PENGARUH JARAK TANAM DAN KONSENTRASI PUPUK GROW MORE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) - Repository utu

PENGARUH JARAK TANAM DAN KONSENTRASI PUPUK

  

GROW MORE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill)

SKRIPSI OLEH NURSANTI LINONIA

  08C10407164

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2014

PENGARUH JARAK TANAM DAN KONSENTRASI PUPUK GROW MORE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

  

TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill)

SKRIPSI

OLEH NURSANTI LINONIA

  08C10407164 Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2014

  

LEMBARAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Jarak Tanam dan Konsentrasi Pupuk

Grow More terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Nama Mahasiswa : NURSANTI LINONIA N I M : 08C1040716 Program Studi : Agroteknologi

  Menyetujui : Komisi Pembimbing

  Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

  Ir. Khairilsyah Ir. T. Sarwanidas

  NIDN 0131106602 Mengetahui,

  Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,

  Diswandi Nurba, S.TP, M.Si Jasmi, SP., M.Sc

  NIDN 0128048202 NIDN 0127088002

  Tanggal Lulus : 03 Januari 2014

  

LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI

  Skripsi/tugas akhir dengan judul:

  

Pengaruh Dosis Dolomit dan Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada Lahan Gambut

  Yang disusun oleh: Nama : NURSANTI LINONIA N I M : 08C104071

  64 Fakultas : Pertanian

  Program Studi : Agroteknologi Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 03 Januari 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

  SUSUNAN DEWAN PENGUJI :

  1 Ir. Khairilsyah Pembimbing I/ Ketua TIM Penguji

  2 Ir. T. Sarwanidas Pembimbing II

  3 Jasmi, SP., M.Sc Penguji Utama

  4 Irvan Subandar, SP., MP Penguji Anggota

  Meulaboh, 03 Januari 2014 Ketua Prodi Agroteknologi,

  Jasmi, SP., M.Sc

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

  Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan merupakan tanaman semusim, kedelai termasuk famili Leguminosae yang berasal daridaratan Cina tepatnya dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Kedelai merupakan tanaman asli Cina yang tersebar ke berbagai negara seperti Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia dan Amerika.

  Kedelai sudah dikenal di Indonesia pada zaman kerajaan Demak pada saat itu pedagang dari Cina sudah menetap di Demak dan mereka meminta petani setempat untuk membudidayakan tanaman kedelai dilahan sawah atau ladang (Budi dan Tim Ricardo, 2007).

  Kedelai termasuk bahan pangan yang bermanfaat sebagai bahan makanan manusia, pengobatan (terapi) dan bahan pakan ternak, kedelai dapat di olah menjadi berbagai macam bahan makanan seperti tauge, susu kedelai, snack kedelai, tahu, kembang tahu, tempe, oncom, kecap dan bahan penyedap. Kedelai untuk pengobatan berkhasiat mencegah penyakit jantung, osteoporosis, kanker payudara, obesitas, dan melancar metabolisme tubuh. Bungkil kedelai dan ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan hewan ternak (Astawan, 2009).

  Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan yang penting dibudidayakan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan ditingkat nasional, khususnya ketersediaan bahan pangan kedelai, diperlukan upaya yang sungguh-

  1

  2 sungguh untuk meningkatkan produksinya dan tentunya harus dipogramkan secara teliti, terencana, berjangka panjang dan tepat sasaran (Adisarwanto, 2008)

  Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negara terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktifitas maupun perluasan areal tanam. Saat ini, rata- rata produktifitas nasional kedelai baru 1,3 ton/ha dengan kisaran 0,6 - 2,0 ton/ha ditingkat petani, sedangkan ditingkat penelitian telah mencapai 1,7 - 3,2 ton/ha, bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Prodoktifitas kedelai, di Indonesia saat ini mencapai sekitar 1,30 ton/ha atau masih sekitar 50 % dari hasil yang maksimal dianjurkan (2,00 - 3,50 ton/ha), di samping itu, masih rendah tingkat produktifitas kedelai di setiap per tanaman (0,50 - 2,50 ton/ha) hal ini disebabkan karena adanya perbedaan beberapa faktor yang mencakup jarak tanam, tingkat pemeliharaan, pemupukan, ketersediaan air irigasi, kesuburan lahan dan pecegahan hama dan penyakit sehingga menyebabkan produksi kedelai rendah (Adisarwanto, 2008).

  Untuk meningkatkan produksi kedelai dapat dilakukan dengan berbagai perlakuan seperti budidaya salah satunya dengan mengatur jarak tanam agar diperoleh produksi yang ideal. Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Produksi maksimal dicapai bila menggunakan jarak tanam yang sesuai. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman mengakibatkan semakin tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara dan cahaya. Kerapatan tanam harus diatur dengan jarak tanam yang sesuai sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman dan mudah memeliharanya (Adisarwanto dan Wudianto, 1999)

  3 Jarak tanam berperan penting pada priode kritis tanaman kedelai, terutama pada saat fase pembentukan daun (trifoliate) pertama sampai penutupan kanopi.

