INTERNALISASI NILAI NILAI PANCASILA SEBA

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA
(Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)

Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2014
Dies Natalis LPM Paradigma
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disusun oleh:
DIAN LARASWATI ZURIAH

NIM. 135010100111046

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2014

1

HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis :

INTERNALISASI

NILAI-NILAI

PANCASILA

SEBAGAI

DASAR

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA
(Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi
Moral)
2. Disusun oleh

:

a. Nama Lengkap

: Dian Laraswati Zuriah


b. NIM

: 135010100111046

c. Fakultas/ Jurusan

: Hukum/ Ilmu Hukum

d. Perguruan Tinggi

: Universitas Brawijaya

3. Dosen Pembimbing
a. Nama

: Djumikasih, SH., MH

b. NIP


: 19721130 199802 2 001

Malang, 21 November 2014
Penulis,

2

3

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya tiada henti kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan
karya tulis dengan judul “INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA
SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN
BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis

Menciptakan

Sistem


Pendidikan

Penangkal Degradasi Moral)” tepat waktu.
Karya tulis ini disusun dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah
mengenai Politik Pendidikan Dalam Era Baru Pemerintahan yang diadakan oleh
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ucapan terima kasih secara
khusus penulis sampaikan kepada:
1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sampai detik ini.
2. Orang Tua dan keluarga penulis atas doa dan dukungannya.
3. Bapak Imam Kuswahyono, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing yang
telah banyak membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ini, berupa
bimbingan, diskusi,dan arahan yang selalu mengiringi dalam pembuatan karya
tulis.
Karya tulis ini Penulis angkat dengan dasar keprihatinan atas banyaknya kasus
yang menggambarkan kerusakan moral generasi muda termasuk pelajar sehingga
memerlukan perhatian khusus dan pengambilan langkah solutif yang aplikatif, salah
satunya dengan internalisasi kembali nilai-nilai Pancasila.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif selalu penulis
harapkan untuk perbaikan penyusunan karya tulis selanjutnya.


Malang, 23 November 2014
Penulis

4

DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................ i
Halaman Pengesahan................................................................................................. ii
Surat Orisinalitas Karya............................................................................................ iii
Kata Pengantar........................................................................................................... iv
Daftar Isi..................................................................................................................... v
Daftar Tabel................................................................................................................ vii
Daftar Gambar............................................................................................................viii
Abstrak....................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.2 Tujuan...................................................................................................................
1.3 Manfaat................................................................................................................


1
4
5
5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam sistem Pendidikan Nasional.... 6
2.2 Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan.............................. 7
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan..................................................................................................... 9
3.2 Metode Pendekatan.............................................................................................. 9
3.3 Jenis Data............................................................................................................. 9
3.4 Teknik Mengumpulkan Data................................................................................ 10
3.5 Teknik Analisis data............................................................................................. 10
3.6 Desain Penulisan.................................................................................................. 10

5

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Dasar Urgensitas Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Upaya Pembangunan
Pendidikan karakter dan Budaya Bangsa................................................................... 11
4.2 Model Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Upaya Membangun Pendidikan
Karakter dan Budaya.................................................................................................. 14
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19
5.2 Saran..................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 20

6

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fakta Perkelahian Pelajar di Indonesia........................................................3
Tabel 2. Deskripsi Nilai-Nilai Pancasila yang Terinternalisasi dalam Gagasan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa..................................................................
....................................................................................................................................15

.


7

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Survey Terhadap Sopan Santun di Kalangan Remaja..............................2

8

ABSTRAK
INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA
(Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)
Disusun Oleh:
Dian Laraswati Zuriah
Universitas Brawijaya
Pendidikan sebagai bentuk Hak Asasi Warga merupakan dasar fundamental bernegara
dalam menjalankan pembangunan. Oleh karenanya, tujuan diadakannya pendidikan
sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang selain berilmu, juga berakhlak mulia, bermartabat, serta dapat
menjadi warga negara yang demokratis dan memiliki visi kepemimpinan yang

transformatif. Tetapi, konsep akan pendidikan tersebut belum dapat tercapai. Di
Indonesia, sekolah dan institusi pendidikan lainnya hanya mampu berperan sebatas
sebagai tempat untuk "mendengar, mencatat, dan menghafal" suatu teori, bukan
sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai yang memperkuat moral dari peserta didik,
sehingga terciptalah suatu kondisi yang menghasilkan manusia berilmu namun tidak
diimbangi dalam menghasilkan manusia bermartabat. Terdapat banyak fakta-fakta
yang memprihatinkan, salah satunya dapat dilihat dari berbagai macam kasus yang
terjadi pada tataran Pelajar Indonesia. Pelajar yang merupakan generasi penerus
bangsa, yang nantinya akan memegang estafet kepemimpinan bangsa ini, yang
seharusnya berlomba-lomba menjadi yang terbaik, justru menunjukkan kerusakan
moralnya. Dapat dilihat, diantaranya dalam persoalaan tindak asusila, perkelahian,
pengguna narkoba, premanisme, dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena
melunturnya ideologi Pancasila, yang nilai-nilai luhur di dalamnya sudah jarang
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidaklah
heran jika fakta tersebut yang menjadi kendala kemajuan Indonesia dan kesejahteraan
rakyatnya. Dari permasalahan tersebut, diperlukan penguatan kembali nilai-nilai
Pancasila dengan diintegrasikannya dalam sistem pendidikan nasional Indonesia
dengan berbasis pada prinsip penangkal degradasi moral sehingga dapat
membudayanga good living value pada masyarakat luas, yang pada akhirnya akan
menciptakan Indonesia maju yang berkarakter.

