kel 3 rs quality assurance

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan dibidang pelayanan langsung seperti Rumah
sakit, bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan
rujukan medik dan rujukan kesehatansecara terpadu serta meningkatkan dan
memantapkan manajemen pelayanan kesehatanyang meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian.
Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat

dan

perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan dan perkembanganinformasi yang demikian
cepat dan diikuti oleh tuntutan masyarakat akanpelayanan kesehatan yang
lebih baik mengharuskan sarana pelayanan kesehatanuntuk mengembangkan
diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan yangada pada
masyarakat tersebut. Pengembangan yang dilaksanakan tahap demi tahap
berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tetap
dapat mengikuti perubahan yang ada.
Apabila rumah sakit tidak mempersiapkan diri secara lebih baik dalam

upaya peningkatanmutu pelayanan, maka sarana tersebut akan dijauhi
masyarakat dan masyarakat akan mencari sarana kesehatan alternatif. Untuk
itu setiap rumah sakit harus meningkatkan penampilannya secara terencana
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat agar dapat terus
berkembang.
Salah satu usaha peningkatan penampilan dari masing masing sarana
pelayanan seperti rumah sakit adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan

1

di semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, ataupun pada unit pelayanan administrasi dan manajemen
melalui program jaminan mutu.
Kegiatan peningkatan mutu tersebut di atas dapat dilaksanakan
dengan berbagai pendekatan atau kegiatan mutu, diantaranya dengan
mengembangkan Gugus Kendali Mutu, Pengendalian Mutu Terpadu,
Penyusunan/Penerapan standar pelayanan ataupenyediaan pelayanan prima di
rumah sakit.
Seperti diketahui Mutu Pelayanan Rumah Sakit merupakan derajat
kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber
daya yang tersedia di rumah sakitsecara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskansesuai norma, etika, hukum dan sosio
budaya, dengan memper-hatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah
dan masyarakat sebagai konsumen.
Di dalam mencapai mutu tersebut diatas, maka upaya peningkatan
mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut struktur, proses dan output/outcome secara
objektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu serta
kewajaran

pelayanan

meningkatkan

tehadap

pelayanan


pasien,

pasien

dan

menggunakan

peluang

untuk

memecahkan

masalah

yang

terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakitber daya
guna dan berhasil guna. Upaya peningkatan mutu di rumah sakit bertujuan

untuk memberikan asuhan atau pelayanan sebaik baiknya kepada pasien.

2

Adapun strategi upaya peningkatan mutu rumah sakit adalah sebagai
berikut :
a. Rumah Sakit harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan rumah sakit sehingga dapat menyusun langkah langkah
upaya peningkatanmutu masing masing rumah sakit.
b. Memberi prioritas pada peningkatan sumberdaya manusia di rumah sakit
termasuk kesejahteraan karyawan, memberikan imbalan yang layak,
programkeselamatan dan kesehatan kerja, program pendidikan dan
pelatihan , dll.
c. Menciptakan budaya mutu di rumah sakit, termasuk didalamnya
menyusun program mutu rumah sakit, menyusun tema yang akan dipakai
sebagai pedoman, memilih pendekatan yang akan dipakai dalam
penggunaan standar prosedur serta menetapkan mekanisme monitoring
dan evaluasi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dibeberapa rumah sakit,
menunjukkan bahwa sebagian besar Rumah Sakit terutama yang berada diluar

pulau Jawa belum atau sedikit sekali tersentuh oleh pelatihan yang
berwawasan mutu. Walaupun sebagian rumah sakit sudah tersentuh, tetapi
hanya dalam penyebarluasan informasi tentang mutu saja, belum sampai pada
tingkat konsepataupun aplikasinya.
Pelatihanpeningkatan mutu yang sekarang ini dilakukan di rumah
sakit diantaranya :
a.
PelatihanTotal Quality Manajemen.
b.
Pelatihan Fasilitator Gugus Kendali Mutu.
c.
Pelatihan Manajemen Strateji RS
d.
Pelatihan Teknik Dokumentasi Standar Pelayanan Mutu RS
e.
Pelatihan Standar Asuhan Keperawatan.
f.
Pelatihan Akreditasi Rumah Sakit.
g.
Pelatihan Sumber Daya Manusia.

h.
Pelatihan Manajemen Pimpinan RSUD
i.
Dll

3

Untuk memperoleh keseragaman dalam penyelenggaran pendidikan
dan pelatihan mutu tersebut di atas, maka perlu disusun suatu pedoman yang
merupakan petunjuk umumdalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
mutu tersebut.

