STUDI PENENTUAN PERBANDINGAN AMPAS SAGU TERHADAP TEPUNG BERAS UNTUK PRODUKSI PIGMEN ANGKAK DARI MONASCUS PURPUREUS The Study of Determination Sago Hampas Comparison Toward Rice Flour to Production of Angkak Pigment with Monascus purpureus

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

STUDI PENENTUAN PERBANDINGAN AMPAS SAGU TERHADAP TEPUNG
BERAS UNTUK PRODUKSI PIGMEN ANGKAK DARI MONASCUS
PURPUREUS
The Study of Determination Sago Hampas Comparison Toward Rice Flour to
Production of Angkak Pigment with Monascus purpureus
Alfi Asben1*, Wenny Surya Murtius1, Puti Helmia1
1

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Andalas, Padang
*Email : alfi_asben@yahoo.com

Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik pigmen angkak yang
diproduksi dari substrat ampas sagu dengan tepung beras, dan menentukan
perbandingan yang tepat antara ampas sagu dengan tepung beras dalam memproduksi
pigmen angkak. Penelitian dilaksanakan dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan adalah perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras (g : g) yaitu : A

1:1 (12.50 :12.50), B 2:1 (16.70 : 8.30), C 3:1 (18.75 : 6.25), D 4:1 (20.00 : 5.00),
dan E 5:1 (20.85 : 4.17).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbedaan
perbandingan antara ampas sagu terhadap tepung beras yang semakin tinggi
menghasilkan intensitas pigmen angkak, pH, dan aktivitas antioksidan yang makin
rendah kecuali residu pati. Perbandingan antara ampas sagu terhadap tepung beras
yang tepat adalah perlakuan A 1:1 (12.5 : 12.5) dengan nilai intensitas pigmen pada
w a r n a k u n i n g ( λ 400 nm) dan w a r n a m e r a h ( λ 500 nm) adalah 9.72 dan 9.09 masing-masingnya,
dengan nilai pH 4.53, residu pati 10.90%, aktivitas antioksidan 67.69 (pada konsentrasi 1000 ppm) dan
lovastatin sebesar 256 ppm.
Kata kunci: Intensitas pigmen, pati, antioksidan, lovastatin.

Abstract
The objectives of the research w e r e to know the characteristic of angkak pigment that
produced from rice flour and sago hampas substrates, and to determine of the appropriate comparison
between sago hampas toward rice flour in producing angkak pigment. The research had done with 5
treatments and 3 replications. The treatments were a comparison of sago hampas toward rice flour (g
: g) i.e.; A 1:1 (12.50:12.50), B 2:1 (16.70: 8.30), C 3:1 (18.75:6.25), D 4:1 (20.00:5.00) and E 5:1
(20.83: 4.17). The result showed t h a t t h e h i g h e r different comparison between sago
hampas toward rice flour the lower in pigment intensity, pH, antioxidant activity, except to residue

of starch. The appropriate comparison between sago hampas toward rice flour to producing angkak
pigment of Monascus purpureus was A 1:1 (12.50:12.50) treatment with pigment intensity in yellow (λ
400 nm) and red colour (λ 500 nm) were 9.72 and 9.09 respectively, with pH 4.53, residue of starch
10.90%, antioxidant activity 67.69 (concentration 1000 ppm) and lovastatin 256 ppm.
Keywords: Pigment intensity, starch, antioxidant, lovastatin.

PENDAHULUAN
Pewarna sintetik dapat berdampak kurang baik bagi kesehatan tubuh kita,
dimana pewarna sintetik ini dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan, gangguan
fungsi hati, gangguan perilaku pada anak, mempengaruhi fungsi otak dan kanker
(Nasution, 2014) dalam penggunaan yang tidak tepat. Kondisi ini memerlukan kajian

