Penentuan Prioritas Rumah Tangga Miskin (1)

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

PENENTUAN PRIORITAS RUMAH TANGGA MISKIN MENGGUNAKAN FUZZY
TSUKAMOTO
1,2

Vivi Nur Wijayaningrum1, Wayan Firdaus Mahmudy2
Program Studi Magister Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran 8, Malang 65145 Telp. (0341) 577911
E-mail: vivinurw@gmail.com, wayanfm@ub.ac.id

ABSTRACT
Poverty level reduction is the most important part in the development policy in Indonesia. Various types of
government policies have been conducted as an effort to reduce poverty, one of which is Bantuan Langsung
Tunai (BLT) program. However, the distribution of the BLT program frequently not right on target. The process
of determining priority of poor households is quite complicated because it involves many parameters that must
be taken into account. This study uses Tsukamoto Fuzzy to assist in determining the priority of poor households.
The goal is to form a ranking so the sequence of households who eligible to get assistance can be known.

Criteria used in the calculation were based on BPS provisions concerning the poor household criteria. The test
results using Spearman Correlation obtained correlation value is 0.7776, which indicates that there is a high
association between the ranking, which generated by the system and the ranking results from BPS calculation.
The final results obtained is the ranking of poor households of 30 data were used.
Keywords: fuzzy, poverty, priority, household, Tsukamoto
ABSTRAK
Pengentasan kemiskinan merupakan bagian paling penting dalam kebijakan pembangunan di Indonesia.
Berbagai jenis kebijakan pemerintah telah dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan angka kemiskinan, salah
satunya adalah dengan adanya program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun pemberian program BLT
tersebut sering kali tidak tepat sasaran. Proses penentuan prioritas rumah tangga miskin ini memang cukup rumit
karena melibatkan banyak parameter yang harus diperhitungkan. Penelitian ini menggunakan Fuzzy Tsukamoto
untuk membantu dalam menentukan prioritas rumah tangga miskin. Tujuannya adalah membentuk sebuah
peringkat rumah tangga miskin sehingga dapat diketahui urutan rumah tangga yang berhak untuk mendapatkan
bantuan. Pemilihan kriteria yang digunakan dalam perhitungan didasarkan pada ketentuan BPS mengenai kriteria
rumah tangga miskin. Dari hasil pengujian menggunakan Spearman Correlation, didapatkan nilai korelasi
sebesar 0.7776, yang menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang tinggi antara peringkat yang dihasilkan oleh
sistem dengan peringkat hasil perhitungan BPS. Hasil akhir yang didapatkan berupa peringkat rumah tangga
miskin dari 30 data rumah tangga yang digunakan.
Kata Kunci: fuzzy, kemiskinan, prioritas, rumah tangga, Tsukamoto
memenuhi kebutuhan dasar, yang artinya

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran (Cahyat, 2004).
BPS melakukan perhitungan dengan cara
menjumlahkan hasil penilaian kebutuhan makanan
dan non-makanan. Nilai tersebut nantinya akan
dibandingkan dengan garis kemiskinan yang sudah
ditetapkan. Rumah tangga yang memiliki rata-rata
pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan
dikategorikan sebagai rumah tangga miskin (Cahyat,
2004). Kelemahannya adalah penilaian dilakukan
dengan menggunakan range "harga mati", yang
artinya sebuah rumah tangga dapat masuk ke
kategori tidak miskin karena nilainya berada sedikit
di atas garis kemiskinan walaupun pada
kenyataannya tempat tinggal rumah tangga tersebut
tidak layak. Hal ini tentunya akan merugikan karena
perbedaan kondisi fisik rumah tangga tersebut
dengan rumah tangga lain yang memang


1.

PENDAHULUAN
Permasalahan kemiskinan selalu menjadi topik
pembahasan di berbagai negara berkembang.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang,
mengagendakan penurunan angka kemiskinan dalam
perencanaan pembangunan. Segala bentuk kebijakan
dan program pengentasan kemiskinan dibuat untuk
menurunkan angka kemiskinan, salah satunya adalah
program Bantuan Langsung Tunai (BPS, 2007).
Kebanyakan penelitian tentang kemiskinan yang
sudah dilakukan membahas kemiskinan dengan
berfokus pada pendekatan pendapatan atau
pengeluaran. Sudah tidak diragukan lagi bahwa
pendapatan dan pengeluaran merupakan faktor
penting yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemiskinan. Namun pendekatan tersebut tidak cukup
untuk menjangkau berbagai aspek kemiskinan

(Chatterjee, Mukherjee, & Kar, 2014). Hal ini sesuai
dengan indikator kemiskinan menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa
kemiskinan diukur berdasarkan kemampuan



