GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD TIDAR KOTA MAGELANG ipi114669

(1)

GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM

RSUD TIDAR KOTA MAGELANG PERIODE JANUARI-JUNI 2012

Agus Wisudawan A.W (1), Prasojo Pribadi (2), Puspita Septi D (3) Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah

Magelang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dari 120 resep yang mengandung antihipertensi periode Januari-Juni 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,2% penderita hipertensi adalah usia 50-59 tahun. Penderita hipertensi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan persentase 61,7%. Captopril merupakan item obat yang paling banyak digunakan dengan persentase 36,9%. 43,6% dari obat antihipertensi yang digunakan merupakan golongan ACE inhibitor. Kombinasi antara ACE inhibitor dengan diuretik merupakan kombinasi antihipertensi yang paling sering digunakan. 87,2% obat antihipertensi yang digunakan merupakan obat generik. Kata Kunci: Gambaran penggunaan, Antihipertensi.

Abstract

The Overview of Antihypertensive Use on Outpatient in Internist Polyclinic of Tidar Public Hospital Magelang in The Period Of January-June 2012. This study was aimed to know the overview of antihypertensive use on outpatient in internist polyclinic of Tidar public hospital in Magelang. This was a descriptive study with data taken retrospectively from 120 prescriptions containing antihypertensive drugs in the period of January-June 2012.

The results showed that 34,2% of hypertension sufferers were aged 50-59 years. The number of female hypertension sufferers is bigger than male sufferers, with the percentage of 61,7%. Captopril was the most widely used drug with the percentage of 36,9%. 43,6% of antihypertensive drugs used were the ACE inhibitor. The combination of ACE inhibitor and a diuretic is the most frequently used combination of antihypertensive with the percentage of 37%. 87,2% of antihypertensive drugs used were generic drugs.


(2)

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the sillent killer1. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg dan tekanan darah sistolik 140 mmHg2. Hipertensi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan peningkatan resiko stroke, penyakit jantung koroner, dan penyakit organ target lainnya seperti retinopati dan gagal ginjal3.

Menurut World Health Organization (WHO) dan the Internal Society of Hypertension (ISH), saat ini di seluruh dunia terdapat 600 juta penderita hipertensi dan setiap tahunnya 3 juta diantaranya meninggal1. Prevalensi hipertensi hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju4. Di Indonesia, menurut laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007, prevalensi nasional hipertensi pada penduduk usia >18 tahun adalah sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi5. Prevalensi kasus hipertensi esensial di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 1,96%. Terdapat tiga kota dengan prevalensi sangat tinggi diatas 10%, yaitu Kota Magelang (22,41%), Kota Salatiga (10,18%), dan Kota Tegal (10,36%)6. Berdasarkan angka kesakitan rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang tahun

2011, angka kesakitan terbanyak adalah hipertensi dengan jumlah pasien sebanyak 3648 orang7.

Hipertensi bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit, dan atau penggunaan obat jangka panjang8. Penanganan dasar dari hipertensi terdiri dari penanggulangan overweight (bila ada) dengan diet, pembatasan konsumsi garam serta peningkatan aktivitas fisik. Selain tindakan secara umum tersebut, pada hipertensi yang lebih berat perlu ditambahkan obat-obat antihipertensi untuk menormalkan tekanan darah. Untuk penanganan hipertensi, WHO merekomendasikan lima jenis obat dengan daya hipotensif dan efektivitas kurang lebih sama, yaitu diuretika tiazid, beta-blockers, antagonis-Ca, ACE-inhibitors dan Angiotensin-II receptorblockers9.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan pengambilan data dilakukan dengan metode retrospektif terhadap data sekunder yang berupa resep di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang periode Januari-Juni 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah semua resep yang mengandung obat antihipertensi di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang periode Januari-Juni 2012 sebanyak 120 sampel.

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Tidar Kota Magelang. Pengambilan data


(3)

dilaksanakan pada bulan Januari 2013.

Data yang diperlukan dicatat, yaitu meliputi usia pasien, jenis kelamin, dan obat-obat antihipertensi yang digunakan. Data yang terkumpul kemudian dilakukan pengolahan untuk analisis. Data yang sudah dianalisis kemudian dilakukan pembahasan karakteristik pasien yang meliputi umur dan jenis kelamin serta gambaran penggunaan obat yang meliputi item obat, penggolongan obat, obat generik dan non-generik, serta kombinasi obat. Selanjutnya diambil kesimpulan tentang bagaimana gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang periode Januari-Juni 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pasien

Berdasarkan data yang diperoleh, jenis kelamin dan usia pasien penderita hipertensi disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Usia pasien hipertensi rawat jalan di RSUD Tidar Kota Magelang Januari-Juni 2012 Usia Pasien Jumlah Persentase