4

BAB II
QUALITY ASSURANCE

Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan,
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga

dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan
bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan
memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang
harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni:
1. Tersedia (available)
2. Wajar (appropriate)
3. Berkesinambungan (continue)
4. Dapat diterima (acceptable)
5. Dapat dicapai (accesible)
6. Dapat dijangkau (affordable)
7. Efisien (efficient)
8. Bermutu (quality)
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun dengan
semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat
pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin
bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang
bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja dapat memperkecil timbulnya

5


berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi
sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang
semakin hari tampak semakin meningkat.
Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak
upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan
terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance
Program).
A. Mutu
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan
pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa
yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa
aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang
dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,
1984).
1. PROGRAM MENJAGA MUTU
Pengertian program menjaga mutu antara lain :

a) Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan,
sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang
diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan,
serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu
pelayanan (Maltos & Keller, 1989).

6

b) Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil
kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang
diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang
dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
c) Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup
identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan,
serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association,
1988).
d) Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun
secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan
kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia

untuk

meningkatkan

pelayanan

yang

diselenggarakan

serta

menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on
Acreditation of Hospitals, 1988).
e) Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya
tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya
tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak
mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan
dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang
ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.


Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat
pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:

7

a) Tujuan antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah
diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program
menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas
masalah mutu berhasil ditetapkan.
b) Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah
makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan
program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan
penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat
yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan
adalah:
a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
b) Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan
dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian
masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program
menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan
secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah
telah dilakukan secara benar.
c) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
d) Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan
dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang
dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau

8

karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang
dibawah standar akan dapat dicegah.
e) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
f) Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan
tuntutan

masyarakat

sebagai

pemakai

jasa

pelayanan.

Apabila

peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan
berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
g) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
h) Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai
kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat
makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya
gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan
kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam
kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena
apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan
berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan
kesehatan .

9

Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari
persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a) Bersifat khas
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas,
dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta
diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya
syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga
mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga
mutu.
b) Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk
melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini
disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya
mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c) Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel
dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau
kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah
program menjaga mutu yang baik.
d) Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan
dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang
berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan

10

yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu
program yang baik.
e) Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah
sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self
assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung,
dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan
kesehatan .
f) Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan
pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor
penting dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para
stakeholder, sebab dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah
sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan
tetap eksis di masyarakat. Bagi Pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk
memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan
standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin
teliti, telaten, dan hati2 dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah,
adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus
yang terjadi di Rumah sakit.
Dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah
sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu :

11

1. Aspek Klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter,
perawat dan terkait dengan teknis medis.
2. Efisiensi dan efektivitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak
ada diagnosa dan terapi yang berlebihan.
3. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang
dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll.
4. Kepuasan Pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyaman, keramahan,
dan kecepatan pelayanan.
Untuk kepuasan pasien, umumnya indikator yang digunakan sebagai
objektif adalah jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat
pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dsb.
Bagaimana bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam
seminar survai kepuasan pasien di RS, ada empat aspek yang dapat diukur yaitu:
1. Kenyamanan
Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit,
kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan
ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,
kesegaran ruangan dll.
2. Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit
Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan,
informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi,
support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan,
rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan
pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb.

12

3. Kompetensi teknis petugas
Dapat

dijabarkan

dalam

pertanyaan

kecepatan

pelayanan

pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi, pengalaman
petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil
tindakan, dsb.
4. Biaya
Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen
biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis
lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringan bagi
masyarakat miskin. dsb.

Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur. Kepuasan
pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi oleh pengalaman
pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu, dan pengaruh lingkungan.
Dengan adanya informasi kepuasan pasien, bagi manajemen rumah sakit akan
memberikan gambaran seberapa bermutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien, selain itu dari sisi marketing pasien yang puas dapat menjadi tool
marketing yang ampuh dengan mouth to mouthnya, dan terakhir manajemen dapat
memberikan prioritas untuk peningkatan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.

