Sejarah perkembangan Islam di Indonesia

Makalah Agama

Perkembangan Islam di Nusantara
oleh

Nama

: Nurmasyitah

Kelas : IX A
NIS

: 10110090

SMP Sukma Bangsa
Bireuen, Cot Keutapang
2013

Latar Belakang
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, keadaan dan corak kehidupan masyarakat Indonesia
sangat dipengaruhi oleh tata susunan kasta-kasta yang menjadikan kehidupan masyarakat terbagi

menjadi kelas-kelas masyarakat. Kehidupan manusia tidak dapat bebas di dalam masyarakat dan
tidak ada hak yang sama dalam pergaulan sesama hidup manusia.
Kepercayaan yang berkembang di Indonesia pada masa sebelum datangnya Islam yaitu
Animisme, Dinamisme, Hinduisme, dan Budhisme. Pada waktu agama Islam masuk di
Indonesia, keadaan kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme masih sangat kuat.
Banyak di antara kita tidak mengetahui pengetahuan tentang sejarah Islam di Indonesia. Maka
dari itu, saya akan membahas tentang Sejarah Islam di Indonesia.

A.

Teori Tentang Negeri Asal Islam di Indonesia
Negeri asal masuknya agama Islam ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat yang masih

sekarang masih menimbulkan perdebatan. Terdapat tiga teori tentang negeri asal masuknya
agama Islam di Indonesia, yaitu:

1.

Teori India


a. Teori Pertama
Teori ini menyatakan bahwa Islam Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar. Pendapat
ini dipelopori oleh Pijnapel, yang menelusuri Islam Indonesia kepada pengikut mazhab Syafi’i
dari Gujurat dan Malabar. Apalagi kawasan ini sering disebut dalam sejarah purbakala Indonesia.
Pendapat ini diikuti oleh ilmuan di belakangnya seperti W. F. Stutterheim, J. C. Van Leur, T. W.
Arnold, Bernard H. M. Vlekke, Schrieke, dan Clifford Geertz.
b. Teori Kedua
Teori yang menyatakan bahwa Islam Indonesia berasal dari India selatan, tepatnya dari
Koromandel. Pendapat ini dipelopori oleh Snouck Hurgronje. Dia memperlihatkan pengaruh
India Selatan dalam bidang sastera, tasawuf populer dan legenda-legenda agama suku-suku
bangsa muslim di kepulauan Indonesia. Pendapat ini diperkuat oleh G. E. Marrison yang
menyatakan bahwa Islam datang dari pantai Koromandel. Alasannya, Cambay pada tahun 1393

sebagai kota Hindu dan Gujarat baru jatuh ke tangan Muslim pada tahun 1297. Ia juga
menyebutkan bahwa orang-orang Muslim sudah mapan selama berabad-abad di India Selatan,
tanpa mempunyai kekuasaan politik, sebelum ekspansi kesultanan Delhi pada awal abad ke-14.
Di samping itu, ia menyatakan bahwa mazhab Syafi’i tidak ghalib di Gujarat. Seluruh Hikayat
Raja-raja Pasai mempunyai latar belakang yang sangat diwarnai oleh India Selatan.
2.


Teori Benggali
Teori Benggali berpendapat bahwa Islam Indonesia berasal dari Benggali (Bangladesh
sekarang). Pendapat ini dikembangkan oleh S. Fatimi. Dengan bersandar kepada pendapat
Marcopolo dan Tome Pires. S. Fatimi menyimpulkan bahwa Islamnya kerajaan Samudera Pasai
berasal dari Benggali. Hal itu dikuatkannya dengan sudah terjalinnya hubungan niaga antara
Benggali dan Samudera Pasai sejak zaman purba. Di samping itu, Benggali ditaklukkan orangorang Muslim dan diislamkan pada kira-kira tahun 1200, satu abad sebelum Gujarat dan India
Selatan.
Dalam bukunya Tome Pires juga menggambarkan tentang Samudera Pasai. Di Samudera
Pasai banyak bermukim saudagar Moor dan India, yang terpenting adalah orang-orang Benggala.
Keterangan Pires inilah yang merupakan titik pangkal pendapat bahwa Islam di Indonesia
diimpor dari Benggala.

3.

Teori Arab
Adapun teori yang menyatakan Islam Indonesia berasal dari Arab, pertama kali dilontarkan
oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859) kemudian diikuti oleh Niemann (1861), de Hollander
(1981), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan, bahwa Islam Indonesia berasal dari Mesir,
dengan alasan Mesir menganut Mazhab Syafi’i ; Hollander berpendapat dari Hadramut juga
dengan alasan negeri itu menganut mazhab Syafi’i ; sedangkan Veth hanya menyebutkan bahwa

Islam Indonesia dibawa oleh orang-orang Arab, tanpa menyebutkan tempat asal. Di Indonesia
pendapat ini dipopulerkan oleh Hamka. Teori yang dikembangkan Hamka ini mendapatkan
perhatian dan pembenaran dalam seminar-seminar yang membahas sejarah masuknya Islam di
Indonesia, baik nasional maupun lokal.
Ilmuan lainnya adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Dalam karangannya yang
berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dia menyatakan: “ Teori bahwa Islam itu
datangnya dari India dan dibawa serta dan disebarkan oleh orang-orang India harus kita tolak dan

singkirkan pengenaannya terhadap sejarah asal-usul Islam di sini ”. Dia berpendapat bahwa
dalam teori India itu penekanan didasarkan atas ciri-ciri “luar”. Dia menganjurkan agar
penelusuran asal-usul Islam di sini dilakukan melalui kenyataan-kenyataan “dalam”. Dan tulisan
serta bahasa dan kesusasteraan yang benar-benar merupakan ciri yang sah untuk memutuskan
perkara ini. Menurutnya, tidak satupun laporan, rujukan atau sebutan yang merujuk kepada
penulis India atau kepada kitab yang berasal dari India dan digubah oleh orang India. Mubalighmubaligh lama Islam di daerah ini pun terdiri dari orang-orang Arab.

