INDONESIA DI TENGAH ABAD ASIA: IKUT BANGKIT, MENJADI PENONTON, ATAU KORBAN? - repository civitas UGM

INDONESIA DI TENGAH ABAD ASIA:
IKUT BANGKIT, MENJADI PENONTON,
ATAUKORBAN?

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
pada tanggal, 19 Agustus 2013
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. Dr. Sri Adiningsih

Yang saya /lOrlllati,
Ketua, Sekretaris dan para Anggota Mqje/is Curu Besar
Cadjall Mada,

Ketua, Sekretaris dan para Anggota M(~je/is Wali AI/wnat
Cadjall Mada,
Ketua, Sekretaris dan para AIIggota Sell at AkadclIlik
Cadjall Mada,
Rektor dan Wakil Rektor Universitas Ca((jall Mada
Dekan, Wakil Dekan, Doscn, dan Sivitas Akadclllika
Cadjall Mada,
Kolega, Kelllarga dan Tamu undallgan sekalian,

Universitas
Universitas
Universitas

Universitas

Selalllat pagi dan salalll sejalltera lIntuk kita sellllla,
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah yang telah
melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada kita semua, sehingga
pagi hari ini kita bisa berkumpul di Balai Senat yang agung ini dalam
keadaan sehat tidak kurang sesuatu apa. Pagi hari ini saya

mendapatkan kehormatan untuk menyampaikan pidato pengukuhan
sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Gadjah Mada. Pidato ini saya susun sebagai respons dan tanggung
jawab saya sebagai akademisi, melihat proses globalisasi ekonomi
yang semakin luas dan dalam telah mengancam keberlanjutan
pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Oleh karena itu, saya memberanikan diri untuk berdiri di
hadapan hadirin yang terhormat untuk menyampaikan pidato yang
betjudul:

INDONESIA DI TENGAH ABAD ASIA: IKUT BANGKIT,
MENJADI PENONTON, ATAU KORBAN?
Saudara-salldara

yang ter/lOrlllat,

Ekonomi dunia berubah dengan cepat dalam beberapa dekade
terakhir ini. Demokratisasi yang semakin meluas, perkembangan
teknologi informasi yang pesat, dan globalisasi ekonomi telah
mengubah ekonomi dunia. Oemokratisasi telah mengubah cara


J

mengelola ekonomi di berbagai tingkat, menuntut good governance
dalam pengelolaan ekonomi negara, bisnis ataupun organisasi sosial.
Demikian juga perkembangan teknologi informasi telah membuat arus
informasi bergerak dengan bebas dan cepat tanpa mengenal batas.
Globalisasi telah membuat ekonomi dunia semakin terbuka dan
integrasi ekonomi antar negara meningkat. Berbagai perkembangan
tersebut telah mengubah ekonomi dunia, sehingga ekonomi dunia
semakin maju, berkembang, dan dinamis dengan integrasi ekonomi
antar negara yang semakin besar, namun menghadapi volatilitas yang
semakin tinggi.
Ekonomi dunia yang semakin global dan dinamis telah membuat
ekonomi negara-negara Asia bangkit dan berkembang, khususnya di
Asia Timur. Asian Miracle yang teljadi di Asia pada tahun 1960
hingga 1980-an telah membangkitkan ekonomi Singapura, Korea
Selatan, Taiwan dan Hongkong menjadi Macan Asia. Demikian juga
negara-negara Asia Tenggara sepel1i Indonesia, Malaysia, dan
Thailand disebut-sebut sebagai Newly Industrializing Economies atau
NIEs (Page, 1994), siap tinggallandas. Namun sayang, klisis ekonomi

Asia tahun 1998 yang bermula dari Thailand telah menghancurkan
ekonomi Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
Pasca krisis ekonomi 1998, ekonomi Asia mulai bangkit, yang
dimotori oleh kebangkitan ekonomi Republik Rakyat China (RRC).
Ekonomi RRC yang tumbuh pesat dan semakin terintegrasi dengan
ekonomi global setelah menjadi anggota. World Trade Organization
(WTO) pada tahun 200 I telah bangkit, dan dalam satu dekade
setelahnya menjadi ekspoI1ir terbesar di dunia (UN Comtrade, 2011).
RRC adalah negara yang bisa memanfaatkan globalisasi ekonomi
dengan baik. Demikian juga ekonomi India tumbuh dengan pesat
karena memanfaatkan keterbukaan ekonominya (Sodhi, 2008). Asia
yang dimotori RRC dan India mencuri perhatian dunia, karena dua
negara raksasa dengan jumlah penduduk masing-masing
1,35 milyar
dan 1,20 milyar orang tersebut pada tahun 2012 (CEIC, 2013),
ekonominya tumbuh dengan pesat dalam bebcrapa dekade terakhir.
Indonesia beruntung berada di Asia, benua yang tengah bangkit
pada abad 21 ini. Apalagi ekonomi Indonesia juga cukup terbuka dan
bekel~ja sama erat dengan negara-negara
ASEAN ataupun Asia

lainnya. Namun demikian, ekonomi Indonesia yang terbuka di tengah

3
ketidakpastian ekonomi global menghadapi semakin banyak masalah,
hambatan, tantangan, dan ancaman. Oleh karena itu, menarik untuk
dicelmati berbagai perkembangan ekonomi yang teljadi dalam
perekonomian internasional dan domestik, untuk menganalisis
ekonomi Indonesia ke depan, di tengah kebangkitan Asia.
Hadirin yang saya horTl/ali,

KEBANGKITAN EKONOMI ASIA
Kebangkitan ekonomi Asia merupakan suatu fenomena yang
diyakini tidak pernah terbayangkan bisa teljadi pada abad 20 yang
lalu, di mana ban yak Negara Asia baru merdeka. RRC adalah contoh
negara yang berhasil memanfaatkan keterbukaan ekonominya untuk
membangun negaranya. Masuknya RRC ke WTO pada tahun 2001
telah dimanfaatkan dengan baik. sehingga satu dekade setelahnya
RRC menjadi eksportir terbesar di dunia pada tahun 2011 (pada tahun
1993 masih defisit dalam neraca perdagangan barangnya) dan menjadi
negara dengan kekuatan ekonomi nomor dua di dunia pad a tahun

2012, padahal pada tahun 1978 kekuatan ekonominya kurang dari 1%
ekonomi dunia (World Bank. 2013). RRC yang mereformasi
ekonominya sejak 1979 telah berhasil membangun ekonominya. Laju
pel1umbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 9,5 persen dari 1978
hingga 1992. Pembukaan ekonomi yang disiapkan dengan baik
dengan memodernisasi atau mereformasi ekonominya telah membuat
ekonomi RRC tumbuh pesat. RRC telah mencapai tujuan yang
ditetapkan untuk dirinya sendiri pada tahun 1978 (Bijian, 2005).
Demikian juga Sodhi (2008) menyampaikan bahwa India adalah
negara yang bisa memanfaatkan globalisasi dengan baik, sehingga
ekonominya tumbuh pesat. Setelah perekonomian India semakin
terbuka, negara tersebut dapat mendorong pel1umbuhan ekonomi dan
menarik
masuk investasi asing. Faktor pendorong utama India
membuka pasarnya adalah precariolls foreign exchange reserves.
Organisasi internasional, sepel1i Bank Dunia dan IMF, yang
memberikan
pinjaman dengan' persyaratan pembukaan pasar,
privatisasi badan usaha milik negara, dan reformasi sektor fiskal telah
mengubah India, sehingga PDB India tumbuh tinggi dan sektor

manufaktur menjadi pendorong utama pel1umbuhan ekonomi.

