AKTIVITAS EKONOMI DAN PERDAGANGAN DI KERESIDENAN LAMPUNG PADA PERIODE 1856 HINGGA 1930

AKTIVITAS EKONOMI DAN PERDAGANGAN DI KERESIDENAN LAMPUNG PADA PERIODE 1856 HINGGA 1930 ECONOMIC AND TRADING ACTIVITIES IN LAMPUNG IN THE PERIOD 1856 UNTIL 1930

Gregorius Andika Ariwibowo

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Jl.Cinambo No. 136, Ujungberung, Bandung e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 6 April 2018

Naskah Direvisi: 30 Juli 2018

Naskah Disetujui: 10 September 2018

Abstrak

Letaknya yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera menjadikan wilayah Lampung sebagai titik penting dalam arus perdagangan Jawa-Sumatera. Pada masa kolonial wilayah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil utama komoditas ekspor Hindia Belanda. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial telah banyak mengubah wajah Lampung hingga kemudian menjadi salah satu daerah penting bagi perkembangan ekonomi di kawasan Sumatera bagian selatan. Kajian ini ingin melihat bagaimana bentuk dan gambaran dari aktivitas ekonomi dan perdagangan di wilayah Lampung pada periode 1856 hingga 1930. Kajian ini melihat perkembangan sejarah ekonomi di wilayah Lampung yang selama ini masih sedikit mendapatkan perhatian. Kajian ini menggunakan sumber-sumber dari laporan ekonomi pemerintah kolonial, serta artikel-artikel mengenai keadaan ekonomi di wilayah Lampung pada periode 1857 hingga 1930. Komoditas alam seperti lada, kopi, tembakau, dan karet menjadi penunjang bagi berkembangnya ekonomi dan perdagangan di Lampung. Pembenahan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah kolonial memberikan pengaruh baik bagi pengembangan ekonomi di wilayah tersebut.

Kata kunci: Keresidenan Lampung, aktivitas ekonomi, perkembangan infrastruktur.

Abstract

The location on the southern tip of Sumatra Island makes the Lampung region as an important point in the Java-Sumatra trade flow. In the colonial period the region was one of the main producing areas of the Dutch East Indies export commodities. This study would like to see how the shape and picture of economic and trading activity in the area of Lampung in the period 1856 to 1930. In addition, this study also wants to see the type of physical development done by the colonial government to support economic activities in Lampung . This study aims to increase the repertoire of the study of economic history in the Lampung region which has received a little attention. Having a fertile and extensive area, has made Lampung as one of the centers of natural resource commodities in the Dutch East Indies. Natural commodities such as pepper, coffee, tobacco, and rubber are supporting the development of economy and trade. The improvement of infrastructure carried out by the colonial government had a good influence on economic development in this region.

Keywords: Lampung area, Economic activities, infrastructure development.

332 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346

A. PENDAHULUAN

ekspor (Pelindo II, 2012: 82; BPS Wilayah Lampung merupakan pintu 1 Lampung, 2015: 288).

gerbang menuju ke wilayah Sumatera. Ramainya aktivitas ekonomi dan Wilayah ini menjadi jalur lalu lintas perdagangan di Provinsi Lampung tidak perdagangan dan ekonomi antara Jawa dan hanya berlangsung pada masa kini. Sumatera. Kondisi ini kemudian membuat Sebelumnya pada masa kolonial, Lampung wilayah ini ramai dengan aktivitas juga telah memainkan peran penting ekonomi dan perdagangan. Dalam kegiatan sebagai salah satu pemasok kebutuhan dan aktivitas ekonomi pada masa sekarang sumber daya alam bagi perkembangan ini, Provinsi Lampung tidak saja berperan ekonomi Hindia Belanda. Berdasarkan sebagai jalur transportasi perdagangan, catatan J.W.J. Wellan wilayah Keresidenan wilayah ini juga kaya dengan sumber daya Lampung ketika itu merupakan penghasil alam yang memiliki nilai ekonomi yang utama bagi komoditas lada, kemenyan, tinggi. Kondisi wilayah pedalaman yang kopi, kayu hasil hutan, kopra, dan rotan luas dan subur menjadikan Lampung (Wellan, 1932: 223). Hal ini pun ditambah dikenal sebagai salah satu pusat dari dengan catatan mengenai perbaikan dan perkebunan karet, kopi, buah-buahan, pembangunan sarana transportasi di palawija, aren, kelapa sawit, dan tebu Lampung

masa kolonial. termasuk juga dengan berbagai industri Pengembangan dan perbaikan jalur jalan pengolahan

pada

dari produk-produk raya lintas timur Sumatera serta perkebunan tersebut. Selain itu sektor pembangunan jalur kereta api dari Teluk pertambangan juga menjadi andalan Betung (Lampung) hingga Muara Enim pemasukan daerah bagi Provinsi Lampung, (Sumatera Selatan) pada tahun 1912 terutama jenis pertambangan batu bara tentunya menjadi petunjuk dari tingginya (BPS Lampung, 2015: 178-179, 264).

tingkat aktivitas ekonomi di wilayah Aktivitas perdagangan maritim di Lampung (De Graaf dan Stibbe, 1918, Provinsi

oleh Tweede Deel : 513, 705, 712). keberadaan dua pelabuhan utama di

Lampung

ditunjang

Berdasarkan hal tersebut maka provinsi ini yakni Pelabuhan Panjang dan kajian ini ingin melihat bagaimana bentuk Pelabuhan

Bakauheni. Keberadaan dan gambaran dari aktivitas ekonomi dan Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan perdagangan di wilayah Lampung pada Panjang menjadi sarana penting dalam periode 1856 hingga 1930? Kajian ini juga aktivitas dan lalu lintas perdagangan ingin melihat pembangunan sarana fisik regional di wilayah ini. Kedua pelabuhan ini menjadikan Lampung sebagai salah

satu pusat aktivitas ekonomi penting di Berdasarkan keterangan PT Pelabuhan wilayah Sumatera. Pelabuhan Bakauheni Indonesia II (Pelindo II) Pelabuhan Panjang merupakan penghubung lalu lintas antara termasuk salah satu pelabuhan terbesar di

Jawa dan Sumatera. Kesibukan lalu lintas Pulau Sumatera pada saat ini. Pelabuhan ini angkutan darat baik barang maupun memang lebih banyak digunakan untuk

aktivitas bongkar muat peti kemas, serta penumpang antarkedua pulau ini nampak menopang transportasi lintas regional untuk

jelas dalam keseharian lalu lintas di komoditas industri, pertambangan, dan Pelabuhan Bakauheni. Pelabuhan Panjang perkebunan (Pelindo II, 2012: 82). Sementara sendiri lebih banyak digunakan sebagai itu Pelabuhan Bakauheni yang terletak di ujung terminal perdagangan regional dan selatan Pulau Sumatera lebih banyak digunakan internasional terutama untuk komoditas untuk aktivitas pelayaran penumpang dan

kendaraan, serta sarana penyeberangan menuju dan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Pelabuhan Bakauheni juga melayani pelayaran penumpang antarpulau dan wilayah di sekitar Pulau Sumatera (BPS Lampung, 2015: 288)