B.
1.

Teori Tentang Masa Kedatangan Islam di Indonesia
Teori Pertama

Teori pertama, menyatakan bahwa Islam sudah datang di Indonesia sejak abad pertama

Hijriah atau abad ke-7/8 M. Di anatara ilmuan yang menganut teori ini adalah : J. C. Van Leur, T.
W. Arnold, Hamka, Abdullah bin Nuh dan D. Shahab.
Di antara alasan yang dijadikan sandaran mereka adalah bahwa pada 674 di pantai Barat
Sumatera telah terdapat perkampungan (koloni) Arab Islam. Bangsa Arab sudah aktif dalam
lapangan perniagaan laut sejak abad-abad pertama Masehi. Mereka telah lama mengenal jalur
perdagangan laut melalui Samudera Indonesia
2.

Teori Kedua
Teori kedua, menyatakan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-13. Di antara

sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouck Hurgronje. Pendapat ini kemudian diikuti
oleh banyak sejarawan, seperti W. F. Stutterheim dan Bernard H. M. Vlekke. Pendapat ini di
dasarkan pada batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni al-Malik al-Saleh
yang wafat pada 1297. Alasan lainnya adalah keterangan Marcopolo yang menyatakan bahwa di
Perlak pada tahun 1292, penduduknya telah memeluk agama Islam. Namun, dia menyatakan
bahwa Perlak merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara ketika itu.


C.

Kedatangan Islam dan Cara Penyebarannya

Kedatangan Islam dan cara penyebarannya di kalangan golongan bangsawan dan rakyat
umumnya, ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan dakwah yang dilakukan para
pedagang, mubaligh-mubaligh atau orang-orang alim.
Indonesia sekarang merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Penyebaran Islam di Indonesia diakui dengan cara-cara damai. Saluran-saluran islamisasi dan
cara pelaksanaannya tentu tidak sedikit. Saluran-saluran itu saling berkaitan, sehingga saluran
yang satu memperkuat saluran yang lain. Misalnya saluran perdagangan diperkuat dengan
saluran perkawinan, saluran-saluran tasawuf diperkuat dengan saluran pendidikan, dan
seterusnya.
Saluran-saluran itu diantaranya adalah:
1.

Saluran Perdagangan
Saluran perdagangan sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 hingga

abad ke-16. Pada saat itu pedagang-pedagang muslim turut serta ambil bagian dalam

perdagangan dengan di kawasan Indonesia. Penggunaan perdagangan sebagai saluran islamisasi
dimungkinkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dan
kewajiban dakwah. Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan dipercepat oleh situasi dan
kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Mula-mula
mereka berdatangan di pusat-pusat perdagangan dan di antaranya kemudian ada yang tinggal,
baik untuk sementara waktu maupun menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang
menjadi perkampungan, yang disebut Pekojan. Lingkungan mereka makin luas dan dengan cara
demikian lambat laun timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.

2.

Saluran Perkawinan
Melalui saluran perkawinan antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga

merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi. Perkawinan merupakan salah satu
saluran Islamisasi yang lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar, ulama atau
golongan lain, dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena status sosial-ekonomi,
terutama politik raja-raja, adipati-adipati, dan bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut
mempercepat proses Islamisasi.


3.

Saluran Tasawuf
Tasawuf juga merupakan salah satu saluran penting dalam proses Islamisasi. Para guru

terekat memegang peranan penting juga dalamorganisasi masyarakat kota-kota pelabuhan.
Mereka adalah guru-guru pengembara yang mengajarkan teosofi yang telah bercampur, yang
dikenal luas oleh bangsa Indonesia tetapi yang sudah menjadi keyakinannya. Mereka mahir
dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Mereka siap untuk
memelihara kelanjutan dengan masa lampau dan menggunakan istilah-istilah dan anasir-anasir
budaya pra-Islam dalam hubungan Islam. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran
yang mengandung persamaan dengan alam pikiran mistik Indonesia-Hindu adalah Hamzah alFansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani di Aceh, Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di
Jawa.
4.

Saluran Pendidikan
Kecuali melalui Tasawuf, Islamisasi juga dilakukan melalui lembaga pendidikan. Lembaga

pendidikan Islam sudah berdiri sejak pertama kali Islam datang ke Indonesia. Di Aceh lembagalembaga pendidikan Islam itu mengambil bentuk yang beragam sehingga memunculkan

beberapa nama, seperti meunasah, dayah dan rangkang. Di Sumatera Barat dikenal lembaga
pendidikan Islam surau. Di Kalimantan dikenal lembaga pendidikan Islam langgar. Sementara di
Jawa dikenal pondok dan pesantren. Belum lagi kalau dimasukkan ke dalam kriteria lembaga
pendidikan Islam pengajian-pengajian al-Qur’an yang berlangsung di rumah-rumah alim ulama.
Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dilangsung pembinaan calon guru-guru
agama, kyai-kyai atau ulama-ulama. Setelah menamatkan pendidikan, mereka kembali ke
kampung masing-masing atau ke desa-desanya, tempat mereka menjadi tokoh keagamaan.
5.

Saluran Kesenian
Saluran dan cara Islamisasi lain dapat pula melalui cabang-cabang kesenian seperti seni

bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Dengan kesenian ini
dimaksudkan bahwa jenis-jenis kesenian pra-Islam tetap dipertahankan, sehingga penduduk
Indonesia tidak merasa asing masuk ke dalam lingkungan Islam. Di antara karya seni yang
terkenal dijadikan alat Islamisasi adalah pertunjukan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi minta agar para penonton mengikutinya mengucapkan Kalimat Syahadat,
yang berarti dengan demikian orang menjadi masuk Islam. Sebagian besar cerita wayang masih

dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya

diganti menjadi nama-nama pahlawan Islam.

