RITUAL TRADISI JAMASAN BENDHE NYAI CEPER DALAM PANDANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DUSUN PETE KECAMATAN PABELAN, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH - Test Repository

  

RITUAL TRADISI JAMASAN BENDHE NYAI CEPER

DALAM PANDANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DUSUN

PETE KECAMATAN PABELAN, KABUPATEN SEMARANG,

JAWA TENGAH

  SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora

  

IAIN Salatiga Untuk Memenuhi Syarat

Guna Memperoleh Sarjana Humaniora (S. Hum.)

  Oleh:

  

RIFKHAN EKO SUSANTO

NIM. 216 13 002

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) SALATIGA

2018

PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

  Bissmillahirohmanirrahim

  Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : Rifkhan Eko Susanto NIM : 216 13 002 Jurusan : Sejarah Peradaban Islam Fakultas : Ushuludin Adab dan Humaniora Judul :Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper Dalam

  Pandangan Masyarakat Muslim di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

  Dengan ini menyatakan bahwa saya menyutujui untuk: 1.

  Memberikan hak bebas royalty, kepada Perpustakaan IAIN Salatiga atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.

  2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola dalm bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan IAIN Salatiga, tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

  3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan IAIN Salatiga dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

  MOTTO Kalau jadi Hindu jangan jadi Orang India, kalau jadi Islam

jangan jadi Orang Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi Yahudi. Tetaplah

jadi Orang Indonesia dengan Adat-Budaya Nusantara yang kaya-raya ini.

  Bung Karno

  

PERSEMBAHAN

  Karya tulis ini saya persembahkan untuk kedua orangtuaku, Bapakku Joko Siswanto, Ibuku Umi Barokah, dan Adikku Emi Diyah Kurnia Sari.

  Teman-teman seperjuangan SPI angkatan 2013 Qisthi, Erni, Ingkan, Eva, Ikhsan, Ika, Rohib, Suko, Ulfa, Fera, Nia, Septi, Kharis, Judin, Tatik, S am’ani, Luthfi, Qosim, Ruslina, Tiara, Wildan, Sofi, Faiz, Soleh. Adik tingkat SPI angkatan 2014, 2015, 2016, 2017.

  Untuk sahabat-sahabatku dan pembaca yang budiman.

KATA PENGANTAR

  Assalamualaikum wr.wb

  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyan hingga zaman terang benderang. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.

  Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:

  1. Dr. Bapak Benny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan FakultasUshuludin, Adab, dan Humaniora.

  2. Bapak Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.

  3. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi.

  4. Kepada seluruh dosen sejarah khususnya pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam di FUADAH IAIN Salatiga.

  

ABSTRAK

  Susanto, Rifkhan Eko. 2017. Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper Dalam

  

Pandangan Masyarakat Muslim Di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten

Semarang, Jawa Tengah . Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas

  Ushuludin, Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2018. Pembimbing: Sutrisna, S.Ag., M.Pd.

  

Kata Kunci: Sejarah, Kebudayaan, Upacara Adat, Jamasan dan Pandanganan

Masyarakat Muslim.

  Penelitian ini merupakan analisis studi kasus pada upacara adat Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kabupaten Semarang. Adapun permasalahan yang ada yaitu (1) Bagaimanakah Sejarah Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?(2) Bagaimana Pelaksanaan Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?(3) Bagaimana Pandangan Masyarakat Muslim Terhadap Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

  Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Peneliti juga menggunakan metode etnografi yaitu menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field research), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Sehingga, metode sejarah ini guna menggumpulkan data dalam skripsi ini. Sedangkan tahun penelitian 2017 karena penelitian dilakukan pada tahun tersebut. Bendhe Nyai Ceper di temukan di makam sentana. Orang Dusun Pete yang menemukannya adalah Eyang Singo Diryo. Bendhe dibawa oleh Senopati dari Mataram bernama Jayeng Rono, yang berasal dari keraton Surakarta atau keraton Yogyakarta. Satu tahun sekali diadakan jamasan yang dilakukan setiap bulan Syawal tepatnya pada hari ke-2 atau ke-3 setelah shalat Ied. Jamasan dimulai pada pagi hari para pemboyong kirab berkumpul dirumah Mbah Slamet. Prosesi dimulai dengan membuka busana, menjamasi bendhe, setelah itu di keringkan dengan dupa yang apinya masih menyala, pemakaian busana kembali, pembagian air bekas jamasan dan kembali lagi ke rumah Mbah Slamet untuk acara yeng terakhir acara Selametan. Untuk pandangan masyarakat muslim di Dusun Pete bahwa Jamasan Bendhe Nyai Ceper itu adalah tradisi dari leluhur yang perlu dilestarikan, selama tidak percaya secara berlebihan terhadap Bendhe Nyai Ceper karena dapat menimbulkan kemusyrikan.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO .................................................................................. HALAMAN JUDUL .........................................................................................

  HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... iv

HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................................... x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 5 D. Kerangka Konseptual ..................................................................... 5 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9 F. Metode Penelitian .......................................................................... 10 G. Sistematika Penelitian .................................................................... 16 BAB II GAMBARAN UMUM DUSUN PETE A.

  B.

  Kondisi Demografis ....................................................................... 23 C. Kondisi Sosial Budaya ................................................................... 26 D.

  Kondisi Sosial Keagamaan ........................................................... 27

  BAB III RITUAL JAMASAN BENDHE NYAI CEPER A. Sejarah Bendhe Nyai Ceper ........................................................... 32 B. Sejarah Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper ..................... 37 a. Keadaan Busana .......................................................................... 42 b. Keadaan Bendhe ......................................................................... 43 C. Ritual Jamasan Bendhe Nyai Ceper .............................................. 45 BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sejarah Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete ............ 51 B. Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang .................................... 55 C. Pandangan Masyarakat Muslim di Wilayah Dusun Pete Terhadap Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper ............................ 60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 66 B. Saran ............................................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali tradisi yang diwariskan leluhur Jawa secara turun-

  temurun. Semua tradisi tersebut tidak bisa lepas dari laku (tata cara) dan petung (perhitungan) yang rinci. Berbagai macam ritual, prosesi, atau pun upacara tradisional Jawa ini bertujuan agar mendapatkan keselamatan dan

  1 kebahagiaan, baik di dunia maupun alam kelanggengan (alam abadi).

  Banyak kepercayaan manusia Jawa berunsur pada animisme dari zaman pra-sejarah sampai sekarang, termasuk kepercayaan tentang eksistensi mahkluk halus, roh leluhur, yang mendiami macam-macam tempat tertentu. Didaerah Tengger orang percaya bahwa gunung Bromo didiami ol eh roh leluhur bernama ‘Dewa Kusuma’ Dewa Kusuma adalah penengah diantara dunia manusia dan dunia gaib. Di daerah Gunung Merapi dipercaya didiami oleh kerajaan mahluk halus. Penduduk di kedua daerah ini punya kepercayan waktu manusia meninggal dunia jiwanya menjadi roh leluhur setelah 40 hari. Kemudian roh leluhur itu akan mendiami suatu tempat menurut kepercayaan setempat. Banyak orang Jawa percaya bahwa hantu-hantu bisa menggangu manusia dan mendiami

1 Gesta Bayuadhy,Tradisi-tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, (Yogyakarta: DIPTA.

  tempat-tempat yang lain. Semua kepercaan diatas berasal dari kepercayaan

  2 animisme dan berunsur kepercayaan manusia jawa terhadap gunung.

  Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga zaman pokok mengenai agama yaitu zaman prasejarah sampai abad 8, di mana zaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam masyarakat kecil dan kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme termasuk kepercayan manusia mengenai mahluk halus dan roh leluhur yang mendiami bemacam-macam tempat. Zaman ke 2 adalah zaman kerajaan Hindhu-Buddha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad 8-abad 10 yang terletak di Jawa tengah, kerajaan Majapahit dari abad 13 sampai abad 16 yang terletak di Jawa Timur. Pada zaman itu kedua kerajaan tersebut masyarakatnya beragama Hindhu serta agama Buda. Zaman yang ketiga adalah zaman setelah abad ke16 waktu kerajaan Majapahit turun kerajaan Islam yang dibentuk masih menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindhu Buddha tetapi memakai agama Islam. Karena tiga zaman agama tersebut, agama di Jawa saat ini berlapiskan tiga

  3 yaitu kepercayaan animisme, agama Hindu-Budha dan, agama Islam.

  Era Walisongo mengurangi dominasi Hindhu-Buddha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa tentu banyak tokoh lain yang juga berperan namun peranan meraeka yang sangat besar dalam mendirikan Islam di Jawa juga pengaruhnya terhadap 2 Suwardi Indra Suara,Buku Pintar Budaya Jawa, (Yogyakarta: Gelombang pasang,

  2005). Hal. 77 kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,

  4 membuat sembilan wali ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

  Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai ‘tabib’ bagi Kerajaan Hindhu Majapahit., sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai ‘paus dari Timur’ hingga sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat

  5

  dipahami masyarakat Jawa yakni nuansa Hindhu dan Budha. Walisongo adalah para penyebar agama Islam di tanah Jawa yang kemudian diteruskan murid-muridnya keseluruh Nusantara. Perjalanan hidup para Wali tersebut penuh dengan kisah yang unik, ajaib, dan menakjubkan.

  Kesabaran dan keuletan serta ketangguhannya berdakwah sungguh mengagungkan. Caranya berdakwah, caranya mengadakan pendekatan terhadap masyarakat awam patut diteladani. Masing-masing wali memiliki

  6 keunikan dalam kisah dan sejarah.