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

manusia. Logika fuzzy adalah teori himpunan logika
yang dikembangkan untuk mengatasi konsep nilai
yang berada di antara nilai kebenaran 'benar' dan
'salah'. Logika pada umumnya hanya mengenal dua
kondisi yaitu ‘ya’ atau ‘tidak’, 0 atau 1, dan ‘benar’
atau ‘salah’. Lain halnya dengan logika fuzzy, logika
fuzzy mengadopsi cara berpikir manusia dengan
menggunakan konsep sifat kesamaan sebuah nilai

sehingga nilai tersebut tidak hanya 0 atau 1, tetapi
juga seluruh kemungkinan di antara nilai 0 dan 1.
Nilai kebenaran fuzzy apabila dinyatakan dalam
istilah bahasa menjadi sangat benar, benar agak
benar, kurang benar, dan tidak benar (Zadeh, 1965).
Logika fuzzy secara umum memiliki tahapan
pengerjaan sebagai berikut (Singhala, Shah, & Patel,
2014):
1. Menentukan variabel linguistik.
2. Membentuk fungsi keanggotaan.
3. Membentuk rule base.
4. Mengubah data crisp menjadi nilai fuzzy
menggunakan fungsi keanggotaan.
5. Melakukan evaluasi rule pada rule base.
6. Menggabungkan hasil yang didapatkan pada
setiap rule.
7. Mengubah output data menjadi nilai non-fuzzy.

kenyataannya
tidak

miskin
sangat
jauh.
Permasalahannya adalah fakta bahwa pembagian
yang jelas antara rumah tangga miskin dan tidak
miskin tidak realistis (Othman, Hamzah, & Yahaya,
2010). Oleh karena itu, penilaian rumah tangga
miskin ini perlu diperbaiki sehingga penentuan
rumah tangga miskin ini sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
Penelitian mengenai penentuan level atau
pengategorian kemiskinan di Indonesia telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. (Redjeki, Guntara,
& Anggoro, 2015) menggunakan Naive Bayes
Classifier untuk melakukan klasifikasi terhadap
rumah tangga miskin. Indikator yang digunakan
berjumlah 11 kriteria dengan jumlah klasifikasi
sebanyak 3 yaitu sangat miskin, miskin, dan rentan
miskin. Naive Bayes Classifier digunakan untuk
menghitung nilai probabilitas dari setiap indikator

kemiskinan. Penelitian lain dilakukan oleh (Fiarni,
Gunawan, & Lestari, 2013), dengan menggunakan
fuzzy Analytical Hierarchy Process (F-AHP) untuk
menentukan penerima Surat Keterangan Tidak
Mampu (SKTM) yang digunakan untuk menerima
bantuan perawatan medis di kota Sukabumi.
Penggunaan F-AHP digunakan untuk menentukan
bobot penilaian terhadap kriteria yang digunakan,
yaitu sejumlah 14 kriteria yang ditetapkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan menentukan
peringkat bobot fuzzy, kandidat penerima SKTM
ditentukan berdasarkan kriteria kepentingan relatif
yang dihasilkan.
Konsep fuzzy menjadi menarik untuk penelitian
mengenai kemiskinan karena aplikasi nilai crisp
konvensional yang memisahkan kategori miskin dan
tidak miskin semakin diyakini tidak cukup untuk
mewakili fenomena sosial yang kompleks seperti
kemiskinan (Neff, 2013). Salah satu metode
inferensi yang sukses digunakan pada berbagai

permasalahan klasifikasi adalah sistem inferensi
fuzzy Tsukamoto. Misalnya metode ini telah
diterapkan untuk penentuan kelayakan calon
pegawai (Sari & Mahmudy, 2015), penentuan risiko
penyakit jantung (Utomo & Mahmudy, 2015), dan
kualifikasi pemasok bahan baku industri (Santika &
Mahmudy, 2015). Oleh karena itu, pada penelitian
ini digunakan Fuzzy Tsukamoto untuk menentukan
prioritas rumah tangga miskin.

3.

METODOLOGI
Permasalahan penentuan prioritas rumah tangga
miskin dilakukan dengan cara melakukan
perhitungan setiap data rumah tangga miskin
berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah
ditentukan.
Pada kasus ini, data yang digunakan adalah 30
data rumah tangga yang berada di Kelurahan

Kebraon, Kecamatan Karang Pilang, Kota Surabaya,
yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Kriteria yang digunakan sebagai indikator
kemiskinan pada penelitian ini terdiri dari 14
kriteria. Beberapa penelitian lain juga menggunakan
kriteria yang telah ditetapkan BPS tersebut untuk
menentukan prioritas rumah tangga miskin (Kumar
& Pathinathan, 2015) (Redjeki et al., 2015). Menurut
BPS, kriteria-kriteria yang menyatakan bahwa ciriciri rumah tangga yang tergolong miskin
terdiri dari:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang
dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat
dari tanah/bambu/kayu.

