Peran pariwisata thdp pad (1)

Peran pariwisata terhadap PAD Kabupaten Badung

I. Latar belakang
Latar belakang penulisan paper mengenai Peran pariwisata terhadap PAD Kabupaten
Badung adalah untuk memenuhi tugas dari Dr. I Made Sepud SH MH dalam mata
kuliah Hukum Kepariwisataan.

II. Permasalahan
Sejak tahun 1980-an kunjungan wisatawan mancanegara terus meningkat ke Bali,
dan dalam dekade ini pulau dewata masuk sebagai propinsi yang dikunjungi wisata
mancanegara terbesar nomor 1 di Indonesia.
Sehubungan dengan predikat tersebut apakah pariwisata mempunyai peran yang
signifikan terhadap PAD Kabupaten Badung ?
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, dalam pembahasan di paper
ini, akan diawali dengan penyampaian informasi mengenai profil Kabupaten Badung
dengan sejarah singkat yang menceritakan tentang wilayah, penduduk dan
perekonomiannnya sebelum menjadi daerah favorite

kunjungan wisatawan

domestik maupun mancanegara, kemudian penjelasan mengenai dasar hukum dari

pengenaan PAD kepada wajib pajak dan terakhir menyajikan data yang membuktikan
besaran kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Badung tahun 2014.

III. Pembahasan
1.

Profil Kabupaten Badung

1

warna abu-abu berbentuk keris vertikal dari bawah
keatas adalah wilayah Kabupaten Badung.

Sejarah Singkat
Badung adalah salah satu kabupaten yang terletak di propinsi Bali. Dalam Babad Badung
- Tabanan yang disalin oleh Raka (2001: 53--54), disebutkan bahwa nama wilayah
Badung berasal dari kata Bandana. Wilayah ini merupakan anugerah dari Batari Danu di
Batur Agra kepada Kyayi Arya Bebed, leluhur Kerajaan Badung. Setelah menjadi
penguasa Bandana Pura, kewibawaan Kyayi Arya Bebed makin besar. Akibat banyaknya

bekas luka setelah berperang dengan penguasa Karangasem, Kyayi Arya Made
Janggaran, Kyayi Arya Bebed kemudian disebut Kyayi Jambe Pule dan diberi gelar Prabhu
Bandhana.
Berdasarkan hasil penelitian, tim peneliti sejarah Bandung mengungkapkan bahwa
Kerajaan Badung berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat sejak tahun 1779, pada masa
pemerintahan I Gusti Ngurah Pemecutan Sakti di Puri Denpasar. Raja I Gusti Ngurah
Pemecutan Sakti digantikan oleh putranya yang bernama I Gusti Ngurah Gde Pemecutan.
Raja I Gusti Ngurah Made Pemecutan kemudian membuat taman di sebelah selatan Puri
Satria pada 1788. Lokasi taman ini berada di utara pasar sore atau tenten. Di lokasi
taman inilah kemudian dibangun Puri Denpasar. Warna dkk. menjelaskan istilah
Denpasar dari kata den pasar dalam bahasa Bali. Den maksudnya adalah di sebelah
utara, sedangkan pasar berarti pasar. Oleh karena itu, yang dimaksud Puri Denpasar
adalah Puri yang ada di sebelah utara pasar. Puri Denpasar inilah kemudian menjadi
pusat pemerintahan Kerajaan Badung. Pusat pemerintahan Kerajaan Badung di Puri

2

Denpasar berlangsung sampai pemerintahan Raja I Gusti Ngurah Made Agung hingga
terjadinya peristiwa puputan Badung pada 20 September 1906.
Semua kerajaan di Bali akhirnya dapat dikuasai oleh Belanda, terakhir Kerajaan

