Kekerasan terhadap anak-anak dalam novel ``Miskin Kok Mau Sekolah..?! Sekolah Dari Hongkong..!!! karya Wiwid Prasetyo : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

KEKERASAN TERHADAP ANAK-ANAK

  SEKOLAH DARI HONGKONG…!!! KARYA

WIWID PRASETYO TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Trivina Widiasti Wulandari

  NIM: 054114004 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Juli 2011

KEKERASAN TERHADAP ANAK-ANAK

  SEKOLAH DARI HONGKONG…!!! KARYA

WIWID PRASETYO TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Trivina Widiasti Wulandari

  NIM: 054114004 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Juli 2011

  HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memberikan kekuatan

dibalik setiap proses hidupku. Aku ada sebagaimana aku ada

sekarang, semua karenaMu. You are my saviour in my life,

without you, i dont believe i can life.

  Kedua orang tuaku, Bapak Johannes Soewito dan Mimi Sri Budiasih yang selalu rela, sabar, dan tanpa lelah menjadikan aku sebagai seorang manusia yang terpelajar, hingga aku bisa sarjana juga akhirnya. Aku hadiahkan

skripsi ini sebagai kado untuk ibundaku tersayang, dan aku

hadiahkan wisudaku nanti untuk hadiah pernikahan orang

tuaku. Tanpa kalian, aku tidak aka nada seperti sekarang.

Thanks mommy, thanks dad… Kedua kakakku, Daniel Ferry Budiawan, dan Louis Dhatu

Aswita Pusparani yang selalu memberi dukungan dan semangat

dalam adiknya berkarya.

  Teman-teman baik namun menjadi saudara-saudara tercinta

kini, Christina Rahayu Putra, Ignatia Rinnie Setyaningsih,

Listiana Kusuma Handaru, dan Ayu Sapoetri Pujiandarini, yang selalu menemani disetiap langkahku.

  Yang tidak akan pernah terlupakan, almamaterku Sastra Indonesia USD.

  

MOTTO

  TUHAN tidak akan pernah terlambat, Juga tidak akan terlalu cepat, DIA bekerja tepat pada waktuNYA.

  (Trvina Widiasti Wulandari)

  

eee

  Aku telah belajar untuk tidak mempersoalkan masalah-masalah kecil, Kebanyakan masalah sesungguhnya sederhana.

  Waktu sangat berharga, akan tetapi kita terlalu sering memboroskannya untuk merasakan kebencian, kepahitan, memendam sakit hati, atau menolak memaafkan atau mengumbar sebuah dendam.

  (Paul J. Meyer)

  

eee

  Tetapi karena kasih karunia Allah Aku adalah sebagaimana aku ada sekarang,

  Dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia.

  ( I Korintus 15:10a)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 24 Juni 2011 Penulis

  (Trivina Widiasti Wulandari)

  

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

untuk Kepentingan Akademis

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Trivina Widiasti Wulandari

  NIM : 054114004 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Kekerasan

  

Terhadap Anak-anak dalam novel “ Miskin Kok Mau Sekolah...?!! sekolah

dari Hongkong...!!!” karya Wiwid Prasetyo Tinjauan Sosiologi Sastra, beserta

perangkat yang diperlukan (bila ada).

  Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 24 Juni 2011 Yang menyatakan, Trivina Widiasti Wulandari

  

ABSTRAK

  Widiasti, Trivina. 2011. Kekerasan Terhadap Anak-Anak Dalam Novel Miskin

  Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!! Karya Wiwid Prasetyo Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra . Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia,

  Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji perilaku kekerasan terhadap anak-anak dalam novel

  

“Miskin Kok Mau Sekolah…?!” Sekolah dari Hongkong…!!! Karya Wiwid

  Prasetyo. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur novel yang meliputi tokoh penokohan, alur, dan latar, sekaligus juga mendeskripsikan kekerasan terhadap anak dalam novel “Miskin Kok Mau Sekolah…?!” Sekolah dari Hongkong…!!! karya Wiwid Prasetyo.

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis novel “Miskin Kok Mau Sekolah…?!” Sekolah dari Hongkong…!!! untuk melihat unsur tokoh penokohan, alur, dan latarnya. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis secara sosiologi sastra mengenai kekerasan terhadap anak-anak dalam novel “Miskin Kok Mau Sekolah…?!”

