HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENERAPAN PROGRAM

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI
Trio Saputra
Universitas Lancang Kuning Jl. Yos Sudarso KM.8 Rumbai Pekanbaru
Abstract

Abstrak

:

Employment issues is a topic that requires a new approach in
handling issues as more complex variations. Coping is clearly
justified as directly correlated mission and goals of the company.
One treatment that is applied is the application of occupational
safety and health program that tested correlations to employee
discipline. This study therefore aimed to determine the correlations
between the attitude of the application of occupational safety and
health programs with employee discipline. This study uses the
subject as many as 57 employees of PT. PLN (Persero) Pekanbaru
branch, data were collected by using two scales, namely the attitude
scale implementation of occupational safety and health program in

the flats by the researcher based upon the theory aitemAnoraga by
the number 30 and the scale used employee discipline compiled by
the researchers based on the theory Prawirosentono discipline
delivered by the number of 28 items. Sampling in this study using
the technique of method Summated ratings, analysis of data using
product moment analysis, with the help of a computer program
SPSS 18.0 for windows. Based on the analysis it was found that
there was a positive correlations between the attitude of the
implementation of occupational safety and health programs with
employee discipline, the correlation coefficient (r) of 0.738 with a
significance (p) of 0.000 then the hypothesis is accepted, there is a
positive and significant correlations between attitudes towards the
implementation of the program occupational safety and health with
the disciplined employee. The higher the attitude of the
implementation of safety and health program will contribute
enormously in improving employee discipline.
:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
sikap penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan
disiplin kerja pegawai. Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak

57 orang pegawai PT. PLN (Persero) cabang Pekanbaru, data
penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua buah skala, yaitu
skala sikap penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di
susun sendiri oleh peneliti berdasarka teori Anoraga dengan jumlah
30 aitem dan skala disiplin kerja pegawai yang digunakan disusun
sendiri oleh peneliti berdasarkan teori kedisiplinan yang
disampaikan oleh Prawirosentono dengan jumlah 28 aitem.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
metode summated ratings, analisis data dengan menggunakan
analisis product moment, dengan bantuan komputer program SPSS
18.0 for windows. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara sikap penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja dengan disiplin kerja pegawai,
koefisien korelasi sebaran 0,738 dengan p = 0,000 maka hipotesis

diterima, berarti semakin tinggi sikap penerapan program
keselamatan dan kesehtan kerja akan memberikan kontribusi yang
sangat besar dalam meningkatkan disilin kerja pegawai.
Kata kunci


: sikap penerapan program K3, disiplin kerja

A. PENDAHULUAN
Dunia usaha yang semakin
kompetitif di era pasar bebas memaksa
setiap unit usaha meningkatkan daya
saingnya agar tetap eksis dan survive di
tengah perubahan yang fluktuatif. Selain
peningkatan pemakaian teknologi mutahir
dalam infrastruktur peningkatan kualitas
sumber daya manusia menjadi hal yang
paling penting mendapat perhatian yang
serius. Kesadaran tentang peningkatan
kualitas SDM ini tentu beralasan
mengingat hampir semua perangkat
produksi dibawah kendali operasional
pegawai selaku tenaga kerja yang menjadi
tolak ukur standar produksi baik dalam
kualitas dan kuantitas.
Standar sumber daya manusia yang

berkualitas adalah ditandai dengan
keterampilan yang memadai, professional
dan kreatif (Sagir, 1988). Schultz (dalam
Helmi,1996)mengidentifikasi karakteristik
dari sumber daya manusia yang berkualitas
melalui faktor-faktor yang menentukan
tenaga kerja yang berkualitas, yaitu tingkat
kecerdasan, bakat, kepribadian, tingkat
pendidikan, kualitas fisik, etos (semangat
kerja) dan disiplin kerja.
Disiplin sebagaimana asal katanya
discipline (inggris) yang berarti tertib, taat,
mengendalikan tingkah laku, penguasa
diri, kendali diri, latihan membentuk,
meluruskan
atau
menyempurnakan
sesuatu, sebagai kemampuan mental atau
karakter moral, hukum yang diberikan
untuk

