Dampak dari asam oleat sebagai co substr

1

Dampak dari asam oleat sebagai co-substrat glukosa pada efect
" jangka pendek" dan "jangka panjang" efek Crabtree pada
Saccharomyces cerevisiae

Abstrak
Latar Belakang
Optimasi dari industri biomassa diarahkan pada proses yang memberikan
hasil biomassa tertinggi. Namun, beberapa ragi yang berguna seperti
Saccharomyces cerevisiae tunduk pada efek Crabtree di bawah kelebihan
glukosa. Fenomena ini dapat terjadi pada tangki skala besar dimana terdapat
heterogenitas dalam konsentrasi glukosa. Oleh karena itu ragi menghadapi
lingkungan lokal dengan kelebihan glukosa yang menyebabkan terjadinya
produksi etanol yang dapat menghambat pembentukan biomassa. Sebelumnya
kami menunjukkan bahwa asam oleat sebagai co-substrat dalam chemostat
terbatas glukosa diperbolehkan untuk menunda dan memodulasi efek "jangka
pendek" efek Crabtree pada Saccharomyces cerevisiae. Disini kita meneliti
lebih lanjut pengaruh dari asam oleat sebagai modulator dari efek Crabtree.
Hasil
Dampak dari asam oleat sebagai co-substrat pada efek Crabtree diteliti dalam

hal i) spesifik strain, ii) efek reversibilitas potensial dengan batch aerobik
kelebihan glukosa dan iii) daya tahan dan kapasitas maksimal etanol di bawah
tekanan tinggi dengan fed-batch kelebihan glukosa. Pertama, penambahan
asam oleat menghasilkan peningkatan laju pengenceran kritis sebesar 8 % dan
laju penyerapan spesifik karbon sebesar 18 %. Selain itu, diamati penundaan
untuk awal produksi etanol ketika batch diinokulasi dengan sel yang
sebelumnya tumbuh pada chemostat oleat glukosa. Akhirnya, kultur sel
diadaptasi pada fed-batch oleat glukosa yang menyebabkan pengalihan aliran
karbon terhadap produksi biomassa, dengan peningkatan 73 % pada hasil
biomassa.

2

Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa gangguan oleh asam oleat
sebagai co-substrat mengakibatkan penurunan efek "jangka pendek" dan
"jangka panjang" efek Crabtree. Dampak ini tergantung strain dan reversibel.
Dengan demikian, aplikasi strategi industri biokimia ini bisa dipertimbangkan
untuk mengatasi masalah heterogenitas dalam tangki skala besar atau untuk
mempersiapkan starter ragi untuk berbagai aplikasi.

Kata Kunci
Saccharomyces cerevisiae, fermentasi etanol, asam oleat, efek Crabtree,
Accelerostat, Batch, Fed-batch.
Latar Belakang
Represi jalur oksidatif oleh aktivitas glikolitik mengakibatkan fermentasi dan
respirasi simultan bernama "efek Crabtree" [1-3]. Hasil

oksido-reduktif

ditandai dengan pembentukan produk sampingan (etanol, gliserol dan asam
lemah), pengurangan dalam hasil biomassa dan terbatasnya tingkat
penyerapan oksigen. Hal ini dinamakan efek "jangka panjang" ketika batch
kelebihan glukosa dan fed-batch atau dalam chemostat terbatas glukosa pada
tingkat pengenceran yang melebihi tingkat dilusi kritis (Dc), yang melibatkan
adaptasi

metabolisme sel, sementara itu bernama efek "jangka pendek"

setelah pulse glukosa dalam chemostat terbatas glukosa berada pada tingkat
pengenceran dibawah Dc [4].

Teori global yang diterima sebagian besar menjelaskan mekanisme kapasitas
pernafasan yang terbatas dalam sel positif Crabtree. Kapasitas pernapasan ini
meliputi seluruh jalur sitosol dan mitokondria yang bertanggung jawab untuk
katabolisme pernapasan dari piruvat, termasuk rantai pernapasan. Hal ini
jenuh di atas ambang kritis tingkat penyerapan glukosa. Kemudian, sel
mengarahkan kelebihan fluks glikolitik terhadap metabolisme fermentasi
dengan adanya produksi etanol [5,6]. Teori ini didukung oleh penelitian yang

3

menggunakan pendekatan rekayasa genetika. Namun, delesi terisolasi atau
over-ekspresi dari berbagai gen yang mengkode enzim dalam kapasitas
pernafasan tidak berhasil membawa keluar setiap reaksi terbatas tunggal [715].
Modulasi transisi metabolisme berhasil dilaporkan setelah rekayasa fungsi
regulasi global. Delesi dari MIG1 dan MIG2, coding untuk regulator positif
dalam represi glukosa menyebabkan Dc 5 % lebih tinggi, pada 0.274h-1 [16].
Over-ekspresi dari HAP4, coding untuk regulator positif gen yang terlibat
dalam metabolisme pernapasan, menyebabkan Dc 10 % lebih tinggi, pada
0.33h-1 [17]. Penurunan rasio intraseluler NADH/NAD+ oleh coding ekspresi
gen heterolog untuk oksidase mitokondria (AOX1) juga menyebabkan Dc 10

% lebih tinggi, pada 0.32h-1 [18]. Selain itu, modulasi "jangka pendek" efek
Crabtree juga dilaporkan melalui penambahan co-substrat. Penambahan asam
oleat sebagai co-substrat glukosa memungkinkan untuk menunda dan
memodulasi transisi metabolisme "jangka pendek" dalam sel [19].
Pendekatan yang kedua dilakukan dengan memberi tambahan asam oleat
dalam chemostat aerobik terbatas glukosa pada D = 0,16h-1. Setelah pulse
glukosa 10 g L-1, dimana penundaan hingga 15 menit dapat menimbulkan
pergeseran metabolik, penurunan 33 % dalam produksi etanol, dan
pengalihan fluks karbon terhadap produksi biomassa. Selain itu, aktivitas
spesifik dari karnitin asetil transferase, isopropilmalat sintase dan sitrat
sintase menjadi meningkat. Ini merupakan sistem enzimatik yang terlibat
dalam transportasi asetil-CoA melalui membran mitokondria [20-24].
Meskipun demikian, penjelasan efek oleat dalam metabolisme masih belum
jelas. Pertama, adanya asam ini sebagai co-substrat glukosa mungkin telah
memicu "efek substrat" (degradasi asam oleat melalui jalur ß-oksidasi yang
memberikan tambahan aliran karbon ke dalam metabolisme sentral yang
memiliki potensi modifikasi alosterik). Feria-Gervasio et al. [19] melakukan
percobaan pulse glukosa selama chemostat suksinat-glukosa untuk meniru
efek substrat dari asam oleat, namun data yang diperoleh menunjukkan bahwa