30-39 tahun 12 10%

40-49 tahun 30 25%

50-59 tahun 41 34,2%

≥ 60 tahun 37 30,8%

Total 120 100%

Tabel 2. Distribusi pasien penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin

Jenis

Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 46 38,3%

Perempuan 74 61,7%

Total 120 100%

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok usia 50-59 tahun mempunyai jumlah terbesar sebagai penderita hipertensi dengan persentase 34,2%, kemudian diikuti

oleh kelompok usia ≥ 60 tahun

dengan persentase 30,8%, kelompok usia 40-49 tahun dengan persentase 25%, dan kelompok usia 30-39 tahun dengan persentase 10%.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya, tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya usia. Risiko untuk menderita hipertensi

pada populasi ≥ 55 tahun yang

tadinya mempunyai tekanan darah normal adalah 90%10. Tekanan darah juga meningkat sesuai usia akibat dari bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh darah. Pembuluh darah yang dindingnya sudah mengeras mengakibatkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dinding yang lebih elastis9. Sebagian besar pasien mempunyai tekanan darah pre-hipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada usia diantara dekade ketiga dan dekade kelima8.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa pasien penderita hipertensi


(4)

yang lebih besar jumlahnya adalah pasien perempuan dengan jumlah pasien 74 orang dan persentase 61,7% sedangkan pasien laki-laki berjumlah 46 orang dengan persentase 38,3%.

Sampai dengan usia 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55-74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi8. Wanita premenopause memiliki risiko dan kejadian hipertensi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dengan usia sama tetapi keuntungan ini untuk wanita secara bertahap menghilang setelah menopause11. Perubahan hormonal setelah menopause dapat meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti hipertensi. Hasil penelitian tentang pengaruh menopause terhadap tekanan darah menunjukkan bahwa pada wanita postmenopause tekanan sistolik lebih tinggi 4-5 mmHg dari pada wanitapremenopause10.

Alasan untuk perbedaan gender dalam tingkat tekanan darah adalah multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami. Ada beberapa hipotesis termasuk peran potensial dari hormon seks, sistem renin-angiotensin, stres oksidatif, endotelin, berat badan dan aktivasi simpatik. Fungsi protektif estrogen dapat menunda munculnya penyakit kardiovaskuler 10-15 tahun pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Estrogen meningkatkan kadar angiotensinogen, dan menurunkan kadar renin, aktivitas angiotensin-converting enzyme (ACE), densitas reseptor angiotensin AT-1 dan produksi aldosteron. Kadar endotelin

dan stres oksidatif meningkat setelah

menopause, dan dapat

mempengaruhi tekanan darah melalui peningkatan reabsorpsi natrium dan vasokonstriksi. Obesitas dan kelebihan berat badan meningkat lebih banyak pada wanita postmenopause dibandingkan pria, dan ini berkaitan dengan risiko hipertensi dan kematian yang lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama11.

2. Gambaran Penggunaan Obat a. Berdasarkanitemobat

Dalam penelitian terdapat 12 macam item obat antihipertensi yang digunakan di RSUD Tidar Kota Magelang selama periode Januari-Juni 2012. Item obat antihipertensi yang digunakan disajikan dalam gambar berikut ini.

Tabel 3. Penggunaan antihipertensi berdasarkanitemobat

ItemObat Jumlah Persentase Hidroklorotiazid 24 12,3%

Furosemide 14 7,2%

Captopril 72 36,9%

Lisinopril 11 5,6%

Ramipril 2 1%

Amlodipin 29 14,9%

Nifedipin 11 5,6%

Valsartan 12 6,2%

Irbesartan 6 3,1%

Bisoprolol 11 5,6%

Klonidin 2 1%

Metildopa 1 0,5%

Total 195 100%

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 12 macamitemobat yang


(5)

digunakan dengan total item yang digunakan berjumlah 195, antihipertensi yang paling sering digunakan adalah captopril dengan jumlah pemakaian 72 dan persentase 36,9%. Sedangkan metildopa merupakan antihipertensi yang paling sedikit digunakan dengan jumlah pemakaian 1 dan persentase 0,5%.

Captopril merupakan salah satu antihipertensi dari golongan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan12. Captopril dapat digunakan pada hipertensi ringan sampai sedang, baik secara tunggal maupun kombinasi dan hipertensi berat yang resisten terhadap pengobatan lain, gagal jantung kongestif, setelah infark miokard, serta nefropati diabetik (mikroalbuminuria lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes tergantung insulin13. Captopril bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin-I menjadi angiotensin-II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya sekresi aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium12.