  Priode kritis tanaman hanya mencapai fase pembentukan daun (trifoliate) yang ketiga pada jarak baris yang sempit (30 cm x 30 cm ), maka priode kritis tanaman akan terjadi lebih cepat. Jarak baris pada tanaman kedelai yang jarang (40 cm x 40 cm ) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan yang baik dan mendapatkan cahaya matahari yang optimal. Pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan penyerapan cahaya matahari, yang sangat dibutuhkan tanaman sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis. Pengaturan jarak tanam yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam tingkat kompetisi untuk mendapatkan cahaya matahari antara tanaman dengan gulma, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil tanaman kedelai yang maksimal (Eprim, 2006).

  Selain jarak tanam, tanaman kedelai juga membutuhkan pemupukan, pemupukan dapat dilakukan baik melalui tanah maupun melalui daun, untuk membantu penyerapan unsur hara untuk proses fotosintesis (Lingga dan marsono, 2008 ).

  Pupuk daun Grow more termasuk pupuk anorganik yang cara pemberianya ke tanaman melalui penyomprotan ke daun. Kelebihan memakai pupuk daun yaitu penyerapan hara berjalan lebih cepat dibanding pupuk yang diberikan lewat akar karena pada daun memiliki mulut daun (stomata) yang menyerap air dan zat- zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Sehingga tanaman lebih cepat menumbuhkan tunas dan tidak rusak. Sedangkan pupuk anorganik yang diberikan lewat akar secara terus-menerus tanpa diimbangi pupuk organik untuk jangka waktu lama akan menyebabkan tanah sulit diolah atau sulit gembur.

  4 Namun, dengan pupuk daun, hal itu dapat dihindari. Tanah akan tetap baik dengan sruktur remah atau gembur, adapun konsentrasi anjuran pupuk Grow more untuk pertumbuhan awal tanaman 1 – 2 gram dalam 1 liter air. (Lingga dan Marsono, 2008)

  Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui berapakah jarak tanam dan konsentrasi pupuk grow more terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

  1.2. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dan konsentrasi pupuk grow more yang tepat terhadap petumbuhan dan hasil tanaman kedelai serta interaksi antara kedua faktor tersebut.

  1.3. Hipotesis

  1. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai

  2. Konsentrasi pupuk grow more berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

  3. Terdapat interaksi antara jarak tanam dan konsentrasi pupuk grow more terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

II. TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Botani Tanaman Kedelai

  Kedelai merupakan tanaman semusim dan termasuk tanaman basah (AAK, 1991 ). Menurut Adisarwanto, (2006) klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :

  Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub Kelas : Archichlamydae Ordo : Rosale Sub Ordo : Leguminosae Family : Leguminosae Genus : Glycine Sub Genus : Glycine Spesies : Glycine max (L.) Merrill.

  2.2. Morfologi Tanaman Kedelai

1. Akar

  Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalam 150 cm. Akarnya terdapat bintil-bintil akar berupa koloni dari bakteri

  

Rhizobium Japonicum . Bakteri Rhizombium dapat mengikat nitrogen dari udara

yang kemudian dapat digunakan untuk pertumbuhan kedelai.

  Tanah yang telah mengandung bakteri baktri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 - 20 hari setelah tanam. Tanah yang belum pernah ditanami

  5

  6 kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah, sehingga tidak terbentuk bintil akar. Untuk mendapat bakteri rhizobium diinokulasi rhizobium dengan cara mengambil tanah yang berasal dari lahan pertanaman kacang-kacangan lalu tanah tersebut ditaburkan ke lahan yang akan ditanami kedelai (Suprapto, 1991).

  2. Batang

  Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30 - 100 cm. Setiap batang dapat bentuk 3 - 6 cabang sedangkan apabila jarak antara tanaman dalam barisan rapat, cabang menjadi berkurang atau tidak bercabang sama sekali. Batang dapat dibedakan menjadi dua yaitu bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hypocotyl, sedangkan bagian di atas keping biji disebut

  

epycotyl . Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau. Tipe pertumbuhan

  dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni tipe ujung batang melilit (indeterminate), tipe batang tegak (determinate), dan tipe semi determinit (Suprapto, 1991).

  3. Daun

  Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing. Saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun kedelai itu sudah menguning, maka daun-daunnya mulai rontok (AAK, 1991).

  4. Bunga

  Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Warna bunga putih bersih atau ungu muda. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan

  7 biasanya terdapat 3 – 15 kuntum bunga, namun sebagian besar bunga rontok, hanya beberapa dapat membentuk polong (Sugeng, 2000).

  Bunga kedelai mempunyai 10 buah benang sari, sembilan buah diantaranya bersatu pada bagian pangkal dan membentuk seludang yang mengelilingi putik. Sedangkan benang sari yang kesepuluh terpisah pada bagian pangkalnya dan seolah-olah menjadi penutup seludang. Apabila putik dibelah, di dalamnya terdapat tiga bakal biji (AAK, 1991).

  Penyerbukannya termasuk penyerbukan sendiri dengan tepung sari sendiri karena pembuahan terjadi sebelum bunga mekar (terbuka). Pada saat terjadi persilangan (hibridisasi), mahkota daun dan benang sari dibuang (kastrasi atau mengebiri) hanya putiknya saja yang ditinggalkan (AAK, 1991).