1

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

untuk pengembangan pewarna alami. Angkak merupakan salah satu pewarna alami
yang dapat digunakan dan dikembangkan. Penggunaan angkak sebagai pewarna telah
banyak diaplikasikan khususnya di wilayah Asia. Angkak diketahui memiliki warna

yang konsisten tetapi kurang stabil terhadap pengaruh fisik dan kimia seperti panas,
sinar-UV dan sinar matahari, walaupun demikian pigmen angkak dapat bercampur
dengan pewarna alami lainnya dengan bahan makanan.
Produksi angkak dengan sistem fermentasi padat dilakukan secara tradisional
menggunakan beras sebagai substrat. Namun, saat ini angkak juga banyak diproduksi
dari berbagai substrat, seperti limbah industri makanan, diantaranya dedak padi,
ampas tahu dan onggok ( Kusumawati, Suranto dan Setyaningsih, 2005). Bahan
lain yang banyak mengandung pati dan juga potensial untuk digunakan sebagai
substrat angkak adalah ampas sagu. Pembuatan angkak pada penelitian ini
menggunakan ampas sagu dan tepung beras sebagai substrat. Pemanfaatan ampas sagu
saat ini masih terbatas dan biasanya dibuang begitu saja ketempat penampungan atau
ke sungai yang ada di sekitar daerah penghasil, sehingga ampas sagu berpotensi
menimbulkan dampak pencemaran lingkungan. Pemanfaat ampas sagu ini dapat
mengurangi efek pencemaran lingkungan.
Asben, Irawadi, Syamsu dan Haska (2012) menyatakan, persentase kandungan
bahan utama ampas sagu yaitu, hemiselulosa 14%, selulosa 21%, lemak 2%, protein
kasar 1%, lignin 6%, pati 51% dan lainnya 5%. Pada ampas sagu ini ternyata masih
ditemui banyak mengandung pati. Rendahnya kandungan protein ampas sagu
menyebabkan perlunya penambahan bahan pangan sebagai sumber protein. Tepung
beras merupakan salah satu produk olahan beras yang banyak mengandung pati dan

juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 7.00 g per 100 g
bahan (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996). Dengan kandungan nutrisi
yang cukup ini terutama karbon dan nitrogen akan menunjang pertumbuhan
mikroorganisme selama proses fermentasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan rangkaian percobaan di laboratorium, dimana
pelaksanan penelitian bertempat di laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil
Pertanian
dan laboratorium Instrumentasi Pusat Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Andalas.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat murni Monascus
purpureus (M. purpureus) (IPB Culture Collection), tepung beras, ampas sagu yang
diambil dari Nagari Koto Marapak, Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman,
media Potato Dextrose Agar (PDA), garam fisiologis, aquades steril, starter, larutan
glukosa, HCL 3%, NaOH 20%, luff schrool, KI 20%, H2SO4 25%, indikator kanji
0.5%, kertas pH, Na2S2O3 (thio) 0,1N, methanol, DPPH, larva udang Artemian salina
Leach yang diperoleh dari Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas, air laut,

DMSO, asetonitril, asam fosfat, dan standar lovastatin (cholvastin, SANBE).
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan dan analisis angkak adalah peralatan
gelas (pyrex), ayakan 40 mesh (Endecotef BS410), timbangan analitik (Kern),
incubator (Memmert), hot plate stirrer (Velp scientific), spektrofotometer (Shimadzu

2

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

UV 1800), pH meter (Delta OHM MD), oven (Memmert-UNB400), autoclave
(Haryama), haemocytometer (Nesco, Neubauer), cabinet dryer (Corsair
manufacturing), mikroskop (Nikon), ultrasonicbath (Elma S300H), HPLC (Shimadzu
UFLC), pendingin tegak, sentrifuse, blender (Miyako), laminar flow (Telstar), pipet
mikro (Dragon Lab), vortex (VM -300), shaker incubator (Wise Cube), water bath
shaker (Julabo) dan colony counter.
Prosedur Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian produksi pigmen angkak dilakukan dengan menggunakan variasi

perbandingan ampas sagu dterhadap tepung beras. Penelitian ini menggunakan 5
perlakuan dan 3 ulangan. Data diolah secara statistik dengan hitung rata-rata. Variasi
perlakuan percobaan disajikan sebagai berikut :
A. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 1:1 (12.50 g :12.50 g)
B. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 2:1 (16.70 g : 8.30 g)
C Perbandingan ampas sagu : tepung beras 3:1 (18.75 g : 6.25 g)
D. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 4:1 (20.00 g : 5.00 g)
E. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 5:1 (20,83 g : 4,17 g)
Pelaksanan Penelitian
Persiapan Bahan Baku Sebagai Substrat
Ampas sagu yang diambil dari lapangan selanjutnya dikeringkan sampai
kadar air 10-11%, Kemudian ampas sagu dikecilkan dengan ukuran 40-60 mesh.
Tepung beras yang digunakan berasal dari tepung beras yang dibeli di pasar, dimana
kadar airnya diketahui 9.35%.
Persiapan Kultur (Asben dan Kasim, 2015)
Biakan murni M. purpureus diinkubasi pada suhu 28- 30oC pada agar miring
PDA. Biakan siap dipakai setelah berumur 21 hari. Selanjutnya, lepaskan askospora
maupun konidia yang ada pada permukaan agar menggunakan lup inokulasi
dengan cara memasukkan 5 ml aquades steril ke dalam 1 testube agar miring dan
digerus menggunakan jarum ose sehingga askospora dan konidia terlepas. Selanjutnya,

