PROSES PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MILLENNIUM di indonesia
PROSES PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MILLENNIUM
DEVELOPMENT GOALS PADA TUJUAN PEMERATAAN
PENDIDIKAN PRIMER UNTUK SEMUA, DI KAWASAN SUB
SAHARAN AFRICA
Oleh:
Abdullah Hafidz Abadi
Ibnu Amin Gani
Fadel Fais Mahri
Muhammad Iqbal Saputera
(Delegasi PSNMHII dari Universitas Al Azhar Indonesia)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
Abstrak :
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai sebuah agenda besar dunia yang
dicetuskan oleh United Nations yang di kenal sebagai Millennium Development
Goals (MDG’s). Agenda ini membawa dan mempengaruhi seluruh negara untuk
bersama-sama mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh MDG’s yang terdiri
dari 8 tujuan, di antaranya yaitu pemerataan pendidikan primer untuk semua.
Tujuan ini terkait dengan pembahasan judul yang di angkat, yaitu tentang sektor
pendidikan. Disini pemakalah mengangkat
permasalahannya pada kondisi
pendidikan di kawasan Sub Saharan Africa. Masalah yang terjadi adalah kondisi
yang terjadi di internal di kawasan ini yang cenderung berbeda dengan kawasan
lainnya, kawasan ini dipenuhi dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Kemudian ini menjadi menarik untuk dibahas mengenai apakah tujuan MDG’s
dalam pemerataan pendidikan primer dapat terealisasikan di kawasan ini?
Kata Kunci : United Nations, Millennium Development Goals, Sub Saharan
Africa, Pendidikan, Kemiskinan.
A. Latar Belakang Masalah
Pada pertemuan Millennium Summit di bulan September 2000, merupakan
pertemuan terbesar sepanjang sejarah yang di hadiri oleh kepala-kepala negara di
dunia yang membentuk yaitu UN Millennium Declaration. Isi dari deklarasi
tersebut adalah seluruh negara di dunia berkomitmen untuk bersama-sama
mengurangi kemiskinan, dan membuat target waktu dengan deadline pada tahun
2015 yang kemudian di kenal sebagai Millennium Development Goals 2015.
(United Nations Millennium Project n.d.) Millennium Development Goals
(MDG’s) adalah sebuah target waktu yang di bentuk sampai 2015 yang di
dalamnya terdiri dari target untuk mengatasi kemiskinan ekstrim dalam banyak
dimensi seperti kelaparan, penyakit, dan kurangnya perlindungan yang memadai,
sementara di samping itu juga mempromosikan kesetaraan gender, pendidikan,
dan kelestarian lingkungan. (United Nations Millennium Project n.d.)
Tujuan dari target yang di bentuk oleh MDG’s terdiri dari delapan tujuan yaitu
(Stalker 2008) :
2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrem
Mewujudkan Pendidikan Dasar Untuk Semua
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Menurunkan Angka Kematian Anak
Meningkatkan Kesehatan Ibu
Memerangi HIV dan AIDS, serta Malaria dan penyakit lainnya
Memastikan Kelestarian Lingkungan
Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan
Dunia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam mencapai banyak tujuan.
Antara tahun 1990 dan 2002 rata-rata keseluruhan pendapatan meningkat sekitar
21 persen. Jumlah orang dalam kemiskinan menurun sebesar 1 130 juta perkiraan.
Angka kematian anak jatuh dari 103 kematian per kelahiran hidup 1.000 setahun
ke 88. Harapan hidup meningkat dari 63 tahun menjadi hampir 65 tahun.
Kemudian 8 persen orang di dunia berkembang menerima akses kepada air. Dan
15 persen memperoleh akses ke layanan perbaikan sanitasi. (United Nations
Millennium Project n.d.)
Tetapi di antara kemajuan-kemajuan tersebut tidaklah seragam keseluruh kawasan
di dunia. Banyak faktor-faktor lain yang kerap menimbulkan kesenjangan dari
dalam diri kawasan atau negara tersebut. Banyak dari kemiskinan yang ekstrim
berasal dari negara-negara yang bisa di sebut sebagai negara dunia ketiga yaitu
negara-negara selepas dari penjajahan yang cenderung masyarakatnya sangat
tradisional dan pembangunan negaranya cenderung tidak intensif. Yang mana di
dalam makalah ini memfokuskan pada kawasan Sub-Saharan Africa.
Kawasan Sub Saharan Africa merupakan kawasan yang dapat dikatakan jauh
tertinggal dari kawasan-kawasan lainnya, kawasan dimana titik pusatnya apa yang
disebut dengan krisis. Dengan terus berlangsungnya kelangkaan bahan pangan,
bertambahnya kemiskinan ekstrim, bertambahnya angka kematian anak-anak, dan
banyak dari masyarakatnya tinggal di tempat yang tidak layak. (United Nations
Millennium Project n.d.) Tentunya ini menimbulkan pertanyaan kepada kawasan
Afrika itu sendiri, mengapa Afrika sangat terbelakang? Yang kemudian menjadi
ketertarikan pemakalah untuk di kaitkan dengan MDG’s selaku motor untuk
membawa perubahan besar di tahun 2015 nanti. Yang menariknya adalah,
bagaimana target dari MDG’s tersebut dapat tercapai di kawasan Sub Saharan
3
Africa yang terbelakang dan tertinggal tersebut? Karena ini akan terkesan tidak
mungkin dengan waktu yang di tentukan 2015 nanti di kawasan yang terbelakang
ini dapat mengalami progress kemajuan untuk kesejahteraan masyarakatnya
sendiri. maka dari itu pemakalah mengambil topik ini agar dapat memberikan
gambaran kepada pembaca apakah MDG’s sebagai program dari United Nations
(UN) dapat terealisasi dengan baik di kawasan yang terbelakang ini atau justru
sebaliknya? Dalam hal ini fokus target dari kedelapan target akan fokus pada
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Selebihnya akan di bahas lebih detil
di sub bab berikutnya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan maka pemakalah
menyimpulkan rumusan masalah :
“Apakah target dari Millennium Development Goals 2015 (MDG’s) mengenai
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua dapat terealisasikan di kawasan SubSaharan Africa?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk memberikan gambaran mengenai mengapa kawasan Sub Saharan
Africa ini sangat tertinggal jauh dari kawasan lainnya
Untuk memberikan gambaran fakta mengenai kondisi yang di alami
kawasan Sub Saharan Africa saat ini khususnya dalam bidang
pendidikannya
Untuk memberikan gambaran apakah MDG’s ini benar-benar dapat
memberikan efek kemajuan yang besar di bidang pendidikan di kawasan
Sub Saharan Africa
D. Landasan Teori
Teori Pembangunan Foucaltdian
Memahami
teori
pembangunan
foucaltdian
melalui
pendekatan
post-
strukturalisme, teori ini memfokuskan kepada kritik terhadap pembangunanisme
4
(developmentalism) dan kritik ini mencakup dua teori pembangunan yaitu teori
pembangunan modernisasi dan teori strukturalis marxis. Kritik ini merujuk
kepada pemikiran abad pencerahan (renaissance) yang menggunakan ukuran
universal untuk melihat perkembangan masyarakat yaitu ukuran masyarakat
modern. Teori pembangunan modernism melihat faktor utama keterbelakangan
adalah faktor internal seperti kemauan masyarakat untuk kemajuan/perubahan.