Pokok Pembahasan
Penyebaran Islam di Nusantara adalah proses menyebarnya agama Islam di Nusantara (sekarang
Indonesia). Islam dibawa ke Nusantara oleh pedagang dari Gujarat, India selama abad ke-11,
meskipun Muslim telah mendatangi Nusantara sebelumnya. Pada akhir abad ke-16, Islam telah
melampaui jumlah penganut Hindu dan Buddhisme sebagai agama dominan bangsa Jawa dan
Sumatra. Bali mempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan pulau-pulau timur sebagian besar
tetap menganut animisme sampai abad 17 dan 18 ketika agama Kristen menjadi dominan di
daerah tersebut.
Penyebaran Islam didorong oleh meningkatnya jaringan perdagangan di luar Nusantara.
Pedagang dan bangsawan dari kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama
mengadopsi Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk Kesultanan Mataram (di Jawa Tengah
sekarang), dan Kesultanan Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku di timur. Pada akhir abad
ke-13, Islam telah berdiri di Sumatera Utara, abad ke-14 di timur laut Malaya, Brunei, Filipina
selatan, di antara beberapa abdi kerajaan di Jawa Timur, abad ke-15 di Malaka dan wilayah lain
dari Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia). Meskipun diketahui bahwa penyebaran Islam
dimulai di sisi barat Nusantara, kepingan-kepingan bukti yang ditemukan tidak menunjukkan
gelombang konversi bertahap di sekitar setiap daerah Nusantara, melainkan bahwa proses
konversi ini rumit dan lambat.

Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia,
bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak informatif sehingga pemahaman
tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas. Ada perdebatan di antara peneliti tentang
apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara kala itu.[1]:3 Bukti
utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan beberapa
kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di
tempat tertentu pada waktu tertentu. Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit
seperti bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam
mempengaruhi masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa diasumsikan, bahwa karena penguasa saat
itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah itu telah lengkap dan
mayoritas penduduknya telah memeluk Islam; namun proses konversi ini adalah suatu proses
yang berkesinambungan dan terus berlangsung di Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai
hari ini di Indonesia modern.
Awal sejarah
Bukti sejarah penyebaran Islam di Nusantara terkeping-keping dan umumnya tidak informatif
sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia terbatas. Ada perdebatan di antara

peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara. Bukti
utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan kesaksian
beberapa peziarah, tetapi hal ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di
tempat tertentu pada waktu tertentu. Baik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun Republik
Indonesia lebih memilih situs peninggalan Hindu dan Buddha di Pulau Jawa dalam alokasi
sumber daya mereka untuk penggalian dan pelestarian purbakala, kurang memberi perhatian
pada penelitian tentang awal sejarah Islam di Indonesia. Dana penelitian, baik negeri maupun
swasta, dihabiskan untuk pembangunan masjid-masjid baru, daripada mengeksplorasi yang lama.
Sebelum Islam mendapat tempat di antara masyarakat Nusantara, pedagang Muslim telah hadir
selama beberapa abad. Sejarawan Merle Ricklefs (1991) mengidentifikasi dua proses tumpang
tindih dimana Islamisasi Nusantara terjadi: antara orang Nusantara mendapat kontak dengan
Islam dan dikonversi menjadi muslim, dan/atau Muslim Asia asing (India, China, Arab, dll)
menetap di Nusantara dan bercampur dengan masyarakat lokal. Islam diperkirakan telah hadir di
Asia Tenggara sejak awal era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman' (644-656) utusan
dan pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui Nusantara
dari dunia Islam. Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun 904 dan pertengahan abad
ke-12 diperkirakan telah terlibat dalam negara perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra.
Kesaksian awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari Kekhalifahan Abbasiyah, menurut
kesaksian awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara pelaut Muslim terutama
karena kelimpahan komoditas perdagangan rempah-rempah berharga seperti Pala, Cengkeh,
Lengkuas dan banyak lainnya.
Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi
pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di Nusantara.
Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari
tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang terbaca tertulis
tahun 475 H (1082 M), meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan
tersebut tidak diangkut ke Jawa di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi
Nusantara berasal dari Sumatera Utara, Marco Polo dalam perjalanan pulang dari China pada
tahun 1292, melaporkan setidaknya satu kota Muslim, dan bukti pertama tentang dinasti Muslim
adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik al-Saleh, penguasa Muslim
pertama Kesultanan Samudera Pasai, dengan batu nisan selanjutnya menunjukkan diteruskannya
pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah pemikiran Syafi'i, yang kemudian mendominasi
Nusantara dilaporkan oleh Ibnu Battutah, seorang peziarah dari Maroko, tahun 1346. Dalam
catatan perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa penguasa Samudera Pasai adalah seorang
Muslim, yang melakukan kewajiban agamanya sekuat tenaga. Madh'hab yang digunakannya
adalah Imam Syafi'i dengan kebiasaan yang sama ia lihat di India.

Menurut wilayah
Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara dengan cara
yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad ke-19 Nusantara
melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir.[5] Namun klaim ini kemudian
dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti Suku Sunda di Jawa
Barat dan kerajaan Majapahit di Jawa Timur ditaklukkan oleh Muslim Jawa. Kerajaan HinduBuddha Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad ke-16, sedangkan bagian
pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha sering berperang.[1]:8 Penyebaran
terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang diakui
mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.
Malaka
Didirikan sekitar awal abad ke-15 , negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka (sekarang
bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat perdagangan paling
penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim asing, dan dengan demikian
muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara. Parameswara sendiiri diketahui telah
dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng
Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu
nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga
sebagai agama dari sejumlah budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.
Sumatera Utara
Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua
batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan tulisan
Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14, batu nisan di
Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah bukti penyebaran Islam. Batu
Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi
pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433)
yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah Cheng Ho: "negara-negara utama di
bagian utara Sumatra sudah merupakan Kesultanan Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho)
mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasanya Iskandar Shah adalah Muslim dan juga
warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".
Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di Utara pulau Sumatera didokumentasikan
oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan pertama dan kedua
Kesultanan Pedir (sekarang Pidie), Muzaffar Syah, dimakamkan 902 H (1497 M) dan Ma'ruf
Syah, dimakamkan 917 H (1511 M). Kesultanan Aceh didirikan pada awal abad ke-16 dan
kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan salah satu yang
paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat
Syah yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530 M).
Buku ahli pengobatan Portugis Tome Pires yang mendokumentasikan pengamatannya atas Jawa
dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber yang paling

penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan
raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur ke Palembang,
para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan
Sumatera dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti Pasai dan
Minangkabau penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orangorang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam terus
memperoleh penganut baru.
Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti tentang
kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh Alauddin al-Kahar (1539-1571)
mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I tahun 1564, meminta
dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti Utsmani kemudian dikirim
laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian berlayar dengan kekuatan 22 kapal
membawa tentara, peralatan militer dan perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh
Laksamana Portugis Fernão Mendes Pinto, armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh
terdiri dari beberapa orang Turki dan kebanyakan Muslim dari pelabuhan Samudera Hindia.
Jawa Tengah dan Jawa Timur
Prasasti-prasasti dalam aksara Jawa Kuno, bukan bahasa Arab, ditemukan pada banyak
serangkaian batu nisan bertanggal sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan bahwa mereka
hampir pasti adalah Jawa pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi rumit dan kedekatan
dengan lokasi bekas ibukota kerajaan Hindu-Buddha Majapahit, Louis-Charles Damais (peneliti
dan sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah makam orang-orang Jawa pribumi yang
sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga kerajaan.[8] Hal ini menunjukkan bahwa beberapa
elit Kerajaan Majapahit di Jawa telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan
Kerajaan Hindu-Buddha berada di puncak kejayaannya.
Ricklefs (1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan bertanggal di
wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa Islam di Jawa berasal dari
pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan Majapahit. Sebagai sebuah
kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah
melakukan kontak dengan para pedagang Muslim, namun kemungkinan adanya abdi dalem
keraton yang berpengalaman untuk tertarik pada agama kasta pedagang masih sebatas dugaan.
Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang dipengaruhi mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai
kekuatan gaib, lebih mungkin untuk diduga sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa
yang sudah lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha.[1]:5
Pada awal abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku Jawa hidup, masih
dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa Timur di Daha (sekarang
Kediri). Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah ter-Islamisasi dan sering berperang dengan
daerah pedalaman, kecuali Tuban, yang tetap setia kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa wilayah
di pesisir tersebut adalah wilayah penguasa Jawa yang telah berkonversi ke Islam, atau wilayah
Tionghoa Muslim, India, Arab dan Melayu yang menetap dan mendirikan negara perdagangan
mereka di pantai. Menurut Pires, para pemukim asing dan keturunan mereka tersebut begitu
mengagumi budaya Hindu-Buddha Jawa sehingga mereka meniru gaya tersebut dan dengan

demikian mereka menjadi "Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-pedalaman
ini juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan Demak, bahkan
permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua wilayah tersebut mengadopsi Islam.[1]:8
Kapan orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim Tionghoa, Ma
Huan, utusan Kaisar Yongle, mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan melaporkan dalam
bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433), bahwa hanya ada tiga jenis
orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan
Jawa yang bukan Muslim. Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima
puluh tahun sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah
diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.
Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan di Jawa Timur
dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia adalah orang asing
non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir Jawa. Namun Malik
Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan rasul Islam di Jawa (disebut Wali
Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an,
Kerajaan Majapahit yang kuat di Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa
pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan
Demak pada tahun 1520.
Jawa Barat
Suma Oriental ("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires melaporkan juga bahwa Suku Sunda di
Jawa Barat bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi Islam. Sebuah penaklukan
oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam studinya tentang Kesultanan Banten,
Martin van Bruinessen berfokus pada hubungan antara mistik dan keluarga kerajaan,
mengkontraskan bahwa proses Islamisasi dengan yang yang berlaku di tempat lain di Pulau
Jawa: "Dalam kasus Banten, sumber-sumber pribumi mengasosiasikan "tarekat" tidak dengan
perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis dan legitimasi politik." Ia
menyajikan bukti bahwa Sunan Gunungjati diinisiasi ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan
"Naqsyabandiyah" dari sufisme.
Daerah lain
Tidak ada bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-16 di daerah luar
Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku, dan Kesultanan Brunei
dan Semenanjung Melayu.

Legenda Nusantara dan Melayu

Meskipun kerangka waktu bagi masuknya Islam di wilayah Indonesia dapat ditentukan secara
luas, sumber-sumber utama sejarah tidak bisa menjawab banyak pertanyaan yang spesifik,
sehingga kontroversi terus mengelilingi topik ini. Sumber-sumber seperti tidak menjelaskan
mengapa konversi signifikan orang pribumi Nusantara menjadi Islam tidak dimulai hingga
beberapa abad bahkan setelah para Muslim asing mengunjungi dan tinggal di Nusantara.
Sumber-sumber ini juga tidak cukup menjelaskan asal-usul dan perkembangan "aliran" istimewa
Islam di Nusantara, atau bagaimana Islam menjadi agama yang dominan di Nusantara.[1]:8 Untuk
mengisi kekosongan celah sejarah ini, banyak peneliti mencari referensi ke legenda-legenda
Melayu dan Nusantara tentang konversi pribumi Nusantara ke Islam.
Ricklefs berpendapat bahwa meskipun legenda-legenda ini bukanlah catatan historis yang dapat
diandalkan tentang peristiwa yang sebenarnya, legenda-legenda ini berharga dalam memberi titik
terang mengenai beberapa peristiwa, melalui wawasan mereka yang tersebar di masyarakat, ke
dalam sifat pembelajaran dan kekuatan magis, latar belakang asing dan hubungan perdagangan
para guru Islam awal, dan proses konversi yang bergerak dari atas (golongan elit keraton) ke
bawah. Legenda ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana generasi muda Nusantara
(Indonesia) melihat proses Islamisasi ini. Sumber-sumber ini termasuk:


Hikayat Raja-raja Pasai - sebuah teks Bahasa Melayu Kuno yang menceritakan
bagaimana Islam datang ke negeri "Samudra" (Kesultanan Samudera Pasai, sekarang di
Aceh) di mana Kerajaan Islam di Nusantara yang pertama didirikan.