4

"efek substrat" bukanlah efek utama yang bertanggung jawab untuk
penurunan transisi dari pernapasan untuk metabolisme fermentatif. Kedua,
asam oleat mungkin telah memicu "efek genetik", yang bertindak pada
tingkat transkripsi dan/atau translasi melalui regulasi sistem yang kompleks.
Namun, asam ini dikenal dapat menginduksi proses transkripsi berbagai gen
yang memiliki ORE (Oleate Response Element) berurutan pada promotornya
[23]. Hipotesis terakhir ini diperkuat oleh observasi dari meningkatnya
aktifitas spesifik enzim yang dikodekan oleh gen yang ada pada asam oleat
[19].
Upaya-upaya sebelumnya telah memberikan gambaran bagaimana dampak
asam oleat pada efek "jangka pendek" efek Crabtree. Meskipun demikian,
proses yang digunakan untuk aplikasi industri dimana efek Crabtree tidak
diinginkan, seperti starter ragi atau produksi protein heterolog, bisa
menyebabkan efek "jangka panjang" serta "jangka pendek" efek Crabtree.
Selain itu, berbagai strain S. cerevisiae digunakan dalam industri luas dan
perilakunya sebagian besar berbeda dari CEN.PK 113-7D. Berdasarkan
pengamatan ini, penelitian Feria-Gervasio et al. [19] sebelumnya perlu
diselesaikan. Jadi dalam penelitian ini, kami meneliti lebih lanjut dampak dari

asam oleat termasuk penentuan spesifisitas dengan menggunakan strain
industri (S. cerevisiae CA10/pCD63), penentuan tingkat pengenceran kritis
untuk metabolisme oksidatif murni (Dc), investigasi efek reversibilitas dan
yang terakhir ditandai oleh efek daya tahan dibawah kondisi yang
mengakibatkan terjadinya efek “jangka panjang” efek Crabtree.
Hasil dan Pembahasan
Sebelumnya kami menunjukkan bahwa asam oleat sebagai co-substrat dalam
chemostat terbatas glukosa (D=0.16h-1) diperbolehkan untuk menunda dan
memodulasi transisi dari pernapasan untuk oksidoreduktif, yang disebut "efek
Crabtree jangka pendek", pada Saccharomyces cerevisiae CEN.PK 113-7D.
Sebagai konsekuensi dari modulasi transisi, produksi etanol menurun dan
aliran

karbon

dialihkan

ke

arah


produksi

biomassa

[19].

Untuk

5

mengkarakterisasi efek ini, dampak dari asam oleat diteliti secara khusus dari
spesifik strain, daya tahan dan efek reversibilitas.
Dampak Asam Oleat Tidak Spesifik Untuk Strain CEN.PK 113-7D
Untuk mengevaluasi spesifisitas strain dari dampak asam oleat pada transisi
dari oksidatif untuk metabolisme oksido-reduktif, percobaan pulse glukosa
dilakukan dalam steady state dari chemostat terbatas glukosa dengan dan
tanpa asam oleat dengan strain CA10/pCD63. Hasilnya dibandingkan dengan
yang diperoleh sebelumnya dengan S.c. CEN.PK 113-7D. Gambar 1
menunjukkan evolusi konsentrasi etanol dan Respiratory Quotient (indikasi

rasio antara pemanfaatan jalur fermentasi dan oksidasi) setelah pulse glukosa
pada 10 g L-1 untuk kedua strain. Adanya asam oleat dalam chemostat dari S.
cerevisiae CA10/pCD63 menyebabkan penurunan dalam produksi etanol
(16%) dan asetat (hasil tidak ditunjukkan) setelah pulse glukosa. Profil RQ
juga lebih rendah dengan adanya asam oleat dan dikonfirmasi pemanfaatan
yang lebih rendah dari jalur fermentasi dalam kondisi ini. Nilai maksimalnya
mengalami penurunan sebesar 27% dan 25% masing-masing untuk
CA10/pCD63 dan CEN.PK 133-7D. Akhirnya, strain CA10/pCD63
menunjukkan penundaan 6 menit yang menimbulkan pergeseran metabolik
pada pulse glukosa (dihitung sebagai perbedaan antara titik data pertama
dimana etanol terdeteksi dalam kultur dengan dan tanpa asam oleat).
Penundaan itu ditemukan sama dengan 15 menit untuk strain CEN.PK 1137D dibawah kondisi yang sama.
Gambar 1 Perubahan konsentrasi etanol dan RQ pada pulse glukosa.
Pulse glukosa 10 g L-1 (ditunjukkan oleh panah) dilakukan pada steady
state chemostat terbatas glukosa strain CA10/pCD63 dan CEN.PK 1137D pada glukosa dalam tanpa (simbol terbuka) atau dengan tambahan
asam oleat (simbol penuh) pada Dole = 0.0041h-1 (CA10/pCD63) dan Dole =
0.0073h-1 (CEN.PK 113-7D). Keseimbangan karbon dievaluasi pada
totalitas setiap percobaan pulse glukosa dalam kisaran 100 ± 2%.

6


Dengan demikian, dampak dari asam oleat pada profil dinamis dari produksi
etanol dan RQ adalah sama untuk kedua strain, namun sedikit kurang jelas
untuk S. cerevisiae CA10/pCD63.
Asam Oleat Berdampak Pada Tingkat Pengenceran Krtis (Dc)
Untuk menentukan tingkat pengenceran kritis untuk S. cerevisiae CEN.PK
113-7D dengan dan tanpa asam oleat sebagai co-substrat (D=0.0073h -1),
kultur accelerostat dilakukan dengan meningkatkan tambahan glukosa
sebagai fungsi dari waktu. Tingkat pengenceran meningkat dari nilai awal
0,16h-1 ke nilai akhir 0,3h-1 dengan percepatan konstan 0,005h-2.
Terjadinya transisi dari pernapasan untuk metabolisme oksido-reduktif, sesuai
dengan Dc, ditandai dengan peningkatan produksi etanol dan penurunan hasil
biomassa (Yx/s). Hal ini terjadi di 0,24h-1 pada glukosa tunggal (Gambar 2A)
tetapi adanya asam oleat dalam kaldu fermentasi menyebabkan peningkatan 8
% di 0,26h-1 (Gambar 2B). Perbedaan Dc berada di urutan yang sama
besarnya dengan yang ditemukan dalam literatur dengan strain mutan. Sebuah
studi pertama menghapus MIG1 dan MIG2, coding untuk regulator yang
terlibat dalam represi glukosa, menyebabkan peningkatan 5 % dalam D c yang
ditentukan dengan teknik yang sama [16]. Over-ekspresi faktor transkripsi
Hap4p menyebabkan perkiraan peningkatan 10 % Dc dalam kultur chemostat