(Yanuardi n.d.)
Kemudian diskursus mengenai developmentalism menurutnya, lahir dari sebuah
gagasan pada saat Presiden Amerika Serikat Harry S Truman berpidato bahwa
seluruh negara di dunia seharusnya mendapatkan “Fair Democratic Deal” melalui
campur tangan Amerika Serikat untuk mengatasi kemiskinan global. Setelah itu
lahir kata development yang kemudian di jadikan sebagai kebijakan luar negeri
dan doktrin AS. Dan selanjutnya kata development ini terus di reproduksi oleh
berbagai instansi-instansi baik domestik maupun internasional seperti Universitas,
LSM, IMF, World Bank, dsb. Yang kemudian menjadikan kata tersebut di akui
mutlak akan kebenarannya. (Yanuardi n.d., 7)
E. Metodologi
Jenis Penelitian:
Didalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Jenis
penelitan ini digunakan untuk mencari unsur – unsur, ciri – ciri dan sifat – sifat
suatu fenomena.1 Jenis penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan
bagaimana kinerja negara-negara di kawasan Sub Saharan Africa dalam mencapai
tujuannya di Millennium Development Goals.
Rumpun Penelitian:
Prof. Dr. Suryana, M. Si., Metodologi Penelitian : Model Praktis
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Universitas Pendidikan Indonesia,
2010). Hal. 20
1
5
Rumpun penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
menggunakan rumpun penelitian Mix Method, yang mana menggabungkan
metode Kualitatif dan metode Kuantitatif. Penulis menggunakan Kualitatif
sebagai framework di dalam penelitian ini dan menggunakan Kuantitatif sebagai
pendukung data didalam penelitian ini.
Dengan metode ini, maka penulis akan menggunakan kalimat dan gambar untuk
mendeskripsikan kasus ini, dan akan digunakan pula index, table, atau hard data
lainnya sebagai pendukung pendeskripsian kasus ini.
Bentuk Penelitian:
Bentuk penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan
penelitian library research, dengan objek yang digunakan untuk penelitian adalah
melalui media yang berada di perpustakaan. Dengan metode ini penulis
memanfaatkan berbagai macam pustaka seperti buku, jurnal yang mengandung
data factual dan sesuai dengan isu yang dibahas oleh penulis. Penulis tidak hanya
mengambil data penelitian hanya dari media cetak, namun juga memanfaatkan
media elektronik seperti website atau jurnal yang di unduh secara online.
Jenis Data :
Data yang dikumpulkan penulis dalam perumusan penelitian ini merupakan data
sekunder, dimana data yang digunakan berasal dari sumber secara tidak langsung,
karena penulis tidak mengamati kasus secara langsung, namun menggunakan
bahan yang dikutip dari pihak lain seperti dari jurnal, buku, website. Jenis data
yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah dengan metode Triangulasi, yang
mana jenis datanya mencakup Kualitatif dan Kuantitatif. Kualitatif berupa
literature review, dan Kuantitatif yang berupa data statistik mengenai grafik
pembangunan pendidikan di Afrika
Teknik Pengumpulan Data:
6
Teknik pengumpulan data menjelaskan bagaimana sumber diperoleh dan
darimana sumber diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, diantaranya adalah:
a. Studi Literatur, merupakan teknik pengumpulan data studi teks. Dimana
penulis akan mengeksplor buku – buku, literature, catatan – catatan, jurnal,
website, maupun dokumen – dokumen lainnya yang berhubungan dengan
Millennium Development Goals di Afrika
b. Exsisting Statistic, Penulis akan mengumpulkan data-data statistik yang
dipublikasikan oleh instansi-instansi terkait, yang akan mendukung data
penelitian. Baik yang didapatkan melalui media cetak maupun diunduh
secara On-line
Metode Analisis:
Dalam menganalisa efektifitas Millennium Development Goals di Afrika, dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Dimana penulis
akan menganalisis data yang dikumpulkan dalam berbagai bentuk, yang dilakukan
secara Induktif.
F. Hasil Penelitian
I.
Mengapa kawasan Sub Saharan Africa Tertinggal Jauh dari Kawasan
Lainnya?
Mendengar kata “Africa” pencitraan yang terbentuk adalah sebuah kawasan yang
terbelakang, masyarakatnya yang miskin, kelaparan dimana-mana, perbudakan,
iklim yang ekstrim, dan tanah yang gersang. Dan juga merupakan jumlah
terbanyak pendapatan individunya yang kurang dari 1 $. Lalu, itu semua menjadi
sebuah pertanyaan ada apa dengan Afrika? Mengapa bisa sampai setertinggal itu
yang dimana melihat kawasan lainnya sudah selangkah lebih maju di bandingkan
dengan kawasan Afrika sendiri. Inti penyebab dari Afrika menjadi kawasan yang
tertinggal adalah bahwa penduduknya sangat buruk dalam membangun
perekonomian dan insentif terhadap politik. Kemudian hak properti tidak aman
7
dan sangat tidak efektif dalam mengorganisirnya, pasar tidak berfungsi dengan
semestinya, negaranya yang lemah dan sistem politik yang tidak menghasilkan
fasilitas public yang baik. Dan apabila melihat secara goegrafi, kawasan ini
berada di kondisi iklim yang gersang dan tanah yang tidak cocok untuk
pembangunan produktivitas agrikultur. (Robinson n.d.)
Selain dari itu, faktor yang juga menentukan adalah kolonialisasi bangsa Eropa di
kawasan ini. Penjajahan di Afrika bisa di katakan ada sisi pembangunannya,
terutama pada bidang transportasi yaitu pembangunan jalan mengingat kawasan
Afrika sangat sulit. Tetapi di sisi lain penjajahan di Afrika inilah yang kemudian
melahirkan sebuah trend pada masa itu yang disebut dengan slavery trade, yang
mana orang-orang kulit hitam di jadikan sebagai budak-budak yang kemudian
diperjual-belikan bahkan sampai tercipta kegiatan ekspor budak. Menjadi budak
berarti harus melakukan apapun yang di perintah oleh tuannya (sebagai pembeli
budak) untuk kepentingan tuannya yang mana tuannya adalah orang berkulit
putih. Dari hal ini yang kemudian tercipta kesenjangan sosial yang didasari oleh
perbedaan warna kulit. (Robinson n.d., 32) Pengaruhnya perbudakan dengan
ketidak-majunya kawasan Afrika adalah terciptanya suatu psikologis kebiasaan
sifat dari masyarakatnya, yang terbiasa dengan “terima saja” atau “lakukan saja
apa yang di perintah”. Hajia Amina Az-Zubair selaku Penasehat Presiden Nigeria
dalam Isu Kemiskinan berkata,
“Colonialism was all about take, not build. And transferred itself into a lot
of mindsets”2
Bahkan sampai sekarang dia sering mengalami kesulitan di dalam mendesain
program untuk menanggulangi kemiskinan.
"You sit round a table and ask 'What are your needs?' and you get an
absolute blank. Because for years, they've been told what they're going to
have. So even the ability to engage has been difficult for us."
