Chapter II Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sintesis Fe2O3 Dari Pasir Besi

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan
pengolahan mineral magnetik (Fe3O4) yang diambil dari pasir besi menjadi
mineral hematit (α-Fe2O3) melalui proses oksidasi. Hasil oksidasi mempunyai
susceptibility magnetik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mineral
magnetit awalnya. Dikarenakan semakin tingginya suhu oksidasi (Yulianto,
2007). Ferit dapat diaplikasikan terutama pada teknologi seperti gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi tinggi berkisar seperti Radar. Namun
Penyerapan gelombang membutuhkan subsitusi Fe kation dengan rasio tetap. Pada
tingkat subsitusi yang lebih tinggi anisotropi uniaksial berubah menjadi planar
magnetocystalline (Wisnu, Azwar, 2012).

Magnetit dan maghemit memiliki fasa kubus sedangkan hematit memiliki
fasa hexagonal. Fasa maghemit dan hematit diperoleh melalui proses oksidasi
pada temperatur sintering yang berbeda. Transisi fasa maghemit menjadi hematit
telah terjadi pada suhu 550

˚C. P

ada saat suhu pemanasan 250
˚C dan ter

meningkat hingga suhu 350
˚C

dimana pada keadaan tersebut, maghemit

us

merupakan fasa yang mendominasi sampel. Sedangkan pada suhu 550˚C, telah
muncul hematit yaitu fasa Fe2O3 (Mashuri dkk, 2007).

2.2. Absorpsi Gelombang Elektromagnetik

Absorpsi gelombang elektromagnetik adalah sebuah bentuk energi yang dapat
dipancarkan atau diserap oleh partikel bermuatan, yang menunjukkan arah seperti
gelombang karena perjalanan melalui ruang. Gelombang elektromagnetik dapat

diabsorpsi dengan absorber yang bersifat magnetik. Gelombang elektromagnetik

terdidri dari couple (pasangan) medan listrik dan medan magnet yang saling tegak
lurus satu sama lain. Jenis penyerapan gelombang elektromagnetik terbagi 2 (dua)
yaitu rekayasa material dan rekayasa geometri (Bentuk). Rekayasa material adalah
ketika membuat suatu material dengan menambahkan beberapa unsur strukturnya
tetap. Sedangkan rekayasa geometri pembuatannya harus memperhatikan bentuk
partikel, ketebalan morfologi permukaan, medan listrik dan medan magnet.
Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik telah melahirkan material baru
yaitu Radar Absopsing Material (RAM). Material ini bersifat meredam pantulan
atau penyerap gelombang mikro, sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak
terdeteksi oleh radio detection and ranging (RADAR). Bahan absorber
dipengaruhi

oleh

impedance

matching


dari

bahan

dengan

gelombang

elektromagnetik melalui mekanisme frekuensi resonansi yang drumuskan dengan
Reflection Loss (RL) :

 z − z0 

RL = 20 log  in
 zin + z0 

(2.1)

Untuk mendapatkan single phase dari bahan magnet berbasis ferrite ini
tidak mudah dilakukan. sintesis barium hexaferrite dapat menghasilkan fasa

pengotor, yaitu: hematite (Fe2O3) dan monoferrite (BaFe2O4) (Wisnu, 2011).
Batuan besi yang disintesis digunakan sebagai material filler pada material
komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi
nanopartikel magnetik, seperti Fe3O4. Besi yang teroksidasi tersebut mempunyai
permeabilitas yang sangat tinggi (Erika, Astuti, 2012).

Menurut Alvin lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan
pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja
yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satu
ponsel masuk dalam skala mikro. Alvin menyimpulkan bahwa cukup berpengaruh
bagi keselamatan penerbangan berpotensi mengganggu komunikasi dan navigasi
(Dessy, dkk, 2013). Serapan gelombang mikro terjadi akibat interaksi gelombang
dengan material yang menghasilkan efek Refflection loss energi yang umumnya
didisipasikan dalam bentuk panas. Gelombang mikro dibagi dalam beberapa

daerah jangkauan yang telah ditetapkan secara internasional. Sesuai tabel 2.1 di
bawah ini.
Tabel 2.1 Pembagian Daerah Jangkauan Gelombang Mikro (Athessia, 2014)
Band
L

