Hubungan kadar hba1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

KANDIDIASIS KUTIS DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran AMORA FADILA

G0008003

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Hubungan Kadar HbA1c dengan Prevalensi Kejadian Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Amora Fadila, NIM : G0008003, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 22 November 2011

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. H. Harijono Kariosentono, dr., Sp.KK (K) NIP : 19461207 197412 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK NIP : 19750718 201001 2 001

Penguji Utama

Nama : Prasetyadi Mawardi, dr., Sp.KK NIP : 19611210 199003 1 005

Anggota Penguji

Nama : Nurrachmat M., dr., Sp.KK NIP : 19741209 201001 1 005

Surakarta,.............................

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes

Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 November 2011

NIM. G0008003

Amora Fadila

Amora Fadila, G0008003, 2011. Hubungan Kadar HbA1c dengan Prevalensi Kejadian Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada bulan April sampai September 2011 di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria inklusi adalah pria atau wanita berumur 18-60 tahun, bersedia mengikuti penelitian dan kriteria eksklusi yaitu kehamilan, obesitas, alkoholisme, memakai kontrasepsi oral, antibiotik dan steroid, setelah transfusi darah serta menderita penyakit kronik. Sampel kemudian mengisi lembar persetujuan serta diukur kadar HbA1c. Diperoleh 14 data dan dianalisis menggunakan (1) uji t-independent (2) uji Chi Square melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan rerata kadar HbA1c pada kelompok kandidiasis kutis positif sebesar (6,9 ± 3,1) % dan untuk kadidiasis kutis negatif sebesar (5,0 ± 1,1) % dengan p = 0,208. Hasil uji Chi Square dengan cut of point HbA1c ≥ 6% didapatkan nilai odds rasio 7,0 (p = 0,124), cut of point HbA1c ≥ 7 % didapatkan nilai odds rasio 3,5 (p = 0,347) dan cut of point HbA1c ≥ 8 % didapatkan nilai odds rasio 9,4 (p = 0,063).

Simpulan Penelitian: Terdapat (1) hubungan yang kuat namun tidak signifikan antara kadar HbA1c dengan kejadian kandidiasis kutis dimulai ketika kadar HbA1c ≥ 6 % (2) perbedaan rerata kadar HbA1c yang tidak signifikan antara pasien kandidiasis kutis positif dengan kandidiasis kutis negatif.

Kata Kunci: kandidiasis kutis, HbA1c

ABSTRACT

Amora Fadila, G0008003, 2011. The Relation of HbA1c Content with Candidiasis Cutis Prevalence of Dr. Moewardi Hospital of Surakarta. Medical Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

Objectives: This research is aims to know the relation between HbA1c content with candidiasis cutis prevalence at Dr. Moewardi Hospital of Surakarta

Methods: This research is an analytically observational research with cross sectional approach executed in the month of April until September 2011 in Skin and Sexual Disease Polyclinic at Dr. Moewardi Hospital of Surakarta. The sample taking was done in purposive sampling with inclusive criteria as follows: male or female aged 18 - 60, willing to join the research and the eksclusive criteria are pregnancy, obese or consumes alcohol frequently, applies oral contraception or in antibiotic and steroid medication or after the object has just run a blood transfusion and the chronic disease. Then they need to fill up the informed consent upon a measuring HbA1c applied to them.

Eighty four samples were obtained and analyzed with t-independent test and Chi Square test trough SPSS 17.00 for Windows.

Results : This research shows that the average of the HbA1c content on positive candidiasis cutis as much as (6,9 ± 3,1) % and for negative one is as much as (5,0 ± 1,1) % with p = 0,208. Then the Chi Square result with cut of point HbA1c ≥6 % received odds ratio value 7,0 (p = 0,124), cut of point HbA1c ≥ 7 % received odds ratio value 3,5 (p = 0,347) and cut of point HbA1c ≥ 8 % received odds ratio value 9,4 (p = 0,124). On the contrary, cut of point HbA1c ≥ 5 % received odds ratio value 1,0 (p = 1,0).

Conclusion: (1) Although is not significant there is a strong relation between HbA1c content and the prevalence of candidiasis cutis which is started when the content of HbA1c is ≥ 6 %. (2) There is a clear distinction which is not significant appears between the patient with positive candidiasis cutis and patient with negative candidiasis cutis.

Keyword: candidiasis cutis, HbA1c

PRAKATA

Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar HbA1c dengan Kejadian Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta."

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. H. Harijono Kariosentono, dr., Sp.KK, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

4. Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingannya.

5. Prasetyadi Mawardi, dr., Sp.KK, selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini..

6. Nurrachmat M., dr., Sp.KK, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasihat.

7. Bapak, Ibu, adikku Andri dan Vika serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Teman-teman BEM Kabinet Bersinar yang telah memberi dukungannya (Gerry, Firda, Etika, Ucil, Fahmi, Wildan, Indi, Salma, Ria, Sigit, dll).

9. Teman-teman yang bersedia membantu dan selalu memotivasi penulis dengan semangat nya (Yulyan, Shaumy, Timur, Mega, Izza, Aila, Zahra, Agil dll).