Jelas disini pengaruh kolonialisasi berdampak pada psikologis dari penduduk
sebagian besar di Afrika. Selain dari praktik jual beli perbudakan, tujuan bangsa
penjajah datang ke kawasan ini adalah untuk mengeksploitasi sumber daya alam
2
http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8215083.stm
8
yang dimilikinya, kawasan ini di penuhi oleh berbagai macam SDA, secara SDA
Afrika dapat di katakan sangat kaya, terutama di bidang minyak dan mineral.
“We have oil and many other minerals, go name it” 3 – Barnaba Benjamin,
Menteri Kerjasama Sudan Selatan
Setelah
Perang
Dunia
II,
dekolonisasi
dimulai,
Meskipun
antusiasme
kemerdekaan meningkat, ada kekurangan besar yaitu kurangnya sumber daya
manusia yang terdidik dan terlatih untuk mengatur negara-negara baru yang tidak
siap untuk kemerdekaan Mereka juga kehilangan infrastruktur dan kesehatan
masyarakat fasilitas dasar. Ketika pemerintah memulai untuk menggunakan
sistem yang demokratis, banyak yang cepat kemudian menjadi otoriter dan militer
menjadi kekuatan utama, ini mungkin telah membantu mengkonsolidasikan
negara-negara baru, tapi tidak begitu menguntungkan bagi pembangunan ekonomi
mereka. Dan karenanya menjadi sumber konflik dalam dan di antara bangsabangsa.
II.
Kondisi Pendidikan di Kawasan Sub Saharan Africa
Program Education For All (EFA) di kawasan Sub Saharan Africa telah
terjalankan sejak tahun 2000, tetapi masih belum mencapai pemerataan. Langkah
untuk menuju pendidikan dasar untuk semua di kawasan ini telah mengalami
proses pertumbuhan yang cepat dibandingkan pada tahun 1990, dengan rata-rata
kenaikannya dari 57% menjadi 70% dari tahun 1999 ke 2005. Namun, untuk
sebagian negara kawasan ini mengalami kehambatan dalam mencapai proses
tersebut diantaranya seperti kebutuhan untuk belajar bagi kalangan tua maupun
muda, kualitas pendidikan yang masih kurang, inilah hal-hal yang masih kurang
perhatian di sebagian negara di kawasan ini. Dan banyak dari negara-negaranya
masih sulit untuk menghilangkan perbedaan gender di skala sekolah dasar dan
sekolah menengah. Kemudian, kawasan ini masih berada di kondisi dimana
sekitar 33 juta anak masih belum mendapatkan pendidikan yang layak.
Ketidakseimbangan di dalam sistem pendidikan ini yang masih harus di atasi
karena menyebabkan banyak faktor kesenjangan di karenakan sistem yang tidak
3
Ibid.
9
seimbang. (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
2008, 1)
Kebijakan untuk pembangunan manusia menghasilkan manfaat langsung dan
menciptakan dasar bagi pertumbuhan yang lebih cepat. Namun tujuan pendidikan
tidak dapat diperoleh secara baik di banyak negara Afrika karena kendala sosial
ekonomi. Ini termasuk perbedaan dalam akses terhadap sumber daya pendidikan
dalam suatu negara, kendala fiskal yang mencegah menaikkan gaji guru, dan
infrastruktur yang terbatas serta kondisi kehidupan menarik di daerah pedesaan.
Semua berkontribusi terhadap penurunan rasio murid-guru, merusak kualitas dan
kuantitas pendidikan. (African Development Bank 2002).
Fenomena yang terjadi banyak rumah tangga di daerah pedesaan atau terpencil
cenderung kurang memiliki akses terhadap pendidikan dasar: untuk setiap 100
anak-anak perkotaan yang terdaftar, hanya 33 anak-anak pedesaan yang terdaftar
di Burkina Faso, 43 di Ethiopia dan 54 di Chad. Juga kemiskinan berperan secara
signifikan mengurangi kemungkinan partisipasi sekolah: korelasi negatif yang
kuat ada antara kemiskinan rumah tangga dan tingkat kehadiran sekolah dasar di
kedua daerah pedesaan dan perkotaan di Burkina Faso, Kamerun, Ethiopia,
Ghana, Kenya, Malawi dan Mozambik . Kemungkinan anak cacat tidak berada di
sekolah adalah dua sampai tiga kali lebih besar daripada anak yang tidak cacat di
Malawi, Zambia dan Zimbabwe.
Walaupun akses dan partisipasi dalam pendidikan dasar telah meningkat sejak
tahun 1999, perkembangan melalui sekolah dan penyelesaian sekolah dasar tetap
menjadi perhatian utama. Tingkat pengulangan primer yang tinggi, dengan tingkat
rata-rata pengulangan sebesar 15% pada tahun 2004 Di Burundi, Kamerun,
Republik Afrika Tengah, Chad, Komoro, Kongo, Equatorial Guinea, Gabon,
Malawi, Sao Tome dan Principe, dan Togo. - yaitu tiga dari sepuluh negara - 20%
atau lebih dari murid utama adalah repeater. Tingkat pengulangan tertinggi di
kelas 1: di atas 20% di Chad, Eritrea, Lesotho, Malawi, Sao Tome dan Principe,
dan Togo, dan di atas 30% di Burundi, Comoros dan Gabon. (United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization 2008)
10
11
III.
Upaya Pencapaian Tujuan Universal Primary Education oleh Negaranegara di Kawasan Sub Saharan Africa
Sebuah studi baru-baru ini oleh staf Bank Dunia di 33 negara Afrika Sub-Sahara
untuk 2001-2015 menggunakan pendekatan yang berbeda, yang melibatkan
penggunaan tingkat kelulusan siswa sekolah dasar dan membuat ruang untuk
reformasi kebijakan untuk meningkatkan pelayanan sekolah dasar. Studi ini
memperkirakan besarnya pendanaan eksternal dengan mempertimbangkan efek
dari AIDS dibutuhkan untuk membantu 33 negara termiskin Afrika mencapai
Pendidikan untuk Semua (Education for All) tercapai pada tahun 2015. Targetnya
adalah untuk memastikan bahwa pada tanggal tersebut semua anak akan memiliki
akses ke siklus lengkap sekolah dasar yang berlangsung setidaknya lima tahun
atau, jika siklus lebih panjang, enam tahun. Perkiraan menunjukkan bahwa, secara
total, pembiayaan eksternal berkisar antara $ 1,6 miliar dan $ 21 miliar per tahun,
termasuk pembiayaan untuk membiayai biaya tambahan yang dikenakan pada
sistem pendidikan dengan epidemi AIDS sebesar antara $ 433 juta dan $ 557 juta.
(African Development Bank 2002)
Sebagaimana tercantum dalam strategi Pendidikan untuk Semua (Education for
All) dan dalam pekerjaan selanjutnya, negara-negara di kawasan Sub Saharan
Africa dengan tingkat insentif sekolah dasar tertinggi memiliki beberapa
karakteristik penyelesaian termasuk:
• Mencurahkan bagian yang lebih tinggi dari sumber daya nasional untuk
pendidikan dasar negeri.
• Memiliki biaya per unit yang wajar
• Membayar guru gaji yang kompetitif yang sepadan dengan kualifikasi
profesional mereka.