LOGIKA FUZZY
Pada tahun 1965, Lothfi
A.
Zadeh
memperkenalkan logika fuzzy yang merupakan

logika yang mengacu pada prinsip penalaran
Tabel 1. Data rumah tangga miskin
No
Luas Lantai (m2)
Jenis Lantai
...
Pendidikan
1
8
Kayu
...
SMA
2
10
Ubin
...
S1
3
7
Bambu

...
SMA
...
...
...
...
...
30
11
Keramik
...
SMA
2.



Aset (Rp)
500.000
2.000.000
400.000
...
1.100.000

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

13.

Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari
bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
Tidak
memiliki
fasilitas
buang
air
besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
Sumber penerangan rumah tangga tidak
menggunakan listrik.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air
tidak terlindung/sungai/air hujan.
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah
kayu bakar/arang /minyak tanah.
Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu
kali dalam seminggu.
Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam
setahun.
Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali
dalam sehari.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di
puskesmas/poliklinik.
Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah
tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya
SD.
Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah
dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda
motor (kredit/non-kredit), emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.

ISSN: 2089-9815

Gambar 1. Fungsi derajat keanggotaan variabel
luas lantai
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 1 ditunjukkan pada Persamaan (1) dan
Persamaan (2).
 0,
x9
9  x
kecil x   
, 7 x9
9  7
x7
 1,
 0,
x7
x  7
besar x   
, 7 x9
9  7
x9
 1,

(1)

(2)

Nilai-nilai pada variabel kualitas lantai adalah
nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih dahulu
menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai skala variabel kualitas lantai
Jenis Lantai
Nilai
Tanah
1
Bambu
2
Kayu
3
Semen
4
Ubin
5
Keramik
6
Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
lantai ditunjukkan pada Gambar 2.

Fuzzification
Proses fuzzification adalah mengubah input
berupa nilai crisp menjadi himpunan variabel
linguistik. Ketidakpastian nilai terjadi akibat adanya
ambiguitas dan variabel menjadi tidak jelas nilainya
sehingga
dapat
nilai-nilai
tersebut
dapat
direpresentasikan dengan fungsi keanggotaan.
Output dari proses fuzzification adalah nilai fuzzy.
Nilai fuzzy diambil sebagai input untuk mekanisme
inferensi fuzzy (Kumar, 2015).
Himpunan variabel linguistik yang digunakan
pada kasus ini adalah sebagai berikut:
 Luas lantai
: {Kecil, Besar}
 Kualitas lantai
: {Rendah, Tinggi}
 Kualitas dinding
: {Rendah, Tinggi}
 Kualitas kamar mandi
: {Rendah, Tinggi}
 Kualitas penerangan
: {Rendah, Tinggi}
 Kualitas air minum
: {Rendah, Tinggi}
 Kualitas bahan bakar
: {Rendah, Tinggi}
 Frekuensi konsumsi daging : {Rendah, Tinggi}
 Frekuensi membeli pakaian : {Rendah, Tinggi}
 Frekuensi makan
: {Rendah, Tinggi}
 Akses pengobatan
: {Rendah, Tinggi}
 Penghasilan
: {Sedikit, Banyak}
 Level pendidikan
: {Rendah, Tinggi}
 Aset
: {Sedikit, Banyak}
Fungsi derajat keanggotaan yang dapat dibentuk
untuk setiap kriteria adalah sebagai berikut:
Fungsi derajat keanggotaan dari variabel luas
lantai ditunjukkan pada Gambar 1.
3.1

Gambar 2. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas lantai
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 2 ditunjukkan pada Persamaan (3) dan
Persamaan (4).
 0,
x5
5  x
rendahx   
, 3 x5
5  3
x3
 1,
 0,
x3
x 3
tinggix   
, 3 x5
5  3
x5
 1,



(3)

(4)

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 4 ditunjukkan pada Persamaan (7) dan
Persamaan (8).

Nilai-nilai pada variabel kualitas dinding adalah
nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih dahulu
menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai skala variabel kualitas dinding
Jenis Dinding
Nilai
Bambu
1
Kayu
2
Tembok
3

 0,
x2
2  x
rendahx   
, 1 x  2
 2 1
x 1
 1,
 0,
x 1
 x 1
tinggix   
, 1 x  2
2 1
x2
 1,

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
dinding ditunjukkan pada Gambar 3.