4
Melihat
.

kinelja

ekonomi

beberapa

negara

Asia,

maka

berdasarkan proyeksi skenario yang dibuat oleh Hawkswot1h dan
Tiwari, (20 II), perekonomian E-7 (RRC, Brazil, Rusia, Indonesia,

Mexico, India, dan Turki) pada tahun 2050 diperkirakan akan 64%
lebih besar dari perekonomian G-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman,
Inggris, Perancis, Italia, dan Kanada) dilihat dari POB dolar AS yang
berlaku, atau 2 kali lipat lebih besar dari G-7 jika dilihat dari POB
berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP). Sebagai perbandingan,
sekarang ini skala perekonomian E-7 hanya sekitar 36% dari
perekonomian G-7 (POB pada nilai tukar pasar) dan sekitar 72% POB
berdasarkan PPP. Perekonomian Indonesia diperkirakan akan masuk
dalam kategori 10 perekonomian terbesar dunia pada tahun 2050 jika
diukur dari POB berdasarkan PPP.
Proyeksi kebangkitan Asia juga dilaporkan oleh Standard
Chartered Bank tentang The Super Cycle Report (Lyons, 2011), yang
menyatakan bahwa dunia tengah berada dalam super cycle ketiga,
sebuah kelanjutan peri ode pet1umbuhan ekonomi tinggi, atau supercycle, yang dimulai pad a tahun 2000, diperkirakan berlangsung
setidaknya hingga beberapa dekade mendatang. Pet1umbuhan pesat
ekonomi dunia disebabkan oleh pet1umbuhan perdagangan, investasi,
urbanisasi dan technological innovation dari ekonomi negara besar.
Pada tahun 2030 Asia diproyeksi akan memimpin ekonomi dunia, dan
4 dari 10 ekonomi terbesar dunia adalah negara-negara Asia. Saat ini,
Jepang dan RRC sudah masuk dalam kategori 10 ekonomi besar

dunia, di tahun 2030 India dan Indonesia akan masuk juga dalam
kategori tersebut. Oleh karena itulah abad ini akan menjadi milik Asia,
atau Abad Asia.
Meski negara-negara Asia diproyeksikan akan menjadi kekuatan
ekonomi dunia pada masa mendatang, namun dalam laporan AOB
bulan Agustus 20 II disebutkan bahwa di kawasan Asia 11 negarafast
growing emerging economies berpotensi teljebak dalam pel1umbuhan
yang stagnan (middle income trap), termasuk Indonesia. Jebakan ini
ditandai dengan ketidakmampuan mereka untuk terus membangun
ekonominya menjadi negara maju dan makmur. AOB menjelaskan
ada 2 skenario yang bisa teljadi dalam perekonomian Asia, termasuk
Indonesia di tahun 2050, yakni (i) menjadi pusat pel1umbuhan dunia,
atau (ii) masuk ke dalam middle income trap. Pada umumnya, negara

5
yang masuk dalam middle income trap adalah mereka yang memiliki
rasio investasi rendah. pel1umbuhan infrastruktur lamban, diversifikasi
industri terbatas. dan pasar tenaga kelja yang buruk. ADB menyarankan negara-negara tersebut untuk mengurangi ketimpangan,
meningkatkan kualitas SDM agar bertaraf intemasional, membangun
institusi yang kredibel agar dapat melindungi property right, dan

menyelesaikan perselisihan dengan baik. Penelitian Felipe (2012)
menunjukkan bahwa beberapa negara Asia masuk ke dalam middle
income trap di tahun 2010 seperti Filipina, Sri Lanka, dan Malaysia.
Sementara itu, Indonesia dan Pakistan diprediksi akan masuk juga ke
dalam middle income trap.
Indonesia yang memiliki potensi menjadi salah satu kekuatan
ekonomi dunia pada masa mendatang menghadapi ancaman masuk ke
middle income trap. Apalagi Indonesia pemah mengalami kegagalan
dalam membangkitkan ekonominya. Ingat pada mas a Orde Baru kita
sering mendengar pemerintah yang menyatakan bahwa ekonomi
Indonesia tumbuh dan berkembang pes at, siap untuk tinggal landas,
menjadi negara industri maju dan makmur seperti yang disampaikan
oleh Rostow (Novack dan Lekachman, 1964). Namun, kita pada
akhimya masuk jurang krisis ekonomi pada akhir 1997, dan ekonomi
kita tel1inggal di landasan.
Hadirin yang saya hormati,

GLOBALISASI UNTUK SIAPA?
Globalisasi ekonomi diyakini akan memberikan manfaat bagi
semua yang terlibat di dalamnya. Sepel1i yang telah dipelajari oleh

mahasiswa/i ekonomi dalam ilmu Ekonomika Intemasional, teori
perdagangan antar negara, baik teori Absolute Advantage dari Adam
Smith, ataupun Comparative Advantage dari David Ricardo
(Salvatore, 2004), maupun Competitive Advantage dari Michael P0I1er
menunjukkan bahwa perdagangan antar negara memberikan manfaat
bagi negara yang melakukan perdagangan (P0I1er, 1985). World Trade
Organization (WTO, 2013) menunjukkan bahwa total trade tahun
1950 hingga 2000 tumbuh 22 kali, dan ekspor barang tumbuh 6% ratarata per tahun. Demikian juga total perdagangan sejak tahun 2000

