View of KAJIAN PENINGKATAN KUALITAS BERAS MERAH ( Oryza nivara) INSTAN DENGAN CARA FISIK

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

KAJIAN PENINGKATAN KUALITAS BERAS MERAH ( Oryza nivara) INSTAN DENGAN
CARA FISIK
Sumartini
Hasnelly
Sarah
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jl. Dr.Setiabudi No 93,
Bandung, 40153, Indonesia
Email: tinitafsil@yahoo.com
Abstrak
Beras merah saat ini kalah pamor ketimbang beras putih. Padahal, beras merah memiliki efek kesehatan yang jauh lebih
baik dari pada beras putih. Perhatian petani Indonesia terhadap beras merah pun kurang.Salah satu penganekaragaman
dan cara termudah untuk memproses beras merah,maka akan dijadikan beras merah instan yang bergizi dan tahan lama
dengan membandingkan antara beras merah organik dan non organik.Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh perendaman terhadap beras merah organik dan non organik terhadap
penurunan kualitas organoleptik. Manfaat yang diharapkan pada hasil penelitian yang akan dilakukan adalah dapat
mengetahui pengaruh perendaman terhadap kandungan beras merah organik dan non organik yang dijadikan produk
beras instan dan memudahkan para golongan masyarakat yang sibuk dapat menjadikan alternatif dengan hadirnya beras
instan yang hanya butuh waktu masak 5-10 menit saja.Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh terhadap pegujian
warna,rasa dan aroma serta tidak berpengaruh terhadap tekstur,dengan volume pengembangan 2 kali lipat waktu

penyeduhan beras merah organik dan non organik selama 5 menit. Kadar pati,protein,lemak dan air berbeda pada bahan
baku untuk beras organik dan non organik dimana kadar pati tertinggi ada pada beras organik merk gasol,kadar protein
dan lemak teringgi beras organik merk olen, sedangkan untuk beras non organik kadar patinya lebih tinggi
dibandingkan dengan beras organik. Setelah dilakukan perendaman masing masing selama 2 jam, sebelum dijadikan
nasi instan,air rendaman ada yang dibuang dan tidak dibuang maka didapatkan hasil kadar pati dan kadar air yang
berbeda, kadar pati teringgi didapatkan pada sampel nasi organik instan yang air rendamannya tidak dibuang.
Kata kunci: beras organik, beras non organik, lama perendaman, beras merah instan

mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,65%
dan 4,84% dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata
konsumsi beras selama periode 2002 - 2013 sebesar
1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan 103,18
kg/kapita/tahun dengan laju penurunan rata-rata
sebesar 0,88% per tahun. Konsumsi beras tertinggi
terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 108,42
kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi beras cenderung
terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2013
menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun. Pada tahun
2014 diprediksikan akan terjadi peningkatan konsumsi
per kapita beras. Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi

beras tahun 2014 diperkirakan sebesar 97,67
kg/kapita/tahun, atau naik sebesar 0,27 %
dibandingkan tahun 2013. Pada tahun 2015, konsumsi
beras per kapita diprediksikan akan turun sebesar 0,6%
dibandingkan tahun 2014 atau menjadi sebesar 97,09
kg/kapita dan pada tahun 2016 menjadi sebesar 96,53
kg/kapita/thn. (Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian, 2014).

1. Pendahuluan
Beras merupakan salah satu padi-padian paling
penting di dunia yang dikonsumsi manusia. Sebanyak
75% masukan kalori harian masyarakat di negaranegara Asia berasal dari beras. Beras sebagai
komoditas pangan menyumbang energi, protein, dan
zat besi masing-masing sebesar 63,15 ; 37,7% dan 2530% dari total kebutuhan tubuh. Lebih dari 50%
penduduk dunia juga tergantung pada beras sebagai
sumber kalori utama (FAO, 2001 ; dalam Wahyudin,
2008).
Beras menyumbang sekitar 60-65% dari total
konsumsi energi. Menurut Indrasari (2008) di

Indonesia beras menyumbang 63% terhadap total
kecukupan energi, 38% terhadap total kecukupan
protein, dan 21,5% terhadap total kecukupan zat besi
(Darmardjati, 1995).
Total konsumsi beras selama periode tahun
2002 – 2013 cenderung mengalami penurunan dari
tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2003 dan 2008
84