13

BAB III
PROGRAM JAMINAN MUTU
A. PRINSIP-PRINSIP JAMINAN MUTU
Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat. Hal
tersebut memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari pada
standar mutu yang dinginkan. Pengertian tentang program jaminan mutu
mungkin sudah sering kita ketahui dari berbagai sumber yang sangat
bervariasi.
Secara singkat disebutkan bahwa program jaminan mutu melibatkan
setiap orang yang berada dalam organisasi untuk peningkatan pelayanan yang
terus menerus dimana mereka akan memenuhi kebutuhan standar dan harapan
dari pada pelanggan, baik pelanggan intern ataupun ekstern. Hal ini adalah
suatu metode yang mengkombinasikan teknik manajemen, keterampilan
teknik, dan pemanfaatan penuh potensi sumber daya manusia dalam
organisasi rumah sakit. Program Jaminan Mutu dapat dibedakan dengan
bentuk manajemen yang lain, dimana jaminan mutu didasarkan pada prinsip
prinsip sebagai berikut :
1.

Setiap orang didalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan,
pengertian dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masingmasing mengontrol dan bertanggung jawab dalam setiap mutu yang
dihasilkan oleh masing-masing orang.

2.

Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing masing pelanggan
baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal.

14

3.

Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah
yaitu dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan,
penggunaan alat-alat statistik dan keterlibatan setiap orang yang terkait.

4.

Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.

5.

Pembentukan teamwork. Baik itu dalam part time teamwork, full time
teamwork ataupun cross functionalteam .

6.

Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of
employees) melalui keterlibatan di dalam pengambilan keputusan.

7.

Partisipasi setiap orang dalam merupakan dorongan yang positif dan
harus dilaksanakan.

8.

Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment/
modal dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan
pegawai untuk mencapai potensi yang mereka harapkan.

9.

Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.

B. PENAHAPAN PROGRAM JAMINAN MUTU
1. Orientasi pada Pelanggan
Dalam pandangan tradisional, pelanggan berarti orang yang
membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan/ organisasi. Dalam
hal ini pelanggan tersebut berinteraksi dengan perusahaan setelah proses
menghasilkan produk. Sedangkan pihak yang berhubungan dengan
organisasi/ perusahaan sebelum tahap proses disebut sebagai pemasok.
Dalam konsep quality manajemen, pelanggan dan pemasok ada di
dalam dan di luar organisasi. Pelanggan dikenal sebagai pelanggan

15

eksternal dan pelanggan internal. Pelanggan eksternal adalah orang yang
menggunakan produk atau jasa perusahaan. Pemasok eksternal adalah
orang diluar organisasi yang menjual bahan mentah/ bahan baku,
informasi atau jasa lain kepada organisasi. Sedangkan di dalam organisasi
juga ada pelanggan internal dan pemasok internal. Misalnya dalam
pelayanan pasien dirumah sakit. Dalam pemeriksaan laboratorium
misalnya, dokter dan tenaga paramedis merupakan pelanggan internal dari
pada petugas laboratorium, sedangkan bagian logistik yang menyediakan
bahan bahan pemeriksaan dan peralatan lainnya merupakan pemasok
internal. Oleh karena itu kualitas pekerjaan dari bagian logistik akan
mempengaruhi kualitas pekerjaan petugas laboratorium sekaligus akan
mempengaruhi kualitas pekerjaan daripada tenaga medis.
Pada hakikatnya, tujuan dari bisnis adalah untuk menciptakan dan
mempertahankan para pelanggan. Demikian pula dalam kegiatan
pelayanan kesehatan, target utamanya adalah untuk kepuasan pelanggan
dalam hal ini kesembuhan dari penyakit. Oleh karena itu, hanya dengan
memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat memahami dan
menghargai makna dari kualitas. Semua usaha manajemen dalam jaminan
mutu diarahkan pada satu tujuan utama yaitu terciptanya kepuasan
pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya
bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan.
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu
faktor penting dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri
dan para stakeholdernya. Pasalnya dampak dari QA menentukan hidup

16

matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik
tentu saja membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap eksis di
masyarakat.
Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS
yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar
profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin
teliti, telaten, dan hati- hati dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi
pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam
memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit.
Di dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah
rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya
yaitu :
a) Aspek Klinis
Yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat
dan terkait dengan teknis medis.
b) Efisiensi dan Efektivitas
Yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa
dan terapi yang berlebihan.
c) Keselamatan Pasien
Yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat
membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll.
d) Kepuasan Pasien
Yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan
kecepatan pelayanan
Indikator yang sering dapat digunakan sebagai objektif dalam
kepuasan paien adalah jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam

17

kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan
perawatan, dsb. Junadi P mengemukan ada empat aspek yang dapat diukur
yaitu :
a)

Kenyamanan
Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi
rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan
minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan

b)

WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll.
Hubungan Pasien dengan Petugas Rumah Sakit
Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut
keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat
komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di
ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan
dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,

pengukuran suhu dsb.
c)
Kompetensi Teknis Petugas
Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kecepatan pelayanan
pendaftaran,

ketrampilan

dalam

penggunaan

teknologi,

pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal,
d)

keberanian mengambil tindakan, dsb.
Biaya
Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya,
kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan
rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat,
ada tidaknya keringan bagi masyarakat miskin. dsb.
Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan

kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur.
Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas
pelayanan

yang

diberikan,

oleh

karenanya

subyektifitas

pasien

18

diperngaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi
psikis saat itu, dan pengaruh lingkungan. Adanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan manfaat diantaranya :
a) Hubungan antara Rumah Sakit dengan para pasien menjadi
harmonis.
b) Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang.
c) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut ( word of
mouth ) yang menguntungkan bagi rumah sakit.
d) Reputasi rumah sakit menjadi baik dimata pelanggan / pasien dan
keluarga.
e) Penghasilan rumah sakit meningkat

C. CONTINOUS IMPROVEMENT
Persaingan global dan perubahan yang terjadi pada setiap pelanggan
merupakan alasan perlunya dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.
Untuk mencapai perbaikan yang berkesinambungan, para manajer rumah sakit
tidak cukup hanya menerima ide perbaikan, melainkan juga secara aktif
mendorong setiap orang untuk mengidentifikasi dan menggunakan kesempatan
perbaikan.
Pelaksanaan proses berkesinambungan ini meliputi penentuan dan
pemecahan masalah yang memungkinkan pemilihan dan implementasi
pemecahan yang paling efektif dan efisien, serta evaluasi ulang, standarisasi
dan pengulangan proses.

19

Proses pembelajaran merupakan elemen yang penting dalam perbaikan.
Pembelajaran memberikan dasar rasional untuk bertindak dan merupakan
elemen penting kedua dalam perbaikan. Tingkat dan luasnya perbaikan dapat
ditingkatkan dengan membuatperbaikan proses dan sistem sebagai bagian dari
strategi organisasi, serta menciptakan suatu sistem untuk perbaikan. Sistem
tersebut haruslah mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan
anggota organisasi untuk melaksanakan perbaikan.
Hal hal yang harus diperhatikandalam merancang sistem perbaikan antara
lain: pendidikan, keteladanan manajer, tanggung jawab yang jelas, identifikasi
perbaikan sebagai strategi yang penting, identifikasi dan prioritas tindakan
perbaikan, metode sistematis untuk perbaikan, dan lain lain. Perbaikan
terhadap mutu yang berkesinambungan memerlukan beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1. Berdasarkan Visi dan Misi Rumah Sakit
Didalam implementasi jaminan mutu di rumah sakit, visi dan misi
harus ditentukan dan merupakan dasar serta sentra yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan seluruh kegiatan. Visi dan Misi rumah sakit harus
diinformasikankepada semua karyawan mulai dari tingkat Manajer Puncak
sampai dengan pelaksana di tingkat Front Line. Dengan harapan apabila
setiap orang yang terlibat di rumah sakit sudah mengetahui visi dan misi
rumah sakit maka mereka akan bekerja dengan suatu arah yang dan
terencana dengan baik.
2. Mengikuti Tahap Strategi Perbaikan

20

Dalam menerapkan perbaikan, dikenal berbagai proses. Tidak ada
satupun cara yang paling tepat untuk memperbaiki proses perbaikan, baik
itu dalam bidang manufaktur ataupun dalam bidang jasa. Meskipun
demikian ada beberapa strategi standar yang biasanya digunakan. Strategi
tersebut antara lain :
a) Menggambarkan proses yang ada
b) Membakukan proses
c) Menghilangkan kesalahan pada proses
d) Merampingkan proses
e) Mengurangi sumber sumber terjadinya variasi
f)

Menerapkan pengendalian proses statistikal

g) Memperbaiki rancangan

D. SCIENTIFIC APPROACH
Pendekatan ilmiah merupakan langkah sistematis bagi setiap individu
maupun Tim dalam proses pemecahan masalah dan perbaikan proses. Hal ini
berarti bahwa dalam pengambilan keputusan harus selalu berdasarkan pada
data, dan bukan merupakan perkiraan saja. Disamping itu harus pula melihat
pada akar permasalahan dan bukan hanya berdasarkan gejala-gejala yang
terlihat pada permukaan. Demikian juga dengan pemilihan alternatif
pemecahan masalah yang dipilih haruslah betul merupakanalternatif solusi
yang baik, janganmerupakan solusi yang setiap saat harus diperbaiki.