R
S
H
C
X
Ku
K
Ka
U
E
F
G

Frequncy Range (GHz)
1,22-1,70
1,70-2,60
2,60-3,95
3,95-5,85
5,85-8,20
8,20-12,4

12,4-18,0
18,0-26,5
26,5-40,0
40,0-60,0
60,0-90,0
90,0-140,0
140,0-220,0

Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetik
dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi
tertentu yang nilai permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatifnya (εr) sesuai
dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga
nilai dari reflection loss yang yang dihasilkan bahan cukup besar (Elwindari,
2012). Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara
umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ketebalan terjadi pada semua
material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Dan serapan
radiasi elektromagnetik pada material magnetik disamping karena faktor
ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar
akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi impedansi material (Priyono,
Musni, 2010). Barium hexaferrite yang memiliki sifat lossy material, mempunyai

faktor loss dieletrik dan loss magnetik yang tinggi sehingga membuat material
tersebut mempunyai sifat yang baik untuk absorpsi gelombang elektromagnetik
(Sulistyo, 2012).

2.3 Barium Heksaferit

Barium Heksaferit merupakan tipe-M, yang lebih dikenal dengan sebutan barium
heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak
dimanfaatkan secara komersial (Darminto, dkk. 2011). Magnet permanen
anisotropi adalah magnet pada pembentukannya dilakukan di dalam medan
magnet sehingga arah dominan partikel-partikelnya mengarah pada satu arah
tertentu (Efhana P.D, dkk, 2013).

BaFe12O19 merupakan golongan heksaferit tipe M. tipe M ini disebut juga
magnetoplumbite. Ion Fe tersusun secara tetrahedral (FeO4) secara trigonal
Bipiramida (FeO5) secara oktrahedral dengan orientasi spin paralel terhadap Fe
pada bidang 4f. Nilai space group p 63/mmc dengan parameter kisi adalah a=
0,58836 nm dimana a=b dan c= 2,306 nm pada temperature ruangan.
Sedangankan densitas Kristal melalui pengukuran dengan X-Ray diperoleh 5,33
gr/cm3 (Wisnu, 2010).


STRUKTUR HEKSAGONAL

c

a

b

Gambar 2.1. Struktur Kristal BaO.6Fe2O3 (Wisnu, 2010)

Sifat magnetik dari MFe12O19 meliputi magnetisasi saturasi (Ms) yaitu
magnetisasi jenuh dimana medan yang diberikan tidak akan mempengaruhi
penambahan nilai magnetisasinya, Remanen (Mr) yaitu magnetisasi total dari
bahan setelah medan dihilangkan dan koersivitas (Hc) yaitu energi yang
diperlukan untuk mengorientasikan spin magnetik ke arah tertentu. Medan
koersivitas menentukan suatu magnet apakah magnet tersebut hard magnetic atau
soft magnetic. Ketiga sifat ini ditentukan dari loop histerisis. Kurva histerisis pada
uji sebuah sampel merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama proses
pembentukan kurva B-H.


Gambar.2.2 Kurva Histerisis (Tri, 2014)

Heksaferit sangat menjanjikan untuk pengembangan material anti radar. Material
Barium M-Heksaferit (BaFe12O19) mempunyai polarisasi magnet saturasi tinggi
(78 emu/g), yang terdiri dari kristal uniaxial anisotropi yang kuat, temperatur
Curie tinggi (450°C) dan medan koersivitas yang besar (6700 Oe), terkait dengan
sangat baik dalam stabilitas kimia dan ketahanannya terhadap korosi (Findah,
Zainuri, 2012).

Magnet pemanen BaFe12O19 sering digunakan dalam aplikasi sebagai
perekam magnetik dan absorber material. Subtitusi ion Fe dengan divalen kation
seperti Co, Mn dan Ti banyak dilakukan untuk meningkatkan sifat magnetiknya.
Subtitusi tersebut dapat mempengaruhi perubahan struktur dan sifat magnetik
BaFe12O19 (widiyanto, 2010). Kombinasi sifat intrinsik antara sifat magnetik dan
sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkan material magnet ferit sebagai

penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi
yang digunakan dalam RADAR. Material tersebut masuk ke dalam kelas
ferrimagnetik dimana ion Fe menempati kisi yang berbeda. Ferrimagnetik ini

memiliki saturasi magnetik total dan koersivitas magnetik yang paling tinggi
diantara kelas ferit lainnya (priyono, 2010).