Metildopa adalah antihipertensi dari golongan agonis alfa-2 adrenergik. Metildopa jarang digunakan dalam terapi hipertensi karena obat ini merupakan antihipertensi lini kedua. Pemakaiannya yang terbatas dikarenakan oleh sering timbulnya

efek samping. Selain itu, metildopa lebih sering digunakan pada pengobatan hipertensi pada kehamilan12.

b. Berdasarkan golongan obat Secara umum terdapat 8 golongan obat yang digunakan untuk terapi hipertensi. Dalam penelitian terdapat 6 golongan obat antihipertensi yang digunakan. Tabel berikut ini menunjukkan penggunaan antihipertensi berdasarkan golongan obatnya.

Tabel 4. Penggunaan antihipertensi berdasarkan golongan obat Golongan Obat Jumlah Persentase

Diuretik 38 19,5% ACE-Inhibitor

(ACEI) 85 43,6% Calcium-Channel

Blockers(CCB) 40 20,5% Angiotensin-II

Receptor Blockers (ARB)

18 9,2% Beta-Blockers(BB) 11 5,6%

Agonis Alfa-2

Adrenergik (AA2A) 3 1,5% Total 195 100%

Berdasarkan Tabel 4, dari 195 obat yang digunakan, 38 obat merupakan golongan diuretik, 85 obat termasuk golongan ACE-inhibitor, 40 obat termasuk golongan CCB, 18 obat termasuk golongan ARB, 11 obat merupakan golongan beta-blockers, dan 3 obat termasuk golongan agonis alfa-2 adrenergik. Dari data tersebut, antihipertensi golongan ACEI merupakan golongan obat yang paling sering digunakan dengan persentase 43,6%.


(6)

ACEI bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin-I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin-II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron8. Selain itu, ACEI menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. Obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tetapi juga pada hipertensi dengan renin normal maupun rendah. Hal ini karena ACEI menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai efek vasodilatasi. ACEI juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin-II secara lokal di endotel pembuluh darah12.

ACEI terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga menunjukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefropati diabetik. Selain itu, ACEI juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung koroner12. ACEI tidak mempunyai banyak efek samping seperti pada diuretik dan beta-blocker3. Pengobatan dengan

ACEI memberikan hasil

pengurangan yang signifikan pada semua penyebab kematian. Karena tingginya prevalensi hipertensi,

penggunaan ACEI dapat

memberikan keuntungan penting dalam menyelamatkan nyawa14. Antihipertensi lain yang sering digunakan adalah antihipertensi golongan CCB dengan persentase

20,5%. CCB bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan otot jantung sehingga terjadi relaksasi12. Hal ini akan menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah3. Efek antihipertensi dari CCB berhubungan dengan dosis, bila dosis ditambah maka efek antihipertensi semakin besar dan tidak menimbulkan efek toleransi. CCB tidak dipengaruhi asupan garam sehingga berguna bagi orang yang tidak mematuhi diet garam. Menurut beberapa studi penggunaan CCB dalam hipertensi secara umum tidak berbeda dalam efektivitas, efek samping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan obat antihipertensi lain. Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermakna antara CCB, diuretik, dan ACEI dalam pengobatan hipertensi. CCB mempunyai efek tambahan yang menguntungkan pasien. CCB dan ACEI lebih baik dari diuretik dan beta-blocker dalam mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan risiko independen pada hipertensi, selain itu CCB juga mempunyai efek proteksi vaskular15. Obat-obat golongan CCB berguna untuk pengobatan pasien hipertensi yang juga menderita asma, diabetes, angina dan/atau penyakit vaskular perifer2.

c. Berdasarkan penggunaan obat

Dalam penggunaannya,

antihipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal ataupun dapat

dikombinasikan dengan

antihipertensi lain. Persentase cara penggunaan antihipertensi tersebut dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.


(7)

Tabel 5. Cara penggunaan antihipertensi

Penggunaan

Obat Jumlah Persentase

Tunggal 35 29,2%

Kombinasi

2 Antihipertensi 54 45% Kombinasi

3 Antihipertensi 7 5,8% Kombinasi

4 antihipertensi 1 0,8% Kombinasi

Antihipertensi + obat lain

23 19,2%

Total 120 100%

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa cara penggunaan dengan kombinasi 2 antihipertensi sebesar 45%, untuk penggunaan antihipertensi secara tunggal sebesar 29,2%, penggunaan kombinasi antihipertensi dengan obat lain sebesar 19,2%, penggunaan dengan kombinasi 3 antihipertensi sebesar 5,8%, dan penggunaan dengan kombinasi 4 antihipertensi sebesar 0,8%. Dari data tersebut, penggunaan dengan kombinasi 2 antihipertensi adalah cara penggunaan yang paling banyak digunakan.

Terapi kombinasi diperlukan pada sekitar 75% pasien dengan hipertensi. Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang

diinginkan. Dalam the

Antyhipertensive and Lipid-lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT) yang melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi, diketahui hanya 26% pasien yang memiliki tekanan darah yang terkontrol dengan penggunaan obat

tunggal16. Terapi kombinasi dapat efektif pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap monoterapi17. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat10. Terapi kombinasi rasional dimulai dengan pemilihan kombinasi dua obat yang menunjukkan penurunan tekanan darah yang aditif dan memiliki tolerabilitas yang baik16.

