MASJID DAN PENGEMBANGAN WAWASAN ANAK USI

MASJID DAN PENGEMBANGAN WAWASAN
ANAK USIA DINI DALAM PELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL
Imroatun
ubi.affan@gmail.com
FITK IAIN Sultan Maulana Hasanudin
Abstract
National environmental development need to develop a perspective of citizens
in interacting both with nature and with other citizens in the overall
sustainability of the ecosystem for the creation of statehood. The activity can
be through various forms and means for the level of education and age
citizens. This paper intends to provide strategic proposals on the development
of insight into the environment for young children that can be done in the
mosque. The mosque can be a non-formal educational institutions to invole in
the development of national environmental as inseparable from its existence
as an organization includes all the activities of umat, especially national
environmental conservation within the scope of civic education.
keywords: Mosque, development, perpective, environment, young children

A. Pendahuluan
Ketika seorang warga negara melihat lingkungan hidup, muncul dari

dalam dirinya ungkapan moral,sikap dan perilaku terhadap lingkungannya
bagi keberlangsungan pembangunan kehidupan bernegara sekarang dan
masa depan. Demikian pula, krisis ekologi nasional yang terjadi sekarang,
semua itu merupakan persoalan moral. Oleh karena itu, perlu wawasan
nasional yang membekali dalam beretika dan bertindak untuk mengatasinya.
Oleh karena itu, Pembangunan lingkungan hidup perlu dipertajam termasuk
cara pandang dan perilaku warga dalam berinteraksi baik dengan alam
maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem demi terciptanya
kesinambungan kehidupan bernegara melalui berbagai bentuk dan sarana
pendidikan dan bagi tingkat usia warga negara.
Masjid di Indonesia sejak pertama hingga sekarang tidak membatasi
sebagai wahana jama ah dalam berbagai usia berkumpul untuk beribadah
semata. Masjid bisa lembaga pendidikan yang berpartisipasi dalam
pembangunan lingkungan hidup tidak bisa dilepaskan dari eksistensinya

Imroatun

sebagai sebuah organisasi yang mengayomi segala kegiatan yang ada dalam
wilayahnya termasuk pendidikan. Masjid menjadi wahana pendidikan yang
menngedepankan dialogue guna menemukan makna dan wawsan melalui

kelompok/ jama ah. Dialog memberikan kemudahan pemunculan makna
melalui kelompok, yang memungkinkan kelompok untuk menemukannya
dalam wawasan yang tidak bisa dicapai secara individual.1
Tulisan ini bermaksud memberikan usulan strategis tentang
pengembangan wawasan lingkungan hidup bagi anak usia dini yang bisa
dilakukan dalam lingkungan masjid. Penjelasan tentang antroprosentrik
dalam lingkungan hidup dikedepankan karena demikianlah ajaran Islam yang
menjadi core dalam kehidupan masjid termasuk pengembangan
kewarganegaraan yang tidak bisa ditinggalkan. Hubungan masjid dengan
lingkungan hidup terutama bagi sarana pembelajarannya menjadi penting
untuk dijelaskan. Dari situ bisa ditindaklanjuti dengan pembahasan strategi
bagi pengembangannya terutama bagi anak usia dini.
B. Masjid dan Lingkungan Hidup
Masjid sejak kebangkitan Islam merupakan sebuah tempat yang
digunakan untuk melakukan ibadah kepada sang pencipta. Fungsi yang
sesuai dengan makna literalnya. Asal kata nya adalah
‫ ﺳ‬. Di
Munawwir, kata itu diartikan dengan membungkuk dengan hormat, bersujud
atau meletakkan dahinya di atas tanah untuk menyembah dan berlutut.2
Alwi Shahab memperjelas kebutuhan perluasan fungsi pendidikan