Klungkung pada 1908. Meskipun demikian, kekuasaan para raja tetap dihormati
berdasarkan peraturan Pemerintah Hindia Belanda. Semua kerajaan kemudian dijadikan
pemerintahan Swapraja oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1 Juli 1938. Berdasarkan
Staatblaad No. 226, Tahun 1929, Bali dibagi menjadi delapan daerah Swapraja oleh
Pemerintah Kolonial, terdiri atas Bangli, Gianyar, Karangasem, Buleleng, Jembrana,
Tabanan, Badung, dan Klungkung (Mirsha dkk., 1986: 257). Khusus bekas Puri Denpasar,
kemudian digunakan sebagai kantor perwakilan pemerintah kolonial Belanda. Kantor ini
dibangun di sisi bagian selatan puri. Sisi timur dan utara puri digunakan untuk
perumahan pejabat pemerintah kolonial. Sisi bagian barat puri digunakan sebagai
penginapan, yang kini menjadi bagian dari Bali Hotel (Salain, 2011: 77).
Setelah Indonesia merdeka, pada 1960 bekas kantor perwakilan pemerintah kolonial
Belanda tersebut digunakan sebagai Pusat Pemerintahan (Puspem) Provinsi Bali, yang
diberi nama Jaya Sabha. Karena lahan Puspem di Jaya Sabha dinilai kurang luas untuk
menggerakkan roda pemerintahan tingkat provinsi, kemudian muncullah ide untuk
memindahkan Puspem Provinsi Bali tersebut. Pada masa pemerintahan Gubernur Ida
Bagus Mantra pada 1978, Kantor Gubernur Bali dipindahkan ke Civic Centre Renon, dan
diberi nama Puspem Niti Mandala, sedangkan Jaya Sabha hanya digunakan sebagai
gedung pertemuan dan Rumah Jabatan Gubernur Bali.

Kependudukan

Penduduk dapat menentukan dinamika suatu wilayah atau sebuah kota. Selaku individu
dan kelompok, penduduk menjadi pelaku utama dalam kehidupan sebuah kota atau
wilayah. Berdasarkan data Bappeda Badung 2009, jumlah penduduk Badung 388.514
jiwa, dengan laju pertumbuhan 1, 21% dan kepadatan rata-rata 928 jiwa/ km². Wilayah
yang paling banyak penduduknya adalah Mengwi, yaitu 108.469 jiwa, sedangkan yang

3

paling sedikit

penduduknya adalah wilayah Petang, yaitu 28.392 jiwa. Kepadatan

tertinggi ada di Kecamatan Kuta Utara, yaitu 1.783 jiwa/ km², sedangkan terendah di
Kecamatan Petang, yaitu 247 jiwa/ km² (http://bappeda.badungkab.go.id).
Khusus data penduduk di wilayah Kota Mangupura, dalam buku Badung Selayang
Pandang, belum dicantumkan secara khusus. Dalam buku tersebut hanya dicantumkan
data secara umum, bahwa sampai akhir April 2011 penduduk Kabupaten Badung
berjumlah 487.613 jiwa dengan kepadatan 1 : 165,50 jiwa/ km². Untuk dapat
mengetahui gambaran umum jumlah penduduk Kota Mangupura, dapat dilakukan
rujukan pada data Badung Dalam Angka 2009. Dalam data tersebut disebutkan jumlah

penduduk wilayah Kota Mangupura berjumlah 59.715 jiwa dengan kepadatan 13 jiwa/
ha. Jumlah penduduk terpadat berada di Kelurahan Sading, yaitu 24 jiwa/ ha, sedangkan
jumlah penduduk terendah ada di Desa Kekeran, yaitu dengan kepadatan 9 jiwa/ ha
(Sumber: Badung Dalam Angka 2009).

Perekonomian
Pada masa kerajaan, kekuatan ekonomi Badung banyak didukung oleh sektor pertanian
(agraris) berkombinasi dengan sektor perdagangan. Ketika pusat pemerintahan Badung
berada di Puri Denpasar, aktivitas perdagangan berupa pasar sore (tenten) berada di
sebelah selatan puri. Hal inilah yang menyebabkan pusat pemerintahan Badung disebut
Puri Denpasar, yang berarti puri dajan pasar (di sebelah utara pasar). Perekonomian
Badung juga didukung pelabuhan laut di Kuta, yang banyak berhubungan dengan
pedagang dari luar daerah, bahkan dari negara asing. Setelah Indonesia merdeka,
khususnya sejak dekade 1980-an, perekonomian Badung lebih banyak didukung oleh
sektor pariwisata budaya.
Sektor inilah yang banyak memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Badung. Dalam sambutan peresmian Kota Mangupura pada 12 Februari
2010, Mendagri Gamawan Fauzi memuji keberhasilan Kabupaten Badung yang mampu
meningkatkan PAD, yang semula kurang dari Rp 400 miliar menjadi lebih dari Rp 800