Sejarah Melayu - teks Bahasa Melayu Kuno, yang seperti juga Hikayat Raja-raja Pasai
menceritakan kisah konversi Samudra, tetapi juga bercerita tentang konversi Raja Malaka
(Parameswara).



Babad Tanah Jawi - nama generik yang digunakan untuk sejumlah besar manuskrip, di
mana konversi ke dalam bahasa Jawa yang pertama diatributkan pada Wali Sanga
("sembilan orang suci").



Sejarah Banten - Sebuah teks Jawa yang berisi cerita konversi.

Dari teks-teks yang disebutkan di sini, teks-teks Melayu menggambarkan proses konversi ke
Islam sebagai ritual pelepasan yang signifikan, ditandai dengan tanda-tanda formal dan nyata
dari ritual konversi, seperti sunat, pengakuan iman, dan mengadopsi nama Arab. Di sisi lain,
ketika peristiwa-peristiwa magis masih memainkan peran penting dalam kesaksian Jawa tentang
Islamisasi, peristiwa magis dalam konversi ke Islam menurut kesaksian teks-teks Melayu tidak
ditemukan. Hal ini menunjukkan proses konversi Jawa ke Islam lebih merupakan "menyerap"
Islam ketimbang berpindah, hal ini konsisten dengan elemen sinkretisme agama yang secara
signifikan lebih besar dalam Islam kontemporer Jawa dibandingkan terhadap Islam yang relatif
lebih ortodoks di Sumatera dan Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia).

Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif
para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat.
Di antara Ulama tersebut adalah sebagai berikut:
a.

Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590.
Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia,
Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh,
tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.

b.

Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626
M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu;
Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala),
Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani
(Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain
sebagainya.

c.

Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan.
Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur
Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau
adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman
Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.

d.

Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang, Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya,
Tamim dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan
tafsir. Selain itu ia juga belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden
Haji Yusuf di Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia
belajar Sayid Abmad bi Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan

Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh
Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama
dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan
agamanya ia banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di
wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah
tinggal di kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke
Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H.
e.

Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat
sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar. Mereka dikenal dengan
sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga
pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah
penting, yaitu; Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan
Muria (Jawa Tengah), serta di Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama
yang menjadi pembaru masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai
bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan,
kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus
dan Sunan Muria.

Kesenian dalam Islam
Konsep Seni Menurut Perspektif Islam
Seni Islam merupakan sebahagian daripada kebudayaan Islam dan perbezaan antara seni Islam
dengan bukan Islam ialah dari segi niat atau tujuan dan nilai akhlak yang terkandung dalam hasil
seni Islam. Pencapaian yang dibuat oleh seni Islam itu juga merupakan sumbangan daripada

tamadun Islam di mana tujuan seni Islam ini adalah kerana Allah swt. Walaupun seni merupakan
salah satu unsur yang disumbangkan tetapi Allah melarang penciptaan seni yang melampaui
batas. Firman Allah swt yang bermaksud : "Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang
melampaui batas."
Keindahan merupakan salah satu ciri keesaan, kebesaran dan kesempurnaan Allah swt lantas
segala yang diciptakanNya juga merupakan pancaran keindahanNya. Manusia dijadikan sebagai
makhluk yang paling indah dan paling sempurna. Bumi yang merupakan tempat manusia itu
ditempatkan juga dihiasi dengan segala keindahan. Allah swt bukan sekadar menjadikan manusia
sebagai makhluk yang terindah tetapi juga mempunyai naluri yang cintakan keindahan. Di
sinilah letaknya keistimewaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain sama ada malaikat,
jin dan haiwan. Konsep kesenian dan kebudayaan dalam Islam berbeza dengan peradaban Islam
yang lain.
Dalam pembangunan seni, kerangka dasarnya mestilah menyeluruh dan meliputi aspek-aspek
akhlak, iman, matlamat keagamaan dan falsafah kehidupan manusia. Seni mestilah merupakan
satu proses pendidikan yang bersifat positif mengikut kaca mata Islam, menggerakkan semangat,
memimpin batin dan membangunkan akhlak. Ertinya seni mestilah bersifat "Al-Amar bil Ma'ruf
dan An-Nahy 'an Munkar" (menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran) serta
membangunkan akhlak masyarakat, bukan membawa kemungkaran dan juga bukan sebagai
perosak akhlak ummah. Semua aktiviti kesenian manusia mesti ditundukkan kepada tujuan
terakhir (keredhaan Allah dan ketaqwaan). Semua nilai mestilah ditundukkan dalam
hubunganNya serta kesanggupan berserah diri. Seni juga seharusnya menjadi alat untuk
meningkatkan ketaqwaan.
Prinsip-prinsip (ciri-ciri) Kesenian Islam
1. Mengangkat martabat insan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai
persekitaran dan sejagat. Alam sekitar galerinya, manakala manusia menjadi seniman yang
menggarap segala unsur kesenian untuk tunduk serta patuh kepada keredhaan Allah swt.
2. Mementingkan persoalan akhlak dan kebenaran yang menyentuh aspek-aspek estetika,
kemanusiaan, moral dan lain-lain lagi.
3. Kesenian Islam menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung kepada keseluruhan
kesahihan Islam itu sendiri. Menurut Islam, kesenian yang mempunyai nilai tertinggi ialah yang
mendorong ke arah ketaqwaan, kema'rufan, kesahihan dan budi yang mantap.
4. Kesenian Islam terpancar daripada wahyu Allah, sama seperti undang-undang Allah dan
SyariatNya. Maknanya ia harus berada di bawah lingkungan dan peraturan wahyu. Ini yang
membezakan kesenian Islam dengan kesenian bukan Islam.
5. Kesenian Islam menghubungkan manusia dengan tuhan, alam sekitar dan sesama manusia dan
juga makhluk.