  5. Polong dan Biji Polong Kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu–abu.

  Selama proses pematangan buah, polong yang mula–mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman, keputihan dan kecoklatan. Polong yang telah kering mudah pecah dan bijinya keluar (Pitojo, 2007).

  Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama yaitu kulit biji dan embrio. warna kulit biji bervariasi, yaitu kuning, hijau, coklat, dan hitam. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah berakhirnya proses pembijian, biji kedelai dapat langsung ditanam (Budi dan Ricardo, 2007)

  6. Bulu

  Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan polong-polongnya. Lebat atau tidaknya serta kasar atau halusnya bulu tergantung

  8 dari varietas masing-masing dan begitu pula warna bulu berbeda-beda, ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih kehijauan (AAK, 1991).

2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai

  1. Iklim Kedelai sebagian tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis.

  Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang barhawa panas, di tempat-tempat yang terbuka dan bercurah hujan 350 - 550 mm/bulan. Kekurangan atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap produksi kedelai. Volume air yang terlalu banyak tidak menguntungkan, karena akan mengakibatkan akar tanaman membusuk.

  Banyaknya curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen, dengan suhu yang optimal berkisar antara 20- 30

  C, suhu yang terlalu tinggi bisa menekan atau memperlambat proses perkecambahan biji sehingga polong menjadi lebih cepat masak sehingga polong menjadi mudah rontok.

  Kelembaban udara yang tinggi selama beberapa waktu akan mendorong perkembangan hama dan penyakit sehingga serangan semakin meningkat.

  Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 75 – 90%, dengan lama penyinaran matahari selama 12 jam/hari (Adisarwanto, 2008).

  2. Tanah

  Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Sedangkan pada tanah podsolik merah kuning

  9 dan tanah yang mengandung banyak pasir warna, pertumbuhan kedelai kurang baik, karena mengandung masam kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Anonymous, 1991).

  Kedelai dapat tumbuh dengan baik pada pH 5,8 - 7 sedangkan pada tanah dengan pH 4,5 pertumbuhan kedelai kurang sempurna karena tingginya hara mikro seperti besi dan Alluminium (AAK, 1991).

2.4. Jarak Tanam

  Produksi kedelai merupakan hasil kombinasi dari beberapa komponen hasil yang terdiri dari jumlah polong per pohon, jumlah biji tiap polong, berat biji dan jumlah tanaman yang dapat dipanen. Populasi tanaman yang tepat akan menentukan tingkat produksi kedelai yang akan dicapai. Populasi tanaman yang dianjurkan dapat mencapai 500.000 tanaman per hektar. Untuk itu, banyak alternatif jarak tanam yang bisa dipilih tergantung kesuburan tanah dan sistem penanaman (Adisarwanto dan Wudianto, 1999).

  Jarak antar tanaman diusahakan teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang seragam dan pemerliharaan mudah. Penentuan jarak tanam terngantung pada daya tumbuh benih, kesuburan tanah, musim dan varietas yang ditanam. Benih yang daya tumbuhnya agak rendah perlu ditanam dengan jarak yang lebih rapat. Tanah yang subur jarak tanamnya lebih renggang mengguntungkan kerena unsur hara yang dibutuhkan melebihi dari unsur hara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Penanaman pada musim kemarau yang diperkirakan akan kekurangan air akan terhambat pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sepertih gugurnya bunga, daun menguning sehingga terhambat terjadinya proses fotosintesis (Suprapto, 1991).

  10 Jarak tanam rapat yaitu 30 cm x 30 cm akan diperoleh 111.111 tanaman per hektar, jarak tanam sedang yaitu 30 cm x 40 cm akan diperoleh 83.333 tanaman per hektar sedangkan jarak tanam renggang yaitu 40 cm x 40 cm akan diperoleh 62.500 tanaman per hektar. Populasi optimal per hektar terletak antara 300.000-500.000 tanaman (Suprapto, 1991).

  Keuntungan menggunakan jarak tanam rapat yaitu sebagian benih yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat terkompensasi, sehingga tanaman tidak terlalu jarang. Permukaan tanah dapat segera tertutup sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan. Jumlah tanaman per hektar merupakan komponen hasil sehingga dari jumlah tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat mempunyai beberapa kerugian yakni polong per tanaman menjadi sangat berkurang sehingga hasil per hektarnya menjadi rendah. Ruas batang tumbuh lebih panjang sehingga tanaman kurang kokoh dan mudah rebah. Benih yang di perlukan lebih banyak. Penyiangan sukar dilakukan (Suprapto, 1991).

  Jarak tanam yang sempit dapat terjadi kompetisi terhadap unsur hara, air dan cahaya matahari sehingga persediaan lebih sedikit pada pertumbuhan dan hasil tanam. Ketersediaan hara, air dan cahaya matahari yang sedikit akan berakibat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang menurun. Jarak tanam menimbulkan pengaruh yang spesifik terhadap perilaku tanaman (Harjadi, 1996).

  Air sangat diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan tanaman dan disebut sebagai salah satu faktor pembatas produktivitas kedelai bila ketersediaannya tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman yang optimal (Adisarwanto, 2006). Kekurangan air pada fase perkecambahan

  11 menyebabkan benih tidak dapat berkecambah juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai dan sebaliknya air yang berlebihan juga akan menurunkan pertumbuhan dan hasil penen (Cahyono, 2007).