2.4. Alumina (Al2O3)
Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena harganya yang
tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan ukuran pori dan
distribusi pori yang bervariasi. Disamping itu, alumina mempunyai sifat yang
relatif stabil pada suhu tinggi, mudah dibentuk, memiliki titik leleh yang tinggi,
struktur porinya yang besar dan relatif kuat secara fisik. Pada penelitian ini
alumina digunakan untuk menghambat pertumbuhan grain dalam domain
magnetik. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dan meningkatkan laju
reaksi melalui peningkatan konstanta laju (Indah, dkk, 2012).
Alumina pada penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi γAl2O3 adalah material yang paling banyak digunakan karena memiliki luas area
yang besar dan stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi katalitik
(Ayuko, 2011). Penggunaan alumina sebagai penyangga dapat meningkatkan
kinerja kitalis yang dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan inti aktif
dan untuk menambah fungsi katalis itu sendiri (Dora, 2010).

2.5. Nikel Oksida (NiO)


Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam ini
cocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft (Akda, 2012).
Kombinasi Fe2O3 dan NiO akan memiliki fase yang jenisnya tergantung pada
konsentrasi NiO sebagai aditif. Fase-fase yang terjadi pada keramik kombinasi
Fe2O3 dan NiO hasil pembakaran dapat berbeda-beda sesuai konsentrasi NiO yang
ditambahkan. Tiga fase yang mungkin terbentuk adalah, pertama, Fe2O3 sebagai

matriks dan NiFe2O4 sebagai fase kedua. Kedua, NiO sebagai matriks dan
NiFe2O4 sebagai fase kedua dan ketiga, NiFe2O4 sebagai matriks utama tanpa fase
kedua atau dengan sedikit fase kedua Fe2O3 atau NiO (Suhendi,dkk, 2015). Pada
penelitian ini nikel digunakan untuk menaikkan momen dipol magnetik dalam
bahan sehingga sifat magnetnya akan meningkat.

2.6. Sifat-Sifat Magnet

Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetic antara lain adalah :



Induksi Remanen (Br)
Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi
lunak) menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan
pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada
partikel- partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/



mengarahkan pada kutub utara dan selatan.
Gaya Koersif (Hc)
Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen
setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft
magnetic alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil



daripada magnet permanen.
Gaya Gerak Magnetis (Θ)
Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa
penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks



magnet).
Fluks Magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialah jumlah dari semua garis
fluks magnetik, ini berarti bahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam



dan di sebelah luar kumparan.
Reluktansi Magnet (Rm)
Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang
penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet



bahan, tempat medan magnet.
Suseptibilitas dan Permeabilitas Magnetik

Sifat dan karakterisis bahan magnetik erat kaitannya dengan suseptibilitas
magnetik dan permeabilitas magnetik. Permeabilitas adalah kemampuan
suatu bahan untuk dilewati garis gaya magnet. Suseptibilitas magnetik
adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yang
merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon
terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi
dengan intensitas medan magnet. Permeabilitas dinyatakan dengan simbol
µ. Benda yang mudah dilewati gaya garis magnet karena memiliki
permeabilitas tinggi. Permeabilitas merupakan konstanta pembanding
antara induksi magnet (B) dengan kuat medan (H) yang dihasilkan
magnet.Untuk udara dan bahan non magnetik, permeabilitas dinyatakan
sebagai permeabilitas ruang hampa µ o = 4�.10-7 H/m, yang didefenisikan
sebagai :
B = µo H

(2.2)

Untuk bahan lain maka permeabilitasnya sebanding dengan permeabilitas
ruang hampa dikalikan dengan permeabilitas relative bahan µ r sehingga
diperoleh :
B = µo µr H
Dengan permeabilitas relatif didefinisikan sebagai :

µr =

µ

(2.3)

µo

Pada ruang hampa µ r = 1 dan µ o µ r = sering dikenal sebagai permeabilitas
absolut.
Secara umum suseptibilitas magnetik dapat ditulis sebagai berikut :

χm =




(2.4)

χm adalah suseptibilitas magnet bahan, M adalah intensitas magnetik dan
H adalah kuat medan magnet. Berdasarkan nilai suseptibilitas ini dapat

diketahui jenis bahan magnet yaitu : χm < 0 : bahan diamagnetik, χm : > 0

dan χm 0 dan
ferromagnetic.

