Pengelolaan Pasar Berbasis Kearifan Loka

Pengelolaan Pasar Berbasis Kearifan Lokal
A. Latar Belakang
Mekanisme pengelolaan pasar sangat penting untuk dikembangkan. Dengan demikian
pasar dapat dikelola dengan suatu pengaturan yang komprehensif. Untuk dapat
menghadirkan aturan yang komprehensif tersebut maka mekanisme pengelolaan pasar
harus berlandaskan kepada tiga aspek. Pertama landasan yuridis (juridische gelding),
kedua landasan sosiologis (sociologische gelding), dan ketiga landasan filosofis
(philosophical gelding). Sehingga dengan demikian pasar sebagai pilar ekonomi dapat
membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari bernegara. Sehingga
pemerintah memiliki kewajiban untuk menciptakan aturan yang mengakomodir semua
kepentingan ekonomi masyarakat. Apabila aturan yang ada hanya membawa
kesejahteraan untuk kelompok tertentu atau hanya menguntungkan para pemilik
modal maka aturan-aturan tersebut haruslah direvisi atau di perbaiki demi
mewujudkan tujuan Negara tersebut. Tidak hanya itu, bahkan jika ada aturan yang
memiliki sedikit kekurangan saja maka aturan tersebut wajib diperbaiki. Karena Negara
harus bersikap adil kepada masyarakatnya. Sebenarnya dalam hal ini, undang-undang
dasar Negara repuplik Indonesia tahun 1945 telah mengakomodir dalam pasal 33.
Disebutkan bahwa perkenomian disusun sebagai usaha bersama berasaskan
kekeluargaan. Prinsipnya adalah kebersamaan dan keadilan.
Sebagai salah satu indikator berjalannya fungsi Negara, maka perhatian pemerintah

terhadap kesejahteraan masyarakat harus terus ditingkatkan. Sejalan dengan semangat
undang-undang dasar terutama pasal 33 dan program-program pemerintah yang
semakin giat dilaksanakan dibidang perokonomian maka semua kalangan harus
mengambil peran sesuai kapasitas masing-masing, karena sector ekonomi merupakan
sector yang paling rentan disalahgunakan.
maka paper ini lebih banyak mengemukakan pemikiran tentang pola pengelolaan pasar
yang berbasis kepada kearifan local. Salah satu poin pentingnya adalah bahwa untuk
mewujudkan pengelolaan pasar dengan basis kearifan local diperlukan landasan
yuridis yang kuat. Oleh karenanya peraturan daerah sebagai upaya yuridis perlu
disusun dan didukung oleh suatu kajian filosofis dan sosiologis yang matang.
Selain itu, peraturan daerah sebagai panduan dalam pengelolalaan pasar dengan basis
kearifan local harus mampu menjawab tantangan perekonomian global. Karena tidak
lama lagi masyarakat Indonesia akan menghadapi persaingan bebas dalam balutan
masyarakat ekonomi asean. Pada tahun 2016 MEA akan mulai berjalan secara efektif.
Dengan demikian pemerintah daerah memiliki kewajiban yang mendesak untuk
menciptakan pasar yang kompetitif namun tetap arif pada nilai-nilai local. Oleh
karenanya masyarakat pasar harus mampu bersaing secara elegan dan sempurna
(perfect competition).

B. Pasar Sebagai Ruang Ekonomi

Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli. Segala kebutuhan masyarakat
ada disana. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan dan papan. Segalanya ada dipasar,
kebutuhan primer, sekunder dan tersier tersedia dipasar. Maka itulah sebabnya pasar
menjadi pusat perekonomian masyarakat (society central economi). Kalau kita lihat
historisnya, memang pasar tersebut pada awalnya didirikan secara alami oleh
masyarakat, mereka mendirikan pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Seiring berkembangnya pasar, maka para pelaku usaha mulai melihat pasar sebagai
tempat yang potensial. Apalagi di era perdagangan bebas nanti, semua pelaku usaha
akan memanfaatkan ruang pasar sebagai fasilitas pengembangan ekonomi. Bagi pelaku
usaha informal, mereka akan menjadikan pasar sebagai pusat ekonomi usaha mikro
dan kecil. Sedangkan bagi pengusaha besar, pasar akan dilihat sebagai prospek untuk
pengembangan usaha formal. Jadi fungsi pasar betul-betul di optimalkan.
Menjadikan pasar sebagai tempat usaha berarti harus mengoptimalkan pemanfaatan,
pengunaan, atau permainan terhadap ruang dan waktu. Karena pemanfaatan dan
pengunaan aspek ruang dan waktu sangat erat kaitanya dengan fungsional suatu pasar.
Dengan demikian kita akan melihat bagaimana keterkaitan antara dimensi ruang dan
waktu dengan dimensi persaingan pasar. Keduanya bagai dua sisi mata uang, berbeda
tapi tidak bisa dipisahkan.
Pada kedua sisi ini lah para pelaku usaha dari sector formal maupun informal saling

