Kinerja perusahaan daerah air minum (PDAM) kota Surakarta berdasarkan balanced performance measurement

Disusun Oleh : Prihatiningsih

D0106081

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah harus mempunyai sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan didaerahnya masing-masing. Salah satu perwujudan dari konsep ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 79. Dalam pasal ini disebutkan bahwa salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Peranan perusahaan daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwujudkan dalam bentuk pembagian laba yang disetorkan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan, dan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan pembangunan di daerah. Akan tetapi, BUMD sebagai salah satu komponen terpenting bagi pemasukan PAD nampaknya belum memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan PAD. Bahkan, ada indikasi bahwa BUMD selama ini hanya membebani pemerintah daerah dengan berbagai subsidi terselubung dan biaya semu, sehingga BUMD tidak mempunyai kemandirian dalam menjalankan usahanya.

Salah satu BUMD yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan PAD adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM adalah perusahaan yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih guna menunjang perkembangan ekonomi dan derajat kesehatan penduduk. Untuk mendukung peningkatan PAD maka tugas utama PDAM dalam melaksanakan pembangunan daerah adalah sebagai alat dan sarana sebagaimana tertuang dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maka Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 sebagai perubahan dari Peraturan Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 3 tahun 1977 tentang Pendirian PDAM Kotamadya Surakarta. Dalam pasal 5 Perda Nomor 1 tahun 2004 disebutkan bahwa tujuan PDAM Kota Surakarta ialah turut serta melaksanakan pembangunan daerah dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta ketenagakerjaan dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

PDAM Kota Surakarta adalah perusahaan milik Pemerintah Kota Surakarta yang merupakan alat kelengkapan otonomi daerah atau unsur pelaksana daerah untuk mengatur penggunaan dan menyelenggarakan penyediaan air minum dan pengelolaan limbah. Oleh karena itu, PDAM Kota Surakarta dalam melaksanakan tugasnya untuk melayani pelanggan harus PDAM Kota Surakarta adalah perusahaan milik Pemerintah Kota Surakarta yang merupakan alat kelengkapan otonomi daerah atau unsur pelaksana daerah untuk mengatur penggunaan dan menyelenggarakan penyediaan air minum dan pengelolaan limbah. Oleh karena itu, PDAM Kota Surakarta dalam melaksanakan tugasnya untuk melayani pelanggan harus

PDAM merupakan perusahaan yang bersifat profit motive dan public service oriented, hal ini menyebabkan PDAM harus berusaha keras agar pelayanan pada masyarakat dapat maksimal dan PDAM juga dapat memperoleh keuntungan guna operasional perusahaan dan peningkatan pendapatan daerah. Selain posisi PDAM sebagai BUMD yang profit motive dan public service oriented, PDAM juga merupakan perusahaan monopoli yang memonopoli pelayanan penyediaan air bersih untuk masyarakat. Hampir 60% masyarakat Indonesia terutama masyarakat Kota Surakarta menggantungkan kebutuhan air bersihnya kepada PDAM. Oleh karena itu, PDAM Kota Surakarta sebagai salah satu infrastruktur kota Surakarta, telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kinerjanya. Berbagai upaya baik financial maupun non financial telah dilakukan guna memberikan pelayanan air bagi kelangsungan kehidupan penduduk Kota Surakarta dengan PDAM merupakan perusahaan yang bersifat profit motive dan public service oriented, hal ini menyebabkan PDAM harus berusaha keras agar pelayanan pada masyarakat dapat maksimal dan PDAM juga dapat memperoleh keuntungan guna operasional perusahaan dan peningkatan pendapatan daerah. Selain posisi PDAM sebagai BUMD yang profit motive dan public service oriented, PDAM juga merupakan perusahaan monopoli yang memonopoli pelayanan penyediaan air bersih untuk masyarakat. Hampir 60% masyarakat Indonesia terutama masyarakat Kota Surakarta menggantungkan kebutuhan air bersihnya kepada PDAM. Oleh karena itu, PDAM Kota Surakarta sebagai salah satu infrastruktur kota Surakarta, telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kinerjanya. Berbagai upaya baik financial maupun non financial telah dilakukan guna memberikan pelayanan air bagi kelangsungan kehidupan penduduk Kota Surakarta dengan