• Memiliki pengeluaran lebih tinggi pada komplementer, input non gaji.
• Memiliki pengelolaan yang baik pada rasio murid-guru.
• Memiliki tingkat pengulangan rata-rata di bawah 10 persen.
Pengalaman negara-negara yang berperforma lebih baik menunjukkan bahwa
meningkatkan kunci pelayanan dan mobilisasi sumber daya domestik dapat lebih
12
dekat dengan tolok ukur yang dapat diterima dengan meningkatkan efisiensi
internal, biaya unit yang lebih rendah, meningkatkan kualitas pendidikan,
mengurangi tingkat pengulangan, dan meningkatkan tingkat penyelesaian
pendidikan dasar. Meskipun tolok ukur ini dapat berfungsi sebagai kerangka
acuan umum untuk semua negara di kawasan ini, Tetap perlu memperhatikan
kondisi internal dari masing-masing negara agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengambil sebuah kebijakan. Kemudian untuk mentransformasi perekonomian di
negara kawasan Sub Saharan Africa juga harus ditopang oleh di perkuatnya
sistem pendidikan yang tinggi dan penciptaan pusat unggulan agar dapat membuat
negara di kawasan ini untuk berpartisipasi di dalam pertumbuhan ekonomi global.
(African Development Bank 2002)
IV.
Analisa
Dari yang telah di uraikan di atas berdasarkan data-data faktual yang terjadi di
Afrika, sangat kontras perbedaan yang terjadi di bandingkan dengan kawasankawasan lainnya seperti Amerika, Eropa dan Asia. Bahkan di banding Asia, Afrika
masih terbilang jauh tertinggal. Terutama dalam hal ini indicator dari tertinggal
adalah masyarakatnya yang miskin. Berdasarkan data, kawasan ini merupakan
kawasan yang penduduknya masih banyak yang hidup dengan pendapatannya di
bawah 1$. Kemudian masuk pada sektor pendidikan, fenomena yang terjadi di
kawasan ini masih banyak faktor yang menyebabkan pendidikan tidak mencapai
maksimal, di karenakan kemiskinan yang masih melanda besar, kualitas dari
lingkungan belajar-mengajar, dan faktor dapat terbilang banyak murid yang
mengulang pada tahap sekolah dasar.
Lalu untuk menjawab dari rumusan masalah yang sudah di bentuk dengan melihat
kondisi kenyataan yang terjadi di Afrika, pemakalah dapat berpendapat
bahwasanya pembangunan untuk pemerataan pendidikan primer masih belum
tercapai dengan baik untuk menuju 2015 nanti, di karenakan faktor-faktor yang
telah disebutkan sebelumnya. Secara teoritis untuk menjawab rumusan masalah
tersebut, wacana pembangunan (development) disini kental dengan proyeksi
modernitas yang kebarat-baratan atau negara-negara industri maju, seperti
13
Amerika Serikat, Eropa, Jepang dsb. Yang kemudian wacana pembangunan ini di
reproduksi oleh Millennium Development Goals beserta dengan kedelapan
targetnya, untuk kemudian wacana pembangunan ini disamaratakan untuk seluruh
negara-negara di dunia agar tercipta kondisi dunia yang lebih baik, menurut
MDG’s.
Tetapi kembali lagi bahwa ukuran dari MDG’s ini terlalu universal dan general
tanpa memperhatikan hal-hal lain. Bagaimana bisa kawasan Afrika ukurannya di
samakan dengan kawasan Eropa? Apa yang terjadi di kondisi internal eropa
berbeda dengan kondisi internal Afrika. Masing-masing kawasan memiliki
kapabilitas yang berbeda. Dengan kehidupan yang pendapatannya masih di bawa
1 $ dibandingkan dengan kehidupan masyarakatnya yang sudah melebihi 10 $
lebih pendapatannya akan jelas berbeda arah untuk pembangunannya dan akan
sulit tercapai jika barometer dari pembangunan yang di maksudkan oleh MDG’s
adalah ukuran masyarakat modern barat. Maka dari itu dapat dikatakan
pembangunan untuk pemerataan pendidikan primer di Afrika sulit dicapai untuk
2015 nanti di karenakan faktor-faktor internal kawasan, dan selain dari itu adalah
ukuran dari MDG’s sendiri yang masih jauh dari kapabilitas Afrika untuk
mencapainya.
G. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari makalah ini adalah pencapaian dari kawasan Afrika untuk
memenuhi tujuan dari MDG’s terkait dengan pendidikan dapat dikatakan masih
belum bisa dihinggap di tahun 2015 nanti. Melihat kondisi-kondisi internal
kawasan Afrika yang masih rentan dengan kemiskinan, kelaparan, dan good
governance yang minim. Dan memandang dari sudut teoritis diskursus mengenai
pembangunan ini tercipta citra bahwasanya masyarakat yang modern dan maju
adalah seperti masyarakat di Eropa dan Amerika sedangkan yang terbelakang
adalah negara-negara dunia ketiga yaitu Afrika. Sehingga menciptakan kebenaran
bahwa masyarakat modern adalah masyarakat yang “benar” dan masyarakat yang
tradisional adalah “salah”. Menurut pemakalah, hal inilah yang menjadikan
mindset dan pencitraan terhadap Afrika akan terus terbelakang. Seharusnya
14
mindset yang di bangun adalah, setiap kawasan memiliki keunikan masingmasing
dalam
membangun
kawasannya
tersendiri.
Tidak
perlu
untuk
disamaratakan nasib kawasannya dengan kawasan yang menurut pandangan
modernisme adalah kawasan maju. Pembenaran terhadap sebuah kawasan
terbilang
maju
merupakan
konstruksi
dari
negara-negara
maju
yang
menginginkan agar negara-negara yang masih berkembang untuk mencontoh dari
negara maju, agar kemudian negara-negara berkembang ini ketergantungan
dengan negara-negara maju. Dan alat dari pembenaran tersebut salah satunya
melalui MDG’s ini yang kemudian mempengaruhi negara-negara berkembang
untuk bercita-cita menyamakan dirinya dengan negara-negara maju.
15
DAFTAR PUSTAKA
African Development Bank. "Achieving The Millennium Development
Goals in Africa, Progress Prospect and Policy Implications." Global
Poverty Report, African Development Bank, 2002, 16.
African Development Bank. "Achieving The Millennium Development
Goals in Africa. Progress, Prospect and Policy Implications." Global
Poverty Report, African Development Bank, 2002, 17.
Robinson, Daron Acemoglue & James A. "Why is Africa Poor?" 22.
Stalker, Peter. "Let's Speak Out For MDG's (Indonesia Report)." United
Nations, 2008.
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization.
"Education for All by 2015, Will we make it?" EFA Global Monitoring
Report, 2008, 3.
United
Nations
Millennium
Project.
http://www.unmillenniumproject.org/goals/index.htm .
Yanuardi. "Revisi Terhadap Teori Pembangunan Foucaultdian: Sebuah
Upaya Mengembangkan Teori Deliberatif." (Universitas Gadjah Mada) 5
- 6.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8215083.stm
Prof. Dr. Suryana, M. Si., Metodologi Penelitian : Model Praktis
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Universitas Pendidikan Indonesia,
2010).