  

Sekolah dari Hongkong…!!!. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi

dan metode kualitatif.

  Hasil penelitian berupa pembagian tokoh dan penokohan dibagi menjadi tokoh utama protagonis, yakni Budi Totol, tokoh tambahan protagonis, yaitu Riris, tokoh tambahan, yakni Slamet dan Iwan, tokoh antagonis, yaitu Mboh Nah dan Pak Coki, dan terakhir tokoh tipikal yang diperankan oleh Pak Giri. Sedangkan latar yang digunakan meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Untuk alur, novel ini menggunakan alur sorot balik atau sering disebut sebagai alur mundur.

  Kekerasan anak yang terjadi dalam novel “Miskin Kok Mau Sekolah…?!”

  

Sekolah dari Hongkong…!!! antara lain, kekerasan anak secara fisik, kekerasan

  anak secara sosial, kekerasan anak secara psikis, kekerasan anak secara seksual, dan yang terakhir yakni kekerasan anak secara verbal.

  

ABSTRACT

  Widiasti, Trivina. 2011. A Literature – Sociology View of Violence on Children in

  Miskin Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!! A Novel by Wiwid Prasetyo. Final Paper. Yogyakarta: The Indonesian Literature

  Study Program, Literature Department, Sanata Dharma University. This research analyzes violence on children in Miskin Kok Mau

  

Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!! , a novel by Wiwid Prasetyo. This

  research aims to give a description about the structure of this novel. It includes the characters, characterizations, plot, and setting. Beside that, this paper also aims to describe violence on children in Miskin Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!! , a novel by Wiwid Prasetyo.

  This research is covered by literature – sociology approach with the literature text as the main analyzing element. On the beginning, author analyzes

  

Miskin Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!! , the novel by Wiwid

  Prasetyo, to match the characters, characterizations, plot, and setting. The results are used in analyzing the violence on children in the same novel too. The research method is content analysis and qualitative methods.

  The results are the composition of characters and characterizations which contain of the main protagonist character, Budi Totol, the additional protagonist character, Riris, additional characters, Slamet and Iwan, the antagonist characters, Mboh Nah and Pak Coki, and the typical character, Pak Giri. Besides this novel uses place setting, time setting, and social setting for the setting mark. In it’s plot, flashback plot is the most dominant one.

  Violences on children in Miskin Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari

  

Hongkong…!!! contain of the physical violence on children, social violence on

  children, psychological violence on children, sexual harassment, and the verbal harshness.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segala kasih, hikmat, dan berkat yang teramat besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Kekerasan Terhadap Anak-anak dalam

  

Novel “Miskin Kok Mau Sekolah…??? Sekolah dari Hongkong…!!!” karya

Wiwid Prasetyo Tinjauan Sosiologi Sastra sebagai salah satu syarat untuk

  memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.s) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M. Hum. selaku pembimbing I yang sudah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses pengerjaan tugas akhir ini dari awal hingga selesai.

  2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku pembimbing II yang sudah menyisihkan detik-detik waktu terakhir selaku dosen Sastra Indonesia sebelum purna tugasnya sebagai dosen Sastra Indonesia Sanata Dharma.

  3. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum., selaku dosen penguji, atas kesediaan menguji serta memberikan masukan dan kritikan untuk menjadikan tugas akhir ini selangkah lebih baik.

  4. Dosen-dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, atas segala ajaran dan tuntunan untuk penulis memahami dunia sastra.

  5. Staf sekretariat Prodi Sastra Indonesia USD atas semua kesabaran dan bantuannya dalam memperlancar urusan administrasi.

  6. Keluargaku Bapak Johannes Soewito, Ibu Sri Budiasih, kakak- kakakku Daniel Ferry Budiawan, Rian Listya Nugraheni, Louis Dhatu Aswita Pusparani, Ezra Esti Riyanto, dan adik kecilku Evelyn Arinda Putri. Terimakasih untuk doa, dukungan, ketulusan, dan kesabaran yang telah diberikan.

  7. Keluarga besar The Cement Family, Christina Rahayu Putra, Ignatia Rinnie Setyaningsih, Listiana Kusuma Handaru, dan Ayu Saputri Pujiandarini. “Thanks for being my good listener”.

