52133049 andragogi 3 id. doc

A. Pendahuluan

Ada dua aliran inkuiri yang menjadi landasan teori belajar dan
mengajar orang dewasa yaitu “scientific stream”, dan “artistic atau
intuitive/reflective stream”. Aliran “Scientific” adalah menggali atau
menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian
dan eksperimen.

Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instiusi dan analisis
pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang
dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C Lindeman
dalam penerbitannya “The Meaning of Adult Education” pada tahun
1926 yang sangat dipengaruhi oleh ahli filsafat pendidikan John Dewey.

Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang
dewasa ialah “Pengalaman Peserta”. Jika pendidikan adalah kehidupan,
maka kehidupan adalah juga pendidikan. Baginya, pengalaman
merupakan buku teks yang hidup bagi peserta didik orang dewasa.
Lindeman mengidentifikasikan beberapa asumsi kunci tentang peserta
didik (pebelajar) orang dewasa yang didukung oleh riset dan menjadi
fondasi teori belajar orang dewasa modern yaitu sebagai berikut:


1. Pebelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena
kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan
kepuasan.
2. Orientasi pebelajar orang dewasa ialah berpusat pada
kehidupan, sehingga unit-unit pelajaran sebaiknya adalah
kehidupan nyata (penerapan) bukan “subject matter”.
3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pemelajaran orang
dewasa, sehingga metode pemelajaran adalah analisa
pengalaman (experiential learning)
4. Pemelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang
mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed

learning), sehingga peran guru sebagai instruktur
5. Perbedaan diantara pebelajar orang dewasa semakin meningkat
dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang
dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya
belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.

Isu tentang pendidikan orang dewasa:

1. Apakah tujuan pendidikan orang dewasa?
2. Apakah hubungan antara isi dan metoda pemelajaran untuk
orang dewasa?
3. Apakah interes individu mempengaruhi isi kurikulum pendidikan
orang dewasa, atau apakah masyarakat yang menentukannya?
4. Apakah implikasi dari teori-teori yang berbeda, atau sifat
manusia dan masyarakat terhadap perencanaan dan
pelaksanaan program pendidikan orang dewasa?

Peserta pelatihan orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah:

1. Mereka yang berperilaku sebagai orang dewasa – ialah orang yang
melaksanakan peran sebagai orang dewasa, dan
2. Mereka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.

Mereka (pebelajar) yang dianggap dewasa menurut criteria No.1, ialah
seseorang yang secara sosial telah berperan sebagai orang dewasa
seperti pekerja, suami-istri, orangtua, warga masyarakat yang
bertanggungjawab, tentara, dan lain sebagainya. Sedangkan dewasa
menurut criteria yang kedua adalah mereka yang secara individu

memandang dirinya orang yang mempunyai tanggungjawab terhadap
hidupnya.

Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh Professor T.T Ten Have
pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar
“Science of Andragogy”. Andragogy yang berarti “The art and science
of helping adults learn” didasarkan oleh temuan-temuan sebelumnya
yaitu atas dasar keunikan dan karakteristik orang dewasa belajar yaitu
mereka akan belajar dengan baik bila setting/iklimnya informal,
nyaman, fleksibel dan tidak terancam.

Dalam model pedagogi, guru mengambil tanggung jawab untuk
membuat semua keputusan tentang apa yang akan dipelajari,
bagaimana bahan-bahan tersebut dipelajari, kapan dipelajari dan
bagaimana cara menilainya. Itu semua disebut pendidikan yang
diarahkan oleh guru, dengan asumsi: bahwa kebutuhan untuk tahu,
konsep diri peserta didik, peranan pengalaman, kesiapan belajar,
orientasi untuk belajar dan motivasi dipengaruhi lebih banyak oleh
factor yang berasal dari luar/eksternal.


Model Andragogy dilain pihak tidak demikian karena: kebutuhan untuk
tahu (the need to know), konsep diri pebelajar (the learner’s self
concept), peran pengalaman pebelajar (the role of the learner’s
experience), kesiapan belajar (readiness to learn), orientasi belajar
(orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari
dalam diri si pelajar itu sendiri.

Strategi pengembangan model, berdasarkan hasil analisis teoretik yang
mengarah kepada pengembangan orang yang selaras dengan upaya
perubahan kearah transformasional diturunkan dari salah satu wujud
organisasi berbasis pengetahuan.
Pengetahuan dan kekuatan pikir, keterampilan dan pengalaman, serta
kemauan untuk memanfaatkan hal-hal ke arah inovatif, maka
kandungan intelektual dari para pelaku terbentuk dari kompetensi
berwawasan aspiratif, penuh etika dan selalu mau belajar inovatif.
Peran sentral manusia karya yang holistik dalam suatu organisasi dapat
ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar tersebut, menunjukkan arah perubahan tuntutan
kepemimpinan yang diperlukan yaitu, menggali kemampuan (asses

capabilities), menen-tukan arah, membangun kompetensi, dan
memimpin perubahan.
Membangun kompetensi, memimpin pegawai berpengetahuan
(knowledge workers), mesti dengan kompetensi, teladan dan
dorongan bukan dengan perintah dan kontrol. Oleh sebab itu, dalam
strategi model pengembangan ditata berdasarkan pada peran
konsultatif dan membimbing (coaching) seperti disarankan Tobin
(1996), melalui tahapan :
1. Fokus pada tujuan pengembangan
Pengembangan bertujuan pada membangun dan memelihara
landasan yang kokoh, untuk mencapai tujuan organisasi.
Membantu organisasi untuk mengidentifikasi dan mengakses
manusia bersumber daya, membimbing dalam usaha penguasaan
pengetahuan dan keterampilan yang baru.
2. Fokus pada pemanfaatan potensi sumber daya internal dan eksternal
Pemanfaatan potensi melalui jaringan pengetahuan (knowledge
network), seperti komputerisasi baik yang bersifat database
maupun melalui bulletin board. Memfasilitasi dan membimbing tim
pembelajar untuk mencapai pengetahuan dan keterampilan
bersifat kesinambungan. Dan memberikan percontohan praktik

lapangan yang dilandasi konsep yang fleksibel.
3. Fokus pada kebutuhan
Pengembangan bertolak dari kebutuhan individu, tuntutan
pekerjaan dan pencapain tujuan organisasi.
4. Fokus pada pencapaian perbaikan kinerja

Pengembangan fokus pada perbaikan kinerja berdasarkan
penilaian objektif di lapangan.

B. Peran Instruktur dalam Pelatihan

Menurut Rogers, kunci yang kritis akan peran instruktur tersebut adalah
“hubungan pribadi antara instruktur dengan peserta didik”. Kualitas
perilaku instruktur yang harus dipenuhi ialah: (1) keaslian/ ketulusan, (2)
adanya kepedulian, penghargaan, kepercayaan dan respek, dan (3)
pengertian yang empati dan sensitive serta mendengarkan dengan
sungguh persoalan peserta didik.