Secara umum dari segi financial dapat digambarkan jika kondisi PDAM Kota Surakarta pada saat itu kurang begitu baik, PDAM Kota Surakarta masih menyisakan hutang sekitar 60 milyar (Gatra, 13 Agustus 2008). Sedangkan, dari segi non financial, kondisi operasional PDAM Kota Surakarta mengalami perkembangan signifikan, jumlah pelanggan sudah mencapai 54.828 sambungan rumah diantaranya 469 berupa hydrant umum. Kondisi operasional terakhir pada tahun 2007 lebih jelas dipaparkan dalam tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1 Kondisi Operasional PDAM

Uraian Tahun 2007

A. Kapasitas Produksi 897,48 liter/detik

B. Cakupan Pelayanan

C. Jumlah Sambungan Rumah 53.637 unit

D. Produksi Air 26.078 m3

E. Tingkat Kebocoran Air 36,34 %

F. Penjualan air 16.488 m3 Sumber : Bussines Plan PDAM

Sebagai tambahan dari kondisi operasional diatas, perlu dikemukakan bahwa sebagaian produksi air perusahaan berasal dari luar Kota Surakarta (Mata Air Cokrotulung Kabupaten Klaten), lebih dari 45% pipa transmisi dan distribusi telah berumur di atas 15 tahun, serta jumlah Water Meter yang telah diganti atau ditera kurang dari 10%.

Dengan kondisi financial dan non financial yang digambarkan dengan kondisi operasional diatas, maka diperlukan komitmen dan upaya perbaikan oleh seluruh komponen perusahaan agar tercipta kinerja yang lebih baik. PDAM Kota Surakarta sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan umum, dituntut harus lebih tertib dan teliti baik dari segi administrasi pelayanan maupun segi teknis pelayanan untuk mengimbangi semakin bertambahnya jumlah pelanggan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan PDAM Kota Surakarta dengan segala permasalahannya yang sangat komplek. Sebagai langkah nyata dari upaya peningkatan kinerja kondisi financial dan non financial, perusahaan telah melakukan upaya pengembangan usaha. Dari segi financial, guna mengurangi beban hutang, PDAM telah merencanakan strategi perolehan dana dari berbagai sumber yaitu pengelolaan revenue, perbaikan struktur tarif dan sumber dana dari pemerintah. Sedangkan, kondisi operasional dikembangkan antara lain dengan optimalisasi dan uprating IPA Jurug, redeveloping sumur dalam, pembuatan IPA Jebres dan rehab asbes, pembuatan IPA Semanggi, pembuatan IPA fe/Mn.

Selain itu, PDAM juga bertekad untuk memberikan layanan air minum dan air limbah secara berkesinambungan dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. Misi ini terus diupayakan dengan merencanakan beberapa langkah pengembangan. Salah satunya yakni dengan meningkatkan cakupan pelayanan. Hal ini diupayakan dengan menambah kapasitas produksi yang sudah ada. Direncanakan di tahun 2012 akan mencapai optimalisasi IPA Jurug hingga mencapai 150 liter/detik. Disamping itu juga dengan merevitalisasi tiga hingga empat sumur dalam. Tingginya angka kehilangan air juga menjadi persoalan, karenanya terus diupayakan untuk ditekan. Ditargetkan di tahun 2012 tingkat kehilangan air turun menjadi 21,7% (Sumber: Bussiness Plan PDAM Kota Surakarta 2009-2013).

Terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan PDAM tersebut, sebagai perusahaan monopoli, terkadang timbul persepsi pada sebagian besar masyarakat bahwa kinerja PDAM rawan kurang optimal dalam memperhatikan kualitas pelayanan dalam menyediakan air di daerah pelayanannya. Untuk menghilangkan persepsi tersebut, diperlukan suatu pengukuran kinerja yang dapat dijadikan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan sehingga dapat dijadikan bahan untuk mengetahui gambaran kinerja PDAM secara berkala yang digunakan sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya, sesuai dengan Kepmendagri nomor 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum.

Menurut Kepmendagri nomor 47 tahun 1999, kinerja PDAM adalah tingkat keberhasilan pengelolaan PDAM dalam satu tahun buku tertentu. Mengingat kedudukan PDAM sangat vital dalam pelayanan kebutuhan air bersih, maka pengelolaan PDAM saat ini membutuhkan suatu kajian yang sangat mendalam baik mengenai kualitas pelayanan air bersih maupun bagaimana upaya PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air. Baik atau tidaknya pengelolaan PDAM dapat diukur dan dilihat dari bagaimana kinerja yang dihasilkan. Kendati sesungguhnya belum diketahui dan dipahami secara benar apa yang dimaksud kinerja, bagaimana ukuran (parameter) kinerja dan bagaimana upaya meningkatkan kinerja, tetapi kinerja menjadi konsep yang sangat penting dalam pengembangan perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari bagaimana tingkat keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam satu tahun buku tertentu. Penilaian tingkat kinerja suatu perusahaan sangat diperlukan karena tingkat kinerja dapat memberikan gambaran prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Oleh karena itu, untuk menilai kinerja perusahaan, perusahaan perlu mengkaitkannya dengan kinerja keuangan komulatif dan ekonomi (Widodo, 2008).

