Penyusunan tes diagnostik fisika sma kelas X di SMA 2 Sukoharjo
SUKOHARJO
Skripsi
Skripsi Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
commit to user
SUKOHARJO
Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
commit to user
commit to user
Anggraeni Dwi Susilowati. PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA
KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO . Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes diagnostik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas kelas X semester genap.
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4 D (four D model) oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design (Perancangan),(3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran). Obyek penelitian ini adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Hasil draft awal sebanyak 20 butir soal tes diagnostik. Validasi teoritik dilakukan oleh Dosen Pembimbing selaku tim ahli yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa. Selanjutnya dilakukan validasi empiris dengan dua kali uji coba.
Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden
42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata- rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa masih rendah
Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50% dari jumlah responden dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas
commit to user
instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa tinggi.
Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku ahli yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.
Kata Kunci : Tes Diagnostik, Miskonsepsi, Konsep Fisika
commit to user
Anggraeni Dwi Susilowati. FORMULATION OF PHYSICS DIAGNOSTICS TEST AT FIRST CLASS OF SENIOR HIGH SCHOOL IN SMA 2
SUKOHARJO. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty , Sebelas Maret University, December 2011.
The aim of research to formulate and develop a diagnostic test in learning Physics at first class of senior high school . This research uses a model of development 4 D (four D model) by S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, and Melvyn I, Semmel. 4D development model consists of four main stages, namely: (1) Define, (2) Design, (3) Development and (4) Dissemination. Object of this research were high school students in class X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Results of first draft 20 item diagnostics test. Teoritics validation done by consulting the Supervisor who are assessment of the material, construction and language. Then empiris validation with twice try out.
First try out conducted in small groups of students by the number of respondents and 42 students obtained results have not been as many as four questions can be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept there are two concepts that do not meet the benchmark of at least 50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing so I was
0.29 including the low category, which means the instrument is the level of regularity in exposing students still low misconception. Second try out are performed on large groups of students by the number of respondents 78 students and all questions can already be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept it meets the minimum benchmark of 50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing II is 0.69, so it is a high category which is means the instrument level
of regularity in exposing students to high misconception.
commit to user
Geometric Optics by consulting the Supervisor as the experts who provide an assessment of the material, construction and language. Key Word : Diagnostic Test, Misconception, Consept of Physics
commit to user
“Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang yang mengotorinya” (QS. Asy-Syam:9-10)
“Kupikir keberhasilan itu karena keturunan, ternyata karena ketekunan. Kupikir yang mahal itu uang dan emas, ternyata kepercayaan dan persahabatan. Kupikir
sukses itu hasil kerja keras ternyata hasil kerja cerdas. Kupikir Allah selalu mengabulkan setiap permintaan, ternyata Allah hanya memberikan yang kita butuhkan ” (083865543xxx)
“Ketika menginginkan sesuatu, suatu saat akan sirna perlahan-lahan karena tidak mampu diwujudkan. Namun seiring berjalannya waktu akan muncul suatu kesempatan yang tak terduga, itulah jawaban dari alam sekitar yang ikut mendoakan. Berkah Allah sangat luas, setelah kesulitan akan selalu ada kemudahan .” (Penulis).
commit to user
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu (Sunarti), Bapak (Marno), Mbak Ana, Dek Koko dan seluruh keluarga tercinta.
2. Teman-teman kost “ Hanifah” yang selalu mendukung.
commit to user
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs.Sutadi waskito, M.Pd, Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa memberikan semangat.
5. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Drs.Sutrisno, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.
9. Siswa-siswi kelas X di SMA Negeri 2 Sukoharjo 2010/2011. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
commit to user
restu serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
11. Teman-teman Fisika terkhusus angkatan 2007.
12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Dalam skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan maka sangat diharapkan atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
commit to user
Hal
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep...........................
17
Tabel 3.1 Contoh Tabel Persentase Derajat Kemampuan Siswa Tiap Soal
45
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-Rata Kemampuan Siswaa tiap
Konsep .........................................................................................
46
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ...............................................................................
50
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep ...............................................
52
Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ...............................................................................
60
Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata tiap Konsep............................................... 61
commit to user
Hal
Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
Menurut Kemp........................................................................
22
Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut
Dick & Carey ..........................................................................
24
Gambar 2.3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D
Thigarajan ...............................................................................