(7)

(8)

Nilai-nilai pada variabel kualitas penerangan
adalah nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih
dahulu menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Nilai skala variabel kualitas penerangan
Sumber Penerangan Nilai
Bukan listrik
1
Listrik
2
Gambar 3. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas dinding

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
penerangan ditunjukkan pada Gambar 5.

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 3 ditunjukkan pada Persamaan (5) dan
Persamaan (6).
 0,
x3
3  x
rendahx   
, 2 x3
3  2
x2
 1,
 0,
x2
x  2
tinggix   
, 2 x3
3  2
x3
 1,

(5)

(6)
Gambar 5. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas penerangan

Nilai-nilai pada variabel kualitas kamar mandi
adalah nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih
dahulu menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai skala variabel kualitas kamar
mandi
Kamar Mandi
Nilai
Tidak ada
1
Ada
2

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 5 ditunjukkan pada Persamaan (9) dan
Persamaan (10).
 0,
x2
2  x
, 1 x  2
rendahx   
 2 1
x 1
 1,

 0,
x 1
 x 1
tinggix   
, 1 x  2
2 1
x2
 1,

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
kamar mandi ditunjukkan pada Gambar 4.

(9)

(10)

Nilai-nilai pada variabel kualitas air minum
adalah nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih
dahulu menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Nilai skala variabel kualitas air minum
Sumber Air Minum Nilai
Sungai
1
Sumur
2
PDAM
3
Air mineral
4

Gambar 4. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas kamar mandi



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

 0,
x2
x  2
tinggix   
, 2 x3
3  2
x3
 1,

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
air minum ditunjukkan pada Gambar 6.

(14)

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel
frekuensi konsumsi daging dalam seminggu
ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 6. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas air minum
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 6 ditunjukkan pada Persamaan (11) dan
Persamaan (12).
 0,
x3
3  x
rendahx   
, 2 x3
3  2
x2
 1,
 0,
x2
x  2
, 2 x3
tinggix   
3  2
x3
 1,

(11)

Gambar 8. Fungsi derajat keanggotaan variabel
frekuensi konsumsi daging

(12)

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 8 ditunjukkan pada Persamaan (15) dan
Persamaan (16).
 0,
x2
2  x
kecil x   
, 1 x  2
 2 1
x 1
 1,

Nilai-nilai pada variabel kualitas bahan bakar
adalah nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih
dahulu menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Nilai skala variabel kualitas bahan
bakar
Kamar Mandi
Nilai
Kayu bakar
1
Minyak tanah
2
LPG
3

 0,
x 1
 x 1
besar x   
, 1 x  2
2 1
x2
 1,

Fungsi derajat keanggotaan dari
frekuensi membeli pakaian dalam
ditunjukkan pada Gambar 9.

(15)

(16)

variabel
setahun

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel kualitas
bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 9. Fungsi derajat keanggotaan variabel
frekuensi membeli pakaian
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 9 ditunjukkan pada Persamaan (17) dan
Persamaan (18).

Gambar 7. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kualitas bahan bakar
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 7 ditunjukkan pada Persamaan (13) dan
Persamaan (14).
 0,
x3
3  x
rendahx   
, 2 x3
3  2
x2
 1,

 0,
x2
2  x
kecil x   
, 1 x  2
 2 1
x 1
 1,
 0,
x 1
 x 1
besar x   
, 1 x  2
2 1
x2
 1,

(13)



(17)

(18)

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

 0,
x 1
 x 1
besar x   
, 1 x  2
2 1
x2
 1,

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel
frekuensi makan dalam sehari ditunjukkan pada
Gambar 10.

Fungsi derajat keanggotaan dari
penghasilan ditunjukkan pada Gambar 12.

(22)

variabel

Gambar 10. Fungsi derajat keanggotaan variabel
frekuensi makan
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 10 ditunjukkan pada Persamaan (19) dan
Persamaan (20).
 0,
x3
3  x
kecil x   
, 1 x  3
 3 1
x 1
 1,

 0,
x 1
 x 1
besar x   
, 1 x  3
3 1
x3
 1,

Gambar 12. Fungsi derajat keanggotaan variabel
penghasilan

(19)

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 12 ditunjukkan pada Persamaan (23) dan
Persamaan (24).
0,

x  1000
 1000  x
 sedikit x   
, 500  x  1000
1000  500
x  500
1,

0,

x  500
 x  500
banyakx   
, 500  x  1000
1000  500
x  1000
1,


(20)

Nilai-nilai pada variabel kesanggupan akses
pengobatan adalah nilai kualitatif sehingga perlu
diubah terlebih dahulu menjadi nilai skala seperti
ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai skala variabel akses pengobatan
Akses Pengobatan
Nilai
Tidak sanggup
1
Sanggup
2

(23)

(24)

Nilai-nilai pada variabel pendidikan adalah
nilai kualitatif sehingga perlu diubah terlebih dahulu
menjadi nilai skala seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai skala variabel pendidikan
Level Pendidikan
Nilai
Tidak sekolah
1
SD
2
SMP
3
SMA / SMK / D1
4
D3 / D4 / S1 / S2 / S3
5

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel akses
pengobatan ditunjukkan pada Gambar 11.