Islam tidak pernah menolak kesenian selagi dan selama mana kesenian itu bersifat seni untuk
masyarakat dan bukannya seni untuk seni. Terdapat lima hukum dalam seni jika diperincikan.
Antaranya:
(a) Wajib : Jika kesenian itu amat diperlukan oleh muslim yang mana tanpanya individu tersebut
boleh jatuh mudarat seperti keperluan manusia untuk membina dan mencantikkan reka bentuk
binaan masjid serta seni taman (landskap) bagi maksud menarik orang ramai untuk mengunjungi
rumah Allah swt tersebut.
(b) Sunat : Jika kesenian itu diperlukan untuk membantu atau menaikkan semangat penyatuan
umat Islam seperti dalam nasyid, qasidah dan selawat kepada Rasulullah saw yang diucapkan
beramai-ramai dalam sambutan Maulidur Rasul atau seni lagu (tarannum) al-Quran.
(c) Makruh : Jika kesenian itu membawa unsur yang sia-sia (lagha) seperti karya seni yang tidak
diperlukan oleh manusia.
(d) Haram : Jika kesenian itu berbentuk hiburan yang :


Melekakan manusia sehingga mengabaikan kewajipan-kewajipan yang berupa
tanggungjawab asas terhadap Allah swt khasnya seperti ibadah dalam fardhu ain dan
kifayah.



Memberi khayalan kepada manusia sehingga tidak dapat membezakan antara yang hak
(betul) dan yang batil (salah).



Dicampuri dengan benda-benda haram seperti arak, judi, dadah dan pelbagai kemaksiatan
yang lain.



Ada percampuran antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram seperti pergaulan
bebas tanpa batas dalam bentuk bersuka-suka yang melampau.



Objek atau arca dalam bentuk ukiran yang menyerupai patung sama ada dibuat daripada
kayu, batu dan lain-lain.



Disertai dengan peralatan muzik yang diharamkan oleh Islam seperti alat-alat tiupan,
bertali, tabuhan yang bertutup di bahagian atas dan bawah serta alat-alat muzik dari
tekanan jari. Sesetengah ulama mengatakan harus hukumnya jika digunakan untuk
pendidikan dan tidak menarik kepada konsep al-Malahi (hiburan yang keterlaluan) juga
alat-alat muzik di atas boleh digunakan untuk tujuan dakwah Islamiyyah, seperti yang
pernah dibuat oleh Rabiatul Adawiyyah.



Seni yang merosakkan akhlak dan memudaratkan individu atau yang berbentuk tidak
bermoral seperti tarian terkini (kontemporari).



Jenis-jenis seni yang dipertontonkan bagi maksud atau niat yang menunjuk-nunjuk dan
kesombongan.

(e) Harus : Apa saja bentuk seni yang tidak ada nas yang mengharamkannya.
Matlamat Kesenian
Dalam Islam, seni tidaklah bermatlamatkan hiburan, tujuan keduaniaan ataupun keseronokan.
Islam telah menggariskan kesenian sesuai mengikut naluri dan fitrah semulajadi manusia.
Sewajarnyalah juga manusia mengemudi seni mengikut fitrah manusia yang sedia ada
berbekalkan sempadan syariah demi kesejahteraan jiwa dan dunia manusia. Bahkan sekiranya
betul pembawaan seni itu, ia dikira ibadah pula. Alangkah ruginya manusia Muslim yang tidak
tahu bagaimama untuk membawa kecenderungan makhluk sejenisnya ke arah ketaqwaan kepada
Allah swt. Seni Islam dibentuk untuk melahirkan seseorang yang benar-benar baik dan beradab.
Konsep seni Islam dan pembawaannya haruslah menjurus ke arah konsep tauhid dan pengabdian
kepada Allah swt. Motif berseni haruslah bermatlamatkan perkara-perkara ma'ruf (kebaikan),
halal dan berakhlak. Jiwa seni mestilah ditundukkan kepada fitrah asal kejadian manusia kerana
kebebasan jiwa dalam membentuk seni adalah menurut kesucian fitrahnya yang dikurniakan
Allah swt. Fungsi seni tidak kurang sama dengan akal supaya manusia menyedari perkaitan
antara alam, ketuhanan dan rohani atau dengan alam fizikal. Lantas ia menyedari keagungan
Tuhan dan keunikan penciptaanNya.
Seni dalam Islam menanam rasa khusyu' ke pada Allah di samping memberi ketenangan di jiwa
manusia sebagai makhluk Allah yang diciptakan dengan fitrah yang gemar kepada kesenian dan
keindahan. Oleh sebab itu seni dalam Islam tidak berslogan 'seni untuk seni' tetapi 'seni kerana
Allah untuk manusia, makhluk dan alam sekitar'. Kesenian Islam terpancar daripada tauhid yang
merupakan satu penerimaan dan penyaksian terhadap keesaan Allah swt maka seni yang
berpaksikan tauhid dapat menanamkan sifat bertaqwa dan beriman. Seni juga dapat
meningkatkan daya intelek dan bukan sahaja emosi.
Bidang-bidang Kesenian Islam
a) Tulisan Khat
Seni khat ialah satu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, penyusunannya
dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Khat merupakan seni tulisan
indah yang mempunyai nilai-nilai kehalusan dan kesenian. Nilainya tinggi kerana ianya mudah
dirobah mengikut penulisan, bahkan tulisannya seolah-olah mempunyai irama. Ia juga
disandarkan pada subjek-subjek yang berkaitan dengan agama dan digunakan untuk menulis
ayat-ayat suci dan kata-kata bijak pandai (hukama').
Seni khat berkembang dengan perkembangan seni ukiran dan kadang-kadang kedua-dua bidang
seni ini tidak boleh dipisahkan antara satu sama lain. Ia juga menjadi coretan tulisan indah
daripada kehalusan rasa seni dan ketajaman daya pemikiran manusia yang mencipta seni tulisan
sebagai lambang kepada perkataan yang dituturkan. Perbezaannya dengan huruf-huruf lain
adalah dari segi keindahannya, mudah dirobah, disandarkan kepada perkara yang berkaitan
dengan agama dan digunakan untuk menulis ayat-ayat suci.