Kinerja PDAM selama ini diukur menggunakan pengukuran kinerja tradisional dari aspek financial saja, padahal seperti yang telah diketahui, output PDAM umumnya bersifat intangible dan indirect, sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri dalam melakukan pengukuran kinerja tradisional Kinerja PDAM selama ini diukur menggunakan pengukuran kinerja tradisional dari aspek financial saja, padahal seperti yang telah diketahui, output PDAM umumnya bersifat intangible dan indirect, sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri dalam melakukan pengukuran kinerja tradisional

Souissi berpendapat bahwa : “Traditional, financially based performance measures were, at best,

unable to cope with the requirements of the new environment, they argue that these financial measures are too late and too aggregate to

be of use to managers. They further argue that these financial measures were misleading by distracting managers away from real problems. Non-financial measures such as customer satisfaction, quality of products, delivery time, low inventory, flexibility etc., are forward looking measures that can help managers take corrective actions on time (Secara tradisional, pegukuran kinerja berdasarkan keuangan tidak dapat mengatasi dengan kebutuhan lingkungan baru, mereka berpendapat jika pengukuran keuangan sangat lambat dan terlalu banyak jumlah yang digunakan manajer. Mereka lebih lanjut berpendapat jika pengukuran keuangan menyesatkan dengan membingungkan manajer jauh dari masalah sebenarnya. Pengukuran non financial seperti kepuasan pelanggan, kulaitas produk, waktu pengiriman, invetaris rendah, fleksibilitas dll. Dapat emmbantu manajer untuk melakukan secara tepat waktu)” (Souissi,2008:83).

Secara metodologis agar kinerja sektor publik baik, maka diperlukan sistem pengukuran kinerja yang handal. Untuk memiliki sistem kinerja handal dan berkualitas, maka diperlukan pengembangan ukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan pada ukuran keuangan saja tetapi juga memperhatikan ukuran-ukuran non keuangan. Penilaian ini merupakan penilaian kinerja yang Secara metodologis agar kinerja sektor publik baik, maka diperlukan sistem pengukuran kinerja yang handal. Untuk memiliki sistem kinerja handal dan berkualitas, maka diperlukan pengembangan ukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan pada ukuran keuangan saja tetapi juga memperhatikan ukuran-ukuran non keuangan. Penilaian ini merupakan penilaian kinerja yang

Berdasarkan pemaparan data-data dan informasi tentang diatas, maka dalam skripsi ini penulis akan menggambarkan bagaimanakah kinerja PDAM Kota Surakarta berdasarkan Balanced Performance Measurement yaitu melihat kinerja perusahaan dari aspek financial dan non-financial. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta tentang kinerja PDAM Kota Surakarta.

2. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang permasalahan diatas dirumuskan masalah yaitu: bagaimanakah kinerja PDAM Kota Surakarta berdasarkan Balanced Performance Measurement ?

3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain :

1) Tujuan Operasional Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menggambarkan kinerja PDAM Kota Surakarta menggunakan Balanced Performance Measurement

2) Tujuan Fungsional Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, sebagai bahan pemikiran dan acuan dalam melakukan penelitian lanjutan terkait kinerja PDAM Kota Surakarta

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Dapat digunakan sebagai perbendaharaan penelitian deskriptif yang dapat menggambarkan kinerja PDAM Kota Surakarta

2. Dengan penelitian ini dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan lebih lanjut untuk memperbaiki kinerja PDAM Kota Surakarta dalam melayani pemenuhan kebutuhan air di Kota Surakarta

3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, pembaca dan pihak-pihak yang terkait tentang gambaran kinerja PDAM Kota Surakarta dalam bidang financial dan non financial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

a) Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari akar kata ”performance”, yang mempunyai tiga arti yaitu prestasi, pertunjukan dan pelaksanaan tugas (Ruky, 2002:14). Sedangkan sebagai kata benda kinerja sebagai mengandung arti thing done yaitu suatu hasil yang telah dikerjakan, melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo (2001:60) diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi.