2.5. Pupuk Grow More

  Pupuk daun grow more adalah pupuk daun lengkap dalam bentuk kristal berwana biru sangat mudah larut dalam air, dapat diserap mudah oleh tanaman, baik itu melalui penyemprotan daun maupun disiram kedalam tanah, mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai kebutuhan.

  Kandungan unsur kimia di dalam pupuk grow more yaitu N (10%), P O

  2

  5

  (55%), K

2 O (10%), Ca (0,05%), Mg (0,10%), S (0,20%), B (0,02%), Cu

  (0,05%),Fe (0,10%), Mn (0,05%), Mo (0,0005%), dan Zn (0,05%). (Linga dan Marsono, 1999).

  Pupuk growmore ini memberikan jaminan pemberian unsur nitrogen, phospat dan kalium yang seimbang terhadap tanaman serta dapat digunakan sepanjang musim maupun tanaman tahunan. meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit.

  Kandungan ini sangat baik untuk merangsang perakaran, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, dapat merangsang pembungaan dan pembuahan (Anonymous, 2010).

2.6. Mekanisme Penyerapan Pupuk Grow More oleh Tanaman

  Mekanisme penyerapan pupuk grow more sejenis pupuk daun ini termasuk pupuk anorganik yang cara pemberiannya pada tanaman melalui penyemprotan,

  • 1

  dengan larutan 1 – 2 gram dalam 1 g l air . Kelebihan memakai pupuk daun

  12 yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibanding pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan lebih cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak. Daun yang memiliki mulut daun (stomata) membuka dan menutup secara mekanis yang diatur oleh tekanan turgor dari sel-sel penutup yang berhubungan erat dengan terik matahari dan angin (Linga dan Marsono,1999).

  Keuntungan pemberian pupuk daun ialah di dalamnya terkandung unsur hara makro dan mikro. Umumnya tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk akar yang mayoritas berisi hara makro karena pupuk yang diberikan ke tanah tidak seluruhnya mencapai akar tanaman karena adanya beberapa kendala, baik dari sifat kimia maupun sifat tanah. Pemberian pupuk daun yang berisi hara mikro maka kekurangan tersebut dapat teratasi (Linga dan Marsono, 1999).

  Pupuk daun disemprotkan ke daun bagian bawah. Hal ini karena mulut daun (stomata) berada di bawah daun. Penyemprotan dilakukan saat matahari tidak terik idealnya dilakukan sore atau pagi hari saat sinar matahari belum begitu menyengat dan jika dipaksakan maka pupuk daun akan lebih banyak menguap dibanding diserap oleh daun. Penyomprotan pun jangan dilakukan menjelang musim hujan karena pupuk daun akan tercuci habis oleh air hujan dan pada saat hujan stomata sedang menutup sehingga pemberianya sia-sia (Linga dan Marsono, 1999).

III. BAHAN DAN METODE PENELITIA

  3.1. Tempat dan Waktu

  Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar Maulaboh Aceh Barat mulai 14 April sampai dengan 4 Agustus 2013.

  3.2. Bahan dan Alat

  a. Bahan

  Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai (lokal ), Pupuk grow more dengan kadar NPK ( 10 – 55 – 10 ), Kapur Dolomit (CaO 40 % MgO 20 %), Pupuk anorganik Urea (N 46 %), SP-36 (P

  2 O 5 36 %), KCl (K

  2 O 60 %) dan Decis (25 EC).

  b. Alat

  Garu, hand spayer, meteran, rol, timbangan analitik, sekop, cangkul, parang, gembor, dan alat tulis menulis.

3.3. Rancangan Percobaan

  Rancangan percoabaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan maka terdapat 9 kombinasi perlakuan sehingga secara keseluruhan terdapat 27 unit satuan percobaan. Faktor yang diteliti meliputi jarak tanam dan konsentrasi pupuk grow more.

  13

  • 1
  • 1
  • 1
  • 1

  1 J

  1 K

  2 J

  1 K

  3 J

  2 K

  1 J

  2 K

  2 J

  2 K

  3 J

  3 K

  3 K

  1 K

  2 J

  3 K

  3

  30 x 30 30 x 30 30 x 30 30 x 40 30 x 40 30 x 40 40 x 40 40 x 40 40 x 40

  1

  2

  3

  1

  2

  3

  1

  2

  1 J

  9 J

  14 Faktor Jarak Tanam (J) terdiri atas 3 taraf yaitu : J

  3 = 3 g l air

  1

  = 30 cm x 30 cm J

  2 = 30 cm x 40 cm

  J

  3 = 40 cm x 40 cm

  Faktor Konsentrasi pupuk grow more (K) terdiri atas 3 taraf yaitu : K

  1 = 1 g l air

  K

  2

  = 2 g l air

  K

  Dengan demikian terdapat 3 x 3 = 9 kombinasi perlakuan masing-masing perlakuan diulang sebanya 3 kali sehingga berjumlah 27 satuan percobaan. Tiap - tiap satuan percobaan terdiri 6 tanaman sampel sehingga secara keseluruhan dalam penelitian ini terdapat 666 tanaman. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan Antara Jarak Tanam dan Konsentrasi Pupuk Grow More.

