Manajemen Likuiditas Bank Syariah doc

MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
1. Pendahuluan
Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangka
manajemen risiko industri keuangan yang lebih besar, yang
berhubungan dengan seluruh lembaga keuangan baik
konvensional maupun syariah. Kegagalan dalam manajemen
risiko memiliki konsekuensi yang mengerikan, termasuk
kolapsnya
bank
dan
pada
gilirannya
menyebabkan
ketidakstabilan sistem keuangan. Pada kenyataannya, sebagian
besar kegagalan bank disebabkan kesulitan mengelola
masalah-masalah likuiditasnya1. Ini juga yang menjadi alasan
mengapa regulator sangat menaruh perhatian dengan posisi
likuiditas suatu lembaga keuangan dan pemikiran regulator saat
ini berpusat pada seputar penguatan kerangka kerja likuiditas.
Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
bank untuk dikelola karena akan berdampak kepada

profitabililitas serta keberlanjutan dan kelangsungan usaha
suatu bank. Begitu pentingnya likuiditas ini, sehingga
ditetapkan sebagai salah satu risiko yang harus dikelola dengan
baik oleh bank.
2. Definisi dan konsep manajemen likuiditas
Menurut teori intermediasi keuangan, dua alasan yang
paling penting terhadap keberadaan lembaga keuangan,
khususnya bank, adalah penyediaan likuiditas dan jasa
keuangan. Mengenai penyediaan likuiditas, bank menerima
dana dari deposan dan menyalurkannya ke sektor riil, dan pada
saat yang sama menyediakan likuiditas untuk setiap penarikan
dana simpanan. Namun peran bank dalam mentransformasikan
simpanan jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjang
membuat mereka rentan secara inheren terhadap
risiko
likuiditas (Bank For International Settlement (BIS), 2008 b:1)
Likuiditas adalah kemampuan menjual asset dalam waktu
singkat dengan kerugian yang paling minimal. Asset-asset likuid
adalah asset yang dipegang dalam bentuk tunai atau yang
diinvestasikan dalam suatu instrumen yang dapat diubah

menjadi bentuk tunai seperti simpanan berupa giro, deposito
Mark Largan Banking Operation 2nd edition Chartered Institute of Bankers, United
Kingdom, 2000 p.28.
1

dan investasi pada sekuritas pemerintah yang likuid berjangka
pendek2.
Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih
kompleks dibanding dengan dunia bisnis secara umum. Dari
sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah
seluruh asset menjadi kas/tunai (cash), sedangkan dari sudut
pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi
kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.
Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yang
paling penting dimana bank perlu menanganinya untuk
menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan baik.
Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi
kehilangan bagi bank yang muncul dari ketidakmampuan
mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai
kenaikan asset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau

kerugian yang tidak dapat diterima (Greuning and Bratanovic,
1999)3.
Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif
memutuskan untuk menarik dana mereka dalam jumlah yang
lebih besar daripada dana yang dimiliki bank (Hubbard,
2002:323), atau ketika peminjam gagal untuk memenuhi
kewajiban keuangan kepada bank. Dengan kata lain, risiko
likuiditas terjadi dalam dua kasus. Pertama, muncul secara
simetris kepada debitur dalam hubungannya dengan bank,
misalnya ketika bank memutuskan untuk menghentikan kredit
namun debitur tidak mampu membelinya. Kedua, muncul
dalam konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya
ketika deposan memutuskan untuk menarik simpanan mereka
tetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum dan
Thakor, 1995:137).
Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan
(gap) antara sisi asset dan liabilitas yang perlu diseimbangkan
karena secara nature bank menerima liabilitas dalam bentuk
likuid tetapi menginvestasikannya dalam bentuk asset tidak
likuid (Zhu, 2001). Jika bank gagal untuk menyeimbangkan gap

tersebut terjadilah risiko likuiditas, yang diikuti dengan
beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan seperti risiko
kepailitan (insolvency) , risiko bail out pemerintah, dan risiko
Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR MANAGING LIQUIDITY , International
Journal of Islamic Financial Services Vol. 1 No.1
3
Dusuki Dr. Asyraf Wajdi, Commodity Murabahah Programme (CMP): An Innovative
Approach to Liquidity Management, Paper Published in Journal of Islamic Banking, Volume
3, No. 1.
2