[17]. Akhirnya, Vemuri et al. [18] menunjukkan 10 % peningkatan di D c oleh
ekspresi oksidase heterologus selama kultur productostat [25].
Gambar 2 Laju spesifik produksi etanol dan hasil biomassa selama
kultur A-stat. Laju spesifik produksi etanol (▲) dan hasil biomassa (■)
selama kultur A-stat pada glukosa tanpa (ASGCG; A) atau dengan
tambahan asam oleat (ASGOCGO; B) pada Dole=0.0073h-1. Garis mewakili
penghitungan profil evolusi karbon dan derajat kesetimbangan reduksi.
Berdasarkan

pertimbangan

metabolisme

sel,

peningkatan

Dc

8%


berhubungan dengan tingkat konsumsi spesifik dari glukosa yang lebih tinggi

7

8% yang menyebabkan terjadinya transisi metabolik, 16,5 - 17,8 mCmol
gDCW-1 h-1 (Gambar 3). Studi sebelumnya dari Feria-Gervasio et al. [19]
menunjukkan bahwa modulasi transisi ini tidak berkorelasi dengan kapasitas
rantai transpor elektron. Dengan demikian, kedua pengamatan menunjukkan
bahwa penambahan asam oleat mengakibatkan peningkatan "kapasitas
pernafasan" (model kotak hitam termasuk jalur metabolik sitosol dan
mitokondria yang bertanggung jawab pada katabolisme pernapasan piruvat),
memungkinkan sel untuk memetabolisme glukosa pada tingkat yang lebih
tinggi tanpa menggunakan cara fermentasi.
Gambar 3 Laju spesifik produksi etanol sebagai fungsi dari tingkat
konsumsi spesifik glukosa dan karbon selama kultur A-stat. Laju
spesifik produksi etanol diberikan sebagai fungsi dari tingkat konsumsi
spesifik glukosa (A) dan tingkat konsumsi spesifik karbon (B) selama
kultur A-stat pada glukosa tanpa (ASGCG, garis padat) atau dengan
tambahan asam oleat (ASGOCGO; garis bertitik) pada Dole=0.0073h-1.
Kultur A-stat pada Saccharomyces cerevisiae CEN.PK 113-7D dilakukan
antara D=0.16h-1 dan D=0.3h-1.
Dalam kaitan dengan tingkat serapan karbon total (glukosa dan asam oleat),
Dc sama dengan tingkat penyerapan karbon 15% lebih tinggi pada A-stat
oleat-glukosa, dari 16.5-19.0 mCmol gDCW-1 h-1 (Gambar 3),

% untuk

perhitungan karbon asam oleat.
Efek Asam Oleat Reversibel Sebagian
Kultur batch dilakukan untuk menentukan reversibilitas dampak oleat. Sel-sel
pra pertumbuhan pada sumber karbon oleat-glukosa ditransfer dalam kultur
batch glukosa dengan atau tanpa asam oleat sebagai co-substrat (B GCGO dan
BGOCGO). Hasil etanolnya dibandingkan dengan kontrol batch glukosa dengan
sel prekultur dari glukosa saja (BGCG).
Kultur batch pada glukosa hanya menunjukkan bahwa sel-sel prekultur pada

8

glukosa + asam oleat sebagai sumber karbon (BGCGO) menyajikan
keterlambatan 1 jam lebih besar di awal produksi etanol dibandingkan sel
pregrown pada glukosa saja (BGCG) (Gambar 4). Orientasi penataan ulang
dari metabolisme biomassa tetap dipertahankan bahkan ketika oleat telah
dihapus dari kultur kaldu. Namun, sel prekultur pada glukosa + asam oleat
sebagai sumber karbon dan ditransfer dalam batch yang mengandung glukosa
dan asam oleat (BGOCGO) menunjukkan penundaan 1 jam lebih besar daripada
ketika pertumbuhan pada glukosa saja (B GCGO). Akibatnya, tekanan konstan
asam oleat tampaknya diperlukan untuk mempertahankan seluruh dampak
metabolisme sel dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pengamatan
ini mengindikasikan reversibilitas parsial pengaruh efek asam oleat dalam sel
tunggal setelah asam oleat dihapus.
Gambar 4 Konsentrasi etanol selama kultivasi batch aerobik. Kultivasi
batch Saccharomyces cerevisiae CEN.PK 113-7D diinokulasi dengan
kumpulan sel pada steady state chemostat terbatas glukosa pada
D=0.16h-1 (batch glukosa (BGCG);) atau dengan kumpulan sel pada
steady state chemostat terbatas glukosa di D=0.16h-1 dengan tambahan
oleat pada Dol =0.0073h-1 (batch glukosa (BG CGO);■) dan batch glukosa
dengan asam oleat (BGO CGO);▲). Garis mewakili kalkulasi profil evolusi
dengan karbon dan kesetimbangan derajat reduksi.
Dampak Asam Oleat Efektif Untuk Beberapa Jam Selama Fermentasi
VHEP dibawah Tekanan Oleat
Dampak dari asam oleat pada metabolisme oksido-reduktif dan daya tahan
akan dipelajari selama kondisi fed-batch. Pertama kultivasi fed-batch aerobik
kelebihan glukosa dilakukan dengan glukosa sebagai sumber karbon tunggal
inokulasi dengan prekultur sel pada glukosa (FBGCG). Kedua fed-batch
dilakukan dengan pra pertumbuhan sel pada glukosa dan asam oleat sebagai
co-substrat (FBGOCGO) sebagai perbandingan.

9

Kinetika biomassa dan produksi etanol menyarankan bahwa tambahan asam
oleat dalam medium mempercepat pertumbuhan ragi sehingga mengurangi
produksi etanol dan menyebabkan waktu fermentasi lebih pendek (Gambar
5). Hal ini diperkuat dengan mengingat hasil global pada konsumsi glukosa
(Tabel 1). Hasil biomassa meningkat sebesar 35 % serta konsentrasi akhir
sebesar 73 %. Hasil etanol mengalami penurunan sebesar 8 % dan titer akhir
etanol sebesar 7 % (116,2 vs 126,8 g L-1), meskipun secara statistik hasilnya
tidak berbeda. Tingkat produksi maksimal dari etanol dan gliserol masingmasing mengalami penurunan sebesar 67 % dan 39 % (Tabel 1). Hal
menjelaskan bahwa asam oleat berdampak negatif pada kapasitas fermentasi
dari sel selama kultur fed-batch aerobik.

Metabolisme karbon diarahkan

khusus terhadap produksi biomassa meskipun tidak ada variasi yang diamati
untuk laju spesifik maksimal pertumbuhan.
Gambar 5 Evolusi biomassa dan kumulatif massa etanol selama kultur
fed-batch aerobik. (☐) biomassa dan (△) produksi etanol pada
Saccharomyces cerevisiae CENPK 113-7D. Simbol terbuka merupakan
fed-batch kelebihan glukosa dengan sel tidak diadaptasi (FBGCG),
simbol-simbol penuh mewakili fed-batch kelebihan oleat-glukosa dengan
sel adaptasi (FBGOCGO).