hitung spora dengan menggunakan haemocytometer.
Fermentasi Ampas Sagu dan Tepung Beras Sebagai Media Padat (Asben
dan Kasim, 2015)
Erlenmeyer 250 ml steril disiapkan sebanyak 5 buah. Masukkan substrat sesuai
perlakuan, yaitu (A) ampas sagu : tepung beras 1 : 1 (12.50 g : 12.50 g), (B) ampas sagu
: tepung beras 2 : 1 (16.70 g : 8.30 g), (C) ampas sagu : tepung beras 3 : 1 (18.75 g :
6.25 g), (D) ampas sagu : tepung beras 4 : 1 (20.00 g : 5.00 g), (E) ampas sagu : tepung
beras 5 : 1 (20.83 g : 4.17 g). Ampas sagu yang digunakan adalah lolos 40 mesh dan
tertampung 60 mesh. Tambahkan larutan glukosa 2.5% sampai kadar air substart
mencapai ±50%, ukur pH dan kandungan pati substrat awal. Lakukan
sterilisasi. Selanjutnya dimasukkan inokulum M. purpureus sebanyak 10%. Diadukaduk substrat hingga homogen. Inkubasi pada suhu ruang 28-30oC selama 21 hari.
Selanjunya hasil fermentasi dikeringkan selama 48 jam pada kondisi yang sama pada
suhu 40-45oC dalam cabinet drying. Hitung dan tentukan kadar air produk angkak
setelah jadi serbuk sekitar 6- 7%. Pigmen angkak siap dianalisis. Lakukan hal yang
sama untuk ulangan 2 dan 3.
Pengamatan

3

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017

Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

Pengamatan yang dilakukan pada bahan baku dan substrat awal yaitu kadar
air , pH dan kadar pati awal (AOAC, 2005); pada kultur yaitu dengan perhitungan
jumlah spora dengan haemocytometer; produk angkak yaitu kadar air dan pH (AOAC,
2005), intensitas pigmen (Kasim et al, 2006a), uji pati (Luff Schrool), uji aktivitas
antioksidan (metode DPPH; Anggraini, 2013), uji lovastatin (Kasim, Suharna, dan
Nurhidayat, 2006a) dan uji toksisitas (Hernindia et al, 2014),
HASIL DAN PEMBAHASAN
Substrat Awal
Ampas sagu yang diperbandingkan dengan tepung beras sesuai perlakuan
dianalisis untuk mengetahui kondisi awal yang mendukung proses fermentasi M.
purpureus. Adapun data hasil analisis substrat awal untuk fermentasi pigmen angkak
ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Analisis Substrat Awal untuk Fermentasi Angkak Ampas Sagu-Tepung
Beras.
Perlakuan (Perbandingan Ampas Sagu
dengan Tepung Beras)

Kadar Air (%)


pH

A (1:1)

48.03 ± 0.86

5.75 ± 0.07

44.03 ± 0.55

B (2:1)

47.73 ± 0.02

5.70 ± 0.14

43.51 ± 0.61

C (3:1)


48.55 ± 1.96

5.75 ± 0.07

43.12 ± 0.46

D (4:1)

47.99 ± 0.14

5.65 ± 0.07

42.22 ± 0.31

E (5:1)

47.90 ± 0.21

5.60 ±0.00


41.54 ± 0.15

Pati (%)

Keterangan : ± menunjukan nilai standar deviasi.