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 333 apa sajakah yang dilakukan oleh

Thomas Linbald dalam salah satu pemerintah kolonial untuk menunjang artikelnya

mengenai Outer Island kegiatan ekonomi di Lampung, sekaligus (wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa pada juga apa saja jenis komoditas perdagangan masa kolonial) mengatakan bahwa terdapat penting yang berasal dari wilayah tiga faktor pendorong berkembangnya Lampung?

ekonomi dan perdagangan di wilayah ini Kajian ini memulai pembahasannya pada abad ke-19. Faktor pertama yakni pada tahun 1856. Tahun ini merupakan mulai terintegrasinya wilayah-wilayah di masa akhir dari rangkaian panjang Perang Kepulauan Hindia ke dalam satu Lampung yang pecah sejak tahun 1818. pemerintahan di bawah sistem pemerintah Konsolidasi dan penegakan kembali kolonial Belanda. Ekspansi militer dan kekuatan kolonial di wilayah Lampung politik yang terjadi sepanjang abad ke-19 oleh Belanda membuat wilayah ini di sebagian besar wilayah Hindia pada kembali bergeliat dalam kegiatan ekonomi akhirnya telah memberangus kekuasaan- dan perdagangan. Kemunduran ekonomi kekuasaan politik lokal. Hal ini kemudian Hindia Belanda yang dimulai pada tahun membuat pemerintah kolonial memiliki 1930 akibat resesi ekonomi turut andil penuh terhadap upaya pengembangan menghantam fondasi utama sumber daya dan ekploitasi ekonomi serta sumber daya ekonomi Lampung yang sangat ditunjang alam di Hindia (Linbald dalam Dick, oleh perdagangan komoditas tanaman lada Houben, Linbald, dan Kian Wie, 2001: 82- serta berbagai tanaman produksi lain. 84). Wilayah Lampung yang dalam kajian ini

Faktor pendorong kedua yakni adalah wilayah Lampung pada masa terintegrasinya sistem jaringan pelayaran kolonial Belanda yakni wilayah yang dan perdagangan maritim, terutama sejak termasuk ke dalam wilayah Provinsi kehadiran

KPM sebagai maskapai Lampung pada saat ini namun tidak perdagangan dan lalu lintas antarpulau. termasuk wilayah Pesisir Barat Lampung Berkembangnya

kembali pelabuhan- yang ketika itu masuk ke dalam wilayah pelabuhan entreport di kota-kota pesisir di Keresidenan Bengkulu.

Hindia juga turut menjadi faktor Minimnya kajian sejarah, khususnya terbentuknya

kembali jaringan dalam kajian sejarah ekonomi mengenai perdagangan maritim pada abad ke-19. Keresidenan Lampung pada masa kolonial Faktor terakhir yakni perluasan kembali menjadi pendorong utama bagi penulisan sektor ekonomi Hindia Belanda, seperti kajian ini. Pengembangan dan perluasan pada sektor industri, hasil hutan, dan penanaman

komoditas pertambangan. Selain itu pertumbuhan perkebunan lain oleh pemerintah kolonial ekonomi global pada pertengahan abad ke- pada masa sesudah perang, menjadikan

lada,

serta

19 telah membuka tanah Hindia bagi wilayah ini kembali memainkan peran investasi para pengusaha di sektor swasta. sentral dalam aktivitas ekonomi di Pulau Hal ini berdampak pada pembukaan lahan- Sumatera. Letak Lampung yang strategis lahan baru, terutama untuk sektor tanaman sebagai pintu gerbang Sumatera telah industri dan hasil hutan (Linbald dalam menjadikan wilayah ini memainkan peran Dick, Houben, Linbald, dan Kian Wie, sentral dalam arus transportasi dan 2001: 82-84, 88, 100-102). perdagangan di wilayah Sumatera. Hal ini

Berkembangnya ekonomi Lampung tentunya merupakan suatu pembahasan semenjak periode abad ke-19 memang yang menarik terutama dalam membahas tidak bisa dilepaskan dari ketiga faktor kajian mengenai ―Aktivitas Ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di Outer-Islands

Perdagangan di Keresidenan Lampung sebagaimana yang dipaparkan oleh pada Periode 1856 hingga 1930‖.

Linbald. Konsolidasi dan penguatan sistem politik

kolonial

sejak berakhirnya

334 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346 perlawanan Radin Intan II di Lampung di kawasan ini yang dilakukan oleh

telah menjadikan wilayah ini terbuka bagi pemerintah kolonial. pengembangan ekonomi. Letak Lampung

Kajian Ariwibowo (2017) mengenai yang menjadi penghubung dan jalur perkembangan Sungai Tulang Bawang dan distribusi ekonomi antara Jawa dan perdagangan lada di Lampung menjadi Sumatera menjadikan wilayah ini bukan salah satu artikel menarik untuk saja bermanfaat bagi penguatan pengaruh memberikan gambaran awal mengenai politik kolonial namun juga bagi perdagangan lada di wilayah Lampung pembangunan dan pengembangan sektor yang mulai berkembang sejak masa ekonomi dan perdagangan. Maka tidak Kesultanan Banten. Ariwibowo (2017: heran apabila wilayah ini kemudian 255-258)

sekaligus menunjukkan dijadikan sebagai salah satu tujuan bagaimana bentuk dari pola penanaman transmigrasi pertama pada masa kolonial.

wajib hingga perdagangan lada di sekitar Kajian mengenai kondisi ekonomi Sungai Tulang Bawang turut menopang Lampung pada abad ke-19 hingga abad ke- pertumbuhan ekonomi Lampung pada

20 sejauh ini memang belum banyak masa kolonial.Kajian ini juga dibahas. Sejarah ekonomi mengenai menunjukkan pasang surut Sungai Tulang Lampung lebih banyak membahas pada Bawang sebagai sarana transportasi rentang periode sebelum abad ke-19. penting

Lampung sebelum Pembahasan-pembahasan mengenai hal berkembanganya kereta api pada tahun tersebut dapat ditemui dalam beberapa 1914. Kajian ini memberikan gambaran kajian dari Atsushi Ota (2005, 2013, dan menarik dan aspek penting dalam melihat 2015). Kajian-kajian yang dilakukan oleh aspek perdagangan lada di Lampung pada Ota ini sangat penting dalam melihat masa kolonial kondisi ekonomi dan perdagangan di

di

sarana dan Lampung sebelum abad ke-19. Kajian- infrastruktur di wilayah Lampung juga kajian yang telah dilakukan oleh Atsushi dilatarbelakangi oleh kolonisasi atau Ota ini sekaligus menjadi latar belakang transmigrasi penduduk dari beberapa dari