21

Fokus pada pendekatan ilmiah adalah pengumpulan, pengolahan dan
pemanfaatan data. Dalam proses pengumpulan dan pemanfaatan data tersebut
tidak dianjurkan untuk menggunakan ilmu statistik yang rumit. Dengan hanya
menggunakan alat-alat statistik yang sederhana seperti Grafik, Bar Chart,
Peren-canaan waktu (TimePlot) dapat membantu para manajer atau petugas
kesehatan untuk menghasilkansuatu peningkatan mutu secara terus menerus
dan dengan demikian selanjutnya akan mengatasi seluruh permasalahan yang
ada.
Banyak diantara kita telah bekerja selama bertahun tahun tanpa
menggunakan data. Kita datang dengan berbagai ide untuk meningkatkan
kinerja organisasi, akan tetapi kita hanya berangkat hanya berdasarkan
pengalaman yang diterapkandalam pekerjaan sehari hari atau hanya
berdasarkan pembicaraan informal denganpara pasien atau pelanggan lainnya.
Akibatnya adalah apabila terjadi masalah dikemudian hari, kita akan
menggunakan pengalaman tersebut untuk mencari pemecahan masalahnya,
maka kemungkinannya adalah bahwa masalah tersebut mungkinteratasi atau
sama sekali tidak teratasi.
Tidak ada yang menyalahkan pengambilan keputusan yang dilakukan
berdasarkan pengalaman, pengetahuan, perkiraan ataupun dengan intuisi
seperti diatas. Pemanfaatan data adalah alat yang sangat tangguh yang dapat
diikutkan atau diperhitungkan dalamproses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan. Pemanfaatan data tidak dapat menggantikan
pengalaman ataupun pengetahuan dalam peningkatan proses ataupun dalam

22

pengambilan keputusan, akan tetapi pengalaman dan pengetahuan tidaklah
cukup untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat.
Apabila dihadapkan dengan masalah-masalah yang baru, biasanya
terbentuk suatu teori tentang apa yang telah terjadi berdasarkan pengalaman.
Hal ini adalah suatu keadaaan yang normal. Akan tetapi kecenderungan yang
sering terjadi adalah sering kali hanya melihat terhadap kesamaan dari pada
kedua kejadian tersebutdan kita tidak melihat terhadapperbedaannya. Dengan
menggunakan data, kita dapat menghindarkan perangkap yang demikian.
Penggunaan data dapat menolong kita untuk mengerti lebih dalam apa yang
telah terjadi pada proses, service maupun produk.
Dengan menggunakan data akan membantu kita dalam memfokuskan
permasalahan terhadap faktor yang benar- benar membuat suatu perbedaan
atau variasi. Disamping itu, pemanfaatan data dapat membantu kita
menghemat waktu, energi dan penggunaan sumber daya yang lebih efektif.

E. PEMBENTUKAN TIM
Sekarang ini kita sudah memasuki lingkungan atau keadaan dimana
goncangan-goncangan atau gangguan menjadi sesuatu hal yang biasa dan
perubahan merupakan suatu yang tetap terjadi. Banyak faktor yang memaksa
pengelola suatu rumah sakit mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan pasar/
pelanggan dengan cara efektif dan efisien. Faktor-faktor ini diantaranya
adalah termasuk kebutuhan untuk merespon perubahan teknologi yang begitu
cepat dan luas, kecenderungan globalisasi disemua sektor dan tekanantekanan pengertian pasar termasuk keinginan daripada pasien.Untuk

23

menghadapi

kondisi

tersebut

dibutuhkan

pengetahuan,

ketrampilan,

pengalaman dan perspektif yang luas dandilakukan secara bersama-sama
dengan orang orang yang bekerja atau berkaitandengan rumah sakit. Dengan
demikian setiap rumah sakit diharapkan dapatmengatasi masalah yang
dihadapi, membuatkeputusan yang baik dan menyampaikan solusi tersebut
terhadap para costumer (pelanggan).
Dengan perkataan lain dibutuhkan kerja sama dalam bentuk tim. Tim
akan menciptakan suatu kondisi dimana para anggota akan tetap
mempertahankan perubahan, mempelajari lebih banyak tentang kebutuhan
dan memperoleh ketrampilan dalam kerjasama. Dalam suatu organisasi, tim
dibutuhkan apabila :
1.

Tugas-tugas yang diemban sangat kompleks

2.

Kreatifitas dibutuhkan

3.