masjid kepada semua ilmu pengetahuan yang berguna bagi pemberdayaan
umat di sekitar masjid. Masjid, karena Masjid adalah pusat kehidupan Islam
dan umatnya. Masjid perlu diberdayakan dan dikelola dengan baik pada
gilirannya akan memberdayakan umat. Tujuan dari Masjid, pada akhirnya,
dinilai oleh Shahab tidaklah berubah. Masjid tetap menjadi bangunan yang
digunakan untuk ketakwaan melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan
serta menyampaikan dakwahnya.3
1. Sikap Antroposentrik terhadap Lingkungan Hidup
Antroposentrik adalah kecenderungan untuk memandang alam
sebagai suatu sumber yang bisa dimanfaatkan (expendable) untuk
kepentingan manusia. Konsep ini menggunakan kesejahteraan manusia
sebagai alasan utama dari setiap tindakannya.Individu dengan sikap
antoposentrik berpendapat bahwa lingkungan perlu dilindungi karena nilai
yang terkandung
dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap
kelangsungan hidup manusia. Individu dengan sikap ini cenderung
memilki perhatian yang kurang terhadap permasalahan lingkungan dan

22


Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

MASJID DAN PENGEMBANGAN WAWASAN AUD DALAM
PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

jarang melakukan kegiatan konservasi lingkungan. Perhatian mereka
terhadap lingkungan lebih disebabkan karena kepentingan dirinya.
Cara pandang dikhotomis yang memandang alam sebagai bagian
terpisah dari manusia dan paham antroposentris yang menganggap bahwa
manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terhadap
terjadinya kerusakan lingkungan.4 Haeckel menyebutkan bahwa akar
antroposentris adalah pemikiran saintifika modern yang telah membedakan
manusia dari tatan alam atau akhir dari produksi secuah rangkaian
ekosistem. Lyn White juga mengkritisi pola fikir saintifik modern sebagai
penanggung jawab perilaku eksploitatif dan tidak bertanggung jawab
terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. Disamping itu
paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sain
dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan
lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.
Sikap terhadap lingkungan mengeluarkan berbagai variasi gerakan

lingkungan. Garner mencatat gerakan ekologi dapat dibedakan menjadi
tiga variasi yaitu pertama, gerakan ekologi yang sebagai produk dari faktorfaktor budaya dan struktural yang muncul secara independen sebagai
jawaban atas kondisi lingkungan sekitar. Kedua, gerakan ekologi yang
menempatkan pola dan pengaruh mediasi dalam lobi-lobi lingkungan,
peranan media serta ilmuwan. Ketiga, gerakan ekologi yang muncul sebagai
respon dan meletakkan fokusnya pada semakin memburuknya kondisi
lingkungan dan menjadikannya sebagai fokus utama gerakannya.
2. Masjid dan Pendidikan lingkungan Hidup
Masjid menjadi tempat berkumpulnya orang-orang untuk
menjalankan ibadah ritual. Orang-orang shaleh adalah energi spiritual yang
menjadi modal membangun perubahan. Manusia yang datang ke Masjid
dengan niat yang ikhlas pastilah menginginkan perubahan dalam dirinya,
minimal untuk meningkatkan spiritualitas dirinya menuju cita-cita menjadi
shaleh. Tantangannya adalah bagaimana membangun energi ini menjadi
akumulatif-sinergis. Keluaran dan proses jelas menghasilkan keshalehan
sosial yang mampu mendobrak kebekuan umat. Menengok kesejarahan baik
zaman Rasulullah dan sahabat maupun masa perjuangan melawan
penjajahan fisik di Indonesia, Masjid memiliki peran yang strategis.5
Dalam pembangunan sikap pro-lingkungan hidup, masjid mempunyai
kekuatan yang besar sekali. Mawardi melihat kedudukannya yang sangat

sentral dalam kehidupan umat Islam, masjid atau mushola dapat dijadikan
tempat untuk menumbuhkan akhlaq lingkungan. Melalui sumber daya yang

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

23

Imroatun

dimilikinya, masjid atau mushola dapat melakukan proses pengajaran,
pemberian tauladan, pembiasaan, dan refleksi kepada umat mengenai
pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan tema lingkungan sebagai salah satu isu yang harus
disampaikan dalam kegiatan kutbah Jum at, kultum, pengajian, buletin
dakwah, atau media lainnya.
2. Mendesain masjid/mushola yang memiliki sirkulasi udara dan
pencahayaan yang maksimal sehingga dapat mengurangi pengunaan
lampu dan kipas angin.
3. Mengelola sampah dan pekarangan masjid yang ramah lingkungan.