16
DEVELOPMENT GOALS PADA TUJUAN PEMERATAAN
PENDIDIKAN PRIMER UNTUK SEMUA, DI KAWASAN SUB
SAHARAN AFRICA
Oleh:
Abdullah Hafidz Abadi
Ibnu Amin Gani
Fadel Fais Mahri
Muhammad Iqbal Saputera
(Delegasi PSNMHII dari Universitas Al Azhar Indonesia)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
Abstrak :
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai sebuah agenda besar dunia yang
dicetuskan oleh United Nations yang di kenal sebagai Millennium Development
Goals (MDG’s). Agenda ini membawa dan mempengaruhi seluruh negara untuk
bersama-sama mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh MDG’s yang terdiri
dari 8 tujuan, di antaranya yaitu pemerataan pendidikan primer untuk semua.
Tujuan ini terkait dengan pembahasan judul yang di angkat, yaitu tentang sektor
pendidikan. Disini pemakalah mengangkat
permasalahannya pada kondisi
pendidikan di kawasan Sub Saharan Africa. Masalah yang terjadi adalah kondisi
yang terjadi di internal di kawasan ini yang cenderung berbeda dengan kawasan
lainnya, kawasan ini dipenuhi dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Kemudian ini menjadi menarik untuk dibahas mengenai apakah tujuan MDG’s
dalam pemerataan pendidikan primer dapat terealisasikan di kawasan ini?
Kata Kunci : United Nations, Millennium Development Goals, Sub Saharan
Africa, Pendidikan, Kemiskinan.
A. Latar Belakang Masalah
Pada pertemuan Millennium Summit di bulan September 2000, merupakan
pertemuan terbesar sepanjang sejarah yang di hadiri oleh kepala-kepala negara di
dunia yang membentuk yaitu UN Millennium Declaration. Isi dari deklarasi
tersebut adalah seluruh negara di dunia berkomitmen untuk bersama-sama
mengurangi kemiskinan, dan membuat target waktu dengan deadline pada tahun
2015 yang kemudian di kenal sebagai Millennium Development Goals 2015.
(United Nations Millennium Project n.d.) Millennium Development Goals
(MDG’s) adalah sebuah target waktu yang di bentuk sampai 2015 yang di
dalamnya terdiri dari target untuk mengatasi kemiskinan ekstrim dalam banyak
dimensi seperti kelaparan, penyakit, dan kurangnya perlindungan yang memadai,
sementara di samping itu juga mempromosikan kesetaraan gender, pendidikan,
dan kelestarian lingkungan. (United Nations Millennium Project n.d.)
Tujuan dari target yang di bentuk oleh MDG’s terdiri dari delapan tujuan yaitu
(Stalker 2008) :
2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrem
Mewujudkan Pendidikan Dasar Untuk Semua
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Menurunkan Angka Kematian Anak
Meningkatkan Kesehatan Ibu
Memerangi HIV dan AIDS, serta Malaria dan penyakit lainnya
Memastikan Kelestarian Lingkungan
Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan
Dunia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam mencapai banyak tujuan.
Antara tahun 1990 dan 2002 rata-rata keseluruhan pendapatan meningkat sekitar
21 persen. Jumlah orang dalam kemiskinan menurun sebesar 1 130 juta perkiraan.
Angka kematian anak jatuh dari 103 kematian per kelahiran hidup 1.000 setahun
ke 88. Harapan hidup meningkat dari 63 tahun menjadi hampir 65 tahun.
Kemudian 8 persen orang di dunia berkembang menerima akses kepada air. Dan
15 persen memperoleh akses ke layanan perbaikan sanitasi. (United Nations
Millennium Project n.d.)
Tetapi di antara kemajuan-kemajuan tersebut tidaklah seragam keseluruh kawasan
di dunia. Banyak faktor-faktor lain yang kerap menimbulkan kesenjangan dari
dalam diri kawasan atau negara tersebut. Banyak dari kemiskinan yang ekstrim
berasal dari negara-negara yang bisa di sebut sebagai negara dunia ketiga yaitu
negara-negara selepas dari penjajahan yang cenderung masyarakatnya sangat
tradisional dan pembangunan negaranya cenderung tidak intensif. Yang mana di
dalam makalah ini memfokuskan pada kawasan Sub-Saharan Africa.
Kawasan Sub Saharan Africa merupakan kawasan yang dapat dikatakan jauh
tertinggal dari kawasan-kawasan lainnya, kawasan dimana titik pusatnya apa yang
disebut dengan krisis. Dengan terus berlangsungnya kelangkaan bahan pangan,
bertambahnya kemiskinan ekstrim, bertambahnya angka kematian anak-anak, dan
banyak dari masyarakatnya tinggal di tempat yang tidak layak. (United Nations
Millennium Project n.d.) Tentunya ini menimbulkan pertanyaan kepada kawasan
Afrika itu sendiri, mengapa Afrika sangat terbelakang? Yang kemudian menjadi
ketertarikan pemakalah untuk di kaitkan dengan MDG’s selaku motor untuk
membawa perubahan besar di tahun 2015 nanti. Yang menariknya adalah,
bagaimana target dari MDG’s tersebut dapat tercapai di kawasan Sub Saharan
3
Africa yang terbelakang dan tertinggal tersebut? Karena ini akan terkesan tidak
mungkin dengan waktu yang di tentukan 2015 nanti di kawasan yang terbelakang
ini dapat mengalami progress kemajuan untuk kesejahteraan masyarakatnya
sendiri. maka dari itu pemakalah mengambil topik ini agar dapat memberikan
gambaran kepada pembaca apakah MDG’s sebagai program dari United Nations
(UN) dapat terealisasi dengan baik di kawasan yang terbelakang ini atau justru
sebaliknya? Dalam hal ini fokus target dari kedelapan target akan fokus pada
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Selebihnya akan di bahas lebih detil
di sub bab berikutnya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan maka pemakalah
menyimpulkan rumusan masalah :
“Apakah target dari Millennium Development Goals 2015 (MDG’s) mengenai
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua dapat terealisasikan di kawasan SubSaharan Africa?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk memberikan gambaran mengenai mengapa kawasan Sub Saharan
Africa ini sangat tertinggal jauh dari kawasan lainnya
Untuk memberikan gambaran fakta mengenai kondisi yang di alami
kawasan Sub Saharan Africa saat ini khususnya dalam bidang
pendidikannya
Untuk memberikan gambaran apakah MDG’s ini benar-benar dapat
memberikan efek kemajuan yang besar di bidang pendidikan di kawasan
Sub Saharan Africa
D. Landasan Teori
Teori Pembangunan Foucaltdian
Memahami
teori
pembangunan
foucaltdian
melalui
pendekatan
post-
strukturalisme, teori ini memfokuskan kepada kritik terhadap pembangunanisme
4
(developmentalism) dan kritik ini mencakup dua teori pembangunan yaitu teori
pembangunan modernisasi dan teori strukturalis marxis. Kritik ini merujuk
kepada pemikiran abad pencerahan (renaissance) yang menggunakan ukuran
universal untuk melihat perkembangan masyarakat yaitu ukuran masyarakat
modern. Teori pembangunan modernism melihat faktor utama keterbelakangan
adalah faktor internal seperti kemauan masyarakat untuk kemajuan/perubahan.