Dalam penelitian, diporeleh data penggunaan kombinasi antara 2 antihipertensi yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6. Kombinasi 2 antihipertensi Kombinasi Obat Jumlah Persentase

ACEI-Diuretik 20 37% ACEI-CCB 11 20,4%

ACEI-BB 5 9,3% Diuretik-CCB 6 11,1% Diuretik-ARB 1 1,9%

Diuretik-BB 1 1,9% CCB-ARB 7 13% CCB-AA2A 2 3,7% CCB-CCB 1 1,9% Total 54 100%

Berdasarkan Tabel 6 diketahui penggunaan kombinasi antara ACEI dengan diuretik sebesar 36,9%, kombinasi ACEI dengan CCB sebesar 20,4%, kombinasi CCB dengan ARB sebesar 13%, kombinasi diuretik dengan CCB sebesar 11,1%, kombinasi ACEI


(8)

dengan beta-blocker sebesar 9,3%, kombinasi CCB dengan agonis alfa2-adrenergik sebesar 3,7%, kombinasi diuretik dengan ARB sebesar 1,9%, kombinasi diuretik dengan beta-blockersebesar 1,9%, dan kombinasi CCB dengan CCB sebesar 1,9%. Baru-baru ini, the American Society

of Hypertension (ASH)

mengeluarkan hasil studi pada terapi kombinasi yang membagi kombinasi 2 obat ke dalam 3 kategori, yaitu kategori 'pilihan', 'diterima' dan kategori 'kurang efektif'. Klasifikasi ini didasarkan pada efikasi dalam menurunkan tekanan darah dan tolerabilitas18. Berikut ini adalah tabel rekomendasi kombinasi obat antihipertensi.

Tabel 7. Rekomendasi kombinasi obat dalam hipertensi Kategori Kombinasi Obat

Pilihan

ACE inhibitor– Diuretik ARB – Diuretik

ACE inhibitor– CCB ARB – CCB

Diterima

Beta-blocker– Diuretik CCB (dihidropiridin) – Beta-blocker

CCB – Diuretik

Renin inhibitor– Diuretik

Renin inhibitor– ARB Diuretik Tiazid – Diuretik Hemat Kalium

Kurang Efektif

ACE inhibitor– ARB

ACE inhibitorBeta-Blocker

ARB –Beta-blocker

CCB (nondihidropiridin) –

Beta-blocker

Kombinasi antara ACEI dengan diuretik adalah kombinasi antihipertensi yang paling banyak digunakan. Berdasarkan Tabel 7 kombinasi ACEI dengan diuretik merupakan kombinasi kategori

pilihan. Kombinasi ACEI dengan diuretik memberikan efek sinergistik dan sekitar 85% pasien tekanan darahnya dapat terkendali dengan kombinasi ini12. Kombinasi antara ACEI dengan diuretik tiazid dosis rendah dapat menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. Diuretik akan mengurangi volume intravaskular sehingga mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dengan adanya ACEI akan terjadi kontraregulasi yang meghambat pengaktifan sistem tersebut sehingga menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. Berdasarkan pada keamanan, efikasi, dan kinerja yang menguntungkan dalam uji jangka panjang tersebut maka kombinasi ACEI dengan diuretik dosis rendah dikategorikan sebagai kombinasi pilihan18.

Kombinasi lain yang banyak digunakan adalah kombinasi antara ACEI dengan CCB. Kombinasi ini juga termasuk dalam kombinasi kategori pilihan. Dalam Aziza (2008) disebutkan bahwa CCB paling baik dikombinasikan dengan ACEI. Kombinasi ACEI dengan CCB menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. ACEI dapat meningkatkan tolerabilitas dari CCB. ACEI juga dapat menetralkan efek samping edema perifer pada penggunaan CCB sebagai monoterapi19. Dalam the Avoiding Cardiovascular events through Combination in Patients Living with Systolic Hypertension yang melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi dengan risiko tinggi, kombinasi ACEI dengan CCB dapat menurunkan risiko infark myocard, kejadian stroke, dan


(9)

kematian akibat penyakit kardiovaskular18.

Dalam penggunaannya,

antihipertensi juga seringkali dikombinasikan dengan obat lain untuk penyakit penyerta hipertensi. Kombinasi tersebut disajikan dalam tabel dan gambar berikut.