reputasi. Kegagalan manajemen likuiditas disebabkan oleh
kuatnya tekanan likuiditas, penyiapan instrumen likuid bagi
bank, kondisi bank pada saat tekanan likuiditas, dan
ketidakmampuan bank untuk menemukan sumber likuid
internal mapun eksternal.
Likuiditas dapat dibagi ke dalam dua jenis: likuiditas asset,
yakni ketidakmampuan untuk menjual asset pada harga pasar
saat itu, dan instabilitas likuiditas dari suatu liabilitas (LIL), yang
mengacu kepada ketidakmampuan untuk menilai kecukupan

dana untuk memenuhi kewajiban bayar secara tepat waktu
(instabilitas simpanan dasar dalam periode yang lama).
Manajer bank harus berusaha untuk memaksimalkan
return bank dari asset total yang diinvestasikan. Akan tetapi
manajemen bank juga dihadapkan pada kebutuhan untuk
memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi jika terjadi
mismatch maturitas dari asset dan liabilitas. Risiko likuiditas
bank syariah terutama sebagian besar berasal dari kekurangan
karena pendanaan jangka panjang.
Bank dengan profil likuiditas yang kuat harus mampu
bertahan. Sebagian besar dana lembaga keuangan islami
berasal dari rekening investasi melalui kontrak profit loss
sharing (PLS) tanpa kewajiban tetap yang melekat padanya.
Sebaliknya masalah adalah kelebihan likuiditas. Bank syariah
harus berhati-hati mengenai struktur maturitas asset mereka.
Agar tetap solven, bank perlu untuk memelihara asset bersifat
jangka pendek.
Sebagai lembaga keuangan, bank harus mengelola
penawaran dan permintaan likuiditas dengan tepat agar dapat
menjalankan usahanya secara aman, menjaga hubungan baik

dengan pemangku kepentingan dan menghindari masalah risiko
likuiditas. Risiko likuiditas biasanya terjadi karena kegagalan
dalam pengelolaan dana atau kondisi ekonomi yang kurang
kondusif yang menyebabkan likuiditas tak terduga karena
penarikan dana oleh para nasabah. Manajemen likuiditas yang
kuat (robust) merupakan tantangan tersendiri dan juga sulit
dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka dengan
pengaruh eksternal yang kuat serta pelaku pasar yang sensitif
(lihat Gambar 1). Pada dasarnya kegagalan bank dalam
lingkungan keuangan global saat ini terjadi karena kurang
memadainya sistem manajemen likuiditas dalam memecahkan
situasi yang merugikan (Goldman, 2007)4.
4

Rifki Ismal, Managing the Demand and Supply of Liquidity in Islamic Banking (case of Indonesia )access on
June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wp-content/uploads/2010/03/Managing-the-demand-and-supply-

3. Manajemen likuiditas di bank syariah
Dua
penyebab

utama
risiko
likuiditas
adalah
ketidakseimbangan asset dan liabilitas dan mismatch maturitas
yang dapat terjadi karena dua kondisi (Helmen et.al, 1994:164165): (a) aktiva lancar yang tersedia dalam porsi yang lebih
besar daripada liabilitas volatile yang dikenal sebagai gap
likuiditas, atau (b) jumlah dana perkiraan yang diperlukan pada
sisi aktiva lebih tinggi dari jumlah dana perkiraan yang tersedia
pada sisi liabilitas, yang dikenal sebagai kebutuhan likuiditas
(lihat gambar 2)5

of-liquidity-in-islamic-banking-Case-of-Indonesia-Dr.-Rifki-Ismal.pdf
5
ISMAL, RIFKI (2010) THE MANAGEMENT OF LIQUIDITY RISK IN ISLAMIC BANKS: THE CASE
OF INDONESIA. Doctoral thesis, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/550/

Pengelolaan risiko likuiditas merupakan salah satu
tantangan paling penting bagi bank-bank islam karena

dilarangnya instrumen-instrumen berbasis riba. Hanya sedikit
instrumen refinancing
tanpa riba yang dapat digunakan,
seperti pasar uang antarbank. Dalam kondisi ini bank-bank
islam
tidak
memiliki kemungkinan yang komprehensif yang
dapat dilakukan, khususnya dalam hal transformasi jangka
waktu dan risiko sebagai dua fungsi utama dari lembaga
intermediasi keuangan (lihat Bitz 2005, Oehler 2006)6. Fungsifungi intermediasi ini juga mengimplikasikan transformasi
likuiditas. Langkah-langkah rintisan untuk mengatasi batasan
pengelolaan likuiditas bank-bank islam dengan memasukkan
pasar modal dan pasar uang yang sesuai dengan ketentuan
syariah telah dilakukan di Malaysia, Bahrain dan Arab Saudi.
Akan tetapi, sektor keuangan islam perlu melanjutkan
inovasinya pada tingkat portofolio produk, pada tingkat
kelembagaan dan peraturan untuk memecahkan masalah
keterbatasan dalam refinancing bank.