(Yanuardi n.d.)
Kemudian diskursus mengenai developmentalism menurutnya, lahir dari sebuah
gagasan pada saat Presiden Amerika Serikat Harry S Truman berpidato bahwa
seluruh negara di dunia seharusnya mendapatkan “Fair Democratic Deal” melalui
campur tangan Amerika Serikat untuk mengatasi kemiskinan global. Setelah itu
lahir kata development yang kemudian di jadikan sebagai kebijakan luar negeri
dan doktrin AS. Dan selanjutnya kata development ini terus di reproduksi oleh
berbagai instansi-instansi baik domestik maupun internasional seperti Universitas,
LSM, IMF, World Bank, dsb. Yang kemudian menjadikan kata tersebut di akui
mutlak akan kebenarannya. (Yanuardi n.d., 7)
E. Metodologi
Jenis Penelitian:
Didalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Jenis
penelitan ini digunakan untuk mencari unsur – unsur, ciri – ciri dan sifat – sifat
suatu fenomena.1 Jenis penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan
bagaimana kinerja negara-negara di kawasan Sub Saharan Africa dalam mencapai
tujuannya di Millennium Development Goals.
Rumpun Penelitian:
Prof. Dr. Suryana, M. Si., Metodologi Penelitian : Model Praktis
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Universitas Pendidikan Indonesia,
2010). Hal. 20
1
5
Rumpun penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
menggunakan rumpun penelitian Mix Method, yang mana menggabungkan
metode Kualitatif dan metode Kuantitatif. Penulis menggunakan Kualitatif
sebagai framework di dalam penelitian ini dan menggunakan Kuantitatif sebagai
pendukung data didalam penelitian ini.
Dengan metode ini, maka penulis akan menggunakan kalimat dan gambar untuk
mendeskripsikan kasus ini, dan akan digunakan pula index, table, atau hard data
lainnya sebagai pendukung pendeskripsian kasus ini.
Bentuk Penelitian:
Bentuk penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan
penelitian library research, dengan objek yang digunakan untuk penelitian adalah
melalui media yang berada di perpustakaan. Dengan metode ini penulis
memanfaatkan berbagai macam pustaka seperti buku, jurnal yang mengandung
data factual dan sesuai dengan isu yang dibahas oleh penulis. Penulis tidak hanya
mengambil data penelitian hanya dari media cetak, namun juga memanfaatkan
media elektronik seperti website atau jurnal yang di unduh secara online.
Jenis Data :
Data yang dikumpulkan penulis dalam perumusan penelitian ini merupakan data
sekunder, dimana data yang digunakan berasal dari sumber secara tidak langsung,
karena penulis tidak mengamati kasus secara langsung, namun menggunakan
bahan yang dikutip dari pihak lain seperti dari jurnal, buku, website. Jenis data
yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah dengan metode Triangulasi, yang
mana jenis datanya mencakup Kualitatif dan Kuantitatif. Kualitatif berupa
literature review, dan Kuantitatif yang berupa data statistik mengenai grafik
pembangunan pendidikan di Afrika
Teknik Pengumpulan Data:
6
Teknik pengumpulan data menjelaskan bagaimana sumber diperoleh dan
darimana sumber diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, diantaranya adalah:
a. Studi Literatur, merupakan teknik pengumpulan data studi teks. Dimana
penulis akan mengeksplor buku – buku, literature, catatan – catatan, jurnal,
website, maupun dokumen – dokumen lainnya yang berhubungan dengan
Millennium Development Goals di Afrika
b. Exsisting Statistic, Penulis akan mengumpulkan data-data statistik yang
dipublikasikan oleh instansi-instansi terkait, yang akan mendukung data
penelitian. Baik yang didapatkan melalui media cetak maupun diunduh
secara On-line
Metode Analisis:
Dalam menganalisa efektifitas Millennium Development Goals di Afrika, dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Dimana penulis
akan menganalisis data yang dikumpulkan dalam berbagai bentuk, yang dilakukan
secara Induktif.
F. Hasil Penelitian
I.
Mengapa kawasan Sub Saharan Africa Tertinggal Jauh dari Kawasan
Lainnya?
Mendengar kata “Africa” pencitraan yang terbentuk adalah sebuah kawasan yang
terbelakang, masyarakatnya yang miskin, kelaparan dimana-mana, perbudakan,
iklim yang ekstrim, dan tanah yang gersang. Dan juga merupakan jumlah
terbanyak pendapatan individunya yang kurang dari 1 $. Lalu, itu semua menjadi
sebuah pertanyaan ada apa dengan Afrika? Mengapa bisa sampai setertinggal itu
yang dimana melihat kawasan lainnya sudah selangkah lebih maju di bandingkan
dengan kawasan Afrika sendiri. Inti penyebab dari Afrika menjadi kawasan yang
tertinggal adalah bahwa penduduknya sangat buruk dalam membangun
perekonomian dan insentif terhadap politik. Kemudian hak properti tidak aman
7
dan sangat tidak efektif dalam mengorganisirnya, pasar tidak berfungsi dengan
semestinya, negaranya yang lemah dan sistem politik yang tidak menghasilkan
fasilitas public yang baik. Dan apabila melihat secara goegrafi, kawasan ini
berada di kondisi iklim yang gersang dan tanah yang tidak cocok untuk
pembangunan produktivitas agrikultur. (Robinson n.d.)
Selain dari itu, faktor yang juga menentukan adalah kolonialisasi bangsa Eropa di
kawasan ini. Penjajahan di Afrika bisa di katakan ada sisi pembangunannya,
terutama pada bidang transportasi yaitu pembangunan jalan mengingat kawasan
Afrika sangat sulit. Tetapi di sisi lain penjajahan di Afrika inilah yang kemudian
melahirkan sebuah trend pada masa itu yang disebut dengan slavery trade, yang
mana orang-orang kulit hitam di jadikan sebagai budak-budak yang kemudian
diperjual-belikan bahkan sampai tercipta kegiatan ekspor budak. Menjadi budak
berarti harus melakukan apapun yang di perintah oleh tuannya (sebagai pembeli
budak) untuk kepentingan tuannya yang mana tuannya adalah orang berkulit
putih. Dari hal ini yang kemudian tercipta kesenjangan sosial yang didasari oleh
perbedaan warna kulit. (Robinson n.d., 32) Pengaruhnya perbudakan dengan
ketidak-majunya kawasan Afrika adalah terciptanya suatu psikologis kebiasaan
sifat dari masyarakatnya, yang terbiasa dengan “terima saja” atau “lakukan saja
apa yang di perintah”. Hajia Amina Az-Zubair selaku Penasehat Presiden Nigeria
dalam Isu Kemiskinan berkata,
“Colonialism was all about take, not build. And transferred itself into a lot
of mindsets”2
Bahkan sampai sekarang dia sering mengalami kesulitan di dalam mendesain
program untuk menanggulangi kemiskinan.
"You sit round a table and ask 'What are your needs?' and you get an
absolute blank. Because for years, they've been told what they're going to
have. So even the ability to engage has been difficult for us."