Kadar air pada substrat awal berkisar antara 47.73 sampai 48.55%. Kadar
air ini cukup mendukung untuk pertumbuhan awal M. purpureus, dimana berdasarkan
penelitian Asben dan Kasim (2015), kadar air awal yang baik untuk menghasilkan
pigmen alami pada produk angkak adalah ±50%.
M. purpurues adalah salah satu mikroorganisme dalam kelompok fungi
(kapang). Umumnya , pada kadar air substrat yang tinggi (80%) pertumbuhan
miselium kapang terhambat karena terjadinya penurunan porositas medium dan laju
difusi oksigen yang menyebabkan perpindahan panas dan masa berlangsung kurang
baik. Pada substrat dengan kadar air yang rendah (kecil 40%) mengakibatkan aktivitas
metabolit mikroorganisme rendah sehingga pertumbuhan kapang tidak baik
Nilai pH pada substrat awal yang berkisar antara 5.60-5.75, dianggap sudah
memenuhi kondisi optimal untuk pertumbuhan M. purpureus. Kapang mempunyai
pH optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 5-7 (Jaelani, 2007), Sedangkan untuk
nilai kadar pati pada substrat awal yang diperoleh adalah berkisar 41.54 – 44.03%.
Kadar pati ini dianggap cukup untuk menunjang pertumbuhan M. purpureus. Kadar
pati ini dihitung pada kandungan kadar air substrat sekitar ± 50%. Perbandingn pati
ampas sagu yang semakin besar digunakan menyebabkan ketersedian pati menurun, hal
ini disebabkan kadar pati pada tepung beras lebih besar dari kadar ampas sagu.
4

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

Jumlah Spora awal
Pengukuran jumlah spora dilakukan untuk mengetahui kecukupan spora bagi
pertumbuhan kapang dalam produksi pigmen angkak. Hasil analisis spora M. purpureus
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Pengukuran Jumlah Spora M. purpureus yang Digunakan Untuk Produksi
Pigmen Angkak.
Ulangan

Jumlah spora (sel/mL)

1
2
3

2.05 ± 0.25 X 106
2.18 ± 0.17 X 106
2.00 ± 010 X 106

Rata-rata

2.08 ± 0.17 X 06

Keterangan : ± menunjukan nilai standar deviasi.

Hasil pengukuran jumlah spora M. purpureus setiap ulangan yang akan
digunakan untuk produksi pigemen angkak menunjukkan hasil tidak jauh berbeda,
dimana rata-ratanya adalah 2.08 x 106 sel/ml. Penambahan inokulum M purpureus
dalam bentuk spora telah menenuhi persyaratan untuk dapat terlaksanaknya proses
produksi angkak, dimana jumlah spora/sel yang dianjurkan untuk fermentasi padat
umumnya adalah sebanyak 2 x 106 hingga 2 x 108
sel/ml. (Gonzalez dan
Mejia, 1996; cit Zubaidah dan Sari, 2015). Fermentasi angkak yang menggunakan
media padat pada umumnya memerlukan inokulum dalam jumlah yang tinggi untuk
mencegah tumbuhnya kontaminan dan mendorong produksi pigmen yang besar.
Produk Pigmen Angkak
(i) Kadar air, pH, dan Pati Sisa
Pigmen angkak yang dihasilkan dengan perbandingan ampas sagu terhadap
tepung beras menggunakan kapang M. purpureus telah berhasil didapatkan. Hasil
analisis produk pigmen angkak meliputi kadar air, pH dan pati sisa dapat dilihat pada
Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil analisis Kadar Air, pH dan Pati Sisa Pigmen Angkak Ampas Sagu
Tepung Beras.
Perlakuan (Perban-dingan
Ampas Sagu dengan
Kadar Air (%)
Nilai pH
Pati sisa (%)
Tepung Beras)
A (1:1)
7.04± 0.45
4.53± 0.05
10.90 ± 0.26
B (2:1)
7.35± 0.26
4.43± 0.05
11.20 ± 0.28
C (3:1)
6.97± 0.17
4.30± 0.00
21.86 ± 0.09
D (4:1)
7.06± 0.80
4.23±0.05
32.45 ± 0.31
E (5:1)
7.08±0.16
4.10± 0.00
32.55 ± 0.39
Keterangan : ± menunjukan nilai standar deviasi.