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

dan proteinnya 2,5% lebih tinggi dari beras putih.
Selain itu juga mengandung asam lemak alfa-linolenat,
zat besi, vitamin B kompleks, dan vitamin A
(Muchtadi, 1992).
Beras organik merupakan beras yang ditanam
dengan menggunakan teknik pertanian organik, yaitu
suatu teknik pertanian yang bersahabat dan selaras
dengan alam, berpijak pada kesuburan tanah sebagai
kunci keberhasilan produksi yang memperhatikan

kemampuan alam dari tanah, tanaman dan hewan untuk
menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian.
Sedangkan beras non organik merupakan beras yang
ditanam dengan menggunakan teknik pertanian
anorganik, yaitu teknik pertanian konvensional yang
membutuhkan penggunaan varietas unggul, pupuk
kimia dan pestisida.
Nasi umumnya dikonsumsi langsung sebagai
makanan pokok ataupun dibuat bubur atau kerupuk.
Untuk
memperpanjang
masa
simpan
dan
penganekaragaman produk, nasi yang telah dimasak
dapat diolah melalui serangkaian pengolahan, salah
satunya adalah dengan proses instanisasi yaitu
merupakan olahan beras yang telah dimasak kemudian
dikeringkan agar bisa disimpan dalam waktu yang
lebih lama, tetapi dapat disajikan dalam waktu yang

labih cepat. sehingga diperoleh nasi cepat masak (quick
cooking rice ) atau disebut juga nasi instan adalah beras
yang secara cepat dapat diubah menjadi nasi. Produk
pangan instan terdapat dalam bentuk kering atau
konsentrat, mudah larut sehingga mudah untuk
disajikan yaitu hanya dengan menambahkan air panas
atau air dingin. Produk pangan instan berkembang
pesat mengikuti perkembangan jaman dimana
masyarakat menuntut produk pangan yang mudah
dikonsumsi, bergizi dan mudah dalam penyajiannya.
Salah satu sifat pangan instan adalah memiliki
sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah menyerap air
(Hartomo dan Widiatmoko, 1992).
Jepang telah mengembangkan beras atau nasi
instan yang disebut Cup Rice, sejak tahun 1970-an,
Nissin Food Company di Osaka. Beras instan tersebut
dibuat dengan cara pemasakan dengan suhu dan
tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan
cara demikian produk yang diperoleh dapat
direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi matang hanya

dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5
menit, dengan menggunakan wadah polystyrene. Pada
saat ini telah banyak beredar beras cepat masak,
terutama di negara-negara maju, diperkirakan dalam
tahun-tahun.
Dalam proses pembuatan nasi instan terdapat
proses perendaman, perendaman dengan air bertujuan
untuk mendapatkan struktur fisik beras menjadi lebih
porous, sehingga proses penyerapan air akan lebih
cepat pada saat perendaman maupun waktu rehidrasi.
Pengaruh lama perendaman terhadap kadar
amilosa beras pratanak yaitu semakin lama waktu

Rata-rata konsumsi beras selama periode
2002-2013 sebesar 1,98 kg/kapita/minggu atau setara
dengan 103,18 kg/kapita/tahun dengan laju penurunan
rata-rata sebesar 0,88% per tahun. Konsumsi beras
tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai
108,42 kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi beras
cenderung terus mengalami penurunan hingga pada

tahun 2013 menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun.
Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) 2015 menyebutkan bahwa konsumsi
beras per kapita per Maret 2015 adalah sebesar 98
kilogram per tahun. Jumlah ini meningkat dibanding
tahun sebelumnya yang hanya 97,2 kg per tahun.
Konsumsi per kapita ini dinilai berdasarkan aneka
masakan yang mengandung beras mencakup konsumsi
beras dalam bentuk nasi, beras ketan, tepung beras, dan
konsumsi padi-padian lainnya. Selain itu, kelompok
bahan makanan mengandung beras lain yang ikut
diperhitungkan adalah bihun, bubur bayi kemasan, kue
basah, nasi rames, nasi goreng, nasi putih, dan lontong
sayur.
Persentase responden tiap wilayah di Indonesia
yang pernah mengkonsumsi beras merah bervariasi.
Perbedaan ini disebabkan karena berbagai macam
faktor antara lain : kebiasaan, keinginan untuk
mencoba mengkonsumsi beras merah, tingkat
pengetahuan atau kesadaran gizi tentang beras merah