6


Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010

Meskipun profit dan loss sharing merupakan prinsip utama
syariah, kontrak pendapatan tetap jangka pendek umumnya
masih mendominasi portofolio produk bank-bank islam. Bagi
hasilnya bisa melebihi 80% dari seluruh portofolio produk pada
sisi asset, sehingga portofolio memperlihatkan diversifikasi dan
struktur risiko yang rendah. Hal ini umumnya terjadi karena
kebanyakan bank-bank islam memediasi di negara-negara
dengan lingkungan hukum, kelembagaan dan keuangan yang
rendah. Hal ini biasanya menyebabkan tingkat asimetri
informasi yang tinggi dan perilaku oportunistik (moral hazard,
hidden action) dari para pelaku pasar serta kendala likuiditas
dan tingginya biaya modal bagi lembaga-lembaga perantara
keuangan
yang
disebabkan
oleh

segmentasi
pasar
(lihat Aggarwal dan Yousef
2000, Chong
dan Liu 2007, Akacem 2008, Visser 2009, Al-Hasan et al. 2010,
Choudury dan Hoque 2006)7. Sebagai akibatnya, preferensi
terhadap bank-bank islam bersifat rasional dan reaksi optimal,
bahkan terhadap alternatif kontrak pembiayaan ekuitas dengan
sistem keuangan ganda (dual system) dengan kemungkinan
buruk pemilihan diantara keduanya. Tetapi dengan instrumen
mark-up yang digunakan dalam prakteknya yang sering dikritisi
oleh pakar syariah dan pakar ekonomi karena dianggap dekat
dengan instrumen berbasis-bunga sehingga dianggap tidak
berbeda dari perspektif fungsional (lihat khan dan Ahmed,
2001, El_Gamal, 2001, Rosly 2005, Sundararajan 2007, Chapra,
2007, Cihak dan Hesse, 2008)8. Bank-bank islam biasanya
memiliki rata-rata rasio ekuitas yang lebih tinggi. Jadi, rata-rata
rasio ekuitas yang tinggi merupakan respon terhadap
terbatasnya sumber pembiayaan yang kemudian membentuk
cadangan modal tambahan sebagai antisipasi terhadap

terjadinya default.
Penggunaan murabahah yang dijamin dengan komoditi
dan pembiayaan dagang jangka pendek memungkinan bankbank syariah untuk menginvestasikan surplus kas jangka
pendek. Bank syariah harus mencoba untuk tidak tergantung
kepada beberapa depositor besar, sebaliknya mereka harus
mencoba untuk memobilisasi simpanan mereka dari depositor
lainnya, melakuan diversifikasi sumber-sumber simpanan.
Kelebihan likuiditas bank syariah tidak dapat dengan mudah
ditransfer ke bank konvensional karena bank syariah tidak
Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010
8
ibid
7

menerima konsep tentang riba; akan tetapi di sini ada suatu
ruang untuk pertukaran surplus dana diantara bank syariah.
Semakin besar jumlah bank syariah dan semakin lebar
aktivitasnya, akan semakin besar pula lingkup kerjasama dalam
bidang ini.
Maturitas investasi bank-bank harus dipelajari dengan baik
melalui identifikasi kekurangan likuiditas di masa depan dengan
menyusun ladder maturitas berdasarkan waktu yang tepat.
Bank syariah mengklasifikasikan arus-arus kas termasuk di
dalamnya metode perilaku, dan dapat mempertimbangkan
dengan membedakan jenis arus kas sebagai arus kas yang
telah diketahui maturitasnya dan jumlahnya telah diketahui
sebelumnya. Kategori ini mencakup piutang dari murabahah,
ijarah, piutang dan berkurangnya musyarakah.
Bank syariah harus membuat analisa arus kas secara
periodik pada berbagai skenario dan kondisi pasar. Skenario
dapat divariasi tergantung pada kondisi pasar lokal, dan dapat
berdasar (a) lingkungan operasi normal, (b) skenario terburuk.
Analisa harus memasukkan asumsi mengenai pembayaran
kembali modal yang telah diinvestasikan kepada pemegang
deposito PLS. Bank syariah harus menilai pengaruh tingkat
ketergantungan mereka terhadap dana dari pemegang
rekening.
5. Instrumen Manajemen Likuiditas Bank Syariah
Salah satu pendekatan manajemen likuiditas yang paling
penting adalah kemampuan bank untuk mendapatkan akses ke
pasar sekunder seperti pasar modal dan pasar uang antar bank.
Yang terakhir umumnya merujuk pada kegiatan peminjaman
dan memberi pinjaman untuk periode satu tahun atau kurang.
Pasar uang telah menjadi tempat bagi lembaga keuangan dan
pemerintah untuk mengelola kebutuhan likuiditas jangka
pendek mereka. Jadi bank biasanya berharap untuk
memperoleh likuiditas dari kedua sisi neraca mereka dan
mempertahankan keberadaan aktif di pasar uang antar-bank.
Mereka melihat pasar ini sebagai sumber untuk akuisisi
discretionary dana jangka pendek berdasarkan persaingan suku
bunga, sebuah proses yang dapat membantu memenuhi
kebutuhan likuiditas mereka (Greuning & Bratanovic, 1999) 9.
Dusuki Dr. Asyraf Wajdi, Commodity Murabahah Programme (CMP): An Innovative
Approach to Liquidity Management, Paper Published in Journal of Islamic Banking, Volume
3, No. 1.
9