Pembangunan

proses terbentuknya jaringan wilayah di Pulau Jawa ke Lampung sejak perdagangan antara Lampung dan wilayah- tahun 1905. Kajian-kajian mengenai wilayah lain di Hindia, serta melihat transmigrasi pada kolonial ini telah keragaman komoditas tanaman ekspor dilakukan Levang dan Sevin (1989) Lampung sebelum abad ke-19.

pengembangan ekonomi Beberapa penulis seperti Colombijn kolonial oleh pemerintah Hindia Belanda (2002), Gusti Asnan (2016), Tagliacozzo ketika itu salah satunya dilakukan dengan (2010), dan Rizal (2011) telah memberikan memindahkan sebagian petani-petani dari pandangan

Perluasan

bahwa beberapa wilayah di Jawa. Upaya yang pertumbuhan

yang

menarik

perdagangan dan dilakukan oeh pemerintah kolonial pada perekonomian di Sumatera pada dekade satu sisi telah membantu peningkatan awal abad ke-20 salah satunya ditunjang sarana dan infrastruktur di wilayah oleh pembangunan infrastuktur jalan, Lampung pada masa kolonial. Meskipun kereta api, dan pelabuhan. Kajian pada sisi lain tidak bisa dipisahkan begitu mengenai ―Aktivitas Ekonomi dan saja

dari problematika Perdagangan di Keresidenan Lampung kolonialisme yang saling beririsan dengan pada Periode 1856 hingga 1930‖ juga pembangunan yang dilakukan (Levang dan

dampak

hendak melihat

pengaruh

dari Sevin, 1989: 3)

pembangunan infrastuktur di Keresidenan

Lampung pada masa kolonial bagi B. METODE PENELITIAN

pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Kajian ini menggunakan metodologi sejarah yang terdiri atas susunan pemilihan

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 335 tema, penelusuran sumber data, verifikasi der Bevolking tan de bezzittingenbuiten

dan kritik sumber data, setelah itu Java en Madoera , 1860: 14-15). Para dilakukan penulisan terhadap kajian ini. penduduk ini sebagian besar bekerja di Sumber-sumber yang digunakan dalam sektor pertanian dan perkebunan, serta penulisan kajian ini menggunakan berbagai beberapa sebagai nelayan baik di sungai literatur yang terdiri atas artikel, maupun di sekitar pantai. Kehidupan dokumentasi, laporan dan survey dalam masyarakat pada masa pertengahan abad bidang ekonomi dan perdagangan yang ke-19 ini hanya terbatas di wilayah kota- dilakukan oleh instansi pemerintah, kota dagang dan pusat penanaman lada di individu, maupun lembaga nonpemerintah wilayah Tulang Bawang dan Teluk di wilayah Lampung pada periode 1857 Betung. hingg 1930.

Beberapa sumber milik pemerintah Tabel 1. Jumlah Penduduk di Keresidenan kolonial antara lain Koloniaal Verslag

Lampung Tahun 1860 Sampai 1920 serta laporan-laporan yang dikeluarkan

Tahun

Jumlah Penduduk

oleh Department van Binneland Bestuur,

107.725 Department van Kolonien , dan Department

142.000 of Public Works pemerintah Kolonial

141.364 Hindia Belanda. Penggunaan sumber-

155.180 sumber dari arsip pemerintah ini sangat

157.781 penting dalam melihat alur pembangunan

233.903 infrastruktur dan upaya pemerintah

kolonial dalam

Sumber: Staat der Bevolking tan de pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.

meningkatkan

bezzittingenbuiten Java en Madoera , 1860: 14- 15; Steck, 1862: 108; Blink, 1926: 41)

C. HASIL DAN BAHASAN 1. Kehidupan Ekonomi Masyarakat

Sebelum jalan raya dan transportasi Sejak masa Kesultanan Banten menjadi pilihan utama dalam arus lalu masyarakat

Lampung merupakan lintas kehidupan masyarakat di wilayah masyarakat yang berasal dari berbagai Lampung, sungai memainkan peran sentral wilayah seperti dari wilayah Banten, dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan Pasundan, Palembang, Bugis, Jawa, masyarakat Lampung sangat bergantung Melayu, dan Tionghoa (De Graaf dan pada keberadaan dan fungsi sungai. Pola Stibbe, 1918, Tweede Deel: 508). Wilayah pemukiman di wilayah ini berada di sekitar Lampung mulai berkembang dalam bidang bibir sungai. Sungai Tulang Bawang yang ekonomi dan perdagangan semenjak masa merupakan salah satu sungai terbesar dan Kesultanan Banten terutama sejak wilayah terpanjang

wilayah Lampung ini dijadikan sebagai perkebunan lada merupakan contoh ketergantungan antara

di

Kesultanan sejak awal abad ke-17 sungai dan kehidupan masyarakat (Ariwibowo, 2017: 255). Lada kemudian (Ariwibowo, 2017: 257). Di sekitar sungai

menjadi daya tarik utama bagi para Tulang Bawang terdapat kampung- pendatang untuk turut bekerja maupun kampung kecil yang menjadi tempat membuka

perkebunan-perkebunan di singgah bagi kapal-kapal yang hendak wilayah Lampung, terutama di sepanjang membeli atau mendistribusikan lada. Sungai Tulang Bawang (Kielstra, 1915: Sungai Tulang Bawang juga menjadi 245; Ariwibowo, 2017: 257).

sarana transportasi bagi para imigran yang Pada tahun 1860 yang merupakan berasal dari wilayah pedalaman Palembang

periode selepas Perang Lampung jumlah maupun para penduduk dari Banten yang penduduk

di wilayah Keresidenan mencoba peruntungan sebagai pekerja di Lampung berjumlah 107.725 jiwa (Staat perkebunan-perkebunan lada. Sungai ini juga menjadi sarana bagi irigasi yang

336 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346 mengairi perkebunan dan persawahan

Kolonisasi yang dilakukan oleh (Ariwibowo, 2017: 256-257; Ota dalam pemerintah kolonial membawa pengaruh Mizushima, Bryan Souza, dan Flynn, penting

pertumbuhan dan 2015: 177).

dalam

perkembangan ekonomi di wilayah Penduduk mengandalkan perahu Lampung. Transmigran ini diberikan untuk berlalu lintas dan berdagang di berbagai fasilitas untuk membuka lahan- sepanjang sungai. Salah satu kota lahan untuk pengembangan tanaman pedalaman yang memiliki pengaruh cukup produksi dan industri. Tercatat hingga penting sebelum abad ke-20 di wilayah tahun 1932 para transmigran ini telah Lampung adalah Kota Menggala. Kota ini membangun sekitar 71.000 hektar hutan merupakan pelabuhan utama di jantung tanaman produksi di wilayah Lampung. Sungai Tulang Bawang yang menjadi Pertumbuhan

penduduk akibat pasar bagi komoditas-komoditas lada dan transmigrasi di wilayah Lampung juga aneka