  8

  No Kombinasi

  Perlakuan Jarak Tanam

  (cm x cm) Konsentrasi Pupuk Grow

  More (g l air

  )

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  3

  15 Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = µ + + J + K +(JK) +

  ijk i j k jk ijk

  β ε Keterangannya :

  Y ijk = Nilai pengamatan untuk faktor jarak tanam taraf ke- i, Faktor Konsentrasi pupuk grow more taraf ke- j dan ulangan ke-k

  µ = Nilai tengah umum = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1,2, dan 3)

  i

  β J j = Pengaruh faktor jarak tanam ke - j (j = 1, 2, dan 3) K k = Pengaruh faktor Konsentrasi pupuk grow more ke-k (k = 1,2, dan 3) (JK) jk = Interaksi jarak tanam dan Konsentrasi pupuk grow more pada taraf jarak tanam ke – j, taraf konsentrasi pupuk grow more ke - k

  = Galat percobaan untuk ulangan ke- i, faktor jarak tanam taraf ke - j,

  ijk

  ε faktor konsentrasi pupuk grow more taraf ke-k.

  Apabila uji F menunjukan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. Dengan rumus sebagai berikut: BNJ = q

  0,0,5 0,0 5

  Dimana : BNJ 0,0 5 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5% q 0,0 5 (p;db g ) = Nilai baku q pada taraf 5% (jumlah perlakuan p dan derajat bebas galat)

  KT g = Kuadrat Tengah Galat r = Jumlah ulangan.

  16

3.4. Pelaksanaan Penelitian

  1. Persiapan Lahan Lahan penelitian dibersihkan dan dicangkul dengan ke dalaman 30 cm.

  Setelah seminggu dilakukan pengolahan kedua hingga tanah menjadi gembur dan rata serta membuang sisa-sisa gulma. Pembuatan plot - plot percobaan dengan ukuran 200 cm x 150 cm, jarak antar plot 30 cm dan antar bedengan 50 cm yang berfungsi sebagai drainase.

  2. Penanaman

  Sebelum penanaman tanah hasil inokulum dicampur di setiap plot sebagai tindakan inokulasi bakteri Rhizombium. Penanaman dilakukan dengan menugal sedalam 3 - 4 cm. Jarak tanam yang digunakan sesuai dengan perlakuan jarak tanam yaitu 30 cm x 30 cm, 30 cm x 40 cm, dan 40 cmx 40 cm.

  Setiap lubang ditanam 2 biji kedelai lalu ditutup dengan tanah. Benih kedelai ditanam dengan baris tegak lurus dengan arah matahari terbit atau sejajar dengan arah utara.

  3. Pemberian Pupuk Grow More

  Konsentrasi pupuk grow more diberikan sesuai dengan perlakuan yaitu 1

  • 1 -1 -1

  g l air , 2 g l air , dan 3 g l air . Pemberian pupuk grow more diberikan 3 kali yaitu pada umur 15, 25, dan 35 Hari Setelah Tanam (HST). Cara pemberiannya melalui penyemprotan pada bagian bawah daun secara merata yang dilakukan pada pagi hari atau sore hari disesuaikan dengan cuaca setempat.

  17

  4. Pemeliharaan

  Untuk memperoleh pertumbuhan kedelai yang baik maka dilakukan pemeliharaan mencakup penjarangan dengan meninggalkan cukup satu tanaman perumpun.

  Penyiangan dilakukan dengan cara manual, dengan menggunaka cangkul kecil untuk membuang gulma. Gulma yang disiangi dibuang dari areal pertanaman, kegiatan penyiangan ini dilakukan agar gulma tidak mengganggu tanam.

  Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari atau di sesuaikan dengan keadaan cuaca. Untuk pencegahan serangan hama digunakan insektisida Decis 25

  • 1

  EC dengan konsentrasi 1 cc air yang disemprotkan kebahagian tanaman secara merata.

  5. Panen

  Pemanenan dilakukan apabila biji pada polong mencapai kriteria panen dengan tanda daunnya sudah menguning, polongnya berwarna kuning. Panen dilakukan dengan mencabut tanaman pada umur 83 HST kemudian dijemur.

3.5. Pengamatan

  Parameter yang diamati adalah :

1. Tinggi Tanaman (cm)

  Tinggi tanaman diukur pada umur 20, 30 dan 40 HST pengukuran dimulai dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh tertinggi dengan menggunakan meter.

  18

  2. Jumlah Cabang Per Tanaman (buah)

  Jumlah cabang per tanaman dihitung pada umur 20, 30 dan 40 HST dengan cara menghitung semua cabang tanaman sampel dari setiap plot.

  3. Berat Biji Kering Per Plot (gram)

  Polong dijemur selama 2 - 3 hari dibawah sinar matahari setiap harinya, polong yang telah mengering dikupas kulitnya lalu bijinya ditimbang dengan menggunakan timbangan.

  4. Bobot Biji 100 Butir ( gram )

  Biji yang sudah mengering dipilih secara acak 100 butir dari setiap tanaman sampel per plot lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

  5. Jumlah Bintil Akar Tanaman (buah)

  Setelah tanaman dicabut bintil akar tanaman sampel dihitung dari setiap plot.