Kata Kunci: Internalisasi, Pancasila, Pendidikan

9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari bagaimana bangsa itu mendidik
anak-anaknya. Pendidikan sebagai pilar pencerdasan dan pembentukan karakter
kehidupan bangsa memberikan peranan penting dalam melahirkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan berdaya saing baik dari aspek jasmaniah maupun aspek
ruhaniah.
Secara berkelanjutan peran penting dari penyelenggaraan pendidikan
Indonesia telah diamanatkan di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan nasional didesain
sebagai suatu sistem yang integral dengan aspek pembangunan nasional. Oleh
karenanya, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Disamping itu pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab, serta
dapat berdedikasi.
Namun, telah terjadi pergeseran paradigma pendidikan dalam pembangunan
nasional dan karakter bangsa Indonesia. Sebagaimana yang diutarakan oleh Slamet
Sutrisno1, bahwa peradaban manusia modern yang ditopang oleh kinerja Iptek
(diantaranya) justru menampilkan wajahnya yang dehumanized; yaitu manusia
individualistik-materialistik, dan memudarkan semangat gotong-royong. Lebih lanjut
kehadiran Peradaban modern-global akhirnya melahirkan paradoks, kemuliaan
sebagai manusia berilmu tidak linier dalam menghasilkan manusia bermartabat, yang
tejadi justru sebaliknya.

1Slamet Sutrisno, 2011, Nation and Character Building Melalui Pendidikan Yang Meng-Indonesia,
Sumbangan Pikiran FGD “Peranan Ilmu-Ilmu Humaniora Dalam Mewujudkan Nation & Character
Building,” MPR – FIB UGM; Yogyakarta, 11 November 2011), hlm 5.

1

Hal tersebut ditunjukkan melalui potret perkembangan pendidikan yang kini
tengah mencapai banyak kemajuan tetapi masih juga meninggalkan berbagai
persoalan yang bersifat mendasar dan substansial atas konsep pendidikan itu sendiri.
Banyak persoalan yang muncul meliputi kejadian tindakan asusila 2 oleh pelajar,
penggunaan narkotika, ketidak patuhan terhadap orang tua, perkelahian antar pelajar
serta beragam tindakan lainnya, yang kemudian turut menjadi stigma negatif dunia
pendidikan di Indonesia. Dengan adanya berbagai persoalan tersebut, maka esensi
dari pendidikan yang seharusnya dapat melahirkan generasi yang peka terhadap
problematika kebangsaan dan bervisi kepemimpinan transformatif dirasa tidak dapat
terwujud.
Sebagai dasar penguatan, berikut di paparkan keprihatinan yang muncul
seiring dengan adanya fenomena generasi muda Indonesia yang cenderung tidak
bersopan santun dalam kesehariannya. Persoalan tersebut tergambar pada pola
komunikasi dasar antara anak dan orang tua sebagai berikut.
Gambar 1
Survei Terhadap Perilaku Sopan Santun di Kalangan Remaja

2Studi kasus di Jawa Barat. Hasil survei dasar Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang dilakukan
BKKBN Jabar terhadap 288 responden usia sekolah SMP dan SMA di enam kabupaten di Jabar pada
diperoleh data sekitar 39,65% remaja Jabar pernah melakukan seks pranikah (perzinahan). Ternyata
semakin ke atas jenjang sekolah, moralitas mereka semakin rusak. diakses dari http://www.psikologiislam.com/detail-analisis-40-indikator-lembaga-pendidikan-yangbaik.html, pada tanggal 14 November
2014.

2

Data Litbang Kompas tersebut menunjukkan bahwa sopan santun dalam
kehidupan bermasayarakat di kalangan generasi muda semakin rendah (80,7%) dan
hanya 7,9% saja yang menyatakan sopan santun anak muda semakin tinggi. Hal itu
menjadi salah satu indikator kegagalan penanaman moral dalam lingkup pendidikan.
Di samping itu, data mengenai praktek brutalitas pelajar dan mahasiswa di
Indonesia dari tahun ke tahun dipaparkan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 1
Fakta Perkelahian Pelajar di Indonesia3
No

Tahun

Jumlah
(Kasus)