Tabel 8. Kombinasi antihipertensi dengan obat lain

Kombinasi

Obat Jumlah Persentase Antihipertensi

+ Antidiabetik 20 87% Antihipertensi

+ Antilipemik 1 4,3% Antihipertensi

+ Obat Penyakit

Jantung Koroner

1 4,3%

Antihipertensi + ObatPost

Stroke

1 4,3%

Total 23 100%

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa obat antihipertensi paling banyak dikombinasikan dengan obat antidiabetik dengan persentase 87%. Kombinasi lain, yaitu antihipertensi dengan obat antilipemik, antihipertensi dengan obat penyakit jantung koroner dan antihipertensi dengan obat post stroke dengan persentase masing-masing 4,3%. d. Berdasarkan jenis obat

generik dan non-generik Dalam penelitian, antihipertensi yang digunakan dalam terapi terdapat dalam 2 jenis obat, yaitu antihipertensi generik dan

antihipertensi non-generik. Penggunaan kedua jenis antihipertensi tersebut disajikan dalam tabel dan gambar berikut. Tabel 9. Penggunaan antihipertensi

generik dan non-generik Penggolongan Jumlah Persentase

Generik 170 87,2%

Non-generik 25 12,8%

Total 195 100%

Berdasarkan Tabel 9, dari 195 item obat yang digunakan diketahui bahwa 170 obat merupakan antihipertensi generik dan 25 obat merupakan antihipertensi non-generik. Hal ini menunjukkan antihipertensi generik lebih banyak digunakan dengan persentase 87,2% daripada antihipertensi non-generik dengan persentase 12,8%.

Penggunaan obat generik dengan persentase yang lebih besar ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada tahun 2010, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.

02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dalam pasal 4 peraturan tersebut menyebutkan adanya kewajiban dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Umum Daerah untuk selalu menuliskan resep obat generik dalam memberi resep kepada pasien baik untuk diambil di apotek atau di luar fasilitas pelayanan


(10)

kesehatan. Namun dalam kondisi tertentu terdapat pengecualian yaitu apabila sediaan obat generik belum tersedia. Di dalam pasal 8 disebutkan apabila obat generik belum tersedia maka dokter di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat mengganti resep obat generik dengan dengan obat generik bermerek20.

KESIMPULAN

Dari penelitian tentang gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang periode Januari-Juni 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Berdasarkan usia, penderita hipertensi paling banyak ditemui pada usia 50-59 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, hipertensi lebih banyak diderita oleh pasien perempuan. Berdasarkan item obat, captopril adalah antihipertensi yang paling banyak digunakan. Golongan ACE-Inhibitor merupakan antihipertensi yang paling banyak digunakan. Kombinasi 2 antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi antara ACE-Inhibitor dengan diuretik. Berdasarkan kombinasi dengan obat lain, antihipertensi paling banyak dikombinasikan dengan antidiabetik. Berdasarkan jenis obat generik dan non-generik menunjukkan bahwa obat generik paling banyak digunakan.

DAFTAR ACUAN

1. Rahajeng, E., Tuminah, S., 2009, Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia,

Artikel Penelitian, Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12): 580-587.

2. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001,

Farmakologi Ulasan

Bergambar, Edisi 2, Widya Medika, Jakarta, 181-193.

3. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 35-37.

4. WHO, 2003, World Health Organization

(WHO)/International Society of Hypertension (ISH) Statement

on Management of

Hypertension, Journal of Hypertension, 21: 1983-1992. 5. Anonim, 2008, Laporan

Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

6. Anonim, 2011a, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

7. Anonim, 2011b, Profil Pelayanan RSUD Tidar Kota Magelang 2011, Sub Bagian Program dan Evaluasi RSUD Tidar Kota Magelang, Magelang, 1-5,14.

8. Anonim, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(11)

9. Tjay, T.H., Rahardja, K., 2008, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Computindo, Jakarta, 538-565.

10. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Chusman, W.C., Green, L.A., and Joseph L.I., 2003, The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, National Institute of Health, U.S. Department of Health and Human Services, USA.

11. Gudmundsdottir, H., Høieggen, A., Stenehjem, A., Waldum, B., Os, I., 2012, Hypertension in Women: Latest Findings and Clinical Implications, Ther Adv Chronic Dis, 3(3):137-146. 12. Nafrialdi, 2007, Antihipertensi

dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

13. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

14. Van Vark, L.C., Bertrand, M., Akkerhuis, K.M., Brugts, J.J., Fox, K., Mourad, J.J, Boersma, E., 2012, Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors Reduce Mortality in Hypertension: a Meta-analysis of Randomized Clinical Trials of Renin-Angiotensin-Aldosterone System Inhibitors Involving 158.998 Patients,Eur Heart J. 15. Aziza, L., 2008, Peran

Antagonis Kalsium dalam

Penatalaksanaan Hipertensi, Majalah Kedokteran Indonesia, 57(8):259-264.