6
hingga 2012 tumbuh 2,17 kali (UN Comtrade, 2013). WTO
menyatakan bahwa cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa
perdagangan mendorong pel1umbuhan ekonomi dan menciptakan
lapangan kerja.
Namun tidak semua negara ataupun orang yang terlibat dalam
perdagangan dunia mendapatkan manfaat. World Commission on the
Social Dimension of Globalization (2004), mengeluarkan laporan
dampak negatif globalisasi berdasarkan survei di 73 negara di seluruh
penjuru dunia. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa kecuali Asia
Selatan, Amerika Serikat dan Uni Eropa, jumlah pengangguran dunia
meningkat antara tahun 1990-2002, dan 59% masyarakat dunia hidup
di negara dengan kesenjangan yang meningkat, hanya 5% tinggal di
negara-negara dengan kesenjangan menurun. Menurut mereka ada
lima masalah yang harus menjadi perhatian, yaitu: aturan main global
yang tidak adil (lebih menguntungkan negara maju), lebih
mengedepankan nilai kebendaan, telah mencabut sebagian kedaulatan
negara-negara berkembang, ban yak pihak dirugikan dmi globalisasi,
dan pemaksaan sistem ekonomi liberal di negara berkembang.
Selanjutnya, Maskin (2010) mengatakan bahwa globalisasi belum
tentu menjanjikan kemakmuran terhadap negara-negara miskin,
meskipun mungkin berhasil di RRC dan India. Menurut dia,
globalisasi meningkatkan kesenjangan di negara-negara sedang
berkembang, seperti di Mexico. Oleh sebab itu, Maskin menekankan
bahwa globalisasi adalah salah satu penyebab ketimpangan
kesejahteraan, terutama di negara berkembang. Globalisasi dapat
menaikkan pendapatan rata-rata tetapi menimbulkan masalah
distribusi pendapatan. Untuk itu, Stiglitz (2007) mengusulkan adanya
sebuah kontrak sosial global antara negara-negara maju dengan
negara-negara sedang berkembang untuk mencapai keseimbangan
baru. Salah satu usulan yang dikemukakan adalah perlunya komitmen
negara-negara maju untuk mengaplikasikan perdagangan yang adil.
Selain itu, juga disampaikan bahwa perdagangan mestinya adil, di
mana sistem perdagangan yang timbul jika semua subsidi dan
hambatan dalam perdagangan dihilangkan. Namun kita tahu bahwa
perdagangan seperti itu tidak ada di dunia. Oleh karena itu, negara
sedang berkembang perlu diperlakukan berbeda agar adil.

7
Globalisasi menjanjikan peningkatan pembangunan ekonomi
dan lapangan kelja, namun meningkatkan volati litas ekonomi karena
goneangan yang teljadi di suatu negara atau kawasan dengan eepat
dapat merembet ke kawasan lain baik karena tetjadinya contagion atau
spillm'er efTect. Contagion effect terjadi jika krisis di suatu negara atau
kawasan merembet ke negara atau kawasan lain karena dipersepsikan
memiliki karaktelistik yang sarna, sehingga mendapatkan perlakuan
yang sarna daJi pasar, sepel1i krisis Asia 1998 yang lalu. Sementara
itu, spillover efTect teljadi jika krisis teljadi di suatu negara dan karena
terdapat hubungan ekonomi dengan negara tersebut maka ekonominya
terpengaruh, sepeni krisis "keuangan global 2008 yang lalu. Akibatnya,
krisis ekonomi dan keuangan semakin sering teljadi di berbagai
negara dalam beberapa dekade terakhir ini (peITY dan Lederman,
1998).
Saudara-saudara

yang saya honnati.

KRISIS KEUANGAN ATAU EKONOMI
Prakash (200 I) menyatakan bahwa globalisasi ekonomi yang
telah meningkatkan integrasi ekonomi antar negara menyebabkan
perubahan seeara struktural perekonomian maupun institusi (noneconomic causes) suatu negara. Namun demikian, negara yang tidak
bisa melakukan penyesuaian bisa menghadapi konsekuensi serius dari
globalisasi, sepel1i halnya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea
Selatan yang akhimya harus masuk jurang krisis ekonomi tahun 1997
karena tidak menyesuaikan pengelolaan ekonomi mereka dengan
lingkungan yang semakin liberal akibat globalisasi. Permasalahannya
adalah, negara-negara di Asia Timur pad a umumnya merupakan
kumpulan negara berkembang
yang sedang ingin memaeu
perekonomian
mereka, sehingga mereka mengadopsi
model
deregulasi dan liberalisasi yang dianut negara-negara
maju.
Kenyataannya model ini tidak coeok untuk negara-negara Asia Timur
karena beberapa sebab sepel1i: regulasi yang masih lemah, rendahnya
akuntabilitas dan transparansi, sel1a manajemen utang yang buruk.
Park dan Wyp1.osz (2007) menyatakan bahwa penyebab krisis
ekonomi di Asia dapat dikategorikan ke dalam 3 masalah, yaitu: (1)

8
kesalahan kebijakan ekonomi makro yang menyebabkan memburuknya neraca transaksi beljalan, sehingga menyebabkan capital ou(flmv,
(2) sektor keuangan yang tidak efisien dan memiliki kelemahan
struktural, serta (3) kelemahan kelembagaan di semua lini. Khan
(2004) menyatakan bahwa krisis Thailand menjadi salah satu pemicu
utama terjadinya krisis Asia 1998, yang di mulai dari krisis mata uang
dan merambat ke negara-negara Asia lain melalui Bank Lending
Channel dan Capital b~flows. Krisis Asia lebih disebabkan oleh
contagion e.ffect karena ketakutan gaga I bayar terhadap utang dari
investor yang menarik dananya dari Asia Timur.
Semen tara itu, King (2001) menyatakan bahwa investor yang
bersifat institusi seperti bank komersial, manajer investasi, perusahaan
swasta menjadi aktor penting di balik krisis Asia 1998. Saat klisis
terjadi, investor portafel tersebut menarik dananya hingga mencapai
US$ 105 milyar yang membuat mata uang kawasan anjlok.
Krisis ekonomi Asia yang dimulai tahun 1997 telah menggoncang ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi Thailand masuk ke
Indonesia sebagai dampak contagious e.ffect melalui anjloknya nilai
rupiah (dengan dihapuskannya rentang kurs intervensi pada 14
Agustus 1997) telah meluas menjadi krisis ekonomi, bahkan telah
masuk ke ranah sosial dan politik, sehingga pemerintah pun harus
berganti. Krisis ekonomi telah memaksa Indonesia mereformasi
ekonominya, diawali dengan paket kebijakan ekonomi yang tertuang
dalam Letter of Intents (LoIs) dan Memorandum of Economic and
Financial Policies (MEFP) dengan International Monetary Fund
(IMF). Reformasi ekonomi meliputi ekonomi makro, restrukturisasi
sektor keuangan dan reformasi struktural. Oemikian juga, Indonesia
meref01masi sistem legal dengan mengamandeman konstitusi, dan
munculnya berbagai lembaga baru. Reformasi yang telah dilakukan
Indonesia berhasil membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi
(Adiningsih et al., 2008).
Krisis ekonomi 1998 yang telah menghancurkan Indonesia pada
akhimya berlalu. Pada akhir tahun 2003 Indonesia graduate daJi
program IMF dengan mulus, sehingga bangsa Indonesia dapat
kembali mengelola ekonomi secara mandiri, setelah lebih dari 6 tahun
di bawah program IMF. Indonesia adalah negara yang paling lama
keluar dari klisis Asia 1998. Namun demikian, Adiningsih et al.

9
(2008) menunjukkan bahwa satu dekade setelah krisis ekonomi 1998.
meski

menunjukkan

perbaikan,

ekonomi

Indonesia

belum

bisa

mencapai potensi yang dimilikinya,
dan kualitas pembangunan
ekonomi rendah. Perbaikan sektor keuangan tidak diiringi dengan
perbaikan sektor riil, dan juga kelembagaan yang ada. Sektor industri
manufaktur dan investasi belum bisa menjadi motor penggerak
ekonomi lagi. Oemikian juga modal asing yang masuk rendah. Oleh
karena itu, ekonomi Indonesia dapat diibaratkan sebagai pesawat
terbang yang menggunakan satu mesin saja, yaitu mesin pasar
keuangan, sedangkan mesin lainnya mati (Adiningsih et al., 2008).