1

1992

157

10 Pelajar meninggal

2

1994

183

10 Pelajar meninggal

3

1995

194

13 Pelajar dan 2 anggota masyarakat lain
meninggal

4

1998

230

15 Pelajar serta 2 anggota Polri meninggal

5

1999

±230

37 korban tewas (Bimmas Polri Metro
Jaya),

5

2010

28

Masyarakat, pengguna jalan

6

2011

30

Wartawan, masyarakat, penggunan jalan

Korban

Bentuk Kerugian dan Faktor Penyebab
a) Merugikan, fasilitas umum hancur,
mobil dan sepeda motor milik orang
lain juga jadi korban aksi anarkis.
b) Kegiatan belajar mengajar terhenti, dan
yang sangat mengkhawatirkan adalah
hilangnya rasa persaudaraan, nilai-nilai
budi pekerti luhur antar sesama pelajar.
c) Faktor yang menjadikan seringnya
tawuran pelajar ini bukan hanya dilihat
dari satu sisi, melainkan banyak hal
yang harus diperhatikan dalam
menentukan faktor tersebut,
diantaranya yaitu faktor psikologis,
budaya, sosiologis dan rambu-rambu
dalam sekolah.

Sumber: Kompasiana 2013
Berdasarkan data-data tersebut, tidaklah heran kalau indeks pembangunan
manusia yang mengukur empat aspek, termasuk tingkat literasi dan kualitas
pendidikan, menempatkan posisi Indonesia stag pada posisi 108 dari 187 negara. 4
Artinya, tingkat pendidikan dan tingkat produktifitas manusia Indonesia masih rendah
yang menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat menghasilkan masyarakat
terampil dan terdidik sehingga dapat bersaing di era global saat ini.
Situasi ini harus dikelola dengan baik agar tidak melemahkan karakter
kebangsaan (nation and character building). Oleh karenanya dibutuhkan adanya
sebuah komitmen moral dan institusional dari pemerintah yang bersinergi dengan
3Kompasiana,
2013,
Tawuran
adalah
Realita
Pelajar
Indonesia,
diakses
http://sosbud.kompasiana.com/, diakses pada tanggal 11 November 2014.
4http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/07/24/n9803q-ipm-indonesia-stagnan-diperingkat-108, diakses pada tanggal 21 November 2014.

dari

3

stake holder lainnya untuk mewujudkan pembangunan moralitas dan karakter peserta
didik demi menjamin terwujudnya Sumber Daya Manusia Indonesia yang berkualitas
sebagai konsekuensi logis penguatan daya dukung dalam mewujudkan visi
kepemimpinan pemuda yang transformatif.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam konteks penguatan sistem pendidikan
yang tangguh dan handal di masa yang akan datang di butuhkan adanya strategi
penguatan pendidikan karakter dan budaya bangsa sebagai bentuk gagasan yang
inovatif, futuristik dan solutif guna memecahkan persoalan kebangsaan khususnya
dalam menyiapkan kaderisasi kepemimpinan yang transformatif. Dihadirkannya
kembali pendidikan karakter dan budaya bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai
luhur Pancasila sangat penting bagi daya dukung pembentukan moralitas,
kepribadian, identitas, dan jati diri generasi muda Indonesia dalam menapaki estafet
kepemimpinan bangsa.
Maka dari itu langkah dini implementasi pendidikan karaktar dan budaya
bangsa tiada lain dimaksudkan guna mempersiapkan generasi-generasi muda dengan
karakter pemimpin yang berkualitas di tengah percaturan dan kompetisi antar bangsa.
Mengingat pentingnya hal tersebut, maka dalam penulisan karya ilmiah ini penulis
mengangkat judul, “INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI
DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA
(Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral).”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa?
2. Bagaimana model internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan
pendidikan karakter dan budaya bangsa?

4

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mendiskripsikan, mengkaji, dan menganalisis dasar urgensitas internalisasi
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya
bangsa.
2. Untuk menawarkan solusi konkrit model internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1

Manfaat Teoritis
Penulisan karya ilmiah mengenai internalisasi nilai-nilai Pancasila
dalam dunia pendidikan diharapkan mampu memberi manfaat dan
memperkaya khasanah keilmuan di Indonesia, khususnya dalam kemajuan di
bidang pembangunan nasional berkelanjutan berbasis karakter untuk
menciptakan visi kepemimpinan yang transformatif.

1.4.2

Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat dan LSM, diharapkan mampu menjadi katalisator,
motivator dan inspirasi untuk melakukan kajian ilmiah akademik maupun
riset lebih lanjut sebagai bentuk partisipasi aktif dari warga negara untuk
memberikan solusi mengatasi masalah penurunan kualitas moral dari
generasi penerus bangsa.
b. Bagi Pemerintah serta para pemangku kepentingan, diharapkan penulisan
karya ilmiah ini mampu memberikan kajian akademik serta sebagai bahan
pertimbangan

dalam

pengambilan

keputusan

terhadap

kebijakan

pemerintah dalam menjamin model pendidikan sebagai tempat penanaman
moral yang tidak hanya dalam tataran kognitif saja.
c. Bagi Mahasiswa, penyusunan karya tulis ini dapat menginspirasi
penelitian-penelitian lanjutan internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila
dalam pendidikan.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Sistem Pendidikan
Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan pada Pasal 3,
“Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.” Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebutlah yang menjadi
dasar dalam pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa.
Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadi upaya eksplisit
mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu peserta dididik mengembangkan disposisidisposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk,
kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam
pendidikan karakter.5
Pengembangan karakter dan budaya bangsa hanya dapat dilakukan melalui
pengembangan karakter individu itu sendiri. Akan tetapi, karena manusia hidup
dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangannya hanya dapat
dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya orang yang bersangkutan. Artinya,
pengembangan karakter dan budaya bangsa dapat dilakukan dalam suatu proses
pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, masyarakat,
dan budaya bangsa. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan
dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal.