16. Gradman, A.H., 2012, Strategies for Combination Therapy in Hypertension, Curr Opin Nephrol Hypertens, 20(5):486-491.

17. Taddei, S., Bruno, R.M., Ghiadoni, L., 2011, The Correct

Administration of

Antihypertensive Drugs According to the Principles of Clinical Pharmacology, Am J Cardiovasc Drugs, 11(1):13-20. 18. Gradman, A.H., Basile, J.N.,

Carter, B.L., Bakris, G.L., 2010, Combination Therapy in Hypertension, J Am Soc Hypertens, 4(2):90-98.

19. Sever, P.S., Messerli, F.H.,

2011, Hypertension

Management 2011: Optimal Combination Therapy, Eur Heart J.

20. Anonim, 2010b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 02.02/Menkes/068/I/2010

Tentang Kewajiban

Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(1)

ACEI bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin-I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin-II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron8. Selain itu, ACEI menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. Obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tetapi juga pada hipertensi dengan renin normal maupun rendah. Hal ini karena ACEI menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai efek vasodilatasi. ACEI juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin-II secara lokal di endotel pembuluh darah12.

ACEI terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga menunjukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefropati diabetik. Selain itu, ACEI juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung koroner12. ACEI tidak mempunyai banyak efek samping seperti pada diuretik dan beta-blocker3. Pengobatan dengan

ACEI memberikan hasil

pengurangan yang signifikan pada semua penyebab kematian. Karena tingginya prevalensi hipertensi,

penggunaan ACEI dapat

memberikan keuntungan penting dalam menyelamatkan nyawa14. Antihipertensi lain yang sering digunakan adalah antihipertensi golongan CCB dengan persentase

20,5%. CCB bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan otot jantung sehingga terjadi relaksasi12. Hal ini akan menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah3. Efek antihipertensi dari CCB berhubungan dengan dosis, bila dosis ditambah maka efek antihipertensi semakin besar dan tidak menimbulkan efek toleransi. CCB tidak dipengaruhi asupan garam sehingga berguna bagi orang yang tidak mematuhi diet garam. Menurut beberapa studi penggunaan CCB dalam hipertensi secara umum tidak berbeda dalam efektivitas, efek samping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan obat antihipertensi lain. Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermakna antara CCB, diuretik, dan ACEI dalam pengobatan hipertensi. CCB mempunyai efek tambahan yang menguntungkan pasien. CCB dan ACEI lebih baik dari diuretik dan beta-blocker dalam mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan risiko independen pada hipertensi, selain itu CCB juga mempunyai efek proteksi vaskular15. Obat-obat golongan CCB berguna untuk pengobatan pasien hipertensi yang juga menderita asma, diabetes, angina dan/atau penyakit vaskular perifer2.

c. Berdasarkan penggunaan obat

Dalam penggunaannya,

antihipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal ataupun dapat

dikombinasikan dengan

antihipertensi lain. Persentase cara penggunaan antihipertensi tersebut dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.


(2)

Tabel 5. Cara penggunaan antihipertensi Penggunaan

Obat Jumlah Persentase

Tunggal 35 29,2%

Kombinasi

2 Antihipertensi 54 45%

Kombinasi

3 Antihipertensi 7 5,8%

Kombinasi

4 antihipertensi 1 0,8%

Kombinasi Antihipertensi +

obat lain

23 19,2%

Total 120 100%

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa cara penggunaan dengan kombinasi 2 antihipertensi sebesar 45%, untuk penggunaan antihipertensi secara tunggal sebesar 29,2%, penggunaan kombinasi antihipertensi dengan obat lain sebesar 19,2%, penggunaan dengan kombinasi 3 antihipertensi sebesar 5,8%, dan penggunaan dengan kombinasi 4 antihipertensi sebesar 0,8%. Dari data tersebut, penggunaan dengan kombinasi 2 antihipertensi adalah cara penggunaan yang paling banyak digunakan.

Terapi kombinasi diperlukan pada sekitar 75% pasien dengan hipertensi. Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang

diinginkan. Dalam the

Antyhipertensive and Lipid-lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT) yang melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi, diketahui hanya 26% pasien yang memiliki tekanan darah yang terkontrol dengan penggunaan obat

tunggal16. Terapi kombinasi dapat efektif pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap monoterapi17. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat10. Terapi kombinasi rasional dimulai dengan pemilihan kombinasi dua obat yang menunjukkan penurunan tekanan darah yang aditif dan memiliki tolerabilitas yang baik16.