Jalan yang harus ditempuh belum jelas

4.

Penggunaan sumber daya yang lebih efisien dibutuhkan

5.

Dibutuhkan pembelajaran yang lebih cepat

6.

Mengerjakan komitmen yang tinggi

7.

Pelaksanaan dari rencana membutuhkan kerjasama dengan orang lain

8.

Tugas atau proses bersifat cross fungsional
Semakin banyak tugas yang berhubungan dengan hal di atas, maka

organisasi akan membentuk tim untuk mengatasi tantangan tersebut.
Perusahaan/ Organisasi akan lebih tergantung pada tim. Bila mereka
menemukan

bahwa

metode

pemecahan

masalah

yang

tradisional,

24

pengambilan keputusan, komunikasi dan kompetensi tidak cepat atau cukup
fleksibel untuk merespon terhadap perubahan yang ada.
Tim yang dibentuk akan digunakan untuk bentuk, seperti Manajemen
Team On Going Work Team, Improvement Team, Gugus Kendali Mutu,
Forum Manajemen Menengah dll.
Rumah sakit menggunakan/ memanfaatkan team untuk mencapai
tujuan dengan perbedaan yang luas, mengurangi penggunaan waktu yang
tidak perlu, menambah siklus, mengurangi kesalahan pelayanan pada pasien
dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari, meningkatkan transaksi, merancang
kembali sistem yang ada, lebih mengerti tentang kebutuhan pasien dan
pelanggan lainnya.

25

BAB IV
PENAHAPAN PROGRAM JAMINAN MUTU
A. FASE INISIASI
1. TrainingNeed Assessment (TNA)
Perbaikan mutu yang diberikan terburu buru sering menyebabkan
pengambilan

keputusan tentang jenis pelatihan yang akan diberikan

menjadi salah. Kesalahan yang umum terjadi adalah sebagai berikut :
a) Seorang petugas mengatakan kepada administrator rumah sakit bahwa ia
mempunyai

keterampilan

baru.

Mendapat

informasi

demikian,

manajemen rumah sakit yang bersangkutan segera memberikan
keterampilan tersebut kepada karyawannya tanpa mengetahui apakah
karyawannya telah siap untuk mempelajarinya.
b) Sebuah rumah sakit membeli peralatan baru untuk produk jasa pelayanan
yang baru tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan terlebih dahulu.
c) Rumah sakit melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas
secara luas

tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan

menerapkan konsep tersebut dalam pekerjaannya sehari hari agar
kualitasnya menjadi lebih baik.
d) Suatu rumah sakit mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan
teknik kualitas tertentu atau manajer rumah sakit membaca dari majalah
atau surat kabar bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan
segera manajer tersebut memutuskan untuk melaksanakan pelatihan
mengenai penerapan teknik kualitas tanpa memikirkan apakah hal
tersebut cocok bagi rumah sakitnya.
Pelatihan yang baik dalm prosesnya dimulai dengan pengumpulan
data dan informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang
dimiliki karyawan saat ini, dan keterampilan apa yang mereka perlukan
untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka panjang yang telah

26

ditetapkan, memuaskan pelanggan dan memperbaiki kualitas. Setelah data
tersebut terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis sehingga kebutuhan
akan pelatihan dapat ditentukan. Pendekatan yang dilakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan sebagai berikut :
a) Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai
strategi kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit. Ada beberapa metode
yang digunakan oleh para manajer untuk menentukan kebutuhan
pelatihan,diantaranya adalah :
(1) Observasi
Manajer rumah sakit dapat melakukan observasi terhadap
beberapa aspek pokok, misalnya merumuskan masalah yang spesifik
dalam masing masing bagian. Apakah karyawan menghadapi
masalah dalam melaksanakan tugas tertentu dan apakah pekerjaan
yang ada secara konsisten mendukung proses ?
(2)Wawancara
Manajer dapat mewawancarai para karyawan agar mereka
mengungkapkan

kebutuhannya

berdasarkan

ketrampilan

dan

pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui tugas yang harus
mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga harus mengetahui tugas
yang dapat mereka kerjakan dengan baik maupun tidak, dan mana
yang tidak dapat dikerjakan sama sekali. Brainstorming merupakan
cara efektif dalam proses perbaikan yang berkesinambungan apabila
karyawan bersedia mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
(3)Survei Job - Task Analysis