4. Memanfaatkan air bekas wud hu yang merupakan air musta mal (suci tapi
tidak mensucikan) untuk disalurkan ke peresapan atau kolam sehingga
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
5. Menjaga kebersihan dan kesucian masjid sebagai tempat ibadah
6. Menyelenggarakan lomba, kampanye atau lainnya terkait dengan
pengelolaan dan pelestarian lingkungan.6
Peran Masjid dan imamnya juga dipandang senada oleh Yazid dalam
pembangunan sikap perilaku pro-lingkungan. Ia menjelaskan konsep
jama ah dalam salat sangat bermanfaat dalam pembinaan lingkungan hidup.
Imam masjid yang mengelola segala akitivitas masjid dan memimpin salat
tidak bisa diabaikan. Ia kemudian mengutip pimpinan sebuah proyek
konservasi laut di Zanzibar, bila jama ah diberitahu untuk melakukan sesuatu
oleh imam, mereka cenderung mentaatinya. 7 Dengan alasan tersebut, Khalid
menyarankan untuk memperkuat konsep pembangunan lingkungan dalam
perspektif Islam dengan memulai diri sendiri secara utuh. Bagi seorang
muslim keyakinan itu utuh sebagai realitas organic. Setiap elemen
merupakan bagian dari keseluruhan. Environtalism untuk dimulai dari dari
diri sendiri kemudian sebarkan melalui sekolah, masjid, hingga komunitas
yang lebih luas. 8
Dalam konteks pendidikan pelestarian Lingkungan hidup Nasional

Indonesia, pernyataan Khalid menunjukkan fungsi pendidikan masjid sebagai
pendidikan nonformal memiliki keterkaitan dengan institusi pendidikan
lainnya terutama keluarga dan sekolah. Hubungan itu selaras dengan
undang-undang terbaru sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal
13. secara eksplisit sudah disebutkan bahwa jalur pendidikan formal, non
formal dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya. Dalam hal
ini, jelas kedudukan jalur-jalur pendidikan berdiri secara seimbang bahkan
24

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

MASJID DAN PENGEMBANGAN WAWASAN AUD DALAM
PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

saling melengkapi. Tidak mungkin dapat saling melengkapi kalau salah satu
diantaranya tidak diberdayakan. Bahkan pada pasal 27 UUSPN tersebut
bahwa hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.9
Paradigma masjid sebagai wahana pembangunan lingkungan hidup

secara terpadu memerlukan pertimbangan terhadap kondisi masjid sekarang.
Salah satu yang paling penting menjadi sorotan umat adalah organisasi
pengelolaan masjid yang tidak memadai. Menurut Karnita dalam artikelnya
yang berjudul "Manajemen Dakwah" ia mengatakan:
Ada beberapa hal yang harus dipertegas untuk memahami
konsep pengelolaan Masjid. Pertama, salah satu paradigma
yang digunakan dalam pengelolaan Masjid ialah paradigma
struktur oraganisasi Masjid. Kedua, pengelolaan Masjid sebagai
bagian tak terpisahkan dari strukur organisasi Masjid bahkan
lebih luas lagi sebagai kebutuhan manusia yang paling dasar
menjadi sangat penting kaitannya dengan fungsi Masjid sebagai
basis massa umat Islam dalam berbagai lapisan.10
Organisasi pengelolaan Masjid kemudian merefleksikan perkembangannya pada saat Nabi masih memimpin masjid. Aktivitasnya
mengupayakan penguatan pemahaman mengenai fungsi-fungsi masjid dalam
aspek kehidupan masyarakat Islam. Setiap fungsi politik, social, ekonomi,
dan pendidikan masjid perlu dipertajam sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya pemahaman semacam itu akan mengarahkan organisasi pada
langkah-langkah yang lebih strategis dalam mengembangkan fungsi Masjid
sebagai salah satu pusat penegembangan wawasan dan partisipasi warga
negara dalam pelestarian lingkungan hidup nasional termasuk bagi anak usia