10. Seluruh pasien yang bersedia meluangkan waktunya demi terselesainya skripsi ini.

11. Mbak Yeni, Mbak Jeki, Pak Slamet, Mas Alifi, Mbak Ratna yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 20 November 2011

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Diabetes .......................... 28 Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 29 Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ................................................. 29 Tabel 4.4. Rerata Hasil Pengukuran Kadar HbA1c.............................................. 30 Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test .......... 31 Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test..................................... 31 Tabel 4.7. Hasil Uji t-Independent terhadap Beda Mean Kadar HbA1c Menurut

Kejadian Kandidiasis Kutis ………………………………….…..…..32

Tabel 4.8. Hasil Analisis Chi Square tentang Hubungan Kadar HbA1c dengan

Kejadian Kandidiasis Kutis…………………....................……............33

Tabel 4.9. Besar Odds Ratio dan Interpretasi tentang Kekuatan Hubungan antara

Paparan dan Penyakit ………………………………….….…….…….34

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Boxplots Kadar HbA1c ................................................................... 32

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari FK UNS Lampiran 2. Surat Ijin Kelaikan Etik Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian Lampiran 4. Surat Bukti Penelitian Lampiran 5. Lembar Persetujuan Lampiran 6. Kuesioner Penelitian Lampiran 7. Data Hasil Penelitian Lampiran 8. Hasil Analisis Uji t-Independent Lampiran 9. Hasil Analisis Uji Chi Square Lampiran 10. Gambar Lokasi Kandidiasis Kutis Pasien Lampiran 11. Gambar Pemeriksaan Mikroskopis Kerokan Kulit Pasien

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut yang disebabkan oleh genus Candida terutama Candida albicans dan merupakan flora normal terutama saluran pencernaan, selaput mukosa, saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan di bawah jari-jari kuku tangan dan kaki (Kuswadji, 2002). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi Candida sp. pada kulit disebut sebagai kandidiasis kutis (Rarasati, 2008). Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan (Kuswadji, 2002).

Infeksi jamur pada kulit termasuk salah satu penyakit yang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensinya dapat mencapai 27,6 % berdasarkan data dari berbagai rumah sakit pendidikan (Yulian, 2007). Terdapat penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak 121 kasus kelainan kulit dan didapatkan 30 sampel di antaranya menderita kandidiasis kutis atau sekitar 20,5 % (Grover and Roy, 2003). Studi yang dilakukan oleh Puruhito, Dewi, Soekandar dan Soejito di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi didapatkan 528 kasus kandidiasis kutis (0,82%) dari 36.709 pasien baru berdasarkan periode penelitian Januari 1999 sampai Desember 2004 (Rarasati, 2008).

komensal dan patogen pada manusia. Pada keadaan immunokompeten dan keadaan mukosa kulit baik maka jamur ini hanya bersifat komensal dan pada keadaan sebaliknya dapat bersifat patogen yang oportunistik (Bernadus, 2007). Seperti pada pasien Diabetes Melitus yang mengalami penurunan imunitas seluler, dimana terjadi perubahan bentuk jamur dari ragi menjadi pseudohifa atau hifa yang bersifat patogenik (Habif, 2004).

Pengukuran HbA1c, merupakan salah satu dasar pengelolaan pasien dengan diabetes. HbA1c dapat digunakan untuk memantau kontrol glukosa darah jangka panjang, menyesuaikan terapi penderita diabetes, menilai kualitas perawatan diabetes dan memprediksi risiko terjadinya komplikasi (Goldstein et al., 2004; Sacks et al., 2002).

Telah banyak penelitian yang membuktikan hubungan erat antara Diabetes Melitus dengan kejadian kandidiasis kutis (Dowd et al., 2011). Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan pada 90 pasien diabetes dan didapatkan infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur sebesar 50 % sedangkan spesifik pada Candida albicans sebesar 22,2 % (Baloch et al., 2008). Namun, hubungan langsung antara kadar HbA1c yang dapat mengakibatkan kejadian kandidiasis kutis belum dapat ditentukan. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian agar dapat mengetahui hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis tersebut.

Adakah hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai sejauh mana kadar HbA1c berhubungan dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis.

2. Aspek Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai tindakan pencegahan yang efektif dan efisien terhadap kejadian kandidiasis kutis yang berhubungan dengan kadar HbA1c dalam darah pasien.

Adakah hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

G. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai sejauh mana kadar HbA1c berhubungan dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis.

2. Aspek Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai tindakan pencegahan yang efektif dan efisien terhadap kejadian kandidiasis kutis yang berhubungan dengan kadar HbA1c dalam darah pasien.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Candida albicans

a. Taksonomi Taksonomi Candida albicans yang diakui secara internasional

: Candida albicans

(Moran et al., 2002)

b. Morfologi dan Identifikasi Candida sp . merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada kulit, membran mukosa dan saluran pencernaan. Adanya faktor endogen maupun eksogen dapat mengubah bentuk Candida sp. menjadi patogen dan menginfeksi manusia. Bila infeksi itu terjadi, maka b. Morfologi dan Identifikasi Candida sp . merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada kulit, membran mukosa dan saluran pencernaan. Adanya faktor endogen maupun eksogen dapat mengubah bentuk Candida sp. menjadi patogen dan menginfeksi manusia. Bila infeksi itu terjadi, maka

Candida albicans termasuk sel ragi uniseluler yang memperbanyak diri secara bertunas dan merupakan spesies paling patogen dari genus Candida (Ramali and Werdani, 2001). Pada sediaan eksudat, Candida albicans tampak seperti ragi lonjong, kecil, berdinding tipis, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa). Candida albicans membentuk pseudohifa ketika tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi- septasi di antara sel. Candida albicans bersifat dimorfik, selain ragi- ragi dan pseudohifa, jamur ini juga bisa menghasilkan hifa sejati (Anaissie, 2007). Candida albicans mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk miselium atau bentuk hifa ditemukan pada penyakit, karenanya bentuk ini dianggap patogen, sedangkan bentuk ragi atau bentuk klamidospora merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai saprofit (Ramali and Werdani, 2001).