5Samsuri, 2012, Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, (Bahan Sosialisasi Mata Kuliah Pendidikan
Karakter di FISE UNY di Wonosobo, 14 Januari 2012), hlm 2.

6

2.2 Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan
Internailsasi nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem pendidikan sangat
dibutuhkan sebagai sarana mewujudkan integritas dan karakter para generasi muda
Indonesia. Maraknya gerakan radikalisme dan fundamentalisme merupakan salah satu
potret belum terwujudnya sistem pendidikan yang terintegrasi dalam kesatuan sistem
ideologi Pancasila.
Pendidikan Pancasila sendiri ditiadakan sejak Sidang Umum MPR 1999 yang
mencabut Tap MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila. Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU
Sisdiknas yang tidak secara tegas menjelaskan tentang kurikulum Pancasila. Dalam
prakteknya di institusi pendidikan, materi muatan Pancasila hanya disinggung sedikit
saja. Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah intervensi melalui pengenalan
sistem nilai-nilai Pancasila kembali dengan mengintegrasikannya melalui sistem
pendidikan nasional. Internalisasi itu dapat berupa pemberian contoh

nilai-nilai

Pancasila yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
Pancasila sebagai suatu sistem nilai memiliki hakikat kesatuan antara
masing-masing sila yang bertingkat dan dapat dijelaskan sebagai berikut:6
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila
selanjutnya. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara
adalah manusia, karena negara adalah sebagai lembaga hidup bersama, sebagai
lembaga kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh
sila pertama dan menjiwai sila ketiga, keempat, juga kelima. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia. Negara
adalah dari, oleh dan untuk manusia oleh karena itu terdapat hubungan sebab dan
akibat yang langsung antara negara dengan manusia.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan
kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima. Hakikat sila ketiga
6Kaelan, 2011, Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Pancasila, Makalah Disampaikan
dalam Konggres Pancasila di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, hlm 21-24.

7

75

tersebut dapat dijelaskan sebagai hakikat persatuan yang didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan dan Kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa harus bersatu. Adapun hasil persatuan di antara individu-individu dalam suatu
wilayah tertentu disebut sebagai rakyat sehingga rakyat adalah unsur pokok negara.
Sila keempat, adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Makna pokoknya adalah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini didasari dan dijiwai oleh sila
pertama, kedua dan sila ketiga. Dalam kaitannya dengan kesatuan yang bertingkat
maka hakikat sila keempat itu penjumlahan manusia-manusia, semua orang, semua
warga yang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu wilayah negara
tertentu sebagai rakyat suatu negara. Adapun sila keempat tersebut juga mendasari
dan menjiwai sila kelima. Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi
kesejahteraan rakyatnya. Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat
yang berkeadilan dalam kehidupan bersama (keadilan sosial).
Sila kelima, Kedilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memiliki makna
76

pokok keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan
sila-sila lainnya maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya.
Hal ini mengandung hakikat bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara
kebangsaan dari manusia-manusia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila keadilan
sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat
keadilan sosial juga ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung
dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurut Notonagoro,
hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung
dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang adil terhadap diri
sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan atau kausa prima.
Adanya desain internalisasi nilai-nilai Pancasila

yang di susun dan di

implementasikan secara komprehensif dalam sistem pendidikan nasional, khususnya
pada

tataran

pendidikan

dasar

dan

menengah,

diharapkan

akan

mampu

mengoptimalisasi rasa cinta dan bangga terhadap Pancasila sebagai produk luhur
kesepakatan para pendiri bangsa serta menciptakan Indonesia yang berkarakter.

8

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penulisan karya ilmiah ini adalah penulisan kualitatif di bidang
pendidikan.7 Penulis hendak menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya
bangsa sekaligus memformulasikannya ke dalam sistem pendidikan nasional
Indonesia sebagai daya dukung dalam memperkokoh kaderisasi dan regenerasi
kepemimpinan yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila.
3.2 Metode Pendekatan
Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah: Pertama, pendekatan
filosofis yang mengkaji dasar filosofis internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam upaya
pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa ke dalam sistem pendidikan
Kedua, metode pendekatan yuridis (statuta approach)8 yang mengkaji aspek hukum
perundang-undangan yang terkait. Ketiga, metode pendekatan konsep (Conceptual
approach) yang menawarkan solusi konkrit konsep internalisasi nilai-nilai Pancasila
dalam upaya pembangunan pendidikan berkarakter dan berbudaya.
3.3 Jenis Data
Adapun jenis data dalam penulisan karya ilmiah ini antara lain:
a) Data Primer terdiri dari, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
a) Data Sekunder terdiri dari data yang berbentuk informasi sebagai penunjang
dalam penulisan, yang diperoleh dari dokumen, hasil penelitian serta studi

7Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,
hlm. 89-101.
8Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia, hlm 313315.