Saudara-saudara

sekalian yang saya IlOrmati,

Krisis ekonomi ataupun keuangan semakin sering teljadi di
dunia. Bahkan negara dengan ekonomi raksasa seperti Amerika
Serikat juga tidak bisa menghindari krisis keuangan, sub prime
mortgage crisis mulai tahun 2007, telah menyebar ke dunia menjadi
global financial crisis 2008. Bahkan Eropa juga tidak bisa
menghindari
krisis ekonomi yang disebabkan oleh besamya utang
pemerintah negara-negara
Eropa sejak tahun 2009. Oleh karena itu,
negara yang
ekonominya
terbuka
seperti Indonesia
perlu
mengembangkan
early warning system, agar bisa mendeteksi lebih
awal potensi akan teljadinya krisis, sehingga otOl;tas ataupun pelaku
ekonomi
bisa mengantisipasinya
dan mengambil
respon yang
diperlukan agar dapat menghindari
krisis ekonomi yang berpotensi
terjadi. Adiningsih, et al. (2002) menunjukkan bahwa early warning
system terhadap macroeconomic
vulnerability bisa dikembangkan
di
Indonesia dengan permodelan yang baik. Ini beral1i kita sebenamya
bisa memprediksi kapan krisis ekonomi akan terjadi, sehingga dengan
kebijakan antisipatif yang tepat, krisis dapat dihindari ataupun
diminimisasi dampaknya.
global

Ekonomi Indonesia tidak luput dari dampak krisis keuangan
yang berasal dari Amerika
Serikat. Namun demikian

restrukturisasi

pasar keuangan yang dijalankan Indonesia pada saat
mengatasi krisis tahun 1998 telah memperkuat daya tahan sistem
keuangan Indonesia, meskipun rupiah terdepresiasi, pasar modal
jeblok, ekspor turun dan pel1umbuhan ekonomi pada akhimya juga

10
terpangkas menjadi 4,5% tahun 2009. Namun, ekonomi Indonesia
secaJ'a umum masih bisa bet1ahan lebih baik dalam menghadapi ktisis
keuangan global yang lalu (Adiningsih et al., 20 to).
Hadirin yang saya hormati,
B(;:LAJAR DARI NEGARA LAIN
Krisis ekonomi dan keuangan semakin sering terjadi di berbagai
negara dan benua akhir-akhir ini. Biasanya krisis keuangan ataupun
utang pemerintah tetjadi di negara sedang berkembang. Namun,
temyata Amerika Serikat pun juga tidak kebal terhadap krisis
keuangan. Demikian juga negara maju seperti anggota Euro harus
menghadapi krisis ekonomi yang berlarut-Iarut. SESRIC (Statistical.
Economic and Social Research and Training Centre for Islamic
Countries) Reports on the Global Financial Crisis (2011) menyatakan
bahwa akhir tahun 2009 dunia dikejutkan dengan krisis utang Eropa,
yang berdampak besar tidak hanya di Eropa tetapi juga negara-negara
berkembang.
Krisis ekonomi ataupun keuangan yang semakin sering tetjadi
menunjukkan bahwa menjaga agar pembangunan ekonomi di suatu
negara bisa berkelanjutan adalah tidak mudah. Beberapa negara Asia
Timur berhasil tinggal landas, namun ban yak negara Amerika Latin
masuk ke middle income trap. Asia Timur berbeda dengan Amerika
Latin menurut Loser & Sood (20 to), karena pemimpin politik di Asia
Timur fokus pada isu-isu ekonomi, dan iidak terpengaruh oleh isu
geo-politik maupun perdebatan ideologi. Hal ini sangat berbeda
dengan yang tetjadi di Amerika Latin. Kesuksesan negara-negara di
Asia Timur, termasuk RRC dan India, disebabkan oleh keberhasilan
mereka meningkatkan daya saing intemasional, memiliki tabungan
dan investasi yang tinggi, membangun sumber daya manusia dan
infrastruktumya lebih dari Amerika Latin. Ekonomi Asia Timur juga
lebih terbuka dan menjadi manufaktur dunia, semen tara Amerika
Latin masih tetap bergantung pada komoditas dan produk pertanian.
Selain itu, Jankowska, et al. (2012) menunjukkan bahwa selama
beberapa dekade terakhir, 28 negara baru telah mencapai status negara
berpenghasilan menengah atau middle income status (diukur dengan

GNI per kapita antara USD 1,005 - USD 12,075 sebagaimana

11
didefinisikan oleh World Bank), dan hanya 12 negara yang berhasil
meraih status negara berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa banyak negara mengalami kesulitan untuk naik dari status
negara middle income menjadi high income.
Pada saat ini ekonomi RRC pun menghadapi tekanan yang kuat
untuk meningkatkan struktur industrinya menjadi knowledge intensive
industries demi mempel1ahankan pel1umbuhan ekonominya yang
tinggi, meski RRC telah berhasil menguasai produk manufaktur dunia.
Hampir semua negara tidak bisa bersaing dengan prodllk RRC,
misalnya sektor manufaktur Mexico terpuruk karena tidak bisa
bersaing dengan manufaklur RRC selama satu dekade terakhir (Justin
dan Treichel, 2012). Studi Adiningsih dan Lestari (2008) di Surakat1a
juga rnenunjukkan hal yang sarna, industrialis lokal yang tidak bisa
bersaing dengan produk RRC akhimya mernilih rnenjadi pedagang.
Jepang adalah contoh negara yang teljebak ke dalarn resesi
dalarn beberapa dekade ini sejak pecahnya gelernbung harga aset di
tahun 1991, kondisi ini berbanding terbalik dengan high-growth
economy selarna tahun 1960-an sarnpai 1980-an. Untuk itll pernerintah
Jepang rnengarnbil kebijakan ekspansif. seperti tax-cllts, rneningkatkan investasi publik dengan menerbitkan obligasi, sel1a kebijakan
rnoneter ekspansif, narnun tidak berhasil. Great recession Jepang
adalah hasil dari serangkaian kesalahan kebijakan ekonorni rnakro dan
kellangan (Posen, 2010).
Pengalarnan dari berbagai negara rnenunjukkan
bahwa
rnernbangun ekonorni suatu bangsa agar berkelanjutan adalah tidak
rnudah. Eropa yang pemah rnenjadi kekuatan ekonorni dunia pada
abad 19 temyata sekarang rnenghadapi resesi ekonorni yang
berkepanjangan. Oernikian juga Arnerika Serikat yang rnernirnpin
ekonorni dunia pada abad 20 juga rnenghadapi rnasalah ekonomi yang
berat. Ekonomi Jepang yang jaya pada tahun 1960-an sarnpai 1980an rnenghadapi kemandegan ekonorni dalarn beberapa dekade terakhir
ini. Oernikian juga ekonorni RRC yang bcrjaya dalam 3 dekade
terakhir ini rnulai rnenghadapi tantangan yang berat untuk bisa
rnelanjutkan pembangunan ekonorninya yang pesat. Jelas dapat kita
lihat bahwa suatu negara jika ingin berhasil rnernbangun ekonorninya
secaJ'a berkelanjutan harus selalu "rnereformasi" ekonorninya, bahkan
jika diperlukan rnelakukan rnodemisasi ekonominya.