dini.
C. Strategi Pendidikan Lingkungan Hidup bagi Anak usia Dini
Anak usia dini (AUD) berkisar sejak lahir sampai usia enam tahun.
Masa ini merupakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan; moral
dan agama terutama keyakinan, fisik menuju kordinasi motorik halus dan
kasar, kecerdasan kognitif mengembangkan daya pikir, daya cipta, sosio
emosional berguna dalam sikap dan emosi, serta bahasa untuk dapat
berkomunikasi. Masing-masing kelompok usia yang dilalui memiliki
keunikan dan tahapan perkembangan. Guna menumbuhkembang AUD perlu
stimulan dan motivasi pendidikan jasmani dan ruhani. Pendidikan itu bisa
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

25

Imroatun

Pendidikan AUD kemudian membentuk anak Indonesia yang
berkualitas. anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat

perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
Belajar sejak dini membantu kesiapan belajar (akademik) di sekolah,
sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara
sehat di jenjang pendidikan berikutnya.
Pengembangan wawasan dan partisipasi warga usia dini dalam
menjaga kelestarian lingkungan hidup bisa merupakan dasar bagi
pengembangan karakter warga negara di masa depan. Heny Djoehaeni
mengutip Victorian Environmental Education Council menyatakan bahwa
pengalaman belajar yang terjadi pada usia dini akan menjadi dasar untuk
pengalaman belajar berikutnya. Pendidikan lingkungan hidup yang
ditanamkan awal diharapkan akan mengembangkan sikap positif terhadap
kelestarian lingkungan. Sutrisno dkk juga menyadari bahwa pengenalan alam
sekitar melalui pendidikan lingkungan sejak dini kepada anak merupakan
langkah awal bagi anak dalam bersikap menghargai lingkungan.11
Masjid bisa memulai dengan pembentukan budaya pembangunan
lingkungan Hidup merujuk pada sumber nass yang mengedepankan
kepentingan manusia sebagai khalifah yang taat kepada-Nya untuk
pencapaian kebahagian dunia akhirat. Fungsi kekhalifahan itu bukan beban
individual tetapi harus disebarkan menjadi sebuah gerakan yang dapat
dinikmati oleh generasi berikutnya. Fungsi khalifah telah diperluas tidak
sebatas memelihara dan mengelola bagi kepentingan generasi sekarang.
Khalifah bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan dan kerusakan
yang terjadi agar bisa dinikmati oleh generasi berikutnya. Eksistensi khalifah
bisa terjadi dengan kerjasama dan kordinasi dengan khalifah lainnya. Dalam
lingkup nyata, kerjasama antar jama ah, masjid, atau lembaga dan
pemerintah semakin intensif.12
Strategi pembangunan sikap pro-lingkungan bagi AUD kemudian
diimplementasikan menggunakan dua pendekatan secara bersamaan yang
diharapkan saling berkaitan satu sama lain. Pendekatan holistik digunakan
pada kegiatan-kegiatan yang telah berjalan Kegiatan itu disesuaikan dengan
material lingkungan hidup. Pendekatan itu digunakan terutama pada
kegiatan-kegiatan agama yang bersifat penguatan iman dan Islam seperti
pengajian atau kursus baca tulis al-Quran. Strategi mandiri banyak digunakan
pada kegiatan-kegiatan implementasi seperti grebek kebersihan, gerakan
wakaf pohon dan hewan peliharaan maupun display adab memasuki masjid.