dan sebagainya. Presentase responden yang
menyatakan pernah mengkonsumsi nasi beras merah di
provinsi Sumatera Utara 16,22%, Jawa Barat 26,0%,
Jawa Tengah 19,0%, Jawa Timur 23,0%, Bali 38,0%,
Sulawesi Selatan 34,38%, dan Nusa Tenggara Barat
31,0% (Adnyana, 2007).
Beras merah umumnya merupakan beras
tumbuk (pecah kulit) yang dipisahkan bagian
sekamnya saja. Proses ini hanya sedikit merusak
kandungan gizi beras. Sedangkan beras putih umumnya
merupakan beras giling atau poles, yang bersih dari
kulit ari dan lembaga (Muchtadi, 1992).
Beras
merah
mengandung
gen
yang
memproduksi antosianin, antosianin yang dihasilkan
merupakan sumber warna merah yang terdapat pada
kondisi fisik beras. Senyawa yang terdapat pada

lapisan warna merah beras bermanfaat sebagai
antioksidan, anti kanker, anti glikemik tinggi. Beras
merah mempunyai rasa sadikit seperti kacang dan lebih
kenyal daripada beras putih. Beras merah dikonsumsi
tanpa melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling
menjadi beras pecah kulit, kulit arinya masih melekat
pada endosperm. Kulit ari beras merah ini kaya akan
minyak alami, lemak essensial, dan serat (Santika,
2010).
Nasi beras merah tumbuk mengandung 216,45
kalori, 88% kecukupan harian (daily value – DV)
mineral pangan, 27% DV selenium, 21% DV
magnesium, 18,8 % DV asam amino triftofan, 3,5 gram
serat (beras putih mengandung kurang dari 1 gram),
85

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah analisis

bahan baku beras merah ornganik Gasol, Olen dan
Cigeulis dan beras merah anorganik varietas Inpari 24
meliputi kadar pati metode Luff Schoorl dan kadar air
metode Gravimetri dan penentuan perlakuan fisik
(perendaman) terhadap beras merah meliputi lama
perendaman selama 2 jam dan tekanan pemasakan 80
Kpa untuk mendapatkan waktu rehidrasi terbaik.

perendaman maka kadar amilosa semakin menurun.
(Rokhani Hasbullah dan Pramita Rizkia D.P,2013).
Hilangnya zat gizi selama pembuatan nasi
instan antara lain dapat terjadi karena larut atau rusak
yang disebabkan adanya perendaman dan perlakuan
dengan bahan kimia (jika pengolahannya menggunakan
bahan kimia). Senyawa yang hilang umumnya berupa
vitamin dan mineral (Koswara, 2009).
Lama dan suhu perendaman berpengaruh
terhadap kecerahan relatif beras pratanak karena kedua
faktor tersebut membantu aktivitas enzim, khususnya
enzim amilase yang menghasilkan gula, terutama