Fungsi derajat keanggotaan dari
pendidikan ditunjukkan pada Gambar 13.

variabel

Gambar 11. Fungsi derajat keanggotaan variabel
akses pengobatan
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 11 ditunjukkan pada Persamaan (21) dan
Persamaan (22).
 0,
x2
2  x
kecil x   
, 1 x  2
 2 1
x 1
 1,

Gambar 13. Fungsi derajat keanggotaan variabel
pendidikan

(21)



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

 0,
x  20 , x  50
 x  20
hampirmiskin x   
,
20  x  30
 30  20
30  x  50
 1,
 0,
x  50
 x  50
, 50  x  60
tidakmiskin x   
 60  50
x  60
 1,

Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 13 ditunjukkan pada Persamaan (25) dan
Persamaan (26).
 0,
x5
5  x
rendahx   
, 2 x5
5  2
x2
 1,
 0,
x2
x  2
tinggix   
, 2 x5
5  2
x5
 1,

(25)

Rule
Rule merupakan serangkaian aturan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan yang akan
digunakan pada Fuzzy Tsukamoto. Tabel 10
menunjukkan rule yang digunakan untuk
perhitungan pada kasus ini.
Baris pertama pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa apabila terdapat rumah tangga yang memiliki
luas lantai berukuran besar dengan kualitas lantai
rendah, pendidikan kepala rumah tangga tinggi, dan
aset yang dimiliki sedikit, maka rumah tangga
tersebut dikategorikan hampir miskin.
Mesin Inferensi
Pada kasus ini, proses inferensi dilakukan
dengan menggunakan metode Tsukamoto. Berikut
ini diberikan contoh kasus penentuan kategori rumah
tangga miskin berdasarkan nilai-nilai pada setiap
kriteria kemiskinan. Misalkan terdapat sebuah
rumah tangga yang memiliki nilai-nilai setiap
kriteria sebagai berikut:
 Luas lantai
: 8 m2
 Jenis lantai
: Bambu
 Jenis dinding
: Bambu
 Kamar mandi
: Ada
 Penerangan
: Listrik
 Air minum
: PDAM
 Bahan bakar
: Minyak tanah
 Konsumsi daging
: 2 kali seminggu
 Membeli pakaian
: 2 kali setahun
 Frekuensi makan
: 3 kali sehari
 Akses pengobatan
: Mampu
 Penghasilan
: Rp 800.000
 Pendidikan
: D3
 Aset
: Rp 1.000.000
Himpunan bahasa yang dapat dibentuk
berdasarkan nilai-nilai tersebut adalah sebagai
berikut:
 Luas lantai
: {Kecil, Besar}
 Jenis lantai
: {Rendah}
 Jenis dinding
: {Rendah}
 Kamar mandi
: {Tinggi}
 Penerangan
: {Tinggi}
 Air minum
: {Tinggi}
 Bahan bakar
: {Rendah}
 Konsumsi daging
: {Tinggi}
 Membeli pakaian
: {Tinggi}
 Frekuensi makan
: {Tinggi}
 Akses pengobatan
: {Tinggi}

Gambar 14. Fungsi derajat keanggotaan variabel
aset
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 14 ditunjukkan pada Persamaan (27) dan
Persamaan (28).
(27)

(28)

kategori

Gambar 15. Fungsi derajat keanggotaan variabel
kategori kemiskinan
Definisi fungsi derajat keanggotaan pada
Gambar 15 ditunjukkan pada Persamaan (28),
Persamaan (29), dan Persamaan (30).
 0,
x  30
 30  x
miskin x   
, 20  x  30
 30  20
x  20
 1,

(31)

3.2

3.3

Fungsi derajat keanggotaan dari
kemiskinan ditunjukkan pada Gambar 15.

(30)

(26)

Fungsi derajat keanggotaan dari variabel aset
ditunjukkan pada Gambar 14.

0,

x  1000
 1000  x
, 500  x  1000
 sedikit x   
1000  500
x  500
1,

0,

x  500
 x  500
banyakx   
, 500  x  1000
1000  500
x  1000
1,


ISSN: 2089-9815

(29)



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

Tabel 10. Rule
No
1
2
3
...
33
34

If
Luas Lantai
Besar
Besar
Kecil
...
Besar
Besar

 Penghasilan
 Pendidikan
 Aset

Kualitas Lantai
Rendah
Tinggi
Rendah
...
Tinggi
Tinggi

....
...
...
...
...
...
...