Bernadin dan Rusel dalam Ruky (2002:15) memberikan definisi tentang kinerja sebagai berikut : ”Performance is definied as the record of outcomes produced on a

specified job function or activity during a specified time periode (prestasi adalah catatan dari hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi- fungsi pekerjaan dalam kurun waktu tertentu)”

Sementara itu, Okley dalam Mahmudi (2005:6) mengatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan Sementara itu, Okley dalam Mahmudi (2005:6) mengatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan

Sedangkan Hersey (1996:383) mengemukakan bahwa : ”Performance is achieving or supassing business and social

objectives and responsibilities from the perspective of the judging party”

Menurut Hersey, sebuah model dari kinerja organisasi dapat digambarkan dalam gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1 Kinerja Organisasi Hersey

Kinerja :

Pencapaian tujuan bisnis dan social serta pertanggungjawaban dari sudut pandang pelanggan

Struktur : Pengetahuan : · Organisasi

· Tehnis · Sistem · Administrasi

Manajemen · Perilaku · Sistem Informasi Manusia · Fleksibilitas

· Sistem

Sumber Daya Manusia : Sumber Daya bukan Manusia · Nilai-Nilai

· Perilaku · Sarana Prasarana · Norma

· Perencanaan · Interaksi · Lingkungan Kerja

· Tehnologi · Modal

· Dana

Strategi Pengelolaan : · Pasar

· Kebijakan Sosial · SDM

· Perubahan Lingkungan

Sumber : Hersey (1996:383)

Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa kinerja organisasi dapat dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu (1) Struktur organisasi sebagai hubungan interval yang terkait dengan fungsi menjalankan Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa kinerja organisasi dapat dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu (1) Struktur organisasi sebagai hubungan interval yang terkait dengan fungsi menjalankan

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau organisasi menurut ukuran yang berlaku untuk melaksanakan pekerjaan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

b) Pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja adalah hal yang sangat penting karena dengan melakukan pengukuran terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja dapat dilakukan dengan lebih terarah dan sistematis. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan menilai sukses dan tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan. Elemen pengukuran kinerja mencakup perbaikan kinerja, Pengukuran kinerja adalah hal yang sangat penting karena dengan melakukan pengukuran terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja dapat dilakukan dengan lebih terarah dan sistematis. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan menilai sukses dan tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan. Elemen pengukuran kinerja mencakup perbaikan kinerja,

Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu dalam memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi. Dengan adanya informasi mengenai kinerja, maka bencmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan. (Dwiyanto, 2006). Flyer berpendapat bahwa :

“A crucial element of a performance management system is performance measurement monitoring that shows where change is required and which will in turn produce the desired behaviour that will produce improved performance. Although many authors use the phrases of performance measurement and performance management interchangeably, they are different entities; performance measurement is about the past, and performance management extrapolates the data to provide information about the future. The four aspects of performance measurement are: (1) deciding what to measure; (2) how to measure it; (3) interpreting the data; and (4) communicating the results (Elemen yang paling krusial dari system manajemen adalah pengawasan pengukuran kinerja yang menunjukkan dimana perubahan yang dikehendaki dan perilaku yang diinginkan yang akan memperbaiki kinerja. Walaupun beberapa penulis menggunakan pengukuran kinerja dan manajemen kinerja secara bertukar, tetapi kedua konsep ini berbeda : pengukuran kinerja adalah tentang sesuatu yang sudah terjadi, sedangkan manajemen kinerja mengumpulkan data untuk dijadikan informasi kondisi yang akan datang. Empat aspek dari “A crucial element of a performance management system is performance measurement monitoring that shows where change is required and which will in turn produce the desired behaviour that will produce improved performance. Although many authors use the phrases of performance measurement and performance management interchangeably, they are different entities; performance measurement is about the past, and performance management extrapolates the data to provide information about the future. The four aspects of performance measurement are: (1) deciding what to measure; (2) how to measure it; (3) interpreting the data; and (4) communicating the results (Elemen yang paling krusial dari system manajemen adalah pengawasan pengukuran kinerja yang menunjukkan dimana perubahan yang dikehendaki dan perilaku yang diinginkan yang akan memperbaiki kinerja. Walaupun beberapa penulis menggunakan pengukuran kinerja dan manajemen kinerja secara bertukar, tetapi kedua konsep ini berbeda : pengukuran kinerja adalah tentang sesuatu yang sudah terjadi, sedangkan manajemen kinerja mengumpulkan data untuk dijadikan informasi kondisi yang akan datang. Empat aspek dari

Bruijn (2002) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja memiliki beberapa fungsi antara lain : (1) Transparency (Transparansi), an organization can make clear what products it supplies, andby means of an input-output analysis the costs involved; (2) Learning (Pembelajaran), an organization takes a step further when it uses performance measurement to learn. The transparency created may teach an organization what it does well and where improvements are possible; (3) Appraising (penghargaan), a performance-based appraisal can be given of the functioning of an organization. (4) Sanctioning (sanksi), appraisal may be followed by a positive sanction if performance is good or by a negative sanction if performance is insufficient.

Dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja diperlukan indikator-indikator yang mampu menggambarkan kinerja perusahaan tersebut secara umum. Lembaga Administrasi Negara dalam Yuliani (2004:29) menjelaskan indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan ukuran kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator yang meliputi (1) Aspek financial ; (2) Kepuasan Pelanggan; (3) Operasi Bisnis Internal; (4)

Kepuasan Pegawai; (5) Kepuasan Komunitas dan Stakeholder; (6) Waktu yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Aspek financial Meliputi anggaran rutin dan pembangunan dari suatu instansi pemerintah. Karena aspek finansial dapat dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, maka aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.

2) Kepuasan Pelanggan Dimana dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial dalam penentuan strategi perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada instansi pemerintah. Dituntut untuk secara terus- menerus memberikan pelayanan yang berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu didesain sedemikian rupa sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi yang relevan mengenai tingkat kepuasan pelanggan.

3) Operasi bisnis internal Dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah in- concert (seirama) untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam rencana strategis. Di samping itu, informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk melakukan 3) Operasi bisnis internal Dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah in- concert (seirama) untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam rencana strategis. Di samping itu, informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk melakukan

4) Kepuasan pegawai Dalam setiap organisasi, pegawai merupakan aset yang harus dikelola dengan baik. Apalagi dalam perusahaan yang banyak melakukan inovasi, peran strategis pegawai sungguh sangat nyata. Hal serupa juga terjadi pada instansi pemerintah. Apabila pegawai tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran instansi pemerintah akan sangat sulit dicegah. Kepuasan pegawai terlihat dari semangat kerja, komitmen pada visi dan misi organisasi serta rasa ingin memiliki organisasi

5) Kepuasan komunitas dan stakeholders Melihat seberapa jauh kepuasan para stakeholders, dimana instansi pemerintah tidak beroperasi in vacuum, artinya kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu, informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan para stakeholder.

6) Waktu Ukuran waktu juga merupakan variable yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja. Betapa sering kita membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun, informasi tersebut 6) Waktu Ukuran waktu juga merupakan variable yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja. Betapa sering kita membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun, informasi tersebut

Dari uraian diatas dapat disimpulkan jika penilaian kinerja merupakan suatu usaha dari perusahaan untuk mengevaluasi serta memperbaiki kinerjanya dalam kurun waktu tertentu dengan memperhatikan beberapa indikator yaitu (1) Aspek financial; (2) Kepuasan Pelanggan; (3) Operasi Bisnis Internal; (4) Kepuasan Pegawai; (5) Kepuasan Komunitas dan Stakeholder; (6) Waktu

B. Konsepsi Balanced Scorecard

Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Ba’abaad menyatakan bahwa :

“Balanced Scorecard (BSC) is a performance management tool which began as a concept for measuring whether the smaller-scale operational activities of a company are aligned with its larger-scale objectives in terms of vision and strategy. By focusing not only on financial outcomes but also on the operational, marketing and developmental inputs to these, the Balanced Scorecard helps provide

a more comprehensive view of a business, which in turn helps organizations act in their best long-term interests (BSC adalah alat a more comprehensive view of a business, which in turn helps organizations act in their best long-term interests (BSC adalah alat

Sedangkan Flyer mengatakan bahwa : “The Balanced Scorecard is a very popular way to incorporate a

range of indicators to produce a more rounded picture of performance and ensure that different stakeholders’ views are incorporated and re flected in the performance management system. There is evidence to suggest that nearly 40 per cent of 100 companies are using this technique (Balaned Scorecard adalah sebuah cara popular untuk memasukkan indicator untuk menghasilkan gambaran dari kinerja dan terjadi perbedaan pandangan dalam memasukkan dan merelaksikan kinerja system manajemen. Fakta menayatkan jika 40% dari 100 perusahaan menggunakan teknik ini” ( (Flyer, 2009:482).