5

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

Kadar air untuk produk angkak y a n g d i h a s i l k a n berkisar antara 6.97 –
7.35%. Pada kandungan/kadar air yang relatif sama ini maka kandungan bahan lain
pada produk tersebut dapat diperbandingkan (Asben dan Kasim, 2015). Rendahnya
kadar air tidak akan mempengaruhi produk selama proses penyimpanan, malah akan
mempertahankan kondisi pigmen selama penyimpanan, karena faktor perusak dari
mikroba bisa diminimalkan.
Semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama setelah difermentasi selama 21
hari, dimana nilai pH mengalami penurunan dari sekitar 5.60-5.75 (Tabel 1) menjadi
sekitar 4.10-4.53. Penurunan pH selama fermentasi memperlihat kecenderungan
bahwa pertumbuhan M. purpureus juga mengalami penurunan akibat kondisi pH yang
semakin jauh dari kondisi optimumnya. Hal ini diperkuat juga dengan data hasil uji
kadar pati sisa.
Perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras yang semakin besar,
menunjukkan pH produk semakin menurun. Penurunan pH akhir dibandingkan dari
kondisi optimumnya 5-7 memperlihatkan telah terjadinya serangkan proses
metabolisme yang menyebabkan menurunkan pH. Jika diperbandingkan
antara perlakuan, terlihat bahwa semakin rendah kandungan pati (Tabel
1) mempengaruhi terhadap kondisi fermentasi yang terjadi. Semakin
kurang pati yang tersedia (terutama dari tepung beras), proses
fermentasi terlihat kurang optimal. Hal ini dilihat dengan semakin
jauhnya (rendah) pH pada perlakuan yang terkait, dari kondisi pH
optimalnya.
Hal ini juga ditunjukkan dengan pati sisa yang juga
semakin besar untuk perlakuan peningkatan perbandingan ampas sagu
terhadap tepung beras yang semakin besar pula (Tabel 3).
Kapang M. purpureus membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati
sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi. Senyawa karbon merupakan sumber
energi dalam pembentukan sel kapang dan pigmen. M. purpureus menghasilkan enzim
amilase dan protease (Rahayu, Indarti, Utami, Haryani dan Cahyanto, 1993). Hal
tersebut menyebabkan M. purpureus dapat tumbuh dengan baik pada medium yang
mengandung pati dan protein (Purwanto, 2011).
Dibandingkan kadar pati substrat awal yaitu pati dari ampas sagu maka pati
pada perlakuan A (1 :1) dikonversi lebih baik. Hal ini juga diperkuat dengan proses
fermentasi yang sangat baik pada perlakuan perbandingan ampas sagu dan tepung
beras 1:1 dimana pH semakin mendekati pH optimum.
Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian berlignoselulosa dengan
kandungan pati yang cukup tinggi. Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian yang
spesifik karena kandungan pati yang terdapat disekitar bahan lignoselulosanya (Asben
et al.,2012). Chew dan Shim (1993) menyatakan bahwa hasil pengujian mikroskopik
menggambarkan sejumlah besar pati terperangkap dalam matrik lignoselulosa. Hal ini
menyebabkan M. purpureus sulit memanfaatkan pati dari ampas sagu dimana
kandungan proein juga rendah. Sedangkan tepung beras memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi untuk dijadikan sebagai substrat angkak. Campuran tepung beras
pada substrat angkak bertujuan sebagai sumber nitrogen bagi mikroba selama proses
fermentasi.
Kadar pati mengalami penurunan setelah difermentasi. Hal ini terjadi karena
adanya aktivitas metabolisme dari kapang M. purpureus yang menghasilkan enzimenzim pemecah pati. Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat), macam mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
6

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

dan metabolisme mikroba tersebut (Uhi, 2007). Kadar pati yang tersisa semakin tinggi
dengan semakin tingginya tingginya penggunaan ampas sagu menunjukkan bahwa pati
yang cederung dimanfaatkan berasal dari pati tepung beras. Hal ini berkaitan dengan
kandungan protein (unsur N) yang ada pada bahan, dimana tepung beras mengandung
protein lebih besar dari ampas sagu sehingga cocok untuk pertumbuhan M. purpureus.
(ii) Intensitas Pigmen (Warna)
Intensitas pigmen angkak diukur dpada panjang gelombang yang sesuai untuk
masing-masing warna yang dianalisis, yaitu warna kuning dan warna merah. Hasil
pengukuran intensitas warna ditampilkan pada gambar berikut :
12
10
8
6
4
2
0