Kota turut meningkatkan konsumsi. Pemerintah Menggala juga menjadi tempat pertemuan kolonial kemudian membangun berbagai dan aktivitas ekonomi bagi penduduk yang sarana irigasi dan pertanian agar tidak berasal

kebutuhan

penduduk.

dari wilayah Komering terjadi krisis pangan di wilayah ini akibat (Palembang) hingga ke wilayah sekitar pertumbuhan penduduk (Levang dan Lampung. Penduduk dalam aktivitas Sevin, 1989: 3). kesehariannya

Transmigrasi yang dilakukan oleh perahu tradisional

menggunakan

perahu-

sampan, pemerintah kolonial ini memiliki arti tambangan, dan rakit untuk membawa penting bagi pertumbuhan ekonomi di barang dagangan atau pun saling Lampung sejak dekade pertama awal abad berkunjung antarkampung di sepanjang ke-20. Pembukaan lahan-lahan baru oleh aliran sungai (Marsden, 2013 (1810): 45- pemerintah dan swasta menjadikan

seperti

46). Pada tahun 1905 transmigran dari wilayah ini sebagai salah satu sumber Jawa mulai mendiami wilayah Lampung. pemasukan bagi pemerintah kolonial. Transmigrasi atau yang pada periode Transmigrasi juga memiliki fungsi bagi tersebut dikenal dengan nama kolonisasi di munculnya kota-kota baru di wilayah ini. wilayah Lampung sejak tahun 1905. Kota-kota seperti Bagelen, Wonosobo, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Pringsewu, dan Metro menjadi pusat dari menjadikan kolonisasi ini sebagai upaya aktivitas transmigran di wilayah Lampung. untuk ―memenuhi‖ tanggal jawab mereka Jaringan jalan yang telah tertata dengan

dalam pelaksanaan program Politik Etis baik menghubungkan kota-kota ini dengan yang

untuk wilayah Teluk Betung telah mengubah meningkatkan pertumbuhan ekonomi di prespektif geografis di wilayah Lampung luar Jawa sekaligus sebagai salah satu cara dari yang sebelumnya mengandalkan untuk mengurangi kepadatan penduduk di keberadaan dan fungsi sungai. wilayah Jawa (Levang dan Sevin, 1989:

Program Politik Etis ini pertama kali diwacanakan oleh beberapa anggota Parlemen

kesejahteran para penduduk Jawa di wilayah- Belanda untuk mengurangi kemiskinan dan

wilayah lain. Hal ini kemudian dimanfaatkan kesengsaraan penduduk Jawa akibat program

oleh pemerintah kolonial untuk memperluas Cultuurstelsel . Salah satu program Politik Etis

jaringan ekonomi dan perdagangan mereka atau Politik Balas Budi ini adalah melakukan

membuka sumber-sumber daya emigrasi penduduk Jawa ke wilayah-wilayah

dengan

ekonomi baru serta pembangunan fasilitas lain di luar Jawa yang masih memiliki potensi

umum di luar wilayah Jawa (Levang dan Sevin, ekonomi

lain sehingga

diharapkan

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 337

yang kemudian turut menumbuhkan Wilayah Lampung terletak di bagian industri kopra di kawasan ini. selatan Pulau Sumatera. Pada masa

2. Potensi Ekonomi dan Perdagangan

Masyarakat Lampung pada masa kolonial wilayah ini berbatasan dengan kolonial mengenal dua jenis pola pertanian Keresidenan Palembang (Keresidenan yakni sawah lebak (rawa) dan sawah Komering Ilir) di bagian utara, serta irigasi. Kondisi lingkungan tinggal dengan Asisten Residensi Bengkulu masyarakat Lampung yang berada di

(Keresidenan 3 Krui), dan Residensi sekitar pinggir-pinggir sungai menjadikan Palembang (Distrik Komering Ulu) di sungai memiliki arti penting dalam upaya

bagian barat. Sementara di bagian timur pemenuhan kebutuhan konsumsi berbatasan dengan Laut Jawa, serta dengan masyarakat. Selain memancing ikan di Selat Sunda di bagiansSelatan (Steck, sungai mereka juga mengembangkan jenis 1862: 70; Gelder, 1916).

pertanian sawah lebak (rawa). Tanah-tanah

Gambar 1: Atlas wilayah Lampung dan Sumatera bagian selatan.

Sumber: Departement van Binnenlandsch Bestuur,1915.

rawa kering — biasanya surut secara Bentang alam wilayah Lampung alamiah pada musim kemarau — menunjukkan kekayaan potensi ekonomi dibuatkan kanal-kanal kecil dari sungai dan hasil bumi di wilayah ini. Sungai yang untuk mengairi air ke sawah-sawah milik lebar dan panjang memiliki fungsi sebagai para penduduk. Pola pertanian sawah penunjang

kehidupan masyarakat irigasi — seperti yang terdapat di Jawa — Lampung. Daerah-daerah perbukitan dan mulai berkembang sejak para penduduk hutan belantara yang membentang luas Banten mulai mendiami wilayah ini pada dari sisi bagian barat hingga utara sekitar abad ke-17. Pola pertanian ini menjadikan wilayah ini sebagai daerah- kemudian semakin berkembang seiring daerah perkebunan terutama untuk jenis dengan kolonisasi (transmigrasi) para tanaman kopi dan hasil hutan. Di wilayah penduduk dari Jawa sejak tahun 1905. pesisir selatan dan timur tanaman kelapa Selain itu, para penduduk juga menanam tumbuh subur dan ditanam secara luas jenis tanaman pangan lain seperti jagung

dan umbi-umbian (De Graaf dan Stibbe,

Wilayah Krui pada saat ini merupakan 1918, Tweede Deel: 509-510). wilayah Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi

Sektor perikanan baik laut maupun Lampung

sungai juga menjadi salah satu sumber

338 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346 pendapatan bagi masyarakat. Salah satu tanaman

(Departement van pusat penangkapan ikan yang besar pada Binnenlandsch Bestuur , 1915: 39). masa kolonial yakni berada di sekitar

karet

Lada merupakan sumber utama perairan Teluk Lampung. Ikan-ikan penghasilan bagi pemerintah kolonial dari tersebut kemudian dipasarkan di pasar Keresidenan Lampung. Pada tahun 1914 sekitar wilayah Teluk Betung dan Tanjung Lampung menghasilkan sekitar 13.207 ton Karang, sebelum nantinya dipasarkan ke lada bagi Hindia Belanda. Lampung telah wilayah-wilayah lain di Lampung. Pada dikenal sebagai penghasil lada utama di tahun

1919 terdapat perusahaan Hindia Belanda sejak abad ke-17. Hingga penangkapan dan pengolah ikan yang menjelang malaise ekonomi dunia pada cukup besar di Keresidenan Lampung yang tahun 1930, lada tetap menjadi primadona bernama ―Perbandaharaan” yang pada komoditas ekspor

Lampung untuk penutupan buku tahun tersebut memiliki memenuhi permintaan pasar rempah- pendapatan hingga sebesar f 160.000 (De rempah dunia. Graaf dan Stibbe, 1918, Tweede Deel: 512; Koloniaal Verslag , 1920: 114).