   

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Jarak Tanam

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 18) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot biji 100 butir tanaman kedelai. Berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman. Berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang umur 20, 30 dan 40 HST serta berat biji kering per plot tanaman kedelai.

4.1.1. Tinggi Tanaman (cm)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 20, 30 dan 40 HST.

  Rata-rata tinggi tanaman kedelai pada berbagai jarak tanam disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanaman Umur

  20, 30 dan 40 HST Jarak Tanam Tinggi Tanaman (cm)

  40 HST Simbol cm x cm

  20 HST

  30 HST J

  1 30 x 30

  13.29

  22.17

  35.20 J

  2 30 x 40

  13.27

  22.37

  36.24 J

  3 40 x 40

  13.52

  22.57

  36.26 Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman kedelai umur 20, 30 dan 40 HST pada berbagai jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman kedelai. Hal ini diduga adanya kompetisi cahaya matahari sebagai bahan baku fotosintesis yang disebabkan oleh tajuk tanaman yang semakin merapat akibat jarak tanam yang tidak sesuai sehingga kualitas cahaya yang diterima tanaman menurun. Supriady et al. (1986) menyatakan bahwa pertambahan tinggi tanaman ini disebabkan karena tajuk tanaman yang semakin merapat mengakibatkan 19  

  20  

   

  kualitas cahaya yang diterima menjadi menurun. Duncan (1956), menyatakan semakin rapat jarak tanam yang dipakai maka pertumbuhan tinggi tanaman akan semakin cepat karena tanaman saling berusaha mencari sinar matahari yang lebih banyak.

4.1.2. Jumlah Cabang Per Tanaman (buah)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang umur 20, 30 dan 40 HST. Rata-rata jumlah cabang tanaman kedelai pada berbagai jarak tanaman disajikan pada Tabel 3.

  Tabel 3. Rata-Rata Jumlah Cabang Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanam Umur 20, 30 dan 40 HST

  Jarak Tanam Jumlah Cabang Per Tanaman (buah) Simbol cm x cm

  20 HST

  30 HST

  40 HST J 30 x 30 2,00 3,59 5,11

  1 J

2 30 x 40 2,02 3,93 6,07

  J

  

3 40 x 40 2,19 4,06 6,43

  Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman kedalai umur 20, 30 dan 40 HST pada berbagai jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang per tanaman. Perbedaan yang tidak nyata ini menunjukkan tanaman kedelai mempanyai respon yang sama pada berbagai jarak tanam yang dicobakan.

  Menurut Purwaningsih (1986), jumlah cabang akan semakin menurun seiring dengan peningkatan jumlah tanaman per hektar. Hal ini terjadi karena persaingan yang lebih kuat pada pengambilan zat hara, air dan sinar matahari pada jarak tanaman tertentu. Moenandir (1998) menambahkan bahwa persaingan tersebut sangat menghambat laju pertumbuhan tanaman.

  21  

   

  4.1.3. Berat Biji Kering Per Plot (g)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap berat biji kering per plot. Rata-rata berat biji kering per plot tanaman kedelai pada berbagai jarak tanam disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Berat Biji Kering Per Plot Tanaman Kedelai pada Berbagai

  Jarak Tanam Jarak Tanam Berat Biji Kering Per Plot

  Simbol cm x cm (g) J

  1 30 x 30 437,78

  J

  2 30 x 40 402,22

  J

  3 40 x 40 452,22

  Tabel 4 menunjukkan bahwa tanaman kedelai berpengaruh tidak nyata terhadap berat biji kering per plot. Hal ini diduga bahwa penggunaan jarak tanam tidak sesuai sehingga mengakibatkan kemampuan tanaman berproduksi menurun. Menurut Efendi (1997), dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antara tanaman dengan gulma untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh yang kemudian tanaman berproduksi rendah.

  4.1.4. Bobot Biji 100 Butir (g)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot biji 100 butir. Rata-rata bobot biji 100 butir tanaman kedelai pada berbagai jarak tanam setelah diuji BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 5.

  22  

   

  Tabel 5. Rata-Rata Bobot Biji 100 Butir Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanam

  Jarak Tanam Bobot Biji 100 Butir Simbol cm x cm (g)

  J 30 x 30 9,47 b

  1 J 2 30 x 40 8,10 a

  J

  3 40 x 40 9,69 c

  BNJ 0,05 0,18 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05 ).

  Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot biji 100 butir tanaman kedelai terberat dijumpai pada jarak tanam 40 cm x 40 cm (J ) yang berbeda nyata dengan

  3

  perlakuan jarak tanam 30 cm x 40 cm (J

  2 ) namun berbeda tidak nyata dengan

  jarak tanam 30 cm x 30 cm (J

  1 ). Hal ini diduga bahwa peningkatan bobot biji 100

  butir pada jarak tanam yang lebar dapat membuka ruang bagi tanaman tumbuh dengan optimum sehingga dapat berpengaruh pada kuantitas bobot biji tanaman kedelai meningkat. Hidayat ( 2011) mengatakan tanaman dengan jarak tanam yang lebih lebar maka pertumbuhannya akan lebih baik karena tidak terjadi persaingan yang signifikan terhadap penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari sehingga kebutuhan tanaman tercukupi. Kartasapoetra (1988), mengatakan bahwa persaingan antar tanaman dalam mendapat unsur hara, air ataupun cahaya matahari berpengaruh terhadap produksi tanaman sehingga jarak tanam yang lebih lebar akan lebih memacu pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan kuantitas biji tanaman.