27

Dalam tahap ini analisis dilakukan terhadap dua aspek utama.
Pertama terhadap aspek pekerjaan secara keseluruhan dan kedua
terhadap aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Berdasarkan informasi dari hasil analisis tersebut, maka
instrumen survei dikembangkan dan disebarkan kepada para
karyawan yang akan diteliti. Dalam mengembangkan instrumen, ada
baiknya melibatkan karyawan yang akan disurvei agar informasi
yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan kriteria seperti
kerjasama tim, sensitivitas terhadap umpan balik pelanggan terutama
pelanggan internal dan keterampilan interpersonal.
(4)Focus Group Diskusi (FGD)
Dalam metode ini kelompok karyawan tertentu diminta untuk
membicarakan siklus mutu yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat
yang dilakukan tanpa manajer tersebut akan menjadi lebih terbuka
untuk menyadari bahwa mereka memerlukan pelatihan.
(5)Sistem Saran
Sistem saran organisasi ( baik melalui kotak saran, maupun
saran yang diajukan secara langsung) juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan :
(a) Melakukan penilaian kebutuhan pelatihan secara periodik untuk
mengidentifikasi topik topik yang baru.
(b) Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang
meliputi evaluasi terhadap pelatihan yang telah diikuti karyawan

28

dan saran dari unit bisnis maupun para manajer akan
diperlukannya suatu pelatihan baru.
(c) Melakukan Benchmarking (patok duga ) terhadap rumah sakit
lain untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan dimana
mereka melakukan program pelatihan bagi para karyawannya.
2. SEMINAR SADAR MUTU
a) (Quality Awareness Workshop )
Kegiatan ini penting dilaksanakan sebelum kegiatan program
jaminan mutu dilakukan pada suatu tempat. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk membangun suatu komitmen yang tinggi dari petugas
kesehatan terutama petugas rumah sakit beserta instansi terkait dari
tingkat manajemen atas sampai dengan tingkat pelaksana mutu itu
sendiri.
Topik yang diberikan dalam seminar ini antara lain pengertian mutu,
jaminan mutu, budaya mutu, konsep pelanggan, manfaat mutu,
tergantung dari waktu yang disediakan dalam workshop tersebut.
3. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN MUTU
Kepemimpinan yang berwawasan mutu merupakan kemampuan untuk
membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung
jawab menyeluruh terhadap usaha mencapai suatu tujuan. Fungsi
kepemimpinan mutu adalah sebagai berikut :
a) Perencanaan Mutu
Fungsi ini meliputi identifikasi pelanggan dan kebutuhannya,
mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan, mengembangkan
metode dan proses kerja serta mengubah hasil perencanaan ke dalam
tindakan.

29

b) Pengendalian Mutu
Fungsi

ini

mencakup

langkah

evaluasi

kinerja

aktual,

membandingkan kinerja dengan tujuan, dan melakukan tindakan
perbaikan untuk mengatasi perbedaan kinerja yang ada.
c) Perbaikan Mutu
Fungsi ini meliputi penyediaan prasarana untuk perbaikan mutu
secara berkesinambungan, identifikasi proses satu metode yang
membutuhkan perbaikan, membentuk tim yang bertanggung jawab atas
program perbaikan mutu, menyediakan sumber daya serta pelatihan
yang dibutuhkan oleh tim dalam memecahkan masalah.
4. MENETAPKAN TUJUAN PENINGKATAN MUTU
Pada langkah ini tingkat kesenjangan kinerja yang terjadi perlu
dirumuskan secara tepat dan benar, sehingga tujuan yang ingin dicapai
dalam peningkatan mutu akan semakin jelas dan tepat. Tujuan digambarkan
dalam bentuk kuantitas yang harus dicapai ketika program sudah selesai.
Beberapa petunjuk yang perlu untuk menuliskan tujuan adalah sebagai
berikut :
a) Spesifik
Tujuan harus bersifat spesifik, dan tidak mengambang. Spesifik
memiliki makna bahwa target yang akan kita capai itu sudah menjurus
atau fokus pada suatu topik.
b) Measurable
Tujuan yang akan dicapai harus dapat diukur melalui indikator
tertentu.