9

literatur yang berhubungan dengan sistem pendidikan nasional yaitu: doktrin,
buku, jurnal, data dan informasi dari internet
b) Data Tersier terdiri dari ensiklopedia, kamus bahasa Indonesia, kamus Bahasa
Inggris.
3.4 Teknik Mengumpulkan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan
teknik penelusuran bahan dan dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengumpulan
data yang diperoleh dari dokumen atau berkas yang berhubungan dengan perundangundangan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional serta melalui studi
kepustakaan yang diantaranya berasal dari perpustakaan, penelusuran literatur,
konsultasi dengan dosen pembimbing maupun penelusuran website melalui internet.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode
Diskriptif analytis. Sumber data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis
simpulan serta rekomendasi terhadap data-data yang telah dianalisis tersebut ataupun
berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
3.6 Desain Penulisan
inventarisasi masalah
berkaitan dengan Potret
Buram Pembangunan
Pendidikan di Indonesia:
Semisal Tindakan Asusila,
Narkotika, Perkelahian Antar
Pelajar, ketidak Patuhan
terhadap orang tua, maupun
pergeseran nilai-nilai
Pancasila sebagai identitas
dan jati diri bangsa
ANALISIS DATA

GRAND THEORY
PANCASILA-UUD NRI Tahun 1945
(NEGARA KESEJAHTERAAN)
Tanggung Jawab Negara Terhadap Pendidikan
Middle Range Theory
Teori Pendidikan Karakter dan Budaya
Internalisasi nilai-nilai Pancasila
Applied theory:
Perundang-Undangan di Bidang Pendidikan

Masterplan Pendidikan Berkarakter dan Berbudaya
Bangsa Berdasarkan Pancasila

10

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Dasar Urgensitas Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Upaya
Pembangunan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa
Ada beberapa hal yang menjadi dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai
Pancasila dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam membangunan
pendidikan nasional. Adapun dimensi urgensitas tersebut terletak pada aspek filosofis,
sosiologis, yuridis, dan pendidikan. Secara detail akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Dasar Filosofis
Merupakan suatu kebanggaan tatkala di muka Kongres Amerika Serikat,
dalam kunjungan pertamanya ke negeri ini (16 Mei-3 Juni 1956), Bung Karno dengan
kepercayaan diri yang tinggi berpidato menguraikan Pancasila. Setiap sila disebutkan,
hadirin bertepuk riuh diakhiri dengan standing ovation yang panjang. Tampak di
sana, betapapun rumusan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri, kandungan
nilainya bisa diterima secara universal. Keberanian Bung Karno mengkampanyekan
Pancasila pada dunia itu kembali disampaikan dalam pidatonya di depan PBB, 30
September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew”.9
Lebih lanjut Yudi Latif10 mengutarkan bahwa, Keberadaan Pancasila itu
bukanlah pilihan oportunis yang timbul dari lemahnya kepercayaan diri, melainkan
pancaran dari karakter ke-Indonesiaan. Mengacu pada paradigma Pancasila tersebut
maka terdapat relevansi tekstual maupun kontekstual sebagai dasar negara yang
mengandung tata nilai pembangunan di sektor pendidikan. Secara filosofis
pendidikan merupakan sarana pembangunan dan pembentukan karakter sebuah
bangsa. Oleh karena itu pendidikan harus mencetak generasi muda yang mengenal
karkteristik, identitas, dan jati diri bangsanya sendiri. Maka, melalui pendidikanlah di
tanamkan nilai-nilai budi pekerti sebagai modal dasar terbentuknya Sumber Daya

9Yudi Latif, 2012, Pancasila Sebagi Titian Pendidikan Karakter, Makalah disampaikan dalam
Konggres Pancasila di Gedung Nusantara V MPR RI tanggal 30-31 Mei 2012, hlm. 2.
10 Yudi Latif, Ibid

11

Manusia yang berkualitas. Pada konteks tersebut Ki Hadjar Dewantara11, selaku
Bapak Pendidikan Nasional mengungkapkan bahwa, ”…pendidikan merupakan daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita
dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.”
Sehingga, secara filosofis dasar pengarus utamaan pendidikan karakter dan
budaya

bangsa yang menjadi kebijakan pemerintah sesungguhnya merupakan

penegasan dan pengutamaan tugas-tugas dan misi suci (mission sacre) pendidikan
pada aspek pengembangan sikap (afektif) peserta didik pada ”Sistem nilai budaya”
dan ”sikap” atau sikap mental peserta didik, selain aspek pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan

(psikomotorik).