Candida sp. umumnya mudah tumbuh dalam suhu kamar (25º C - 30º C) dan suhu 37º C pada agar Sabouraud glukosa dengan atau tanpa antibiotika untuk menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotika untuk agar biasanya digunakan kloramfenikol. Dalam 24 -48 jam terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar kepala jarum pentul. Satu sampai dua hari kemudian, Candida sp. umumnya mudah tumbuh dalam suhu kamar (25º C - 30º C) dan suhu 37º C pada agar Sabouraud glukosa dengan atau tanpa antibiotika untuk menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotika untuk agar biasanya digunakan kloramfenikol. Dalam 24 -48 jam terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar kepala jarum pentul. Satu sampai dua hari kemudian,

c. Habitat Candida albicans hidup sebagai saprofit, merupakan flora

normal pada mulut, tenggorokan, saluran pencernaan lainnya, vagina, pada lipatan kulit dan di alam ditemukan pada tanah, air, serangga dan tumbuh-tumbuhan (Ramali and Werdani, 2001).

Ditemukan lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan saat musim hujan. Dapat menyerang segala umur, baik laki-laki maupun perempuan (Siregar, 2004).

2. Kandidiasis Kutis

a. Definisi

Kandidiasis didefinisikan sebagai suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan oleh jamur intermediet yang menyerang kulit, sukutan, kuku, selaput lender dan alat-alat dalam (Siregar, 2004). Penyakit yang disebabkan oleh Candida sp. yang menyerang kulit disebut sebagai kandidiasis kutis (Rarasati, 2008).

b. Klasifikasi Kandidiasis kutis diklasifikasikan menjadi:

1. Lokalisata : (a) daerah intertriginosa (b) daerah perianal

2. Generalisata

3. Paronikia dan onikomikosis

4. Kandidiasis kutis granulomatosa (Kuswadji, 2002)

c. Etiologi dan Epidemiologi

Kandidiasis kutis disebabkan oleh genus Candida yang terutama oleh Candida albicans. Kandidiasis dapat ditularkan secara langsung atau tak langsung dan dapat menyerang pria maupun wanita pada semua kelompok umur. Tak jelas hubungan ras dengan penyakit ini, tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Kandidiasis kutis banyak terjadi pada musim hujan, sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air, terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci dan petani. Terdapat faktor- faktor predisposisi lain untuk penyakit kandidiasis ini seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alkohol, gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain (Siregar, 2004).

d. Patogenesis

Infeksi Candida sp. dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.

1) Faktor endogen:

a) Perubahan fisiologi

Perubahan fisiologi yang dapat mempengaruhi infeksi Candida sp. antara lain kehamilan, obesitas, hiperhidrosis, debilitas, iatrogenik (antibiotik, kortikosteroid atau sitostatik) dan Diabetes Melitus, penyakit menahun (tuberkulosis, lupus eritematosus, karsinoma dan leukemia).

b) Umur

Menurut kelompok umur, orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya rendah.

c) Status imunologik yang menurun akibat penyakit genetik seperti dermatitis atopik.

2) Faktor eksogen:

a) Iklim panas dan kelembaban tinggi yang menyebabkan perspirasi meningkat terutama pada lipatan kulit, menyebabkan maserasi dan ini mempermudah invasi kandida.

b) Kebersihan kulit.

c) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.

d) Kontak dengan penderita. (Kuswadji, 2002)

e. Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang timbul pada pasien yang terkena kandidiasis kutis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut (Kuswadji, 2002):

1) Kandidiasis intertriginosa

Lokalisasi kandidiasis kutis pada tipe ini yaitu di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan dan kaki, glans penis dan umbilicus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul- pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer

2) Kandidiasis perianal

Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

3) Kandidiasis kutis generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematozoid dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematozoid dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat

4) Paronikia dan onikomikosis

Jenis ini sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air dan bentuk ini termasuk yang sering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium.

5) Diaper-rash

Bentuk yang disebut diaper-rash sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.

6) Kandidiosis granulomatosa

Penyakit jenis kandidiasis granulomatosa sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan faring (Kuswadji, 2002).

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk penderita kandidiasis kutis baiknya dimulai dengan memperbaiki keadaan umum pasien dan mengatasi faktor-faktor predisposisi seperti menghindari obesitas, menghindari bekerja pada tempat-tempat lembab atau banyak air dan pemakaian antibiotik secara hati-hati (Siregar, 2004).

Penatalaksanaan pengobatan pada penderita kandidiasis dibagi menjadi pengobatan sistemik dan pengobatan topikal. Pengobatan sistemik berupa amfoterisin B 0,5 - 1 mg/kg BB intravena, tablet nistatin 3 x 100.000 U selama 1 - 4 minggu, ketokonazol 400 mg/hari selama 5 hari atau flukonazol 150 mg/hari selama 7 hari, sedangkan pengobatan topikal berupa larutan gentian violet 1 - 2 %, nistatin 100.000 U/ml, ekonazol

1 - 2 % (krim atau larutan), mikonazol 1 - 2 % (krim, solusio atau bedak) dan toksiklat 1 - 2 % (bedak, larutan atau krim) (Siregar, 2004).