  23  

   

  Hubungan antara bobot biji 100 butir tanaman kedalai pada berbagai jarak tanam dapat dilihat pada gambar 1.

  10 9,69

  9,47 9,5

   (g)

  9 8,5

  8,10

  8 7,5

  Bobot Biji 100 Butir

  7 30x30 30x40 40x40

  Jarak Tanam (cm x cm) Gambar 1. Bobot Biji 100 Butir Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanam.

4.1.5. Jumlah Bintil Akar Tanaman (buah)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 18) menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman. Rata-rata bobot biji 100 butir tanaman kedelai pada berbagai jarak tanam setelah diuji BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 6.

  Tabel 6. Rata-Rata Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanam

  Jarak Tanam Jumlah Bintil Akar Tanaman

  (buah) Simbol cm x cm

  J

  1 30 x 30 155,61 a

  J 30 x 40 232,04 c

  2 J 3 40 x 40 196,39 b

  BNJ 0,05 33,26 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05 ).

  Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah bintil akar tanaman kedelai terbanyak dijumpai pada jarak tanam 30 cm x 40 cm (J

  2 ) secara statistik menunjukkan

  24  

   

  perbedaan yang nyata pada seluruh perlakuan jarak tanam yang dicobakan. Hal ini diduga bahwa pada jarak tanam 30 cm x 40 cm didukung oleh faktor lingkungan dan teknik bercocok tanam yang dilakukan. Pendapat ini didukung oleh Sutedjo dan Kartasapoetra (1988), bahwa pertumbuhan atau perkembangan (akar) tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal (hormon dan nutrisi) saja, melainkan saling berkaitan dengan faktor lain diantaranya adalah status air dalam jaringan tanaman, suhu udara dalam areal tanaman, keadaan tanah dan intensitas cahaya matahari.

  Hubungan antara jumlah bintil akar per tanaman kedalai pada berbagai jarak tanam dapat dilihat pada gambar 2.

  250 232,04 196,39

  200

   (buah)

  155,61 150

  Akar

  100

  50 Jumlah Bintil 30x30 30x40 40x40

  Jarak Tanam (cm x cm) Gambar 2. Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai pada Berbagai Jarak Tanam.

4.2. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Grow More

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 18) menunjukkan konsentrasi pupuk grow more berpengaruh sangat nyata terhadap berat biji kering per plot, bobot biji 100 butir, jumlah bintil akar tanaman dan

  25  

   

  jumlah cabang umur 20 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi 20 HST namun berpengaruh tidak nyata tinggi tanaman dan jumlah cabang umur 30 dan 40 HST.

4.2.1. Tinggi Tanaman (cm)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk grow more berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur

  20 HST namun berpegaruh tidak nyata umur 30 dan 40 HST. Rata-rata tinggi tanaman kedelai pada berbagai konsentrasi pupuk grow more setelah diuji BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk

  Grow More Umur 20, 30 dan 40 HST Konsentrasi Pupuk Grow More Tinggi Tanaman (cm)

  • 1

  Simbol g l air

  20 HST

  30 HST

  40 HST K

  1

  1 13,52 b 22,69 36,70 K 2 13,06 a 22,39 36,93

  2 K

  3 13,50 b 22,04 35,07

  3 BNJ 0,28 - - 0,05

  Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% (BNJ ).

  0,05

  Tabel 7 menunjukkan bahwa tanaman kedelai tertinggi umur 20 HST

  • 1

  dijumpai pada konsentrasi pupuk grow more 1 g l air (K

  1 ) yang tidak berbeda

  • 1

  nyata dengan konsentrasi pupuk grow more 3 g l air (K

  3 ) namun berbeda nyata

  • 1

  dengan konsentrasi 2 g l air (K

  2 ). Hal ini diduga bahwa pada konsentrasi hara

  tersebut tanaman memperoleh hara yang cukup untuk pembentukan sel-sel baru, pada jaringan batang baik pada titik tumbuh sehingga tanaman lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (1996) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman disebabkan karena adanya aktivitas meristematik pada daerah titik tumbuh yang tentu saja tidak terlepas dari adanya peranan unsur hara dan air.

  26  

  35

  0,05 disajikan pada Tabel 8.

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk grow more berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang per tanaman umur 20 HST namun berpegaruh tidak nyata umur 30 dan 40 HST. Rata-rata jumlah cabang per tanaman kedelai pada berbagai konsentrasi pupuk grow more setelah diuji BNJ

  40 HST Gambar 3. Tinggi Tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Grow More Umur 20, 30 dan 40 HST.

  30 HST

  20 HST

  1 )

  inggi T a naman (cm) Konsentrasi Pupuk Growmore (g l air-

  3 T

  2

  1

  40

  30

   

  25

  20

  15

  10

  5

  35,07

  36,7 36,93

  22,39 22,04

  13,5 22,69

  13,52 13,06

  Hubungan antara tinggi tanaman kedelai pada berbagai konsentrasi pupuk grow more umur 20, 30 dan 40 HST dapat dilihat pada gambar 3.

