius).

b. Pendidikan biasa, teruntuk kepada peserta didik yang memiliki yang memiliki kecerdasan normal.

4. Pendidikan khusus berdasarkan potensi spiritual, yaitu pendidikan agama yang ditekankan pada bimbingan dan pengembangan potensi keberagaman yang dimiliki setiap individu.

Dengan demikian, pendidikan khusus dapat dirumuskan sebagai usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan dengan mempertimbangkan perbedaan individu, tingkat usia dan jenis kelamin dan lingkungan masing-masing.26

Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soeganda Purbakawaca dalam Abuddin menurutnya dalam arti umum, pendidikan

26 Ibid.


(46)

38

mencakup segala usaha dan perbuatan dari segala generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya. Dalam buku Abuddin Nata yang berjudul kapita selekta pendidikan juga disebutkan hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 7-11 Mei 1960, menyatakan bahwa pendidikan (Islam) adalah:

Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Istilah membimbing, mengarahkan, dan mengasuh serta mengajarkan, dan melatih pengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.27

Menurut Abuddin setidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari definisi pendidikan di atas, yaitu: pertama, pendidikan Islam mencakup aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu aspek yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap keduannya harus seimbang. Kedua,

pendididkan Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religious. Ini berarti pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. Ketiga, adanya unsure taqwa sebagai tujuan yang harus dicapai.

27


(47)

39

Sebagaimana kita ketahui, bahwa taqwa merupakan benteng yang dapat berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar.28

Mengenai dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.29 Dalam hal ini, Allah swt telah mengisyaratkan dengan firman-Nya, yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw:































































Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.30

C. Tujuan pendidikan Islam.

Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan yang paling penting tidak didasarkan atas konsep manusia, alam dan ilmu serta dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasarnya seperti prinsip integrasi, prinsip keseimbangan, prinsip persamaan, prinsip pendidikan seumur hidup, serta prinsip persamaan. Hal tersebut

28 Ibid. 29

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Millennium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 9.

30


(48)

40

disebabkan pendidikan adalah upaya paling utama dan bukan satu-satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu tujuan pendidikan menurut ahli-ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.31 Dalam hal ini, tentunya setiap manusia memiliki harapan dan keinginan masing-masing yang timbul dari dalam dirinya maupun dari berbagai rangsangan dan pengaruh dari luar. Namun perlu diingat kembali bahwa manusia ada karena ada yang menciptakan yakni Allah Swt dan kelak akan kembali pada Allah Swt. Hidup manusia di dunia yang hanya sementara kemudian meninggal dan kehidupan beralih pada alam yang kekal yakni akhirat. Manusia yang beriman menginginkan kebahagian hidup di dunia sebagai jembatan kehidupan di akhirat. Tujuan hidupnya tidak dibatasi dengan kematian, tetapi lebih jauh sampai kepada alam akhirat ketika mereka bertemu dengan Tuhan-Nya. Intinya kebahagian dunia sampai ke akhirat itulah tujuan hidupnya.32

Berdasarkan hal tersebut Munzir Hitami menyimpulkan ada tiga tujuan pendidikan Islam walaupun berbeda sifat dan sumbernya, tetapi tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tujuan tersebut adalah:

1. Tujuan yang bersifat teologik, yakni kembali kepada Tuhan,

2. Tujuan yang bersifat aspiratif, yaitu kebahagiaan dunia sampai akhirat,

31

Munzir Hitami, Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infnite Press, 2004), h. 31-32.

32


(49)

41

3. Tujuan bersifat direktif, yaitu menjadi makhluk pengabdi kepada Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang berbunyi:

ْ ْ ا ّ ْ ْ

Artinya:” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.33

Sehingga jika dirumuskan secara singkat dalam satu kalimat akan berbunyi: tujuan hidup manusia adalah menjadi abdi Tuhan yang akan kembali kepadanya dengan bahagia.34

Menurut Ismail, Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni:

1. Berkepribadian Islam (Syahsiyyah Islmiyah).

Tujuan pendidikan Islam yang pertama ini hakikatnya merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni bahwa seorang muslim harus memegang identitas muslimnya yang tampak pada cara berfikir dan cara bersikapnya yang senantiasa dilandaskan pada ajaran agama.35 Hal ini sesuai firman Allah:

ي ّ أ ح ا ّ د ْ ّ ْ أ ْ ْ

ْ ْ

33

Qs. Adz- Dzariyat: 56. 34

Munzir Hitami, Mengkonsep, h. 36. 35

Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Pendidikan Islam, (Bogor: Al-Azhar Press), Cet. 2, h. 66.