Selanjutnya Rogers memberi rambu-rambu bagi instruktur sebagai
berikut:













Instruktur hendaknya menciptakan iklim atau mood yang kondusif bagi grup
atau peserta pelatihan
Instruktur harus membantu pebelajar secara individual atau grup untuk
mengklarifikasi tujuan mengikuti pelatihan
Instruktur menghargai tujuan masing-masing peserta dan
mengimplementasikannya sehingga mempunyai makna bagi peserta dan
menjadi motivasinya dalam latihan
Instruktur hendaknya cerusaha mengorganisasikan dan mempermudah

tersedianya berbagai sumber, sehingga pebelajar dapat belajar sesuai
dengan kecepatannya masing-masing.
Instruktur hendaknya menjadi sumber belajar yang fleksibel untuk
digunakan oleh grup. Ia harus menjadi konselor, dosen, penasehat dan
seorang yang berpengalaman dalam bidangnya.
Dalam merespon ekspresi grup/kelas ia harus menerima baik secara
intelektual maupun emosi dan harus memberi perhatian baik secara
individual maupun grup/kelas.
Jika iklim kelas telah diterima oleh pebelajar, instruktur bias menjadi
partisipan anggota warga belajar dan bias mengemukakan pandanganpandangannya seperti peserta lainnya.
Instruktur hendaknya mengambil inisiatif untuk berbagi pengalaman dalam
grup baik menyangkut perasaan maupun pikiran-pikirannya.
Melalui pengalaman di kelas, ia hendaknya tetap waspada terhadap
perasaan/feeling yang dalam dan kuat.
Sebagai instruktur belajar, ia harus memahami dan menerima keterbatasan
dirinya maupun pebelajar lainnya.

Ahli lain Tough (1979) menjelaskan instruktur harus mempunyai
karakteristik pribadi tertentu yaitu: ia seorang yang terbuka dan mau
berkembang, bukannya orang yang tertutup, negatip, statis, defensive

dan takut dikritik atau orang yang curiga terhadap orang lain.
Sebenarnya menurut Tough instruktur juga seseorang peserta didik
yang selalu ingin tumbuh dan mendapatkan pengalaman baru, dan
cenderung bersifat spontan, otentik dan bebas dalam bertindak dan unik
sebagai pribadi, bukan steriotipe.

Malcohm Knowles (1980) menyusun karakteristik peran seorang
pengajar orang dewasa (andragogical teacher) yang operasional sebagai
berikut :

Peran Pengajar Orang Dewasa
Kondisi belajar
Pebelajar membutuhkan
belajar

Prinsip-prinsip Pemelajaran
1. Instruktur membantu pebelajar
mengungkap kemungkinan baru untuk
memenuhi kebutuhan-nya.
2. Instruktur membantu setiap pebelajar

meng-klarifikasi aspirasinya untuk

Lingkungan belajar ditandai
oleh kondisi fisik yang
nyaman, enak, saling
percaya, dan menghargai,
saling membantu, bebas
menge-mukakan pendapat,
dan meneri-ma perbedaan.

meningkatkan kemampuan.
3. Membantu setiap pebelajar
mendiagnosa kekurangannya, yaitu
selisih antara aspirasinya dengan
kemampuannya sekarang.
4. Instruktur membantu pebelajar
mengidentifikasi problem
kehidupannya akibat kesenjangan
kemampuan.
5. Instruktur menyediakan kondisi fisik

yang kondusif untuk belajar orang
dewasa seperti penempatan kursi,
temperatyr, ventilasi, penerangan, dan
sebagainya yang memungkinkan
interaksi antara mereka.
6. Instruktur menerima masing-masing
pebelajar sebagai pribadi yang
memiliki harga diri yang harus
dihargai baik perasaan dan ide-idenya.
7. Instruktur membangun hubungan
saling percaya dan saling membantu
antara pebelajar dengan mendorong
kerjasama dan menahan diri dari
pengaruh persaingan.
8. Instruktur mengemukakan
perasaannya dan menjadi rekan
sepemelajaran dalam lingkup gemar
meneliti (inquiry).
9. Instruktur melibatkan pebelajar dalam
menfor-mulasikan tujuan pemelajaran
sesuai kebutuhan peserta didik,
institusi, guru, mata pelatihan,
maupun masyarakat.
10. Instruktur memberi pemikiran tentang
ketersediaan belajar, pemilihan materi,
dan metode dan melibatkan pebelajar
untuk membuat keputusan diantara
pilihan-pilihan yang ada menjadi satu.
11. Instruktur membantu pebelajar mengorganisasikan diri untuk
bertanggungjawab bersama dalam
proses penelitian/penemuan bersama.
12. Instruktur membantu pebelajar
mengeksploitasi pengalamannya
sendiri sebagai sumber belajar melalui
teknik diskusi, main peran, studi
kasus, proyek, dan sebagainya.
13. Instruktur menyesuaikan penyajian
sumber-sumbernya dengan tingkat
pengalaman pebelajar
14. Instruktur membantu pebelajar untuk
menerapkan pengalaman belajar yang
baru kedalam pengalaman mereka,
sehingga belajar lebih bermakna dan

Pebelajar mencari tujuan
peng-alaman belajar
sebagai tujuan mereka

Pebelajar menerima
tanggung-jawab dalam
perencanaan dan
pelaksanaan berbagai
pemelajar-an sehingga
mereka mempunyai
komitmen akan keputusan
bersama.

Pebelajar berpartisipasi
secara aktif dalam proses
belajar.

Proses belajar dikaitkan dan
digunakan dalam
pengalaman belajar.

Pebelajar mempunyai kemampuan menuju ke tujuan

terintegrasi.
15. Instruktur melibatkan pebelajar dalam
mengembangkan criteria yang dapat
sama-sama diterima untuk mengukur
kemajuan belajarnya.
16. Instruktur membantu pebelajar
mengembangkan dan menerapkan
prosedur untuk evaluasi diri menurut
criteria/standard.

belajarnya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Orang
Dewasa

Secara umum ada dua factor yang mempengaruhi belajar orang dewasa
yaitu factor internal dan factor eksternal. Faktor internal sangat besar
pengaruhnya terhadap belajar orang dewasa. Faktor-faktor tersebut
berasal dari diri mereka sendiri yaitu factor fisiologis dan factor
psikologis.

Faktor fisiologis meliputi: pendengaran, penglihatan, dan kondisi
fisiologis lainnya. Faktor psikologis meliputi: kecerdasan, motivasi,
ingatan, lupa, kebutuhan, perhatian, dan kemampuan berfikir.

Faktor eksternal ialah semua factor yang berasal dari luar diri mereka
seperti factor fisik, social, alam sekitar, kurikulum, bahan ajar dan
metode pemelajaran, system evaluasi, dan sebagainya.

1. Faktor Fisiologis

Pendengaran

Kejelasan Pendengaran

Kemampuan pendengaran orang dewasa akan menurun seiiring
dengan bertambahnya usia. Seseorang dengan usia kurang dari 20

tahun akan mampu mendengarkan dengan jelas suara yang berjarak 8
sampai 10 meter. Bila usia mencapai sekitar 40 tahun, umumnya ia
mampu mendengarkan pembicaraan yang berjarak sekitar 5 meter.