4

miliar pada 2011. Padahal, PAD daerah biasanya hanya 5 – 20 persen dari pendapatan
keseluruhan. Akan tetapi, Kabupaten Badung ternyata mampu mencapai 60 persen. Ini
merupakan sesuatu yang luar biasa menurut Mendagri (http://bali.antaranews.com).
PAD Kabupaten Badung tersebut lebih banyak bersumber dari kontribusi pajak hotel dan
restoran (Humas Badung, 2011). Tingginya PAD Badung yang berasal dari kontribusi
pajak hotel dan restoran (PHR) menyebabkan Pemda Bali berinisiatif mewajibkan
Kabupaten Badung menyisihkan PAD yang berasal dari PHR untuk disumbangkan kepada
kabupaten lain di Bali (selain Denpasar) melalui Pemda Bali. Kewajiban tersebut
dituangkan dalam Keputusan Gubernur Bali No. 16, Tahun 2003. Setelah terjadinya
peristiwa Bom Bali pada 2002, pemanfaatan sumbangan Kabupaten Badung kepada
Pemda Bali untuk didistribusikan kepada enam kabupaten di Bali, pemanfaatannya
diprioritaskan untuk promosi pariwisata bersama dan peningkatan keamanan. Hal ini
diputuskan berdasarkan SK Gubernur No. 285/01-F/HK/2009, 11 Maret 2009 (Humas
Badung, 2011: 7).
Tingginya PAD Badung inilah yang antara lain banyak memberikan kontribusi kepada
Kabupaten Badung sehingga sebagian dananya dapat digunakan untuk membangun
gedung pusat pemerintahannya, yang menurut Mendagri Gamawan Fauzi sangat megah.
Menurut Kabag Administrasi Pembangunan Badung, A.A. Ngr. Bayu Kumara, dana

pembangunan Gedung Puspem Badung sebenarnya juga berasal dari dana pinjaman di
Bank Pembangunan Daerah Bali. Untuk mengangsur pembayaran dana pinjaman proyek
pembangunan Gedung Puspem Badung inilah, antara lain diambil dari PAD Badung.

2. Pariwisata di Kabupaten Badung
UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa wisata adalah
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Dan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Serta pariwisata adalah berbagai

5

macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Bali mempunyai tempat rekreasi alam yang indah dan keunikan daya tarik wisata
budayanya menjadikan pulau dewata ini sebagai tempat tujuan yang disukai oleh
wisatawan mancanegara sehingga menjadi kunjungan wisata terbesar nomor 1

di


Indonesia.
Jumlah kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia maupun ke Bali serta pengeluaran
yang dibelanjakan oleh wisatawan dapat diketahui dari data-data di bawah ini :
Data kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun 2011 – 2015
Data
Jumlah
wisatawan

2011

2012

2013

2014

7.649.731
8.044.462
8.802.129

mancanegara
Peningkatan
9%
5%
9%
Sumber data: Kanwil Dep Kehakiman dan HAM Provinsi Bali

2015

9.435.411

10.406.759

7%

10%

Data kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali tahun 2011 - 2015
Jumlah


Data
wisatawan

2011

2012

2013

2014

2,756,579
2,892,019 3,278,598
mancanegara
Peningkatan
11%
5%
13%
Share terhadap nasional
36%

35%
37%
Sumber data: Kanwil Dep Kehakiman dan HAM Provinsi Bali

2015

3,766,638

4,001,835

15%
40%

6%
38%

Rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara tahun 2010 – 2014
Data
Pengeluaran kunjungan
per orang (USD)
Pengeluaran

2011

2012

2013

2014

1,118

1,134

1,142

1,183

3,082,572,033

3,279,000,062

3,744,945,780

4,457,552,408

total

wisatawan ke Bali (USD)
Sumber data: BPS diolah

Dari data tahun 2011 - 2014 provinsi Bali memperoleh dana yang dibelanjakan oleh
wisatawan mencapai sebesar USD 3 milyar – USD 4,4 milyar (eqv. Rp 5,7 triliun) per
tahun.