(50)

42

Artinya:”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".36

2. Menguasai Tsaqafah Islam (pengetahuan Islam).

Tujuan kedua ini sebenarnya juga merupakan konsekuensi lanjutan dari keislaman seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan mewajibkan menuntut ilmu.37 Hal ini sesuai firman Allah:

…………

ّك ّ

ْ ّ

ْ ّ ْ ْ

ْ ا

Artinya: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah

yang dapat menerima pelajaran”.38

3. Menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai. Menguasai ilmu kehidupan (iptek) diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan misi sebagai kholifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini.39 Sesuai firman Allah Swt:

36

Qs. Al-Fushilat (41): 33. 37

Ismail Yusanto, dkk, Menggagas, h. 67. 38

Qs. Az-Zumar(39): 9. 39


(51)

43

ْ ْ ْ ّ ْ ة آ ّ ّ ك آ ف غ ْ

ّ ح ّ ّ ضْ ا يف د ْ غْ ْ ّ ْ ك

ْ ْ

Artinya:” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.40

Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibany dalam Jalaluddin, menggariskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat al-Karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan

tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan yaitu “ membimbing manusia agar

berakhlak mulia”. Kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.41

Zakiyah Daradjat berpandangan bahwa tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Dalam pandangan Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan dibedakan menjadi empat, yakni tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, serta tujuan operasional. Tujuan umum

40

Qs. Al-Qashas (28): 77. 41


(52)

44

ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan umum pendidikan Islam dalam hal ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yakni sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. 42 Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam tertuang dalam firman Allah:

ْ ْ ْ ّ ّ ّ ّ آ ّ ّ

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan

dalam keadaan beragama Islam”.43

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai Muslim yang merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup. Sedangkan tujuan sementara pendidikan Islam ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Sementara itu, tujuan operasionalnya adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.44

Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspek, misalnya tentang:

1. Tujuan dan tugas hidup manusia.

2. Memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep tentang manusia bahwa ia diciptakan sebagai kholifah Allah sebagaimana firman Allah Swt:

42

Zakiyah Daradjat, Ilmu, h. 29. 43

Qs. Ali-Imran: 102. 44


(53)

45

ف ْ أ ة ضْ ا يف ج يّ ة ئا ْ ّ أ ْذ

يّ أ ّ ك ْ ح حّ ْح ء ّ ْ ف ْ ْ

ْ ْ

Artinya:” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".45

Serta untuk beribadah kepadanya sebagaimana firman Allah Swt:

ْ ْ ا ّ ْ ْ

Artinya:” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.46

Penciptaan itu dibekali dengan berbagai macam fitrah yang berkecenderungan pada Al- Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam sebatas kapasitas dan ukuran yang ada, 47 sebagaimana firman Allah Swt:

45

Qs. Al-Baqarah: 30. 46

Qs. Adz- Dzariyat: 56. 47

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), h. 34.


(54)

46

ْ ْ ّ ْ ْ ْ ف ء ْ ْ ْؤ ْ ف ء ْ ف ْ ّ ْ ّ حْ أ

ْ ْ ك ء ث ث ْ ْ أد س ْ ّظ

ْ ْ ء س ّ ْئ ج ْ ْ

Artinya:” Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi

orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman

yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.48

Lebih dalam lagi Hasan Langgulung dalam Sama’un berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan diturunkannya Islam itu sendiri, yakni bagaimana manusia harus hidup dengan keteraturan Allah dan hidup secara simetris dengan sesama manusia, dengan alam, dan dengan Allah. Sebab ujung akhir dari kehidupan manusia dalam prespektif Tuhan, dianggapnya harus berujung pada perolehan ridho Allah.49

3. Tuntutan masyarakat.

Tuntutan ini baik berupa pelestarian budaya yang telah melembaga dalam suatu kehiduapan masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dan tuntutan dunia modern.

48

Qs. Al-Kahfi: 29.


(55)

47

4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam.