Terdapat berbagai instrumen likuiditas jangka pendek di
pasar
uang
konvensional,
yang
menawarkan
tingkat
pengembalian yang berbeda-beda. Instrumen ini termasuk
treasury bills, sertifikat deposito, repurchase agreements,
banker's acceptance, surat berharga dan deposito uang antarbank (Rosly, 2005). Semua instrumen memiliki karakteristik
yang berbeda yang berkaitan dengan jangka waktu mulai dari
overnight hingga satu tahun. Singkatnya, pasar uang antarbank
memungkinkan
bank-bank
yang
surplus
untuk
menyalurkan dana kepada bank yang defisit menggunakan
berbagai instrumen, dengan demikian mempertahankan dan
mekanisme pendanaan likuiditas yang diperlukan untuk
meningkatkan stabilitas sistem (Fabozzi dan Modigliani, 2003).
Namun, sebagian besar instrumen yang digunakan dalam pasar
uang antar-bank merupakan instrumen dasarnya berbasis
bunga. Oleh karena itu, pembentukan pasar uang dengan
instrumen sesuai syariah tidak hanya diperlukan untuk
kelancaran pertumbuhan industri saat ini tetapi sudah menjadi
keharusan.
Upaya awal untuk mengatasi masalah manajemen
likuiditas telah berfokus pada penciptaan instrumen hutang
jangka pendek dan jangka panjang yang sesuai dengan prinsip
Syariah. Hal ini terbukti, di beberapa yurisdiksi, melalui
penerbitan instrumen keuangan syariah yang beragam mulai
dari kertas jangka pendek untuk obligasi jangka panjang untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas dan investasi lembaga
perbankan Islam. Malaysia menjadi negara pelopor dalam
inisiatif tersebut dengan pembentukan Islamic Inter-bank
Money Market (IIMM).
Sebelum memanfaatkan instrumen keuangan untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas, bank harus menentukan jenis
likuiditas yang dibutuhkan dan jenis instrumen yang harus
dihentikan. Sebagai contoh kebutuhan likuiditas musiman cocok
untuk instrumen keuangan yang sensitif terhadap waktu,
kebutuhan likuiditas siklikal cocok untuk asset likuid yang telah
diperkirakan dengan tepat, dan likuiditas jangka panjang cocok
untuk kombinasi asset likuid jangka panjang dan menawarkan
instrumen hutang jangka pendek kepada bank lain secara
bilateral atau melalui pasar uang (Helmen et al., 1994:170).
Instrumen keuangan dapat diterapkan untuk memecahkan
kebutuhan likuiditas yang dapat diprediksi dan tidak dapat
diprediksi. Untuk mengatasi kebutuhan likuiditas yang tidak