6

Pariwisata Sebagai Industri
Dibelanjakan untuk apa saja dana tersebut? Sebagai tempat pariwisata maka kegiatan
ditempat wisata akan terkait dengan jasa-jasa lainnya. Seperti yang didefinisikan dalam
undang-undang kepariwisataan, pariwisata diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menyediakan jasa akomodasi, transportasi makanan, rekreasi serta jasa-jasa lainnya
yang terkait seperti jasa telekomunikasi, informasi, hiburan, dan penukaran uang. Dalam
perdagangan jasa pariwisata melibatkan berbagai aspek kehidupan manusia, seperti:
ekonomi, budaya, sosial, agama, lingkungan, keamanan dan aspek lainnya. Aspek yang
mendapat perhatian paling besar

dalam pembangunan pariwisata adalah aspek

ekonomi.
Terkait dengan aspek ekonomis inilah pariwisata dikatakan sebagai suatu industri.
Bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai suatu kegiatan bisnis yang berorientasi
dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan.
Sebagai suatu industri, di dalamnya tentu ada produk, ada konsumen, ada permintaan
dan penawaran. Dalam pariwisata konsumennya adalah wisatawan, kebutuhan dan
permintaan-permintaan wisatawanlah yang harus dipenuhi oleh produsen.
Produsen dalam industri pariwisata ditangani oleh bermacam-macam badan, baik
pemerintah, swasta maupun perorangan. Yang merupakan produk dari pariwisata adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan oleh wisatawan.
Produk pariwisata itu adalah: Atraksi wisata, berupa obyek dan daya tarik wisata seperti
Candi/Pura, Keraton, Museum, Pertunjukan-pertunjukan kesenian, dan sebagainya.
Pelayanan wisata seperti pelayanan dan fasilitas hotel, restoran, pramuwisata dan
sebagainya. Perjalanan wisata yaitu jasa

untuk bergerak dari tempat kediaman

wisatawan ke tempat tujuan wisata, seperti bus wisata, kereta api, pesawat udara, jalan
dan sebagainya . Ketiga produk inilah yang akan dibeli oleh wisatawan.

7

3. Dasar hukum PAD
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Dasar hukum dan ketentuan yang terkait dengan PAD adalah diawali dengan adanya
otonomi daerah yang memberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri
rumah tangga daerah dan kepentingan masyarakat setempat.
Dalam konsiderannya dinyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Disebutkan juga bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan pada pasal 1
ayat 7 menyebutkan Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar otonomi daerah
dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, maka pemerintah wajib
melakukan pembinaan berupa pemberian pedoman, seperti dalam penelitian,
pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Disamping itu, diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan
evaluasi. Bersamaan dengan hal itu, pemerintah wajib memberikan fasilitas seperti
pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam
melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

8

Dalam ketentuan ini mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan
Daerah untuk membiayai seluruh aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan
makmur.
Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana diatur dalam Pasal
157, yaitu:


Hasil pajak daerah; Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah
disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para
ahli, misalnya Rochmad Sumitro yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak
daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi,
Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”.



Hasil retribusi daerah; Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah
retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapatpendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah (Josef
Kaho Riwu, 2005:171) adalah pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau
karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan
umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak
Iangsung”.



Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; Kekayaan daerah yang
dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang
dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk
dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada
pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian
merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula
mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan
daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua

9

kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan
pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja
dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam
batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan
harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi.

b. Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah
Sama dengan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah memberikan otonomi kepada daerah. Pasal 1 ayat 1 menyatakan
bahwa Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Adapun pendapatan yang dapat dikelola oleh Daerah yang terkait dengan peran
pariwisata terhadap PAD adalah:


Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (pasal 1 ayat 10).



Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau Badan (pasal 1 ayat 10).

10

Pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat ditetapkan oleh Daerah dengan
Peraturan Daerah (pasal 95 dan 156). Adapun definisi Peraturan Daerah adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah
kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

c. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel
Untuk melaksanakan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Restribusi Daerah, pemerintah Kabupaten Badung mengeluarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel, dengan
pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:


Obyek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran
jasa pelayanan dan jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan
hiburan.



Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran
kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.



Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.



Tariff pajak 10% x dasar pengenaan pajak.



Ketentuan penyidikan, penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah
daerah diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah.



Ketentuan pidana, setiap orang atau badang yang melanggar peraturan ini di
pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling
banyak Rp. 50 juta.

11

d. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 16 tahun 2011 tentang Pajak Restoran
Untuk mengenakan pajak restoran, pemerintah Kabupaten Badung mengeluarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 16 tahun 2011 tentang Pajak Restoran
dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:


Obyek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.



Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan / atau
minuman dari restoran.



Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan
restoran.



Tariff pajak sebesar 10% x dasar pengenaan pajak.