Kepentingan Seni Khat
1. Ia mempunyai kaitan denganpeningkatan tahap tamadun itu sendiri. Sebab itu ia merupakan
hasil aktiviti masyarakat maju dan bertamadun.
2. Salah satu maksud dalam saranan Nabi Muhamad s.a.w agar umat Islam membaca dan
menulis ayat-ayat al-Quran dengan baik. Dan dengan cara ini difikrkan untuk memudahkan lagi
mereka mempelajari dan menghafalnya.
3. Keindahan tulisan merupakan kelembutan jari dan kehalusan pemikiran serta citarasa
penulisnya.
4. Rasulallah s.a.w menggalakkan penulisan khat. Sabda Rasullah yang bermaksud : " Hendaklah
kamu mengindahkan seni khat keran ianya narata kunci rezeki".
5. Saidina Ali pernah berkata : "Serikan anak-anakmu dengan ilmu seni tulis kerana tulisan
merupakan perkara yang paling mustahak dan menyeronokkan".
Jenis-jenis Seni Khat
Tamudun Islam kaa dengan seni-seni tulisan tangannya juga dikenali sebagai sei khat. Khatnya
mengandungi lapan model utama dan selain itu merupakan cabang dari lapan-lapan model ini.
Antaranya khat utama ialah Kufi, Thuluth, Nasakh, Farisi, Riq'ah, Diwani, Diwani Jali dan
Raihani.
Khat Kufi berasal dai Kufah. Pada zaman Abasiah khat ini digunakan sebagai hiasan pada
pelbagai bangunan masjid, pemerintahan, kubah atau menara azan dan ditulis dalam bentuk
ukiran timbul.
Khat Thuluth kebanyakannya digunakan hanya untuk hiasan seperti dalam mashaf thmani (alQuran), nama buku atau kitab serta untuk tujuan lain.
Khat Nasakh merupakan tulisan yang paling banyak digunakan dalam penulisan buku-buku
berkenaan keagamaan. Ini kerana tulisan khat jenis ini mudah dibaca, jelas serta tidak
mengelirukan
Khat Farisi mula dikembangkan di Parsi (Persia). Bentuk hurufnya condong sedikit ke kanan. Ia
banyak digunakan untuk penulisan buku kesusasteraan, nama dan tajuk karangan pada majalah
dan surat khabar. Karangan berbahasa Urdu juga biasanya ditulis dengan khat ini.
Khat Riq'ah dapat ditulis dengan cepat. Oleh sebab itu ia sering kali digunakan untuk tujuan suat
menyurat dan digunakan oleh para pelajar universiti dan madrasah untuk mengambil nota kuliah.

Khat Diwani. Diwani membawa erti catatanatau antologi karangan. Digunakan secara meluas
emasa pemerinatahan Sultan Khedewy sekitar tahun 1220H di Mesir. Ia digunakan untuk
penulisan surat rasmi seperti surat perjanjian, surat penghargaan dan sebagainya. Fungsinya juga
adalah sebagai hiasan.
Khat Diwani Jali. juka dibandingkan dengan khat diwani, ia lebih banyak bentuknya , rumit
penulisannya, lebih indah dan estatik. Ia digubah dalam bentuk perahu, ikan, burung dan
sebagainya.
Khat Raihani hampir menyerupai khat thuluth, huruf-hurufnya agak lebar dan panjang serta
ditambah dengan tanda-tanda syakal.
b) Penulisan (Sastera)
Manakala seni penulisan ula dikaitkan dengan seni kesusatetraan. Seni kesusasteraan
sememangnya mendapat sambutan yang sangat hangat di kalangan umat Islam dan ianya terjadi
kerana kesusateraan Islam bersumberkan al-Quran dan al-sunnah yang mana kesusasteraan alQuran dapat dilihat dari dua aspek iaitu keindahan bahasa dan dari segi isinya. Di sini dapat
dilihat bahawa hasil atau sumbangan kesusateraan yang berteraskan al-Quran dan al-Sunnah
telah menyebabkan ramai kaum musyrikin yang telah memeluk agama Islam hanya apabila
mendengar al-Quran. Contohnya al-Walid l-Mughirah yang merupakan penyair yang terkenal
pada zaman Jahiliyyah dan pengkritik yang paling tajam terhadap Rasulallah s.a.w, Umar alKhattab serta Labid, Rabiah dan Jubair bin Mat'am.
AlQuran telah berjaya melumpuhkan keangkuhan dan kejaguhan sasterawan Arab dari segu
keindahan bahasa kesusteraan dan yang lebih menakjubkan lagi ianya bukan sahaja
menggetarkan jiwa mereka yang memahami bahasa arab malah melintasi batas periadi, bahasa,
keturunan, kebudayaan, geografi, pangkat dan sebagainya. Kesusteraan Islam mula disebarkan
oleh Rasulallah s.a.w dan terus berkemabang pada zaman khalifah-khalifah al-Rashidin,
Umaiyah dan Abbasiyyah. Selain al-Quran, karya kesusteraan Islam juga meliputi Syair, Rubai',
Burdah, Prosa dan sebagainya.
c) Lukisan dan Arca ( Ukiran)
Seni lukisan dan arca juga dkenali sebagai seni halus. Pelbagai barang seni yang dihasilkan
untuk perhiasan yang diperbuat dari emas, pohon dan batu mahal dan ukiran eni halus inijuga
terdapat pada perabut rumah, piring, kuli buku, jubin, tembikar, daun pintu, makam, gading dan
lain-lain. Seni halus ini juga terdapat pada objek-objek seperti berikut antaranya ukiran kayu dan
logam yang banyak diperolehi pada zaman kerajaan Fatimiyah. Logam yang dipilih biasanya
bewarna emas, perak dan tembaga contohnya pada mata wang syiling, cerek, bekas air, buyung,
tungku dan topi besi perang. Begitu juga seni seramik yang juga terdapat pada piring dan
tembikar manakala seni sulaman dibuat dalam bentuk kain seperti kain penghias dinding, tikar
permaidani, sejadah, barang-barang tenunan sutera dan sebagainya. Seni hias pula biasanya
berbentuk seperti kerawag, lampu dan bentuk-bentuk geometri pada kubah dan lain-lain.