12

Pengetahuan

(kongnitif)

dan

Keterampilan

(psikomotorik) adalah suatu kemampuan yang penting di miliki oleh anak dalam
menyambut masa depannya, akan tetapi penanaman sikap (afektif) oleh pendidik yang
menjadi sikap mental anak ketika memiliki pengetahuan (kongnitif) dan keterampilan
(psikomotorik) lebih menjamin masa depan generasi bangsa Indonesia.
b) Dasar Sosiologis
Secara sosiologis potret buram wajah pendidikan Indonesia di warnai dengan
serangkaian tindakan meliputi kekerasan, anarkisme, penggunaan narkotika, dan
perbuatan asusila, merupakan wujud ketidak selerasan antara teori yang diajarkan di
institusi dengan kondisi sosial yang terjadi dan mengakibatkan buruknya kualitas
pendidikan Indonesia.
Salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara berkembang seperti Malaysia, India atau negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman adalah minimnya penerapan pendidikan
karakter dan budaya bangsa. Selain itu, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan,
keramah-tamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai
kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia makin pudar bersamaan dengan
11Ki Hajar Dewantara di kutip dari Kemendiknas RI, Rencana Induk Pengembangan Pendidikan
Karakter Bangsa, diakses dari http://www.kemdiknas.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2014.
12Kementerian Pendidikan Nasional RI, 2012,
Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi,
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa,
(Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa), Jakarta: Kemendiknas RI, hlm 5

12

menguatnya nilai-nilai materialisme. Maka dari itu pengutan karakter dan budaya
bangsa merupakan secercah optimisme untuk membangun bangsa Indonesia yang
bermartabat di tengah arus globalisasi dan percaturan antar bangsa.
c) Dasar Yuridis
Secara yuridis maka dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui
pemberlakuan konsep pendidikan karakter dan budaya bangsa di letakkan pada aspek
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengacu pada ketentuan
hukum maka Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat
meletakkan cita-cita luhurnya dalam bernegara di dalam alinea ke empat UUD NRI
Tahun 1945 yang berbunyi:“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.13
d) Pendidikan
Dasar penerapan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter
dan budaya bangsa tiada lain di letakkan pada empat fondasi pendidikan modern.
Empat pilar sebagaimana dimaksud meliputi kemampuan learning to know/learn,
learning to do, learning to be, learning to live together.14 Pendidikan karakter dan
budaya bangsa merupakan penopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan sumber keilmuan. Dalam kondisi demikian, tuntutan terhadap kualitas
menusia terdidik, baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional dan rasa
tanggung jawab kemasyarakatakan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Berdasarkan empat pilar dasar urgensitas
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam upaya membangun pendidikan karakter dan
budaya bangsa sebagaimana telah di uraikan diharapkan mampu menghasilkan
sebuah model implementasi yang efektif dan efisien di masyarakat. Sebagai

13Jimly Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa Indonesia dengan
tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses dari
http://www.jimly.com, diakses pada tanggal 21 November 2014.
14UNESCO, “The Four Pilars of Education”, http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm diakses Pada
Tanggal 21 November 2014.

13

keberlanjutan dari empat pilar yang telah dijelaskan maka model pelaksanaan yang di
tawarkan oleh penulis adalah sebagai berikut ini.
4.2 Model Internalisasi Nilai—Nilai Pancasila sebagai Upaya Membangun
Pendidikan Karakter Dan Budaya
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau
berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang
dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.15
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan
dasar di antaranya adalah Jepang, Cina, Korea, Inggris, dan Amerika Serikat. Hasil
penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter
yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian prestasi akademis.
Lebih lanjut studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor pada tahun 2000 di Inggris
menunjukkan dua poin penting peran sekolah terhadap pembentukan karakter yaitu: 16
“to build on and supplement the values children have already begun to
develop by offering further exposure to a range of values that are current in society
(such as equal opportunities and respect for diversity); and to help children to reflect
on, make sense of and apply their own developing values” (Halstead dan Taylor,
2000: 169)
Mengacu pada konteks tersebut maka sejalan dengan program nasional maka
nilai-nilai luhur Pancasila yang terinternalisasi dalam konsep pendidikan karakter dan
budaya bangsa di jabarkan sebagaimana berikut ini:
a) Sila Ke-I: religius, jujur, toleransi, semangat kebangsaan, cinta tanah air, cinta
damai, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.
b) Sila Ke-II: rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,

15Doni Koesoema A, 2011, Urgensi Pendidikan Karakter, http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id,
diakses pada tanggal 22 November 2014.
16J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor, dikutip dari Samsuri, 2011, Mengapa (Perlu) Pendidikan
Karakter?, (Bahan Sosialisasi Mata Kuliah Pendidikan Karakter di FISE UNY di Wonosobo, 14
Januari 2013), hlm. 5.