  8. Teman-teman Sastra Indonesia 2005 USD. Tidak akan terlupa masa- masa kuliah kita, dan aku selalu merindukannya.

  9. Kakak ketemu gedhe, Dionisius Agung dan Elizabeth Tresnawati.

  Terimakasih karna kalian sudah menjadi bagian dari otak saya. Tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. “Thanks for being my good

  listener,too ”.

  10. Kekasihku, yang menjadi teman terbaikku, Benedictus Erwin Prabowo. Kaulah impianku, kaulah mimpiku, kaulah semangatku, kaulah bagian dari jiwaku. Terimakasih untuk ribuan pengalaman dalam hidupku. I always remember you in my life.

  11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

  Penulis menyadari bahwa Tugas Akhr ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima masukan dan saran agar bisa berkembang dan semakin baik lagi. Semoga makalah Tugas Akhir ini berguna bagi para pembaca.

  Yogyakarta, Juli 2011 (Trivina Widiasti Wulandari)

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………….… ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI …………………………….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. iv

MOTTO ………………………………………………………………….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………...……...……... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………………….. vii

ABSTRAK ……………………………………………………………….. viii

ABSTRACK ……………………………………………………………… ix

KATA PENGANTAR …………………………………………………… x

DAFTAR ISI ……………………………….…………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….

  1

  1.1 Latar Belakang Masalah ……………..…………………

  1 1.2 Rumusan Masalah …………………..………………….

  7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................

  8 1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................

  8 1.5 Tinjauan Pustaka .............................................................

  9 1.6 Landasan Teori ................................................................

  9 1.7 Metodologi Penelitian .....................................................

  24 1.8 Sumber Data.....................................................................

  28 1.9 Sistematika Penyajian ......................................................

  28

  BAB II STRUKTUR NOVEL DALAM MISKIN KOK MAU SEKOLAH...?!! SEKOLAH DARI HONGKONG...!!! KARYA WIWID PRASETYO ………………………………………………

  58 2.4.3 Latar Sosial ..............................................................

  3.3.2 Riris .......................................................................... 73 3.3.3 Slamet ……………………………………………..

  73

  3.3 Kekerasan Terhadap Anak secara Sosial ............................. 72 3.3.1 Budi............................................................................

  3.2.3 Slamet ....................................................................... 71

  3.2.2 Riris .......................................................................... 71

  3.2.1 Budi ................................................................. ……. 70

  3.2 Kekerasan Terhadap Anak secara Fisik ............................... 69

  3.1 Pengantar .............................................................................. 68

  BAB III TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK-ANAK DALAM NOVEL MISKIN KOK MAU SEKOLAH...?!! SEKOLAH DARI HONGKONG KARYA WIWID PRASETYO ……………………………………….. 68

  2.5 Rangkuman ................................................................. ….... 64

  60

  55 2.4.2 Latar Waktu .............................................................

  29 2.1 Pengantar ......................................................................

  55 2.4.1 Latar Tempat ..........................................................

  53 2.4 Analisis Latar ....................................................................

  51 2.3 Analisis Alur .....................................................................

  49 2.2.7 Pak Coki ..............................................................

  47 2.2.6 Pak Giri ................................................................

  45 2.2.5 Mbok Nah ............................................................

  43 2.2.4 Iwan .....................................................................

  36 2.2.3 Slamet ..................................................................

  31 2.2.2 Riris ......................................................................

  2.2 Tokoh dan Penokohan ........................................................ 31 2.2.1 Budi ......................................................................

  29

  75

  3.4 Kekerasan Terhadap Anak secara Psikis ............................. 76 3.4.1 Riris ………………………………………………...

  77

  3.5 Kekerasan Terhadap Anak secara Seksual .......................... 77

  3.5.1 Riris ……………………………………………….. 76

  3.6 Kekerasan Terhadap Anak secara Verbal ........................... 78

  3.6.1 Budi .......................................................................... 78 3.6.2 Slamet ......................................................................