Dalam penelitian, diporeleh data penggunaan kombinasi antara 2 antihipertensi yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6. Kombinasi 2 antihipertensi

Kombinasi Obat Jumlah Persentase

ACEI-Diuretik 20 37%

ACEI-CCB 11 20,4%

ACEI-BB 5 9,3%

Diuretik-CCB 6 11,1%

Diuretik-ARB 1 1,9%

Diuretik-BB 1 1,9%

CCB-ARB 7 13%

CCB-AA2A 2 3,7%

CCB-CCB 1 1,9%

Total 54 100%

Berdasarkan Tabel 6 diketahui penggunaan kombinasi antara ACEI dengan diuretik sebesar 36,9%, kombinasi ACEI dengan CCB sebesar 20,4%, kombinasi CCB dengan ARB sebesar 13%, kombinasi diuretik dengan CCB sebesar 11,1%, kombinasi ACEI


(3)

dengan beta-blocker sebesar 9,3%, kombinasi CCB dengan agonis alfa2-adrenergik sebesar 3,7%, kombinasi diuretik dengan ARB sebesar 1,9%, kombinasi diuretik dengan beta-blockersebesar 1,9%, dan kombinasi CCB dengan CCB sebesar 1,9%. Baru-baru ini, the American Society

of Hypertension (ASH)

mengeluarkan hasil studi pada terapi kombinasi yang membagi kombinasi 2 obat ke dalam 3 kategori, yaitu kategori 'pilihan', 'diterima' dan kategori 'kurang efektif'. Klasifikasi ini didasarkan pada efikasi dalam menurunkan tekanan darah dan tolerabilitas18. Berikut ini adalah tabel rekomendasi kombinasi obat antihipertensi.

Tabel 7. Rekomendasi kombinasi obat dalam hipertensi

Kategori Kombinasi Obat

Pilihan

ACE inhibitor– Diuretik ARB – Diuretik

ACE inhibitor– CCB ARB – CCB

Diterima

Beta-blocker– Diuretik CCB (dihidropiridin) – Beta-blocker

CCB – Diuretik

Renin inhibitor– Diuretik

Renin inhibitor– ARB Diuretik Tiazid – Diuretik Hemat Kalium

Kurang Efektif

ACE inhibitor– ARB

ACE inhibitorBeta-Blocker

ARB –Beta-blocker

CCB (nondihidropiridin) –

Beta-blocker

Kombinasi antara ACEI dengan diuretik adalah kombinasi antihipertensi yang paling banyak digunakan. Berdasarkan Tabel 7 kombinasi ACEI dengan diuretik merupakan kombinasi kategori

pilihan. Kombinasi ACEI dengan diuretik memberikan efek sinergistik dan sekitar 85% pasien tekanan darahnya dapat terkendali dengan kombinasi ini12. Kombinasi antara ACEI dengan diuretik tiazid dosis rendah dapat menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. Diuretik akan mengurangi volume intravaskular sehingga mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dengan adanya ACEI akan terjadi kontraregulasi yang meghambat pengaktifan sistem tersebut sehingga menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. Berdasarkan pada keamanan, efikasi, dan kinerja yang menguntungkan dalam uji jangka panjang tersebut maka kombinasi ACEI dengan diuretik dosis rendah dikategorikan sebagai kombinasi pilihan18.

Kombinasi lain yang banyak digunakan adalah kombinasi antara ACEI dengan CCB. Kombinasi ini juga termasuk dalam kombinasi kategori pilihan. Dalam Aziza (2008) disebutkan bahwa CCB paling baik dikombinasikan dengan ACEI. Kombinasi ACEI dengan CCB menghasilkan penurunan tekanan darah yang aditif. ACEI dapat meningkatkan tolerabilitas dari CCB. ACEI juga dapat menetralkan efek samping edema perifer pada penggunaan CCB sebagai monoterapi19. Dalam the Avoiding Cardiovascular events through Combination in Patients Living with Systolic Hypertension yang melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi dengan risiko tinggi, kombinasi ACEI dengan CCB dapat menurunkan risiko infark myocard, kejadian stroke, dan


(4)

kematian akibat penyakit kardiovaskular18.

Dalam penggunaannya,

antihipertensi juga seringkali dikombinasikan dengan obat lain untuk penyakit penyerta hipertensi. Kombinasi tersebut disajikan dalam tabel dan gambar berikut.

Tabel 8. Kombinasi antihipertensi dengan obat lain

Kombinasi

Obat Jumlah Persentase Antihipertensi

+ Antidiabetik 20 87% Antihipertensi

+ Antilipemik 1 4,3% Antihipertensi

+ Obat Penyakit

Jantung Koroner

1 4,3%

Antihipertensi + ObatPost

Stroke

1 4,3%

Total 23 100%

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa obat antihipertensi paling banyak dikombinasikan dengan obat antidiabetik dengan persentase 87%. Kombinasi lain, yaitu antihipertensi dengan obat antilipemik, antihipertensi dengan obat penyakit jantung koroner dan antihipertensi dengan obat post stroke dengan persentase masing-masing 4,3%. d. Berdasarkan jenis obat

generik dan non-generik Dalam penelitian, antihipertensi yang digunakan dalam terapi terdapat dalam 2 jenis obat, yaitu antihipertensi generik dan

antihipertensi non-generik. Penggunaan kedua jenis antihipertensi tersebut disajikan dalam tabel dan gambar berikut. Tabel 9. Penggunaan antihipertensi

generik dan non-generik Penggolongan Jumlah Persentase

Generik 170 87,2%

Non-generik 25 12,8%

Total 195 100%

Berdasarkan Tabel 9, dari 195 item obat yang digunakan diketahui bahwa 170 obat merupakan antihipertensi generik dan 25 obat merupakan antihipertensi non-generik. Hal ini menunjukkan antihipertensi generik lebih banyak digunakan dengan persentase 87,2% daripada antihipertensi non-generik dengan persentase 12,8%.