melatih
atau
memperbaiki,
kumpulan atau sistem peraturan bagi
tingkah laku (Nawami, 2003).
Siswanto
(2002)
menjelaskan
disiplin kerja sebagai suatu sikap
menghormati, menghargai, patuh dan taat
kepada peraturan-peraturan yang berlaku,
baik yang tertulis maupun tak tertulis serta

sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-sanksi
apabila melanggar tugas dan wewenang
yang diberikan.
Pendapat ahli tersebut menjelaskan
semua kondisi tersebut yang di dasari oleh
tingkat

kedisiplinan
yang
dapat
menjelaskan suatu pekerjaan baik personal
dan tim dapat diselesaikan sebagaimana
hasil yang diharapkan. Berbagai penelitian
yang telah dilakukan para ahli manajemen
dan pengalaman para praktisi dalam
berbagai organisasi, menyatakan bahwa
salah satu indikator manajemen sumber
daya manusia yang efektif adalah
kedisiplinan yang berkaitan langsung
dengan keberhasilan peningkatan kinerja,
baik pada tingkat personal, kelompok kerja
dan pada tingkat organisasi. Dengan kata
lain, apabila manajemen dalam suatu
organisasi tidak mampu menekankan
kedisiplinan
sebagai
bagian

dari
pengelolaan sumber daya manusia dalam
organisasi sulit diharapkan peningkatan
kinerja pegawai (As’ad, 2003)
Hal ini karena kedisiplinan dalam
kaitannya dengan kinerja dan produktivitas
kinerja itu sendiri memuat semua hal yang
diperlukan dalam proses kerja yang efektif,
sebagaimana dijelaskan melalui aspekaspek yang terkandung dalam kedisplinan
(Nitisemito, 1996), yaitu: persepsi sebagai
motif yang mendorong untuk menghargai
orang
lain
sehingga
terkondisikan
ketentraman atau ketenangan dalam
bekerja (aspek psikologis), relevansi sikap
pegawai dengan standar serta tujuan yang
dirumuskan dalam organisasi (aspek
personal), kecenderungan meleburnya

sikap individu dalam kehidupan kelompok
(aspek sosial), dan lingkungan kerja yang
kondusif karena berkembangnya nilai-nilai
kebersamaan menjadi aspek lingkungan

yang mengembangkan fungsi kedisiplinan
dalam bekerja.
Fungsi pengembangan perilaku
disiplin itu sendiri dalam organisasi
seringkali dilakukan dengan pemberian
sanksi dan hukuman, dimana untuk
beberapa kasus dianggap efektif namun
tidak selalu berfungsi dalam setiap kasus
tindakan
indisipliner.Menurut
As’ad
(2003) tindakan pendisiplinan dengan
hukuman tidak selalu dapat merubah
perilaku pegawai untuk bertindak lebih
baik,

bahkan
apabila
tindakan
pendisiplinan
tersebut
tidak
tepat
penerapannya,
dapat
mengakibatkan
semakin buruknya kinerja pegawai
tersebut. Kedisiplinan seharusnya adalah
keadaan tertib dimana orang yang
tergabung dalam organisasi tunduk pada
peraturan yang telah ada dengan senang
hati dimana proses pendisiplinan sebagai
latihan dalam program pembinaan yang
bertujuan mengembangkan diri agar dapat
berperilaku tertib (Rivai, 2004)
Upaya pelatihan kedisiplinan melalui

pembinaan dapat dilakukan melalui
kesadaran akan pentingnya keselamatan
dan kesehatan kerjayang diterapkan dalam
manajemen organisasi sebagai program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
dimana secara filosofi program ini
dimaknai sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, sementara secara
praktis, sebagai upaya perlindungan agar
tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat
dan sehat selama melakukan pekerjaan di
tempat kerja serta bagi orang lain yang
memasuki tempat kerja maupun sumber
dan proses produksi dapat secara aman dan
efisien dalam pemakaiannya (Tunggal,
2009).
Dasar

penerapan
program
keselamatan dan kesehatan kerja adalah
upaya memberikan jaminan bagi pegawai
di satu pihak dan organisasi atau
perusahaan di pihak lain. Tidak adanya
jaminan yang tertuang dalam program