10

Tabel 1 menunjukkan produksi yang lebih besar dari suksinat dalam sel
prekultur pada glukosa + asam oleat (FBGOCGO). Konsentrasi akhir, hasil
global dan laju spesifik maksimal produksi asam organik ini masing-masing
meningkat sebesar 34 %, 67 % dan 114 % ketika oleat ditambahkan dalam
kaldu fermentasi. Pengukuran tidak menemukan adanya konsumsi oleat
selama percobaan fed-batch FBGOCGO. Selain itu kesetimbangan massa karbon
ditemukan hampir 100% dengan mempertimbangkan hanya glukosa sebagai
substrat yang mengkonfirmasikan bahwa tidak ada asam oleat yang
dikonsumsi. Oleh karena itu, sintesis suksinat dari katabolisme asam oleat
melalui jalur β-oksidasi dan glioksilat tidak dapat dipertimbangkan. Siklus
asam trikarboksilat kemudian seharusnya menjadi sumber ekskresi suksinat
dibawah metabolisme fermentasi dengan glukosa sebagai sumber karbon
tunggal, seperti yang disebutkan sebelumnya oleh Camarasa et al. [26]. Selain
itu, HCO3- diketahui menghambat berbagai enzim seperti suksinat
dehidrogenase dalam siklus TCA [27]. Selama percobaan kami, suksinat
diproduksi pada fase pertama dari fed-batch, dengan sedikit memperpanjang
fase tumbuh, sesuai ketika laju tertinggi produksi CO2 terjadi (hasil tidak
ditunjukkan). Dengan asumsi bahwa asam suksinat dari siklus trikarboksilat,
meningkatkan ekskresi suksinat dapat diinterpretasikan sebagai aktivitas
tertinggi siklus TCA. Observasi ini diperkuat dengan peningkatan konsumsi
oksigen yang diamati dengan adanya asam oleat (data tidak ditampilkan) dan
sebelumnya dijelaskan oleh Feria-Gervasio et al. [19] pada chemostat
aerobik.
Produksi gliserol juga menurun dengan tambahan asam oleat. Konsentrasi
akhir dan laju spesifik maksimal produksi gliserol mengalami penurunan
masing-masing sebesar 15% dan 39%. Selain perannya dalam stress respon,
pembentukan gliserol diketahui untuk memastikan reoksidasi NADH sitosol
ketika

oksido-reduktif terjadi untuk tujuan anabolik [28]. Penurunan

produksi gliserol kemungkinan adalah hasil dari peningkatan laju konsumsi
oksigen yang diamati dengan tambahan asam oleat. Korelasi yang sama
antara pembentukan gliserol dan laju konsumsi oksigen dilaporkan dalam

11

literatur dengan cara modulasi aerasi [29], dengan mengurangi produksi
gliserol melalui kontrol RQ atau pendekatan rekayasa metabolik [18,31].
Mengingat perbedaan pada produksi suksinat, piruvat, gliserol dan konsumsi
oksigen, kita cukup bisa membuat pernyataan bahwa adanya asam oleat
meningkatkan kapasitas pernapasan global dalam S. cerevisiae.
Gambar 6 menyajikan keuntungan hasil biomassa dan kerugian hasil etanol
fed-batch oleat-glukosa dibandingkan dengan fed-batch glukosa. Dalam
grafik ini, berkurangnya μ dan qEtOH dapat dihubungkan dengan kemajuan
percobaan dan memperlihatkan gambaran pada evolusi dampak kekuatan
oleat pada metabolisme sel. Keuntungan hasil biomassa menurun selama
bagian utama dari fase pertumbuhan, dari faktor awal 3,2 ke yang lebih
rendah dari 1,5. Selain itu, kerugian hasil etanol menurun dari faktor 0,57
pada awal kultur menjadi 1,04 pada akhir fase pertumbuhan, yaitu untuk q EtOH
dibawah 0,18 g g-1 h-1. Ketika produksi etanol yang terjadi tidak ditambah,
yaitu untuk laju spesifik produksi etanol di bawah 0,18 g g -1 h-1, faktor ini
hanya di antara 1 dan 1,04. Ini jelas mengungkapkan kerugian terus menerus
dari dampak kekuatan asam oleat pada metabolisme sel dengan kemajuan
kultur. Ketika fase pertumbuhan berakhir, dampak ini bahkan hampir
menghilang.

Dengan

demikian,

dampak

asam

oleat

mempengaruhi

metabolisme sel ketika terjadi pertumbuhan selama percobaan VHEP.
Gambar 6 Evolusi dari keuntungan hasil biomassa dan kerugian hasil
etanol selama kultur fed-batch aerobik. Evolusi dari keuntungan hasil
biomassa sebagai fungsi dari laju pertumbuhan (A) dan kerugian hasil
etanol sebagai fungsi laju spesifik dari produksi etanol (B) selama
kultivasi fed-batch aerobik Saccharomlyces cerevisiae CEN.PK 113-7D.
Keuntungan merupakan selisih pada hasil yang diperoleh dengan
kultivasi oleat-glukosa terhadap kultivasi glukosa. Panah putus-putus
mewakili kemajuan fermentasi.
Implikasi Skala Proses Produksi Biomassa

12

Pemahaman dan pengendalian proses produksi biomassa menyajikan suatu
hal yang menarik dari sudut pandang ekonomi. Mikroorganisme utama yang
digunakan untuk proses ini adalah Saccharomyces karena pemanfaatannya
dalam berbagai industri makanan. Van hoek et al. [32] menunjukkan bahwa
kualitas ragi roti komersial (S. cerevisiae) ditentukan oleh banyak parameter
termasuk penyimpanan, stabilitas, osmotolerance, resistensi beku-cair,
resistensi rehidratasi dan warna.
Dalam kondisi aerobik, pembentukan etanol terjadi ketika konsentrasi
glukosa sisa lebih tinggi dari 0,1 g L-1 dimana laju pertumbuhan spesifik
melebihi nilai kritis Dc [4,33-35].
Namun demikian, kekhasan ini cukup tidak diinginkan selama produksi
biomassa karena mengurangi hasil biomassa pada bahan baku karbon. Untuk
alasan ini, produksi industri starter ragi dilakukan secara aerobik, kultur fedbatch terbatas gula. Optimalisasi proses produktivitas kemungkinan
memerlukan peningkatan yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan spesifik
dan/atau dari hasil biomassa. Proses optimasi sejauh ini berdasarkan strain
pilihan dan optimasi empiris dari parameter lingkungan seperti pH, suhu, laju
aerasi, dan profil tambahan gula, nitrogen dan fosfor [36-38].
Selain itu, tangki besar yang digunakan untuk produksi

industri

menyebabkan kesulitan kenaikan skala karena munculnya heterogenitas,
khususnya untuk glukosa dan konsentrasi oksigen. Waktu pencampuran
diperkirakan antara 10 detik dan 250 detik dengan mempertimbangkan
ukuran tangki 12-30 m3 [39-42]. Peniruan kehidupan sel dalam bioreaktor
dilakukan dengan sistem yang kompleks dari bioreaktor yang menyajikan
perbedaan kondisi substrat dan oksigen. Ini menjelaskan terjadinya
penyusunan ulang dalam urutan kedua [39,43]. Penelitian ini dan penelitian
sebelumnya dari Feria-Gervasio et al. [19] menunjukkan bahwa penambahan
asam oleat diperbolehkan dalam kaldu fermentasi ragi untuk memberikan