  Gardner et al. (1991) menambahkan unsur hara yang cukup selanjutnya digunakan tanaman dalam berbagai proses fotosintesis dan respirasi.

4.2.2. Jumlah Cabang Per Tanaman (buah)

  27  

   

  Tabel 8. Rata-Rata Jumlah Cabang Per tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Grow More Umur 20, 30 dan 40 HST

  Konsentrasi Pupuk Grow More Jumlah Cabang Per Tanaman (buah)

  • 1

  40 HST Simbol g l air

  20 HST

  30 HST K

  1

  1 1,37 b 2,37 3,57 K

  2

  2 1,42 b 2,41 3,61 K

  3

  3 0.90 a 2,17 3,39

  • BNJ 0,27

  0,05

  Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05 ).

  Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah cabang per tanaman kedelai

  • 1

  terbanyak umur 20 HST dijumpai pada konsentrasi pupuk grow more 2 g l air

  • 1

  (K

  2 ) yang berbeda nyata dengan konsentrasi pupuk grow more 3 g l air (K 3 )

  • 1

  namun berbeda tidak nyata dengan konsentrasi 1 g l air (K ). Hal ini diduga

  1

  bahwa pada konsentrasi tersebut unsur hara tersedia dan seimbang yang dapat meningkatkan jumlah cabang tanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan pendapat Baharsyah (1993) yang mengatakan bahwa ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang akan mempengaruhi proses metabolisme pada jaringan tanaman, metabolisme merupakan pembentukan dan perombakan unsur hara dan senyawa organik dalam tubuh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembagan tanaman.

  Selanjutnya Harjadi (1988) menambahkan apabila unsur hara yang berlebihan akan menyebabkan keracunan bagi tanaman yang mengakibatkan terhambatnya laju pertumbuhan tanaman bahkan jika dalam keadaan yang terus berlanjut dapat menyebabkan kematian tanaman itu sendiri.

  Menurunnya jumlah cabang per tanaman umur 20, 30 dan 40 HST pada

  • 1

  konsentrasi pupuk Grow more 1 gr l air (K ) dan konsentrasi pupuk Growmore

  1

  • 1

  3gr l air (K

  3 ), hal ini diduga karena pada konsentrasi tersebut unsur hara yang

  dibutuhkan terlalu sedikit dan berlebihan sehingga dapat menurunkan laju

  28  

   

  pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Sesuai dengan pendapat Leiwakabessy (1977) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur hara yang tersedia. Harjadi (1988) menambahkan bahwa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman apabila berlebihan dan kekurangan akan menghambat pertumbuhan akar sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan menjadi tidak normal.

  Hubungan antara jumlah cabang per tanaman kedelai pada berbagai konsentrasi pupuk grow more umur 20, 30 dan 40 HST dapat dilihat pada gambar 4.

  4 3,61

  3,57 3,39

  3,5

  3

  anaman

  2,41

   T 2,37

  2,17 2,5

  Per

  2

  20 HST 1,42

  1,37

  (buah)

  1,5

  30 HST 0,90

  1

  40 HST 0,5

  Jumlah Cabang

  1

  2

  3 Konsentrasi Pupuk Growmore (g l air-1) Gambar 4. Jumlah Cabang Per Tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Grow More Umur 20, 30 dan 40 HST.

4.2.3. Berat Biji Kering Per Plot (g)

  Hasil uji F analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk grow more berpengaruh sangat nyata terhadap berat biji kering per plot.

  Rata-rata berat biji kering per plot tanaman kedelai pada berbagai konsentrasi pupuk grow more disajikan pada Tabel 9.

  29  

   

  Tabel 9. Rata-rata Berat Biji Kering Per Plot Tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Grow More

  Konsentrasi Pupuk Grow More Berat Biji Kering Per Plot

  • 1

  Simbol g l air (g) K 1 446,67 b

1 K

  2

  2 478,89 b K

  3

  3 366,67 a BNJ 0,05 39,43

  Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05 ).

  Tabel 9 menunjukkan bahwa berat biji kering per plot tanaman kedelai

  • 1

  terberat dijumpai pada konsentrasi pupuk grow more 2 g l air (K ) yang berbeda

  2

  • 1

  nyata dengan konsentrasi pupuk grow more 3 g l air (K

  3 ) namun tidak berbeda

  • 1

  nyata dengan konsentrasi pupuk grow more 1 g l air (K

  1 ). Hal ini diduga bahwa

  • 1 -1

  pada konsentrasi pupuk grow more 2 g l air (K

  2 ) dan 1 g l air (K 1 ) unsur hara

  tersedia bagi tanaman serta didukung oleh faktor lingkungan sehingga dapat menunjang proses generatif tanaman kedelai. Hal sesuai pendapat Wibawa (1998) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman yang baik dapat tercapai apabila unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan berada dalam bentuk tersedia, seimbang dan dalam konsentrasi yang optimum serta didukung oleh faktor lingkungannya.