  80

  3.6.3 Iwan ......................................................................... 81

  3.7 Rangkuman ......................................................................... 82

  BAB IV PENUTUP …………………………………………………… 84

  4.1 Kesimpulan ......................................................................... 84

  4.2 Saran ................................................................................... 86

  DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 88 LAMPIRAN SINOPSIS .......................................................................... 90 BIOGRAFI PENULIS ............................................................................. 93

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Karya sastra merupakan suatu karya yang dihasilkan melalui proses kreatif pengarang. Dalam proses ini dibutuhkan suatu kreativitas dalam diri pengarang. Kreativitas ini dapat bersumber pada imajinasi pengarang atau hasil observasi pengarang terhadap realitas yang dihadapinya. Hal ini juga dijelaskan oleh Jakob Sumardjo (1979:65) yang mengatakan bahwa karya sastra merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan di sekitarnya. Selain itu, Wellek dan Waren juga mengatakan bahwa proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang (Wellek dan Waren, 1990: 97). Karya sastra sangat berhubungan erat dengan masyarakat dan budayanya.

  Menurut Swingewood (via Faruk, 2010:1), sosiologi sastra adalah studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat bertahan hidup. Dalam bukunya, Kutha Ratna juga mendefinisikan sosiologi sastra menjadi beberapa definisi, salah satunya adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya (Nyoman Kutha Ratna, 2009:2).

  Sesuai dengan definisi yang dikemukakan Kutha Ratna tersebut, peneliti menemukan gagasan yang berkaitan sosiologi sastra yang mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya, yakni dalam novel

  “Miskin Kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!!” karangan

  Wiwid Prasetyo. Miskin kok Mau Sekolah bercerita tentang kehidupan sekelompok anak yang hidup di jalanan berusia kurang lebih sembilan tahunan. Mereka adalah Budi, Riris, Iwan dan Slamet. Mereka terbentuk dalam satu kelompok karena persamaan nasib, yakni dikucilkan oleh masyarakat sekitar tempat mereka tinggal dan tidak adanya perhatian yang cukup dari keluarganya. Mereka memiliki cacat fisik, kecuali Riris. Riris bisa bergabung dalam kelompok Budi dan kawan-kawan karena ajakan Budi yang ketika itu tanpa sengaja menjatuhkan pisang goreng jualan Riris dan mengenai dirinya. Dari situlah mereka berkenalan, dan keakraban mereka berdua menular dengan teman-teman Budi yang lain.

  Budi memiliki nama tambahan totol, menjadi Budi Totol karena dulu ia pernah tersiram air panas. Kulitnya menjadi belang karena pigmen warna kulit yang dulu tersiram air panas tengah berganti dan menyesuaikan dengan keadaan kulit yang semula, yakni sawo matang.

  Hanya saja, bekas kulitnya yang terbakar menjadi putih seperti sapi, kemudian ditingkahi dengan titik-titik berwarna cokelat. Kelihatan sangat kontras sekali dan mengerikan bagi siapa saja yang belum pernah melihatnya. Inilah alasan yang membuat Budi Totol dijauhi oleh masyarakat sekitarnya.

  Lain halnya dengan Iwan. Iwan dikucilkan karena ia memiliki bibir yang sumbing. Ia menjadi bahan ejekan karena tidak bisa berbicara secara jelas, dan tentunya gigi yang tumbuh tidak sempurna sehingga mengakibatkan juga bicaranya semakin tidak jelas dan sempurna. Iwan memiliki penambahan nama grumpung, menjadi Iwan Grumpung. Lain Budi, lain Iwan, lain pula Slamet. Slamet memiliki penambahan nama garuk, menjadi Slamet Garuk. Konon ceritanya, dahulu ketika Slamet ada dalam kandungan, ibunya membunuh tokek yang mengganggu tidurnya. Maka setelah Slamet lahir, kulit tubuhnya nyaris seperti tokek, hitam bersisik, dan parahnya tiap kali dielus selalu mengelupas. Hal itu yang membuat Slamet selalu menggaruk-garuk badannya yang gatal dan tak jarang pula mengeluarkan nanah dan warna kemerah-merahan. Mereka bertiga berbanding terbalik dengan Riris. Ia adalah gadis cantik. Namun karena keadaanlah, sehingga kecantikan yang dimiliki Riris tertutupi. Dan di antara mereka, Ririslah yang selalu menjadi motivasi Budi, Iwan, dan Slamet. Riris menjadi penyemangat bagi mereka, sekaligus menjadi mutiara.