  Namun masih banyak upacara adat yang masih eksis di Indonesia. Khususnya di daerah Jawa banyak upacara adat yang dulunya merupakan upacara keagamaan lama. Ketika Walisongo datang ke Jawa mereka mengakulturasikan upacara adat setempat dengan agama Islam. Hal ini dilakukan karena untuk mengenalkan Islam pada masyarakat Jawa. Salah satu contohnya adalah upacara adat Siraman Jamasan Bendhe Nyai Ceper. 4 Upacara Adat Siraman Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete 5 Ibid , hal. 78 Ibid , hal. 104 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang merupakan tradisi adat sejak zaman mataram Islam, upacara ini masih dilakukan sampai sekarang.

  Tradisi ini merupakan akulturasi kejawen dengan Islam. Tradisi ini merupakan bukti bahwa agama Islam di sebarkan di Jawa dengan menggunakan pendekatan upacara adat daerah setempat.Alasan peneliti menulis skripsi dengan judul “Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper Dalam Pandangan Masyarakat Muslim Di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” adalah untuk menjelaskan sejarah, ritual, pandangan masyarakat muslim, dan tradisi yang dilakukan untuk upacara tersebut. Selain itu penulisan sejarah tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper masih belum banyak yang menulis. Sejarah kebudayaan mempunyai peranan yang penting, karena hanya dengan melihat masa lalu akan dapat

  7 membangun masa depan dengan lebih baik.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimanakah Sejarah Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang? 2. Bagaimana Pelaksanaan Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di

  Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang? 3. Bagaimana Pandangan Masyarakat Muslim Terhadap Ritual Bendhe

  Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian.

  Penelitian ini merupakan penelitian budaya yang berada di Jawa Tengah tepatnya berada di daerah kabupaten Semarang. Untuk membatasi penelitian peneliti memberi batasan agar dalam penelitian tidak terlalu luas, dalam ruang lingkup skripsi ini berada di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

  Tujuan untuk penelitian tersebut adalah: 1.

  Untuk mengetahui SejarahRitual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecmatan Pabelan Kabupaten Semarang.

  2. Untuk Mengetahui Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceperdi Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

  3. Untuk Mengetahui Pendapat Pandangan Masyarakat Muslim di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

D. Kerangka Konseptual

  Kebudayaan berasal dari kata “Budaya”, yang berasal dari kata Sansekerta “budhayah”, sebagai bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Banyak definisi tentang kebudayaan. Koentjoroningrat memberikan pengertian kebudayaan sebagai “keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu”.Atau dengan kata lain bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena

  8 pemikiran dan karyanya. Jadi kebudayaan merupakan produk Budaya.

  Dimana-mana manusia itu pada dasarnya adalah sama, karena manusia dibekali oleh penciptanya dengan akal, perasaan, dan hendak di dalam jiwanya. Yang membedakan adalah perwujudan budaya menurut keadaan, waktu, dan tempat, atau perwujudan budaya dengan menekankan pada akal, perasaan, dan kehendak sebagai kesatuan, atau hanya menekankan pada akal saja (ratio), dengan mengabaikan perasaan.

  Perbedaan itu nantinya akan menyebabkan munculnya pengertian

  9

  peradaban (civilization) dan kebudayaan (culture). Jika akal dan budi digabungkan, maka dengan akal budi ini, manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangakan, dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia dengan hanya melihat dan mempelajari sesuatu. Dengan akal budinya juga, manusia mampu mengalahkan makhluk lainnya dalam

  10 pemenuhan kepentingan dan kebutuhan hidupnya.

  Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah yang berbeda-beda menghasilkan keragaman budaya. Artinya, kebudayaan yang diciptakan oleh suatu kelompok berbeda dengan kebudayaan yang diciptakan oleh kelompok lainnya. Hal ini bisa saja disebabkan olah pola pikir yang berbeda, latar belakang lingkungan yang 8 Drs. Lies Sudibyo, MH. Dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta:ANDI

  OFFSET.2013), hal. 29 9 10 Ibid . hal. 31 Budi Juliardi, S.H., M.Pd., Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Bandung:ALFABET. 2014),

  berbeda, dan lain sebagainya. Perbedaan kebudayaan ini kemudian

  11 memunculkan ciri khas dari sebuah wilayah lainnya.

  Sejarah kebudayaan adalah bagian sejarah umum, mengenai perkembangan historis bangsa-bangsa yang belum mengenal tulisan, pada waktu sekarang dan masa lampau. Sejarah kebudayaan hampir selalu dipelajari oleh para antropologi kebudayaan, jika dalam keterangan ini termasuk ahli-ahli seperti para arkeolog linguistik. Definisi ini menunjukkan bahwa dalam prinsip tidak ada perbedaan yang nyata antara sejarah seorang sejarawan profesional dan seorang sejarawan kebudayaan. Kadang-kadang, ada usaha untuk membedakan dua sejarawan itu dengan mengadakan perbedan antara penggunaan sumber-sumber dokumentasi tertulis sebagai sumber utama atau satu-satunya sumber bukti yang diterima oleh sejarawan ahli, dengan bermacam-macam metode yang berdasarkan dugaan (conjectural) yang dipergunakan oleh peneliti

  12 kebudayaan yang belum mengenal tulisan.