3. Kadar HbA1c

Hemoglobin terdiri dari tetramer rantai globin. Kebanyakan orang dewasa memiliki hemoglobin yang sebagian besar terdiri dari dua rantai α- globin dikombinasikan dengan dua rantai β-globin, yang disebut HbA. Terdapat variasi pada e kson yang menyandikan β-globin, yaitu δ-globin dan γ-globin. Sekitar 2 % dari kebanyakan hemoglobin orang dewasa terdiri atas dua rantai α-globin dan dua rantai δ-globin, yang disebut HbA2. Kurang Hemoglobin terdiri dari tetramer rantai globin. Kebanyakan orang dewasa memiliki hemoglobin yang sebagian besar terdiri dari dua rantai α- globin dikombinasikan dengan dua rantai β-globin, yang disebut HbA. Terdapat variasi pada e kson yang menyandikan β-globin, yaitu δ-globin dan γ-globin. Sekitar 2 % dari kebanyakan hemoglobin orang dewasa terdiri atas dua rantai α-globin dan dua rantai δ-globin, yang disebut HbA2. Kurang

Hemoglobin terglikasi berasal dari penambahan glukosa secara nonenzimatik kepada kelompok amino dari hemoglobin. HbA1c adalah hemoglobin terglikasi yang spesifik dan dihasilkan dari pengikatan glukosa ke N-terminal valin dari rantai β hemoglobin (Sacks, 2006). Konsentrasi HbA1c tergantung pada konsentrasi glukosa dalam darah dan masa hidup dari eritrosit. Eritrosit yang beredar dalam sirkulasi memiliki umur rata-rata 120 hari, sehingga kadar HbA1c yang didapat merupakan kadar glukosa terpadu selama 8 - 12 minggu terakhir (Little and Sacks, 2009).

Prinsip semua metode adalah untuk memisahkan bentuk terglikasi dan tidak terglikasi dari hemoglobin (Berg and Sacks, 2008). Sistem yang paling banyak digunakan adalah National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP), yang berdasar pada dua uji klinis terbesar mengenai efek dari pengobatan intensif penderita diabetes, yaitu Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS). Sistem NGSP telah mengurangi variasi dalam pengukuran hemoglobin terglikasi antarlaboratorium secara signifikan (Little et al., 2001).

International Federation for Clinical Chemistry (IFCC) juga mengembangkan metode untuk mengukur HbA1c. Metode ini berkerja

dengan cara membelah heksapeptida N-terminal dari rantai β hemoglobin oleh enzim Glu-C endoproteinase. Heksapeptida terglikasi maupun tidak terglikasi terpisah satu sama lain dengan kromatografi cair berkinerja tinggi dan dihitung secara terpisah baik oleh spektrometri masa atau elektroforesis kapiler. Sistem IFCC menghasilkan nilai HbA1c 1,5 - 2,0 % lebih rendah daripada yang diukur oleh NGSP (Hoelzal et al., 2004) karena metode IFCC memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada metode NGSP. Metode IFCC juga memerlukan waktu yang lebih panjang, teknis yang lebih rumit dan dengan biaya yang lebih tinggi, sehingga tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pasien (Little and Sacks, 2009).

Konsensus internasional mengenai standarisasi HbA1c menyatakan bahwa nilai HbA1c dapat dinyatakan dalam IFCC (mmol/mol) maupun NGSP (%) melalui sistem konversi (Little and Sacks, 2009).

HbA1c telah digunakan secara luas sebagai alat ukur kontrol glukosa darah pada pasien dengan diabetes. Banyak dokter telah menggunakan HbA1c sebagai metode skrining dan diagnosis. HbA1c memiliki korelasi yang kuat dengan terjadinya komplikasi pada diabetes. Untuk pengukuran HbA1c, pasien tidak perlu puasa terlebih dahulu. Variasi HbA1c dalam individu secara umum lebih rendah daripada variasi yang terdapat pada pemeriksaan glukosa darah puasa. Pengukuran HbA1c saat ini telah sesuai standar dan akurasinya dipantau secara berkala. Hasil pengukuran menggambarkan peningkatan kadar glukosa darah dalam waktu jangka HbA1c telah digunakan secara luas sebagai alat ukur kontrol glukosa darah pada pasien dengan diabetes. Banyak dokter telah menggunakan HbA1c sebagai metode skrining dan diagnosis. HbA1c memiliki korelasi yang kuat dengan terjadinya komplikasi pada diabetes. Untuk pengukuran HbA1c, pasien tidak perlu puasa terlebih dahulu. Variasi HbA1c dalam individu secara umum lebih rendah daripada variasi yang terdapat pada pemeriksaan glukosa darah puasa. Pengukuran HbA1c saat ini telah sesuai standar dan akurasinya dipantau secara berkala. Hasil pengukuran menggambarkan peningkatan kadar glukosa darah dalam waktu jangka

Terdapat tiga kelompok pasien dengan diabetes: individu dengan Better Controlled Diabetes (BCD HbA1c 6 - 8 %), individu dengan Poorly Controlled Diabetes (PCD, HbA1c ≥ 8 %) dan Non-Diabetes (ND, HbA1c < 5,9 %) (Rajendran, 2010). HbA1c yang tinggi secara konsisten berpotensi menimbulkan komplikasi, termasuk penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit ginjal, kerusakan mata dan kerusakan saraf. International Diabetes Federation (IDF) merekomendasikan nilai HbA1c yaitu < 6,5 % pada sebagian besar orang dengan diabetes tipe 2. Namun, terdapat target individual yang ditetapkan dalam beberapa kelompok (misalnya orang tua). Untuk orang dengan diabetes tipe 1 (terutama anak-anak) target individual berkisar antara 7,0 % dan 7,5 % (Silink and Mbanya, 2007).