26
Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya ................................................................
26
Gambar 2.5 Pemantulan Teratur ...............................................................
30
Gambar 2.6 Pemantulan Baur ....................................................................
33
Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ........................................
34
Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar ..........................
34
Gambar 2.9 Kerangka Berpikir ..................................................................
38
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ...................
40
Gambar 3.2 Desain Uji Coba .....................................................................
43
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................
51
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ..................
52
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................
61
Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ..................
62
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ...................
55
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ...................
55
commit to user
Hal Lampiran 1
Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................... 71 Lampiran 2
Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................................... 72 Lampiran 3
Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................... 83 Lampiran 4
Tes Diagnostik Optik Geometri 2 .......................................... 85 Lampiran 5
Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ........................... 96 Lampiran 6
Tes Diagnostik Optik Geometri 3 .......................................... 98 Lampiran 7
Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ............ 108 Lampiran 8
Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ........................... 110 Lampiran 9
Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 2 ............ 120
Lampiran 10 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................................... 122 Lampiran 11 Lembar Jawab Tes Diagnostik...... ......................................... 134 Lampiran 12 Dokumentasi Pelaksanaan tes Uji Coba...... ........................... 135 Lampiran 13 Lembar Telaah Soal ................................................................ 136 Lampiran 14 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 1 ........................................... 137 Lampiran 15
Analisis Jawaban Tes Uji Coba 2........................................... 139
Lampiran 16 Surat - Surat Penelitian ........................................................... 141
commit to user
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat mengkon- disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha menciptakan pembelajaran yang efektif. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering menghadapi kesulitan atau masalah yang membutuhkan bantuan serta dukungan dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut. Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan dirumuskan pemecahannya.
Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai bagian dari mata pelajaran Sains di SMA merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya. Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA yaitu agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, Fisika diharapkan dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap tumbuhnya sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru serta dapat membantu siswa dalam memahami arti pentingnya berfikir secara kritis.
Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki kelompok
commit to user
sama. Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya, semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.
Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan guru. Usaha mencari permasalahan belajar dan menentukan penyembuhnya merupakan kegiatan guru yang masih berada dalam fungsi kisi-kisi kerja remedial bagi para siswa. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama. Mereka dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk dapat menerima pengajaran remidi. Jika jumlahnya banyak, mereka diberi pengajaran secara bersamaan sedangkan jika jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi pengajaran secara individual.
Oleh sebagian siswa, mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan mempelajarinya.
Sampai saat ini kenyataan di lapangan pendidikan menunjukkan bahwa masih banyak dijumpai siswa SMA yang mengalami kesulitan dalam memecahkan persoalan-persoalan Fisika. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah belum seperti yang diharapkan. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa merupakan salah satu indikasi bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Mereka memerlukan bantuan secara tepat dan sedini mungkin agar kesulitan yang mereka hadapi dapat segera teratasi. Agar bantuan yang diberikan dapat berhasil dan efektif, terlebih dahulu harus dipahami letak kesulitan yang mereka hadapi.
commit to user
sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan siswa. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, atau akhir suatu program pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.
Untuk itu perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis kesulitan yang dialami siswa, namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA
2 Sukoharjo ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Pelajaran fisika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa.
2. Perbedaan daya tangkap konsep siswa dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru.
3. Permasalahan fisika yang sulit untuk dipecahkan oleh siswa.
4. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
5. Kesulitan siswa untuk menguji tingkat kepahamannya tentang suatu konsep fisika yang telah diajarkan oleh guru.
6. Kesulitan guru dalam merekam kesulitan yang dialami oleh siswanya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi dengan ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:
commit to user
konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa kelas X.
2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMAN 2 Sukoharjo kelas X
3. Pokok Bahasan konsep yang diteliti adalah tentang Perambatan cahaya, hukum pemantulan cahaya, bayangan, cermin datar
D. Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah bentuk tes diagnostik yang dapat diberikan pada siswa agar memenuhi standar dalam pembelajaran fisika siswa kelas X SMA?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes diagnostik yang standar dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas
kelas X semester genap.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik yang mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih peneliti adalah pilihan ganda beralasan. Tujuan dari bentuk soal pilihan ganda beralasan adalah untuk mempermudah peneliti dalam mendiagnosis kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis.
Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat evaluasi untuk mendiagnosis adanya kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.
commit to user
Asumsi
Dalam pembelajaran fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam memahami konsep fisika.
Keterbatasan pengembangan
Penelitian ini hanya mengembangkan tes diagnostik untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Keterbatasan lain adalah uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi alat optik.
commit to user
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang berupa tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model) oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran).
B. Prosedur Pengembangan
Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu menidentifikasi miskonsepsi siswa, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan menggunakan model 4 D, melalui langkah pendefinisian, pendesainan, pengembangan dan pendessimenasian. Alur desain penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 1 di bawah ini:
Gambar 3.1. Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika
Penyusunan kisi-kisi soal
Analisis materi: Analisis sub konsep
Unsur yang dikembangkan:
1. Bentuk tes pilihan ganda beralasan
2. Isi tes bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
3. Validasi oleh para ahli
Ujicoba kepada:
1. Ahli pengembangan soal.
2. Guru mata pelajaran
3. Uji coba dengan siswa
- Butir soal
commit to user
Tes Diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah dilakukan.
1. Tahap Pendefinisian
Pada tahap pendefinisian ini peneliti melakukan anlisis materi optik geometri dan selanjutnya memutuskan untuk mengungkap adanya miskonsepsi mengenai konsep:
a. Perambatan cahaya Pada konsep perambatan cahaya ini dibagi menjadi 8 subkonsep yaitu Cahaya terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk gelombang elektromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang seragam, Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang, Kecepatan cahaya berbanding terbalik dengan indeks bias medium, Kecepatan cahaya tidak dipengaruhi sumber cahayanya, Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan cahaya berubah.
b. Hukum Pemantulan Pada konsep hukum pemantulan dibagi menjadi 2 subkonsep yaitu Sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar, Besar sudut datang sama dengan sudut pantul
c. Bayangan Konsep bayangan dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan terbentuk ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya, Bayangan umbra (inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata lain bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang masih mendapatkan cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat sumber cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber cahaya dan benda.
d. Pemantulan pada Cermin datar Konsep pemantulan pada cermin datar dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan cahaya, Sifat bayangan pada cermin datar adalah maya, Jarak bayangan ke cermin
commit to user
sama besar dengan tinggi bendanya, Cermin datar minimal harus mempunyai tinggi setengah kali tinggi orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya
2. Tahap Pendesainan
Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun oleh peneliti berisi tentang konsep, subkonsep, bentuk soal, nomor soal dan kunci jawaban. Kisi-kisi soal ini merupakan panduan peneliti dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan digunakan, untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
3. Tahap Pengembangan
Dalam mengembangkan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk pilihan ganda beralasan dengan tujuan memudahkan peneliti dalam menganalisis kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal yang dibuat harus memuat tentang kesalahan-kesalahan konsep fisika yang dialami oleh siswa. Setelah tes dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji validitas teoritik, isi, kebahasaan dan guru yang mengajarkan materi fisika di SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal diujicobakan kepada siswa kemudian direvisi oleh peneliti dengan panduan ahli agar menghasilkan soal yang validitas isinya terpenuhi. Hasil penelaahan dari tim ahli secara lengkap dapat dilihat di lampiran 2.
4. Tahap Pendisseminasian
Pada tahap pendisseminasian ini, akan dilakukan uji coba tes diagnostik melalui empat langkah yaitu:
a. review soal oleh ahli pengembangan tes Pembuatan soal tes diagnostik dipantau oleh dosen pembimbing sebagai ahli pengembangan tes. Para ahli akan menguji validitas isi, teoritik dan kebahasaan. Para ahli ini dimohon untuk memberikan masukan tentang kelayakan soal tes diagnostik agar sesuai fungsinya sebagai alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Dalam uji ahli, untuk memperoleh soal tes diagnostik
commit to user
yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 3.
b. diuji-cobakan kepada siswa yang pernah mengikuti pelajaran Fisika materi Cahaya. Uji coba dilakukan kepada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 2 kali. Uji coba pertama dengan jumlah siswa kelompok kecil yaitu 42 siswa. Selanjutnya setelah dilakukan revisi, maka uji coba kelompok yang lebih besar yaitu 78 siswa.
C. Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
Untuk mengidentifikasi validitas isi dipergunakan uji coba ahli dan guru mata pelajaran sedangkan untuk menguji komponen-komponen soal yang konsisten satu sama lain dipergunakan validitas empiris yang berupa uji coba pada siswa kelompok kecil dan besar kemudian dicari reliabilitasnya. Desain uji coba tes diagnostik dapat dilihat pada digram berikut :
Gambar 3.2 Desain Uji Coba
Tes Diagnostik
dianalisis pakar
Revisi Uji Coba I Siswa kelompok kecil
Tes Diagnostik
Siswa kelompok besar
Analisis Kebutuhan
Kebutuhan Siswa Kebutuhan Instrumen
Revisi Uji Coba II
commit to user
Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi cahaya sehingga konsep yang ada dalam diri siswa masih hangat dan tertanam di otak. Uji coba dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
3. Jenis Data
Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat realibilitas dari soal diagnostik yang dibuat.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa Instrumen Non-tes yang terdiri dari :
a) Format Penelaahan Butir Soal Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format penelaahan soal akan membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaan penelaahan soal. Format penelaahan ini digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal.
b) Lembar Observasi Lembar observasi ini berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik. Catatan ini berisi kekurangan- kekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang mengerjakan soal.
5. Teknik Analisis Data
a. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif dalam bentuk persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep tentang perambatan cahaya, hukum pemantulan, bayangan dan pemantulan pada cermin
commit to user
untuk tiap item soal. Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis Hasil Telaah Ahli
2. Analisis Hasil Uji Coba Jawaban siswa diperiksa dan dikategorikan dalam tabel Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan
Siswa per Item Soal
No Soal
Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Memahami
Adapun pengkategorian jawaban siswa sebagai berikut :
a. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar dan alasan benar .
b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
1) Jawaban salah, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan.
3) Jawaban salah dan penjelasan jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan.
c. Batas agar instrumen soal dapat digunakan dalam tes diagnostik adalah minimal dapat mengungkap miskonsepsi sebesar 10% dari jumlah responden. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan dilakukan Tes Uji Coba II.
3. Dibuat tabel baru yang terdiri dari jumlah dan persentase kelompok siswa yang memahami dan miskonsepsi berdasarkan konsep
commit to user
Kemampuan siswa tiap Konsep
Subkonsep
Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan siswa tiap Konsep Memahami
Miskonsepsi
% Rata-Rata
% Rata-Rata Perambatan cahaya
Hukum Pemantulan
Bayangan
Pemantulan pada Cermin datar
Batas agar konsep soal dapat digunakan adalah minimal dapat mengungkap miskonsepsi sebesar 50%. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan dilakukan Tes Uji Coba II. Dari tabel 3 dan 4 kemudian dibuat diagram batang untuk kemudian analisis.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Untuk mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) yaitu
Dimana: KR-20 p (1-p)
(SD) 2
Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR-20. Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar. Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.
Jumlah hasil perkalian antara p dan q. Banyaknya item. Varian.
Kriteria :
0,00 ≤ r 11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ r 11 < 0,40 : reliabilitas rendah 0,40 ≤ r 11 < 0,60 : reliabilitas cukup
commit to user
0,60 ≤ r 11 < 0,80 : reliabilitas tinggi 0,80 ≤ r 11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi
(Departemen Pendidikan Nasional.2009:16)
b. Analisis Telaah Butir Soal
Penalaahan butir soal ini dilakukan oleh tim ahli. Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif digunakan format penelaahan butir soal yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Penganalisisan soal ini dinilai kualitas soal dari segi materi, konstruksi dan bahasa.
commit to user
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar Konsep
a. Hakikat Belajar
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja, berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi belajar di sini diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.
Setiap individu pasti mengalami proses belajar. Belajar dapat dilakukan oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua, dan akan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan akan tercapai apabila proses belajar dalam sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 9), Skinner berpandangan bahwa belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Sehingga dalam belajar akan ditemukan adanya hal berikut :
1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon bagi pebelajar
2) Respons si pebelajar
commit to user
pada stimulus yang menguatkan konsukensi tersebut. Sebagai contoh respon untuk si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Menurut Gagne Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Beliau juga mengatakan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Dapat diterangkan sebagai berikut :
1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan.”
2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10-11).