Dimensi kehidupan ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia, untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Dimensi tersebut dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrowi. Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketentraman dan ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, cultural, ekonomis, maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia.50

Dengan demikian, pendidikan Islam fokus pada pembentukan diri manusia seutuhnya sebagai hamba. Hal ini sejalan dengan tujuan Islam yang secara garis besar adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dalam seluruh aspek kehidupannya. 51

Dari aspek praktis, pendidikan memiliki lima tujuan asasi, yaitu: 1. Membantu pembentukan akhlak mulia.

50

Arifin H. M, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 3-4.

51

Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 35.


(56)

48

2. Mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.

3. Mempersiapkan mencari penghidupan dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.

4. Menumbuhkan semangat keilmuan pada para pelajar dan memuaskan keingintahuan mereka sehingga timbul keinginan mengkaji ilmu sebagai ilmu. 5. Menyiapkan para pelajar dari segi profesionalitas, teknis, dan perubahan

supaya mereka ahli dalam profesi tertentu dan hidup mulia dengan sisi keagamaan tetap terjaga.52

Menurut Jalaluddin dalam bukunya Teologi pendidikan, ada tujuh dimensi utama dalam perumusan tujuan pendidikan:53

1. Dimensi hakikat penciptaan manusia.

Pendidikan Islam dipandang sebagai upaya untuk menempatkan manusia pada statusnya sebagai makhluk yang diciptakan. Dengan demikian perikehidupannya diarahkan pada upaya untuk menaati pedoman kehidupan yang telah diperuntukkan baginya oleh sang pencipta.

2. Dimensi tauhid.

Pendidikan ditijukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang taqwa. Diantara cirri mereka yang beriman adalah;

ْ ْ ْأ ّ ةاّ ْ ْ

ْؤ ّ

52

M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cet. 1, h. 65-66.

53


(57)

49

Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami

anugerahkan kepada mereka”.54 3. Dimensi moral.

Dalam dimensi ini, pelaksanaan pendidikan ditujukan kepada upaya pembentukan manusia sebagai pribadi yang bermoral. Tujuan pendidikan dititikberatkan pada upaya pengenalan nilai-nilai yang baikdan kemudian menginternalisasikannya, serta mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam sikap dan perilaku melalui pembiasaan. Sumber utama dari nilai-nilai moral dimaksud adalah ajaran wahyu.

4. Dimensi perbedaan individu.

Manusia sebagai individu secara fitrah memiliki perbedaan. Maka tujuan pendidikan diarahkan pada usaha membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dengan tidak mengabaikan adanya perbedaan individu, serta menyesuaikan pengembangannya dengan kadar kemampuan dari potensi yang dimiliki masing-masing.55

5. Dimensi sosial.

Dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat tujuan pendidikan diarahkan pada pembentukan manusia sosial yang memiliki sikap taqwa sebagai dasar sikap dan perilaku.

54

Qs. Al-Baqarah(2): 3.

55


(58)

50

6. Dimensi professional.

Dalam hubungan dengan dimensi ini, tujuan pendidikan Islam adalah diarahkan upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik, sesuai dengan bakatnya masing-masing, dengan demikian mereka diharapkan dapat memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki, hingga terampil itu dapat digunakannya untuk mencari nafkah sebagai penopang hidupnya.

7. Dimensi ruang dan waktu.

Dimensi ini sejalan dengan tataran pendidikan Islam yang prosesnya terentang dalam lintasan ruang dan waktu yang cukup panjang. Dengan demikian secara garis besarnya tujuan yang harus dicapai pendidikan Islam harus merangkum semua tujuan yang terkait dalam rentang ruang dan waktu.56

Hery Noer Aly dan Munzier memiliki mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi dua. Yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan pendidikan Islam sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Allah mengutus para Rasul untuk menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab-kitab samawi. 57

56

Ibid.

57

Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta Utara: Friska Agung Insani, 2003), h. 142.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Haji. Pemikiran Islam di Malaysia, Sejarah dan Aliran.

Jakarta: Gema Insani Press

Abdullah, Muhammad Husain. 2002. Mafahim Islamiyah: Menajamkan

Pemahaman Islam. Bangil: Al-Izzah

Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar

al Faruqy, Ismail Raji. 1982. Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjm Anas

mahyuddin. Bandung: Pustaka

Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naqaib. 1994. Konsep Pendidikan dalam Islam.

Bandung: Mizan

Al-jumbulati, Ali dan Abdul futuh At-tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan Islam.

