PENGEMBANGAN ILMU SOSIAL MODEL FENOMENOL

PENGEMBANGAN ILMU SOSIAL MODEL FENOMENOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas :
FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Dr. Mohammad Muslih, M.A.

Oleh:
Nabila Zatadini
38.2.3.298

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
KAMPUS MANTINGAN
2017-2018

PENGEMBANGAN ILMU SOSIAL MODEL FENOMENOLOGI

PENDAHULUAN
Ilmu social bukanlah ilmu yang mudah untuk diteliti, mengingat objek
ilmu social adalah manusia yang mana, satu manusia dan manusia lainnya

berbeda. Bisa jadi perbedaan tersebut disebabkan oleh lingkungan, orang tua,
kesehatan, pendidikan, ekonomi dan masih banyak lagi yang memengaruhi sikap
social seorang manusia. Maka dari itu, untuk memudahkan pembelajaran ilmu
social dibutuhkan adanya suatu alat model untuk meneliti aspek social manusia
yang berguna untuk pengembangan ilmu social. Untuk mengatasi hal tersebut di
Jerman, filsuf Edmund Husserl mencetuskan model fenomenologi guna meneniliti
aspek social manusia.1
Dengan perlunya kemunculan model fenomenologi, diperlukan juga
pembahasan tentangnya. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang definisi
ilmu social dan tokoh pencetus fenomenologi serta penjelasan mengenai
fenomenologi dalam ilmu sosial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penjelasan Singkat Mengenai Ilmu Sosial
Ilmu sosial secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu ilmu (science)
dan sosial (social). Ilmu dalam bahasa inggris science, diambil dari Bahasa
Prancis Lama, dari Bahasa Latin scientia, scire berarti know atau tahu jadi
dapat dimaknakan sebagai cabang dari pengetahuan.2 Sedangkan social
diambil dari Bahasa Latin socialis, socius yang berarti a companion atau
1


Mukhtar Latif, Orientasi ke arah pemahaman Ilmu Filsafat, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), hlm. 55

2 Angus Stevenson, Oxford Dictionary of English, (Oxford: Oxford University Press, 2010), p.
1593

1

teman, kawan, relasi dalam cakupan besar menjadi masyarakat.3 Maka social
science berarti ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan cara manusia
hidup.4
Secara terminologi ilmu sosial adalah payung luas yang
menghubungkan beberapa bidang di bawahnya seperti sosiologi, antropologi,
ilmu politik, psikologi, dan ekonomi. Disiplin seperti ilmu sejarah dan
linguistik yang membahas kehidupan sosial, kurang sering disertakan sebagai
ilmu sosial. Secara umum, ilmu sosial dapat dianggap sebagai metode ilmiah
untuk diterapkan semua hal yang berkaitan dengan sosial. Ilmu sosial
bertujuan untuk memahami semua aspek masyarakat serta mencari solusi
untuk mengatasi masalah sosial.5
Metode dalam pendekatan ilmu sosial terdiri dari berbagai macam.

Salah satu metode yang terutama digunakan adalah observasi, sebagai mitra
ilmu sosial percobaan ilmu alam Jauh lebih sulit untuk melakukan
eksperimen di bidang sosial, daripada dalam ilmu alam. Hal itu dikarenakan
ketidakberdayaan sosial lingkungan. Karena itu, terukurnya proses sosial
yang sangat kompleks seringkali sulit atau kadang tidak mungkin sama
sekali.6 Namun filsuf-filsuf dan ilmuwan dunia terus berusahan untuk
mendapatkan metode yang paling konkret untuk mempelajari ilmu sosial.
Salah satu usaha filsuf dalam metode pendekatan ilmu sosial adalah
fenomenologi yang dikenalkan oleh Husserl.
B. Pemikiran Filsafat Fenomenologi
3