  Pusaka dalam tradisi Jawa sering menghidupkan kembali legenda

  13

  dan ramalan kuno. Ramalan dalam masyarakat Jawa menjadi suatu yang menarik sebagaimana kasus ramalan Jayabaya. Ramalan tersebut memberikan motivasi kepada rakyat Indonesia dlam rangka menghadapi

  11 12 Ibid , hal. 54 Dr. Taufik Abdullah, dan Drs. A. Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi, (Jakarta: PT Gramedia. 1985), hal. 213

  peristiwa kemerdekaan yang dijadikan jembatan emas menuju

  14 kesejahteraan sosial.

  Kepercayan kepada pusaka umumnya berhubungan dengan keampuhan gaib sehingga terhindar dari berbagai bahaya, penyakit,

  15

  kematian, atau mempunyai kekebalan dan kesaktian. Dalam peristiwa gerakan protes petani, masalah pusaka atau jimat menjadi bagian yang

  16

  tidak terpisahkan. Fenomena kepercayaan terhadap pusaka merupakanpengalaman manusia yang diturunkan kepada anak-cucu

  

17

  melalui simbol supernaturalistik. Pusaka dalam bentuk binatang, seperti kerbau, sering menunjukkan suatu keistimewaan karena hampir di seluruh

  18 daerah Indonesia dinilai sebagai binatang kurban yang paling tinggi.

  Kerbau adalah binatang yang sangat kuat karena mampu bekerja berjam- jam. Binatang tersebut terasuk patuh terhadap keluarga yang memeliharanya, tetapi sangat peka kepada orang asing. Kerbau pada masyarakat Sunda, misalnya, dipakai sebagai nama tokoh raja pada pantun (Mundinglaya Dikusimah), atau tokoh babad (Munding Kewati, Munding

  19 Sari).

  14 Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum, Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak Dan Kalibening Banyumas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011), hal. 50 15 16 Sartono, Kartodirdjo, Ratu Adil, (Jakarta: Sinar Harapan. 1984), hal. 43 Kuntowijoyo, Radikalisme Petani, (Yogyakarta: Bentang Intervisi Utama. 1993), hal.

  130 17 18 Kuntowijoyo, Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1987), hal. 71 James Danandjaja, Folkor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, Dan lain-lain, (Jakarta: Grafiti Pers. 1984), hal. 166 19 Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum, Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak Dan

E. Tinjauan Pustaka

  Dalam buku karya Suwardi Endraswara, tahun 2005 yang berjudul

  Buku Pinter Budaya Jawa Mutiara Adiluhung Orang Jawa . Diterbitkan di

  Yogyakarta, buku ini menjelaskan tentang Budaya Jawa mulai zaman pra- sejarah, Budaya Jawa pada zaman Hindhu Budha, dan zaman akulturasi Islam di Jawa.

  Skripsi karya Eka stiawati,tahun 2016 yang berjudul Pemaknaan

  Masyarakat Jawa Terhadap Simbol dan Mitos Benda Pustaka diterbitkan

  di Semarang, penerbit Universitan Islam Negeri Semarang. Buku ini berisi tentang arti jamasan Bendhe Nyai Ceper dan kepercayaan Islam kejawan tentang kebudayaan tersebut.

  Buku karya Sugeng Priyadi, tahun 2011 Yang berjudul Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak dan Kalibening (Banyumas).

  Merupakan buku yang menceritakan bagaimana prosesi jamasan yang berada di Kalisasak dan Kalibening. Buku ini memberi pengetahuan mengenai sejarah awal mula pusaka yang berada di Kalisasak dan Kalibening merupakan milik raja Mataram yang sampai sekarang masih tersimpan di sana. Setiap bulan Maulud pusaka-pusaka di di Kalisasak dan Kalibening dijamas sebagai tanda memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

F. Metode Penelitian

  Pertama-tama peneliti melakukan Heuristik atau pengumpulan sumber, beberapa langkah dalam penelitian sejarah.

  1. Memilih topik yang sesuai; 2.

  Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik; 3. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya menggunakan system cards)sekarang dengan adanya fotocopi, komputer, internet.

  4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber).

  5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

  6. Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

  20 Sumber-sumber tertulis yang di dapatkan penulis dari

  perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan daerah atau Persipda di kota Salatiga di Jalan Diponegoro No.39, perpustakaan jurusan yang berada di kampus 2 IAIN Salatiga, perpustakaan IAIN Salatiga, mencari di Perpustakaan daerah Jawa Tengah dan peneliti mengunduh informasi berupa pdf tentang BPS Kabupaten semarang di internet. Penulis juga melakukan observasi, dilakukan dengan cara datang langsung ke tempat upacara adat Jamasan Bendhe Nyai Ceper yang berada di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada tanggal 27 Juni 2017.