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara antara lain : (a) menjelaskan visi organisasi; (b) menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu; (c) mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya; (d) meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan perubahan.

Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahaan memungkinkan perusahaan untuk mengevaluasi strategi berdasarkan empat perspektif yakni kinerja keuangan, pengetahuan konsumen, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, financial return yang berlipat Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahaan memungkinkan perusahaan untuk mengevaluasi strategi berdasarkan empat perspektif yakni kinerja keuangan, pengetahuan konsumen, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, financial return yang berlipat

Dari berbagai pendapat diatas dengan penekanan pada balance atau keseimbangan pada balanced scorecard, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada empat perspektif untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yaitu : (1) Perspektif pelanggan (melayani pelanggan), manajer harus mengetahui apakah pelayanan yang diberikan betul-betul memenuhi kebutuhan masyarakat; (2) Perspektif proses internal (menyediakan pelayanan secara kompetitif), manajer harus berfokus pada tugas penting yang memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.; (3) Perspektif keuangan (mengelola anggaran secara akuntabel), manajer harus berfokus pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan pelayanan secara efisien; (4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (mengembangkan kapasitas karyawan), kemampuan organisasi untuk meningkatkan dan memenuhi permintaan masyarakat terkait secara langsung dengan kemampuan karyawan untuk memenuhi permintaan itu.

C. Konsep Balanced Performance Measurement

Voelpel (2006:44) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja yang modern tidak lagi menggunakan kerangka tradisional dan tidak hanya mencakup aktivitas operasional meliputi kepuasan pelanggan, evaluasi Voelpel (2006:44) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja yang modern tidak lagi menggunakan kerangka tradisional dan tidak hanya mencakup aktivitas operasional meliputi kepuasan pelanggan, evaluasi

” in contrast, modern performance measurement systems do not use this traditional framework and embrace the whole spectrum of operational activities include customer satisfaction, supplier evaluation but also spesific operational characteristic. In each case, the formal system of output expresses the components as much as those of the external environment (customer, suppliers) as those of the internal environment (financial resources, human resources, process of service provision” (Voelpel,2006:44).

Balanced Performance Measurement merupakan bagian dari konsep balanced scorecard, dimana yang dimaksud balance adalah seimbang antara antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern) yang meliputi aspek financia l dan non financial. Aspek financial mengacu pada bagaimana kondisi keuangan perusahaan, sedangkan aspek non financial meliputi sumber daya manusia, kinerja pelayanan serta kepuasan pelanggan. Jika pada Balanced Scorecard ada tujuh komponen yang akan diteliti yaitu: visi, tema strategis (atau area fokus), prinsip strategis, perspektif, sasaran, kaitan, dan ukuran & target secara keseluruhan, maka pada konsep Balance Performance Measurement hanya meneliti satu komponen saja secara mendalam yaitu perspektifnya. Hal ini dikarenakan fokus Balanced Performance Measurement merupakan bagian dari konsep balanced scorecard, dimana yang dimaksud balance adalah seimbang antara antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern) yang meliputi aspek financia l dan non financial. Aspek financial mengacu pada bagaimana kondisi keuangan perusahaan, sedangkan aspek non financial meliputi sumber daya manusia, kinerja pelayanan serta kepuasan pelanggan. Jika pada Balanced Scorecard ada tujuh komponen yang akan diteliti yaitu: visi, tema strategis (atau area fokus), prinsip strategis, perspektif, sasaran, kaitan, dan ukuran & target secara keseluruhan, maka pada konsep Balance Performance Measurement hanya meneliti satu komponen saja secara mendalam yaitu perspektifnya. Hal ini dikarenakan fokus

Marshall W. Meyer (2002:55) menjelaskan bahwa : “Balanced performance measurement is an appealing concept,

but in practice it is very difficult. Balanced measurement in- volves measuring both financial and non-financial performance. Often, non-financial performance is measured in several domains – for example the customer, internal processes, and learning and innovation (Pengukuran kinerja secara seimbang adalah konsep yang menarik, tetapi dalam prakteknya sangat sulit. Pengukuran secara seimbang termasuk pengukuran baik financial maupun non financial . Seringkali, kinerja non financial diukur kedalam indikator seperti pelanggan, proses internal, pembelajaran dan motivasi)”

Pernyataan tersebut dipertegas oleh Bharadwaj dan Menou (2007:19) : “Financial measures alone are inadequate in evaluating a

company’s competitive position and in contributing toward a strategy of delivery consistent service standards, as mentioned earlier, with the Balance approach traditional financial measures are balanced with non financial measures (Pengukuran keuangan sendiri tidak cukup mengevaluasi perusahaan, maka diperlukan keseimbangan antara pengukuran financial dan non financial)”