diprediksi bank melakukan beberapa pilihan, seperti: (i) menjual
instrumen jangka pendek untuk kebutuhan likuiditas jangka
pendek, (ii) menjual instrumen jangka panjang untuk kebutuhan
likuiditas jangka pendek, dan (iii) meminjam dana jangka
pendek. berkenaan dengan opsi pertama, ada beberapa
alternatif seperti sertifikat deposito (NCD), pembelian kembali
sertifikat deposito (CD), banks acceptance (BA), treasury bills
(T-bills), sertifikat bank sentral, dan penempatan antar bank.
Untuk opsi kedua, ada obligasi bank sentral lokal dan luar
negeri dan obligasi pemerintah local dan luar negeri. Akhirnya,
pada opsi ketiga, ada penerbitan jangka pendek surat berharga
ke pasar uang, pinjaman bilateral antara bank, dan meminjam
dana dari bank sentral. Sementara itu, untuk memecahkan
kebutuhan likuiditas yang dapat diprediksi, bank memiliki
empat pilihan, yaitu pinjaman pemegang saham, injeksi
likuiditas perusahaan induk, dana darurat bank sentral, dan bail
out pemerintah.
4. Kesimpulan
Manajemen likuiditas di bank syariah merupakan bagian
dari asset dan liability management yang secara umum
bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu Bank Syariah agar
kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan
masyarakat terjaga.
Pengelolaan likuiditas bertujuan untuk mengoptimalisasi
penggunaan dana agar tidak terjadi idle fund yang besar dan
tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi
kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus
kas menjadi sangat penting.
Pengelolaan risiko likuiditas merupakan salah satu
tantangan paling penting bagi bank-bank islam karena
dilarangnya instrumen-instrumen berbasis riba. Di sisi lain,
instrumen di Pasar Uang Antar Bank Syariah masih kurang.
Malaysia menjadi negara pelopor dalam inisiatif penerbitan
instrumen keuangan syariah untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas dan investasi lembaga perbankan Islam dengan
pembentukan Islamic Inter-bank Money Market (IIMM).
Instrumen keuangan yang dapat diterapkan untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas seperti (i) menjual instrumen
jangka pendek untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, (ii)
menjual instrumen jangka panjang untuk kebutuhan likuiditas

jangka pendek, dan (iii) meminjam dana jangka pendek.
berkenaan dengan opsi pertama, ada beberapa alternatif
seperti sertifikat deposito (NCD), pembelian kembali sertifikat
deposito (CD), banks acceptance (BA), treasury bills (T-bills),
sertifikat bank sentral, dan penempatan antar bank.

Daftar Pustaka
1. Abdul Rais Abdul Majid, 2003, DEVELOPMENT OF
LIQUIDITY MANAGEMENT INSTRUMENTS: CHALLENGES
AND OPPORTUNITIES, International Conference on
Islamic Banking: Risk Management, Regulation
and
Reg
Supervision
2. Dusuki, Asyraf Wajdi Dr., Commodity Murabahah
Programme (CMP): An Innovative Approach to Liquidity
Management, Paper Published in Journal of Islamic
Banking, Volume 3, No. 1.
3. Fabozzi, F. J., & Modigliani, F. (2003). Capital Markets:
Institutions and Instruments (Third ed.). New Jersey:
Prentice Hall.
4. Greenbaum, S.I, and Thakor, A.V. (2007). Contemporary
Financial Intermediation. America: Elsevier Publication,
2nd Edition.
5. Helmen, G.; Simonson, D.; Coleman, A. (1994). Bank
Management: Text and Cases. America: John Wiley &
Sons, Inc, 4th Edition.
6. Hubbard, G.R. (2002), Money, The Financial System, and
the Economy. New Jersey: The Addison Wesley Series in
Economics, Person Education Inc.
7. Ismal,Rifki, 2010. Islamic Banking Characteristics,
Economic Condition and Liquidity Risk Problem
(Indonesia Case : 2001 – 2007),
http://etheses.dur.ac.uk/550/1/FULL_IN_ONE_FILE.pdf,
acces on June 1st 2011.
8. Ismal, Rifki, Managing the Demand and Supply of
Liquidity in Islamic Banking (case of Indonesia) access

on June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wpcontent/uploads
9. Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic
anks: An Empirical Analysis, November 2010
10. Mark Largan, Banking Operation 2nd edition Chartered
Institute of Bankers, United Kingdom, 2000 p.28.
11. Rosly, S. A. (2005). Critical Issues on Islamic Banking
and Financial Markets: Islamic Economics, Banking and
Finance, Investments, Takaful and Financial Planning.
Kuala Lumpur: Dinamas Publishing.
12. Goldman Sach,. (2007). Liquidity Risk Management.
Goldman sachs officialwebsite
:http://www2.goldmansachs.com/our_firm/investor_
relations/creditor_relations/liquidity_risk_management/in
dex.html.
13. Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR
MANAGING LIQUIDITY, International Journal of Islamic
Financial Services Vol. 1 No.1
14.
Zhu, H. (2001). Bank runs, Welfare and Policy
Implications. Bank For International Settlement Working
Paper No. 107, Bassel.