glukosa. Suhu 60oC merupakan suhu ideal untuk
aktivitas enzim amilase (Widowati, 2007).
Lama perendaman tergantung pada suhu air
yang digunakan, semakin panas air yang digunakan
maka semakin singkat waktu perendaman. Biasanya
perendaman dilakukan menggunakan suhu 60oC
selama 4 jam hingga kadar air mencapai 30% (De
Datta 1981, Hoseney 1994 didalam Widowati, 2007).
Tahapan selanjutnya dalam proses pembuatan
nasi instan adalah dengan pemasakan bertekanan
(Pressure Cooking) yang bertujuan untuk mendapatkan
nasi yang matang dan telah tergelatinisasi sempurna.
Proses pengolahan presto dengan menggunakan
suhu tinggi yaitu 115-120oC dengan tekanan 1-2 atm.
Suhu dan tekanan tinggi ini dicapai dengan
menggunakan alat kukus betekanan (Autoclave) atau
dengan skala rumah menggunakan Pressure Cooker
(Prasetyo, 2012).
Proses pemasakan dengan tekanan membuat
pati dan protein lebih mudah dicerna. Tingkat
ketercernaan pati dipengaruhi oleh kandungan
amilosanya. Perebusan dan pemasakan dengan tekanan
hanya menyebabkan perubahan kecil terhadap pati
tahan cerna (RS = resistant starch) dan polisakarida
nonpati (NSP = non-starch polysaccharide) (Sagum
dan Arcot, 2000).
Uap air panas yang bertekanan tinggi ini
sekaligus
berfungsi
menghentikan
aktivitas
mikroorganisme pembusuk (Amarullah, 2008).
Daya absorpsi air dari pati perlu diketahui
karena perbandingan air yang ditambahkan pada pati
mempengaruhi sifat pati. Granula pati utuh tidak larut
dalam air dingin, granula pati dapat menyerap air dan
membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti
semula. Air yang terserap dalam molekul menyebabkan
granula mengembang (Koswara, 2009).
Penelitian yang dilakukan untuk mempelajari
dan mengetahui pengaruh lama perendaman dan
penggunaan alat memasak nasi berbeda terhadap
karakteristik beras merah instan organij dan non
organik.
Diduga ada interaksi antara jenis beras dan
perbedaan tekanan berpengaruh

Penelitian Utama
1. Rancangan Perlakuan
Rancangan perlakuan terdiri dari dua faktor,
yaitu lama perendaman (A) terdiri atas 2 taraf dan alat
pemasakan (B) terdiri atas 2 taraf, dengan urutan
sebagai berikut :
Faktor Jenis Beras (A), terdiri dari 2 taraf yaitu
a1 = Olen (Organik)
a2 = Invari 24 (Non Organik)
Faktor Tekanan Pemasakan (B), terdiri dari 2 taraf
yaitu :
b1 = Rice Cooker (15 Menit)
b2 = Pressto (15 Menit)
3. Hasil Penelitian
Hasil Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah
analisis bahan baku beras merah ornganik Gasol, Olen
dan Cigeulis dan beras merah anorganik varietas Inpari
24 meliputi kadar pati metode Luff Schoorl dan kadar
air metode Gravimetri dan penentuan perlakuan fisik
(perendaman) terhadap beras merah meliputi lama
perendaman selama 2 jam dan tekanan phemasakan 80
Kpa untuk mendapatkan waktu rehidrasi terbaik.
Hasil Uji Kimia Bahan Baku Beras Merah
1.
Bahan Baku Beras Merah
Tabel 1.Hasil Analisis Kimia pada Beras Merah
SAMPEL
Kadar
Kadar
Kadar
Kadar
Air
Lemak
Protein
Pati
(%)
(%)
(%)
(%)
Gasol
6,50
1,80
8,76
73,80
(Organik)
Olen
(Organik)
Cigeulis
(Organik)
Inpari 24
(non
Organik)

terhadap

2. Metode Penelitian
86

6,75

2,20

13,13

60,19

7,50

1,80

11.38

58,50

6,25

1,40

6,16

87,75

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis
kadar
Air,Karbohidrat,Protein
dan

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

dalam beras merah tidak jauh berbeda walaupun
tumbuh di daerah yang berbeda.
Kandungan karbohidrat yang paling rendah
(58,50%) ada pada beras organik Cigeulis. kandungan
karbohidrat yang tertinggi yaitu 87,75% (Invari 24).
Hasil ini tidak jauh berbeda apabila dibandingkan
dengan penelitian oleh Sompong et al (2011) di dalam
Mirsya Ekarina Mulyani dkk.mengenai kadar
proksimat beberapa varietas beras merah di beberapa
negara di Asia. Sompong et al (2011) di dalam Mirsya
Ekarina Mulyani dkk.melaporkan bahwa kadar
karbohidrat total beras merah bervariasi, mulai dari
73,73% hingga 79,27%.
Hasil pengujian beras merah organik dan non
organik dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Gizi, Depkes, (2008) mempunyai hasil yang
berbeda karena disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain faktor cuaca,unsur hara,waktu pemanenan dan
varietas dari beras tersebut.
Analisis Kadar Air dan Pati Pada Beras Instan
Hasil analisis Kadar Air dan Pati Pada Beras Instan
dapat dilihat pada Tabel 2