Joseph E. Worcester, Dictionary of the English Language, (Philadelphia: J. B. Lippincott&
Co., 1878), p. 1366
4 Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, (Cambridge: Cambridge University Press, 2008),
p. 1372
5 International Encyclopedia of the Social Sciences, 2nd Edition, (USA: Macmillan Reference
USA, 2007), p. 614
6 Roman Boutellier, et. al., ‘What is The Difference between social science and natural science’,
Paper on Doctoral Seminar “Forschungsmethodik I” HS11-10,118,1.00, Fall Semester 2011,

p. 4

2

1. Pengertian Fenomenologi
Istilah fenomenologi digunakan pada akhir abad ke-16 oleh orang
Yunani dengan sebutan phainomenon berarti muncul untuk dilihat
berdasarkan phainen berarti yang ditampilkan. Dalam perkembangannya
arti fenomenologi secara etimologi berarti sebuah pendekatan yang
berkonsentrasi pada studi kesadaran dan objek berdasarkan pengalaman
langsung.7
Sedangkan secara terminologi fenomenologi adalah ilmu pengetahuan
(logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena
atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan/memunculkan
diri.8
Kata fenomenologi digunakan sebagai istilah filsafat dicetuskan oleh
Edmund Husserl. Fenomenologi menurut Husserl berarti sebuah usaha
untuk memahami kesadaran dari sudut pandang pihak pertama atau subjek
itu sendiri. Secara literal fenomenologi adalah studi tentang fenomena,

atau tentang segala sesuatu yang nampak dilihat dari sudut pandang
subjek.9
Agar lebih mudah dipahami, fenomenologi dapat disederhakan
melalui pertanyaan-pertanyaan berikut. “Apakah yang aku rasakan
sekarang?”, “Apa yang sedang kupikirkan?”, “Apa yang akan
kulakukan?”, maka sebenarnya itu adalah kegiatan fenomenologi, yakni
mencoba memahami apa yang dirasakan, pikirkan, dan apa yang akan
7
8

Angus Stevenson, Oxford Dictionary of English, p. 1334
Hasbiansyah, "Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan
Komunikasi", MEDIATOR, Vol. IX, No. 1, Juni, 2008, hlm. 166
9 David Woodruff Smith, Husserl, p. 191-192

3

dilakukan dari sudut pandang orang pertama, bukan dari sudut pendang
orang lain. Maka dapat disimpulkan bahwa fenomenologi adalah upaya
untuk memahami kesadaran dari sudut pandang subyektif orang terkait.10

2. Tokoh Pencetus Fenomenologi
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, pencetus
fenomenologi adalah Edmund Husserl meskipun sebelumnya sudah
banyak filsuf menggunakan istilah tersebut. Edmund Husserl bernama
lengkap Edmund Gustav Albrecht Husserl lahir di Prostejov, Moravia,
Ceko, 8 April 1859. Ia adalah seorang filsuf Jerman, yang dikenal
sebagai”Bapak Fenomenologi". Karyanya meninggalkan orientasi yang
murni positivis dalam Sains dan Filsafat pada masanya dan mengutamakan
pengalaman subyektif sebagai sumber dari semua pengetahuan tentang
fenomena Obyektif.11
Husserl dilahirkan dalam sebuah keluarga Yahudi, yang
merupakan bagian dari kekaisaran Austria. Husserl adalah murid Franz
Brentano dan Carl Stumpf. Pada tahun 1887 Husserl berpindah agama
menjadi Kristen dan bergabung dengan Gereja Lutheran. Ia mengajar
filsafat di Halle12 sebagai seorang tutor dari tahun 1887, lalu di Gottingen
sebagai professor dari tahun 1901 dan di Freiburg im Breisgau13 dari 1916
10 David Woodruff Smith, Husserl, p. 191-192
11 David Woodruff Smith, Husserl, p.1-2