12
Hadirin yang ter!zorlllat,

BAGAIMANA INDONESIA MEMANFAA TKAN
GLOBALISASI?
Ekonomi Indonesia yang terbuka menghadapi ancaman yang
semakin berat karena persaingan yang semakin meningkat, namlln
juga memiliki potensi untuk berkembang lebih besar karena pasar
yang semakin Illas. Untuk itu Indonesia harus memanfaatkan
pembukaan ekonominya secara maksimal. Apalagi Indonesia terletak
di Asia yang tengah bangkit, maka Indonesia mesti memanfaatkan
berbagai kerjasama ekonomi di kawasan Asia seperti dalam berbagai
kerjasama ekonomi di ASEAN, ASEAN Plus 3, ASEAN Plus 6.
APEC, RCEP, serta IJEPA. Indonesia memiliki keljasama ekonomi
yang erat dengan semua kekuatan ekonomi besar di Asia seperti RRC,
Jepang, Korea Selatan, dan India. Oengan demikian pintll telah
terbuka lebar bagi Indonesia untuk ikut bangkit bersama negara Asia
lainnya.
Meski pintll telah terbuka lebar bagi Indonesia untuk ikut
bangkit bersama Asia, namun jangan lupa bahwa terdapat ban yak
masalah, hambatan, tantangan dan ancaman yang hanls dihadapi.
Keterbukaan ekonomi yang semakin Iebar dan dalam membuat
perkembangan intemasional semakin mudah teI1ransmisikan ke
Indonesia dengan berbagai media, baik yang positif maupun negatif.
Kita berharap mendapatkan manfaat posi~if dari pembukaan pasar,
namun demikian kita juga tahu seperti mata uang dengan dua sisi,
bahwa dampak negatif perkembangan intemasional juga akan mudah
masuk Indonesia. Lihat saja krisis ekonomi 1998 yang lalu sebagai
dampak contagios effect dari Thailand. Oemikian juga Indonesia
menghadapi spillover effect dari pengaruh krisis finansial global 2008.
Oleh karena itu, menjaga stabilitas ekonomi makro. khususnya sistem
keuangan semakin tidak mudah, namun menjadi necessary condition
bagi Indonesia bila ingin bangkit bersama bangsa Asia lainnya.
Padahal Indonesia juga menghadapi tantangan yang besar karena
perubahan sistem keuangan dengan dibentuknya Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Oalam sistem baru tersebut
pengaturan dan
pengawasan microprudentia{ bcrada di OJK sedangkan pengaturan
dan pengawasan lIlacroprudl'l1tia{ di bawah Bank Indonesia. Oleh

13
karena itu. Indonesia perlu memperkuat Bl dan OJK, dan memperkuat
koordinasi otOlitas keuangan agar sistem keuangan yang efisien dan
stabi L sel1a stabilitas ekonomi makro terjaga dengan baik.
Selain itu untuk memanfaatkan berbagai keljasama ekonomi
yang telah ada secaJ'a maksimal, Indonesia perlu menyiapkan semua
sarana dan prasarana yang diperlukan agar memiliki daya saing
intelllasional yang tinggi, supaya mendapatkan manfaat yang besar
dari liberalisasi barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan
modal dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Apalagi
day a saing intelllasional Indonesia dilihat dari global c()1Ilpetitiveness
illdo.: pada tahun 20 12~2013, menurut World Economic Forum, berada
pada posisi ::;0 dari 144 negara yang disurvei, lebih rendah dari
Singapura yang dipcringkat 2. Malaysia (25), Brunei Darussalam (28),
dan Thailand (38). Indoncsia berada pada tahap 2 atau efficiency
driven namun memiliki masalah serius dalam basic requirements dan
etticienn m/1llncers. mcskipun memiliki kekuatan dalam inovasi dan
Imssines sophistication. Kclemahan dasar Indonesia adalah dalam
kelembagaan. infrastruktur dan pcndidikan dasar serta kesehatan.
Selain itu Indonesia juga lemah dalam pasar tcnaga kel:ja. pendidikan
tinggi dan training. efisiensi pasar barang dan pasar keuangan, serta
kctcrscdiaan tcknologi (Schwab, 2012).
Indonesia harus berubah dan beke~ja kcras untuk meningkatkan
daya saing intelllasionainya agar paling tidak terdepan di ASEAN.
Untuk itu, Indonesia harus memodernisasi ekonominya. Pada saat ini
rcformasi atau modernisasi ckonOlTII hanls lebih difokuskan untuk
meningkatkan daya saing intelllasional, agar menang bersaing di
ASEAN ataupun Asia. Kegagalan Indonesia dalam meningkatkan
daya saing internasionalnya akan membuat Indonesia hanya bisa
menjadi pcnonton bahkan korban dari kebangkitan ekonomi Asia dan
masuk dalam middle income trap atau bahkan bisa menujufailed state
seperti yang dikemukakan oleh Wanandi (2002), ataupun Thefailed
sTate index (Fund for Peace, 2013).
Indoncsia harus tinggal landas atau bangkit bersama bangsa
Asia lainnya. Untuk itu, kita bisa belajar dari RRC yang merefOlmasi
atau modernisasi ekonominya pada waktu menyongsong masuknya
RRC ke WTO (Adiningsih dan Lestari. 2008). Modelllisasi atau
rcformasi ekonomi yang harus dilakukan Indonesia mencakup hampir