Bagi sebagian besar pasien dengan diabetes, HbA1c memberi gambaran yang sangat baik dari kontrol glukosa darah. Namun, ada situasi dimana HbA1c tidak dapat diandalkan yaitu kondisi yang berhubungan dengan masa hidup eritrosit (misalnya, anemia hemolitik), anemia defisiensi zat besi berat, pada variasi hemoglobin tertentu dan transfusi darah yang mengandung eritrosit HbA1c dapat meningkat dalam kondisi medis tertentu. Kondisi ini termasuk uremia (gagal ginjal), konsumsi alkohol yang berlebihan dan hipertrigliseridemia (Little and Sacks, 2009). HbA1c juga menurun pada akhir kehamilan pada individu nondiabetes karena kekurangan zat besi (Hashimoto et al., 2008).

Variasi nilai HbA1c dalam individu pada pasien nondiabetes sangat rendah (< 2 %) (Rohlfing et al., 2002; Kilpatrick et al., 1998), tetapi variasi substansial antarindividu mungkin terjadi (Cohn and Smith, 2008). Variasi dalam HbA1c yang ditemukan di antara ras atau kelompok etnis relatif kecil ( ≤ 0,4 %), sehingga tidak signifikan secara klinis (Pani et al., 2008; Nuttal, 1999). Beberapa menyimpulkan bahwa toleransi glukosa yang terjadi akibat perbedaan kelompok umur sangat sedikit pengaruhnya terhadap variasi peningkatan HbA1c (Wiener and Roberts, 1999).

d) Mekanisme HbA1c sebagai Pemicu Kandidiasis Kutis

HbA1c merupakan salah satu metode diagnosis diabetes dan telah banyak digunakan sebagai alat ukur kontrol gula darah pada pasien dengan Diabetes Melitus.

Orang dengan Diabetes Melitus sering memiliki kelainan kulit seperti gatal dan lesi eritematosa pada kulit. Patogenesis gangguan kulit ini secara umum adalah karena Diabetes Melitus dapat menekan sistem kekebalan, khususnya sistem imun seluler yang bertanggung jawab untuk mencegah kandidiasis (Suisan, 2000).

Pasien dengan Diabetes Melitus memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi. Beberapa penelitian telah menguji mekanisme yang memungkinkan kondisi hiperglikemia dapat menghambat fungsi neutrofil yang kemudian meningkatkan kejadian infeksi pada pasien diabetes. Pada penelitian didapatkan perubahan pada neutrofil di antaranya pada adhesi

neutrofil ke endothelium, migrasi ke daerah inflamasi, kemotaksis, aktivitas bakterisidal, fagositosis dan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan dari fungsi neutrofil. Neutrofil juga membutuhkan energi untuk berkerja, dimana energi banyak diproduksi pada metabolisme glukosa menjadi laktat dan sedikit pada siklus krebs. Pada pasien diabetes kedua proses tersebut mengalami gangguan akibat kurangnya insulin, sehingga neutrofil tidak mendapatkan energi yang cukup untuk menjalankan fungsinya. Penurunan proses glikolisis dan sintesis glikogen akibat kondisi diabetes juga dapat diamati pada leukosit pasien (Loureiro et al., 2007)

Perbedaan Strain dari Candida sp. mungkin juga mempengaruhi kemampuan fagositosis pada pasien dengan diabetes. Seperti pada Candida albicans yang menghasilkan glucose-indusible protein. Protein ini berfungsi memicu adhesi jamur pada kulit dan membantu menghindari proses fagositosis pada jamur. Pada penelitian terlihat ragi dan hifa menyebar luas secara signifikan di permukaan lapisan korneum kulit pada pengambilan sampel pasien diabetes dibandingkan dengan pasien normal. (Eric et al., 2000).

Pada studi yang dilakukan oleh Runeman, Faergemann and Larkoè (2000) mengenai hubungan pertumbuhan Candida albicans dengan PH permukaan kulit, didapatkan pertumbuhan Candida albicans pada bentuk ragi meningkat pada PH asam dan pertumbuhan bentuk pseudohifa atau hifa meningkat pada PH yang lebih tinggi. Pada uji klinik diketahui bentuk Pada studi yang dilakukan oleh Runeman, Faergemann and Larkoè (2000) mengenai hubungan pertumbuhan Candida albicans dengan PH permukaan kulit, didapatkan pertumbuhan Candida albicans pada bentuk ragi meningkat pada PH asam dan pertumbuhan bentuk pseudohifa atau hifa meningkat pada PH yang lebih tinggi. Pada uji klinik diketahui bentuk

Telah banyak penelitian yang membuktikan hubungan erat antara Diabetes Melitus dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis (Dowd et al., 2011). Namun, hubungan langsung antara kadar HbA1c yang dapat mengakibatkan kejadian kandidiasis kutis belum dapat ditentukan.

: menjadi : variabel perancu yang mempengaruhi hasil penelitian : mempengaruhi : alat diagnosis Diabetes Melitus

Bentuk ragi Candida sp.

sebagai flora normal

(Apatogen)

Bentuk pseudohifa atau hifa Candida sp.

sebagai penyakit

(Patogen)

Kadar HbA1c

Terkendali: kehamilan, setelah transfusi, alkoholisme

Tak terkendali: gangguan vaskularisasi, gagal ginjal, variasi hemoglobin, hipertrigliseriemia

Terkendali: usia, jenis kelamin, kehamilan, obesitas, alkoholisme, pemakaian kontrasepsi oral, antibiotik maupun steroid topikal.

Tak terkendali: kondisi psikologis pasien, lingkungan, higene personal, kelembaban kulit, endokrinopati, penyakit kronik, hiperhidrosis.