Jelas disini pengaruh kolonialisasi berdampak pada psikologis dari penduduk
sebagian besar di Afrika. Selain dari praktik jual beli perbudakan, tujuan bangsa
penjajah datang ke kawasan ini adalah untuk mengeksploitasi sumber daya alam
2
http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8215083.stm
8
yang dimilikinya, kawasan ini di penuhi oleh berbagai macam SDA, secara SDA
Afrika dapat di katakan sangat kaya, terutama di bidang minyak dan mineral.
“We have oil and many other minerals, go name it” 3 – Barnaba Benjamin,
Menteri Kerjasama Sudan Selatan
Setelah
Perang
Dunia
II,
dekolonisasi
dimulai,
Meskipun
antusiasme
kemerdekaan meningkat, ada kekurangan besar yaitu kurangnya sumber daya
manusia yang terdidik dan terlatih untuk mengatur negara-negara baru yang tidak
siap untuk kemerdekaan Mereka juga kehilangan infrastruktur dan kesehatan
masyarakat fasilitas dasar. Ketika pemerintah memulai untuk menggunakan
sistem yang demokratis, banyak yang cepat kemudian menjadi otoriter dan militer
menjadi kekuatan utama, ini mungkin telah membantu mengkonsolidasikan
negara-negara baru, tapi tidak begitu menguntungkan bagi pembangunan ekonomi
mereka. Dan karenanya menjadi sumber konflik dalam dan di antara bangsabangsa.
II.
Kondisi Pendidikan di Kawasan Sub Saharan Africa
Program Education For All (EFA) di kawasan Sub Saharan Africa telah
terjalankan sejak tahun 2000, tetapi masih belum mencapai pemerataan. Langkah
untuk menuju pendidikan dasar untuk semua di kawasan ini telah mengalami
proses pertumbuhan yang cepat dibandingkan pada tahun 1990, dengan rata-rata
kenaikannya dari 57% menjadi 70% dari tahun 1999 ke 2005. Namun, untuk
sebagian negara kawasan ini mengalami kehambatan dalam mencapai proses
tersebut diantaranya seperti kebutuhan untuk belajar bagi kalangan tua maupun
muda, kualitas pendidikan yang masih kurang, inilah hal-hal yang masih kurang
perhatian di sebagian negara di kawasan ini. Dan banyak dari negara-negaranya
masih sulit untuk menghilangkan perbedaan gender di skala sekolah dasar dan
sekolah menengah. Kemudian, kawasan ini masih berada di kondisi dimana
sekitar 33 juta anak masih belum mendapatkan pendidikan yang layak.
Ketidakseimbangan di dalam sistem pendidikan ini yang masih harus di atasi
karena menyebabkan banyak faktor kesenjangan di karenakan sistem yang tidak
3
Ibid.
9
seimbang. (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
2008, 1)
Kebijakan untuk pembangunan manusia menghasilkan manfaat langsung dan
menciptakan dasar bagi pertumbuhan yang lebih cepat. Namun tujuan pendidikan
tidak dapat diperoleh secara baik di banyak negara Afrika karena kendala sosial
ekonomi. Ini termasuk perbedaan dalam akses terhadap sumber daya pendidikan
dalam suatu negara, kendala fiskal yang mencegah menaikkan gaji guru, dan
infrastruktur yang terbatas serta kondisi kehidupan menarik di daerah pedesaan.
Semua berkontribusi terhadap penurunan rasio murid-guru, merusak kualitas dan
kuantitas pendidikan. (African Development Bank 2002).
Fenomena yang terjadi banyak rumah tangga di daerah pedesaan atau terpencil
cenderung kurang memiliki akses terhadap pendidikan dasar: untuk setiap 100
anak-anak perkotaan yang terdaftar, hanya 33 anak-anak pedesaan yang terdaftar
di Burkina Faso, 43 di Ethiopia dan 54 di Chad. Juga kemiskinan berperan secara
signifikan mengurangi kemungkinan partisipasi sekolah: korelasi negatif yang
kuat ada antara kemiskinan rumah tangga dan tingkat kehadiran sekolah dasar di
kedua daerah pedesaan dan perkotaan di Burkina Faso, Kamerun, Ethiopia,
Ghana, Kenya, Malawi dan Mozambik . Kemungkinan anak cacat tidak berada di
sekolah adalah dua sampai tiga kali lebih besar daripada anak yang tidak cacat di
Malawi, Zambia dan Zimbabwe.
Walaupun akses dan partisipasi dalam pendidikan dasar telah meningkat sejak
tahun 1999, perkembangan melalui sekolah dan penyelesaian sekolah dasar tetap
menjadi perhatian utama. Tingkat pengulangan primer yang tinggi, dengan tingkat
rata-rata pengulangan sebesar 15% pada tahun 2004 Di Burundi, Kamerun,
Republik Afrika Tengah, Chad, Komoro, Kongo, Equatorial Guinea, Gabon,
Malawi, Sao Tome dan Principe, dan Togo. - yaitu tiga dari sepuluh negara - 20%
atau lebih dari murid utama adalah repeater. Tingkat pengulangan tertinggi di
kelas 1: di atas 20% di Chad, Eritrea, Lesotho, Malawi, Sao Tome dan Principe,
dan Togo, dan di atas 30% di Burundi, Comoros dan Gabon. (United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization 2008)
10
11
III.
Upaya Pencapaian Tujuan Universal Primary Education oleh Negaranegara di Kawasan Sub Saharan Africa
Sebuah studi baru-baru ini oleh staf Bank Dunia di 33 negara Afrika Sub-Sahara
untuk 2001-2015 menggunakan pendekatan yang berbeda, yang melibatkan
penggunaan tingkat kelulusan siswa sekolah dasar dan membuat ruang untuk
reformasi kebijakan untuk meningkatkan pelayanan sekolah dasar. Studi ini
memperkirakan besarnya pendanaan eksternal dengan mempertimbangkan efek
dari AIDS dibutuhkan untuk membantu 33 negara termiskin Afrika mencapai
Pendidikan untuk Semua (Education for All) tercapai pada tahun 2015. Targetnya
adalah untuk memastikan bahwa pada tanggal tersebut semua anak akan memiliki
akses ke siklus lengkap sekolah dasar yang berlangsung setidaknya lima tahun
atau, jika siklus lebih panjang, enam tahun. Perkiraan menunjukkan bahwa, secara
total, pembiayaan eksternal berkisar antara $ 1,6 miliar dan $ 21 miliar per tahun,
termasuk pembiayaan untuk membiayai biaya tambahan yang dikenakan pada
sistem pendidikan dengan epidemi AIDS sebesar antara $ 433 juta dan $ 557 juta.
(African Development Bank 2002)
Sebagaimana tercantum dalam strategi Pendidikan untuk Semua (Education for
All) dan dalam pekerjaan selanjutnya, negara-negara di kawasan Sub Saharan
Africa dengan tingkat insentif sekolah dasar tertinggi memiliki beberapa
karakteristik penyelesaian termasuk:
• Mencurahkan bagian yang lebih tinggi dari sumber daya nasional untuk
pendidikan dasar negeri.
• Memiliki biaya per unit yang wajar
• Membayar guru gaji yang kompetitif yang sepadan dengan kualifikasi
profesional mereka.