14
semua bidang. Indonesia harus membangun kelembagaan baik hukum
ataupun pemelintahan agar berkualitas internasional,
bersih dan
efisien. Selain itu infrastruktur yang buruk harus dibangun agar
logistik efisien sejajar dengan Singapura dan Malaysia. Oemikian juga
kualitas sumber day a manusia perlu ditingkatkan melalui pendidikan,
training dan penyediaan pelayanan kesehatan agar berkualitas
internasional. Pasar tenaga kerja yang kaku dan efisien perlu dibenahi
agar bisa mendukung daya saing. Otoritas ekonomi juga harus
mendorong peningkatan efisiensi di pasar barang dan keuangan.
Oemikian juga ketersediaan teknologi khususnya teknologi informasi
perlu dikembangkan agar mendukung dunia usaha. Jelas bahwa
ban yak yang harus dimodernisasi oleh Indonesia, perlu komitmen
politik serta kerja keras dari otoritas dan semua pihak. Paling tidak
dalam 5 tahun kedepan Indonesia perlu fokus atau memberikan
prioritas untuk meningkatkan day a saing internasionalnya agar bisa
terdepan di ASEAN. Indonesia harus berubah, tidak bisa business as
ltsual. Indonesia harus berhasil meningkatkan daya saing internasionalnya pada semua pasar yang dibuka di MEA 2015. Usaha
peningkatan daya saing internasional yang seluas itu tidak mudah
dilakukan, namun harus dikerjakan. Oleh karena itu selain harus
mendapatkan dukungan politik dan menjadi prioritas daJi semua
otoritas juga perlu mendapatkan dukungan dana yang diperlukannya
agar berhasil, agar Indonesia terdepan di ASEAN, bisa bersaing dan
memanfaatkan pembukaan pasarnya dengan maksimal. Sehingga
Indonesia bisa ikut bangkit bersama dengan negara Asia lainnya di
Abad Asia ini.
Para /wdirin yang soya /lOr1l1ati.
Pada saat ini ekonomi dunia tengah berubah, demikian juga
dengan ekonomi Indonesia, namun demikian jika tidak hati-hati bisa
membawa Indonesia semakin menjauh dari cita-cita kemerdekaan.
Kita harus membangun ekonomi kita, namun di tengah perekonomian
yang semakin terbuka dengan volatilitas yang semakin tinggi
pembangunan ekonomi tidaklah mudah. Apalagi serbuan semua yang
berbau asing semakin meningkat, untuk itu harus ada pijakan dalam
mengelola ekonomi. Kita bisa menyitir ajaran Bung Karno yang

15
disampaikan pada 17 AgUStllS 1964 yang dikenal dengan nama
Trisakti Tavip yang mengemukakan tiga plinsip berdi,kari yaitu
berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan. Menurut Bung Kamo tidak
mungkin kita berdaulat dalam bidang politik dan berkepribadian
dalam bidang kebudayaan tanpa berdikari dalam bidang ekonomi
(Kompasiana, 2011).
Ajaran Bung Kamo masih bisa kita gunakan sebagai pegangan
dalam menata ekonomi Indonesia ke depan. Meskipun tentu saja perlu
disesuaikan dengan perkembangan jaman dalam interpretasinya
karena Indonesia sudali akan masllk dalam MEA 2015. Dengan
demikian penting untuk dijaga agar ekonomi kita bisa semakin maju,
berkembang, adil dan makmur, bangkit bersama bangsa Asia lain
namun tetap berdikari sebagai suatu bangsa. Kerjasama dengan pihak
luar harus memberikan manfaat positif bagi bangsa Indonesia.
Semoga.
Hadirill yang terllOrlllat.

Kini sampailah kita pada bagian akhir pidato saya. Pel1amatama saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha
Esa, yang telah memberikan karunia yang besar kepada saya sehingga
pagi hari ini saya bisa berdiri di sini mengucapkan pidato saya. Saya
mengucapkan terimakasih kepada Ketua, Sekretaris dan Anggota
Majelis Guru Besar, Rektor, Pembantu Rektor, Ketua, Sekretaris dan
Anggota Senat Akademik, di Universitas Gadjah Mada sel1a Dekan,
Pembantu Dekan, Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, serta Ketua dan
Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi di Universitas Gadjah Mada yang
telah melancarkan pengajuan Guru Besar saya. Demikian juga kepada
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengangkat saya
sebagai Guru Besar pada 1 November 2012 serta Sekretaris Jenderal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Ainun Nairn yang
telah melancarkan proses pengajuan Guru Besar saya, saya ucapkan
telimakasih.
Terimakasih juga saya llcapkan kepada bapak atau ibu guru saya
sejak di Taman Kanak-kanak IWKA, SDN 5, SMP Negeri 1, dan

16
SMA Negeri 1 Surakarta yang telah mengajari dan mendidik saya
sejak masih anak-anak hingga menjadi remaja yang siap untuk
mandiri, meraih ilmu di kota Yogyakat1a. Terimakasih juga saya
ucapkan kepada bapak ibu dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM yang telah mengajari ilmu ekonomi sehingga saya bisa berdiri
di sini. Khususnya kepada bapak Doktor Budiono Sri Handoko yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi. Demikian juga
Prof. Soelistyo aim, Prof. Rukmono Markam aIm, Dr. AmilTudin
Ardani aim, Drs. Bambang Kustituanto M.A. aIm. dan Prof. Dibyo
Prabowo aim. yang telah ban yak mengajari saya selama belajar di
fakultas, Prof. Boediono dan Prof. Gunawan Sumodiningrat yang
telah membantu saya sehingga bisa melanjutkan S3, set1a Prof.
Insukindro dan Prof. Mudrajad Kuncoro yang sudah membaca dan
membeli asupan atas draft pidato ini, saya mengucapkan beribu
terirnakasih. Demikian juga kepada dosen di program MSPE dan
program doktor di Economic Department di University (~l Illinois
Urbana-Champaif!.ll, AS, khususnya
kepada Prof. Stefan Krasa
sebagai pembimbing disel1asi, Prof. Anil Bera dan Prof. Anne
VilIami I yang telah menjadi kopromotor dalam penulisan disel1asi
saya, saya mengucapkan beribu terimakasih.
Kepada seluruh kolega di Kampus Biru di Fakultas Ekonomika
dan Bisnis maupun Pusat Studi Asia Pasifik, Pusat Studi Transpot1asi
dan Logistik, set1a Penelitian dan Pelatihan Ekonornika dan Bisnis
FEB UGM yang telah membantu saya t.umbuh dan berkembang
selama ini say a ucapkan terimakasih. Demikian ternan-ternan semasa
belajar di TK IWKA, SDN 5, wong Solo dari SMP 1 dan SMA 1,
ternan-ternan kuliah angkatan 80 di Fakultas Ekonomi, dan juga
ternan-ternan kuliah di Urbana Champaign yang saya sayangi. Kalian
semuanya telah ban yak membantu sehingga saya dengan lancar
mencapai puncak karir akademik pada pagi hari ini.
Kepada ternan-ternan Ikatan Sarjana Ekonomi Pusat dan Daerah
Yogyakat1a. ternan sepeljuangan di Persatuan Alumni GMNI, temanternan dalam Dewan Pakar PA GMNI, ternan-ternan di Center for
Indonesia National Policv Studies (CINAPS), rekan-rekan di
Megawati Institute, ternan-ternan dalam Asian Shadow Financial
ReRulatory Committee saya ucapkan terirnakasih karena telah
membantu saya dalarn proses pembelajaran saya sehingga menjadi