Tabel 2. Produksi Lada Lampung dalam Perkebunan memegang peranan

Rentang Periode 1923 hingga 1930 penting dalam perkembangan ekonomi di

Tahun

Jumlah Produksi

wilayah Lampung pada masa kolonial. Komoditas perkebunan terbesar yang

(dalam ribu kilogram) berasal dari Lampung pada masa kolonial

17.762 antara lain lada, kopi, kopra, damar, dan

14.828 rotan (Wellan, 1932: 223). Pada awal abad

9.396 ke-20, karet mulai dikembangkan di

15.812 Lampung, meskipun dibandingkan dengan

Sumber: Wellan, 1932: 250. wilayah lain di sekitarnya seperti

Palembang dan Jambi jumlah produksi

mengalami jatuhnya karet di Lampung masih sangat tertinggal. produksi lada pada periode akhir abad ke- Tercatat hanya sekitar 50 ton produksi 18 hingga pertengahan abad ke-19

Setelah

karet di Lampung pada tahun 1914, hal ini pemerintah kolonial mulai kembali dapat dibandingkan dengan hasil karet berusaha meningkatkan produksi lada di Keresidenan Palembang yang mencapai Lampung. Setelah menjadikan wilayah sekitar 3.780 ton (Departement van Lampung sebagai bagian dari wilayah Binnenlandsch Bestuur , 1915: 130).

pemerintahan Hindia Belanda pada tahun Peraturan

pertama mengenai 1856 sebagai langkah pertama dalam usaha pengaturan kepemilikan dan pengelolaan perbaikan produksi lada maka pemerintah perkebunan

di wilayah Lampung kolonial melakukan perbaikan secara ditetapkan pada tahun 1855. Peraturan ini menyeluruh perkebunan lada yang masih menetapkan syarat kepemilikan dan tersisa. Pemerintah memerintahkan para pengelolaan serta batasan pengelolaan oleh penduduk untuk membersihkan lahan- pengusaha Bumiputera, Timur Asing, lahan perkebunan lada yang rusak, maupun Eropa. Pada tahun 1914 merevitalisasi perkebunan yang masih pemerintah kolonial telah memberikan berproduksi, serta membuka kembali konsensus kepemilikan lahan perkebunan perkebunan-perkebunan baru (Koloniaal kepada sekitar 166 pengusaha dimana 7 di Verslag , 1858: 7; Koloniaal Verslag, 1859: antaranya merupakan pengusaha bumi 7). putra. Para pengusaha perkebunan ini

diwajibkan untuk mengelola sekitar 519.000 bau lahan menanam pohon lada sekitar 333 hingga

Penduduk

perkebunan dari mulai lada hingga 1.000 pohon per kepala keluarga yang disesuaikan dengan luas tanah dan jumlah

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 339 anggota keluarga. Penanaman wajib ini pedagang Tionghoa ke pelabuhan-

dilakukan untuk meningkatkan pendapatan pelabuhan regional di Muntok (Pulau dan produksi tanaman lada dari wilayah Bangka), Rantau Jaya Ilir (Palembang), Lampung. Pemerintah kolonial mengawasi maupun Labuan Maringai (Lampung dengan ketat seluruh rangkaian produksi Timur) (Anonim: 1918: 38-39). lada. Pada dekade-dekade awal dari

dibandingkan dengan kebijakan pemerintah kolonial ini terjadi Palembang

Apabila

maupun Bengkulu krisis beras di wilayah Lampung. Hal ini pengembangan budi daya kopi di Lampung kemudian berdampak pada terjadinya cukup tertinggal. Menurut J.W.J. Wellan, kelaparan yang sangat luas di wilayah ini. tanaman kopi baru dibudidayakan menjadi Akibatnya pemerintah kolonial harus tanaman wajib bagi masyarakat Lampung mengirimkan beras dari Bengkulu, pada dekade pertama abad ke-20. Palembang, dan Jawa selama beberapa Sementara di Palembang budi daya kopi tahun (Koloniaal Verslag, 1859: 7; telah berlangsung sejak tahun 1850-an Anonim, 1918: 33).

(Wellan, 1932: 108). Pada tahun 1929 Perkebunan-perkebunan lada tidak Keresidenan Lampung menghasilkan 6.526 dikelola

sedangkan Keresidenan kolonial. Kebun-kebun ini sebagian besar Palembang dan Keresidenan Bengkulu

langsung oleh pemerintah ton

kopi

dikelola 4 oleh perkebunan-perkebunan menghasilkan 20.073 ton dan 13.887 ton. swasta milik orang Eropa dan Tionghoa. Jenis kopi yang ditanam di wilayah

Di wilayah-wilayah seperti di Katimbang, Sumatera bagian selatan (Zuid Sumatra) Teluk Betung, dan Semangka perkebunan- pada umumnya adalah jenis kopi robusta. perkebunan lada ini dikelola oleh orang Di Lampung perkebunan kopi rakyat Eropa. Sedangkan di wilayah-wilayah rupanya lebih dominan dibandingkan seperti di Seputih dan Tulang Bawang dengan

perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh orang-orang Tionghoa dikelola

pengusaha swasta. (Anonim, 1918: 38).

oleh

Perkebunan kopi rakyat di Lampung pada Wilayah-wilayah yang menjadi pusat tahun 1929 menghasilkan produksi hingga dari budidaya lada di Lampung berada di sebesar 5.080 ton sedangkan perkebunan wilayah Semangka, Katimbang, Teluk yang dikelola swasta hanya mencapai Betung, Seputih, Sekampung, dan Tulang 1.424 ton (Wellan, 1932: 256-258). Bawang. Luas lahan penanaman lada pada

Perkebunan rakyat untuk tanaman tahun 1918 mencapai sekitar 7.309 bau, kopi di Lampung pada periode kolonial selain itu masih terdapat sekitar 1470 bau perkebunan tanaman lada yang belum

berproduksi (Anonim,

Sebuah catatan menarik adalah pada tahun Perdagangan lada di Lampung sebagian 2013 hasil produksi perkebunan kopi di besar dilakukan oleh pedagang Eropa dan Lampung mencapai 127.073 ton dengan pusat

Tionghoa. Lada-lada yang berasal dari perkebunan yang berada di wilayah Kabupaten pedalaman wilayah Lampung dikumpulkan Lampung Tengah, Kabupaten Tenggamus dan