Penggunaan obat generik dengan persentase yang lebih besar ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada tahun 2010, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.

02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dalam pasal 4 peraturan tersebut menyebutkan adanya kewajiban dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Umum Daerah untuk selalu menuliskan resep obat generik dalam memberi resep kepada pasien baik untuk diambil di apotek atau di luar fasilitas pelayanan


(5)

kesehatan. Namun dalam kondisi tertentu terdapat pengecualian yaitu apabila sediaan obat generik belum tersedia. Di dalam pasal 8 disebutkan apabila obat generik belum tersedia maka dokter di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat mengganti resep obat generik dengan dengan obat generik bermerek20.

KESIMPULAN

Dari penelitian tentang gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Tidar Kota Magelang periode Januari-Juni 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Berdasarkan usia, penderita hipertensi paling banyak ditemui pada usia 50-59 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, hipertensi lebih banyak diderita oleh pasien perempuan. Berdasarkan item obat, captopril adalah antihipertensi yang paling banyak digunakan. Golongan ACE-Inhibitor merupakan antihipertensi yang paling banyak digunakan. Kombinasi 2 antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi antara ACE-Inhibitor dengan diuretik. Berdasarkan kombinasi dengan obat lain, antihipertensi paling banyak dikombinasikan dengan antidiabetik. Berdasarkan jenis obat generik dan non-generik menunjukkan bahwa obat generik paling banyak digunakan.

DAFTAR ACUAN

1. Rahajeng, E., Tuminah, S., 2009, Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia,

Artikel Penelitian, Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12): 580-587.

2. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001,

Farmakologi Ulasan

Bergambar, Edisi 2, Widya Medika, Jakarta, 181-193.

3. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 35-37.

4. WHO, 2003, World Health Organization

(WHO)/International Society of Hypertension (ISH) Statement

on Management of

Hypertension, Journal of Hypertension, 21: 1983-1992. 5. Anonim, 2008, Laporan

Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

6. Anonim, 2011a, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

7. Anonim, 2011b, Profil Pelayanan RSUD Tidar Kota Magelang 2011, Sub Bagian Program dan Evaluasi RSUD Tidar Kota Magelang, Magelang, 1-5,14.

8. Anonim, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(6)

9. Tjay, T.H., Rahardja, K., 2008, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Computindo, Jakarta, 538-565.

10. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Chusman, W.C., Green, L.A., and Joseph L.I., 2003, The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, National Institute of Health, U.S. Department of Health and Human Services, USA.

11. Gudmundsdottir, H., Høieggen, A., Stenehjem, A., Waldum, B., Os, I., 2012, Hypertension in Women: Latest Findings and Clinical Implications, Ther Adv Chronic Dis, 3(3):137-146. 12. Nafrialdi, 2007, Antihipertensi

dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

13. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

14. Van Vark, L.C., Bertrand, M., Akkerhuis, K.M., Brugts, J.J., Fox, K., Mourad, J.J, Boersma, E., 2012, Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors Reduce Mortality in Hypertension: a Meta-analysis of Randomized Clinical Trials of Renin-Angiotensin-Aldosterone System Inhibitors Involving 158.998 Patients,Eur Heart J. 15. Aziza, L., 2008, Peran

Antagonis Kalsium dalam

Penatalaksanaan Hipertensi, Majalah Kedokteran Indonesia, 57(8):259-264.

16. Gradman, A.H., 2012, Strategies for Combination Therapy in Hypertension, Curr Opin Nephrol Hypertens, 20(5):486-491.

17. Taddei, S., Bruno, R.M., Ghiadoni, L., 2011, The Correct

Administration of

Antihypertensive Drugs According to the Principles of Clinical Pharmacology, Am J Cardiovasc Drugs, 11(1):13-20. 18. Gradman, A.H., Basile, J.N.,

Carter, B.L., Bakris, G.L., 2010, Combination Therapy in Hypertension, J Am Soc Hypertens, 4(2):90-98.

19. Sever, P.S., Messerli, F.H.,

2011, Hypertension

Management 2011: Optimal Combination Therapy, Eur Heart J.

20. Anonim, 2010b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 02.02/Menkes/068/I/2010

Tentang Kewajiban

Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.