Dalam penelitian ini, batasan indikator Balanced Performance Measurement yang akan digunakan penulis untuk menilai kinerja PDAM Surakarta meliputi : (1) aspek financial berupa perkembangan keuangan perusahaan; (2) aspek non financial yang mencakup tiga aspek yaitu (a) aspek kepegawaian; (b) kinerja pelayanan; (c) kualitas pelayanan. Masing-masing indikator dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Aspek financial Arti penting kemampuan keuangan suatu lembaga daerah karena hal tersebut berkaitan dan berdampak dengan keragaan (performance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Dengan demikian, relatif semakin rendahnya kemampuan keuangan pemerintah daerah akan sering menimbulkan siklus efek negatif yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dalam bentuk yang ekstrim menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi Pemda ke tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun kelembagaan lain (Utoyo,2008).

Penilaian Aspek financial dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu (Wibisono,2002) : (1) Asset Management Ratio, ukuran untuk menilai efisiensi suatu perusahaan dalam memanfaatkan asset yang dimilikinya; (2) Profitability ratio, ukuran untuk menilai tingkat kemempuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan; (3) Liquidity ratio, ukuran yang menilai kemmepuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, (4) Market Share, bagian dari pasar yang dilayani oleh perusahaan relative terhadap keseluruhan pasar; (5) Market position, posisi perusahaan relative terhadap competitor; (6) Business growth, tren yang menunjukkan perkembangan skala bisnis perusahaan

2. Aspek non financial meliputi (a) aspek kepegawaian; (b) kinerja pelayanan; (c) kualitas pelayanan.

a) Aspek Sumber Daya Manusia (Kepegawaian) Sumber Daya Manusia merupakan komponen terpenting dalam suatu organisasi publik, karena manusia merupakan mesin penggerak utama dalam organisasi. Penilaian terhadap Aspek Sumber Daya Manusia meliputi dua hal yaitu kualitas pegawai PDAM dan prestasi pegawai PDAM.

i. Kualitas Pegawai PDAM Penilaian kualitas pegawai dapat dilihat dari tingkat pendidikan pegawai dan prestasi pegawai. Menurut fakta, 318 PDAM di Indonesia yang sudah menjadi anggota Perpamsi belum semuanya memiliki sarjana yang keahliannya di bidang air. Kalaupun ada, masih belum memenuhi kualifikasi seperti disebutkan di atas. Itu sebabnya silakan pelanggan menyelidiki apakah PDAM-nya sudah berkualifikasi demikian. Setelah itu barulah dicek sarjana pendukung lainnya seperti ekonomi, Teknik Sipil, manajemen dan sejumlah ahli madya. Sedangkan prestasi pegawai yang dilhat dari DP3 (Daftar Penilaian Prestasi Pegawai) yang dikeluarkan perusahaan i. Kualitas Pegawai PDAM Penilaian kualitas pegawai dapat dilihat dari tingkat pendidikan pegawai dan prestasi pegawai. Menurut fakta, 318 PDAM di Indonesia yang sudah menjadi anggota Perpamsi belum semuanya memiliki sarjana yang keahliannya di bidang air. Kalaupun ada, masih belum memenuhi kualifikasi seperti disebutkan di atas. Itu sebabnya silakan pelanggan menyelidiki apakah PDAM-nya sudah berkualifikasi demikian. Setelah itu barulah dicek sarjana pendukung lainnya seperti ekonomi, Teknik Sipil, manajemen dan sejumlah ahli madya. Sedangkan prestasi pegawai yang dilhat dari DP3 (Daftar Penilaian Prestasi Pegawai) yang dikeluarkan perusahaan

Menurut Robbins (2008) ada dua pendekatan yang digunakan dalam penilaian kepuasan kerja pegawai yaitu penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Penilaian tunggal secara umum sekedar meminta individu untuk merspons satu pertanyaan ”Dengan mempertimbangkan semua hal tsb, seberapa puaskah anda dengan pekerjaan anda”.