Belajar menurut pandangan Piaget merupakan pengetahuan yang dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan sehingga lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang
Pendapat Rogers praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an menitikberatkan pada segi pengajaran bukan siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam proses belajar tersebut individu menggunakan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga menjadi baik.
b. Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
1) Teori Belajar menurut Piaget
commit to user
organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan hidup serta struktur pemikiran manusia. Tantangan, pengalaman gejala yang baru dan skema pengetahuan yang telah dimiliki seseorang diharapkan untuk lebih berkembang menjadi pengalaman-pengalaman baru. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang.
Jadi menurut Piaget setiap pengetahuan merupakan pengetahuan fisis, matematis-logis, atau sosial. Yang paling penting dari pembentukan pengetahuan itu adalah tindakan atau kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan orang lain.
2) Teori Belajar menurut Posner Teori belajar menurut Posner merupakan suatu teori perubahan konsep. Dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada dalam filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep disebut asimilasi dan tahap kedua disebut akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki. Untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Sedangkan dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi.
Teori perubahan konsep merupakan suatu teori dimana dalam proses pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang tidak sekali jadi melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus..
3) Teori Belajar menurut Ausubel Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-114) ada dua jenis belajar :
a) Belajar bermakna, (meaningful learning) yaitu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi barupada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognotif seseorang.
b) Belajar menghafal (rote learning) yaitu bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep yang relevan maka informasi baru dipelajari secara hafalan.
commit to user
konstruktivisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta. Fakta baru ke dalam sistem pengertian yang sudah dimiliki. Dan juga menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru dengan konsep yang sudah dimiliki siswa.
4) Teori Belajar menurut Jonassen Teori ini dinamakan pula teori skema dimana pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan.
Menurut teori skema seseorang belajar dengan mengadakan restrukturisasi atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan mengganti skema itu. Teori ini mirip dengan teori Piaget yang menggunakan asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak menjelaskan proses pengetahuan tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu tersimpan dan tersusun.
Menurut Subiyanto dalam Trianto (2010:17) unsur terpenting dalam mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada hakekatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.
Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolok ukur bahwa siswa telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai.
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interkasi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interkasi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
commit to user
dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. (Trianto (2010:17)
c. Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip- prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasrkan pada konsep yang diperolehnya.
Dasar dari belajar konsep seperti halnya bentuk belajar yang lain adalah asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".
Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Menurut Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.
Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori
commit to user
informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level pengetahuan yang semakin tinggi.
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge). (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_043607_chapter2.pdf)
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu:
1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,
mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.
2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk me-
nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.
3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan meng- implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).
4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke
unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut
5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan
memproduksi. Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori, yaitu:
1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
commit to user
prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.
4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain melalui proses akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Pembelajaran Fisika SMA
a. Pengertian Fisika
Ilmu fisika merupakan salah satu cabang dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara sistematik yang didalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Fisika adalah ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil-hasil pemikiran maupun eksperimen yang dilakukan para ahli.
Menurut Brockhous dalam Hebert Druxes (1986 : 3) mengemukakan bahwa fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara matematis dan berdasarkan peraturan umum. Sedangkan menurut Gerthsen dalam Hebert Druxes (1986 : 3) bahwa fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan antar kenyataan-kenyataan, persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala- gejala tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fisika adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang berusaha menguraikan dan menjelaskan gejala-gejala alam serta interaksinya dan menerangkan bagaimana gejala tersebut diukur
commit to user
dengan teori.
b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 dalam Paul Suparno (2009:76) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1) membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena tujuan pendidikan fisika untuk mengembangkan kemampuan melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan ketrampilan maka dalam pembelajaran guru fisika menggunakan model pembelajaran dan pendekatan yang dapat membantu pencapaian kemampuan tersebut di atas. Model pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan tidak cocok untuk mencapai tujuan tersebut karena tidak memberikan kemampuan siswa untuk bernalar dan melakukan kerja ilmiah. Pendekatan inkuiri dimana siswa menggunakan metode ilmiah, pendekatan problem solving dimana siswa dilatih memikirkan persoalan secara rasional, pendekatan konstruktivis di mana
commit to user
dalam proses pembelajaran fisika sekarang ini.
3. Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika
a. Konsepsi
Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang mengenainya sampai ke mata.
Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah "suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama".
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat di- bedakan menjadi empat yaitu :
1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.