• Memiliki pengeluaran lebih tinggi pada komplementer, input non gaji.
• Memiliki pengelolaan yang baik pada rasio murid-guru.
• Memiliki tingkat pengulangan rata-rata di bawah 10 persen.
Pengalaman negara-negara yang berperforma lebih baik menunjukkan bahwa
meningkatkan kunci pelayanan dan mobilisasi sumber daya domestik dapat lebih
12
dekat dengan tolok ukur yang dapat diterima dengan meningkatkan efisiensi
internal, biaya unit yang lebih rendah, meningkatkan kualitas pendidikan,
mengurangi tingkat pengulangan, dan meningkatkan tingkat penyelesaian
pendidikan dasar. Meskipun tolok ukur ini dapat berfungsi sebagai kerangka
acuan umum untuk semua negara di kawasan ini, Tetap perlu memperhatikan
kondisi internal dari masing-masing negara agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengambil sebuah kebijakan. Kemudian untuk mentransformasi perekonomian di
negara kawasan Sub Saharan Africa juga harus ditopang oleh di perkuatnya
sistem pendidikan yang tinggi dan penciptaan pusat unggulan agar dapat membuat
negara di kawasan ini untuk berpartisipasi di dalam pertumbuhan ekonomi global.
(African Development Bank 2002)
IV.
Analisa
Dari yang telah di uraikan di atas berdasarkan data-data faktual yang terjadi di
Afrika, sangat kontras perbedaan yang terjadi di bandingkan dengan kawasankawasan lainnya seperti Amerika, Eropa dan Asia. Bahkan di banding Asia, Afrika
masih terbilang jauh tertinggal. Terutama dalam hal ini indicator dari tertinggal
adalah masyarakatnya yang miskin. Berdasarkan data, kawasan ini merupakan
kawasan yang penduduknya masih banyak yang hidup dengan pendapatannya di
bawah 1$. Kemudian masuk pada sektor pendidikan, fenomena yang terjadi di
kawasan ini masih banyak faktor yang menyebabkan pendidikan tidak mencapai
maksimal, di karenakan kemiskinan yang masih melanda besar, kualitas dari
lingkungan belajar-mengajar, dan faktor dapat terbilang banyak murid yang
mengulang pada tahap sekolah dasar.
Lalu untuk menjawab dari rumusan masalah yang sudah di bentuk dengan melihat
kondisi kenyataan yang terjadi di Afrika, pemakalah dapat berpendapat
bahwasanya pembangunan untuk pemerataan pendidikan primer masih belum
tercapai dengan baik untuk menuju 2015 nanti, di karenakan faktor-faktor yang
telah disebutkan sebelumnya. Secara teoritis untuk menjawab rumusan masalah
tersebut, wacana pembangunan (development) disini kental dengan proyeksi
modernitas yang kebarat-baratan atau negara-negara industri maju, seperti
13
Amerika Serikat, Eropa, Jepang dsb. Yang kemudian wacana pembangunan ini di
reproduksi oleh Millennium Development Goals beserta dengan kedelapan
targetnya, untuk kemudian wacana pembangunan ini disamaratakan untuk seluruh
negara-negara di dunia agar tercipta kondisi dunia yang lebih baik, menurut
MDG’s.
Tetapi kembali lagi bahwa ukuran dari MDG’s ini terlalu universal dan general
tanpa memperhatikan hal-hal lain. Bagaimana bisa kawasan Afrika ukurannya di
samakan dengan kawasan Eropa? Apa yang terjadi di kondisi internal eropa
berbeda dengan kondisi internal Afrika. Masing-masing kawasan memiliki
kapabilitas yang berbeda. Dengan kehidupan yang pendapatannya masih di bawa
1 $ dibandingkan dengan kehidupan masyarakatnya yang sudah melebihi 10 $
lebih pendapatannya akan jelas berbeda arah untuk pembangunannya dan akan
sulit tercapai jika barometer dari pembangunan yang di maksudkan oleh MDG’s
adalah ukuran masyarakat modern barat. Maka dari itu dapat dikatakan
pembangunan untuk pemerataan pendidikan primer di Afrika sulit dicapai untuk
2015 nanti di karenakan faktor-faktor internal kawasan, dan selain dari itu adalah
ukuran dari MDG’s sendiri yang masih jauh dari kapabilitas Afrika untuk
mencapainya.
G. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari makalah ini adalah pencapaian dari kawasan Afrika untuk
memenuhi tujuan dari MDG’s terkait dengan pendidikan dapat dikatakan masih
belum bisa dihinggap di tahun 2015 nanti. Melihat kondisi-kondisi internal
kawasan Afrika yang masih rentan dengan kemiskinan, kelaparan, dan good
governance yang minim. Dan memandang dari sudut teoritis diskursus mengenai
pembangunan ini tercipta citra bahwasanya masyarakat yang modern dan maju
adalah seperti masyarakat di Eropa dan Amerika sedangkan yang terbelakang
adalah negara-negara dunia ketiga yaitu Afrika. Sehingga menciptakan kebenaran
bahwa masyarakat modern adalah masyarakat yang “benar” dan masyarakat yang
tradisional adalah “salah”. Menurut pemakalah, hal inilah yang menjadikan
mindset dan pencitraan terhadap Afrika akan terus terbelakang. Seharusnya
14
mindset yang di bangun adalah, setiap kawasan memiliki keunikan masingmasing
dalam
membangun
kawasannya
tersendiri.
Tidak
perlu
untuk
disamaratakan nasib kawasannya dengan kawasan yang menurut pandangan
modernisme adalah kawasan maju. Pembenaran terhadap sebuah kawasan
terbilang
maju
merupakan
konstruksi
dari
negara-negara
maju
yang
menginginkan agar negara-negara yang masih berkembang untuk mencontoh dari
negara maju, agar kemudian negara-negara berkembang ini ketergantungan
dengan negara-negara maju. Dan alat dari pembenaran tersebut salah satunya
melalui MDG’s ini yang kemudian mempengaruhi negara-negara berkembang
untuk bercita-cita menyamakan dirinya dengan negara-negara maju.
15
DAFTAR PUSTAKA
African Development Bank. "Achieving The Millennium Development
Goals in Africa, Progress Prospect and Policy Implications." Global
Poverty Report, African Development Bank, 2002, 16.
African Development Bank. "Achieving The Millennium Development
Goals in Africa. Progress, Prospect and Policy Implications." Global
Poverty Report, African Development Bank, 2002, 17.
Robinson, Daron Acemoglue & James A. "Why is Africa Poor?" 22.
Stalker, Peter. "Let's Speak Out For MDG's (Indonesia Report)." United
Nations, 2008.
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization.
"Education for All by 2015, Will we make it?" EFA Global Monitoring
Report, 2008, 3.
United
Nations
Millennium
Project.
http://www.unmillenniumproject.org/goals/index.htm .
Yanuardi. "Revisi Terhadap Teori Pembangunan Foucaultdian: Sebuah
Upaya Mengembangkan Teori Deliberatif." (Universitas Gadjah Mada) 5
- 6.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8215083.stm
Prof. Dr. Suryana, M. Si., Metodologi Penelitian : Model Praktis
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Universitas Pendidikan Indonesia,
2010).
16