Jakarta:PT. Rineka Cipta

Al-Syaibany, Oemar M. al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam,

Diterjemahkan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang

Aly, Hery Noer dan Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta Utara:

Friska Agung Insani

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta:

Ciputat Pers

Arifin, M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara

Arifin, Muzayyin. 2012. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara


(2)

161

Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju

Millennium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Azwar, Saifuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogayakarta: Kanisius

Bakry, Sama’un. 2005. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraysi

Barnadib, Imam. 1990. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Yogyakarta:

Yayasan Penerbit IKIP Yogyakarta

Basyiruddin, Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:

Ciputat Pers

Best, John W. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan, Penyunting Sanapiah

Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso. Surabaya: Usaha Nasional

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers

Daradjat, Zakiyah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.

Bandung: Remaja Rosdakarya

Daradjat, Zakiy. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Rencana Strategis Departemen

Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025. Jakarta: Depdiknas

Dewantara, Ki Hadjar. 1961. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis

Luhur Persatuan Taman Siswa

Echols, John M. dan Hasan Shadily. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:


(3)

162

Harahap, Syahrin. 2011. Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam. Jakarta:

Prenada Media Group

Hitami, Munzir. 2004. Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta:

Infnite Press

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kurniawan, Samsul dan Erwin Mahrus. 2012. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan

Islam. Yogyakarta: ar-Ruzz Media

Laggulung, Hasan. 1992. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna

Langgulung, H. 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam. Jakarta: Maha Grafindo

Langgulung, H. 1984. Berberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung:

PT. Al-Ma’arif

Langgulung, H. 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna

Langgulung, H. 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: Pustaka al-Husna

Langgulung, H. 1989. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna

Langgulung, H. 1993. Asas- asas pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Langgulung, H. 1995. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: al-Husna Dzikra

Langgulung, H. 2008. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru

Langgulung. H. 2004 Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al Husna Baru

Lexy J. Moleong. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya


(4)

163

Marimba, Ahmad D. 1981. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT.

Al-Ma’arif

Minarti, Sri. 2013. Ilmu pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan

Aplikatif-Normatif. Jakarta: Amzah

Muhadjir, Noeng. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori

Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Rake Sarasin

Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka

dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya

Muhaimin . 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Muhaimin . Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nasir, M. Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok

Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nasution, S. 1994. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara

Nata, Abudd. 2001. Paradigma Pendidikan Islam,dan Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Gramedia

Nata, Abudd. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa

Nata, Abuddin. 2004. Konsep Pendidikan Ibn Sina. Jakarta: UIN Jakarta Press

Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif, Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemn, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum.

Jakarta: Rajawali Pers


(5)

164

Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Nata, Abuddin. 2012. Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Nata, Abuddin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nata, Abuddin. Metode Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nata, Abudin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas

Nizar, Samsul. 2002. filsafat pendidikan islam. Jakarta:Ciputat Press

Noer, Hery. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widia

sarana Indonesia

Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem

Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia

Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mutiara

Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sahrodi, Jamali. 2005. Membedah Nalar Pendidikan Islam: Pengantar ke Arah

Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group

Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sudirman, dkk. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.

Bandung: Remaja Roesdakarya

Suyudi. 2005. Pendidikan Dalam Perspektif al Qur’an. Jakarta: Mikraj


(6)

165

Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Tim penyusun buku pedoman penulisan skripsi program studi Pendidikan Agama

Islam. 2010. Pedoman Pedoman Penulisan Skripsi. Surabaya,

IAIN Press

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka

Ulul Fauziyah. 2009. Pendidikan Islam dalam Prespektif Hasan Langgulung.

Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wiyono , Harun Hadi. 1995. Sari sejarah filsafat barat. Yogyakarta: Kanisius

Yusanto, Ismail, dkk. 2011. Menggagas Pendidikan Islam. Bogor: Al-Azhar Press

Zuhairini, dkk. 1955. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

http://www.academia.edu/8778777/PEMIKIRAN_PENDIDIKAN_ISLAM_MEN URUT_HASAN_LANGGULUNG_DALAM_PERSPEKTIF_PSI KOLOGI

https://brewworld.wordpress.com/2012/04/17/abuddin-nata-pemikiran-dan-kiprahnya-dalam-pendidikan-islam-di-indonesia/

https://journalalfalah.wordpress.com/2015/08/26/konsep-pendidikan-islam-menurut-abudin-nata/

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.