13

penundaan terjadinya pergeseran metabolisme setelah peningkatan tiba-tiba
dari konsentrasi glukosa dalam kisaran beberapa menit.
Dengan demikian, penggunaan asam oleat oleh industri dalam proses tersebut
dapat menyebabkan pengelolaan yang lebih baik dalam masalah heterogenitas
ketika terjadi efek Crabtree yang tidak diinginkan. Selain itu, kami
menunjukkan bahwa dampak oleat tidak tergantung strain tetapi reversibel.
Oleh karena itu, persiapan starter ragi dengan oleat sebagai co-substrat
glukosa dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, menerapkan efek Crabtree
atau tidak.
Kesimpulan
Dalam penelitian ini kami menunjukkan bahwa penambahan asam oleat
sebagai co-substrat glukosa diperbolehkan untuk mengurangi terjadinya efek
"jangka pendek" serta "jangka panjang" efek Crabtree. Dalam kedua kasus,
produksi biomassa secara luas ditingkatkan dengan mengorbankan etanol, dan
telah dilaporkan peningkatan 8 % dalam tingkat pengenceran kritis. Karena
fenomena biokimia menunjukkan bukti tidak tergantung strain tetapi
reversibel, aplikasi industri secara rasional digambarkan dalam berbagai
keperluan yang membutuhkan kontrol yang lebih efisien dari efek Crabtree.
Metode
Strain dan Media
Strain ragi S. cerevisiae CEN.PK 113-7D [44] dan CA10/pCD63 (disediakan
oleh industri Sanofi Aventis) disimpan dalam gliserol 30 % pada -80°C.
CA10/pCD63 adalah auxotroph untuk adenin dan histidin [45]. Sel pertama
kali ditumbuhkan di piring YPD (10 g L-1 ekstrak ragi, 20 g L-1 bactopeptone,
20 g L-1 glukosa, 15 g L-1 agar) pada suhu 30°C. Prekultur berikutnya dan
percobaan kultur dilakukan pada suhu 30°C dalam medium mineral seperti

14

yang dijelaskan oleh Feria-Gervasio et al. [19], kecuali untuk teknik fedbatch. Bila menggunakan strain CA10/pCD63 media mineral dilengkapi
dengan adenin dan histidin dalam kolam medium di 0,2 g L-1. Medium yang
digunakan untuk percobaan fed-batch mengandung per liter : KH2PO4, 6 g;
(NH4)2SO4, 12 g; MgSO4, 1 g. Vitamin sekuensial dan strategi tambahan trace
elemen didasarkan pada profil pertumbuhan yang diterapkan [46] untuk
mencapai per liter : EDTA, 0,03 g; ZnSO 4.7H2O, 0,009 g; MnSO4.H2O, 0,002
g; CoCl2.6H2O, 0,0006 g; CuSO4.5H2, 0,0006 g; Na2MoSO4.2H2O, 0,008 g;
CaCl2.2H2O, 0,009 g; (NH4)2Fe(SO4)6.6H2, 0,006 g; H3BO3, 0,002 g; D-biotin,
0,00024 g; D-L-asam pantotenat, 0,005 g; asam nikotinat, 0,005 g; myo–
inositol, 0,125 g; tiamin, 0,005 g; pirodoksin, 0,005 g; asam paraaminobenzoat, 0,001 g.
Kultur Chemostat Dengan S. cerevisiae CA10/pCD63
Kultur chemostat dengan glukosa sebagai sumber karbon tunggal dan dengan
penambahan oleat-glukosa dilakukan seperti yang dijelaskan oleh FeriaGervasio et al. [19]. Tingkat pengenceran yang ditetapkan sebesar 0,18h-1
untuk S. cerevisiae CA10/pCD63 untuk menjaga sel-sel di bawah
metabolisme oksidatif murni. Bioreaktor diberi tambahan media mineral
dengan glukosa pada 38 g L-1 untuk chemostat glukosa dan 39 g L-1 untuk
chemostat oleat-glukosa. Chemostat oleat-glukosa ini juga fed dengan 720 g
L-1 larutan asam oleat pada tingkat pengenceran 0,0041h-1.
Setelah pembentukan steady state, enam sampel independen diambil selama
periode 40 jam untuk karakterisasinya. Kemudian pulse glukosa dilakukan
dengan menyuntikkan larutan glukosa yang volumenya diketahui 600 g L-1
untuk mendapatkan konsentrasi dalam reaktor 10 g L-1. Pompa influen dan
efluen berjalan terus menerus selama percobaan. Percobaan ini dilakukan dua
kali untuk setiap kondisi dalam dua chemostat independen.
Kultivasi Accelerostat Dengan S. cerevisiae CEN.PK 113-7D

15

Teknik accelerostat (A-Stat) terdiri dari prosedur kultivasi berkelanjutan yang
dikontrol komputer dengan perubahan kecil dari tingkat pengenceran [47].
Kultur accelerostat dilakukan dengan strain CEN.PK 113-7D dalam kondisi
yang sama seperti untuk kultur chemostat, dengan konsentrasi glukosa 37 g L 1

untuk A-stat glukosa dan 38 g L-1 untuk A-stat oleat-glukosa. A-stat yang

diluncurkan ketika kultur chemostat steady state yang stabil pada D 0=0,16h-1
oleh peningkatan linear laju pengenceran dengan laju percepatan konstan α =
0,005h-2, dimana Dt berubah dengan waktu mengikuti :
Dt = D0 + α * t
Dimana: Dt adalah tingkat pengenceran untuk instan "t"; D 0 mewakili tingkat
pengenceran awal; α adalah tingkat percepatan konstan dan t waktu dalam
jam.
Kultur Batch Dengan S. cerevisiae CEN.PK 113-7D
Kultur batch dilakukan dalam 5 L bioreaktor B DCU B.Braun dengan volume
kerja 3 L, dikelola dengan software MFCS/win 2.0. Suhu diatur pada 30°C
dan pH pada 5.0 dengan penambahan 1 M NaOH. Aliran udara dan laju
pengadukan disesuaikan untuk menjaga kondisi sepenuhnya aerobik, yaitu
konsentrasi oksigen terlarut jenuh di atas 20%. Konsentrasi glukosa awal
adalah 40 g L-1, ditambah dengan asam oleat pada 30 g L -1 untuk BGOCGO.
Inokulasi dilakukan dengan S. cerevisiae CEN.PK 113-7D sel dipanen pada
steady state dalam chemostat terbatas glukosa pada D=0,16h-1 untuk BGCG,
atau dalam chemostat terbatas glukosa pada D=0,16h-1 dengan oleat sebagai
co-substrat pada D=0,0073h-1 untuk BGCGO dan BGOCGO [19] (Tabel 2).