Ketentuan penyidikan, penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah
daerah diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah.



Ketentuan pidana, setiap orang atau badang yang melanggar peraturan ini di
pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling
banyak Rp. 50 juta.

e. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 17 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan
Untuk pengenaan pajak hiburan, pemerintah Kabupaten Badung mengeluarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 17 tahun 2011 tentang Pajak Restoran
dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:


Obyek Pajak adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.



Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.



Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
hiburan.

12



Tariff pajak sebesar 10% x dasar pengenaan pajak. Khusus tariff pajak hiburan
berupa mandi uap/spa, diskotik, karaoke, klab malam dan panti pijat ditetapka
sebesar 12,5%. Khusus hiburan rakyat / tradisional tariff pajaknya sebesar 5% dan
hiburan kesenian rakyat/tradisional yang diselenggarakan oleh desa adat tari
pajak sebesar 0%.



Ketentuan penyidikan, penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah
daerah diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah.



Ketentuan pidana, setiap orang atau badang yang melanggar peraturan ini di
pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling
banyak Rp. 50 juta.

f. Sistem pemungutan PAD di Kabupaten Badung
Kepala Dinas Pendapatan daerah/Pasedahan Agung Kab. Badung Wayan Adi Arnawa
mengatakan dalam rangka optimalisasi dan transparansi Penerimaan Pajak Daerah,
Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung telah melakukan
inovasi dengan menerapkan sistem online dalam pemungutan pajak daerah. Sistem
pajak online ini mencakup:
1) sistem pelaporan (SPTPD online),
2) sistem pembayaran (bekerjasama dengan PT.BPD Bali),
3) sistem monitoring (pengawasan) transaksi usaha secara online wajib pajak,
4) administrasi perpajakan daerah, dan
5) sistem perijinan terintegrasi,
dengan Sitem Informasi Manajemen Daerah Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan
Agung Kabupaten.

13

Khusus mengenai sistem pengawasan terhadap data transaksi usaha wajib pajak
telah dilaksanakan sejak tahun 2013. Penyelenggaraan monitoring terhadap data
transaksi usaha wajib pajak diperuntukkan kepada wajib pajak hotel Restoran,
Hiburan, dan Parkir.
mekanisme kerja sistem ini adalah berupa pemasangan Alat Monitoring Data
Transkasi Usaha secara Online (tapping box), dimana alat ini bertujuan untuk
merekam dan menyimpan setiap data transaksi usaha wajib pajak yang terjadi, serta
dapat dipantau dari dashboard (sistem monitoring) yang berada di Dinas Pendapatan
Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung secara online real time. Sedangkan
untuk wajib pajak hotel akan dipasangkan webservice dikarenakan sistem wajib
pajak hotel memiliki database tersendiri.
Adapun latar belakang dari penerapan Sistem Monitoring Pajak Online adalah, sebagai
berikut;
1) Pajak Hotel, Restoran, Hiburan dan Parkir merupakan komponen utama
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung,
2) Perkembangan

teknologi

informasi

dan

komunikasi

membantu

dalam

menciptakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak daerah,
3) Sistem online dapat meminimalkan biaya administrasi pengelolaan pajak
(paperless, biaya ATK),
4) Percepatan penyampaian data transaksi penjualan wajib pajak

Berikut data sistem monitoring pajak online yang sudah terpasang di wajib pajak:
1) Tahun 2013 terpasang 25 Alat Monitoring Online di 10 Wajib Pajak
2) Tahun 2014 terpasang 175 Alat Monitoring Online di 118 Wajib Pajak,
3) untuk Tahun 2015 akan terpasang 200 Alat Monitoring Online dan 30 Webservice
di 30 Hotel.