Kabupaten Lampung Barat. Sementara wilayah di dua bandar lada di wilayah ini yakni Bengkulu hanya menghasilkan 56.142 ton

Menggala ibukota afdeeling Seputih- (Dirjen Perkebunan, 2014: 5). Peningkatan Tulang Bawang serta pelabuhan dagang jumlah produksi kopi di Provinsi Lampung dan utama di Teluk Betung. Lada-lada yang Provinsi Bengkulu yang seakan berbanding memiliki kualitas baik biasanya segera terbalik dibandingkan pada masa kolonial salah diserahkan kepada pedagang besar Eropa satunya disebabkan oleh masuknya wilayah dan Tionghoa untuk dikirimkan ke Batavia Kabupaten Tenggamus dan Kabupaten atau langsung ke Eropa. Sementara lada- Lampung Barat ke dalam wilayah Provinsi lada yang berkualitas kurang baik biasanya Lampung. Sedangkan pada masa kolonial

kedua wilayah ini termasuk ke dalam wilayah diperdagangkan kembali

oleh para Keresidenan Bengkulu.

340 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346 sangat ditunjang oleh pertumbuhan dan produksi kopi robusta di Indonesia berasal

perkembangan kolonisasi atau transmigrasi dari wilayah Sumatera bagian selatan. yang mulai dilakukan sejak tahun 1905. Meskipun memiliki harga yang terbilang Kopi menjadi komoditas penting selain lebih rendah dibanding jenis kopi arabika lada, kapas, palawija, dan beras yang yang banyak tersebar di Aceh, Sumatra dibudidayakan oleh para transmigran Utara, Jawa Tengah, dan Indonesia bagian (Wellan, 1932: 108). Semenjak itulah timur, namun kopi robusta memiliki terjadi peningkatan pendapatan dari keunggulan dalam daya tahan tanaman dari budidaya tanaman kopi di wilayah ini. serangan hama dan penyakit, serta Pada tahun 1929 wilayah Keresidenan kemudahan dalam proses penanaman dan Lampung memperoleh sekitar f 4.604.000 pemeliharaan. Hal inilah yang kemudian dari ekspor perdagangan kopi. Budidaya mendorong pemerintah kolonial untuk tanaman kopi ini terus bertahan bahkan mendorong budi daya tanaman kopi pada masa setelah malaise, kopi menjadi robusta di wilayah Sumatra bagian selatan tanaman unggulan bagi wilayah Lampung. yang mencakup wilayah Sumatra Selatan, Hal ini terjadi akibat berkurangnya Bengkulu, dan Lampung (Wellan, 1932: popularitas lada di pasar internasional serta 258; Kwan dan Cervone, 2014: 1). wabah hama yang menyerang tanaman

Salah satu sektor perkebunan lain lada sehingga menyurutkan produksi lada yang menjadi sumber pemasukan utama di di Lampung (Wellan, 1932: 223).

wilayah Lampung pada awal abad ke-20 adalah karet. Karet menjadi primadona

Tabel 3. Produksi Kopi di Lampung dalam sejak masa ―ledakan karet‖ pada sekitar Rentang Periode 1923-1929

tahun 1908 sampai 1910. Berkembangnya Total

industri otomotif dan manufaktur pada

Produksi masa tersebut meningkatkan permintaan Tahun

Nilai Produksi

(dalam ribu terhadap kebutuhan karet oleh sektor

(dalam ribu

kilogram) industri baik di Hindia Belanda maupun 1923

Dunia. Lampung merupakan salah satu daerah penghasil karet terbesar di

Sumatera di samping wilayah Sumatera 1927

Timur, Riau, dan Aceh. Pada tahun 1913 1929

tercatat sekitar 54.000 bau luas perkebunan Sumber: Wellan, 1932: 256.

karet di wilayah Lampung. Konsesi kepemilikan lahan perkebunan karet di

wilayah Lampung ini dimiliki oleh sekitar Jenis

20 perusahaan perkebunan (Department dibudidayakan di Lampung adalah jenis van Binnenlandsch Bestuur , 1915: 252- kopi Arabika, Robusta, dan Liberia. Jenis

kopi robusta merupakan jenis kopi yang Sektor pertambangan sebenarnya paling banyak dibudidayakan di wilayah bukan merupakan sektor pendapatan utama ini. Hal ini karena sebagian besar para bagi wilayah Lampung pada masa transmigran mengembangkan budidaya kolonial. Dibandingkan dengan daerah kopi robusta. Perkebunan kopi robusta sekitarnya seperti Palembang, Bengkulu, memang telah mendominasi perkebunan

kopi di wilayah Sumatera bagian selatan

sejak masa awal penanaman kopi oleh 1859. Pada tahun tersebut wilayah Lampung pemerintah kolonial sekitar akhir dekade

5 memiliki sekitar 1,7 juta pohon kopi serta 1850an. Pada masa kini sekitar 2/3 masih terdapat 1,2 juta pohon lagi yang belum

5 tersebut dihasilkan sekitar 585 pikul biji kopi Produksi-produksi awal perkebunan kopi (Koloniaal Verslag, 1860: 141-142).

berproduksi. Dari jumlah sekitar 1,7 juta pohon

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 341 Sumatera Barat, Riau, dan Jambi yang menciptakan pertumbuhan ekonomi dan

kaya dengan sumber daya mineral seperti konsumsi; penggerak arus perdagangan, emas, perak, batu bara, minyak bumi, komunikasi,

penduduk; serta perunggu, dan berbagai jenis barang menciptakan dinamika serta struktur tambang lain, wilayah Lampung pada perdagangan global termasuk juga di periode awal abad ke-20 dikenal sebagai kawasan Asia Tenggara dan Hindia penghasil pasir besi. Hingga tahun 1913 Belanda. Termasuk pula bagi Keresidenan terdapat empat perusahaan yang memiliki Lampung juga turut memainkan aspek konsesi penambangan pasir besi di wilayah penting dalam perkembangan sarana Lampung. Keempat pemilik konsesi transportasi

dan

yang mendukung penambangan pasir besi ini memiliki luas perkembangan dan pertumbuhan ekonomi cakupan wilayah penambangan sekitar 999 di wilayah Sumatera dan Hindia Belanda. hektar yang sebagian besar berada di

Pada periode abad ke-17 hingga wilayah

Lampung awal dekade abad ke-19 sungai merupakan (Department van Binnenlandsch Bestuur, sarana penting dalam lalu lintas 1915: 127).

sekitar

Teluk

perdagangan dan ekonomi di wilayah Tabel 4. Nilai Ekspor Perdagangan dari

Lampung. Sungai merupakan urat nadi Wilayah Lampung 1881-1923

bagi mobilitas masyarakat dan arus perdagangan di kawasan ini. Beberapa

Tahun Nilai Ekspor (dalam

sungai yang cukup besar di wilayah ini

antara lain Sungai Tulang Bawang, Sungai 1881

Gulden)