Lemak,untuk setiap jenis beras merah organik dan non
organik memberikan hasil yang saling berbeda.
Beras meras dengan varietas Imvari 24 (non
organik) dibandingkan dengan beras organik
mempunyai keunggulan pada kadar air yang terkecil
adalah 12,50%,sedangkan yang paling tinggi ada pada
beras organik Cigeulis (15%),BSN mensyaratkan kadar
air maksimum beras giling 14%, beras organik Cigeulis
tidak memenuhi syarat BSN dan rentan terhadap
kerusakan biologis,kimia dan fisik pada saat
penyimpanan. Menurut penelitian Sompong et al
(2011) di dalam Mirsya Ekarina Mulyani , kadar air
beberapa varietas beras merah yang beredar di
Thailand, Sri Lanka dan Cina berkisar antara 9,28%
hingga 13,12%. Apabila dibandingkan dengan beras
merah Invari 24 (non organik) kadar air 12,50% dan
Dasol (organik) 13% ,maka kedua varietas beras merah
lokal ini memiliki kadar air yang hampir sama . Kadar
air berpengaruh pada stabilitas suatu material pada saat
disimpan. Apabila suatu bahan memiliki kadar air yang
tinggi, maka ketahanan pada saat penyimpanan rendah
sehingga mudah rusak saat disimpan (Nana, 2003)
Kadar protein (13,13%) tertinggi ada pada beras
Olen (organik) sedangkan yang paling rendah beras
merah non organik Invari 24 (6,16%), Pada penelitian
yang dilakukan oleh Gealy dan Bryant (2009) di dalam
Mirsya Ekarina Mulyani , kandungan protein beras
merah di Amerika Utara bervariasi dari 9,9% hingga
14,0%. Sedangkan Sompong et al (2011) di dalam
Mirsya Ekarina Mulyani dkk.melaporkan bahwa
sejumlah varietas beras merah di daerah Thailand, Sri
Lanka dan Cina mengandung protein bervariasi dari
7,16% hingga 10,36%.
Kadar protein dalam beras merah relatif lebih
tinggi daripada dalam beras putih biasa, walaupun
beras tersebut mengalami proses penggilingan minimal
(beras pecah kulit/brown rice). Heinemann et al (2005)
di dalam Mirsya Ekarina Mulyani dkk.melaporkan
bahwa beras pecah kulit di Brazil mengandung 7,42%
protein dan beras putih hanya mengandung sekitar
5,71% protein. Penelitian lain juga dilakukan oleh
Puwastien et al (2009) di dalam Mirsya Ekarina
Mulyani yang menunjukkan bahwa beras pecah kulit di
Thailand mengandung protein sebesar 7,92%.
Kadar lemak tertinggi (2,20%) dipunyai oleh
beras merah organik. Nilai kadar lemak tersebut
hampir sama dengan nilai kadar lemak beras merah dan
beras hitam yang terdapat di Jepang pada penelitian
Yoshida, Tomiyama dan Mizushina (2010) di dalam
Mirsya Ekarina Mulyani . yaitu sekitar 2,2% hingga
3,7%. Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Gealy dan
Bryant (2009) di dalam Mirsya Ekarina Mulyani ,
kandungan lemak kasar rata-rata dari sejumlah varietas
beras merah yang tumbuh di daerah Amerika Utara
adalah sebesar 2,4%. Perbedaan nilai yang tidak terlalu
besar ini menunjukkan bahwa kandungan lemak kasar

Tabel 2 Analisis Kadar Air dan Pati Pada Beras Instan
SAMPEL

Gasol
(Organik)
Olen
(Organik)
Cigeulis
(Organik)
Inpari 24
(non
Organik)

ANALISIS YANG DILAKUKAN
Kadar Air (%)
Kadar Pati (%)
Air
Air
Air
Air
rendaman rendaman rendaman rendaman
Tidak
dibuang
Tidak
dibuang
dibuang
Dibuang
8,50