Pendidikan
Tinggi
Tinggi
Rendah
...
Rendah
Rendah

Aset
Sedikit
Banyak
Sedikit
...
Banyak
Banyak

Then
Hampir Miskin
Tidak Miskin
Miskin
...
Tidak Miskin
Tidak Miskin

 Rule 5:
Luas lantai KECIL, kualitas lantai RENDAH,
kualitas dinding RENDAH, kualitas kamar
mandi TINGGI, kualitas penerangan TINGGI,
kualitas air minum TINGGI, kualitas bahan
bakar RENDAH, frekuensi konsumsi daging
TINGGI, frekuensi membeli pakaian TINGGI,
frekuensi makan TINGGI, akses pengobatan
TINGGI, penghasilan SEDIKIT, pendidikan
TINGGI, dan aset BANYAK, maka rumah
tangga tersebut termasuk HAMPIR MISKIN.
 Rule 6:
Luas lantai BESAR, kualitas lantai RENDAH,
kualitas dinding RENDAH, kualitas kamar
mandi TINGGI, kualitas penerangan TINGGI,
kualitas air minum TINGGI, kualitas bahan
bakar RENDAH, frekuensi konsumsi daging
TINGGI, frekuensi membeli pakaian TINGGI,
frekuensi makan TINGGI, akses pengobatan
TINGGI, penghasilan BANYAK, pendidikan
TINGGI, dan aset BANYAK, maka rumah
tangga tersebut termasuk TIDAK MISKIN.

: {Sedikit, Banyak}
: {Tinggi}
: {Banyak}

Nilai derajat keanggotaan setiap kriteria dihitung
berdasarkan nilai-nilai input tersebut sehingga
didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai himpunan derajat keanggotaan
No Kriteria
Nilai Himpunan
µ kecil (8) = 0.5
1
Luas lantai
µ besar (8) = 0.5
µ rendah (2) = 1
2
Kualitas lantai
µ tinggi (2) = 0
µ rendah (1) = 1
3
Kualitas dinding
µ tinggi (1) = 0
µ rendah (1) = 0
4
Kualitas kamar mandi
µ tinggi (1) = 1
µ rendah (1) = 0
5
Kualitas penerangan
µ tinggi (1) = 1
µ rendah (3) = 0
6
Kualitas air minum
µ tinggi (3) = 1
µ rendah (2) = 1
7
Kualitas bahan bakar
µ tinggi (2) = 0
Frekuensi konsumsi
µ rendah (2) = 0
8
daging
µ tinggi (2) = 1
Frekuensi membeli
µ rendah (2) = 0
9
µ tinggi (2) = 1
pakaian
µ rendah (3) = 0
10 Frekuensi makan
µ tinggi (3) = 1
µ rendah (2) = 0
11 Akses pengobatan
µ tinggi (2) = 1
µ rendah (800) = 0.4
12 Penghasilan
µ tinggi (800) = 0.6
µ rendah (5) = 0
13 Pendidikan
µ rendah (5) = 1
µ sedikit (1000) = 0
14 Aset
µ banyak (1000) = 1

Berdasarkan rule-rule yang digunakan tersebut,
nilai minimal derajat keanggotaan dari masingmasing rule yang telah ditentukan dihitung sehingga
didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai minimal derajat keanggotaan
Rule Variabel
Nilai
Luas lantai kecil
0.5
Kualitas lantai rendah
1
Kualitas dinding rendah
1
Kualitas kamar mandi tinggi
1
Kualitas penerangan tinggi
1
Kualitas air minum tinggi
1
Kualitas bahan bakar rendah
1
5
Frekuensi konsumsi daging tinggi 1
Frekuensi beli pakaian tinggi
1
Frekuensi makan tinggi
1
Akses pengobatan tinggi
1
Penghasilan sedikit
0.4
Pendidikan tinggi
1
Aset banyak
1
µ5
0.4

Baris pertama pada Tabel 11 menunjukkan hasil
perhitungan nilai himpunan derajat keanggotaan
untuk kriteria luas lantai. Persamaan (1) digunakan
untuk mendapatkan nilai µ kecil dan Persamaan (2)
digunakan untuk mendapatkan nilai µ besar.
Langkah selanjutnya adalah menentukan rulerule yang sesuai dengan himpunan bahasa
berdasarkan nilai derajat keanggotaan yang telah
dihitung. Rule-rule yang digunakan adalah sebagai
berikut:



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

4.

PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pengujian dilakukan dengan menggunakan
Spearman Correlation, yaitu dengan cara melakukan
perbandingan hasil peringkat yang dibuat oleh
sistem dengan peringkat berdasarkan hasil
perhitungan BPS, dengan menggunakan Persamaan
(32).

Tabel 12. Nilai minimal derajat keanggotaan
(Lanjutan)
Rule Variabel
Nilai
Luas lantai besar
0.5
Kualitas lantai rendah
1
Kualitas dinding rendah
1
Kualitas kamar mandi tinggi
1
Kualitas penerangan tinggi
1
Kualitas air minum tinggi
1
Kualitas bahan bakar rendah
1
6
Frekuensi konsumsi daging tinggi 1
Frekuensi beli pakaian tinggi
1
Frekuensi makan tinggi
1
Akses pengobatan tinggi
1
Penghasilan banyak
0.6
Pendidikan tinggi
1
Aset banyak
1
µ6
0.5

rs  1 

6 d 2





n n2 1

(32)

Keterangan:
rs : Spearman Correlation
d : selisih peringkat data
n : jumlah data
Tabel 14 menunjukkan hasil perhitungan
koefisien Spearman Correlation.
Tabel 14. Hasil perhitungan Spearman
Correlation
Rumah
Peringkat Peringkat
d
d2
tangga
BPS
Sistem
K1
8
4
4
16
K2
14
14
0
0
K3
1
6
5
25
K4
15
16
1
1
K5
12
28
16 256
K6
16
17
1
1
K7
10
13
3
9
K8
17
27
10 100
K9
2
3
1
1
K 10
18
9
9
81
K 11
3
7
4
16
K 12
19
10
9
81
K 13
9
12
3
9
K 14
4
8
4
16
K 15
11
11
0
0
K 16
20
26
6
36
K 17
21
25
4
16
K 18
22
24
2
4
K 19
23
23
0
0
K 20
5
2
3
9
K 21
24
22
2
4
K 22
6
1
5
25
K 23
25
30
5
25
K 24
26
20
6
36
K 25
27
19
8
64
K 26
28
18
10 100
K 27
13
15
2
4
K 28
7
5
2
4
K 29
29
21
8
64
K 30
30
29
1
1
TOTAL
1004

Defuzzification
Pada proses defuzzification ini, dilakukan
perhitungan nilai Z untuk masing-masing rule yang
digunakan. Perhitungan nilai Z untuk keempat rule
yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Rule 5 menyatakan rumah tangga tersebut
tergolong ke dalam kategori rumah tangga
hampir miskin, sehingga perhitungan nilai Z
dapat dihitung menggunakan Persamaan 12.
Z 5  20   5 30  20  20  0.4(10)  24
 Rule 6 menyatakan rumah tangga tersebut
tergolong ke dalam kategori rumah tangga
tidak miskin, sehingga perhitungan nilai Z
dapat dihitung menggunakan Persamaan 13.
Z 6  50   6 60  50  50  0.5(10)  55
Langkah selanjutnya adalah melakukan perkalian
antara nilai µ dan Z untuk setiap rule sehingga
didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil perhitungan µ dan Z
Rule
Nilai µ
Nilai Z
Nilai µ*Z
5
0.4
24
9.6
6
0.5
55
27.5
Total
0.9
79
37.1
3.4

Untuk
mendapatkan
perkiraan
kategori
kemiskinan, langkah selanjutnya adalah membagi
nilai total µ*Z dengan nilai total µ, sehingga
didapatkan hasil sebagai berikut:
  * Z  37.1  41.22
Perkiraan 
  0.9
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nilai
perkiraan yang diperoleh adalah 41.22. Nilai inilah
yang akan digunakan untuk menentukan prioritas
rumah tangga miskin dengan cara membandingkan
nilai hasil perhitungan antar rumah tangga.

Hasil perhitungan pada Tabel 12 tersebut
selanjutnya digunakan untuk menghitung Spearman
Correlation dengan menggunakan Persamaan 32,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