9.72 9.09
5.5 4.82
3.02 2.85

A (1:1)

B (2:1)

C (3:1)

2.23 2.09

1.59 1.8

D (4:1)

E (5:1)

Intensitas Warna (absorbansi) λ 400 nm
Intensitas Warna (absorbansi) λ 500 nm

Gambar 1. Hasil nalisis Intensitas Warna Pigmen Angkak Ampas Sagu-Tepung
Beras pada 2 Panjang Gelombang.
Berdasarkan data dari Gambar 1 di atas, intensitas pigmen mengalami penurunan seiring dengan semakin tinggi konsentrasi ampas sagu diberikan dimana
intensitas pigmen yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini diduga terjadi karena
perbedaan perbandingan jumlah sumber karbon dan sumber nitrogen yang akan
digunakan oleh M. purpureus dalam memproduksi pigmen pada substrat
pertumbuhannya semakin besar. Kata lain perbandingan nutrisi sebagai sumber C dan
N bagi M. purpureus makin jauh berbeda dan unsur N untuk menyeimbangkan
pertumbuhan makin kecil dengan semakin tingginya penggunaan ampas sagu.
Pada dasarnya produksi pigmen dipengaruhi oleh kadar pati pada substrat,
tetapi unsur nitrogen dari protein juga memperngaruhi. Dari hasil pengujian kadar pati
(Tabel 3) bisa dilihat hubungan antara kadar pigmen dengan jumlah pati yang
digunakan selama proses fermentasi. Dimana produk dengan kadar pigmen yang tinggi,
M. purpureus menggunakan pati dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga kadar pati
yang tertinggal pada produk sedikit.
Keadaan di atas kurang sesuai dengan kondisi fermentasi yang biasa terjadi
dimana apabila konsentrasi karbon dalam media meningkat harus diimbangi dengan
peningkatan konsentrasi nitrogen yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan
maksimum dan pembentukan pigmen. Kusumawati et al. (2005) juga
menjelaskan bahwa perbandingan karbon dan nitrogen yang berbeda didalam media
akan menyebabkan intensitas warna yang dihasilkan juga akan berbeda.
Nilai absorbansi pada panjang gelombang 400 nm (kuning) pada setiap
perlakuan menunjukkan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan nilai absorbansi

7

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

panjang gelombang 500 nm (merah), yang artinya pigmen kuning yang dihasilkan oleh
produk angkak mempunyai nilai lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Asben dan Kasim (2015), dimana pigmen tertinggi angkak dari
ampas sagu dan tepung beras adalah pigmen kuning.
Pembentukan pigmen Monascus purpureus dimulai pada fase pertumbuhan
lambat dan meningkat pada fase stasioner. Nutrisi yang terkandung pada media
terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi pertumbuhan. Apabila pertumbuhan
mencapai maksimum, nutrisi yang tersisa pada media digunakan untuk pembentukan
pigmen (Kusumawati et al., 2005).
Hasil penelitian secara menyeluruh memperlihatkan bahwa parameter analisis
yang dilakukan memperlihatkan bahwa perbandingan ampas sagu terhadap tepung
beras dengan perlakuan A (1 : 1) memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan
lain terutama dari nilai intesitas warnanya. Selanjutnya untuk parameter analisis
spesifik lainnya seperti antioksidan, kadarr lovastatin dan uji toksiistas dilakukan pada
perlakuan yang memberikan hasil terbaik ini yaitu perlakuan A (1 : 1 )
(iii) Antioksidan, Lovastatin dan Uji Toksisitas (Produk Dengan Intensitas
Pigmen Tertinggi)
Hasil analisisis antioksidan, lovastatin dan uji toksisitas terhadap perlakuan
perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras 1 : 1 (A) ditampilkan pada Tabel 4
berikut ini :
Tabel 4. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan, Kadar Lovastatin dan Pengujian
Toksisitas Pada Produk Pigmentan Antang dengan perbandingan Ampas
sagu dengan Tepung beras 1 : 1
Perlakuan
(Perbandingan
Ampas Sagu
terhadap Tepoung
Beras)

Antioksidan
(%)

Lovastatin
(ppm)