8,00

85,5

81

7,00

6,50

83,25

78,75

9,50

8,67

81

78,75

8,50

8,00

78,75

74,25

Tabel 2,terlihat bahwa nasi instan yang air
rendamannya tidak dibuang mempunyai kadar air yang
lebih besar dibandingkan dengan kadar air yang air
rendamannya tidak dibuang,hal ini disebabkan karena
pada saat air rendaman ditirikan ada air yang keluar
dari jaringan,sedangkan yang tidak dibuang banyak
molekul air yang terperangkap di dalam jaringan beras.
Hasil analisis pati menunjukkan bahwa air rendaman
yang tidak dibuang memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang air rendaman dibuang,hal
ini didukung oleh hasil rendaman air yang dibuang
terlihat keruh,hal ini menandakan adanya karbohidrat
yang terlarut dalam air terbuang sehingga terjadi
penurunan kadar pati pada beras instan yang dibuang
air rendamannya.
Hasil pengujian organoleptik terhadap nasi instan beras
organik sapat dilihat pada tabel 3,terhadap perlakuan
direndam dan tidak direndam’
87

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan
bahwa varietas beras merah dan metode pemasakan
berpengaruh nyata sedangkan
interaksinya tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar pati nasi merah
instan. (Tabel 6 dan 7)

Tabel 3 Uji Organoleptik pada Beras Merah Instan
Organik
SAMPEL
Warna
a
b

Uji Organoleptik
Aroma
Rasa
a
b
a
B

Gasol
3,8 4,0 4,1 3,8
(Organik)
Olen
4,3 4,3 4,3 3,3
(Organik)
Cigeulis
2,6 2,5 3,4 3,2
(Organik)
a: Air rendaman Tidak dibuang
b: Air rendaman dibuang

a

Tekstur
b

3,2

2,7

2,8

2,3

3.0

3.0

3,1

2,6

3,4

3,0

3,4

3,2

Tabel 6 Pengaruh Varietas Beras
Terhadap Kadar Pati
Varietas Beras Merah
Rata-rata Kadar Pati
a2 (Olen) Organik
79,14 a
a1 (Inpari 24) Anorganik
79.66 b
Tabel 7 Pengaruh Metode Pemasakan Terhadap Kadar
Pati

Dari hasil penelitian pendahuluan maka beras organik
yang terpilih adalah olen,karena paling disukai oleh
panelis dari segi warna,aroma,rasa dan tekstur

Metode Pemasakan

Rata-rata Kadar Pati

b1 = Rice Cooker

78,59 a

Hasil Penelitian Utama
1. Volume Pengembangan
Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan
bahwa varietas beras merah berpengaruh nyata
sedangkan metode pemasakan dan interaksinya tidak
berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan
nasi merah instan. (Tabel 4)

b2 = Pressto

80,21 b

Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar pati tertinggi
ada pada Inpari 24 dengan metode pemasakan Presto
kadar pati tertinggi (80,21%) Hasil ini tidak jauh
berbeda apabila dibandingkan dengan penelitian oleh
Sompong et al (2011) mengenai kadar proksimat
beberapa varietas beras merah di beberapa negara di
Asia. Sompong et al (2011) melaporkan bahwa kadar
karbohidrat total beras merah bervariasi, mulai dari
73,73% hingga 79,27%.

Tabel 4 Pengaruh Varietas Beras Merah Terhadap
Volume Pengembangan
Rata-rata Volume
Varietas Beras Merah
Pengembangan
a2 (Olen) Organik
8.55 a
a1 (Inpari 24) Anorganik
8.90 b

4. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan bahwa
varietas beras merah berpengaruh nyata sedangkan
metode pemasakan dan interaksinya tidak berpengaruh
nyata terhadap Kadar Air nasi merah instan. (Tabel 8 )

Volume pengembangan yg terbaik terdapat pada
beras inpari 24 (non organik),hal ini disebabkan karena
kadar amilo pektinnya mebih tinggi dibandingkan
beras Olen (organik)

Tabel 8 Pengaruh Varietas Beras Merah Terhadap
Kadar Air nasi merah instan.
Varietas Beras Merah
Rata-rata Kadar Air (%)
a2 (Olen) Organik
4,95 a
a1 (Inpari 24) Anorganik
5,58 b

2.