26

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

MASJID DAN PENGEMBANGAN WAWASAN AUD DALAM
PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

Catatan Akhir
1 Michael J. Marquardt, The Learning Organization : Mastering The 5 Elements For
Corporate Learning, 2nd. ed., (USA: Davies-Black Publishing, 2002), h. 26.
2 Ahmad Warsun, Munawwir, h. 610.
3Alwi Shahab, Sejarah Masjid-Masjid di Jakarta, (Jakarta: Republika 1990), h. 10.
4 Richard Kahn, Anthropocentrism, h. 51-52
5 Agung Wisnuwardana, Perkembangan Masjid di Jakarta, (Jakarta: Republika,
2008), h. 10.
6 Muhjiddi Mawardin dkk, Akhlaq Lingkungan: Panduan Berperilaku Ramah
Lingkungan, (Jakarta, Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kemen. L.H. R.I. dan Majelis Lingkungan Hidup P.P. Muhammadiyah, 2011), h. 35-36
7 Yazlina M. Yazid, Faith-Based Environmentalism: A Case Study of Islamic-Based
Environmental Organisations in the United Kingdom , tesis S2 Institute of Social Studies,
Belanda, 2008, h. 30.
8 Khalid, Islam
, h. 13
9 Deden Makbuloh,
Model Pendidikan Islamberbasis Masyarakat , Komunitas,
Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3, Nomor 1, Juni 2008, h. 13.
10 Karnita, Manajemen Dakwah, www. Ensiklopedia Masjid. com. dari
http://mangozie.com/?p=39.
11 Heny Djoehaeni,
Model Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, Edutech, Tahun 13, Vol.1, No.1, Februari 2014.
12 Imroatun, Pembangunan Sikap Pro-Lingkungan Hidup Berbasis Keagamaan
(Studi Kasus Masjid Roudhotul Jannah Perum. Bumi Agung Permai 2 - Kaligandu Kota
Serang), Bekasi: Pustaka Faza, 2013, h. 112-114

Daftar Pustaka
Abdilah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur an.
Jakarta, Penerbit P aramadina: 2005.
Ahmad Warsun, Munawwir.
Djoehaeni, Heny. Model Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Pada
Pendidikan Anak Usia Dini. Edutech, Tahun 13, Vol.1, No.1, Februari
2014.
Imroatun. Pembangunan Sikap Pro-Lingkungan Hidup Berbasis
Keagamaan (Studi Kasus Masjid Roudhotul Jannah Perum. Bumi
Agung Permai 2 - Kaligandu Kota Serang), Bekasi: Pustaka Faza,
2013.
Karnita, Manajemen Dakwah, www. Ensiklopedia Masjid. com. dari
http://mangozie.com/?p=39.
Khalid, Fazlun M. Islam and the Environment , dalam Peter Timmerman
(ed.), Encyclopedia of Global Environmental Change, Social And
Economic Dimensions Of Global Environmental Change, pp V : 332
339
Kortenkamp, Katherinev dan Andcolleenf. Moore. Ecocentrism And
Anthropocentrism: Moral Reasoning About Ecological Commons
Dilemmas. Journal of Environmental Psychology(2001) 21, h. 1-12.

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015

27

Imroatun

Makbuloh, Deden.
Model Pendidikan Islamberbasis Masyarakat .
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3,
Nomor 1, Juni 2008, h. 13.
Marquardt, Michael J. The Learning Organization : Mastering The 5
Elements For Corporate Learning, 2nd. ed. USA: Davies-Black
Publishing, 2002.
Muhjiddi Mawardin dkk. Akhlaq Lingkungan: Panduan Berperilaku Ramah
Lingkungan. Jakarta, Deputi Komunikasi Lingkungan dan
Pemberdayaan Masyarakat Kemen. L.H. R.I. dan Majelis Lingkungan
Hidup P.P. Muhammadiyah, 2011.
Robbins, Paul (ed.). Encyclopedia of Environment and Society. USA: SaGE
Publications, Inc., 2007.
Salim, Emil. Lingkungan hidup dan Pembangunan. Jakarta: Mutiara, 1982.
Shahab, Alwi. Sejarah Masjid-Masjid di Jakarta. Jakarta: Republika 1990.
Wisnuwardana, Agung. Perkembangan Masjid di Jakarta, Jakarta:
Republika, 2008.
Yazid, Yazlina M., Faith-Based Environmentalism: A Case Study of IslamicBased Environmental Organisations in the United Kingdom , tesis S2
Institute of Social Studies, Belanda, 2008. H. 30.

28

Jurnal Ulumuddin Volume 5, Nomor 1, Juni 2015