14

tanggung jawab, integritas, kritis, responsif dan progresif, inovatif, nonprovokatif, serta kompetitif.
c) Sila Ke-III: semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/ komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung
jawab, responsif dan progresif, non-provokatif, serta kompetitif.

d) Sila Ke-IV: disiplin. kerja keras, kreatif, demokratis, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli sosial, tanggung jawab, integritas, kritis, responsif dan progresif,
non-provokatif, serta kompetitif.
e) Sila Ke-V: mandiri, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan,
peduli sosial, tanggung jawab, kritis, responsif dan progresif, inovatif,
entepreneurship, serta kompetitif.
Berdasarkan uraian diatas maka penjabaran karakter dan budaya bangsa dapat
dijelaskan berikut ini:
Tabel 2
Deskripsi Nilai Pancasila yang terinternalisasi dalam Gagasan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
No
1

Nilai
Religius

2

Jujur

3

Toleransi

4

Disiplin

5

Kerja Keras

6

Kreatif

7

Mandiri

8

Demokratis

9

Rasa Ingin Tahu

10

Semangat Kebangsaan

Deskripsi
sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

15

11

Cinta Tanah Air

12

Menghargai Prestasi

13

Bersahabat/Komunikatif

14

Cinta Damai

15

Gemar Membaca

16

Peduli Lingkungan

17

Peduli Sosial

18

Tanggung jawab

19

Integritas

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama
dengan orang lain.
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman
atas kehadiran dirinya.
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
sikap dan tindakan yang penuh kesadaran bahwa hal-hal kecil itu penting, mampu
menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat warna abu-abu), bertanggung
jawab, menciptakan budaya kepercayaan, menepati janji, peduli terhadap kebaikan
yang lebih besar, jujur namun rendah hati, bertindak bagaikan tengah diawasi,
mempekerjakan integritas, konsisten.

20

Kritis
sikap dan tindakan yang kritis dalam ucapan, pemikiran sebagai konsekuensi atas
kebebasan berpendapat yang diloandasi dengan semangat dan ide yang konstruktif,
solutif, kontributif bagi kemajuan bangsa dan negara.

21

Responsif dan Progresif
suatu sikap dan tindakan yang bersifat visioner memikirkan yang terbaik untuk masa
depan bangsa dan negara

22

Inovatif
suatu sikap dan tindakan yang penuh dengan semangat dan jiwa pembaharu dalam
melakukan pengabdian kepada masyarakat

23

Entepreneurship
suatu sikap dan tindakan mengembangkan potensi diri untuk berwirausaha yang
berorientasi pada kemajuan bangsa dan negara.

24

Non-provokatif
suatu sikap dan tindakan yang mencerminkan perilaku fair tidak buruk sangka dan
selalu berfikir positif

25

Kompetitif
Suatu sikap dan tindakan yang di dasarkan pada perilaku positif akan kompetisi yang
fair dalam memperoleh sesuatu. meminimalisasi rivalitas adalah esensinya sehingga

16

berpandangan bahwa jikalau bangsa lain bisa besar maka bangsa Indonesia harus bisa
mensejajarkan diri dengan anak-anak bangsa di berbagai belahan dunia.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional RI
(Dan dikompilasikan dengan gagasan Penulis)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang terinternalisasi
dalam gagasan pendidikan karakter dan budaya yang sangat relevan dengan upaya
penanaman nilai-nilai luhur agama, UUD NRI Tahun 1945 kepada generasi muda
Indonesia di setiap jenjang pendidikan. Maka langkah efektif mengembangkan
pendidikan karakter di sekolah baik tingkat dasar sampai perguruan tinggi harus
memperhatikan 4 (empat) prinsip dasar penangkal degradasi moral yang penulis
gagas sebagai berikut:
a) Prinsip Moral
Fokus pendidikan harus menitikberatkan pada pentingnya moral. Moral yang
didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila harus dijadikan fondasi yang
ditanamkan secara sengaja pada generasi muda. Peserta didik harus diajarkan
untuk memiliki nilai-nilai positif dalam dirinya sendiri meliputi jujur, rasa malu,
toleransi, memiliki harga diri, kemandirian, menghargai, kebersahajaan, disiplin,
dan sebagainya. Tak kalah penting mereka dididik untuk menghargai sistem nilai,
bukan materi atau harta. Pelajaran tentang moral pada umumnya dimuat dalam
pelajaran Agama dan Kewarganegaraan. Alangkah baiknya apabila nilai moral
yang diajarkan dapat diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.
b) Prinsip Komunikasi Keluarga-Sekolah
Pendidikan sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Kerja
sama antara sekolah dengan keluarga merupakan hal yang sangat penting.
Sekolah tidak mungkin mengembangkan pendidikan karakter tanpa peran aktif
orang tua. Kerjasama keduanya diperlukan. Komunikasi sekolah dengan keluarga
bisa bermacam-macam. Mulai dari pertemuan orang tua, buletin sekolah, surat
edaran, dan berbagai upaya lainnya yang pada intinya, segala macam cara dan alat
komunikasi dengan orang tua bisa digunakan. Dengan begitu keselaraasan dalam