Waktu Rehidrasi
Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan
bahwa varietas beras merah berpengaruh nyata
sedangkan metode pemasakan dan interaksinya tidak
berpengaruh nyata terhadap Waktu Rehidrasi nasi
merah instan. (Tabel 5)

Kadar Air yang rendah dipunyai oleh beras instan
Olen Organik. Kadar air berpengaruh pada stabilitas
suatu material pada saat disimpan. Apabila suatu bahan
memiliki kadar air yang tinggi, maka ketahanan pada
saat penyimpanan rendah sehingga mudah rusak saat
disimpan (Nielsen, 2003 di dalam Mirsya Ekarina
Mulyani ).

Tabel 5 Pengaruh Varietas Beras Merah Terhadap
Waktu Rehidrasi nasi merah instan.
Rata-rata Waktu
Varietas Beras Merah
Rehidrasi
a1 (Inpari 24) Anorganik
31,09 a
a2 (Olen) Organik
31,23 b

5.

Tekstur
Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan
bahwa varietas beras merah ,metode pemasakan dan
interaksinya berpengaruh nyata terhadap Tekstur nasi
merah instan. (Tabel 9 )

Waktu rehidratasi yang terbaik ada pada beras
non organik Ivari 24 dengan waktu 31m09 menit.
3.

Kadar Pati
88

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

2.

Tabel 9 Pengaruh Varietas Beras Merah dan Metode
Pemasakan Terhadap Tekstur nasi merah instan
Metode Pemasakan
Varietas Beras
b1
b2
Merah
Rice Cooker
Pressto
a1 (Inpari 24)
3,41 b
2,91 a
Anorgank
B
A
a2 (Olen)
3,24 b
3,16 a
Organik
A
B
Catatan : Huruf kecil dibaca Horizontal
Huruf besar dibaca Vertikal

3.

4.
5.
6.

Tabel 9 memperlihatkan yang paling disukai oleh
panelis terhadap tekstur adalah perlakuan a1b1 Inpari 24
beras nonorganik yang dimasak dengan metode Rice
Cooker,sedangkan beras Organik (Olen) disukaioleh
panelis jika dimasak dengan metode Presto

7.

6. Rasa
Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukan bahwa
varietas beras merah ,metode pemasakan dan
interaksinya berpengaruh nyata terhadap Rasa nasi
merah instan. (Tabel 10 )

8.
9.

Tabel 10 Pengaruh Varietas Beras Merah dan Metode
Pemasakan Terhadap Rasa nasi merah instan
Metode Pemasakan
Varietas Beras
b1 =
Merah
b2 = Pressto
Rice Cooker
a1 (Inpari 24)
3,61 b
2,89 a
Anorgank
B
A
a2 (Olen)
3,37 a
3,63 b
Organik
A
B
Catatan : Huruf kecil dibaca Horizontal
Huruf besar dibaca Vertikal

10.

11.

12.

Tabel 10 memperlihatkan yang paling disukai
oleh panelis terhadap rasa adalah perlakuan a1b1 Inpari
24 beras nonorganik yang dimasak dengan metode
Rice Cooker,sedangkan beras Organik (Olen)
disukaioleh panelis jika dimasak dengan metode Presto

13.

14.

Kesimpulan
1. Varietas Beras Merah,berpengaruh terhadap
volume pengembangan, Waktu Rehidrasi, Kadar
Pati .Kadar Air.Tekstur dan Rasa
2. Metode Pemasakan berpengaruh terhadap Kadar
Pati .Tekstur dan Rasa
3. Interaksi Varietas Beras Merah dan Metode
Pemasakan berpengaruh terhadap Kadar Pati
.Tekstur dan Rasa

1.

15.

16.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Oka, Made. 2007. Preferensi Konsumen
Terhadap Beras Merah sebagai Sumber Pangan
Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol 2 No 22007.

17.