  Kemudian melakukan verifikasi atau kritik sumber, kritik sumber ada dua yang pertama kritik sumber eksternal yang kedua kritik sumber internal. Adapun yang dimaksud dengan kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal muasalnya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian, bahwa:

  • ini.

  Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu

  • tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan

  Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan,

  21 yang substansial.

  Kritik Eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek- aspek “luar” dari sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk merekontruksi masa lalu, maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan yang ketat. Jadi serupa dengan evidensi yang diajukan dalam suatu pengadilan. Atas dasar berbagai alasan atau syarat, setiap setiap suber harus dinyatakan dahulu otentik dan integral. Saksi-mata atau penulis itu harus diketahui sebagai orang yang dapat dipercayai. Kesaksian itu sendiri harus dipahami dengan jelas. Pemeriksaan yang ketat ini mempunyai alasan yang kuat sehubungan dengan beberapa sumber yang telah dibuktikan palsu; dalam penelitian yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu palsu atau dibuat-buat. Beberapa sumber lain, meskipun asli, ternyata dengan berbagai alasan telah memberikan

  22 kesaksian-kesaksian yang tidak dapat diandalkan.

  Kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian. Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalui kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. sejarawan harus memutuskan

  23 apakah kesaksian itu dapat diandalkan atau tidak.

  Interpretasi (penafsiran) dalam penulisan sejarah, digunakan secara bersamaan tiga bentuk dasar tulis-menulis yaitu deskripsi, narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis sebenarnya merupakan keinginannya untuk menjelaskan sajarah ada dua dorongan utama yang menggerakannya yakni mencipta-ulang dan menafsirkan. Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi, seangakan dorongan kedua menuntut analisis.

  Sejarawan yang beroriantasi pada sumber-sumber sejarah saja, akan menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak, sedangkan 22 Ibid , hal. 104. sejarawan yang berorientasi kepada problem, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih menggunakan analisis. Akan tetepi apapun

  24 cara yang dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.

  Sehubungan dengan teknik deskripsi, narasi, dan analisis di atas, sebenarnya sebagian terbesar sejarawan dalam karya-karya mereka itu “bercerita.” Akan tetati sejarah yang diceritakan oleh para sejarawan itu, menurut para ahli filsafat sejarah Arthur C. Danto, adalah “cerita-cerita yang sebenarnya.” Mereka berusaha sebaik-baiknya untuk menceritakan cerita-cerita yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang mereka pilih. Hanya saja teknik deskripsi narasi ini seringkali dikaitkan dengan bentuk atau model “sejarah lama”, sedangkaan teknik analisis dikaitkan den gan bentuk atau model “sejarah baru” yang

  25

  “ilmiah.” Historiografi mempunyai dua makna. Pertama, penulisan sejarah

  (historical writting). Kedua, sejarah penulisan sejarah (historical of historical writting). Historiografi adalah ilmu yang memperlajari praktik ilmu sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai contoh, “historiografi Indonesia mengenai

  Gerakan 30 September selama rezim Soeharto

  ” dapat merujuk pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut 24 Ibid , hlm. 123. yang telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisa meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahawa analisa tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pan dangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan

  26 metode resentasi dari sejarawan lainnya.

  Selain menggunakan metode sejarah peneliti juga menggunakan metode etnografi. Etnografi atau ethnography, dalam bahasa Latin: etnos berarti bangsa, dan grafein yang berarti melukis atau menggambar; sehingga etnografi berarti melukiskan atau menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Etnografi merupakan: 1.

  Pekerjaan antropolog dalam mendiskripsikan dan menganalisis kebudayaan, yang tujuan utamanya adalah memahami pandangan (pengetahuan) dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari (kelakuan) guna mendapatkan panda ngan “dunia”

  27 masyarakat yang diteliti.

  2. Komponen penelitian yang fundamental dalam disiplin akademis antropologi (Budaya), sehingga etnografi merupakan

  28 ciri khas dalam antropologi.

  Antropolog aliran kognitif berpendirian bahwa setiap masyarakat mempunyai sistem yang unik dalam mempersepsi dan mengorganisasi 26 Dedi Irwanto dan Alian Sair, Metodologi dan Historiografi Sejarah, (Yogyakarta: Eja Publisher. 2014), hal. 151. 27 James P. Spradley, Metode Etnografi (terjemahan), (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997) hal. 3 28 E. Paul Durrenberger, “Ethnography”. Dalam Encyclopedia of Cultural Anthropology

  fenomena material, seperti benda-benda, kejadian-kejadian, kelakuan, emosi. Oleh karena itu kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, melainkan cara fenomena material tersebut diorganisasikan dalam pikiran (kognisi) manusia. Dengan demikian kebudayaan itu ada dalam pikiran manusia, yang bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material tersebut. Tugas etnografer (peneliti etnografi) adalah

  29 menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut.