Sedangkan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan pendekatan ini mengidentifikasi elemen- elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menenyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor khusus yang dimasukkan adalah situasi kerja berupa sifat pekerjaan, pengawasan, gaji dan insentif, peluang promosi dan hubungan dengan rekan kerja. Situasi kerja ini akan berpengaruh terhadap kepuasan pegawai terlihat dari semangat Sedangkan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan pendekatan ini mengidentifikasi elemen- elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menenyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor khusus yang dimasukkan adalah situasi kerja berupa sifat pekerjaan, pengawasan, gaji dan insentif, peluang promosi dan hubungan dengan rekan kerja. Situasi kerja ini akan berpengaruh terhadap kepuasan pegawai terlihat dari semangat

b) Kinerja Pelayanan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang dan atau mesin fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Yuliani,2004:35). Penilaian terhadap kinerja pelayanan menggunakan prinsip-prinsip pelayanan publik

Kepmenpan nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 meliputi :

1. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan Berupa kejelasan persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; dan rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.

3. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaiakn dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

5. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat emanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ihklas.

10. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain- lain.

Sedangkan menurut Parasuraman (1990) ada 10 indikator kinerja layanan yaitu: (1) Ketampakan fisik (Tangible); (2) Reliabilitas (Reliability); (3) Responsivitas (Responsiveness); (4) Kompetensi (Competence); (5) Kesopanan (Courtesy); (6) Kredibilitas (Credibility); (7) Keamanan (Security); (8) Akses (Access); (9) Komunikasi (Communication); (10) Pengertian (understanding the customer)

c) Aspek Kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Yuliani,2004:46). Kepuasan pelanggan terhadap layanan merupakan faktor terpenting dalam menilai kinerja organisasi publik. Keuntungan c) Aspek Kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Yuliani,2004:46). Kepuasan pelanggan terhadap layanan merupakan faktor terpenting dalam menilai kinerja organisasi publik. Keuntungan

Glenn (2005:3) dalam Gallup menyatakan bahwa : “Customer attitude is a potent indicator a future value

creation for companies : positive customer attitude predict lower service costs, higher share of wallet and higher customer retention, negative attitude predict the opposite”

Perilaku pelanggan merupakan indikator potensial yang menentukan nilai perusahaan dimasa yang akan datang. Perilaku pelanggan yang positif diprediksikan dengan rendahnya biaya pelayanan, tingginya kualitas yang didapat, sedangkan perilaku pelanggan yang negative menunjukkan kebalikannya. Perilaku ini dapat dinilai dari puas atau tidaknya pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan.

Kepuasan pelanggan PDAM yang akan diukur meliputi kepuasan pelanggan menggunakana pelayanan administratif dan teknis.

i. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan administratif Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan administratif meliputi pelayanan pemasangan sambungan baru, perbaikan, penanganan pengaduan maupun pembayaran rekening listrik. Pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan

administratif menggunakan 14 parameter pengukuran kepuasan sesuai KEP/25/M.PAN/2/2004 yaitu : (1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan

pelayanan kepada masyarakat; (7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; (9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; (10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; (11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; (12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; (14) Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan kepada masyarakat; (7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; (9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; (10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; (11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; (12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; (14) Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan

ii. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan teknis terutama penyediaan air bersih Pelayanan tehnis meliputi kualitas dan kuantitas penyediaan air dan pengelolaannya. Menurut Kotler dalam Gasperz (2003) ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelayanan teknis :

a) Sistem pengaduan : memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran dan keluhan lainnya.

b) Survey pelanggan : cara umum yang digunakan untuk

mengukur kepuasan pelanggan.

c) Panel pelanggan : pelanggan yang setia dan pelanggan yang telah pindah ke perusahaan lain dipertemukan untuk mengukur berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam menarik pelanggan.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini, penulis akan mengukur kinerja PDAM Kota Surakarta menggunakan Balanced Performance Measurement antara aspek financial dan non financial. Indikator yang digunakan dalam penilaian ini adalah meliputi (1) Aspek financial ; (2) Aspek Sumber Daya Manusia (Kepegawaian); (3) Kinerja Pelayanan; (4) Aspek Kepuasan pelanggan.

D. Kerangka Berpikir

Dari berbagai paparan tentang konsep-konsep yang menjadi kajian dalam penelitian ini, maka selanjutnya dibuat suatu kerangka berpikir yang menjadi arah dan pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 Kerangka Berpikir

PDAM Kota Surakarta

Profit Motive Public Service Oriented

Output =

Financial (Tangible) dan Public Service (Intangible)

Pegukuran Kinerja menggunakan Balanced Performance Measurement: 1. Aspek financial

2. Aspek Non financial yaitu : 1) Sumber Daya Manusia (Kepegawaian)

2) Kinerja Pelayanan 3) Kepuasan pelanggan

Kinerja PDAM