17

penanaman nilai-nilai yang diajarkan di sekolah dan di lingkup keluarga dapat
tercapai.
c) Prinsip Sehat-Bahagia
Setiap program yang dibuat harus mempertimbangkan kesehatan pertumbuhan
anak didik. Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan jasmani, rohani, dan
psikologis. Peserta didik harus diajarkan bagaimana cara menjaga kesehatan diri
mereka melalui pelaksanaan pola hidup sehat. Selain itu membuat peserta didik
merasa nyaman adalah syarat utama lingkungan belajar yang baik. Model
pembelajaran yang diselingi dengan ice breaking melalui berbagai macam jenis
permainan, dinamika kelompok, atau hal lainnya yang ditujukan agar peserta
didik merasa bahagia sangat diperlukan. Karena berdasarkan Teori Limbic, otak
yang terbuka ketika peserta didik merasa enjoy terhadap apa yang dipelajarinya,
menjadikan materi pembelajaran yang disampaikan lebih mudah terserap.
d) Prinsip Mendidik Lalu Membudayakan
Lembaga pendidikan adalah sebuah tempat di mana peserta didik menghayati
nilai-nilai dari proses belajar. Karena proses pembelajaran dan pembentukan
karakter sulit diajarkan apabila hanya sebatas teori saja, maka juga harus
diimplementasikan. Metode learning by doing seperti itu sangat efektif
dilaksanakan dengan membudayakan nilai-nilai apa saja yang telah ditanamkan
kepada peserta didik dalam kegiatan sehari-hari. Tentu saja hal ini harus didukung
oleh lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat sehingga implementasi dari
pendidikan berkarakter jelas.
Mengacu pada penjelasan nilai-nilai Pancasila yang terinternalisasi ke dalam
pendidikan karakter dan budaya bangsa diatas menunjukkan bahwa gagasan
pendidikan karakter guna mewujudkan penguatan jati diri dan identitas generasi
muda Indonesia yang ditawarkan oleh penulis tidak dimaknai harus ada mata
pelajaran khusus ataupun penambahan jam pengajaran tertentu mengenai pendidikan
karakter. Secara lebih spesifik, perbaikan moralitas peserta didik yang buruk bukan
dengan jalan menambah jam pelajaran agama yang semula 2 Jam menjadi 4 Jam
ataupun membentuk kurikulum tersendiri akan tetapi pendidikan karakter dan budaya

18

bangsa senantiasa hadir dan diaplikasikan melalui metode pengajaran dan
pembelajaran yang bersinergi antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat
sebagai good living value.

19

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Bahwa, dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
Pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam sistem pendidikan
nasional Indonesia di letakkan pada empat aspek yaitu aspek filosofis, aspek
sosiologis, aspek yuridis, dan aspek pendidikan.
2. Bahwa, pembangunan di sektor pendidikan nasional sebagai garda depan
pembangunan dan pencerdasan kehidupan bangsa memilik peran strategis dalam
rangka mewujudkan moralitas dan karakter generasi muda Indonesia yang berjati
diri dan beridentitas. Secara berkelanjutan bahwa model pendidikan karakter hadir
dalam setiap metode pembelajaran dan pengajaran melalui saluran institusi
pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Lebih lanjut bahwa gagasan internalisasi
nilai-nilai Pancasila dalam membangun pendidikan karakter tidak membutuhkan
suatu kurikulum baru akan tetapi terintegrasi sebagai good living value.
5.2 Saran
1. Seyogyanya pemerintah sebagai pengambil kebijakan segera mengaplikasikan
gagasan internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan
karakter dan budaya bangsa dengan melibatkan koordinasi antara institusi terkait
sebagai bentuk komitmen moral dan politik membangun karakter, jati diri, dan
identitas di kalangan generasi muda bangsa Indonesia.
2. Secara simultan di harapkan adanya partisipasi aktif segenap warga negara dalam
rangka memberikan pencerahan dan pencerdasan bagi kelangsungan tegak dan
berdirinya sistem pendidikan nasional yang bermartabat.
3. Secara implementatif dan evaluatif seyogyanya gagasan internalisasi nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa
menjadi agneda nasional yang digalakkan dengan penuh keseriusan dan
ketauladanan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Bayumedia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Makalah, Jurnal, Artikel Ilmiah Lainnya:
Yudi Latif, 2012, Pancasila Sebagi Titian Pendidikan Karakter, Jakarta.
Kaelan, 2011, Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat
Pancasila, Yogyakarta.
Kementerian Pendidikan Nasional RI, 2012, Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa), Jakarta: Kemendiknas RI.
Slamet Sutrisno, 2011, Nation and Character Building Melalui Pendidikan
Yang Meng-Indonesia, Yogyakarta.
Samsuri, 2012, Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No 20 TAhun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Surat Kabar dan Website:
Kompas, 2013.
http://sosbud.kompasiana.com/
http://www.jimly.com
http://www.kemdiknas.go.id/
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
http://www.psikologi-islam.com/
http://www.republika.co.id/
http://www.unesco.org/

21