keselamatan dan kesehatan kerja dalam
sebuah perusahaan dapat merugikan kedua
belah pihak, baik pihak pegawai maupun
pihak perusahaan. Di pihak pegawai akan
timbul keragu-raguan dan kekhawatiran
dalam melaksanakan aktivitasnya karena
mereka merasa tidak dilindungi keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerjanya.
Sementara di pihak perusahaan jika terjadi
kecelakaan maka akan menimbulkan
kerugian yang bukan saja harus membiayai
pengobatan pegawai yang mengalami
kecelakaan tersebut tetapi juga harus
menanggung resiko terhentinya pekerjaan
yang sedang berlangsung (Siagian, 2002).
Hal yang paling mendasar dari penerapan
program keselamatan dan kesehatan kerja
adalahupaya
untuk
memperlakukan
pegawai sesuai dengan harkat martabat
kemanusiaan
dengan
pengkondisian
kehidupan
kerja
yang
berkualitas
(Suma’mur, 1996).
Penerapan program keselamatan dan
kesehatan kerja dalam tinjauannya
terhadap kedisplinan pegawai dalam
bekerja dapat dilihat melalui fungsi sikap
pegawai terhadap penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja oleh
perusahaan. Dimana sikap itu sendiri
merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus
terhadap stimulus yang ada dalam
lingkungan atau suatu kecenderungan yang
relatif stabil dan berlangsung terus
menerus untuk bertingkah laku dan
bereaksi dengan suatu cara tertentu
terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau
persoalan tertentu (Caplin, 2000)
Kartono (1991) menambahkan pengertian
tentang sikap sebagai suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan terhadap
stimulus tertentu. Interpretasi konsep sikap
tersebut gdalam bahasan ini adalah ketika
program keselamatan dan kesehatan kerja
dinilai
memberikan
kenyamanan,
ketenangan, kesehatan, dan keamanan
maka pegawai menunjukkan sikap positif
terhadap pekerjaan, iklim kerja dan
perusahaan yang ditunjukkan dengan
komitmen untuk mendisiplinkan diri

dalam bekerja agar sesuai dengan tujuan
perusahaan.
Sikap positif yang ditunjukkan
pegawai terhadap penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja juga
dipelajari pegawai sebagai motif untuk
berperilaku disiplin dalam bekerja karena
adanya keseimbangan kebutuhan dan
tujuan antara pegawai dengan perusahaan,
yang artinya adanya konsekuensi positif
yang diterima pegawai dari penerapan
program keselamatan dan kesehatan kerja
menjadi sumber motivasi bagi para
pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas
pekerjaannya sehari-hari.
Bahaya kecelakaan akibat kerja yang
menimpa para pegawai jika tidak dicegah
dan ditanggulangi secara baik dan benar
maka
tentunya
akan
mengganggu
operasional dan proses kerja yang pada
akhirnya akan berdampak negatif terhadap
produktivitas kerja pegawai. Oleh sebab
itu, diperlukan kebijaksanaan pihak
manajemen perusahaan untuk menerapkan
program keselamatan dan kesehatan kerja
secara efektif di dalam setiap aktivitas
kerja pegawai sehingga kecelakaan akibat
kerja ini dapat diminimalisir.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
penulis ingin mengetahui fungsi sikap
pegawai terhadap penerapan program
keselamatan dan kesehatan kerja dalam
usaha meningkatkan disiplin kerja
pegawai, untuk itu dalam penelitian ini
penulis memberi judul : “Hubungan
Antara Sikap Terhadap Penerapan
Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Terhadap Disiplin Kerja
Pegawai Pada PT. PLN (Persero)
Pekanbaru”
Bertitik tolak dari latar belakang
yang diuraikan sebelumnya, maka penulis
mencoba
merumuskan
permasalahan
penelitian sebagai berikut: Apakah
terdapat hubungan antara sikap terhadap
penerapan program keselamatan dan
kesehatan kerja pada PT. PLN (Persero)
Pekanbaru?

