MENGHADAPI PEMERIKSAAN PAJAK id. docx

MENGHADAPI PEMERIKSAAN PAJAK
Maharani Dyah Pitaloka (15919048)
pitaloka.dyahmaharani@gmail.com
Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system dimana berdasarkan
sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Self assessment system berjalan
dengan baik apabila Wajib Pajak melaksanakan seluruh kewajiban perpajakannya dengan
tingkat kepatuhan yang tinggi dan disertai dengan mekanisme pengawasan dan penegakan
hukum yang optimal oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sebagai salah satu mekanisme pengawasan terhadap self assessment system, Direktur
Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Hal ini diatur dalam
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP) yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal
Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Dalam rangka melaksanakan pemeriksaan yang efektif perlu ditetapkan rencana dan
strategi pemeriksaan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, batasan waktu yang
rasional, dan perbaikan terus menerus yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pemeriksaan, kepatuhan wajib pajak, dan penerimaan pajak. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan efektivitas pemeriksaan diperlukan rumusan strategi pemeriksaan yang tepat dan

sistematis. Dengan demikian sumber daya pemeriksaan yang dimiliki oleh DJP dapat
dioptimalkan untuk mencapai rencana pemeriksaan yang telah ditetapkan.
Bagi Wajib Pajak (termasuk kita), bukan tidak mungkin kelak akan menghadapi apa
yang dinamakan Pemeriksaan Pajak. Semua Wajib Pajak berpotensi sama untuk dilakukan
pemeriksaan pajak oleh DJP. Selama ini pemeriksaan pajak menjadi hal yang cukup
menakutkan bagi para pelaku bisnis terutama untuk golongan menengah ke atas karena Wajib
Pajak yang berpenghasilan tinggi akan menjadi perhatian tersendiri oleh jajaran DJP.
Pemeriksaan pajak menjadi mimpi buruk momok menakutkan. Entah mengapa, dari sekian
Banyak perusahaan yang saya kenal selama ini, nyaris semuanya merasa terbebani oleh
pemeriksaan pajak. Tak jarang juga pemilik usaha yang menjadi khawatir lalu stress. Bukannya
menunjukan sikap cerdas, malahan cenderung menunjukan sikap panik yang sama sekali
kontra-produktif.
Dari beberapa pengamatan yang sudah dilakukan penulis, sumber utama kekhawatiran
sesungguhnya adalah ketidaktahuan terhadap ketentuan peraturan perpajakan beserta teknis
pelaksanaannya. Hal ini merupakan sesutau yang wajar dan logis karena hampir tidak
memungkinkan semua Wajib Pajak bisa tahu dan memahami peraturan pajak yang begitu
banyak. Kebanyakan Wajib Pajak tidak memiliki cukup waktu untuk membaca dan mempelajari

aturan perpajakan beserta ketentuan teknisnya. Mereka lebih memilih fokus untuk membuat
strategi-strategi pengembangan usaha.

Ada sebagian Wajib Pajak yang berpikir untuk menyewa konsultan pajak meskipun fee
nya cukup mahal, ada juga jasa pencetak SSP dan pengisi SPT (bukan konsultan pajak) yang
sebenarnya bisa dilakukan sendiri. Di saat Wajib Pajak menghadapi pemeriksa pajak, penulis
menyarankan agar tidak menggunakan jasa yang sekedar hanya pencetak SSP dan pengisi
SPT karena bukan malah meringankan tapi justru berpotensi menimbulkan masalah karena
kegiatan pemeriksaan pajak tidak sekedar memeriksa hal yang bersifat administratif (aspek
formal) saja, namun mencakup seluruh aspek formal dan material. Permasalahan pada aspek
material tentu tidak akan bisa dibantu penyelesaiannya oleh orang yang belum menguasai
ketentuan material di bidang perpajakan.
Oleh karena itu di sini penulis akan memberikan masukan tentang bagaimana caranya
menghadapi menghadapi pemeriksaan pajak dengan baik. Cara menghadapi pemeriksaan
pajak dengan baik akan dijelaskan ke dalam 6 langkah yang umum dan feasible untuk ditempuh
antara lain
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.


Memahami Tujuan Pemeriksaan Pajak
Memperbaiki Administrasi Perpajakan
Tidak Menghindar
Tidak anti pajak tapi juga tidak terlalu merasa lemah
Memahami Hak Wajib Pajak
Memahami Kewajiban Wajib Pajak
Tidak gegabah dalam menyetujui hasil temuan audit pajak

Memahami Tujuan Pemeriksaan
Menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan (KUP) tujuan pemeriksaan
ada dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menurut PMK17/PMK.03/2013 antara lain:
1.
2.
3.
4.

Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

Wajib Pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
SPT Rugi
Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran,
atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
5. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
6. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT melampaui jangka waktu dalam Surat
Teguran
7. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan
pemeriksaan berdasarkan analisis resiko oleh Account Representative.
Pemeriksaan Untuk pemeriksaan tujuan lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK-17/PMK.03/2013 disebutkan antara lain:

1. Pemberian NPWP secara jabatan
2. Penghapusan NPWP
3. Pengukuhan atau Pencabutan Pengusaha Kena Pajak
4. Wajib Pajak mengajukan Keberatan
5. Pengumpulan Bahan guna menyusun Norma Penghitungan Penghasilan Netto
6. Pencocokan Data dan/ atau alat keterangan
7. Penentuan Wajib Pajak di daerah terpencil

8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
10. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
11. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B.
Dengan memahami tujuan pemeriksaan pajak yang dilakukan, diharapkan Wajib Pajak bijak
dan tepat dalam menentukan langkah yang harus diambil kaitannya dengan perpajakan.
Memperbaiki Administrasi Perpajakan
Dengan memperbaiki administrasi perpajakan tentu akan sangat mendukung penyelesaian
pemeriksaan dan kemungkinan salah material di bidang perpajakan dapat diminimalkan. Bentuk
perbaikan dalam administrasi perpajakan antara lain:
1. Administrasi harus rapi, tertib dan lengkap
2. Laporkan Lebih Bayar Kalau Memang Lebih
3. Membangun hubungan baik dengan Account Representative (AR) dan sering-sering
konsultasi karena AR yang lebih tahu tentang seluk beluk Wajib Pajak ketimbang konsultan
pajak.
Tidak Menghindar
Banyak Wajib Pajak yang memilih menghindar ketika didatangi petugas pajak. Menghindari
petugas pajak hanya akan memperlama proses pemeriksaan. Untuk diketahui bahwa
melakukan penghindaran sama sekali bukan langkah bijak karena:

1. Yang diperiksa adalah badan (perusahaan) bukan orang pribadi direktur, pimpinan, atau
pemilik perusahaan sehingga petugas pajak akan tetap melangsungkan pemeriksaan
dengan atau tanpa kehadiran pimpinan perusahaan. Sikap menghindar hanya akan
membuat banyak keterangan yang dibutuhkan menjadi tidak ada, dan itu akan membuat
proses pemeriksaan menjadi berlarut-larut.
2. Suatu perusahaan menjadi target pemeriksaan bukan karena diundi tetapi karena telah
dilakukan analisa oleh pihak DJP sehingga perlu melakukan pemeriksaan. Seberapa
keraspun usaha WP untuk menghindar, tetap saja akan diperiksa. DJP tidak akan
membatalkan pemeriksaan hanya karena WP menghindar. Sebaliknya penghindaran itu
bisa dianggap sebagai dasar untuk menetapkan utang pajak sesuai data yang mereka
miliki saja dan cenderung lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
Tidak anti pajak tapi juga tidak terlalu merasa lemah

Ada sebagian oknum pegawai DJP yang lebih mengedepankan arogansi ketimbang
profesionalitas. Terkadang pegawai pemerintah termasuk DJP merasa mewakili pemerintah dan
merasa menjalankan tugas negara sehingga memicu sikap arogan oleh petugas pajak. Namun
demikian, tak sedikit juga pegawai pajak yang bersikap sopan dan profesional dan masalahnya,
wajib pajak tidak bisa menebak-nebak apakah pegawai yang melakukan pemeriksaan tergolong
arogan atau sopan. Untuk itu para Wajib Pajak agar memahami bahwa sikap profesional
dijadikan semacam sikap default dan sikap tersebut terjaga stabil.

Memahami Hak Wajib Pajak dalam Proses Pemeriksaan
Hak Wajib Pajak dalam proses pemeriksaan pajak yaitu:
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
dan Surat Perintah Pemeriksaan
2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan
sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan lapangan
3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim
Pemeriksa Pajak apabila susunan tim Pemeriksa mengalami perubahan
4. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan
Memahami Kewajiban Wajib Pajak dalam proses Pemeriksaan
1. Memperlihatkan/meminjamkan buku, catatan, dokumen
2. Memberi kesempatan pemeriksa untuk mengakses/mengunduh data elektronik
3. Memberi kesempatan pemeriksa untuk memasuki tempat/ ruang yang digunakan sebagai
tempat menyimpan buku/catatan/dokumen/uang /barang.
4. Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Hasil Pemeriksaan
6. Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan.
Tidak gegabah dalam menyetujui hasil temuan audit pajak
Setiap pemeriksaan akan berujung pada penetapan pajak yang seharusnya terutang menurut

petugas pajak yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku. Penetapan pajak tersebut
tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP). Sebelum SKP diterbitkan, pemeriksa
mengeluarkan hasil temuan audit yang isinya menunjukkan perbedaan-perbedaan antara apa
yang telah dibayar dan dilaporkan oleh WP dengan hasil temuan selama masa pemeriksaan.
Hasil temuan tersebut bisa sementara atau sudah merupakan temuan akhir dan auditor akan
meminta tandatangan persetujuan dari Wajib Pajak. Sebelum menyatakan setuju atau tidak,
sebaiknya minta terlebih dahulu rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
temuan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk hasil koreksinya serta minta penjelasan
mengenai dasar pengenaan dan perhitungan-perhitungannya.