Semangko, Sungai 1910

Mesuji, Sungai

Sekampung, dan Sungai Seputih (De Graaf 1922

dan Stibe, 1918: 509; Wellan, 1932: 11). 1923

Sungai Tulang Bawang merupakan salah Sumber: Blink, 1926: 110.

satu sungai yang menjadi urat nadi ekonomi dan perdagangan di Lampung

sejak masa Kesultanan Banten di abad ke-

3. Pengembangan Sarana dan Fasilitas 17.

Perdagangan

(2017: 253-267) Menurut Fernand Braudel (1983, vol mengatakan bahwa Sungai Tulang Bawang

Ariwibowo

2: 140) terbentuknya rangkaian jalur menjadi jalur utama arus perdagangan lada perdagangan (trade circuit) yang ditunjang di Lampung hingga sekitar tahun 1914 atau oleh pertumbuhan sarana transportasi sebelum penggunaan jalur kereta api yang merupakan salah satu aspek penting bagi menghubungkan

Lampung hingga perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Palembang. Sepanjang abad ke-19 Sungai

di suatu kawasan. Adanya saling Tulang Bawang menjadi jalur transportasi ketergantungan antara kebutuhan akan perdagangan lada di wilayah Sumatera ketersediaan komoditas perdagangan serta bagian selatan. Perusahaan-perusahaan pasar yang menjadi ruang dalam transaksi perkapalan milik orang Tionghoa dan jual beli di dalam rangkaian jalur sebagian milik KPM menguasai aktivitas perdagangan ini telah menciptakan pelayaran di sungai ini (Ariwibowo, 2017: kemakmuran dan kemajuan pada pusat- 263-266). Namun fungsi Sungai Tulang pusat perdagangan yang terdapat dalam Bawang

jalur transportasi suatu rangkaian jalur perdagangan. perdagangan ini semakin berkurang seiring

sebagai

Berdasarkan pendapat Braudel ini maka dengan pembangunan jalan raya lintas Howard Dick dan Peter J. Rimmer (2003: timur Sumatera dan pembangunan jalur

4) mengatakan bahwa perkembangan teknologi dan sarana transportasi di sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah memainkan peran penting dalam

342 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346

turut meningkatkan Pembangunan jalan raya lintas timur perekonomian di kawasan Lampung. Hal Sumatera di wilayah Lampung pertama ini dapat dilihat dari jalur jalan raya ini kali dilakukan pada masa pemerintahan yang melewati perkebunan-perkebunan

kereta api Teluk Betung-Palembang. 6 kemudian

Residen R. Wijnen (1857-1861). Jalan lada di wilayah Afdeeling Seputih, Raya ini menghubungkan wilayah Teluk Terbanggi, dan Sekampung (Stibbe, 1921: Betung hingga ke Kota Menggala. Jalan 427). raya ini pada awalnya merupakan jalan

Pada tahun 1870 di masa Residen A. setapak yang digunakan oleh para petani Pruys van der Hoeven jalan raya Teluk lada untuk membawa hasil lada mereka ke Betung – Menggala dapat digunakan Kota Menggala yang merupakan bandar sepenuhnya untuk arus lalu lintas lada utama di kawasan ini. Setelah perdagangan dan mobilitas penduduk. berakhirnya Perang Lampung pemerintah Pembangunan jalan raya ini kemudian kolonial mulai mengusahakan kemudahan diikuti dengan perkembangan kawasan- komunikasi dan transportasi antarkawasan kawasan ekonomi dan pemukiman baru di di

wilayah Karesidenan Lampung. sepanjang jalur ini (Stibbe, 1921: 427). Pembangunan sarana jalan raya ini pada Dampak dari pembangunan jalan raya ini mulanya didasari oleh pertimbangan bagi adalah mulai ditinggalkannya beberapa kepentingan militer dan keamanan selepas sungai seperti Sungai Tulang Bawang, Perang Lampung. Pada masa selanjutnya Sungai Seputih, dan Sungai Sekampung jalan raya ini mulai digunakan bagi arus sebagai jalur perdagangan di kawasan ini. mobilitas perdagangan dan penduduk yang Pembangunan jalur kereta api antara Teluk

Betung hingga Palembang pada tahun 1912 semakin membuat ditinggalkannya

Upaya pemerintah kolonial dalam fungsi sungai sebagai jalur perdagangan di meningkatkan pendapatan ekonomi mereka

Keresidenan Lampung dari hasil alam yang berasal dari Karesidenan

wilayah

(Ariwibowo, 2017).

Lampung pada akhirnya memberikan dampak Pada tahun 1902 melalui Besluit penting atas hilangnya fungsi sungai sebagai

yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal jalur transportasi dan perdagangan di

Lampung. Wilayah afdeeling Tulang Bawang Hindia Belanda pada 16 Februari 1902,

dengan Menggala sebagai kota dagang di pemerintah kolonial Hindia Belanda wilayah ini memang menyimpan potensi

menetapkan pembangunan jalur kereta api kekayaan alam yang sangat besar. Pemerintah

lintas Sumatera bagian selatan (Zuid kolonial menyadari bahwa ketergantungan

Sumatra ) yang meliputi jalur kereta api pada transportasi Sungai Tulang Bawang tidak

dari Teluk Betung (Lampung) hingga ke akan serta merta meningkatkan pendapatan

Palembang (Department van Kolonien, mereka dari wilayah ini. Pada tahun 1901

1904: 1). Alasan utama dari pembangunan wilayah Tulang Bawang mampu menghasilkan

jalur kereta api ini adalah meningkatnya pendapatan hingga f 331.000, dengan hanya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan di mengandalkan transportasi dari kapal uap atau biasa disebut ―ophir‖ tentu akan memakan wilayah Zuid Sumatra sejak dekade

waktu yang panjang untuk mendistribusikan terakhir abad ke-19. Minyak bumi, lada, hasil bumi dari Mengala hingga ke Teluk

damar, kopra, tembakau, kopi, karet, Betung, bahkan adanya keterbatasan muat

kemenyan dan coklat merupakan sumber kapal dalam proses distribusinya. Sehingga

ekonomi penting di kawasan Zuid Sumatra pembangunan jalan raya serta jalur kereta api

yang meliputi tiga wilayah keresidenan diharapkan oleh pemerintah kolonial ketika itu

yakni Lampung, Palembang, dan Bengkulu akan

(Department van Kolonien, 1904 1906: 2- memperluas

khususnya lada dari wilayah Tulang Bawang Pembangunan jalur kereta api Zuid dan sekitarnya (Department van Kolonien,

1904: 66). Sumatra dibagi ke dalam beberapa tahap

Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan..... (Gregorius Andika Ariwibowo) 343

Gambar 2: Peta jalur transportasi di wilayah Lampung dan Sumatera bagian

selatan.