  Berbagai ujian dan berbagai pelajaran hidup mampu mereka hadapi bersama-sama. Namun yang sangat istimewa dari mereka, meskipun mereka masih tergolong anak-anak di bawah umur, pikiran mereka selangkah lebih maju dari anak-anak seusia mereka lainnya. Mereka mampu bertahan dengan kondisi apa pun yang menerjang mereka. Kekerasan demi kekerasan mereka jalani, dari dipukuli, dicemooh, diteriaki, dituduh, dikucilkan, dibohongi, dan kekerasan lainnya, namun mereka tetap optimis bahwa suatu saat, mereka bisa menaklukkan dunia.

  Kekerasan yang dilakukan masyarakat di sekitar Budi, Riris, Iwan, dan Slamet, membuat peneliti memfokuskan penelitian dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Selain itu, dalam novel Miskin

  Kok Mau Sekolah , Wiwid juga ingin mengangkat fenomena masyarakat

  tentang kekerasan yang dialami anak-anak usia dini, dalam hal ini, anak jalanan. Kekerasan yang Budi dan kawan-kawan alami bukan cenderung ke kekerasan fisik, namun lebih ke psikis yang bukan menjadikan mereka anak-anak minder, namun justru menjadikan mereka anak-anak yang lebih mandiri dan berguna untuk masyarakat di mana mereka tinggal.

  Menurut Poerwandari, kekerasan adalah semua bentuk tindakan baik intensional (sengaja) maupun bukan intensional (tidak sengaja) karena pembiaran dan kemasa-bodohan, yang mengakibatkan manusia (lain) mengalami luka, sakit, penghancuran, dan bukan cuma dalam artian fisik, tetapi juga psikologis (Poerwandari, 2004:13-14). Poerwandari juga menjelaskan bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh individu, oleh kelompok, mungkin juga negara (baik oleh aparatnya, maupun sebagai suatu sistem), dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban maupun orang yang tidak dikenal korban, dapat merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah personal, bentuk rekayasa kelompok, produk kebencian antarsuku dan agama, dan sebagainya. Hal ini terlihat pada setiap pengalaman tokoh-tokoh dalam novel Miskin Kok Mau Sekolah karya Wiwid Prasetyo. Mereka memiliki pengalaman dikucilkan, dicibir, dicemooh, ditolak, dimaki, sehingga perlakuan demikian dari masyarakat di mana mereka tinggal, membuat mereka memiliki persamaan satu sama lainnya, dan inilah yang membuat mereka saling ketergantungan.

  Peneliti sangat tertarik untuk melihat lebih jauh tokoh Budi, Riris, Iwan, dan Slamet, mengenai perilaku kekerasan yang dilihat dengan teori Edi Suharto yang lebih spesifik membahas kekerasan terhadap anak.

  Barker via Huraerah mengemukakan kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak (Huraerah, 2007:47).

  Tokoh Riris sudah mengalami kekerasan terlebih dulu, bahkan kekerasan tersebut dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, Mbok Nah. Ia ditampar, bahkan dipukul dengan sabuk jika ia berani membangkang pada ibunya. Karena itu, jika ia mendengar suara ibunya memanggil-manggil namanya, maka dengan segera ia akan datang menghampiri ibunya. Ia tidak mau tangan ibunya melayang lagi di wajahnya hanya karena alasan terlambat datang sewaktu ibunya memanggil. Sikap trauma inilah yang menjadi alasan utama dirinya berani kabur dari rumah dan meninggalkan ibunya, begitu juga dengan Budi, Iwan, dan Slamet. Budi ditinggalkan ayahnya tanpa alasan yang jelas. Budi, Iwan, dan Slamet juga merasa dikucilkan dan terpojok karena kecacatan yang justru menjadi bahan ejekan dan cemooh di masyarakat mereka tinggal.

  Terry W. Lawson, psikiater anak, mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak (child abuse) menjadi empat bentuk, yaitu emotional abuse,

  verbal abuse , physical abuse, dan sexual abuse. Sementara itu, Suharto

  mengelompokkan child abuse menjadi: kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual, dan kekerasan secara sosial (Huraerah 2007:47).