17
kritis dan memahami ilmu ekonomi dan penerapannya, sel1a masalah
sosial dengan lebih baik selamaini.
.
Kepada orang tua saya bapak Oaswadi aim. dan ibu Sri Lulut
aim. saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga karena telah
membesarkan saya besel1a dengan adik-adik saya dengan kasih
sayang dan semangat juang yang tak terhingga sehingga saya bisa
menjadi profesor di UGM. Oemikian juga saya mengucapkan
terimakasih kepada mertua saya bapak Suyadi aim. dan ibu mel1ua
saya ibu Suyadi, saya mengucapkan terimakasih yang sebesarbesalllya karena telah mendampingi saya dengan keluarga melewati
kehidupan di Jogja selama ini. Tentu saja kepada yang tercinta suami
saya dr. Kunta Setiaji Sp.B. Onk dan putri semata wayang saya Stri
Nariswasi Setiaji B.Comm. yang selama ini telah banyak berkorban,
saya tinggalkan dan "abaikan" demi melancarkan jalan mama hingga
pada puncak karier di bidang akademik, mama hanya bisa mengucapkan terimakasih yang tak terhingga karena telah mendampingi mama
selama ini. Oemikian juga kepada adik-adik, ipar dan semua
keponakan telimakasih sudah mendukung selama ini.
Terakhir saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua
asisten ataupun sekretaris yang selama ini telah membantu dalam
berkarya ataupun menyusun pidato pengukuhan ini, yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu, saya hanya bisa mengucapkan terimakasih
karena kalian semua telah memungkinkan saya bisa berada di sini.
Akhir kata saya besel1a suami dan anak saya mengucapkan
terimakasih kepada bapak ibu semuanya atas kehadirannya dan
dengan sabar telah mendengarkan pidato saya pagi haJi ini. Saya
mohon doa restu hadirin sekalian agar pencapaian Guru Besar ini akan
bisa membuka cakrawala yang lebih luas dalam pengabdian saya
kepada Universitas Gadjah Mada sel1a bangsa dan negara Indonesia.
Semoga Allah yang maha kuasa memberkati kita semua. Amin.

18
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S., Ssenyonga, Muyanja, Rahutami, A. Ika, Devi, Laksmi
Yustika, dan Kristiadi, Rosa. 2010. Contributing to Efforts for
Greater Financial Markets Stability in APEC Economies. Pusat
Studi Asia Pasifik UGM-APEC Secretariat.
Adiningsih, Sri., A. Ika., Anwar, Ratih Pratiwi, Wijaya, R. Awang
Susatya, Wardani, Ekaningtyas Margu. 2008. Satu Dekade
Pasca-Krisis Indonesia: Badai Pasti Berlalu? Yogyakarta:
Kanisius.
Adiningsih, S., Rahutami, A. Ika, dan Lestari, Murti. 2008. The
Analysis on Trade and Foreign Direct Investment ill East Asia,
and Its Policy Implication Before and After Crisis (Case Study:
South Korea, Indonesia and Thailand). ASEAN SecretariatCenter for Asia Pacific Studies UGM.
Adiningsih,
S., Setiawati,
dan Dini N., Sholihah.
2002.
Macroeconomic Vulnerability in Indonesia, EADN Regional
Project on Indicators and Analysis of Vulnerability of Economic
Crisis, TDRI.
Adiningsih, S., Rahutami, A. Ika, dan Lestari, Murti. 2007. Impact (~f
Foreign Investment Incentives on the Environment and SocioEconomy: A Case Study of the Chemical Industry in Indonesia.

Trade Knowledge Network

-

Southeast Asia, Center for Asia

Pacific Studies UGM.
Adiningsih, S. dan Lestari, Murti., 2008., Dampak Penetrasi Produk
China pada Usaha Kecil dan Menengah di Surakarta Jawa
Tengah, Pusat Studi Asia Pasifik UGM.
Asian Development Bank (ADB). 20 Ii. Asia 2050: Realizing the
Asian
Century.
Diambil
dali
http://www.adb.org/sites/
defaul t/fi les/asia2050-executi ve-summary. pdf
Bijian, Zheng. 2005. "RRC's "Peaceful Rise" to Great-Power".
Foreign Affairs, Vol. 84, No.5.
CEIC Data Manager. 2013. CEIC Data-Global Database-Asia-ChillaChina: Demographic and Labour Market-Table CN.GOI:
Popul ation- Population.
Felipe, J. 2012. Tracking the Middle-Income Trap: What is it, Who is
in it, and Why. Asian Development Bank - ADB Economics

19
Working Paper Selies No. 306 March 2012. Oilihat pada Januari
20 13, http://www.adb.org/publications/tracking-middle-incometrap-what -who-and-whY-PaJ1-1.
Fund For Peace. 2013. The Failed State Index. Diambil dari
http://ffp.statesi ndex .org.
Hawksworth, J and Ti wari, A. 2011. The World in 2050 : Report to
PricewaterllOuse Coopers. Oiambil dari http://www.pwc.com
/en_GX/gx/world-2050/pdf/worid-in-2050-jan-20
11.pdf.
Jankowska, A., Nagengast, A. dan Perea, J. 2012., The Middle-Income
Trap: Comparing Asian and Latin American Experiences:
Report to the OECD Development Centre - Policy Insight No.
96 May 2012. Oiambil dan dilihat pada Januari 2013 dari
http://www .oecd.orgl dev/50305488. pdf.
Justin L., dan Treichel, Y. 2012. RRC's Rise and Leaving the MiddleIncome Trap in Latin America and the Caribbean Countries: A
New Structural Economic Approach: Report to the World Bank

-

Policy

Research

Working

Paper

No

6165

August

http://si teresources. woridbank.orgIDEC/Resources/84
85060319/Justin_Lin_ECLAC_paper_may14.pdf,
Januari 2013.

2012,

79711047
diunduh

Khan, Saleheen. 2004. "Contagious Asian Crisis: Bank Lending and
Capital b!flows". Journal of Economic Integration, Yol. 19, No.
3, pp. 519-535.
King, Michael R. 2001. "Who Tliggered the Asian Financial Crisis?".
Review of International Political Economy. Yol. 8, No.3, pp.
438-466.
Kompasiana. 2011. Wasiat Bung Karno yang Terabaikan, dalam
sejarah.kompasiana.com /2011/09/24 /wasiat-bung-karno-yangterabai kan -398245 .html.
Loser, c., Kohli, H., dan Sood, A. 2010.. Latin America 2040 Breaking A way ji-om Complacency: An Agenda for Resurgence.
http://www .emergi ngmarketsforum.orglcontent/publ ications/lati
nameri ca2040% E2 %80%93- breaki ng-away-from -comp lacenc y-

an-agenda-for-resurgence, diunduh Januari 2013.
Lyons, Gerard. 2011. The Super Cycle Report. Diambil dari
http://www.standardchartered.co.id/_documents/press-releases/
en/The%20Super-cycle%20Report-12112010-final.pdf