B.Tinjauan Pustaka
Disiplin berasal dari akar kata
“disciple” yang berarti belajar. Disiplin
merupakan arahan untuk melatih dan
membentuk seseorang melakukan sesuatu
menjadi lebih baik. Disiplin adalah suatu
proses yang dapat menumbuhkan perasaan
seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan tujuan organisasi secara
objektif,
melalui
kepatuhannya
menjalankan
peraturan
organisasi
(Siagian,2002).
Nawawi
(2006)
menyebutkan
disiplin atau tata tertib diartikan sebagai
kesediaan mematuhi ketentuan berupa
peraturan-peraturan sebagai kesediaan
mematuhi ketentuan berupa peraturanperaturan yang secara eksplisit perlujuga
mencakup sangsi-sangsi yang akan
diterima jika terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan tersebut. Siswanto
(2002) mengemukakan disiplin kerja
sebagai
suatu
sikap
menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis
serta sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak menerima sangsi-sangsi apabila
ia melanggar tugas dan wewenang yang
telah diberikan kepadanya
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Disiplin Kerja
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi disiplin kerja adalah
sebagai berikut (Nurmansyah, 2010) :
a. Tidak adanya ketegasan bagi setiap
pelanggaran disiplin, ketegasan diperlukan
agar tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
b. Kurangnya ancaman atau sangsi yang
diberikan kepada setiap pelanggaran yang
disiplin.
c. Tingkat kesejahteraan pegawai kurang
terpenuhi kedisiplinan dapat dilaksanakan
dengan baik bila perusahaan telah
memberikan tingkat kesejahteraan atau
kompensasi yang cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan
keluarganya.

d. Kurangnya partisipasi dari pegawai,
kedisiplinan dapat dilaksanakan bila dapat
dapat dukungan atau partisipasi dari
pegawai karena mereka merasa bahwa
peraturan yang dibuat merupakan hasil
kesepakatan atau persetujuan bersama
untuk kemajuan bersama.
e. Kurangnya keteladanan dari pimpinan
perusahaan, keteladanan pimpinan sangat
diperlukan untuk mempengaruhi pegawai
agar mereka mau dan bersedia mematuhi
peraturan
dan ketentuan yang telah
ditetapkan perusahaan.
Aspek-aspek Disiplin kerja
Menurud Prawirosentono (1999),
disiplin kerjadapat ditelusuri berdasarkan
aspek-aspek sebagai berikut :
1. Ketepatan terhadap waktu
2. Komitmen terhadap perjanjian kerja
3. Pelaksanaan tugas yang di berikan
4. Taat pada peraturan
Sikap Terhadap Penerapan Program
K3
Mengenai definisi sikap, banyak ahli
yang mengemukakannya sesuai dengan
sudut pandang masing-masing. Adapun
antecendent berarti sikap. Oleh sebab itu
Sarwono (2010) menyatakan bahwa sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu prilaku.
Berdasarkan pengertian sikap di atas,
maka dapat diketahui bahwa sikap identik
dengan respons dalam bentuk perilaku,
tidak dapat diamati secara langsung tetapi
dapat disimpulkan dari konsistensi
perilaku yang dapat diamati. Secara
operasional, sikap dapat diekspresikan
dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang
merupakan respons reaksi dari sikapnya
terhadap objek, baik berupa orang,
peristiwa, atau situasi.
Pengertian Penerapan/Implementasi
Penerapan
atau
implementasi
merupakan penyediaan sarana untuk
melaksanakan sesuatu yang menimbulkan
dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Sesuatu
tersebut
dilakukan
untuk
menimbulkan dampak atau akibat itu dapat
berupa peraturan, keputusan dan kebijakan
yang dibuat oleh suatu organisasi dan
perusahaan (Summa’mur,1996).
Pengertian penerapan selain menurut
Summa’mur di atas dijelaskan juga
menurut Mazmanian dan Sebastiar (dalam
Dangur,2006)
juga
mendefinisikan
implementasi
sebagai
pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting.
Pengertian Program
Menurut Summa’mur (1996) pengertian
program adalah cara yang disahkan untuk
mencapai tujuan, beberapa karakteristik
tertentu yang dapat membantu seseorang
untuk mengin dentifikasi suatu aktivitas
sebagai program atau tidak yaitu:
1) Program cenderung membutuhkan staf,
misalnya untuk melaksanakan atau sebagai
pelaku program.
2) Program biasanya memiliki anggaran
tersendiri, program kadang biasanya juga
diidentifikasikan melalui anggaran.
3) Program memiliki identitas sendiri,
yang bila berjalan secara efektif dapat
diakui oleh publik.
Program Keselamatan Kerja
Heldjaracman (dalam Syaflinda,
2008) mengatakan setiap program
keselamatan kerja dapat terdiri dari :
a) Didukungolehmanajemenpuncak (top
management)
b) Menunjukseorangdirekturkeselamatank
erja
c) Pembuatan pabrik dan operasi yang
bertindak secara aman (aspek teknis)
d) Mendidik pegawai untuk bertindak
secara aman
e) Menganalisakecelakaan
f) Menjalankan peraturan-peraturan
keselamatan kerja.
Maksud dan tujuan program
keselamatan kerja secara umum adalah
untuk
mencegah
dan
mengurangi
kecelakaan, mencegah dan mengendalikan
timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