Toksisitas (LC 50
(µm/mL)

A (1 : 1)

67.69 ± 2.72

256

1191.3

Aktivitas antioksidan pimen angkak ini cukup baik dimana aktivitas antioksidan dalam
pigmen mampu mengatasi radikal bebas dari DPPH dalam mengoksidasi bahan. Pada
konsentrasi pigmen angkak kasar 1000 ppm telah mampu mengatisipasi pengaruh
radikal bebas DPPH sebanyak 67.69 % sehingga oksidasi bisa dihambat. Kemampuan
aktivitas antioksidan pada angkak dipengaruhi pigmen yang ada, terutama pigmen
merah yang diduga mengandung antosianin. Wanti (2008) menyatakan warna merah
yang dihasilkan M. purpureus merupakan pigemn alami yang mengandung antosianin
yang dapat berperan sebagai antioksidan. Makin tinggi intesitas pigemen merah (λ 500
nm) pada angkak makin tinggi aktivitas antioksiannya.
Hasil analisa kadar lovastatin memperlihatkan bahwa, angkak dari ampas sagu
dan tepung beras mampu memproduksi lovastatin. Lovastatin pada angkak dapat
dihasilkan pada angkak setelah M. purpureus yang digunakan mampu menghasilkan
warna merah pada substrat. Dinyatakan Purwanto (2011), M. purpureus akan mampu
dan memasuki masa produksi lovastatin jika warna miselium telah berubah warna
menjadi kemerahan. Secara umum kadar lovastatin ini berhubungan erat dengan
intensitas pigmen yang dihasilkan. Warna pigmen dapat mengidentifikasikan banyaknya

8

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

lovastatin yang diproduksi. Kasim et al., (2006a) menyatkan, semakin pekat warna
pigmen yang dihasilkan, maka semakin banyak lovastatin yang diproduksi.
Hasil pengukuran lovastatin menggunakan substrat ampas sagu dan tepung beras
lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan beras putih sebagai substrat.
Berdasarkan penelitian Kasim et al. (2006a), dimana kandungan lovastatin yang
dihasilkan mencapai 0,2%. Kadar monakolin (lovastatin) paling tinggi dihasilkan pada
fermentasi beras oleh M. purpureus selama 14 hari. Pembentukan monakolin oleh
M. purpureus terjadi setelah fase stasioner pertumbuhan (Kasim, Kurniawati, dan
Nurhidayat, 2006b). Diperkirakan kadar lovastatin produk angkak dari ampas sagu
dengan tepung beras dengan perbandingan 1:1 akan menghasilkan hasil yang lebih
tinggi pada lama fermentasi 14 hari. Hasil yang dilaporkan pada penelitian ini adalah
dengan lama fermentasi 21 hari. Hubungan antara lama fermentasi dengan kandungan
lovastatin pada angkak belum dilaporkan secara jelas.
Suatu senyawa dinyatakan mempunyai toksisitas akut jika mempunyai nilai
LC50 kurang dari 1000 µg/mL. LC50 (Lethal Concentration 50) merupakan
konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian 50% hewan percobaan, yaitu
larva Artemia salina Leach (Rolliana, 2010). Pigmen angkak hasil produksi
mengunakan M. purpureus dengan substrat ampas sagu dengan tepung beras
(perbandingan 1 : 1) menghasilkan nilai LC50 diatas 1000 µg/mL (Tabel 4) sehingga
bisa dinyatakan produk tidak mempunyai kandungan racun yang bersifat akut. Nilai ini
mengindikasikan produk ini layak untuk dikembangkan. Nilai LC50 untuk perlakuan
perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras 1 : 1 (A) ini merupakan nilai terendah
dibandingkan perlakuan lainnya (data tidak ditampilkan). Semakin berkurang ampas sagu
yang digunakan LC50 makin tinggi.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Perlakuan perbandingan ampas sagu yang semakin besar terhadap tepung
beras memberikan
perbedaan
pada
intensitas
pigmen angkak yang
dihasilkan semakin rendah, menghasilkan pH dan kadar antioksidan semakin
rendah dengan pati sisa yang semakin tinggi. Produk angkak yang dihasilkan
tidak bersifat toksit.
2. Perbandingan antara ampas sagu terhadap tepung beras yang tepat
adalah perlakuan A 1:1 (12.5 g : 12.5g) dengan nilai intensitas
pigmen pada warna kuning (λ 400 nm) dan warna merah (λ 500 nm)
adalah 9.72 dan 9.09 masing-masingnya, dengan nilai pH 4.53, residu pati 10.90%,
aktivitas antioksidan 67.69 (pada konsentrasi 1000 ppm) dan lovastatin sebesar 256
ppm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada Kementrian Ristekdikti yang telah
membiayai penelitian ini lewat Dana DIPA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Andalas Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, T. 2013. The Exotic Plants of Indonesia: Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa),Sikaduduak (Melastoma malabathricum Linn) and Mengkudu
(Morinda citrifolia) as Potent Antioxidant Sources. Progress report. Daikin
University – Andalas University. The Australian Indonesian Research Institute
for Humanity and Development