16

Kultivasi VHEP Fed-batch Dengan S. cerevisiae CEN.PK 113-7D
Kultur fed-batch dilakukan dalam 5 L bioreaktor B DCU B.Braun dengan
volume kerja 3 L, dikelola dengan software MFCS/win 2.0. Suhu diatur pada
30°C dan pH pada 4.0 dengan penambahan 14% (v/v) larutan NH 3. Aliran
udara dan laju pengadukan disesuaikan untuk menjaga kondisi sepenuhnya
aerobik, yaitu konsentrasi oksigen terlarut jenuh di atas 20%. Konsentrasi
glukosa awal adalah 100 g L-1 untuk semua percobaan, ditambah dengan asam
oleat pada 50 g L-1 untuk fed-batch oleat-glukosa. Ketika konsentrasi glukosa
dalam bioreaktor mencapai 20 g L-1, pulse larutan glukosa dari 700 g L -1
mencapai 100 g L-1. Pada tahap akhir dari kultivasi, yaitu ketika konsentrasi
etanol di atas 90 g L-1, target konsentrasi tambahan glukosa adalah 50 g L -1.
Untuk fed-batch oleat-glukosa (FBGOCGO), strategi penambahan asam oleat
juga dilakukan untuk mempertahankan 50 g L-1. Inokulasi dilakukan pada
piring YPD dari S. cerevisiae CEN.PK 113-7D. Tiga langkah propagasi
dilakukan (5 mL, 30 mL dan 300 mL) untuk menyuntik kultur fed-batch.
Setiap prekultur ditumbuhkan selama 10 jam pada suhu 30°C, 100 rpm dan
digunakan untuk inokulasi selanjutnya pada rasio 10% (v/v). Untuk kultivasi
fed-batch oleat-glukosa, adaptasi pertama sel disesuaikan dengan asam oleat
pada fase pertumbuhan dalam bioreaktor pada 10 g L-1 trehalosa, ditambah
dengan 50 g L-1 asam oleat. Strategi ini dilakukan dalam rangka untuk meniru

17

kultur chemostat oksidatif pada oleat-glukosa [48]. Ketika trehalosa
sepenuhnya dikonsumsi, tambahan glukosa mencapai 100 g L-1 dan kultur
dilakukan seperti dijelaskan di atas. Perkiraan etanol dilakukan seperti yang
dijelaskan oleh Pagliardini et al. [31] dan diperhitungkan untuk perhitungan
untuk lebih lanjut.
Analisis Off-gas
Komposisi gas inlet dan outlet dianalisis dengan spektrometri massa. Untuk
chemostats dan A-stat, analisis dilakukan setiap 5 menit selama steady state,
setiap 45 s selama akselerasi A-stat dan setiap 5 s selama pulse dinamis
dengan PRIMA 600s (gas VG, Manchester, Inggris). Untuk batch dan fedbatch, analisis dilakukan setiap 5 menit dengan Proline Dycor (Instrument
Proses Ametek, Berwyn, USA). Aerasi dimulai 1 jam setelah inokulasi untuk
menghindari kehilangan CO2 dari media dan kemudian mencegah fase lag.
Tingkat produksi CO2 dan tingkat konsumsi O2 dihitung seperti yang
dijelaskan oleh Poilpre et al. [49] untuk chemostats, A-stat dan batch, dan
mempertimbangkan evolusi volume cairan dan gas, aliran udara inlet, suhu
dan tekanan. Respiratory Quotient (RQ) diberikan oleh rasio molar antara
rCO2 dan rO2.
Penentuan Biomassa
Dalam melakukan percobaan, pengukuran spektrofotometri pada 620 nm
dilakukan

dengan

spektrofotometer

Hitachi

U-1100

(Hitachi

High

Technologies America Inc, Schaumburg, USA) atau Libra S4 (Biochrom,
Cambridge, UK) setelah kalibrasi terhadap pengukuran berat kering sel untuk
mengevaluasi pertumbuhan ragi. Untuk penentuan berat kering sel, medium
kultur dipanen dan disaring pada membran poliamid dengan ukuran pori 0,45
pM (Sartorius AG, Göttingen, Jerman), yang kemudian dikeringkan sampai
berat konstan pada 60°C dibawah tekanan parsial (200 mmHg, yaitu kira-kira
26,7 kPa). Dengan adanya asam oleat, 500 μl medium kultur dicampur

18

dengan 500 μl iso-propanol untuk menghilangkan asam oleat. Campuran
divortex selama 1 menit dan disentrifugasi selama 3 menit pada 12.000×g.
Butiran diresuspensi dalam 500 μl air untuk pengukuran spektrofotometri.
Untuk penentuan berat kering sel, membran dicuci setelah penyaringan
dengan heksana dan air untuk menghilangkan asam oleat. Hal ini untuk
memeriksa bahwa iso-propanol dan heksana tidak merusak sel-sel.
Penentuan Viabilitas Sel
Pewarnaan sel dengan metode metilen biru [50] digunakan untuk menjelaskan
penentuan viabilitas sel [46]. Dengan adanya oleat, suspensi sel disiapkan
seperti suspensi sel untuk menjelaskan prosedur sebelum pewarnaan.
Analisis Metabolit
Sampling untuk analisis metabolit dilakukan dengan sampling kaldu langsung
dari bioreaktor melalui membran poliamid steril dengan ukuran pori 0,45 pM
(Sartorius AG, Göttingen, Jerman). Permeat dapat dianalisis langsung
(chemostats dan A-stat) atau dibekukan pada -20 ° C untuk analisis lebih
lebih lanjut (batch dan fed-batch).
Dalam percobaan, konsentrasi glukosa dianalisa dengan metode enzimatik
dengan YSI Model analyzer 27 A (YSI Life Science, Yellow Springs, USA).
Penentuan akurat glukosa, etanol, gliserol dan asam organik dari permeat
dilakukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) seperti yang
dijelaskan oleh Alfenore et al. [46]. Untuk chemostats dan A-stat, konsentrasi
etanol dan asam asetat ditentukan dengan kromatografi gas seperti yang
dijelaskan oleh Feria-Gervasio et al. [19].
Penentuan konsentrasi asam oleat dilakukan dengan dua metode pada
penyaringan supernatan yang diperoleh setelah iso-propanol dicuci dan
disentrifugasi. Pertama, supernatan langsung disuntikkan dalam HPLC

19

menggunakan kolom 250*4,6 mm C18 (Interchim, Montluçon, Prancis).
Suhu kolom ditetapkan pada 50°C dan 3% (v/v) asam asetat dalam larutan
metanol yang digunakan sebagai pembawa dengan laju alir 1 ml min -1.
Deteksi dilakukan dengan refraktometer. Kedua, supernatan diolah dengan
0,2 mol L-1 trimetilsulfonium hidroksida dalam larutan metanol untuk
mengubah asam lemak menjadi molekul volatil oleh metilasi fungsi
karboksiliknya. Kemudian sampel dianalisis dengan kromatografi gas
menggunakan 50 m*0,25 mm CP-select CB untuk FAME leburan silika
WCOT (Varian, Palo Alto, USA). Suhu injektor diatur pada 140°C dan suhu
kolom awalnya ditetapkan pada 50°C, kemudian ditingkatkan menjadi 240°C
dengan profil sebagai berikut: 8°C min-1 selama 3 menit; 13°C min-1 selama 5
menit; 1.5°C min-1 selama 27 menit; 5°C min-1 selama 12 menit dan isoterm
akhir dari 10 menit. Gas Nitrogen digunakan sebagai pembawa dengan laju
alir 50 ml.min-1 dan deteksi dilakukan oleh FID pada 250°C.
Kepentingan Bersaing
Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan untuk
bersaing.