χm >> 1 : bahan

2.7. Jenis Kemagnetan

Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi tiga kategori
yaitu

ferromagnetik,

paramagnetik,

diamagnetik,

antiferromagnetik,

dan

ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan
magnet tersebut.

2.7.1. Diamagnetik

Diamagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik yang kecil dan bernilai negatif.
Diamagnetik merupakan sifat magnet yang paling lemah, yang tidak permanen
dan hanya muncul selama berada dalam medan magnet luar. Besarnya momen
magnetic yang diinduksikan sangat kecil dan dengan arah yang berlawanan
dengan arah medan luar.

2.7.2. Paramagnetik

Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas magnet yang kecil
namun masih bernilai posif. Dengan adanya medan magnet luar yang diberikan
pada material paramagnetik, mengakibatkan dwikutub atom yang bebas berotasi
akan mensejajarkan arah sesuai dengan arah medan magnet. Kemudian memiliki
permeabilitas relatif (>1) dan suseptibilitas magnetik akan sedikit naik. Oleh
karena itu, magnetisasi bahan akan muncul jika ada medan dari luar serta dipol
magnetik bertindak secara individual tanpa saling berinteraksi dengan dipol yang
berdekatan. Dipol yang sejajar dengan medan magnet luar, akan memunculkan
permeabilitas relatif yang lebih besar.

Gambar 2.3 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum
diberi medan magnet luar (Tri, 2014)

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan
berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah
dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen
magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Suseptibilitas
magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5
sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ0.

Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah
diberi medan magnet luar

2.7.3. Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomik
besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada
bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada
atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masingmasing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan
magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih
besar.

Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik

sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan
sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok,
kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan
ferromagnetik, akan mensejajarkan

diri dengan medan eksternal pada titik

saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan
medan magnet luar tidak memberi pengaruh karena tidak ada lagi domain yang
perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini
juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar
dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik
sebagai sumber magnet permanen (E.Afza, 2011).

Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah
yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang
lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan
magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Bila medan magnetik
ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan
ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan,
sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur
Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.

Histeresis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh sistem dimana sistem tidak
secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi
secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya.
Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada pada
medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan
bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan ferromagnetik tersusun secara
teratur (Ahmad Yani, 2002).

2.7.4. Antiferromagnetik

Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah.
Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal.
Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada unsur Cromium,
tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan.
Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi
paramagnetic.
2.7.5. Ferrimagnetik

Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara
paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium
adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik.

Gambar 2.5. arah domain (a) paramagnetik (c) ferromagnetik (d)
antiferromagnetik (e) ferrimagnetik (Dyah, Ratih, 2010)

2.8 Kurva Histerisis

Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus
dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga
suseptibilitas magnetik bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum
kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar
2.3 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.

Gambar 2.6 Kurva Induksi Normal

Pada Gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas
magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan
memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk
membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas
magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada
harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik
arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka
kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis.
Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang.
Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen (E.Afza, 2011).

2.9 Bahan Soft Magnetic
Bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas
rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi
dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang
histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh
komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalen
seperti Ni2 + untuk Fe2 + di FeO-Fe2O3 akan mengubah saturasi magnetisasi.
Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic
atau material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan
material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersivitas
yang kuat.
Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk
kurva histerisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi.
misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai
medan magnet perubahan besar atau arah. cacat struktural seperti partikel dari fase
nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak
domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya,
bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. karakteristik
histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh
perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet.

2.10 Bahan Hard Magnetic

Bahan Hard magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki
resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis
bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks
kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi
histerisis. Diamagnetisme adalah bentuk magnet yang sangat lemah yang tidak
tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan

magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang
berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr
relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet
negatif yang besarnya bahan diamagnetik adalah di urutan 10-5. Ketika
ditempatkan di antara kutub dari eletromagnet yang kuat, bahan diamagnetik
tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena
begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada
(William D. C, 2011).

(a)

Soft Magnetic

(b) Hard Magnetic

Gambar 2.7 Skematik Kurva Magnetisasi Untuk Bahan Soft dan Hard Magnetic

Material lunak pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar
(b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan
berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen
tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan
medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah
berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta
mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.7 Nilai H
yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam,
dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya (E.Afza, 2011).