12 Halle adalah sebuahkota di Jerman Tengah. Denganjumlahpenduduksebesar 239.000 jiwa,

kotainimerupakankotaterbesar di Sachsen-Anhalt, Jerman. Kota initerletak di tepi Sungai
Saale. Halle adalahkotauniversitas yang cukupterkemuka di bekaswilayah JermanTimur.
Terdapatuniversitastua di kotaini, Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg.
13 Sebuah kota otonom (Kreisfreie Stadt) di Baden-Württemberg, Jerman. Terletak di ujung barat
daya Jerman, Freiburg im Breisgau berada di kedua sisi Sungai Dreisam, di kaki Schlossberg.
Dahulu, kota ini adalah pusat kawasan Breisgau di sisi barat Schwarzwald pada Dataran Rhein
Hulu. Sebagai salah satu kota pelajar tertua di Jerman dan ibukota keuskupan agung, Freiburg
im Breisgau dibentuk pada abad ke-12 dan berkembang menjadi pusat perdagangan,
intelektual, dan gerejawi di kawasan Rhein Hulu. Kota ini dikenal akan perguruan tinggi
tuanya dan katedralnya yang peninggalan Abad Pertengahan, juga akan standar hidupnya yang
tinggi dan praktik lingkungannya yang maju.

4

hingga ia pensiun pada 1928. Setelah itu ia melanjutkan penelitiannya dan
menulis dengan menggunakan perpustakaan di Freiburg, hingga kemudian
dilarang menggunakannya karena ia keturunan Yahudi. Dan akhirnya ia
meninggal di Freiburg, Jerman tanggal 26 April 1938 saat berumur 79
tahun.14
3. Fenomenologi dalam Pandangan Husserl

Sebelum memahami fenomenologi menurut Husserl, haruslah
dipahami terlebih dahulu tujuan fenomologi menurutnya terlebih dahulu.
Menurut Husserl, fenomenologi bertujuan untuk menerangkan sesuatu
dengan sebenar-benarnya atau mempunyai rechtsanspruch auf
gegenstandlichkeit, berarti segala sesuatu harus memiliki objek.
Untuk mencapai tujuan tersebut haruslah memahami beberapa
konsep dasar fenomenologi, yaitu: konsep fenomena, konsep kesadaran,
konsep makna (Intersubjektivitas)15, konsep dunia kehidupan
(Lebenswelt), serta konsep epoche dan eiditivic vision.16 Pada bagian ini
akan dijelaskan satu per-satu maksud dari setiap konsep.
a. Konsep Fenomena
Konsep fenomena merupakan konsep utama dalam model
fenomenologi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kata model
‘fenomenologi’ diambil dari kata fenomena. Fenomena sendiri berarti
suatu tampilan objek, peristiwa dalam persepsi. Sesuatu yang tampil
dalam kesadaran. Dapat berupa hasil rekaan atau kenyataan. Fenomena
dalam konsepsi Husserl adalah realitas yang tampak, tanpa

14 David Woodruff Smith, Husserl,(University of Texas, Austin: 2007, Routledge), p.1-2
15 Heddy Shri Ahimsa Putra, "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk

Memahami Agama, WALISONGO, Vol. XX, No. 02, November, 2012, hlm. 275
16 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2004), h.145.

5

selubungatau tirai antara manusia dengan realitas itu. Fenomena adalah
realitas yang menampakkan dirinya sendiri kepada manusia.17
Fenomena menurutnya bukanlah suatu benda, atau suatu objek
di luar diri seseorang dan lepas dari dirinya sendiri. Tetapi, ia adalah
suatu aktivitas. Contohnya, bila saya melihat sebuah rumah, maka akan
terdapat aktivitas akomodasi, konvergensi18, dan serapan dari mata
saya, sehingga rumah itu tampak terlihat, sehingga ia muncul sebagai
fenomena. Secara sederhana, terjadi dialektis19 antara subjek dan
objek. Tak mungkin ada yang dilihat jika tidak ada yang melihat.20
b. Konsep Kesadaran
Kesadaran maksud Husserl di sini adalah bahwa manusia selalu
sadar atas sesuatu atau conscious of something. Dalam prosesnya
kesadaran terdiri dari dua aspek: pertama, proses sadar itu sendiri yang
wujudnya bermacam-macam seperti, mengingat, melihat dan menilai;
kedua, yang menjadi objek dari kesadaran itu sendiri. 21