Kontribusi Penulis
JM, DFG dan JRM bekerja sama pada proyek ini dan ketiganya dianggap
sebagai penulis pertama. JM, DFG dan SG berkontribusi pada percobaan
kultur sel SG memikirkan studi ini, dan berpartisipasi dalam desain dan
membantu untuk menyusun naskah. Semua penulis membaca dan menyetujui
naskah akhir.
Pengakuan
Penelitian ini sebagian didukung oleh Sanofi Aventis (Perancis), yang
menyediakan strain CA10/pCD63 dan sebagian dilakukan dibawah proyek

20

Futurol.

Penulis

berterimakasih

kepada

OSEO

Innovation

untuk

partisipasinya dalam pendanaan proyek Futurol dan C.O.N.A.C.Y.T
(Meksiko) untuk dukungan doktor keuangan Mr. Feria-Gervasio.
Daftar Pustaka
1. Crabtree HG: Observations on the carbohydrate metabolism of
tumours. Biochem J 1929, 23:536–545.
2.

De Deken RH: The Crabtree effect: a regulatory system in yeast. J
Gen Microbiol 1966, 44:149–156.

3. Fiechter A, Fuhrmann GF, Käppeli O: Regulation of glucose metabolism
in growing yeast cells. Adv Microb Physiol 1981, 22:123–183.
4. Petrik M, Käppeli O, Fiechter A: An expanded concept for the glucose
effect in the yeast Saccharomyces uvarum : involvement of shortand long-term regulation. J Gen Microbiol 1983, 129:43–49.
5. Beck C, von Meyenburg HK: Enzyme pattern and aerobic growth of
Saccharomyces cerevisiae under various degrees of glucose
limitation. J Bacteriol 1968, 96:479–486.
6. Käppeli O, Sonnleitner B: Regulation od sugar metabolism in
Saccharomyces cerevisiae-type yeast: experimental and
conceptual considerations. Crit Rev Biotechnol 1986, 4:299–325.
7. Van Urk H, Schipper D, Breedveld GJ, Mak PR, Scheffers WA, van
Dijken JP: Localization and kinetics of pyruvate-metabolizing
enzymes in relation to aerobic alcoholic fermentation in
Saccharomyces cerevisiae CBS 8066 and Candida utilis CBS 621.
Biochim Biophys Acta 1989, 992:78–86.
8. Verduyn C, Postma E, Scheffers WA, Van Dijken JP: Effect of benzoic
acid on metabolic fluxes in yeasts: a continuous-culture study on
the regulation of respiration and alcoholic fermentation. Yeast
1992, 8:501–517.
9. Flikweert M, van der Zanden L, Janssen WMTM, Yde SH, van Dijken JP,
Pronk J: Pyruvate decarboxylase: an indispensable enzyme for

21

growth of Saccharomyces cerevisiae on glucose. Yeast 1996,
12:247–257.
10. Meaden PG, Dickinson FM, Mifsud A, Tessier W, Westwater J, Bussey H,
Midgley M: The ALD6 gene of Saccharomyces cerevisiae encodes
a cytosolic, Mg(2+)-activated acetaldehyde dehydrogenase. Yeast
1997, 13:1319–1327.
11. De Jong-Gubbels P, Van Den Berg MA, Luttik MA, Steensma HY, Van
Dijken JP, Pronk JT: Overproduction of acetyl-coenzyme A
synthetase isoenzymes in respiring Saccharomyces cerevisiae cells
does not reduce acetate production after exposure to glucose
excess. FEMS Microbiol Lett 1998, 165:15–20.
12. Van Hoek P, Flikweert MT, van der Aart QJ, Steensma HY, van Dijken JP,
Pronk JT: Effects of pyruvate decarboxylase overproduction on
flux distribution at the pyruvate branch point in Saccharomyces
cerevisiae. Appl Environ Microbiol 1998, 64:2133–2140.
13. Remize F, Andrieu E, Dequin S: Engineering of the pyruvate
dehydrogenase bypass in Saccharomyces cerevisiae: role of the
cytosolic Mg(2+) and mitochondrial K(+) acetaldehyde
dehydrogenases Ald6p and Ald4p in acetate formation during
alcoholic fermentation. Appl Environ Microbiol 2000, 66:3151–
3159.
14. Saint-Prix F, Bönquist L, Dequin S: Functional analysis of the ALD
gene family of Saccharomyces cerevisiae during anaerobic growth
on glucose: the NADP+−dependent Ald6p and Ald5p isoforms
play a major role in acetate formation. Microbiology 2004,
150:2209–2220.
15. De Jong-Gubbels P, Bauer J, Niederberger P, Stückrath I, Kötter P, van
Dijken JP, Pronk JT: Physiological characterisation of a pyruvatecarboxylase-negative Saccharomyces cerevisiae mutant in batch
and chemostat cultures. Antonie Van Leeuwenhoek 1992, 74:253–
263.
16. Klein CJ, Rasmussen JJ, Rønnow B, Olsson L, Nielsen J: Investigation
of the impact of MIG1 and MIG2 on the physiology of
Saccharomyces cerevisiae. J Biotechnol 1999, 68:197–212.

22

17. Van Maris AJ, Bakker BM, Brandt M, Boorsma A, Teixeira de Mattos MJ,
Grivell LA, Pronk JT, Blom J: Modulating the distribution of fluxes
among respiration and fermentation by overexpression of HAP4
in Saccharomyces cerevisiae. FEMS Yeast Res 2001, 1:139–149.
18. Vemuri GN, Eiteman MA, McEwen JE, Olsson L, Nielsen J: Increasing
NADH oxidation reduces overflow metabolism in Saccharomyces
cerevisiae. Proc Natl Acad Sci U S A 2007, 104:2402–2407.
19. Feria-Gervasio D, Mouret J-R, Gorret N, Goma G, Guillouet SE: Oleic
acid delays and modulates the transition from respiratory to
fermentative metabolism in Saccharomyces cerevisiae after
exposure to glucose excess. Appl Microbiol Biotechnol 2008,
78:319–331.
20. Van Roermund CWT, Elgersma Y, Singh N, Wanders RJA, Tabak HF:
The membrane of peroxisomes in Saccharomyces cerevisiae is
impermeable to NAD(H) and acetyl-CoA under in vivo conditions.
EMBO J 1995, 14:3480–3486.
21. Kal AJ, Van Zonneveld AJ, Benes V, Van Den Berg M, Koerkamp MG,
Albermann K, Strack N, Ruijter JM, Richter A, Dujon B, Ansorge W,
Tabak HF: Dynamics of gene expression revealed by comparison of
serial analysis of gene expression different carbon sources. Mol
Biol Cell 1999, 10(June):1859–1872.
22. Casalone E, Barberio C, Cavalieri D, Polsinelli M: Identification by
functional analysis of the gene encoding a-isopropylmalate
synthase II ( LEU9) in Saccharomyces cerevisiae. Yeast 2000,
16:539–545.
23. Van Roermund CWT, Waterham HR, Ijlst L, Wanders RJA: Fatty acid
metabolism in Saccharomyces cerevisiae. Cell Mol Life Sci 2003,
60:1838–1851.
24. Chen Y, Siewers V, Nielsen J: Profiling of cytosolic and peroxisomal
acetyl-CoA metabolism in Saccharomyces cerevisiae. PLoS One
2012, 7:e42475.
25. Moreira dos Santos M, Raghevendran V, Kötter P, Olsson L, Nielsen J:
Manipulation of malic enzyme in Saccharomyces cerevisiae for