berebut memanfaatkan ruang dan waktu yang tersedia. Apabila domokrasi pasar tidak
dilindungi dengan landasan yuridis yang kuat, maka persaingan secara elegan dan
sempurna (perfect competition) yang diharapkan tidak akan tercapai. Dalam banyak
kasus pasar (pasar tradisional), pelaku usaha informal sering kali menjadi korban
dalam konflik ruang dan waktu pasar. Aspek yuridis seringkali tidak mengakomodir
kepentingan ekonomi mereka. Disini ketimpangan ekonomi terjadi, pelaku usaha
formal semakin tumbuh dan berkembang, sedangkan pelaku usaha informal semakin
terjepit dan tergusur. Apabila hal ini sudah terjadi, maka cita-cita Negara dalam
mewujudkan masyarakat sejahtera akan semakin lama terwujud.
Ketimpangan ekonomi pasar dapat kita lihat dari semakin banyaknya ruang pasar
tradisional direbut oleh para pelaku usaha pasar modern. Penempatan lokasi pasar
tradisional dengan pasar modern yang cendrung berdekatan bahkan dalam satu lokasi
telah menjadi persoalan ekonomi nasional. Oleh karena itu, actor ekonomi pasar harus
diatur dalam suatu pola pengelolaan pasar. Actor ekonomi pasar yang dimaksud disini
adalah pertama pedagang, kedua pembeli, dan yang ketiga adalah organisasi pasar.
C. Pasar dan Konflik Ruang
Keberadaan pasar sebagai institusi ekonomi telah menggerakkan perkonomian
masyarakat. Pergerakan ekonomi masyarakat tidak bisa dilepaskan dari prilaku actor-

aktor pasar. Sedangkan prilaku actor pasar akan dipengaruhi oleh budaya pasar.

Budaya pasar sendiri ditentukan oleh landasan yuridis pasar.
Kalau kita lihat lebih cermat, ternyata landasan yuridis pasar seringkali dirumuskan
oleh kepentingan politik ekonomi legislator. Sehingga para actor pasar ditingkat
operasional seringkali berbenturan. Sehingga Ruang pasar menjadi isu konflik
berkepanjangan.
Salah satu contoh isu konflik ruang dapat kita lihat pada keberadaan pedagang ritail
(tipe kecil). Mereka seringkali diklasifikasi kepada kuno dan liar, resmi atau tidak resmi
sehingga muncul opini public yang mendeskriminasi keberadaan mereka di pasar-pasar
tradisional. Sementara disisi lain, pemerintah terus berupaya merevitalisasi pasar
tradisional. Ketika pasar tradisional di rekonstruksi ulang, pedagang diharuskan untuk
meregistrasi ulang, dan ketika itu mereka wajib membayar tempat sesuai dengan tarif
yang telah ditetapkan pemerintah. Pembayaran biasanya bersifat angsuran bulanan.
Namun harga yang tinggi telah menyebabkan pedagang ritel seringkali kehilangan
ruang pasar untuk berkompetitif secara legal. Walaupun pemerintah mencoba
mencarikan solusi dengan cara menfasilitasi pembiyaan/pinjaman ke pihak perbankan,
namun itu tidaklah menyelesaikan persoalan.
Secara sederhana, pedagang ritail (actor pasar) dapat dikelompokkan kepada tiga
klasifikasi. Pertama, pedagang ritail besar. Kedua, pedagang ritail menengah. Ketiga,
pedagang ritail kecil. Kedua jenis pedagang ritail diawal merupakan pedagang dengan
sifat homogeny atau professional, sedangkan pedagang ritail kecil terbagi kepada tiga