c. Konsep Makna atau Meaning (Intensionalitas)
Konsep makna menurut Husserl ini merupakan pendalaman
dari konsep kesadaran. Menurutnya, Kesadaran bukanlah sesuatu yang
tiba-tiba ada dalam diri, namun pada dasarnya bersifat intentional atau
punya maksud dan tujuan, karena kesadaran ini selalu merupakan
"kesadaran tentang sesuatu" consciousness of something, bukan
17 Hasbiansyah, "Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial
dan Komunikasi", hlm. 167
18 Konvergensi adalah keadaan menuju satu titik pertemuan; atau memusat
19 Dialektis adalah komunikasi dua arah
20 Hasbiansyah, "Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan
Komunikasi", hlm. 168
21 Heddy Shri Ahimsa Putra, "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk
Memahami Agama, hlm. 274

6

kesadaran yang tanpa arah dan kosong.22 Dalam fenomenologi,
intensionalitas mengacu pada keyakinan bahwa semua tindakan
kesadaran memliki kualitas, atau seluruh kesadaran akan objek-objek

yang ada di alam.23
Mengingat model fenomenologi bertujuan untuk memahami
arti dari pengalaman yang dihidupi dalam kehidupan dunia. Apa saja
yang dilihat, diperbuat dan dipikirkan memiliki hubungannya dengan
arti atau makna dalam pikiran seseorang. Tidak ada suatu tindakan dan
pemikiran yang terkait dengan makna. Arti dan makna ini pulalah yang
sebenarnya membuat manusia hidup, bergiat dan bertindak. Sesuatu
yang dirasakan tidak bermakna pasti tidak akan dibuat. Dengan
demikian, arti atau makna tidak dapat dihindari dari kehidupan ini.24
d. Konsep Dunia Kehidupan (Lebenswelt dan Intersubjektivitas)
Setelah melalui konsep fenomena, kesadaran dan makna,
fenomenologi Husserl masih melalui konsep lainnya, yaitu konsep
kehidupan (Lebenswelt dan Intersubjektivitas). Menurut Husserl
kesadaran atas suatu fenomena yang mengandung suatu makna pasti
akan diarahkan kepada dunia kehidupan dan dunia ini adalah dunia
intersubjektivitas. Maksudnya manusia yang berada dalam dunia

22 Heddy Shri Ahimsa Putra, "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk
Memahami Agama, hlm. 275
23 Hasbiansyah, "Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan
Komunikasi", hlm. 168
24 Jozef R.Raco, Metode Fenomenologi, (Jakarta: Grasindo, 2011), hlm. 53

7

tersebut saling berhubungan, sehingga kesadaran yang terbentuk di
antara mereka bersifat sosial atau dimiliki bersama.25
Dunia kehidupan menurut Husserl adalah dunia sebagaimana
manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan
komunikasi antar subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur
sehari-hari yang membentuk kenyataan kita, yakni unsur dunia seharihari yang kita alami dan jalani, sebelum kita menteorikannya atau
merefleksikan secara filosofis. Dunia kehidupan memuat segala
orientasi yang kita andaikan begitu saja dan kita hayati pada tahaptahap yang paling primer. Kehidupan praktis kita, baik yang sederhana
atau yang rumit, kita bergerak di dunia sudah diselubungi dengan
penafsiran dan kategori-kategori ilmu pengetahuan dan filsafat dan
juga

sedikit

banyak

penafsiran-penafsiran

itu

diwarnai

oleh

kepentingan-kepentingan kita, situasi kehidupan kita. Dan kebiasaankebiasaan kita.26
Manusia selalu mengira bahwa objek-objek atau peristiwaperistiwa tersebut bagi orang lain adalah sama halnya dengan gejalagejala tersebut bagi dia. Dengan kata lain dia beranggapan bahwa
makna yang diberikannya pada gejala itu sama halnya dengan makna
yang diberikan oleh orang lain. Inilah yang dimaksud dengan
intersubjektivitas dunia kehidupan.27
25 Heddy Shri Ahimsa Putra, "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk
Memahami Agama, hlm. 275
26 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, h. 148
27 M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology”, New Directions in
SociologicalTheory, (London: Collier MacMillan, 1972), p. 126