  30 3.

  : Bentuk penelitian sosial-budaya yang bercirikan a.

  Studi mendalam (kualitatif) tentang kebragaman fenomena sosial-budaya suatu masyarakat; b.

  Pengumpulan data primer dengan pedoman wawancara; Dalam penelitian penulis melakukan wawancara dengan tokoh- tokoh yang melakukan upacara Jamasan Bendhe Nyai Ceper seperti Mbah

  Slamet, Pakde Mardi, Mbah Karso, Pakde Kabul, Mbah Mujiono, Pak Carik Miftahudin, Pakde Parman, Pak Husein, Pak Ari Juman, Pak Slamet Widodo, Pak Iswahyudi. Wawancara dengan tokoh muslim di Dusun Pete seperti Pak Ahmad Nurdin, Pak Sukimin, Pak Dul Hadi, Mbah Buang.

  Wawancara yang berhasil membutuhkan kecakapan. Namun ada banyak macam gaya pewawancara, mulai dari pendekatan ala obrolan yang ramah 29 dan informal, hingga yang lebih formal, gaya yang bertanya yang lebih

  

Amri Marzali, “Kata Pengantar”. Dalam James P. Spradley, Metode Etnografi (Terjemahan), (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997), hal xv 30 Paul Atkinson dan Martyn Hammersley, “Ethnography and Participant Observation”,

dalam Norman K. Dnzin dan Yvonna S. Lincoln, eds. Handbook of qualitative Research, (London: teratur. Dan biasanya pewawancara yang baik mengembangakan variasi metode yang dapat membawa hasil terbaik serta paling cocok dengan kepribadian mereka.

  31 c.

  Penelitian pada suatu atau beberapa kasus secara mendalam dan komparatif; d.

  Analisis data melalui interpretasi fungsi dan makna dari pemikiran dan tindakan, yang menghasilkan deskripsi dan analisis secara verbal.

G. Sistematika Penulisan

  Penulisan yang berjudul “Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper Dan Prespektif Muslim Di Desa Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” terdiri dari beberapa bab.

  Bab I ‘Pendahuluan’ meliputi (A) Latar belakang masalah; (B) Rumusan masalah; (C) Tujuan dan ruang lingkup; (D) Kerangka konseptual; (E) Tinjauan pustaka; (F) Metode penelitian; (G) Sistematika penulisan; (H) Kerangka pembahasan skripsi; (I) Daftar pustaka.

  Bab II yang berjudul ‘Gambaran Umum Desa Pete’ yang dibahas di subjudul (A) Letak Geografis; (B) Kondisi Demografis; (C) Kondisi Sosial Budaya; (D) Kehidupan Sosial Keagamaan.

  Bab III yang berisi ‘Tradisi Bendhe Nyai Ceper’ yang dibahas di subjudul (A) Sejarah Bendhe Nyai Ceper;(B) Sejarah Tradisi; (C) Tradisi Upacara.

31 Paul Thompson, Suara Dari Masa Silam: Teori Dan Metode Sejarah Lisan

  Bab IV yang berisi ‘Analisis dan Temuan Penelitian’ yang dibahas di subjudul (A); Sejarah Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Desa Pete (B) Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Desa Pete Pabelan Kabupaten Semarang; (C) Pandangan Masyarakat Muslim di Wilayah Desa Pete Terhadap Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper.

  Bab V Penutup yang pada subabnya (A) Kesimpulan; (B) Saran

  

BAB II

GAMBARAN UMUM DUSUN PETE A. Letak Geografis Dusun Pete merupakan salah satu Dusun di Desa Sukoharjo

  kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang yang terletak disebelah Timur dari jantung kota kecamatan. Secara administratif Dusun Pete berada di wilayah kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Pete merupakan salah satu dari 6 Dusun yang berada diwilayah Desa Sukoharjo dan memiliki

  

32

  batas wilayah sebagai berikut: Sebelah barat dengan kota Salatiga, sebelah timur perbatasan Dusun Glawan, sebelah utara berbatasan dengan

  33 kota Madya, Kauman, selatan berbatasan dengan Dusun Setro.

  Luas tanah secara keseluruhan Desa Sukoharjo secara geografis adalah 163,884 Ha, yang terdiri dari 11,124 Ha wilayah pemukiman; 62,130 Ha sawah; 55,850 Ha perkebunan negara; 24,21 Ha tegalan; dan 10,54 Ha untuk bambu, Desa Sukoharjo berada pada lokasi yang sangat strategis yakni berbatasan langsung dengan kota Salatiga. Desa Sukoharjo memiliki 21 RT dan 6 Dusun yakni:Dusun Susukan, Dusun Pete, Dusun

  34 Setro, Dusun Tlogotangi, Dusun Kalangan, Dusun Tembelangan. Suhu

  udara rata-rata di Kabupaten Semarang bisa dikatakan relatif sejuk. Hal ini 32 Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda Pusaka.