tipe, yaitu pedagang professional, pedagang semi professional dan pedagang substensi.
Ketiga actor pasar inilah yang kemudian saling berebut ruang pasar, konsumen, dan
distributor.
Perebutan ruang pasar tersebut, sering menjelma menjadi konflik ruang. Namun kalau
kita runut, penyebab konflik ruang pasar sesungguhnya adalah :
1. Meningkatnya volume pedagang tidak di imbangi oleh daya tampung ruang
2. Menjamurnya pedagang kaki lima tidak di imbangi oleh kebijakan tata kelola yang
baik
3. Menjamurnya pedagang musiman
4. Intervensi pengusaha besar dan pelaku pasar modern
5. Pengelolaan alur transportasi dan perparkiran yang buruk
6. Pengabaian terhadap aspek legalitas
D. Pengelolaan Pasar dan Kekuatan Social Masyarakat
Secara sedehana aktifitas pasar merupakan bentuk pertukaran harta (uang) dengan
barang atau jasa seseorang dengan orang lain (jual-beli). Dengan interaksi keduabelah
pihak tersebut maka terbangunlah asas manfaat diantara keduanya. Filosofi interaksi
jual beli ini kemudian didukung oleh regulasi untuk aspek legalitas.
Jika dewasa ini semakin mencuatnya istilah pasar tradisional dan pasar modern. Maka
yang membedakanya adalah pola interaksi, pola pengelolaan dan pola manajemen.


Pasar tradisional menyediakan ruang untuk proses interaksi secara langsung antara
penjual dengan pembeli. Adanya kegiatan tawar menawar menjadi karakteristik
tersendiri. Pasar tradisional biasanya dikelola oleh pemerintah daerah. Sedangkan
actor pasarnya lebih banyak diminati oleh pedagang ritail kecil dengan pengunjung dari
kalangan menengah kebawah.
Sementara pasar modern harga barang/jasa sudah ditentukan sepihak, setiap barang
memakai label harga. Disajikan secara swalayan dengan memakai jasa pramuniaga.
Pasar modern dimiliki dan dikelola oleh swasta. Pengunjungnya sendiri lebih banyak
kalangan menengah keatas.
Namun demikian, pasar tradisional memiliki keunggulan tersendiri. Pasar dapat
dijangkau oleh semua kalangan, pola interaksinya akrab dan penuh kekeluargaan,
sehingga transfer nila-nilai local terus berkelanjutan. Persaingan betul-betul elegan dan
sempurna (perfect competition) dengan beragam pilihan. Semua elemen masyarakat
bertemu dalam satu tempat (pasar) apakah sebagai pedagang atau sebagai pembeli.
Oleh karenanya, keberadaan pasar tradisional merupakan tolak ukur yang paling nyata
untuk mengetahui tingkat pertumbuhan perekonomian masyarakat.
Atas dasar itu pasar tradisional harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. Untuk
mengimbangi perkembangan pasar modern maka beberapa hal yang harus diperbaiki
dalam pola pengelolaan pasar tradisional adalah sebagai berikut:
1. Desain dan visual pasar

2. Atmosfir pasar
3. Tata ruang dan tata kelola
4. Kuantitas dan kualitas barang
5. Akses transportasi dan parkiran
6. Keamanan masyarakat pasar
7. Organisasi masyarakat pasar
8. Aspek legalitas
Kemudian dalam memperbaiki pola pengelolaan pasar hal penting yang harus
diperhatikan adalah keberadaan masyarakat pasar (pedagang dan pembeli). Mereka
memiliki kekuatan social dan kekuatan itu mempengaruhi pasar. Untuk itu setiap
kelompok social masyarakat pasar harus dilibatkan secar aktif dalam menyusun tata
kelola pasar. Kekuatan social masyarakat pasar yang dapat dioptimalkan
keberadaannya dalam menyusun pola pengelolaan pasar diantaranya adalah :
1.
2.
3.
4.

Komunitas jaringan pedagang
Komunitas kelompok pedagang

Organisasi masyarakat pasar
Institusi/lembaga keuangan masyarakat pasar

E. Mencari Format Pengelolaan Pasar