1. Peningkatan pH kulit.

2. Penurunan sistem kekebalan seluler tubuh: Penurunan fungsi neutrofil dalam membunuh Candida sp.

3. Strain virulen: Candida abicans mensekresi glucose-inducible protein meningkatkan adhesi jamur pada kulit

Kandidiasis kutis

Penggunaan stratum

korneum sebagai

substrat

C. Hipotesis Terdapat hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian

kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi selama bulan April sampai September 2011 dengan diagnosis kandidiasis kutis positif maupun negatif yang memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pria atau wanita 18 - 60 tahun

b. Bersedia mengikuti penelitian ini

2. Kriteria Eksklusi

a. Kehamilan

b. Obesitas b. Obesitas

d. Kontrasepsi oral

e. Pemakaian antibiotik dan steroid topikal

f. Setelah transfusi darah yang mengandung eritrosit

g. Menderita penyakit kronik

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Caranya adalah setiap anggota populasi sumber yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dipilih sebagai sampel sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2007).

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut (Taufiqqurahman, 2004):

Keterangan: n

: besar sampel

p : perkiraan prevalensi penyakit yang di teliti (0,82 % = 0,0082) q

: 1- p (0,9918)

Zα : nilai standar Zα pada kurve normal standar pada tingkat

kemaknaan (1,96)

d : presisi absolute yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi

n= Zα² x p x q

n = 1,96² x 0,0082 x 0,9918 = 12,497 ≈12

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : kadar HbA1c

2. Variabel terikat : kejadian kandidiasis kutis

3. Variabel luar :

Inform consent Tidak setuju

Pemilihan sampel yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi melalui

pengisian kuesioner

terpimpin

Setuju

Uji t-independent dan

Chi Square

Ukur kadar HbA1c

Pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr Muwardi pada Bulan April

sampai September 2011

Kandidiasis kutis (+)

Kandidiasis kutis (-)

Ukur kadar HbA1c Ukur kadar HbA1c

b. Tidak terkendali: kondisi psikologis pasien, lingkungan, higene personal, kelembaban kulit, endokrinopati, hiperhidrosis, hemoglobinopati (terdapat variasi hemoglobin), uremia (gagal ginjal), gangguan vaskularisasi (anemia hemolitik, anemia defisiensi besi).

G. Definisi Operasional Variabel

1. Kadar HbA1c

Kadar HbA1c yang diperiksa sebagai variabel dari penelitian ini adalah kadar HbA1c baik pada pasien kandidiasis kutis maupun pasien yang tidak menderita kandidiasis kutis. Pasien yang memenuhi persyaratan kemudian diminta memeriksakan kadar HbA1c dalam darahnya di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini memakai Tina-quant analyzers yang memiliki kemampuan cukup baik dalam mengukur HbA1c. Tina-quant analyzers menggunakan prinsip High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Prinsip teknik ini adalah memisahkan komponen dari campuran diikuti dengan identifikasi dan penghitungan konsentrasi masing-masing komponen. Jenis skala datanya adalah numerik.

2. Kandidiasis Kutis

Diagnosis kandidiasis kutis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan mikologi langsung berupa kerokan kulit (KOH

10 – 20 %). Kandidiasis kutis diidentifikasikan berdasarkan pemeriksaan oleh seorang dokter Spesialis Kulit dan Kelamin melalui Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang khas pada penderita kandidiasis kutis. Pada pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10 – 20 %), secara mikroskopik akan tampak jamur Candida sp. dalam bentuk sel ragi (yeast form), berupa sel-sel tunas berbentuk lonjong (blastospora), pseudohifa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun bersambung-sambung dan hifa yang bersepta (Hidayati et al., 2005).

Berdasarkan manifestasi klinis khas, pemeriksaan mikroskopik maupun kerokan kulit (KOH 10 – 20 %) pasien dapat didiagnosis kandidiasis kutis positif maupun negatif. Jenis skala data yang dipakai adalah nominal.

H. Sumber Data yang Diambil

1. Sumber data primer yang diperoleh dari: 1. Sumber data primer yang diperoleh dari:

b. Pemeriksaan seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin berdasarkan Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang khas.

c. Pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit dengan KOH 10 – 20 %.

d. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar HbA1c pasien.

2. Sumber data sekunder yang diambil dari data rekam medik pasien.

I. Cara Kerja

Penelitian ini dimulai dengan mencari pasien baik yang menderita kandidiasis kutis maupun yang tidak menderita kandidiasis kutis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi dan bersedia mengikuti beberapa pemeriksaan. Pasien diminta untuk mengisi kuesioner yang digunakan sebagai sarana pemenuhan kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh pasien yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan kemudian diminta melakukan beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan kadar HbA1c di Laboratorium Patologi Klinik, pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10 – 20 % di Laboratorium Poliklinik Kulit dan Kelamin.

Teknik pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH adalah sebagai berikut:

1. Meletakkan bahan pemeriksaan yang didapat dari kerokan kulit atau kuku diatas gelas objek yang telah diberi beberapa tetes larutan KOH

10 – 20 % kemudian diaduk dengan baik.

2. Menutup sediaan dengan gelas penutup (deck glass) dan menekan perlahan untuk menghilangkan gelembung udara.

3. Menunggu 2 - 5 menit.

4. Memeriksa sediaan dengan mikroskop, dimulai dengan perbesaran rendah (lensa objektif 10 x) dan mengatur sinar hingga terlihat jelas.

5. Bila elemen fungus (hifa) sudah terlihat, dapat menaikkan pembesaran sampai 40 x agar dapat melihat morfologi lebih teliti.