14

g. PAD yang diterima Kabupaten Badung
PAD dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah/ Pasedahan Agung Kabupaten Badung
yang mempunyai Visi : Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah untuk menunjang
Pembangunan berdasarkan Tri Hita Karana Menuju Masyarakat Adil, Sejahtera dan
Ajeg.
Misi Dinas Pendapatan Daerah/ Pasedahan Agung Kabupaten Badung :
1) Mewujudkan tingkat kesadaran / kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak
2) Mewujudkan kualitas pelayanan publik yang memuaskan
3) Mewujudkan sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah mantap dan
dinamis
4) Mewujudkan penguatan lembaga Subak untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah
(sumber data : Laporan kinerja instansi pemerintah Dinas Pendapatan Daerah /
Pasedahan Agung Kabupaten Badung tahun 2014)
Target dan realisasi PAD Kabupaten Badung :
2011
Target
PAD
(Rp
miliar)
Pencapaian

1.0001

2012

Realisasi
1.407

Target
1.069

141%

2013

Realisasi
1.869
175%

Target
2.029

2014

Realisasi
2.279
112%

Target
2.198

Realisasi
2.720
124%

Rincian realisasi PAD tahun 2014:

15

Rp. Juta
Realisasi PAD

2014

Pajak daerah
Retribusi daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yg dipisahkan
Lain-lain

Proporsi

2.339.852
119.486
125.339
135.405
2.720.082

86%
4%
4%
5%
100%

APBD dan kontribusi Kabupaten Badung tahun 2014:
Rp. juta
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan
Pembiayaan
Penerimaan Pembiayaan
Daerah
Jumlah Pendapatan dan
Pembiayaan

Share
2,197,9
59
356,52
3
250,26
2

67%
11%
8%

Belanja
Belanja Tidak Langsung

14%
100%

1,632,66
8

50%

Belanja Langsung
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan Jasa

464,92
3
3,269,6
67

Share

- Belanja Modal
Jumlah Belanja Daerah

67,33
3
571,80
9
997,85
6
3,269,66
7

2%
17%
31%
100%

Berdasarkan data-data tersebut diatas kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD
Kabupaten Badung adalah besar yaitu sebesar Rp 2,19 triliun atau 67% dari pendapatan
dan penerimaan pembiayaan Kabupaten Badung tahun 2014.
Sehingga di dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kabupaten Badung tidak ada lagi ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat.
Dengan kata lain, Kabupaten Badung sebagai daerah otonomi yang dituntut untuk
menjadi daerah yang mempunyai kemampuan keuangan yang mandiri sudah dapat
dipenuhi.

Kesimpulan :

16

Peran pariwisata terhadap PAD Kab Badung adalah sangat signifikan yaitu terlihat dari
APBD tahun 2014 yang mencapai 67% dari total pendapatan. Karena umumnya peranan
Pendapatan Asli daerah (PAD) di dalam penerimaan Pemerintah Daerah seluruh
Indonesia relatif sangat kecil untuk dapat membiayai pembangunan daerah. Sedangkan
menurut prinsip otonomi daerah penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah secara bertahap akan semakin dilimpahkan pada daerah.
Dengan semakin besarnya kewenangan pemerintah pusat yang diberikan kepada
pemerintah daerah maka peranan keuangan pemerintah daerah akan semakin penting
karena daerah dituntut untuk dapat lebih aktif lagi dalam memobilisasi dananya sendiri.
Maka dari itu pemerintah daerah diharuskan untuk mengoptimalkan penerimaan
mereka untuk meningkatkan PAD mereka yang nantinya akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran atau belanja daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah Kabupaten dan Daerah
Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai
kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan
dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber
pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) dimana
komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah dan
retribusi daerah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah yaitu dengan cara
mengoptimalkan potensi sektor pariwisata di daerahnya masing-masing. Keterkaitan
industri pariwisata dengan penerimaan daerah adalah melalui mekanisme pengenaan
PAD. Kabupaten Badung sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara dan tempat
tujuan wisata telah menangkap peluang ini dengan menyediakan sarana dan prasarana
pengenaan pajak daerah dan restribusi daerah kepada wajib pajak secara off line
maupun on line sehingga optimalisasi pencapaian target pemungutan pajak dan
restribusi selalu melampaui dari target yang ditetapkan dalam APBD Kabupaten Badung.

17

-“-

Daftar pustaka :
1. Himpunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah Badung tahun 2013
2. Laporan kinerja instansi pemerintah Dinas Pendapatan Daerah / Pasedahan Agung
Kabupaten Badung tahun 2014
3. Informasi APBD Kabupaten Badung tahun anggaran 2014
4. Skripsi dari mahasiswa Universitas Udayana tentang Kabupaten Badung
5. Website kantor berita ANTARA
6. Website Kabupaten Badung
7. Skripsi dari mahasiswa Universitas Diponegoro tentang

Analisis Penerimaan

Restribusi Obyek Wisata Guci Kabupaten Tegal.

18