  Alasan utama peneliti memilih topik kekerasan oleh karena banyaknya permasalahan sosial yang terjadi, salah satunya tindak kekerasan terhadap anak. Banyak kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Saat ini, kekerasan terus merajalela seakan tiada habisnya, baik kekerasan yang dilakukan oleh individu, suatu kelompok, instansi, bahkan pemerintah. Kekerasan terwujud dalam banyak hal, salah satunya penyiksaan yang melewati batas kemanusiaan. Akibat kekerasan itu sendiri adalah korban kekerasan dirampas haknya, seseorang kehilangan orang yang dicintainya, kerugian materi, hingga kehilangan identitas diri sebagai manusia. Selain itu dalam bukunya, Abu Huraerah juga mengutip data dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bahwa efek kekerasan terhadap anak dapat menyebabkan anak kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupannya, dan pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari, seperti cacat tubuh permanen, kegagalan belajar, gangguan emosional, konsep diri yang buruk, menjadi penganiaya ketika dewasa, menggunakan obat-obatan atau alkohol, bahkan kematian (Huraerah, 2007: 56-57).

  Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep kekerasan menurut Abu Huraerah. Penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra merupakan cerminan masyarakat. Pendekatan ini, mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya (Damono, 1978:2).

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka masalah–masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimana struktur novel “Miskin kok Mau Sekolah…?!

  Sekolah dari Hongkong…!!!” karangan Wiwid Prasetyo,

  yang meliputi tokoh, alur dan latar?

  1.2.2 Bagaimana kekerasaan terhadap anak dalam novel “Miskin

  kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!!”

  karangan Wiwid Prasetyo yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, seperti orang tua, masyarakat kampung Buntalan Mayat, serta di tempat mereka bekerja?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.3.1 mendeskripsikan struktur novel “Miskin kok Mau

  Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!!” karangan Wiwid

  Prasetyo yang meliputi tokoh penokohan, alur, dan latar, 1.3.2 mendeskripsikan kekerasaan terhadap anak dalam “Miskin

  kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!!”

  karangan Wiwid Prasetyo yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, seperti orang tua, masyarakat kampung Buntalan Mayat, serta di tempat mereka bekerja.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Dalam dunia sastra, khususnya Sastra Indonesia, hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memotivasi pembaca agar peka terhadap masalah-masalah sosial yang berupa kekerasan secara lebih mendalam.

  1.4.2 Dalam apresiasi sastra, hasil penelitian ini mampu memberikan penghargaan terhadap sastra popular, yang dipandang sebelah mata.

  1.4.3 Dalam studi sosial, penelitian ini mampu memberikan pemahaman akan fenomena kekerasan anak yang ada di masyarakat Indonesia khususnya.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Sejauh pengamatan penulis, belum ada peneliti yang meneliti novel

  “Miskin kok Mau Sekolah…?! Sekolah dari Hongkong…!!!” karangan

  Wiwid Prasetyo. Namun, peneliti menemukan penelitian yang berkaitan dengan kekerasan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Listiana Kusuma Handaru 2005 Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Judul penelitiannya adalah Perilaku Kekerasan Tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado Tinjauan Psikoanalisis .

  Listiana menggunakan teori kekerasan Poerwandari yang mendefinisikan kekerasan menjadi beberapa kelompok baik intensional (sengaja) maupun bukan intensional (tidak sengaja) yang mengakibatkan manusia (lain) mengalami luka, sakit, penghancuran, dan bukan cuma dalam artian fisik, tetapi juga psikologis. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Edi Suharto untuk menguraikan secara jelas tentang kekerasan terhadap anak.

  Dari penelitian terdahulu, peneliti berusaha melakukan penelitian yang berbeda dengan mengangkat perilaku kekerasan yang dialami Budi, Iwan, Slamet, dan Riris berdasarkan pendekatan sosiologi sastra.

  1.6 Landasan Teori

  Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Tokoh dan penokohan

  Menurut Nurgiyantoro, istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Tokoh cerita (character), menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995:165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, sedangkan menurut Panuti Sudjiman, tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16).

  Penokohan menurut Jones (via Nurgiyantoro, 1995:166) adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, sedangkan istilah tokoh lebih menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

  Masih menurut Nurgiyantoro, tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan, yakni:

  1.6.1.1 Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

  Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

  Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, berbeda dengan tokoh tambahan. Pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung (Nurgiyantoro, 1995:176-177).

  1.6.1.2 Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

  Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Pendek kata, segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel, mungkin berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis, atau keduanya sekaligus (Nurgiyantoro, 1995: 178-179).