Data-data yang terkumpul kemudian diolah untuk informasi sebagai berikut:

1. Distribusi kelompok kandidiasis positif maupun negatif.

2. Analisis statistik terhadap responden tentang hubungan antara kadar HbA1c dan prevalensi kejadian kandidiasis kutis.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Teknik analisis data statistik yang digunakan adalah uji t- independent dan uji Chi Square. Uji t-independent digunakan untuk uji hipotesis dengan variabel bebas numerik dengan variabel terikat nominal. Kelompok tidak berpasangan dimaksudkan pemilihan individu pada kelompok yang satu tidak tergantung pada karakteristik individu kelompok lainnya. Sedangkan uji Chi Square digunakan untuk mengetahui ada atau Teknik analisis data statistik yang digunakan adalah uji t- independent dan uji Chi Square. Uji t-independent digunakan untuk uji hipotesis dengan variabel bebas numerik dengan variabel terikat nominal. Kelompok tidak berpasangan dimaksudkan pemilihan individu pada kelompok yang satu tidak tergantung pada karakteristik individu kelompok lainnya. Sedangkan uji Chi Square digunakan untuk mengetahui ada atau

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Sampel

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2011 yang bertempat di Poliklinik Kulit dan Kelamin serta Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Muwardi Surakarta dengan pasien sebagai sampel. Empat belas orang menjadi sampel penelitian, dengan pembagian 6 orang menderita kandidiasis kutis atau kandidiasis kutis positif dan 8 orang lainnya tidak menderita kandidiasis kutis atau kandidiasis kutis negatif sebagai kontrol.

Dari kelompok kandidiasis kutis positif, 3 orang temasuk dalam kelompok Non-Diabetes (21,4 %), 1 orang termasuk kelompok Better Controlled Diabetes (7,1 %) dan 2 orang termasuk kelompok Poorly Controlled Diabetes (14,3 %). Sedangkan untuk kelompok kontrol, 7 orang temasuk dalam kelompok Non-Diabetes (50 %), 1 orang termasuk Better Controlled Diabetes (7,1 %). Tabel 4.1 . Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Diabetes

No Kategori diabetes

Kandidiasis kutis positif

Kandidiasis kutis negatif

Jumlah Presentase(%)

Jumlah Presentase(%)

2 Better Controlled Diabetes

3 Poorly Controlled Diabetes

0 0 Total

No

Kelompok

Jenis Kelamin

Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif

Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan pada kedua kelompok memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kelompok kandidiasis kutis positif memiliki jumlah sampel perempuan sebanyak 5 orang (35,7 %) dan pada kelompok kandidiasis kutis negatif sampel perempuan berjumlah 5 orang (35,7 %). Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Rerata Umur

(Tahun)

Minimal (Tahun)

Maksimal (Tahun)

Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif

54 Pada Tabel 4.3 didapatkan rerata umur pasien kandidiasis kutis positif yaitu 47 tahun dengan umur minimal 32 tahun dan maksimal 58 tahun. Sedangkan rerata umur kelompok pasien dengan kandidiasis negatif yaitu 43 tahun dengan umur minimal 26 tahun dan maksimal 54 tahun.

Rerata HbA1c (%)

Minimal (%)

Maksimal (%)

Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif

B. Analisis Statistika

1. Uji t-Independent

Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji t-independent yang merupakan uji parametrik dengan program SPSS

17.00. Uji ini digunakan bila nilai kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat uji t-independent adalah data berskala numerik, terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok dapat sama atau berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0,05 pada masing-masing kelompok tersebut. Uji normalitas yang dilakukan pada masing-masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Kolmogorov- Smirnov (Dahlan, 2005).

Tabel 4.5 menunjukkan sebaran data yang di uji normalitas datanya dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Test, dengan ketentuan bila p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya bila nilai p < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk kelompok kandidiasis kutis positif maupun negatif adalah 0,200 dan 0,069 (p > 0,05) maka sebaran dapat dikatakan normal. Tabel. 4.6. Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test

Data

Uji Homogenitas Levene’s Test

Keterangan

Kadar HbA1c

11,7

0,005

Data tidak homogen

Hasil uji homogenitas dengan Levene’s Test memiliki ketentuan bila signifikan hitung < 0,05 data diasumsikan tidak homogen atau terdapat perbedaan varians.

Berdasarkan uji tersebut dapat diketahui bahwa F = 11,7 (p = 0,005). Karena p < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak homogen atau terdapat perbedaan varians antara hasil pengukuran kadar HbA1c pada pasien kandidiasis kutis positif dan negatif. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar HbA1c pasien

Data

Nilai p

Keterangan

Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif

0,200 0,069

Distribusi normal Distribusi normal

Gambar 4.1 . Boxlots Kadar HbA1c Berdasarkan gambar 4.1 diketahui bahwa rerata kadar HbA1c pada pasien kandidiasis kutis positif adalah (6,9 ± 3,1) %, sedangkan pada pasien kandidiasis kutis negatif adalah (5,0 ± 1,1) %. Tabel 4.7 . Hasil Uji t-Independent terhadap Beda Mean Kadar HbA1c

Menurut Kejadian Kandidiasis Kutis

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar HbA1c antara pasien kandidiasis kutis positif dan negatif, namun hasil uji t-independent didapatkan p = 0,208. Berdasarkan perhitungan karena p > 0,05, dapat diintepretasikan bahwa terdapat perbedaan kadar Hba1c

Kelompok

Mean Kadar HbA1c (%)