  Fakultas Ushuludin dan Humaniora. UIN Walisongo. 2016. Hal. 50 33 Wawancara dengan Bapak Carik Miftahudin. Pada tanggal 5 september 2017. Di rumahPakMiftahudin memungkinkan karena Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 318

  35 meter dpl hingga 1450 dpl.

  Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, masyarakat Dusun Pete tidak mengalami kesulitan untuk menjangkau tempat tujuan mereka, karena sarana kendaraan umum telah cukup memadai. Jarak tempuh dari Desa/kelurahan ke ibukota kecamatan kuang lebih 3 kilometer, jarak ke ibukota kabupaten/kota kurang lebih 30 kilometer, jarak ke ibukota provinsi kurang lebih 50 kilometer, dan jarak ibukota Negara kurang lebih

  36 500 kilometer.

  Untuk struktur perangkat Desa Sukoharjo kepala Desa bernama Juriadi, Camat Pak Rofi Udin, Carik Pak Miftahudin. Struktur di Dusun Pete Bekel Pak Muhrobi, Rukun Warga (RW 02) Pak Ari Juman, RT 1.

  Pak Munadi, RT 2. Pak Suparman, RT 3. Pak Wagimin Wagianto, RT 4. Huri, dan Modin Mbah Buang Zamroni.

  Sejarah Dusun Pete

  Sejarah Dusun Pete menurut Pak Parman selaku sesepuh Dusun Pete, sejarah Dusun Pete ada kaitannya dengan waliyullah Syech Sekar Gadung, menurut cerita yang Pak Parman pernah tahu, yang menjadikan Dusun Pete itu waliyullah Syech Sekar Gadung. Tapi sejak kapan tahunnya Pak Parman kurang tahu, tapi menurut Pak Parman terjadi sekitar 35 Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang,Kabupaten Semarang Dalam Angka, 2010,

  hal. 1 36 Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

  300 tahun yang lalu. Jadi masih dalam negara ini belum Republik. Negara ini masih kerajaan pemerintahan masih Mataram Solo.

  Menurut cerita DusunPete dulu itu bukan Dusun Pete nama- namanya dulu bagus-bagus seperti ada yang menyebut Labet Ireng, ada yang Tanjung Anom. Menurut cerita dari Mbah-Mbah di Dusun Pete dulu ada musibah, musibah itu bukan sekedar musibah jadi masyarakat tidak aman karena mungkin orang-orangnya kedekatan dengan yang Mahakuasa itu juga belum-belum karena waktu itu mayoritas menganut agama

37 Budha.

  Kemudian datanglah seorang ulama yang mengaku Kiai Sekar Gadung dialah yang sanggup memberikan pencerahan terhadap masyarakat Pete dalam arti jadi Syech Sekar Gadung itu sanggup memberikan keamanan, wabah penyakit apa-apa itu yang diderita masyarakat dia sanggup memulihkan, aman dan tentram. Cuma Syech Sekar Gadung mempunyai permintaan pada waktu itu, Syech Sekar Gadung bisa menyembuhkan seperti itu-seperti itu asal kan dia diperbolehkan berdakwah agama Islam di Dusun Pete, karena masyarakat butuh sekali tenaga, pikiran, dan doanya Syech Sekar Gadung akhirnya

  38 masyarakat mau menerima.

  Mulai dari itu Syech Sekar Gadung menetap di Dusun Pete. Ternyata setelah di Dusun Pete wabah penyakit lama-lama pulih kembali. Masyarakat merasa aman, tentram, menjadi kembali lagi seperti semula. 37 Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September

  2017. Di Rumah Pak Suparman

  Akhirnya Syech Sekar Gadung mulai bisa syiar agama Islam selang waktu dia memberi nama Dusun Pete, diberi nama pete dalam arti ngumpetke sampai sekarang ini dipakai nama Pete. Dia tetep di Dusun Pete hingga

  

39

  akhir hayatnya di Dusun Pete. Menurut asal-usulnya Syech Sekar Gadung dari warga besar Keraton Solo tapi ada juga yang menyebutnya

  40 dari Yogyakarta Mataram.

41 Ngumpetke menurut ceritanya pada waktu itu Dusun Pete tidak

  42

  aman banyak kerusuhan bisa aman karena diumpetke. Pada waktu itu kenyataan seperti ini kalau ada orang yang mau menjarah harta benda orang Pete setelah lewat rumah Mbah Sekar Gadung itu pada jatuh pingsan. Jadi orang-orang Pete dikumpulkan dirumahnya Syech Sekar Gadung, diajak pengajian, dzikir, dan berdoa.Ketika ada orang yang mau menjarah orang Pete, lewat rumah Syech Sekar Gadung pasti jatuh pingsan kalau ditanya mereka para penjarah itu tahunya orang-orang yang berada di dalam rumah Syech Sekar Gadung adalah harimau. Orang yang mau menjarah harta benda itu takut, maka dari itu dicetuskan dari awal itu

  Ngumpetke . Yang jelas masyarakat Dusun Pete diumpetke dari orang-

  43 orang yang tidak baik.