1.6.1.3 Tokoh Tipikal

  Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terkait dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia nyata. Penggambaran itu tentu saja bersifat tak langsung dan tak menyeluruh, dan justru pihak pembacalah yang menafsirkannya secara demikian berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan persepsinya terhadap tokoh di dunia nyata dan pemahamannya terhadap tokoh di dunia fiksi (Nurgiyantoro, 1995: 190- 191).

1.6.2 Latar

  Latar menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175 via Nurgiyantoro). Latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita (Sudjiman, 1986:46).

  Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995:217).

  Hudson via Sudjiman (1988:44-46), membedakan latar sosial dan latar fisik/material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu ini disebut latar spiritual. Makin spesifik dan terinci penggambaran latar cerita, makin hidup latar itu. Lain daripada itu, penggambaran latar yang terinci mencegah timbulnya tautan yang stereotip, yaitu mencegah pembaca terlalu mudah dan terlalu cepat menautkan latar tertentu dengan konotasi tertentu.

1.6.3 Alur

  Menurut Kamus Istilah Sastra yang disusun oleh Panuti sudjiman, alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama yang menggerakkan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman,1986:43).

  Dalam bukunya yang berjudul, ”Pengantar Apresiasi Karya

  Sastra ”, Aminuddin mengatakan pengertian alur pada umumnya

  adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). Tahapan-tahapan peristiwa dalam alur ini, pertama, tahap

  situation atau tahap perkenalan, kedua, tahap generating circumstance atau tahap pemunculan konflik, ketiga, tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, keempat, tahap klimax

  atau tahap puncak dari konflik, kelima, tahap denoument atau tahap penyelesaian.

  Adapun Boen Oemaryati mengatakan bahwa alur adalah struktur penyusunan kejadian-kejadian dalam cerita, tetapi disusun secara logis (Ali, 1967 :120). Menurut M. Saleh Saad, alur adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi tetapi yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebua cerita. Antara awal dan akhir cerita inilah terlaksana alur itu (Mido,1994:41-42).

  Tahap penyusunan alur cerita sendiri terdiri atas tiga jenis yaitu teknik alur linier, teknik alur sorot balik, dan teknik alur campur. Teknik alur linier atau terusan adalah rangkaian cerita berkesinambungan, artinya alur cerita berurutan dari awal hingga akhir jalinan ceritanya tidak melompat-lompat sehingga mudah diikuti (Waluyo, 1994:154). Teknik alur sorot balik atau

  flashback adalah rangkaian kronologis peristiwa-peristiwa yang

  disajikan didalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ini ditampilkan didalam dialog, didalam bentuk mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya, atau yang teringat kembali kepada suatu peristiwa masa lalu (Sudjiman, 1992:33). Teknik alur campuran atau majemuk adalah alur yang mengandung alur utama dan alur sampingan atau sub alur. Hal ini berarti terdapat perpaduan antar alur sorot balik dengan alur linier (Waluyo:156).

  Berdasarkan pengertian-pengertian alur yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkaian kejadian yang disusun secara logis dalam tahap-tahap tertentu serta didasarkan pada hubungan kausalitas atau sebab akibat. Adapun tiga jenis alur, yakni teknik alur linier, teknik alur sorot balik, dan teknik alur campur.

1.6.4 Teori Sosiologi Sastra

  Ada beberapa definisi sosiologi sastra menurut Ratna (2009:2-3). Yang pertama, pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.

  Yang kedua, pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya.

  Yang ketiga, hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat. Dan yang keempat, sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepensi antara sastra dengan masyarakat. Penelitian ini menggunakan definisi (2) karena penelitian ini lebih cenderung membahas hubungan tokoh dengan sekitar yang melatarbelakanginya. Tokoh tidak dapat dipisahkan dengan hubungan masyarakat di sekitarnya.

  Damono mengatakan bahwa sebagai sebuah hasil, karya sastra harus dapat dipahami dan dinikmati oleh masyarakat.

  Sastra juga menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa merupakan ciptaan sosial sehingga sebuah karya sastra hendaknya dapat menampilkan gambaran kehidupan. Kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Oleh karena itu, yang sering menjadi bahan ciptaan sebuah karya sastra adalah hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sastra juga memiliki nilai-nilai historis yang berhubungan dengan aspek kemanusiaan secara keseluruhan. Jadi, sosiologi sastra merupakan ilmu yang memandang karya sastra sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat sebagai kesadaran kolektif. Hal ini dikarenakan manusia dalam karya sastra adalah manusia dalam masyarakat sebagai transindividual, bukan individual (Ratna,2003:13).