Seni lukis ula bermula pada zaman khalifah Muawiyah di Damsyik dan ia biasnya tertera pada
helaian-helaian safhah a-Quran yang dihiasi dengan corak lukisan bunga dan gambar berbentuk
araesque dengan pilihan warna emas, buku-buku sejarah yang dihiasi dengan gambar-gambar
warna yang cantik seperti kitab al-Tarikh Syahnama dan buku hikayat alfun alLaial dan bukubuku cerita. Seni lukis Islam biasanya terhad kepada lukisan keindahan alam dan tidak termasuk
benda-benda bernyawa yan boleh menjadi pujaan seperti haiwan, dewa atau patung.
d) Seni binaan.
Satu lagi seni Islam ialah seni bina di mana ianya menapai tahap yang mengagumkan. Seni bina
bermaksud satu bidang seni untuk mendirikan bangunan, reka bentuk yang direka oleh manusia.
Menurut Ibn Khaldun seni bina merupakan satu daripada asas tamadun yang paling utama yag
merupakan lambang atau menifestasi daripada sesuatu tamadun. Oleh itu berdasarkan
pencapaian ini maka keagungan dan ketinggian sesuatu tamadun itu dapat diukur. Buktinya daat
dilihat melalui tamadun-tamadun purba yang agung. Pada zaman tersebut, seni bina
yang bermutu dihasilkan dan masih lagi wujd waluun dalam bentuk yang telah usang dan hampir
runtuh.
Aspek seni bina Islam yang terpenting yang harus diperhatikan iala seni bina masjid. Ini adalah
kerana Islam telah meletakkan tempat ibadah sebagai cri terpenting sesebuah bandar. Ini dapat
kita perhatikan daripada sirah Rasullah s.a.w tatkala baginda berhijrah ke Madinah, perkara yang
pertama baginda lakukan ialah mencari tapak yang sesuai untuk membina masjid. Masjid
pertama menjadi lanmbang kekuatan aqidah, kesatuan dan perpaduan umat Muslimin. Masjid
pertama yang didirikan di Madinah ialah Masjid al-Nabawi yang digunakan oleh Rasulallah
s.q.w sebagai pusat tarbiah (pendidikan) dan pentadbiran dalam menyusun strategi ekonomi,
peradaban, perang dan sebagainya. Selari dengan perkembangan masa dan kepentinganya,
masjid ekemudiannya dikembangkan dan diperindahkan dengan pelbagai unsur dekoratifornamentif berdasarkan latarbelakang budaya persekitaran umat Islam.
Seni bina masjid menjadi lambang keagungan tamadun berbanding dengan barat, kerana unsurunsur ketamadunan yang dikembangkan di kota-kota raya Islam mementingkan nilai kerohanian
dan pada masa yang sama pembangunan fizikal dankebendaan tidak dipinggirkan. Konsep
penting dalamseni bina Islam ialah pencapaian iman dan amal, taqwa dan tawadhu', aman dan
damai serta merendah hati kepada keagungan Allah s.w.t. Pengagunan dan erhiasan bukanlah
menjadi matlamat seni bina Islam, tetapi kerana kreativiti dan inovasi mat, artis, seniman dan
arkitek Muslim, ia menjadi suatu seni yang bernilai tinggi yang disepadukan bersama
penggunaan corak, warna dan eka bentuk yang dibuat berdasarkan ajaran al-Quran. Kepentingan
seni bina masjid di bandar silam Islam digambarkan dengan terdapat 241 buah masjid. Di
Kaherah pada abad ke 15 masehi pula terdapat 88 buah masjid jamek (masjid uatama) dan 19
masjid kecil
Dari segi strktur dalaman dan luaran masjid, beberapa perkara dapat dilhat khususnya dari asek
mimbar, arah kiblat, tempat kedudukan imam, ruang erkumpul, tang dan pilar utama, anjug dan
serambi, mihrab, tempat berwuduk, menara tempat muazzin melaungkan azan, kubah dan lainlain lagi. Perkaraperkara i merupakan karektiristik sebi bin a masjid yang memperlihatkan
keuhikannya yang tersendiri berbanding dengan seni-bina yang lain. Selain itu, seni bina masjid

banyak mengetengahkan bentuk-bentuk blat yang merupakan bentuk yang paling sempurna yang
mencerminan kelembutan dan kehalusan seolah-lah ia tidak berkesedahan.
Selain daripada masjid, seni bina Islam juga merangkumi bangunan-bangunan kediaman, kedai,
jambatan, saluranair, rumah rehat, bilik mandi, perpustakaan, sekolah dan sebagainya. Seni bina
mencirikan kepada lambang islam dan berlandaskan tauhid kepada Allah s.w.t serta
menitikberatkan kepada reka bentuk islam banyak dipengaruhi oleh seni bina masjid seperti
istana-istana, taj Mahal, kota-kota seperti kta Baghdad malah di Malaysia sendiri seerti bangunan
Sultan Abdul Samad, bangunan kerertapi tanah melayu, bangunan daya bumi dan pintu gerbang
darul ehsan.
e) Seni Muzik ( Suara, lagu dan Bunyi)
Antara hiburan yang dapat menghiburkan jiwa dan menenangkan hati serta menenangkan telnga
ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam selagi tidak dicampuri lirij-lirik koto, cabul dan
yang dapat mengarahkan kepada perbuatan dosa dan dengan muzik yang tida membangkitkan
nafsu bahkan disunatkan hiburan itu seperti pada hari raya, perkhawinan, aqiqah dan waktu