pembangunan. Pembangunan

Pada tahun 1865 pemerintah kolonial pertama meliputi jalur kereta api antara mengoperasikan Pelabuhan Teluk Betung Teluk Betung (Karesidenan Lampung) sebagai pelabuhan utama di Keresidenan hingga ke Muara Enim (Karesidenan Lampung. Pelabuhan Teluk Betung Palembang). Pembangunan jalur kereta api awalnya merupakan pelabuhan rakyat yang Zuid Sumatra sejauh 407 km ini selesai berada di sekitar Teluk Lampung. Setelah pada tahun 1917. Pembangunan jalur ini berakhirnya perang pemerintah kolonial sangat penting terutama dalam distribusi merevitalisasi pelabuhan ini sebagai hasil hutan dan perkebunan, serta sumber terminal angkut muat barang dan terminal ekonomi baru yang sangat menguntungkan penumpang yang disesuaikan dengan yakni minyak bumi (Department van kebutuhan dan kepentingan pengembangan Kolonien, 1904: 68-69; Stibbe, 1921: ekonomi kolonial. Setelah melakukan

tahap

78). 7 Di Keresidenan Lampung jalur kereta perbaikan dan revitalisasi dari pelabuhan api ini menghubungkan kota-kota dari rakyat menjadi pelabuhan modern,

Teluk Betung, Gedong Tataan, Negeri Pelabuhan Teluk Betung digunakan secara Bumi Udik, Gunung Terang, hingga Kota resmi sebagai pelabuhan regional sejak 3 Bumi. Pembangunan jalur kereta api ini Desember 1865 (Kok, 1931: 96). dilakukan sebagian besar oleh kelompok

Pelabuhan Teluk Betung menjadi pertama transmigran dari Jawa yang pelabuhan strategis yang bukan saja membentuk kolonisasi di Lampung pada berperan dalam arus perdagangan lokal di tahun 1905 (Department van Kolonien, Keresidenan Lampung, namun juga 1904: 68).

menjadi pelabuhan penghubung bagi arus lalu lintas perdagangan antara Batavia, Bengkulu, Padang

(Sumatera Barat), Awalnya jalur kereta api lintas Sumatera

Palembang, Singapura, bahkan hingga ke bagian

Makassar. Pelabuhan ini juga memiliki Staatspoorwagen)

jaringan dengan pelabuhan-pelabuhan lain menghubungkan Teluk Betung (Lampung)

ini

direncanakan

di Jawa seperti Surabaya, Semarang, hingga ke Bengkulu. Namun, akibat krisis

ekonomi pada masa Perang Dunia I pembangunan jalur Muara Enim – Bengkulu pada akhirnya harus dihentikan.

344 Patanjala Vol. 10 No. 2 Juni 2018: 331 - 346 Pekalongan,

Tegal,

dan

Cirebon jaringan antara pelabuhan dan kereta api

pengembangan wilayah Pelabuhan Teluk Betung termasuk komersial dan hunian di sekitar affdeeling ke dalam tingkat pelabuhan kecil (small Teluk Betung yakni perkembangan

(Koloniaal Verslag, 1866: 75). 8 ini

adalah

harbor) di Hindia Belanda. 9 Pelabuhan jenis wilayah Tanjung Karang. Wilayah ini biasanya hanya disinggahi oleh kapal- Tanjung Karang yang berada di wilayah kapal uap bertonase kecil, kapal-kapal yang lebih tinggi berkembang menjadi nelayan, serta memiliki struktur bangunan sebuah kota dagang

yang ramai yang sebagian masih terbuat dari kayu (Department of Public Works, 1920: 80). serta panjang pelabuhan yang terbatas

sehingga tidak bisa disinggahi oleh kapal- D. PENUTUP

kapal yang besar (Department of Public Perkebunan menjadi sektor andalan Works 10 , 1920: 79). ekonomi Lampung pada masa kolonial.

Pelabuhan Teluk Betung terhubung Lada, karet, kopra, kopi, dan tembakau dengan

yang merupakan tulang punggung ekonomi menghubungkan pelabuhan ini hingga ke Lampung pada masa tersebut. Sektor Muara Enim (Palembang). Integrasi antara pertambangan yang ditunjang oleh pelabuhan dan jalur kereta api ini memiliki keberadaan eksploitasi pasir besi mejadi fungsi penting dalam pengembangan alternatif pendapatan ekonomi dari wilayah wilayah serta peningkatan frekuensi ini. Pemberian konsesi bagi para perdagangan di wilayah Sumatera bagian pengusaha dengan jaminan perlindungan selatan. Pengaruh dari terbentuknya dari pemerintah mendorong eksploitasi

jalur kereta

api

ekonomi yang terstruktur dan turut

Pada tahun pertama setelah pelabuhan ini membuka pusat-pusat ekonomi baru di dioperasikan terdapat 34 kapal yang berasal

wilayah ini. Kekurangan pekerja akibat dari Batavia, 18 kapal dari Surabaya dan

perkebunan-perkebunan baru yang tumbuh Banjarmasin, 12 dari Makassar, dan 6 dari

secara serentak sejak pertengahan abad ke- Singapura yang berlabuh di Pelabuhan Teluk

19 seakan tidak menjadi masalah ketika Betung. (Koloniaal Verslag, 1866: 75) kebijakan kolonisasi yang dilakukan

9 Pemerintah kolonial membagi pelabuhan- pemerintah di balik bayang-bayang Politik pelabuhan ke dalam tiga strata yakni pelabuhan

Etis menjadi pemecahan dari masalah besar (seperti Batavia, Surabaya, Belawan- tersebut. Meningkatnya

pertumbuhan Deli, dan Makassar), pelabuhan menengah

penduduk akibat kolonisasi juga turut (seperti Cirebon, Tegal, Banjarmasin, dan

berperan bagi pertumbuhan ekonomi Pontianak), serta pelabuhan kecil (Teluk Betung, Timor, dan Bagan Siapi-api). dengan

meningkatnya konsumsi Klasifikasi ini didasarkan pada letak wilayah,

masyarakat.

komoditas, serta volume perdagangannya. Hal Namun faktor yang menentukan ini dilakukan untuk memberikan prioritas

bagi seluruh rangkaian pertumbuhan pembangunan

ekonomi di kawasan Lampung selepas pelabuhan-pelabuhan tersebut (Department of

perang hingga malam menjelang ―Depresi Public Works , 1920: 7).

Besar‖ tahun 1930 yakni pertumbuhan 10 Pada tahun 1912 Pelabuhan Teluk Betung

sektor komunikasi dan transportasi. hanya sanggup menerima satu kapal lintas

Pembangunan sektor infrasruktur di samudera (large going sea vessel) dalam satu

wilayah Sumatera menjadi faktor penting kesempatan bongkar muat atau dua kapal kelas

menumbuhkan pertumbuhan menengah (coasting steamer ). Hal ini

yang