9

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methode of
Analysis of Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC:
AOAC International.
Asben, A., Irawadi, T. T., Syamsu, K., dan Haska, N. 2012. Kajian Potensi dan
Pemanfaatan Limbah Ampas Sagu Setelah Pretreatment. LUMBUNG / jurnal
Penelitian Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh 11 (1).
Asben, A dan Kasim, A. 2015. Studi Lama Fermentasi dan Tingkat Kadar Air dalam
Produksi Pigmen Angkak pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras
Menggunakan Monascus purpureus. Di dalam: Prosiding Seminar Agroindustri
dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI; Madura: 2-3. September 2015. Madura:
Program Studi TIP- UTM: 185-191.
Chew TY, Shim YL. 1993. Management of Sago Processing Wastes. In: Yeoh BG,
Chee KS, Phang SM, Isa Z, Idris A, Mohamed M, eds. Waste management in
Malaysia – current status and prospects for bioremediation. Kuala Lumpur:
Ministry of Science, Technology and the Environment.
Direktorat Gizi Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Jaelani, A. 2007. Optimalisasi Fermentasi Bungkil Inti Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
oleh Kapang Trichoderma reesei. Jurnal Ilmu Ternak 7 (2):87-94.
Kasim, E., Suharna, N., dan Nurhidayat, N. 2006a.Kandungan Pigmen dan
Lovastatin pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9
yang Difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas 7
(1): 7-9.
Kasim., Kurniawati, Y., dan Nurhidayat, N. 2006b. Pemanfaatan Isolate Lokal
Monascus purpureus Untuk Menurunkan Kolesterol Darah Pada Tikus
Putih Galur Sprague Dawley. Biodiversitas 7(2): 123-126.
Kusumawati, T. H., Suranto., dan Setyaningsih, R. 2005.Kajian Pembentukan Warna
pada Monascus- Nata Kompleks dengan Menggunakan Kombinasi Ekstrak
Beras, Ampas Tahu dan Dedak Padi sebagai Media. Biodiversitas 6 No. 3:
160-163.
Nasution, A. S. 2014. Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan dan Minuman
Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tanggerang Selatan. [Skripsi]. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. 78 hal.
Purwanto, A. 2011. Produksi Angkak oleh Monascus purpureus dengan Menggunakan
Beberapa Varietas Padi yang Berbeda Tingkat Kepulenannya. Widya Warta
(1): 40-56.
Rahayu, E. S. R., Indarti, T., Utami, E., Haryani., dan Cahyanto, M. N. 1993. Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta. PAU Pangan dan Gizi Universitas
Gajah Mada.
Rolliana, E. R. 2010. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kamboja (Plumeria
alba L) TerhadapLarva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BST). Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Program
Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Timotius, K. H. 2004. Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus. Jurnal Teknik
dan Industri Pangan 15 (1): 79-85.

10

Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017

Uhi, H. T. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu (Metroxylon Sp) Melalui BioFermentasi. Jurnal Ilmu Ternak 7 (1): 26-31.
Wanti, S. 2008. Pengaruh Berbagai Jenis Beras Terhadap Aktivitas Antioksidan pada
Angkak oleh Monascus
purpureus.
[Skripsi].
Surakarta: Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret. 48 hal.
Zubaidah, E., dan Sari, D. P. 2015. Pengaruh Penambahan Kacang Hijau Pada Media
Beras IR36 Terhadap Pigmen dan Lovastatin Angkak. Jurnal Pangan dan
Agroindustri 3 (3): 962-971.

11

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26