Mengingat kondisi tersebut diatas seorang instruktur, harus pandai
mengatur tempat duduk warga belajar selama proses pemelajaran,
sehingga semua dapat mendengarkan dengan jelas.

Deskriminasi Nada

Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan seseorang dalam
membedakan suara nada rendah dari nada tinggi, suara latar (back
sound) dari suara utama akan menurun. Bila usia mencapai 40 tahun
umumnya kemampuan mendengarkan tuturan melalui alat-alat
elektronik akan mengalami kesulitan, terutama bila penuturannya
tidak jelas dan kecepatannya tinggi.

Ucapan/tuturan seorang pengajar/widyaiswara yang peserta didiknya
berusia di atas 40 tahun sebaiknya berkecepatan sekitar 80 sampai
100 kata per menit dan dengan artikulasi yang jelas.

Penglihatan

Intensitas Penglihatan
Kemampuan melihat bagi sesorang akan melemah sejalan dengan
bertambahnya usia. Pebelajar dengan usia kurang lebih 20 tahun
mampu membaca pada ruangan dengan penerangan lampu 40 Watt,
namun bagi pebelajar dengan usia 40 tahun keatas memerlukan
penerangan yang lebih dari itu yaitu sekitar 60-100 Watt. Oleh karena
itu tulisan bahan ajar, maupun tulisan pada alat Bantu mengajar perlu
disesuaikan dengan kemampuan tersebut.

Jarak penglihatan dekat

Kemampuan membaca bahan ajar seperti handout, buku, jurnal, dan
sebagainya. Akan mengalami kemunduran dengan bertambahnya usia
terutama jarak dekat maupun penglihatan jauh.
Pebelajar dengan usia sekitar 40 tahun bila tanpa kacamata umumnya
mampu membaca bahan ajar pada jarak kurang lebih 40-50 cm, oleh
karena itu huruf-huruf bahan ajar sebaiknya dicetak berukuran 8-10
point, disamping itu agar dicetak dengan huruf yang mudah
dibedakan.

Kemampuan membedakan warna

Peserta dengan usia 40 tahun atau lebih umumnya kemampuannya
dalam membnedakan warna terutama yang halus akan menurun, dan
hanya bisa membedakan warna-warna yang mencolok seperti, merah,
hitam, hijau dan biru. Oleh karena itu disarankan, penggunaan warnawarna yang halus pada medeia/alat Bantu mengajar perlu
dihindarkan.

Ketelitian Penglihatan

Sejalan dengan bertambahnya usia, ketelitian seseorang dalam
membaca tulisan dari baris satu ke baris lainnya akan berkurang.
Oleh karena itu untuk konsumsi pebelajar dengan usia 40 tahun, atau
lebih spasi pengetikan antar baris disarankan sebesar 1,5 sampai 2
spasi.

Kondisi Fisiologis

Keefektifan proses pelatihan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis
pebelajar seperti: kesegaran jasmani, keletihan, kurang tidur, sakit
yang diderita, dan kekurangan gizi. Oleh karena itu jam pertemuan,
strategi pemelajaran, dan kegiatan lainnya yang dipilih harus
mempertimbangkan factor-faktor tersebut di atas.

2. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi keefektifan belajar orang
dewasa secara garis besar terdiri atas: kecerdasan, bakat, motivasi,
perhatian, berfikir, ingatan/lupa dan lain sebagainya.

Faktor Kecerdasan

Faktor kecerdasan (IQ) adalah faktor yang penting dalam proses
pemelajaran, karena factor inilah kemampuan dan ketajaman berpikir
seseorang akan diuji. Bagi mereka yang mempunyai kecerdasan yang
tinggi tugas-tugas belajar diharapkan akan dapat diselesaikan dalam
waktu singkat, sedangkan bagi mereka yang mempunyai kecerdasan
yang rendah akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikan tugas-tugas belajarnya tersebut.

Menurut penelitian kecerdasan populasi pada umumnya mengikuti
kurve normal. Dalam kurve tersebut menunjukkan bahwa kuranglebih
34% akan berada pada jarak 1 deviasi standard (SD) di atas dan atau
di bawah rerata (mean). Lebih dari itu kurang lebih 14 % berada pada
jarak 2 deviasi standard disebelah kanan dan disebelah kiri rerata,
sedangkan sisanya kurang lebih 2% berada pada jarak 3 deviasi
standard disebelah kiri dan sebelah kanan rerata.
Bila peserta didik mempunyai IQ rata-rata, maka ia akan dapat
menyelesaikan tugas-tugas belajar secara normal, sedangkan bagi
mereka yang mempunyai IQ lebih tinggi mereka diharapkan dapat
menyelesaikan tugas-tugas belajarnya lebih cepat.

Copley (1977) menjelaskan tingkat kecerdasan seseorang akan
meningkat secara tajam sejak lahir sampai usia kurang lebih 20
tahun, kemudian akan mengalami penurunan pada saat usia mulai 35610 tahun. Di atas 60 tahun umumna kecerdasan akan menurun
sejalan dengan mundurnya kesehatan karena usia lanjut.

Fenomena seperti dijelaskan d atas harus difahami oleh semua tenaga
kependidikan, karena mempunyai implikasi yang berarti terutama
pada proses pemelajaran.

Motivasi

Motivasi berasall dari kata motiv yaitu keadaan yang ada dalam diri
pebelajar yang mendorong untuk bertindak dan melakukan semua
kegiatan dan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuannya. Dari sisi
psikologis motif merupakan kekuatan (inner drive) yang
mempengaruhi tingkah laku untuk melakukan kegiatan.
Menurut John B Carol seorang psikolog dari Harvad University,
motivasi seseorang akan mempengaruhi ketekunan (perseverance)
dalam belajar. Semakin kuat motivasi pebelajar, semakin tekun pula ia
dalam belajar. Jadi fungsi motifasi dalam proses pemelajaran
merupakan semangat (energize) bagi pebelajar, disamping sebagai
pengarah (direct) dan kemudian menetapkan/memutuskan tingkah
laku yang berupa tindakan yang dianggap paling tepat untuk
mencapai tujuan.
Malcom Knowles (1980) menjelaskan bahwa pebelajar orang dewasa
mempunyai motivasi yang berbeda dengan pebelajar yang masih
muda karena mereka sudah matang sehingga mereka sudah
mempunyai kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self
directing) untuk belajar sepanjang mereka membutuhkan. Namun
demikian pengajar/ instruktur tetap harus dapat menciptakan suasana
belajar yang kondusif agar motivasi mereka tetap terjaga terutama
motivasi internal.

Perhatian

Perhatian dapat dibedakan menjadi: perhatian disengaja, perhatian
spontan, perhatian intensif, perhatian memusat dan perhatian
memancar.
Seorang instruktur perlu memperhatikan faktor tersebut pada wakru
melaksanakan pemelajaran, kegiatan pemelajaran harus dibuat

berpariasi dan menarik, sehingga pebelajar (warga belajar) dapat
memelihara perhatiannya selama proses pemelajaran berlangsung.

Berfikir

Berfikir ialah suatu aktifitas mental pada seseorang yang berupa
pelukisan gagasan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
mencari hubungan sebab-akibat, hubungan ubahan satu dengan lainnya
secara logis dan rasional.
Proses berfikir dalam diri pebelajar meliputi: pembentukan pengerian
sebagai fondasi untuk berfikir lebih lanjut, pemahaman/identifikasi
masalah, penyusunan argument untuk pembentukan/pemecahan
masalah dan penarikan kesimpulan dan generalisasi.

Kemampuan berfikir dapat dikembangkan melalui pengkajian
permasalahan dan pemecahan masalah yang disertai dengan
argumentasi berdasarkan teori/pengalaman.

Ingatan/Lupa

Memori/ingatan adalah kegiatan kognitif yang memungkinkan pebelajar
mengemukakan kembali (retrieval) pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Mengingat merupakan kemampuan untuk mengemukakan
kembali pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki/diperoleh
dimasa lampau.
Ingatan mengikuti fase tertentu yaitu fase fiksasi (pencemaran), retensi
(penyimpanan dan evokasi/reproduksi (pengungkapan kembali).
Agar retensi seseorang menjadi kuat, maka belajar harus dilakukan
berulang-ulang dan menggunakan metode dan waktu yang tepat.

Belajar Lanjut/Over Learning

Meetzel (1977) menjelaskan bahwa, seseorang setelah selesai belajar,
setelah beberapa lama ia tidak dapat lagi mengingat secara
keseluruhan apa yang telah mereka pelajari. Bagian yang masih dalam
ingatan, sejalan dengan bertambahnya waktu, ingatan tersebut akan
berkurang, dan sebagian lagi masih tersisa dalam ingatan meskipun
dalam waktu relative lama.
Agar penurunan tidak drastic, bagian-bagian pelajaran yang terlupakan
harus dipelajari lagi yang disebut belajar lanjut (Over Learning).
Belajar lanjut ialah aktifitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik
melebihi waktu untuk pertamakalinya bahan pelajaran tersebut
dikuasai tanpa kesalahan.
Review/Resitasi

Review atau resitasi ialah cara belajar untuk mereproduksi pelajaran
secara aktif, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Resitasi mengharuskan pebelajar untuk merangkum apa yang telah
dipelajari, mengecek penguasaan terhadap bahan yang telah dipelajari,
dan memberikan perhatian dan mengulang/mempelajari bagian-bagian
yang sulit yang menghambat kemajuan belajar.
Molly (1967) menemukan data bahwa review/resitasi adalah cara yang
efektif untuk mempertahankan agar hasil belajar yang telah dicapai
dapat dipertahankan secara tuntas. Penelitiannya menunjukkan bahwa
pebelajar yang merivew pelajaran secara berkala, jumlah pengetahuan
yang lupa menjadi berkurang, sehingga retensi pelajaran tersebut
masih dalam kategori tuntas. Disarankan, review dilaksanakan setelah
waktu berjalan 24 jam, setelah belajar permulaan. Review yang kedua
dilaksanakan pada minggu pertama dab review ketiga pada bulan
tersebut. Review sebaiknya tidak hanya menyangku ulangan, tetapi
juga harus meliputi organisasi bahan, sistematika, pengertian baru,
wawasan baru dan hubungan baru antar topic maupun pelajaran
lainnya yang lebih fungsional serta lebih baik dibandingkan dengan
tahap penguasaan yang pertama tanpa kesalahan (over learning).

Fakor Lingkungan Belajar

Faktor lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
lingkungan kampus dan faktor lingkungan diluar kampus.

Lingkungan Kampus

Lingkungan kampus, lebih-lebih ruangan tempat belajar mempengaruhi
efektifitas pemelajaran orang dewasa. Penerangan, pertukaran udara,
tempat duduk, penataan kursi, ases keluar masuk, fleksibelitas ruang,
sound system, sangat berpengaruh terhadap belajar orang dewasa.
Oleh karena itu penataan ruang harus dipersiapkan secara cermat,
sehingga warga belajar orang dewasa dapat berinteraksi dengan
sesame peserta dan instruktur dan sumber-sumber lainnya dengan
baik.

Lingkungan di Luar Kampus

Lingkungan di luar kampus turut memberikan pengaruh terhadp
pemelajaran orang dewasa, terutama factor social, ekonomi, dan
budaya. Faktor budaya dari daerah peserta berasal dapat memberi
pengaruh terhadap pemelajaran orang dewasa. Penelitian menunjukkan
budaya yang kurang kompetitif yang berasal dari daerah peserta akan
menyebabkan daya juang (fighting spirit) peserta cenderung kurang
tinggi dan sebaliknya.

Faktor Sistem Penyajian

Kurikulum
Struktur krikulum yang rigid, kurang menguntungkan bagi pebelajar
orang dewasa, karena banyak pokok-pokok bahasan atau topic-topik
yang tidak merupakan kebutuhan pebelajar orang dewasa. Kurikulum
sebaiknya harus fleksibel yang mengharuskan pebelajar dapat
mempelajari sesuai yang benar-benar dibutuhkan.

Bahan Ajar

Bahan ajar sebaiknya disusun dalam urutan logis, sistematis dan dari
urutan yang mudah mengarah ke tingkat yang lebih tinggi, dan setiap
penggal harus bermakna dan berguna bagi peserta didik dalam
kehidupan sehjari-hari/pekrjaannya.

Metode Penyajian
Metode penyajian sangat penting artinya bagi pebelajar orang dewasa.
Metode yang dipilih harus dapat menggerakan pebelajar untuk aktif
mencapai tujuan pemelajaran dengan komposisi kira-kira 30% ceramah,
60% latihan, dan 10% evaluasi. Disamping itu metode penyajian juga
harus mempertimbangkan karakter pebelajar orang dewasa dimana
suasananya harus dibuat informal, fleksibel, tidak mengancam, dan
nyaman sesuai dengan karakter unik pebelajar orang dewasa.

Dalam pendekatan andragogi, seorang instruktur, agen pembaharuan,
mempersiapkan terlebih dahulu sejumlah prosedur untuk melibatkan
pebelajar/ warga belajar dalam:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Menciptakan kondisi yang kondusif untuk belajar bagi pebelajar orang
dewasa
Menciptakan mekanisme perencanaan bersama-sama
Mendiagnosis kebutuhan belajar
Memformulasikan tujuan program yang memenuhi kebutuhan institusi,
pebelajar dan masyarakat.
Merencanakan pola pengalaman belajar
melaksanakan pengalaman belajar (kegiatan) yang sesuai dengan
materi dan metode pemelajaran, dan
melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mendiagnosis ulang kebutuhan
belajar (Knowles, 1980).

Kesemuanya tersebut di atas oleh Knowles disebut “model proses”.
Jadi penekanan pada andragogi ialah menyediakan prosedur dan
sumber-sumber untuk membantu belajar pebelajar orang dewasa
untuk meningkatkan pengetahuan, skill, kebiasaan, nilai-nilai, dan
kemampuan yang dibutuhkan. Secara sistematis perbandingan kedua
pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Perbandingan Asumsi dan Disain Pedagogi dan Andragogi
Asumsi

Konsep
diri

Penmgal
a-

Disain

Pedagogi

Andragogi

Tergantung

Meningkat
dapat
mengarah
kan diri
sendiri

Sedikit
berguna

Man

Pedagogi
Iklim

Pebelajar
kaya
pengalama
n untuk
pemelajar
an

Perenca
na-



Andragogi





Berorientasi
otoritas
Formal



Saling
menghargai
Kerjasama



Bersaing



Informal

Oleh guru/pengajar

Bersama-sama

An

Kesiapa
n

Berdasarka
n tingkat
perkemban
gan
biologis

Berdasark
an tugas
peran
social

Diagnosi
s
kebutuh
an

Oleh guru

Analisis nersama

Waktu

Lamaran
perlu
waktu

Lamaran
segera

Formula
si
Tujuan

Oleh guru

Negosiasi (bersamasama)

Orientas
i dalam
belajar

Berpusat
pada
bidang
studi

Brpusat
pada
masalah

Perenca
na-



Menurut
logika mata
pelajaran
ilmu/bidang
studi

Sekuen berdasarkan
kesiapan peserta
tergantung pada
masalah



Unit isi

An

Aktivitas

Teknik transformasi

Teknik pengalaman
(metode inkuiri)

Evaluasi

Oleh guru



Diagnosis
kebutuhan
bersama



Penilaian
program
bersama

Ada beberapa pertimbangan untuk menciptakan kondisi/lingkungan
yang kondusif untuk belajar bagi orang dewasa yaitu berdasarkan
beberapa aliran psikologi.

Berdasarkan teori psikologi ekologi, keadaan lingkungan fisik seperti
temperature, ventilasi, kemudahan mendapatkan makanan dan
minuman, ruang istirahat, tempat duduk yang enak dipakai (nyaman),
penerangan, bahkan akustik ruangan berpengaruh terhadap kualitas
pemelajaran orang dewasa. Bahkan warna ruang berpegaruh langsung
terhadap mood warga belajar.

Disamping itu, ukuran layout/penataan ruang juga berdampak langsung
terhadap kualitas pemelajaran. Knowles (1980), Alford (1968)
menyarankan penataan ruang yang berukuran besar sebagai tempat
umum. Bentuk oval, hexagonal, bundar sangat dianjurkan karena
mendorong tumbuhnya interaksi amtar pebelajar/peserta.

Para psikologi aliran behaviourist juga mendukung gagasan tersebut,
karena akan muncul umpan balik dengan segera (immediate feedback)
selama proses pemelajaran. Ahli-ahli psikologi humanistikpun
mendukung gagasan tersebut, karena lingkungan tersebut akan
mendorong peran aktif peserta (Dewey) dan mendorong penggunaan
daya yang konstruktif selama proses pemelajaran.

Iklim hubungan antar personal dan kemanusiaan juga sangat penting
ditumbuhkan, karena akan menumbuhkan motivasi, transfer atau
memelihara semangat belajar.

Lebih jauh ahli-ahli psikologi kognitif menekankan pentingnya iklim
psikologis yang teratur, tujuan yang jelas, penjelasan dan pengharapan
dan kesempatan yang baik, keterbukaan sustem, kejujuran dan umpan
balik yang objektif. Iklim yang diciptakan selanjutnya harus dapat
mendorong tumbuhnya eksperimen dan toleransi terhadap kesalahan
yang dibuat pebelajar.

Ahli-ahli psikologi kepribadian menekankan pentingnya iklim psikologis
dimana perbedaan individu dan budaya dihargai, sehingga
kekhawatiran/kecemasan yang berlebihan bias dikontrol untuk
mendorong motivasi, Motivasi berprestasi ditumbuhkan, demikian pula
motivasi berafiliasi juga didorong; sehingga perasaan/feeling juga
dipertimbangkan sebagai hal yang relevan sebagaimana ide-ide dan
skill. Iklim belajar diharapkan juga bias menumbuhkan “mental yang
sehat” (Waetjen & Leeper, 1966).

Ahli-ahli psikologi humanistic menyarankan iklim belajar harus
membuat peserta didik merasa aman, diperhatikan, diterima,
dipercaya, dihargai dan dimengerti, sehingga iklim harus menekankan
pada kolaborasi, bukan persaingan, menumbuhkan loyalitas grup,
mendukung hubungan interpersonal dan norma partisipasi interaktif.

Aspek lain yang mempengaruhi iklim belajar ialah struktur organisasi.
Penelitian menunjukkan struktur organisasi yang sangat hierarkis
mengurangi motivasi dan perbaikan diri dan lebih banyak menghambat
balajar seperti kekhawatiran yang berlebihan, daripada organisasi yang
strukturnya lebih bersifat fungsional dan ikatan dalam grup kerja atau
satuan tugas (Marrow, 1968).

Knowles menyimpulkan dalam model andragogi, setting iklim adalah
komponen yang paling krusial dalam keseluruhan proses kependidikan.
Jika iklim belajar tidak benar-benar menjunjung nilai-nilai organisasi
kemanusian, maka semua komponen lainnya akan tidak banyak
bermanfaat.

4. Menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama-sama

Perbedaan yang sangat mencolok dalam konsep pedagogi dan andragogi
ialah peranan pebelajar dalam partisipasinya pada perencanaan isi
program pelatihan/pemelajaran. Karena dalam andragogi peserta didik
adalah “self directing of learning” maka supaya kebutuhan belajar
mereka dapat diakomodasikan, dan mempunyai komitmen, mereka perlu
dilibatkan secara aktif dalam perencanaan program/isi pelatihan,
sehingga otoritas tidak sepenuhnya ada ditangan guru, programmer, atau
trainer/pelatih, melainkan juga tanggung jawab pebelajar.

4. Mendiagnosis Kebutuhan Belajar

Untuk menyusun tujuan pelatihan/pendidikan yang diwujudkan dalam
bentuk tingkah laku, unjuk kerja atau kompetensi, ada tiga sumber data
yang dipakai yaitu: individu, organisasi dan masyarakat.

Menurut teori psikologi kognitif, humanities, dan pendidikan orang
dewasa, peserta didik mempunyai persepsi sendiri tentang jadi apa yang
ia inginkan, apa yang ingin dicapai dan sampai tingkat apa yang ingin
diraih, adalah merupakan pijakan (starting point) untuk menyusun tujuan
pelatihan/ pemelajaran.

Persepsi organisasi yang perlu diperhitungkan, diperoleh melalui analisis
system dan analisa unjuk kerja (Magner, 1972) dan analisis internal
uraian pekerjaan (job description), laporan produktivitas, laporan
supervisor/ penyelia, daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) dan
studi tentang efekstifitas kerja.

Persepsi social yang perlu diperhitungkan adalah unjuk kerja atau
kompetensi berdasarkan analisa para ahli, para professional, laporan
penelitian, buku-buku literature, maupun laporan periodic.

Ketiga sumber tersebut, dilakukan analisa yang komprehensif sehingga
ditemukan program yang ideal sesuai kompetensi yang dituntut oleh
sumber-sumber tersebut.

Menurut teori andragogi, komponen yang kritis dalam analisa tersebut
ialah mencari kesenjangan antara kemampuan/kompetensi pebelajar
yang sekarang dan kemampuan/kompetensi yang diinginkan, sehinga
penilaian bersifat “self assesment”. Programmer dapat mengembangkan
instrument dan prosedur untuk mendapatkan data tersebut di atas yang
dapat diisi oleh pebelajar secara obyektif.

4. Menyusun Tujuan Program Pelatihan

Para ahli psikologi dangan keahliannya, berbeda pendapat tentang
penyusunan tujuan pemelajaran dan pelatihan, dan bahkan perbedaan
tersebut kadang-kadang menjadi pertentangan.
Aliran behavioris misalnya berpendapat bahwa tujuan pelatihan/
pemelajaran tidak artinya bila tidak dinyatakan dalam kalimat yang
berbentuk perilaku/behaviour yang tepat, dapat diukur dan dapat
dilihat/observable.

Tough (1979) dalam analisisnya bagaimana peserta didik orang dewasa
terlibat dalam proyek-proyek pemelajaran yang independent menyatakan
bahwa tujuan selalu berkembang sesuai dengan konsep inkuiri dimana
tingkat, kesempatan, dan kompetensi selalu berubah.

Maslow (1970) dengan konsepsinya bahwa “self actualization” adalah
tujuan ahir dari pemelajaran, formulasi tujuan pelatihan adalah proses
yang sangat dinamis yang terjadi melalui interaksi pebelajar dengan
pengalamannya.

Sebagai kesimpulan, tentang penyusunan tujuan pemelajaran adalah
kompromi dari teori-teori tersebut di atas yaitu untuk pelatihan
cenderung menggunakan konsep teori behavioris yaitu dalam kata kerja
tingkah laku yang dapat diamati dan diukur, sedangkan untuk pendidikan
lebih berorientasi pada orientasi proses inkuiri. Menurut teori andragogi,
pebelajar cenderung menolak (resist) bila mereka tidak bebas memilih
sesua dengan analisa diagnosa kebutuhannya.

4. Merencanakan Pola Pengalaman Belajar

Menuut teori andragogi pola pengalaman belajar meliputi pemilihan
masalah berdasarkan identifikasi oleh peserta didik melalui diagnosis diri
(self diagnostic) dan pemilihan format yang cocok (pemelajaran melalui
aktivitas individu, grup atau kelas). Perencanaan unit-unit belajar
berdasarkan pengalaman dan menggunakan metode dan bahan, dan
menyusunnya dalam sekuen berdasarkan kesiapan belajar.

Tough (1979) menyarankan program sebaiknya terdiri dari proyek-proyek
individu dan grup secara simultan, dan masing-masing proyek harus
relevan dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik harus dapat
memanfaatkan tenaga ahli, guru, rekan-rekan sepemelajaran, bahkan
sumber-sumber belajar dari masyarakat dan bahan-bahan cetak maupun
software dan audio visual lainnya.

4. Melaksanakan Kegiatan Pemelajaran

Faktor ang sangat krusial dalam melaksanakan kegiatan pemelajaran
ialah kualitas tenaga pengajar. Umumnya tenaga pengajar menguasai
dan hanya tahu bagaimana mengajar dengan pendekatan pedagogi, dan
kurang memahami konsep andragogi secara tubtas. Kita harus melatih
diri kita menjadi tenaga pengajar orang dewasa (andragogical teacher)
melalui pelatihan baik program preservice maupun service.

4. Evaluasi Program
Menurut Donald Kirkpatrik (1971) konsep evaluasi dalam andragogi
meliputi: evaluasi reaksi (reaction evaluation), evaluasi hasil belajar
(learning evaluation), evaluasi tingkah laku (behaviour evaluation) dan
evaluasi hasil (results evaluation).

Evaluasi reaksi ialah untuk mendapatkan data tentang respon pebelajar
terhadap program yang meliputi: apa yang paling mereka sukai dan apa
yang paling mereka tidak sukai, dan apa presepsinya terhadap program
pelatihan.

4. Metode Pemelajaran

Setelah selesai merumuskan tujuan pemelajaran dan alat evaluasi,
seorang pengajar juga harus memikirkan bagaimana menstransfer
pengetahuan, skill, nilai-nilai, sikap dan lain sebagainya kepada pebelajar
orang dewasa secara efekti dan efesien menurut karakter dan cara-cara
orang dewasa belajar.
Adapun metode pemelajaran yang digunakan, kegiatan pemelajaran
harus menghargai peserta.

Beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode pemelajaran antara
lain:

1. Karakteristik pebelajar orang dewasa
2. Tujuan pemelajaran
3. Kegunaan metode yaitu dapat menggerakkan pebelajar menuju ke
tujuan pemelajaran
4. Waktu yang tersedia
5. Biaya
6. Sumber daya manusia
7. Fasilitas yang diperlukan dan yang tersedia
8. Rasio teori berbanding praktik, kira-kira sebagai berikut:
o ceramah kurang lebih 30 %
o latihan kurang lebih 60 %
o evaluasi kurang lebih 10%
Penggunaan metode tersebut juga harus didasarkan pada ingkat berfikir
sebagai hasil belajar yang diharapkan seperti disusun oleh Bloom di
bawah ini:

Diagram tersebut, dapat dilihat bila peserta dalam tugas-tugasnya nanti
banyak menggunakan skill kognitif yang tinggi seperti aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi (judgment) maka metode harus dipilih sehingga
kegiatan lebuh banyak pada peserta/pembelajar seperti metode diskusi,
latihan memecahkan masalah, role plays (main peran), dan studi kasus.

Jika peserta diharapkan mampu menerapkan kemampuannya, membuat
keputusan, memecahkan masalah atau menilai dan membuat judgment
metode ceramah kurang cocok untuk keperluan tersebut. Tetapi bila
peserta didik diharapkan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman, maka metode ceramah diskusi, dan Tanya jawab cukup
memadahi.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode, dengan tujuan,
keuntungan dan kelemahan serta persyaratan dan prosedur
penggunaannya.

1. Metode ceramah/Lecture

Metode ceramah ialah presentasi bahan dengan oral yang sudah
dipersiapkan oleh tenaga instruktur/dosen/ahli/widyaiswara.
Tujuan ceramah
1. untuk presentasi materi yang factual secara langsung dan logis
2. untuk presentasi pendangan/pendapat pada masalah yang
controversial
3. untuk menambah pengalaman peserta

4. untuk memberi inspirasi peserta
5. untuk mendorong berfikir dan belajar lebih jauh terhadap problem
dan untuk membuka diskusi pada topik tertentu.
Keuntungan
1. cocok untuk segala ukuran audience
2. mudah diorganisasikan
3. beberapa orang lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan
daripada membaca.
Keterbatasan
1. sangat sulit mencari tenaga ahli yang sekaligus pembicara yang baik
2. partisipasi peserta menjadi pasif
3. pengaruh atau dampak terhadap peserta sulit diukur, karena umpan
balik terbatas.
4. hanya beberapa pertanyaan yang bias dibahas, dan tantangan yang
dapat diungkap sangat kecil.

Persyaratan Ruangan
1. Penataan kursi harus memadai, sehingga semua pebelajar melihat dan
mendengarkan pembicaraan dengan enak.
2. Panggung untuk pembicara lebih tinggi dari tempat duduk
peserta/pebelajar

Prosedur pelaksanaan
1. Ketua/moderator memperkenalkan pembicara kepada audience
dengan beberapa komentar tentang posisi pembicara, pengalaman
dan kualifikasi khususnya.
2. Jika alat-alat Bantu seperti film, slide, peta, dan lain sebagainya
digunakan, alat-alat Bantu tersebut harus cocok dengan masalah dan
audience dan harus meningkatkan intens peserta dan bukannya
mengganggu.
3. Pada kesimpulan akhir, moderator harus berterima kasih kepada
pembicara atas presentasinya termasuk jawaban dari pertanyaan.

2. Demonstrasi

Demonstrasi adalah presentasi yang menggambarkan bagaimana
melakukan sesuatu atau menggunakan sesuatu prosedur. Biasanya
diikuti dengan meminta peserta/pebelajar melakukan kegiatan di bawah
petunjuk instructor. Pada dasarnya demonstrasi adalah presentasi visual
yang dibantu dengan diskusi.

Tujuannya
1. mengajar peserta/pebelajar untuk melakukan tugas atau skill
2. untuk memperlihatkan teknik baru atau prosedur
3. untuk meyakinkan peserta/pebelajar bahwa produk baru, atau cara
baru lebih efisien.
Keuntungan:
1. Peserta akan lebih yakin apa yang dilihat, dari pada apa yang
didengar atau dibaca.
2. Bahan nyata atau model yang digunakan
3. Kecepatan fleksibel, dan pendemo dapat mengubah kegiatan sesuai
keinginan peserta dan dapat dilakukan berulang-ulang
Keterbatasan
1. Memakan waktu dan biaya, lebih-lebih alat-alat berat sulit
didatangkan.
2. Jika obyek sangat kecil, jumlah peserta/pebelajar dapat mencoba

Persyaratan fisik
1. Tempat demonstrasi lebih tinggi dari peserta/pebelajar dan
penerangan harus cukup
2. Materi/bahan yang akan didemonstrasikan harus cukup.

Prosedur Pelaksanaan
1. Demonstrator/pendemo mempersiapkan semua bahan, alat-alat dan
memlih lokasi yang cocok.

2. Demonstrator/pendemo mempresentasikan demonya, dan diikuti
Tanya jawab.
3. Peserta mencoba sesuai dengan yang telah didemonstrasikan, di
bawah bimbingan demonstrator.

3. Brainstorming

Brainstorming (curah pendapat) adalah teknik dimana berfikir kreatif
dikumpulkan sebelum melakukan kegiatan/aplikasi. Idenya ialah untuk
mendapatkan ide-ide yang mungkin bias diterapkan. Peserta didorong
secara bebas mengemukakan pendapat tanpa gangguan dari yang lain.

Tujuan





Untuk mendapatkan ide yang baru sebanyak mungkin
sebelum didiskusikan/ dievaluasi
Untuk mendorong peserta berfikir di luar masalahmasalah praktik sehari-hari
Untuk memecahkan masalah, dimana cara-cara yang
konversional tidak mampu lagi untuk memecahkannya.
Untuk mengembangkan berfikir kreatif

Keuntungan:




Banyak peserta didik akan bebas mengemukakan pendapat dalam
brainstorming
Penyesuaian masalah yang tidak terpecahkan akan ditemukan
Semua peserta dapat didorong berpartisipasi.

Keterbatasan




Banyak peserta kesulitan bebas dari hal-hal praktik & hal-hal yang
sudah diketahui
Banyak ide-ide, saran-saran, mungkin tidak berharga/bermanfaat.
Pada sisi evaluasi perlu mengkritik ide-ide teman sendiri.

Persyaratan fisik/ruangan




Ruangan dilengkapi dengan alat Bantu untuk mencatat secara tepat
dan dapat disimpan bila suatu saat digunakan lagi.
Meja sebaiknya bulat, atau semi bulat agar brainstorming berjalan
efektif.

Prosedur




Ketua menjelaskan prosedur yang digunakan, dicatat dan dipilih
sebagai saran-saran.
Setelah ide-ide muncul, harus dicatat dan semua anggita tahu
Ide-ide diskusikan untuk menentukan jika mempunyai nilai praktis
untuk memecahkan masalah yang ada.

3. Studi Kasus (Case Study)

Studi kasus adalah catatan yang detail akan kejadian, kejadian yang
berurutan dan berseri, yang dapat dipresentasikan dalam grup baik
secara lisan maupun tertulis.

Tujuan




Untuk mempresentasikan masalah dimana grup/kelompok memberi
perhatian
Untuk mempresentasikan dan menganalisa untuk memecahkan
masalah yang mirip dengan yang dihadapi oleh grup tersebut.
Untuk mengajarkan proses memecahkan masalah

Keuntungan




Memberi catatan secara mendetail terhadap masalah yang sedang
dipelajari
Membantu peserta melihat berbagai alternative pemecahan masalah
Membantu peserta mengembangkan kemampuan analisis dan
pemecahan masalah.

Keterbatasan





Beberapa individu tidak melihat masalah dalam kasus yang relevan
dengan situasi atau grupnya.
Memerlukan banyak waktu & pembahasan untuk mengembangkan
kasus
Beberapa anggota grup berlebihan dalam berpartisipasi sedangkan
lainnya tidak aktif.

Persyaratan Ruangan
Persyaratan ruangan berpariasi dari presentasi satu dengan lainnya. Bila
kasus dipresentasikan melalui acting, panggung diperlukan. Bila alat
Bantu visual diperlukan, ruangan harus cocok dengan tuntutan
tersebut. Bila studi kasus dalam bentuk tulisan, kursi, meka dan alatalat tulis untuk mencatat sangat diperlukan.

Prosedur pelaksanaan




Materi bila tertulis diberikan kepada peserta untuk dibaca
sebelumnya
Teknik yang cocok untuk presentasi & diskusi perlu dipilih, dan
bagian tertentu perlu dicoba/dilatih bila perlu
Moderator memperkenalkan topic, menjelaskan apa studi kasusnya,
tanggungjawab individu, kemudian memimpin diskusi dan aktivitas
lainnya. Diskusi grup untuk mencari solusi masalah, ditempatkan
pada bagian kedua

3. Panel

Panel adalah sebuah grup yang terdiri dari 4 sampai 8 orang dengan
keahlian khusus, menjelaskan/melaksanakan pembicaraan secara teratur
pada topik yang telah ditentukan.

Tujuan




Untuk mengidentifikasi dan mencari problem atau isu-isu penting.
Untuk memberi peserta pemahaman berbagai aspek dari satu
masalah/problem
Untuk menimbang keuntungan & kerugian dari suatu tindakan.

Keuntungan



Panel menimbulkan kontrak informal dengan peserta.
Pergantian pembicara dan pandangan menumbuhkan interes peserta
dan mendorong diskusi

Keterbatasan





Panel tidak dapat mencover semua aspek dalam masalah, atau
menekankan secara berlebihan dalam suatu aspek.
Aspek-aspek dalam masalah mungkin tidak dalam urutan yang logis
Perbedaan pendapat yang tajam antara anggota panel dapat
mengganggu kemajuan pemecahan masalah
Untuk mengendalikan diskusi supaya maju/efektif memerlukan
moderator yang terampil.

Persyaratan ruangan




Kursi peserta ditata sedemikian rupa sehingga mereka dapat melihat
& mendengar pembicara dengan enak.
Panggung harus cukup luas sehingga semua panelis dapat duduk dan
menghadap kepeserta dengan leluasa.
Sound system harus ditata sedemekian rupa sehingga pembicaraan
dapat didengar dari mana saja dengan jelas.

Prosedur Pelaksanaan




Anggota panel diperkenalkan oleh moderator. Masing-masing
membuat pertanyaan/penjelasan sebelum bertukar ide dan komentar
mulai.
Panel dapat digunakan untuk mengembangkan masalah/subyek
melalui pembicaraan singkat. Mungkin bias diikuti oleh forum untuk
memerluas diskusi dan melibatkan peserta.

3. Main Peran (Role Playing)

Main peran adalah metode dimana beberapa orang berakting sepert
dalam kehidupan yang nyata didepan grup. Kenudian grup

mendiskusikan implikasi dari problem yang didramatisasikan, untuk
dicari pemecahannya, meliputi:
1. Menguji masalah dalam hubungan manusia
2. Mencari kemungkinan pemecahan masalah yang
menimbulkan emosi untuk memberi pemahaman
dan mengubah perilaku untuk memecahkan
masalah.
Keuntungan






Merupakan jalan yang didramakan untuk
mempresentasikan masalah & mendorong
diskusi
Dapat memberi jalan untuk berbagai solusi
dan mencari pemecahan masalah tanpa
membahayakan kehidupan nyata, dan
pendekatan coba dan salah.
Memungkinkan peserta untuk bertukar
pikiran.

Keterbatasan




Beberapa orang terlalu berorientasi pada dirinya pada dirinya dan
sukses berakting, sedangkan lainnya malu-malu dan kelihatan tidak
lucu/demam panggung.
Rale play/main peran pada audience yang banyak kurang sukses
karena pengaruh intimidasi audience terhadap beberapa pemain.

Persyaratan fisik/ruangan





Problem atau situasi didefinisikan secara jelas oleh grup sebelum
main peran dimulai, dengan scenario.
Pemain harus diseleksi terlebih dahulu, dan perlu diberi
semangat/pemanasan untuk mendapatkan spirit
Pemimpin memperbolehkan anggota berakting sesuai peran untuk
memperjelas pemahaman
Setelah diskusi, pemain periode kedua dipilih untuk memainkan
kembali scenario.

3. Tim Teaching

Warwick menyatakan “team teaching” adalah sebagai berikut:

“A form of organisation which individual teachers decide to pool

resources, and expertise in order to decive and implement a scheme of
work suitable to the needs of their students and their facilities of their
reaching institution”.
J.T. Shaplin mengenai team teaching menyatakan sebagai berikut:

“Two or more teachers are given responsibility, working together for all,
or a significant part of the instructution of the same group of students”.

I.J. Singer menulis team teaching sebagai berikut:

“An arrangement whereby two or more teachers with of with out teacher
aids, cooperatively plan, intrust and evaluate one are more scasses in a
appropriate intrucional space and given length of time, so as to take
advantage of the special competen cies of the team members”.

1. Dari definisi-definisi team teaching dapatlah disimpulkan bahwa team
teaching merupakan “suatu bentuk organisasi instruksional”
termasuk di dalamnyapengajar/WI dan karyasiswa/mahasiswa
bertugas di dalamnya, dimana dosen/WI mempunyai tanggung jawab
untuk semua gabungan organisasi dari teknik-teknik mengajar
tersebut. Pengembangan secara rasional team teaching, diperlukan
perhatian:
1. Kewajaran dan karakteristik dari kelompok karyasiswa
2. Tugas-tugas dan tujuan-tujuan yang akan dan harus diperoleh
kelompok karyasiswa.

Team teaching tidaklah diasumsikan bahwa “team teaching” akan
mengobati semua penyakit “belajar dan mengajar”.

Bahwa penggunaan team teaching harus memenuhi pertimbanganpertimbangan akan tujuan yang harus diyakini dan pertimbangan
realisasi yang paling menguntungkan/efisien.

2. Goffman mengusulkan bahwa karakteristik yang harus ada pada team
teaching ialah:
o
o
o
o

Co-operation
Cohesion
Mutual dependence
Familiarity

Konsep dari Goffman di atas dan sebagaimana telah ia kembangkan
banyak dipakai dan dilaksanakan dengan dua atau lebih beberapa
pengajar menciptakan kesamaan pendapat dalam mengajar untuk
melaksanakan team teaching.

Kesamaan pendapat dalam merencanakan pemelajaran dengan team
teaching ini haruslah meliputi:












perencanaan bersama instruksional dan evaluasi
pengelompokkannya siswa/mahasiswa untuk tujuan-tujuan
khusus(group besar untuk lecture, grup kecil untuk tujuan diskusi,
studi private).
penjadwalan harian maupun mingguan
penggunaan alat-alat Bantu mengajar
perimbangan kemampuan WI/Dosen dengan mengingat bakat,
peranan dan statusnya
penggunaan ruangan media dari sumber media
peranan dan status karyasiswa yang sedang belajar
metode-metode pemelajaran yang akan dipergunakan
organisasi team reaching dan hubungan antara WI/Dosen dengan
karyasisiwa/mahasiswa
biaya yang harus dipikirkan.

2. Team teaching dapat dibedakan:




“Single discipline team” (Team untuk satu disiplin ilmu)
“Interdisciplinary team” (Team Teaching untuk antar
disiplin ilmu)



“School within school team? (Team Teaching untuk
sekolah).

Team Teaching untuk satu disiplin ilmu biasanya terdiri dari dua atau
tiga instruktur yang berasal dari bagian atau jurusan yang sama, secara
bersama-sama pelaksanakan pengajaran pada suatu kelompok pebelajar.

Waktu mengajarnya secara berurutan/berdampingan.
Sedangkan team teaching untuk antar ilmu dimaksudkan untuk
kepentingan suatu kelompok karyasiswa/mahasiswa menerima program
pelajaran yang berbeda dari team instruktur yang berasal dari berbagai
disiplin ilmu.

Sedangkan team yang ketiga (school within school) merupakan kelompok
WI/Dosen yang berasal dari berbagai disiplin lilmu, bertanggung jawab
akan sekelompok karyasiswa yang sama, merupakan kebulatan yang
dilaksanakan dalam waktu yang agak luas, biasanya memakan waktu dan
kelas diusahakan terpelihara untuk tujuan team.

3. Materi Pemelajaran
Biasanya materi terdiri dari suatu pokok-pokok penyajian (key
presentation) di dalam kelas atau grup yang besar kemudian
diikuti/dilanjutkan dengan kegiatan kelompok-kelompok kecil.

Key presentation memerlukan teknik atau cara yang be