SD

Analisis Uji Mann-Whitney

Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif

2. Uji Chi Square Data penelitian juga diolah menggunakan uji Chi Square. Uji ini digunakan untuk mencari cut of point dari kadar HbA1c yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis kutis secara bermakna. Tabel 4.8 . Hasil Analisis Chi Square tentang Hubungan Kadar HbA1c

dengan Kejadian Kadidiasis Kutis

Cut of Point

Kadar HbA1c

Odds Ratio

Batas Bawah

Batas Atas

Berdasarkan hasil uji Chi Square pada tabel 4.7 diketahui bahwa apabila kadar HbA1c ≥ 8 % akan meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 9,4 kali dibandingkan dengan HbA1c < 8 % (OR 9,4; CI 95 % 0,4 sampai 242,1). Pada kadar HbA1c ≥ 7 % akan meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 3,5 kali dibandingkan dengan kadar HbA1c < 7 % (OR 3,5; CI 95 % 0,2 hingga 51,9). Pada kadar HbA1c ≥ 6 % akan meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 7 kali dibandingkan dengan kadar HbA1c < 6 % (OR 7,0; CI 95 % 0,5 hingga 97,7). Sedangkan, pada kadar HbA1c ≥

5 % akan meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 1 kali 5 % akan meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 1 kali

Besarnya kekuatan hubungan berdasarkan nilai OR adalah sebagai berikut (Murti, 2007): Tabel 4.9. Besar Odds Ratio dan Interpretasi tentang Kekuatan

Hubungan antara Paparan dan Penyakit.

Peningkatan risiko terjadinya kandidiasis kutis dalam penelitian ini mulai terlihat pada peningkatan kadar HbA1c ≥ 6 %. Hasi l analisis data menunjukkan Odds Ratio berkisar antara ≥ 3.0 - < 10.0 yang dapat diinterpretasikan sebagai hubungan yang kuat antara peningkatan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis, meskipun hubungan tersebut dalam penelitian secara statistik tidak signifikan (p < 0,05).

OR

Meningkatkan Interpretasi

1.0 1.0 Tidak terdapat hubungan > 1.0 - < 1.5

> 0.67 - < 1.0

Hubungan lemah ≥ 1.5 - < 3.0

>0.33 - ≤ 0.67

Hubungan sedang ≥ 3.0 - < 10.0

>0.10 - ≤ 0.33

Hubungan kuat

≥ 10.0

≤ 0.10

Hubungan sangat kuat

PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui keseluruhan sampel berjumlah

14 orang, yaitu 6 orang kandidiasis kutis positif dan 8 orang kandidiasis negatif. Pada Tabel 4.1, sampel dibagi menjadi 3 kelompok diabetes menurut kadar HbA1c yaitu Non-Diabetes (HbA1c < 5,9 %), Better Controlled Diabetes (HbA1c 6 – 8 %) dan Poorly Controlled Diabetes (HbA1c ≥ 8 %).

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dimana kelompok kandidiasis kutis positif maupun negatif memiliki sampel perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Pada penelitian ini peneliti tidak mengkategorikan jenis kelamin ke dalam variabel luar yang harus dikendalikan. Hal tersebut memang tidak perlu dilakukan karena pada pengukuran kadar HbA1c tidak terdapat perbedaan hasil pengukuran antara perempuan dan laki-laki.

Tabel 4.3 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan umur. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan signifikan pada rerata umur kelompok pasien kandidiasis positif dan negatif. Tabel 4.4 menunjukkan rerata, nilai minimal dan maksimal dari kadar HbA1c pada pasien kandidiasis kutis positif maupun negatif. Pada kelompok pasien kandidiasis kutis positif didapatkan rerata HbA1c yaitu 6,9 % dengan kadar minimal 4,3 % dan maksimal 11,5 % sedangkan pada kelompok pasien kandidiasis negatif didapatkan rerata kadar HbA1c yaitu 5,0 % dengan kadar minimal 4,1 % dan maksimal 7,4 %.

Data yang diperoleh pertama dianalisis oleh uji t-independent. Syarat dari uji tersebut adalah data berskala numerik, terdistribusi normal dan variasi kedua kelompok bisa sama atau berbeda. Tabel 4.5 menunjukan hasil uji normalitas data pada kandidiasis kutis positif yaitu p = 0,200 dan kandidiasis kutis negatif p = 0,069. Keduanya menunjukan bahwa sebaran data pada penelitian ini normal (p > 0,05) sehingga dapat menggunakan uji t-independent. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varians antara rerata kadar HbA1c kedua kelompok pasien atau data tersebut tidak homogen.

Hasil dari uji t-independent didapatkan rerata kadar HbA1c kelompok pasien dengan kandidiasis positif adalah (6,9 ± 3,1) % dan rerata untuk kelompok pasien kandidiasis negatif didapatkan (5,0 ± 1,1) % dengan p = 0,208 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada rerata hasil pengukuran HbA1c.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis oleh uji Chi Square. Pada uji tersebut didapatkan nilai Odds Ratio dari cut of point HbA1c ≥ 6 % antara 3 sampai

10 yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis dimana peningkatan risiko dimulai ketika kadar HbA1c ≥ 6 %. Hal tersebut diperkuat dengan hasil odd ratio dari cut of point HbA1c ≥ 5 % adalah 1 yang artinya tidak terdapat hubungan atau pengaruh kadar HbA1c dengan terjadinya kandidiasis kutis ketika kadar HbA1c ≥ 5 %.

Pada penelitian yang dilakukan di Praha tahun 2001 tentang insidensi kolonisasi Candida sp. di kulit dan kuku manusia, didapatkan distribusi spesies kandida dari 245 sampel. Pada penelitian tersebut didapatkan 8 spesies kandida Pada penelitian yang dilakukan di Praha tahun 2001 tentang insidensi kolonisasi Candida sp. di kulit dan kuku manusia, didapatkan distribusi spesies kandida dari 245 sampel. Pada penelitian tersebut didapatkan 8 spesies kandida