20
Maskin, Elic. 2010. Why Global Markets Have Failed to Reduce
Inequality. Keynote speech on UTCC Lecture Series, University
of
the
Thai
Chamber
of
Commerce.
https:1Iwww.google.com/url ?sa=t&rct=j &q=&esrc=s&source=w
eb&cd=2&cad=lja& ved=OCD UQFjAB&url=http%3A %2F%2F
peacefoundation. net. 7host.com %2Ffi le%2FTranscri ption %2520Prof.
%2520Eric%2520S. %2520Maskin.doc&ei=q IdvUbv_L4 Wnr Ae
SwYG YBg&usg=AFQjCNEfS2ns5k_fj bsoojqr XlwtaAxpg&bv
m=bv.45368065,d.bmk, diunduh Januari 2013.
Novack, David E. dan Lekachman, Robert. 1964. Development and
Society the Dynamics of Economic Change. New York: St.
MaJ1in's Press.
Page, John. 1994. The East Asian Miracle: Four Lessons for
Development Policy. NBER Macroeconomics Annual Vol. 9.
MIT Press.
Park, Yung Chul & Wyplosz, Charles. 2007. Emerging Economies in
East Asia: Are They Safe from Future Crisis? IDS Bulletin, Vol.
38, No.4.
PeITY, Guillermo E. dan Daniel Lederman. 1998. "Financial
Vulnerability: Spillover Effects and Contagion: Lessons from
the Asian Crisis for Latin America. Viewpoint Series. World
Bank Latin American and Caribbean Studies.
P0I1er, Michael E. 1985. Competitive Advantage: Creating and
Sustaining Superior Performance. New York: Free Press.
Posen, Adam S. 2010. The Central Banker's Case for Doing More.
Policy Briefs PB 10-24, Peterson Institute for Intemational
Economics.
Prakash, Aseem. 200 I. The East Asian Crisis and the Globalization
Discourse. Review of Intemational Political Economy. Vol. 8,
No.1 pp 119-146.
Salvatore, Dominick. 2004. International Economics 8'11Edition: US:
John Wiley & Sons, Inc.
SESRIC Reports on the Global Financial Crisis. 2011. "European
Debt Crisis and Impacts on Developing
Countries",
SR/GFC/11-9. Tersedia di www.sesI1cic.orglfiles/article/443.pdf

21
Sodhi, J. S. 2008. "An Analysis of India's Development: Before and
After Globaliz.ation." Indian JOUlllal of Industrial Relations.
Vol. 43, No.3.
Stiglitz. Joseph E. 2007. Making Globaliz.ation Work. New YorkLondon: W.W. Norton & Company.
Schwab, Klaus., 2012., Tile Global Competitiveness Report 20122013, World Economic Forum, Swiss.
UN Comtrade. 2011. 2011 International Trade Statistics Yearbook.
Diambil dmi http://comtrade.un.org/pb/.
United Nations Statistics Division - Commodity Trade Statistics
Database.
2013.
Total World Exports.
Diambil
dari
http://comtrade.un.org/db /dq BasicQuery .aspx
Wanandi, Jusuf. 2002. "Indonesia: A Failed State ?". The Washington
QUaJ1erly.Vol 25 No.3.
World
Bank. 2013. RRC Oven1iew. http://www.worldbank.
org/en/country/RRC/overview, diunduh Januari 2013.
World Commission on the Social Dimension of Globalization. 2004.
A Fair Globaliz.ation: Creating Opportunities for All.
http://www.i Io.org/wcms p5/ groups/pub Iic/mdgrepol1s/ m inte. gration/documents/publication/wcms_079151.pdf,
diunduh
Januari 2013.
World Trade Organizations. 2013. Tile WTO in Brief Part 1 tile
Multilateral Trading System-Past,
Present and Future.
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_eli nbrieCe/i nbrO1
_e.htm, diunduh Januari 2013.

22
DAFT AR RIW A YA T HIDUP

Nama

: Prof. Dr. Sri Adiningsih,
M.Sc.

Tempatltgllahir

: Surakat1a, II Desember
1960

Pangkat/Gol/Jabatan : Pembina Tk.VIVB/Guru
Besar (31 Oktober 2012)
Alamat Kantor
: Gedung Pertamina Tower
Lt.2. JI. Humaniora No.1,
Bulaksumur. Yo.gyakarta
55281, Indonesia
Alamat Rumah
: Tirtasani Residence Blok H
15, Sleman,Yogyakarta
55291, Indonesia
Nama Suami: Dr. Kunta Setiaji Sp.B. Onk.
Nama Anak : Stri Nariswari B.Comm.
Riwayaf Pendidikan

SO Negeri 5 Surakm1a, lulus 1974
SMP Negeri 1 Surakal1a, lulus 1977
SMA Negeri 1 Surakarta, lulus 1980
S 1 : Ekonomi, Universitas Gadjah Ma9a, Indonesia (1985)
S2:
S3:

Economic Policy, University of Illinois, USA (1989)
Economics, Uni versity of Illinois, USA (1996)

Riwayat JabatanIPekerjaan (Terseleksi dmi jabatan/pekeljaan yang
ada)
2013 - sekarang
2012 - sekarang
2003-2009

Direktur Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan
Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
Ketua
Macroeconomic
Dashboard
Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGM.
Kepala Pusat Studi Asia and Pacific - Universitas
Gadjah Mada

23
2007
2003-2004
2002-2005
2002-2004

2001
1996-2000

Independent Peer Review in APEC for Singapore
(APEC Secretaliat)
Sektretaris Komisi Konstitusi
Komisaris Independen dari
Bank Danamon
Indonesia
Anggota Tim Kelja Indonesia-Japan Economic
Cooperation, Keputusan Presiden Indonesian No.
12tahun 2002
Pakar Panitia Ad Hoc Majelis Permusyawaratan
Rak yat
Pengel61a Program Pasca Sarjana Juruan Ekonomi,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Gadjah Mada

Publikasi IImiah (terseleksi dari publikasi yang ada)
Adiningsih, Sri. 2010. The III/pact ofCovemment Debt Issuance on
Short- Term Interest rates in Indonesia. International Journal of
Business Gadjah Mada University Vol. II No.3.
Adiningsih, Sri. 2007. Indoncsia Ten Years After the Economic
Crisis. Institute DeveloplI/cnl Sludies. United Kingdom, Volume
38 Number 4
Penelitian (Terseleksi dari penelitian yang dilakukan)
2011:Contlibuting to Eff0l1S for Greater Financial Markets
Stability in APEC Economies, didanai oleh APEC Secreariat,
20 IO. (Koordinator)
2008:The Analysis on Trade and Foreign Direct Investment in East
Asia, and Its Policy Implication Before and After Crisis, didanai
dari ASEAN Secretatiat. (Koordinator)
2008:lmpact
of Foreign
Investment
Incentives
on The
Environment: A Case Study of The Chemical Industry In
Indonesia, didanai oleh IISD, Switzerland. (Koordinator Penelitian)
2007:Study Repol1 of The 2007 Individual Action Plan (lAP Peer
Review of Singapore, APEC Secretatiat,. (salah satu peneliti)

24
2007:Technical
Assistance
and Support
to Restructuring
Telecommunications Industry: an Assessment on Industry Structure
After Duopoly, September 2006 - February 2007, study by PT.
Abdi Tama Mitra (Atmitra) and BAPPENAS, didanai dari Bank
Dunia. (Ekonom)
Penulisan Buku (Terseleksi dari buku yang ditulis/disunting)
Adiningsih, Sri. 2012. Koordinasi dan/nteraksi Kebijakan Fiska/Moneter: Tantangan Ke Depan. Yogyakarta:ISEI-Kanisius.
(Pen yunti ng)
Adiningsih, Sri. 2008. Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia Badai
Pasti Berlalu? Yogyakarta: Kanisius. (Salah satu penulis)