8

e. Konsep Epoche dan Eidentic Vision
Sebagaimana judul yang tertulis, konsep epoche dan eidentic
vision dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama adalah konsep
epoche. Kata epoche berasal dari Yunani, yang berarti“menunda
putusan”atau“ mengosongkan diri dari keyakinan tertentu”. Epoche
bisa juga berarti (breaketing) terhadap setiap keterangan yang
diperoleh dari suatu fenomena yang tampil, tanpa memberikan putusan
benar salahnya terlebih dahulu. Husserl mengatakan bahwa epoche
merupakan thesis of the natural stand-point (tesis tentang pendirian
yang natural), dalam arti bahwa fenomena yang tampil dalam
kesadaran

adalah

benar-benar

natural

tanpa

dicampuri

oleh

presupposisi pengamat.28 Metode epoche merupakan langkah pertama
untuk mencapai esensi fenomena dengan menunda putusan lebih
dahulu.
Langkah kedua, adalah konsep eidetic vision. Hal ini dimaksud
dengan membuat ide (ideation). Eidetic vision ini juga disebut
“reduksi”, yakni menyaring fenomena untuk sampai ke eidos-nya, atau
sampai ke intisarinya atau yang sejatinya (wesen). Hasil dari proses
reduksi ini disebut wesenchau, artinya sampai pada hakikatnya.29
KESIMPULAN
Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan cara
manusia hidup, seperti ekonomi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, psikologi,
dan ekonomi. Jadi ilmu sosial adalah payung bagi anak-anak ilmu tersebut.

28 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, h. 146.
29 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, h. 146.

9

Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau
segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan/memunculkan diri.
Fenomonologi dikenalkan oleh filsuf bernama Edmund Gustav Albrecht
Husserl. Ia memiliki lima konsep untuk fenomenologi, yaitu: Konsep
Fenomena, Konsep Kesadaran, Konsep Makna/meaning (Intensionalitas),
Konsep Dunia Kehidupan (Lebenswelt dan Intersubjektivitas), dan Konsep
Epoche dan Eidentic Vision.

DAFTAR PUSTAKA
Boutellier. Roman, et. al., ‘What is The Difference between social science and
natural science’, Paper on Doctoral Seminar “Forschungsmethodik
I” HS11-10,118,1.00, Fall Semester 2011
Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, (Cambridge: Cambridge University
Press, 2008)
Hasbiansyah, "Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam
Ilmu Sosial dan Komunikasi", MEDIATOR, Vol. IX, No. 1, Juni, 2008
International Encyclopedia of the Social Sciences, 2nd Edition, (USA: Macmillan
Reference USA, 2007)
Joseph E. Worcester, Dictionary of the English Language, (Philadelphia: J. B.
Lippincott& Co., 1878)
Latif. Mukhtar, Orientasi ke arah pemahaman Ilmu Filsafat, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014)
Muslih. Mohammad, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004
Phillipson. M., “Phenomenological Philosophy and Sociology”, New Directions
in Sociological Theory, (London: Collier MacMillan, 1972)

10

Putra. Heddy Shri Ahimsa, "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi
untuk Memahami Agama, WALISONGO, Vol. XX, No. 02, November,
2012
Raco. Jozef R., Metode Fenomenologi, (Jakarta: Grasindo, 2011)
Smith. David Woodruff, Husserl,(University of Texas, Austin: 2007, Routledge)
Stevenson. Angus, Oxford Dictionary of English, (Oxford: Oxford University
Press, 2010)

11