23

increasing NADPH production capacity aerobically in different
cellular compartments. Metab Eng 2004, 6:352–363.
26. Camarasa C, Grivet J-P, Dequin S: Investigation by 13C-NMR and
tricarboxylic acid (TCA) deletion mutant analysis of pathways for
succinate formation in Saccharomyces cerevisiae during
anaerobic fermentation. Microbiology 2003, 149:2669–2678.
27. Jones RP, Greenfield PF: Effect of carbon dioxide on yeast growth and
fermentation. Enzyme Microb Technol 1982, 4:210–223.
28. Ansell R, Granath K, Hohmann S, Thevelein JM, Adler L: The two
isoenzymes for yeast NAD+ −dependent glycerol 3-phosphate
dehydrogenase encoded by GPD1 and GPD2 have distinct roles in
osmoadaptation and redox regulation. EMBO J 1997, 16:2179–
2187.
29. Alfenore S, Cameleyre X, Benbadis L, Bideaux C, Uribelarrea J-L, Goma
G, Molina- Jouve C, Guillouet SE: Aeration strategy: a need for
very high ethanol performance in Saccharomyces cerevisiae fedbatch process. Appl Microbiol Biotechnol 2004, 63:537–542.
30. Bideaux C, Alfenore S, Cameleyre X, Molina-jouve C, Uribelarrea J,
Guillouet E: Minimization of glycerol production during the highperformance fed-batch ethanolic fermentation process in
Saccharomyces cerevisiae, using a metabolic model as a prediction
tool. Appl Environ Microbiol 2006, 72:2134–2140.
31. Pagliardini J, Hubmann G, Bideaux C, Alfenore S, Nevoigt E, Guillouet
SE: Quantitative evaluation of yeast’s requirement for glycerol
formation in very high ethanol performance fed-batch process.
Microb Cell Fact 2010, 9:36.
32. Van Hoek PIM, van Dijken JP, Pronk JT: Effect of specific growth rate
on fermentative capacity of baker’s yeast. Appl Environ Microbiol
1998, 64:4226–4233.
33. Rieger M, Käppeli O, Fiechter A: The role of limited respiration in the
incomplete oxidation of glucose by Saccharomyces cevevisiae. J
Gen Microbiol 1983, 129:653–661.

24

34. Verduyn C, Zomerdijk TPL, Dijken JP, Scheffers WA: Continuous
measurement of ethanol production by aerobic yeast suspensions
with an enzyme electrode. Appl Microbiol Biotechnol 1984, 19:181–
185.
35. Van Urk H, Mark PR, Scheffers WA, van Dijken JP: Metabolic responses
of Saccharomyces cerevisiae CBS 8066 and Candida utilis CBS
621 upon transition from glucose limitation to glucose excess.
Yeast 1988, 4:283–291.
36. Chen SL, Chiger M: Production of Baker’s Yeast, Comprehensive
Biotechnology, Vol. 3. Oxford: Pergamon P; 1985:429–455.
37. Kristiansen B: Integrated Design of a Fermentation Plant: The
Production of Baker’s Yeast. New-York: Weinheim; 1994.
38. Reed G, Nagodawithana W: Yeast Technology. 2nd edition. Michigan
University: Van Nostrand Reinhold; 1991. 261–313 and 315–368.
39. Bylund F, Collet E, Enfors S-O, Larsson G: Substrate gradient
formation in the largescale bioreactor lowers cell yield and
increases by-product formation. Bioprocess Eng 1998, 18:171–180.
40. Bylund F, Guillard F, Enfors S-O, Trägårdh C, Larsson G: Scale down of
recombinant protein production: a comparative study of scaling
performance. Bioprocess Eng 1999, 20:377.
41. Vrabel P, van der Lans R, Cui Y, Luyben K: Compartment model
approach: Mixing in large scale aerated reactors with multiple
impellers. Chem Eng Res Des 1999, 77:291– 302.
42. Enfors SO, Jahic M, Rozkov A, Xu B, Hecker M, Jürgen B, Krüger E,
Schweder T, Hamer G, O’Beirne D, Noisommit-Rizzi N, Reuss M,
Boone L, Hewitt C, McFarlane C, Nienow A, Kovacs T, Trägårdh C,
Fuchs L, Revstedt J, Friberg PC, Hjertager B, Blomsten G, Skogman
H, Hjort S, Hoeks F, Lin HY, Neubauer P, van der Lans R, Luyben K,
et al: Physiological responses to mixing in large scale bioreactors.
J Biotechnol 2001, 85:175–185.

25

43. Lara AR, Taymaz-Nikerel H, Mashego MR, Van Gulik WM, Heijnen JJ,
Ramírez OT, Van Winden WA: Fast dynamic response of the
fermentative metabolism of Escherichia coli to aerobic and
anaerobic glucose pulses. Biotechnol Bioeng 2009, 104:153–161.
44. Van Dijken J, Bauer J, Brambilla L, Duboc P, Francois J, Gancedo C,
Giuseppin M, Heijnen J, Hoare M, Lange H, Madden E, Niederberger
P, Nielsen J, Parrou J, Petit T, Porro D, Reuss M, van Riel N, Rizzi M,
Steensma H, Verrips C, Vindeløv J, Pronk J: An interlaboratory
comparison of physiological and genetic properties of four
Saccharomyces cerevisiae strains. Enzyme Microb Technol 2000,
26:706–714.
45. Duport C, Spagnoli R, Degryse E, Pompon D: Self-sufficient
biosynthesis of pregnenolone and progesterone in engineered
yeast. Nat Biotechnol 1998, 16:186–189.
46. Alfenore S, Molina-Jouve C, Guillouet SE, Uribelarrea J-L, Goma G,
Benbadis L: Improving ethanol production and viability of
Saccharomyces cerevisiae by a vitamin feeding strategy during
fed-batch process. Appl Microbiol Biotechnol 2002, 60:67–72.
47. Paalme T, Kahru A, Elken R, Vanatalu K, Tiisma K, Raivo V: The
computer-controlled continuous culture of Escherichia coli with
smooth change of dilution rate ( A-stat ). J Microbiol Methods
1995, 24:145–153.
48. Mouret JR, Jacobsen JN, Guillouet SE: Kinetic analysis of a trehalaseoverexpressing strain grown on trehalose: a new tool for respirofermentative transition studies in Saccharomyces cerevisiae. Lett
Appl Microbiol 2006, 42:363–368.
49. Poilpre E, Tronquit D, Goma G, Guillou V: On-line estimation of
biomass concentration during transient growth on yeast
chemostat culture using light reflectance. Biotechnol Lett 2002,
24:2075–2081.
50. Postgate J: Viable counts and viability. In Methods in Microbiology.
Edited by Norris J, Ribbons D. New York: Academic Press;
1967:611–628.

26

27

28

29

30

31

32