rs  1 

61004
 0.7766
30 30 2  1



ISSN: 2089-9815

8(22), 1–16.
Neff, D. (2013). Fuzzy Set Theoretic Applications in
Poverty Research. Policy and Society, 32(4),
319–331.
Othman, M., Hamzah, S. H. A., & Yahaya, M. F.
(2010). Fuzzy Index Poverty (FIP): Measuring
Poverty in Rural Area of Terengganu.
International Conference on User Science and
Engineering (i-USEr), 301–306.
Redjeki, S., Guntara, M., & Anggoro, P. (2015).
Naive Bayes Classifier Algorithm Approach
for Mapping Poor Families Potential.
International Journal of Advanced Research
in Artificial Intelligence, 4(12), 29–33.
Restuputri, B. A., Mahmudy, W. F., & Cholissodin,
I. (2015). Optimasi Fungsi Keanggotaan
Fuzzy Tsukamoto Dua Tahap Menggunakan
Algoritma Genetika Pada Pemilihan Calon
Penerima Beasiswa dan BBP-PPA (Studi
Kasus: PTIIK Universitas Brawijaya Malang).
DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK
Universitas Brawijaya, 5(15), 1–10.
Santika, G. D., & Mahmudy, W. F. (2015).
Penentuan
Pemasok
Bahan
Baku
Menggunakan Fuzzy Inference System
Tsukamoto. In Seminar Nasional Sistem
Informasi Indonesia (SESINDO) (pp. 267–
274).
Sari, N. R., & Mahmudy, W. F. (2015). Fuzzy
Inference
System
Tsukamoto
Untuk
Menentukan Kelayakan Calon Pegawai. In
Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia
(SESINDO) (pp. 245–252).
Singhala, P., Shah, D. N., & Patel, B. (2014).
Temperature Control using Fuzzy Logic.
International Journal of Instrumentation and
Control Systems (IJICS), 4(1), 1–10.
Utomo, M. C. C., & Mahmudy, W. F. (2015).
Penerapan FIS-Tsukamoto untuk Menentukan
Potensi Seseorang Mengalami Sudden Cardiac
Death. In Seminar Nasional Sistem Informasi
Indonesia (SESINDO) (pp. 239–244).
Zadeh, L. (1965). Fuzzy Sets. Information and
Control, 8, 338–353.



Berdasarkan tabel Spearman Correlation, nilai
0.7766 termasuk ke dalam tingkat korelasi tinggi.
Oleh karena itu, fuzzy Tsukamoto dapat digunakan
untuk menentukan prioritas rumah tangga miskin.
5.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa fuzzy
Tsukamoto dapat digunakan untuk menentukan
prioritas rumah tangga miskin dengan menggunakan
14 kriteria yang ditetapkan oleh BPS sebagai
parameter dalam perhitungan fuzzy. Spearman
Correlation digunakan untuk menghitung tingkat
keterkaitan hubungan antara peringkat yang
dihasilkan oleh sistem dengan peringkat hasil
perhitungan BPS. Pada penelitian ini, nilai korelasi
yang didapatkan sebesar 0.7766. Nilai tersebut
termasuk ke dalam tingkat korelasi yang tinggi,
artinya ada keterkaitan yang tinggi antara peringkat
yang dihasilkan oleh sistem dengan peringkat hasil
perhitungan BPS.
Pada penelitian selanjutnya, penggunaan
algoritma genetika dapat digunakan untuk memilih
kriteria yang digunakan dalam perhitungan
penentuan prioritas rumah tangga miskin. Algoritma
genetika digunakan untuk memilih kriteria-kriteria
yang dapat mewakili kriteria penentu rumah tangga
miskin. Hal ini akan sangat membantu
mempermudah pekerjaan penyurvei apabila ternyata
diketahui bahwa beberapa kriteria saja dapat
digunakan dalam proses perhitungan tanpa harus
menggunakan 14 kriteria yang ditetapkan BPS
tersebut. Algoritma genetika juga dapat diterapkan
untuk penyesuaian batasan fungsi keanggotaan
secara otomatis (Restuputri, Mahmudy, &
Cholissodin, 2015).
PUSTAKA
BPS. (2007). Analisis Tipologi Kemiskinan
Perkotaan Studi Kasus di Jakarta Utara.
Cahyat, A. (2004). Bagaimana Kemiskinan Diukur?
Beberapa Model Penghitungan Kemiskinan di
Indonesia. Center for International Forestry
Research (CIFOR), CIFOR Gove(2), 1–8.
Chatterjee, A., Mukherjee, S., & Kar, S. (2014).
Poverty
Level
of
Households:
A
Multidimensional Approach Based on Fuzzy
Mathematics.
Fuzzy
Information
and
Engineering, 6(4), 463–487.
Fiarni, C., Gunawan, A., & Lestari, A. (2013). Fuzzy
AHP Based Decision Support System for
SKTM Recipient Selection. Information
Systems International Conference (ISICO),
288–293.
Kumar, R., & Pathinathan, T. (2015). Sieving out
the Poor using Fuzzy Decision Making Tools.
Indian Journal of Science and Technology,



Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

4 81 27

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI FUROSEMID - SPIRONOLAKTON PADA PASIEN GAGAL JANTUNG (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

15 131 27

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

Analisis Sirkulasi Udara Pada Tanaman Kopi Berdasarkan Faktor Tanaman Pelindung dan Pola Tanam Graf Tangga Menggunakan Metode Volume Hingga

0 18 26

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1