maupun psikis, peracunan, infeksi dan
penularan,
serta
untuk
menunjang
tercapainya rencana produksi dengan
peralatan, lingkungan dan pekerjaan agar
tindakan lebih efektif, maka dibuat suatu
program keselamatan kerja (Danggur,
2006).
Program Kesehatan Kerja
Menurut
Panggabean
(dalam
Syaflinda,2008) Program kesehatan kerja
dibedakan menjadi dua yaitu sebagai
berikut :
1. Keadaanfisik, terdiridari :
a. Pemeriksaanjasmani
b. Pemeriksaansecaraberkalauntukpersona
lia
c. Klinik medis yang mempunyai staff dan
perlengkapan yang baik
2. Kesehatan mental, terdiridari :
a. Tersedianyapenyuluhankejiwaandanpsi
kiater
b. Kerjasama dengan spesialis dan
lembaga-lembaga psikiater dari luar
organisasi.
c. Pengembangan
dan
pemeliharaan
program hubungan kemanusiaan yang
tepat.
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)
Pengertian
keselamatan
dan
kesehatan kerja (K3) menurut Tunggal
(2009) adalah sebagai berikut :
a) Secara filosofi, keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan
dan
kesempurnaan
baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat adil dan makmur.
b) Secara keilmuan, keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
c) Secara praktis, keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan suatu
upaya perlindungan agar tenaga kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat
selama melakukan pekerjaan di tempat

kerja serta bagi orang lain yang memasuki
tempat kerja maupun sumber dan proses
produksi dapat secara aman dan efisien
dalam pemakaiannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Program K3
Secara umum kecelakaan kerja
menurut Maspouri (1992) adalah kejadian
yang tidak diduga sebelumnya yang tidak
dikehendaki dan dapat mengacaukan
proses yang telah diatur dari suatu
efektivitas yang dapat menimbulkan
korban jiwa atau harta benda. Selanjutnya
menurut Bennet (dalam Santoso, 2004),
kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka,
dan setiap kejadian terdapat empat faktor
yang bergerak dalam satu kesatuan
berantai, yakni lingkungan, bahaya,
peralatan, dan manusia.
Disamping itu menurut Suma’mur (1996),
penyebab timbulnya kecelakaan kerja
adalah :
1. Tindakan atau perbuatan manusia yang
tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe
act)
2. Keadaan lingkungan yang tidak aman
(unsafe condition)
Menurut Summa’mur (1996), ada
beberapa langkah yang dilakukan untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya
kecelakaan akibat kerja, yakni :
1. Peraturan
perundangan-undangan,
yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja
pada
umumnya,
perencanaan
konstruksi,
perawatan dan pemeliharaan, pengawasan,
pengujian dan cara kerja peralatan industri.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standarstandar resmi misalnya konstruksi yang
memenuhi syarat-syarat keselamatan dan
jenis-jenis peralatan industri tertentu.
3. Pengawasan (inspeksi), yaitu apakah
dipenuhinya
ketentuan
mengenai
perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Riset teknis, menentukan sifat dan
ciri-ciri bahan yang berbahaya dan
penyelidikan tentang alat-alat pengaman.
5. Riset medis, yaitu meliputi penelitian
tentang efek-efek psikologis dan patologis