  39 40 Lihat lampiran foto gambar. 1 Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September 2017. Di Rumah Pak Suparman 41 Arti menyembunyikan dalam KBBI: 1 menyimpan (menutup dsb) supaya jangan (tidak) terlihat; 2 sengaja tidak memperlihatkan (memberitahukan dsb); merahasiakan 42 43 Arti disembunyikan Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September

  Sisa-sisa dari jejak Syech Sekar Gadung ditunjukan dengan adanya saluran irigasi yang membelah bongkahan batu hitam sepanjang 3 kilometer. Konon batu tersebut yang berada di dekat Dusun Setro adalah saksi bisu saat terjadi adu kesaktian antara Syech Sekar Gadung dengan Ki Gagak Setro (salah seorang juga dikenal sakti) yang berusaha menghalangi

  44 dakwah Syech Sekar Gadung dalam menyiarkan Agama Islam.

  Konon Ki Gagak Setro merasa terusik dengan kehadiran Syech Sekar Gadung membangun sarana irigasi pertanian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Saat Syech Sekar Gadung membuat irigasi dengan menggunakan tongkatnya sudah selesai tiba-tiba disumbat oleh Ki Gagak Setro dengan bongkahan batu-batu besar.

  Mendapat perlakuan tersebut, Syech Sekar Gadung tak mau menyerah. Beliau lalu membelah batu tersebut hanya dengan memberi tanda garis di atas batu tersebut. Berkat izin Allah, sumbatan batu tersebut terbelah menjadi saluran irigasi. Namun pertarungan tersebut berlanjut hingga Ki

45 Gagak Setro dapat dikalahkan.

  Sejarah Dusun Pete menurut cerita dari sesepuh Bendhe dari Mbah Karso, Pakde Kabul dan Mbah Slamet. Sejarahnya Dusun Pete bukandari buah pete dimulai dari kata Diumpetke. Dulu di Dusun Pete itu adalah tepat berperang, dimulai dari zaman Belanda, tapi di Dusun Pete ada pusaka bendhe Nyai Ceper membuat aman. Dulu ada cerita ketika tentara Indonesia di kejar oleh Belanda, kemudian tentara Indonesia bersembunyi 44

  www.aksarakata.com di rumah yang kebetulan ada Bendhe Nyai Cepernya. Tentara Indonesia tersebut hilang, bukannya hilang tetapi keberadan tentara Indonesia di sembunyikan oleh pusaka bendhe Nyai Ceper dari kejaran tentara Belanda. Hal tersebut membuat tentara Belanda tidak bisa menangkap tentara Indonesia. Jadi Dusun Pete itu dari kata Ngumpetke karena orang Jawa

  46 melafalkannya agak cepat jadi Petkekemudian jadi Pete.

B. Kondisi Demografis

  Pemerintahan Desa Sukoharjo dijalankan oleh para perangkat Desa, yang terdiri dari 1 orang kepala Desa, 1 orang sekretaris Desa, 6 orang kepala urusan (kaur) dan pembantu pelaksana teknis, 9 orang anggota BPD Desa, dan 8 orang pengurus PNPM Desa. Desa Sukoharjo terdiri dari 21 ketua Rukun Tangga, 6 orang ketua Rukun Warga, dan 25

  47 orang anggota LINMAS.

  Desa Sukoharjo memiliki jumlah total penduduk 3.018 jiwa yang terdiri atas 1.480 jiwa laki-laki dan 1.538 jiwa perempuan. Sedangkan, untuk Dusun Pete memiliki total penduduk 803 jiwa yang terdiri dari 393 jiwa untuk laki-laki dan 410 jiwa untuk perempuan. Dapat dilihat adanya perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan, dimana

46 Wawancara Dengan Mbah karso. Pada Tanggal 20 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

  Karso jumlahperempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki.

  48 Di Dusun Pete jumlah penduduknya sekitar kurang lebih 250 KK.

  

67

  9.09% 8.5% 8.3% 8.3% 8.5% 7.2% 6.1% 4.7% 4.3% 2.9% 5.6% Jumlah 803 100

  

45

1.8% 5.9% 3.4% 6.7% 7.9%

  

24

  

35

  

38

  

49

  

58

  

69

  

67

  49 Tabel I

Rekapitulasi Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Agustus 2016

  

69

  

73

  

64

  

54

  

28

  

48

  

15

  0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 >=75

  50 Usia Jumlah Prosentase (%)