89

Amarullah, Wahyu R. 2008. Peningkatan Citra
Kepala Ayam Sebagai Keripik yang Gurih dan
Berprotein Melalui Produksi Crown Chicken.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/3315
7. Diakses pada 21 Maret 2017.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis, 18 th
ed.
Association
of
Analytical
Chemist,
Gaiithersburg, MD.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2015
Direktorat Gizi, Depkes, (2008)
Damardjati, DS. 1995. Karakterisasi sifat dan
standardisasi mutu beras sebagai landasan
pengembangan agribisnis dan agroindustri padi di
Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti
Utama. Balitbio 1992. Badan Litbang Pertanian
FAO. 2001. Rice Market Monitor. Didalam
Wahyudin, Imam. 2008. Analisis Perbandingan
Kandungan Karbohidrat, Protein, Zat Besi, dan
Sifat Organoleptik pada Beras Organik dan Beras
Non Organik , Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gaspersz, Vincent. 1995. Teknik Analisis dalam
Penelitian Percobaan, Jilid 1. Tarsito. Bandung.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras.
Kanisius, Yogyakarta : Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko. 1993.
Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Andi Offset,
Yogyakarta.
Hendra, Andriana, Louisa dan Simon Bambang
Widjanarko. 2013. Pengaruh Disodium Fosfat
(Na2HPO4) dan Kondisi Perendaman dalam Sifat
Fisik dan Organoleptik Nasi Instan. Jurnal
Fakultas
Teknologi
Pertanian
Universitas
Brawijaya Malang.
Hendy. 2007. Formulasi Bubur Instan Berbasis
Singkong Sebagai Pangan Alternatif. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Indrasari, S.D., E.Y. Purwani, S. Widowati dan
D.S. Damayanti. 2009. Peningkatan Mutu Nilai
Tambah Beras Melalui Mutu Fisik, Cita Rasa, dan
Gizi. Di dalam Padi Inovasi dan Teknologi Buku 2.
Indrasari, Siti, Dewi. Purwani. dan Prihadi,
Wibowo. 2010. Evaluasi Mutu Fisik, Mutu Giling
dan Kandungan Antosianin Kultivar Beras Merah.
Jurnal Pertanian Tanaman Pangan.
Keneaster, KK. 1974. Quick Cooking Rice
Processes. Activities Report Vol. 26 (No. 2) :
Proceeding Of The Research and Development
Ass. 90 Church St. New York. 10007.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Beras.
http://www.eBookPangan.com. Diakses pada 23
Maret 2017.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung
(Teori
dan
Praktek).
http://www.eBookPangan.com. Diakses pada 23
Maret 2017.

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.1, Tahun 2018

18. Mejaya, Jana, Made. 2013. Deskripsi Varietas
Unggul Baru Padi. Berdasarkan SK Menteri
Pertanian: 2887.1/Kpts/SR.120/6/2012.
19. Mirsya Ekarina Mulyani, (2011), ANALISIS
PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa)
VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG,
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap, Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
20. Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
21. Prasetyo, A.F. 2012. Strategi Pemasaran
Terhadap Perilaku Konsumen Ayam Goreng
Tulang Lunak (Studi Kasus di Rumah Makan
Kings Fried Chicken Surakarta).Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin
Konsumsi Pangan. Volume 5 No. 1.
22. Regina. 2014. Beras Merah Baik Dikonsumsi
Untuk
Diet
Maupun
Diabetes.http://www.trikdiet.com/berasmerah.html. Diakses pada 10 April 2017.
23. Rokhani Hasbullah dan Pramita Rizkia D.P. 2013.
Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Mutu
Beras Pratanak pada Padi Varietas IR 64. Jurnal
Keteknikan Pertanian Vol. 27, No. 1. Diakses pada
10 April 2017.
24. Sagum R, Arcot J. 2000. Effect of domestic
processing methods on the starch, nonstarch
plysaccharides and in vitro starch and protein
digestibility of three varieties of rice with varying
levels of amylose. Food Chem 70: 107-111.
25. Santika, A., dan Rozakurniati. 2010. Teknik
Evaluasi Mutu Beras dan Beras Merah Pada
Beberapa Galur Padi Gogo. Buletin Teknik
Pertanian 15: 1-5.
26. Widowati, S. 2007.Pemanfaatan Ekstrak The
Hijau (Camellia sinensis O.Kuntze) Dalam
Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita
Diabetes Melitus. Institut Pertanian Bogor.

90