lingkungan dan teknologis dan keadaan
fisik yang menyebabkan kecelakaan.
6. Riset psikologis, yaitu penyelidikan
tentang
pola-pola
kejiwaan
yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Riset statik, untuk menerapkan jenisjenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya,
siapa saja, dalam pekerjaan apa dan apa
penyebabnya.
8. Pendidikan dan latihan, menyangkut
keselamatan dan kurikulum teknik,
sekolah-sekolah perniagaan atau kursuskursus pertukangan.
9. Penggairahan
(persuasi),
yaitu
penggunaan aneka cara penyuluhan dan
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap
untuk selamat.
10. Asumsi, yaitu intensif finansial untuk
meningkatkan pencegahan kecelakaan,
misalnya dalam bentuk pengurangan premi
yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan keselamatan sangat baik.
11. Usaha keselamatan pada tingkat
perusahaan yang merupakan unsur utama
efektif tidaknya penerapan keselamatan
kerja,
pada
perusahaanlah
sangat
tergantung kepada tingkat kesadaran akan
keselamatan kerja oleh semua pihak yang
bersangkutan.
Aspek-aspek
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja (K3)
Berdasarkan teori tiga faktor yang
menyebutkan
bahwa
aspek-aspek
Keselamatan
dan
Kesehatan
(K3)
(Anoraga, 2010) antara lain :
1. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja ialah segala sesuatu
yang berada disekitar pegawai dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Keadaan lingkungan kerja
memberikan pengaruh yang besar terhadap
kinerja pegawai. Lingkungan kerja yang
baik dapat mempertinggi efisien dan
efektifitas kerja.
Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja
yang penting untuk diperhatikan antara
lain :
a. Penerangan yang baik memungkinkan
pekerja melihat objek yang dikerjakannya

dengan jelas dan cepat. Penerangan yang
tidak sempurna sehingga gelap atau dapat
membuat silau, yang berpengaruh negatif
terhadap keterampilan kerja. Warna ruang
kantor yang serasi dapat meningkatkan
produksi dan semangat kerja (Anoraga,
2009).
b. Suhu dan sirkulasi udara yang tidak
sempurna, sehingga ruangan kerja berdebu
dan lembab. Temperatur dan kelembapan
yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat
mempengaruhi kondisi fisik, semangat
kerja, dan emosi pegawai.
c. Kebisingan merupakan bunyi-bunyi
yang tidak dikehendaki dan menggangu
serta dapat merusak pendengaran dan
penggunaan musik ditempat kerja pada
waktu-waktu tertentu dapat menciptakan
suasana kerja yang lebih serasi.
d. Ketentuan-ketentuan kerja yang sering
dilanggar, seperti fasilitas umum didalam
perusahaan yang tidak terpelihara,
contohnya WC yang tidak dibersihkan,
lantai licin dan kotor memungkinkan orang
tergelincir, tempat pembuangan sisa-sisa
bahan pembuangan yang tidak sempurna,
cara penempatan mesin dan bahan baku
yang tidak tepat, jalur lalu lintas digunakan
untuk menempatkan bahan-bahan baku,
dan ruang kerja yang terlalu padat dan
sesak.
2. Mesin dan alat-alat kerja
Kondisi mesin dan peralatan kerja dapat
berpengaruh baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap kemungkinan
timbulnya kasus kecelakaan kerja.
Peralatan dan mesin kerja yang tidak
ergonomis dapat cepat menimbulkan
kelelahan bagi pegawai. Peralatan yang
baik adalah yang senantiasa siap
dipergunakan
pegawai.
Menurut
Mangkunegara (2001) kesalahan dapat
terletak pada mesin yang letaknya salah,
tidak dilengkapi alat pelindung, dan alatalat kerja yang telah rusak atau terlalu tua
dan alat-alat perlindungan perseorangan
telah rusak.
3. Manusia