  Hubungan antara sosiologi dan sastra dalam hal ini adalah kesamaan dalam mengkaji masyarakat. Sosiologi adalah ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, serta mempelajari jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat (Ratna, 2003:1). Di lain sisi, sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat walaupun memiliki cara penyajian yang berbeda. Sosiologi mengkaji masyarakat dengan analisis ilmiah yang obyektif, sedangkan sastra lebih pada aspek perasaan dari pengarangnya dalam menanggapi realita yang ada pada masyarakatnya.

1.6.5 Kekerasan

  Kekerasaan adalah semua bentuk tindakan baik intensional (sengaja) maupun bukan intensional (tidak sengaja) yang mengakibatkan manusia (lain) mengalami luka, sakit, penghancuran, dan bukan cuma dalam artian fisik, tetapi juga psikologis (Poerwandari, 2004:1). Menurut Poerwandari, kekerasan yang dimaksud dapat dilakukan oleh individu, kelompok individu, negara (baik oleh aparat maupun sebagai sebuah sistem), dapat juga dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban maupun orang yang tidak dikenal oleh korban.

  Tindak kekerasan intensional adalah tindakan yang disengaja atau sadar diri untuk memaksa, menaklukkan, mendominasi, mengendalikan, menguasai, menghancurkan melalui cara-cara fisik, psikologi, deprivasi, ataupun gabungan- gabungannya dalam beragam bentuknya (Poerwandari 2004:13). Kekerasan intensional dibedakan menjadi kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis, dan kekerasan deprivasi.

  Bentuk kekerasan fisik dapat berupa pemukulan, pengeroyokan, penggunaan senjata tajam untuk melukai, menyakiti, penyiksaan, penghancuran fisik, pembunuhan, dan penggunaan obat untuk menyakiti. Bentuk kekerasan seksual adalah serangan fisik untuk melukai alat seksual atau serangan psikologis (kegiatan merendahkan atau menghina) yang diarahkan pada penghayatan seksual subjek, pemaksaan hubungan sosial, sadisme dalam relasi seksual, dan lain-lain (Poerwandari 2004:12). Kekerasan psikologis berupa penyerangan harga diri, penghancuran motivasi, perendahan, kegiatan yang mempermalukan, dan teror dalam banyak manifestasinya, misal: makian kata-kata kasar, ancaman, penghinaan, penguntitan, dan banyak bentuk kekerasan fisik/seksual yang berdampak psikologis. Kekerasan Deprivasi dapat berupa penelantaran, penjauhan dari pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, buang air, udara, bersosialisasi, dan bekerja) dalam berbagai bentuknya, misalnya pengurungan, pembiaran tanpa makanan dan minuman, serta pembiaran orang sakit serius (Poerwandari 2004:12).

  Kekerasan bukan intensional adalah tindak kekerasan yang mungkin tidak disengaja, tetapi didasari oleh ketidaktahuan (ignorancy), kekurangpedulian, atau alasan-alasan lain yang menyebabkan subyek secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam upaya pemaksaan, penaklukkan, dan perendahan manusia lain. Misalnya, pembiaran terjadinya pemerkosaan atau penyiksaan fisik oleh seorang anak buah sedangkan majikannya diam saja membiarkan itu terjadi. Dalam hal ini, subyek tidak melakukan pemerkosaan atau penyiksaan fisik, tetapi sikapnya yang membiarkan itu terjadi dapat diartikan menyetujui atau sekurangnya, tidak mengambil langkah untuk mencegah atau memberi sanksi agar hal yang sama tidak terjadi penekanan pada sisi implikasi/akibat (Poerwandari 2004:13).

1.6.6 Kekerasan terhadap Anak

  Kekerasan terhadap anak sering disebut dengan istilah child

  abuse . Child abuse sendiri meliputi berbagai macam bentuk

  tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.

  Terry E. Lawson, psikiater anak yang dikutip Rakhmat dalam Baihaqi via Abu Huraerah (2007:47), mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak (child abuse) menjadi empat bentuk, yaitu: emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual

  abuse . Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan