Politik Luar Negeri Indonesia Era Habibi

Tugas Essai Mata Kuliah Polugri RI
Nama : Akbar Kurniadi
Prodi : Hubungan Internasional/ Smstr 6
NIM : 1112113000092
Politik Luar Negeri Indonesia Era Habibie: kebijakan Presiden Habibie dalam
mengatasi krisis yang melanda perekonomian Indonesia
(kaitannya dengan IMF)

Essai ini akan membahas tentang Politik Luar Negeri Indonesia Era Habibie
dengan fokus pertanyaan, “kebijakan apa yang dikeluarkan Presiden Habibie dalam
mengatasi krisis yang melanda perekonomian Indonesia (kaitannya dengan IMF)?.”
Kenaikan B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI disambut dengan
keadaan perekonomian Indonesia yang melemah akibat krisis ekonomi di Asia, yang
dimulai pada 1997. Indonesia bersama Korea Selatan dan Thailand, menurut data resmi
IMF, mengalami kontradiksi perekonomian yang cukup besar, yang tingkat GDP masingmasing negara (Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan) pada tahun 1998 mengalami
penurunan sebesar -14,1 persen, -10,8 persen, dan -6,7 persen 1. Thailand dan Korsel
berhasil keluar gari krisis ekonomi, sedangkan Indonesia masih tetap terpuruk,
mencemaskan, dan diliputi ketidakpastian, sesuatu hal yang dikhawatirkan mengancam
transisi dari otoriterisme menuju demokrasi.
Pada saat menggantikan Presiden Soeharto, Mei 1998, posisi Presiden BJ Habibie
amat lemah. Habibie tidak hanya mendapat perlawanan dari oposisi di luar parlemen

tetapi ia juga harus menghadapi manuver-manuver dari kubu nasionalis maupun tentara
dalam tubuh Golkar, yang ingin menyingkirkannya melalui Sidang Istimewa MPR.
Mandat reformasi dan demokrasi disuarakan oleh oposisi di luar parlemen dan
mahasiswa.2 Gusfield3 menyatakan bahwa kepentingan-kepentingan yang dikemas dalam
1 Universitas Indonesia, “Reformasi Indonesia Pasca Soeharto: Dari BJ Habibie sampai Abdurrahman,”
Suara Pembaharuan, 23 Agustus 2001, hal. 1.
2 Visnhu juwono dan Herdi Sahrasad dalam Universitas Indonesia, “Reformasi Indonesia Pasca Soeharto:
Dari BJ Habibie sampai Abdurrahman,” Suara Pembaharuan, 23 Agustus 2001, hal. 1.
3 Gusfield, Joseph R. 1994. “ The Reflexivity of Social Movements : Collective Behavior and mass Society
Theory Revisited” in Enrique Larana, Hank Johnston, and Joseph R. Gusfield. New Social Movements :
From Ideology to Identity.Philadelphia : Temple University Press, hal. 59.

suatu gerakan sosial didasarkan pada perhatian untuk mereformasi dan menentang
mobilisasi partisan dalam suatu upaya terorganisir untuk mengubah struktur institusional
dan politik masyarakat.
Akan tetapi tanpa diduga Habibie berhasil mengonsolidasikan kekuatannya untuk
mempertahankan kekuasaannya. Menghadapi kalangan nasionalis dan para purnawirawan
TNI di tubuh Golkar (Pada saat itu belum menjadi partai), ia beraliansi dengan Akbar
Tanjung sebagai Ketua Umum Golkar dalam kongres luar biasa partai itu. 4 Ini merupakan
tugas berat bagi Habibie untuk memulihkan Indonesia menuju ke arah pembangunan

ekonomi dan iklim politik demokrasi yang lebih baik dalam kondisi yang kurang
mendukung. Maka untuk menjawab pertanyaan utama di atas penulis berusaha
menyajikan beberapa analisis yang kemudian dapat disimpulkan sukses atau tidak
Habibie menyelamatkan perekonomian Indonesia. Namun dari beberapa kebijakan yang
dikeluarkan Habibie, seperti; membuka kebebasan berpendapat dan kebebasan pers;
penyelesaian masalah Timor Timur; mengadakan pemilihan umum dll, penulis hanya
memfokuskan penulisan essai pada kebijakan Pemerintah Habibie terhadap IMF.
Pertama, Habibie membentuk menteri Kabinet Reformasi Pembangunan yang
diharapkan mampu menyusun langkah-langkah proaktif menjalankan roda pembangunan
bangsa. Beberapa orang yang ditunjuk mengisi jabatan menteri diantaranya; Bambang
Subianto (Menteri Keuangan); Rahardi Ramelan (Menperindag); Ginandjar Kartasasmita
(Menko Ekuin); Hamza Haz (Meninves); Marzuki Usman (Menparsendibud).
Kedua, Presiden Habibie tetap mempertahankan dan mengandalkan dukungan
negara-negara barat, terutama AS, dan dukungan finansial dari IMF ketimbang lebih
berfokus dalam mengembangkan kedekatan hubungan dengan negara-negara Timur
Tengah.5 Hal ini karena Indonesia pada saat itu menghadapi terjangan krisis finansial,
transisi politik, dan memulihkan keamanan publik sehingga isu-isu domestik masih
menjadi prioritas kebijakan rezim Habibie. Nuansa Islam dalam perumusan politik luar
negeri


Habibie hanya sebatas pada kepentingan untuk mempertahankan legitimasi

rezimnya dan kepentingan-kepentingan politisnya. Dilema politik luar negeri Indonesia
pada era Habibie adalah bagaimana mengakomodasikan aspirasi Islam sebagai 1 kesatuan
4 Ibid.
5 Rizal Sukma, “Islam in Indonesia Foreign Policy”, Taylor & Francis e-Library, 2004, hlm. 85.

dan peran IMF serta kekuatan eksternal lainnya seperti AS dalam keberlangsungan
Indonesia. Pada akhirnya politik luar negeri Indonesia era Habibie tetap melanjutkan
politik luar negeri era Suharto.6
Menurut Habibie (2006), jikalau dipelajari masalah perbankan di Indonesia yang
sedang kita hadapi, maka perkembangan krisis perbankan tahun antara 1997-1998 dapat
kita bagi dalam tiga fase7 yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan
lainnya:
Fase pertama dimulai sejak krisis berlangsung pada bulan Juli 1997 huingga
akhir Januari 1998, yaitu pada saat pemerintah mengambil kebijakan antara meredakan
krisis melalui program jaminan pemerintah terhadap kewajibanmembayar bank umum
serta pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Fase kedua berlangsung sejak awal Februari 1998 hingga meredanya gelombang
bank rush pada akhir oktober 1998.

Fase ketiga merupakan periode pemulihan kembali perbankan sejak bulan
Oktober 1998 hingga selesai. Habibie memutuskan untuk melanjutkan kebijakan yang
telah diambil Pak Harto dengan memanfaatkan “Tim Ekonomi” yang dosempurnakan
dengan pelaksanaan yang lebih transparan, cepat, dan tegas untuk mendahului
permasalahan yang cepat berkembang. Oleh karena itu, fase kedua harus Ia selesaikan
secara tuntas dalam waktu yang singkat dan selanjutmya meletakkan dasar pemikiran,
prinsip, dan system untuk memasuki fase ketiga, yaitu fase pemulihan kembali perbankan
yang harus dilanjutkan oleh siapa saja yang menjadi presiden keempat nanti. Untuk itu,
dalam rangka meredam krisis perbankan perlu dilaksanakan program jaminan pemerintah
terhadap kewajiban bank umum. Disamping itu, perlu lebih difungsukannya BPPN untuk
mereima penyerahan sejumlah bank yang tidak sehat dari Bank Indonesia, untuk
disertakan dalam program penyehatan. 8
Sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia, maka pada tanggal 2 Oktober 1998, berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 75 Tahun 1998, Bank Mandiri berdiri. Kemudian, pada bulan Juli
1999, empat bank milik pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank
6 Ibid.
7 Bachruddin Jusuf Habibie, Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi
(Jakarta: THC Mandiri, 2006), hal. 179.
8 Ibid., hal. 178.


Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung dalam Bank
Mandiri menjadi kenyataan.9 Sejarah keempat bank tersebut dapat ditelusuri lebih dari
140 tahun yang lalu. Keempat bank tersebut telah turut membentuk riwayat
perkembangan dunia perbankan Indonesia.
Ketiga, Presiden Habibie melakukan pemisahan BI dari pemerintah dengan
pertimbangan bahwa subjektivitas BI tidak mungkin bertanggung jawab kepada Presiden
yang memiliki kedudukan dan kepentingan politik. Ini bisa mengakibatkan kebijakan
professional Gubernur BI menjadi tidak tepat karena kendala politik. Sedang, BI harus
menghasilkan mata uang rupiah yang berkualitas tinggi. Artinya, nilai tukar terhadap
valuta asing, dalam hal ini dolarAS, harus menentu dan stabil. Ini hanya mungkin terjadi,
apabila BI dapat bekerja dan berkarya secara objektif dan professional, serta
pertanggungjawabannya diatur oleh Tap MPR dan Undang-Undang.10
BI harus berkonsentrasi pada peningkatan dan pemeliharaan kualitas mata uang
rupiah, sedangkan pemerintah harus menepati janjinya untuk melaksanakan pemerataan
hasil pembangunan secara adil, menciptakan lapangan kerja, mengurangi inflasi,
memperbaiki system pendidikan, system riset teknologi dan system kesehatan.
Sekali lagi Habibie menegaskan bahwa keputusannya memisahkan BI dari
pemerintah bukan karena ada tekanan dari IMF atau dari pakar Penasihat Presiden
Soeharto dalam bidang ekonomi. Keputusan tersebut diambilnya secara murni

berlandaskan pemikiran dan analisis yang sangat rasional. Habibie bahwa jika Gubernur
BI duduk di dalam Kabinet Reformasi Pembangunan, maka objektivitas BI akan menurun
dan dapat menjadi salah satu sumber KKN. 11
Soeharsono Sagir (pengamat ekonomi UNPAD) setuju dengan langkah yang
dilakukan oleh Presiden Habibie. Menurut Soeharsono “memang seharusnya sejak dulu
jabatan Gubernur BI tidak dimasukkan atau tidak disamakan dengan jabatan menteri di
dalam kabinet pembangunan yang nota bene adalah pembantu Presiden. Pak Habibie
kemarin mengatakan bahwa jabatan Gubernur BI tidak dimasukkan ke dalam kabinet
karena mempunyai kedudukan tersendiri di dalam perekonomian nasional. Kebijakan
baru memisahkan jabatan Gubernur BI dengan menteri kabinet ini sesuai dengan apa
9 Ibid., hal. 194.
10 Ibid.,
11 Ibid., hal. 195.

yang diinginkan IMF, dimana fungsi BI harus dikembalikan ke fungsi asalnya sebagai
bank sentral yang tidak bisa dicampuri kepentingan pemerintah.”12
Selama ini kebijakan BI itu diatur pemerintah atau bisa juga dikendalikan menteri
keuangan. Ini salah kaprah. Tugas menteri keuangan adalah membuat kebijakan moneter,
sedangkan tugas BI adalah mengatur peredaran uang dan melakukan tugas pengawasan
prudent banking system. Jadi timbul pertanyaan apakah dengan munculnya nama baru di

Kabinet Reformasi Pembangunan kita optimis perekonomian nasional pulih kembali?
Maka jawabannya adalah optimis sekali, tidak. Namun, bila dibandingkan dengan
menteri-menteri di dalam Kabinet Pembangunan VII, yang ini masih sedikit memberikan
harapan bagi banyak orang. Disini aspirasi masyarakat, mahasiswa, dan pihak luar negeri
seperti IMF terlihat jelas.13 Paling tidak itulah penilaian Soeharsono sagir.
Menteri keuangan Bambang Subianto dan Ketua BPPN Glenn S Yusuf diduga
dekat dengan kubu “teknokrat” Orde Baru yaitu Widjoyi Nitisastro, adalah dua teknokrat
yang menjadi tumpuan bagi IMF untuk melaksanakan program restrukturisasi
perekonomian Indonesia. Hasilnya dapat dilihat pada upaya penyehatan bank dengan
melikuidasi 38 bank swasta domestik serta membuat Bank Indonesia lebih independen
sehingga tidak ada lagi overlapping antarfungsi moneter yang dijalankan oleh Bank
Indonesia dengan fungsi fikal yang dijalankan oleh departemen keuangan.14
Dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Habibie, program “Reformasi
Pembangunan,” pemerintah berhasil menghentikan free fall atau jatuh bebas nillai tukar
rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat pada Rp 15.000 per dolar AS (Juni
1998) menjadi Rp 6.700 per dolar AS (Juni 1999). Demikian pula hiperinflasi dari sekitar
78 persen dapat dikembalikan menjadi sekitar 2 persen. Dengan asumsi rata-rata
pertumbuhan GNP per kapita pertahun 11-12 persen, maka GNP per kapita sebesar 1135
dolar AS yang pernah dicapai pada tahun 1996.15 Ini merupakan keberhasilan yang harus
diapresiasi oleh bangsa Indonesia, karena perjuangan Pak Habibie saat itu Indonesia

mampu keluar dari kubangan krisis yang melemahkan perekonomian kita.
12 “Kabinet Reformasi Pembangunan Indonesia sesuai aspirasi rakyat dan IMF,” Bisnis Indonesia kolom.
11,
25
Mei
1998;
tersedia
di
http://kepustakaanpresiden.perpusnas.go.id/uploaded_files/pdf/article_clipping/normal/KABINET
%20REFORMASI%20PEMBANGUNAN%20SESUAI%20ASPIRASI.pdf; diakses pada 20 April 2015.
13 Ibid.,
14 Universitas Indonesia, op. cit., hlm. 2.
15 Bachruddin Jusuf Habibie, op. cit., hlm. 222.

Meskipun Presiden Singapura Lee Kuan Yew berusaha mendiskritkan
kemampuan Habibie untuk memimpin Indonesia16, tetapi Habibie menunjukkan bukti.
Lee Kuan Yew pun segera mengirimkan surat resmi melalui Tanri Abeng (Menteri
BUMN), yang isinya,”saya (Lee Kuan Yew) salah tentang anda.17
Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha
keras dan perubahan mendasar dari para tokoh reformis yang duduk di kabinet. Namun,

perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang benar-benar reformis dalam
menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya, beliau terpaksa
menjalankan 50 butir kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga
penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada tahap
penyembuhan. Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh.

Daftar Pustaka
Bachruddin Jusuf Habibie. Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang
Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri, 2006.
16 James Luhulima,”Hidupnya Didedikasikan bagi Singapura”, Kompas, No. 259 , 24 Maret 2015, hal. 15,
kol.1-3.
17 Ibid.,

Bisnis Indonesia, “Kabinet Reformasi Pembangunan Indonesia sesuai aspirasi
rakyat

dan

IMF,”


kolom.

11,

25

Mei

1998;

tersedia

di

http://kepustakaanpresiden.perpusnas.go.id/uploaded_files/pdf/article_clipping/normal/K
ABINET%20REFORMASI%20PEMBANGUNAN%20SESUAI%20ASPIRASI.pdf;
diakses pada 20 April 2015.
Horton, Paul B & Chester L. Hunt. Sosiologi edisi keenam (terjemah Aminudin
Ram & Tita Sobari). Jakarta, Erlangga, 2004.
James Luhulima,”Hidupnya Didedikasikan bagi Singapura”, Kompas, No. 259 , 24 Maret

2015, hal. 15, kol.1-3.

Nordholt, Henk Shculte & Irwan Abdullah. INDONESIA : In Search of Transition.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002.
Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa.
Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa Periode 1966 – 1995 Jilid
IVA. Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 2005.
Rais, Muhammad Amien. Agenda Mendesak Bangsa : Selamatkan Indonesia.
Yogyakarta: PPSK, 2008.
Rizal Sukma. Islam in Indonesia Foreign Policy. Taylor & Francis e-Library,
2004.
Universitas Indonesia, Reformasi Indonesia Pasca Soeharto: Dari BJ Habibie
sampai Abdurrahman, Suara Pembaharuan, 23 Agustus 2001.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111