Dibawah ini merupakan kesalahankesalahan
manusia
yang
dapat
menimbulkan kecelakaan, meliputi :
a. Sikap yang tidak wajar, seperti
sembrono, tidak mengindahkan instruksi,
lalai, melamun, tidak memakai alat
pelindung diri, tidak kooperatif serta tidak
sabar.
b. Kondisi fisik yang kurang sehat
cenderung mengakibatkan menurunnya
produktivitas kerja, cepat mengalami
kelelahan dan kurang konsentrasi. Kurang
sehat secara fisik maupun psikis, seperti
cacat badan, tuli, kurang penglihatan,
reaksi yang lamban dan kekuatan fisik
umum yang kurang, emosi yang tidak
stabil, kepribadian yang rapuh, cara
berpikir serta motivasi kerja yang rendah
memberikan peluang yang lebih besar
pada terjadinya kecelakaan kerja.
c. Kurangnya
kecakapan
dalam
mengerjakan suatu pekerjaan, dapat
dikarenakan belum cukup latihan, salah
mengerti instruksi, tidak mendapat
pelajaran terlebih dahulu mengenai suatu
pekerjaan, serta merasa asing dalam
pekerjaan.
Hipotesis
Terdapat hubungan yang positif antara
Sikap Terhadap Penerapan Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dengan disiplin kerja pegawai pada PT.
PLN (Persero) cabang pekanbaru.
C. METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN
(Persero) cabang pekanbaru.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pegawai di bagian lapangan PT.
PLN (Persero) berjumlah 60 orang
(pegawai).
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode
purposive samplingy aitu pemilihan
sekelompok subjek yang didasarkan pada
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
mempunyai kesamaan yang sama dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat dari populasi.

Jumlah subjek dalam penelitian ini
sebanyak 58 orang (pegawai) bagian
pemasangan dan pemutusan listrik PT.
PLN
(Persero)
cabang pekanbaru.
Penentuan jumlah subjek dalam penelitian
ini di dasarkan pada teori yang
dikemukakan oleh Arikunto (2006)
disebutkan bahwa jika populasi ≤ 100
orang maka semua dijadikan sampel dalam
penelitian, namun jika populasi > 100
orang maka penarikan jumlah sampel
dilakukan dengan sistem persentase, mulai
dari 10% - 15%, 20% - 25% keatas.
Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode skala
terhadap
masing-masing
variabel
penelitian,
dengan
tujuan
untuk
mengungkap hubungan antara sikap
terhadap penerapan program keselamatan
dan kesehatan kerja dengan disiplin kerja:
1. Skala Sikap Terhadap Penerapan
Program K3
Skala Sikap Terhadap Penerapan
Program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam penelitian ini
menggunakan dibuat berdasarkan model
skala Likert (Azwar, 2000). Dengan
menggunakan skala akan diperoleh fakta
atau pendapat dari subjek penelitian,
karena model seperti ini bersandar pada
laporan diri, pengetahuan dan keyakinan
pribadi. Dasar penggunaan metode ini
adalah karena subyek merupakan orang
yang paling tahu tentang dirinya sendiri:
apa yang dinyatakan subyek adalah benar
dan dapat dipercaya dan interpretasi
subyek tentang pernyataan-pernyataan
yang diajukannya adalah sama dengan apa
yang dimaksud oleh pembuat skala (Hadi,
1995).
2. Skala Disiplin Kerja
Skala disipin kerja dalam penelitian ini
disusun
dalam
pernyataan
yang
mendukung atau favorable dan yang tidak
mendukung atau unfavorable dengan 4
alternatif jawaban, dengan menghilangkan
jawaban netral. Penghilangan jawaban

netral ini berguna untuk menghindarkan
subjek pada kecenderungan untuk tidak
memberikan jawaban..
Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan uji analisis hubungan,
data yang akan dianalisis harus memenuhi
asumsi prasyarat yaitu; uji normalitas
sebaran dan uji linieritas hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Uji
prasyarat analisis normalitas sebaran dan
uji
linieritas
hubunganmenggunakan
bantuan program SPSS 18,0 for Windows.
D. Hasil
Berdasarkan hasil uji korelasi produck
moment untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini ditemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dengan arah
yang positif antara sikap penerapan
program k3 dengan disiplin kerja.
Berdasarkan hasil analisis hubungan
penerapan program K3 dengan disiplin
kerja pegawai memperoleh koefisien
korelasi
sebesar
0,738
dan
P:
0,000(P