30

c) Achievable
Tujuan yang telah ditetapkan harus dapat dicapai semaksimal
mungkin.
d) Realistis
Tujuan yang diinginkan sifatnya realis, dan tidak muluk muluk.
e) Time Bound
Untuk mencapai tujuan tersebut haruslah dalam batas waktu
tertentu.
5. MENYUSUN RENCANA STRATEJIK DAN OPERASIONAL
Penyusunan rencana stratejik dan rencana operasional rumah sakit
sebaiknya berdasarkan pada analisa SWOT dengan memperhitungkan faktor
faktor eksternal dan internal rumah sakit tersebut. Kesenjangan nilai yang
ditemukan berdasarkan analisa tersebut, digunakan untuk menyusun suatu
rencana aksi yang kegiatannya berfokus pada visi dan misi organisasi. Jenis
pelatihan pada fase ini antara lain :
a) Pelatihan / orientasi tentang mutu.
b) Pelatihan pengkajian kebutuhan pelatihan ( TNA ).
c) Pelatihan kepemimpinan mutu.
B. FASE TRANSFORMASI
Pada fase ini beberapa strategi yang disarankan adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan proses prioritas yang akan ditingkatkan dalam bentuk proyek
percontohan.
2. Pembentukan kelompok kerja yang kompeten terhadap proses tersebut.
3. Identifikasi anggota untuk masing masing kelompok kerja.

31

4. Proses

dalam

kelompok

kerja

untuk

melakukan

perbaikan

yang

berkesinambungan dengan siklus PDCA atau PDSA.
5. Pelatihan penyusunan standar dan dokumentasi mutu.
6. Pelatihan internal audit mutu and corective action.
7. Pelatihan manajemen stratejik.
8. Evaluasi.
Jenis-jenisPelatihan dalam fase ini antara lain :
1. Pelatihan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
2. Tim building.
3. Analisa tugas dan analisa jabatan.
4. Supervisi.
5. Management and statistic tools.
C. FASE INTEGRASI
Pada fase ini strategi yang disarankan adalah :
1. Mengintegrasikan pelaksanaan CQI pada seluruh jajaran organisasi.
2. Membentuk dan mempertahankan komitmen terhadap mutu melalui
optimalisasi dan proses perbaikan yang berkesinambungan.
3. Pelatihan pada seluruh karyawan.
4. Penetapan indikator mutu.
5. Pengembangan sistem surveilance dan evaluasi mutu yang tepat.
6. Penerapan proses perbaikan mutu yang berkesinambungan pada semua unit
dan lintas unit dengan membentuk kelompok kerja yang mandiri.

1.
2.

Jenis pelatihan pada fase ini antara lain :
Pelatihan team based.
Pelatihan GKM, PKM, BPI

32

3.
4.
5.
6.
7.

Asuhan keperawatan
Standar pelayanan medis
Manajemen review
Penyusunan indikator
Monitoring dan evaluasi

1. GUGUS KENDALI MUTU (GKM)
Upaya untuk meningkatkan mutu dan produktivitas serta kinerja
suatu satuan kerja baik dunia usaha maupun birokrasi perlu dilaksanakan
terus menerus sedemikian sehingga dapat berfungsi dan mencapai
tujuannya secara optimal.
Sejak

dahulu,

terutama

di

Eropa

dan

Amerika

Serikat

dikembangkan konsep manajemen dan organisasi yang bertujuan
meningkatkan kinerja organisasi. Antara lain dapat dikemukakan adalah
konsep Max Weber tentang Birokrasi, Konsep Taylor tentang Manajemen
ilmiah, Fayol dengan 14 prinsip-prinsip, serta konsep perilaku manusia
yang mengutamakan motivasi dan pendekatan demokrasi.
Konsep serta prinsip organisasi dan manajemen ini, telah mampu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi baik pada perusahaan,
pemerintahan dan organisasi social.
Total Quality Control (Pengendalian Mutu Terpadu) diprakarsai
oleh Dr. J.M. Juran dan Dr. E.W. deming dan dikembangkan di Jepang
oleh Kaoru Ishitawa dengan menerapkan Quality Control Circle (QCC)
atau gugus Kendali Mutu (GKM). GKM adalah salah satu konsep baru
untuk meningkatkan mutu dan produktivitas kerja industri/jasa. Terbukti
bahwa salah satu factor keberhasilan industrialisasi di Jepang adalah
penerapan GKM secara efektif. Karena keberhasilan ini, sejumlah negara

33

industri maju dan sedang berkembang termasuk Indonesia, menerapkan
GKM diperusahaan-perusahaan industri guna meningkatkan mutu,
produktivitas dan daya saing.
GKM adalah sekelompok kecil karyawan yang terdiri dar 3 – 8
orang dari unit kerja yang sama, yang dengan sukarela secara berkala dan
berkesinambungan mengadakan pertemuan untuk melakukan kegiatan
pengendalian mutu di tempat kerjanya dengan menggunakan alat kendali
mutu dan proses pemecahan masalah. GKM merupakan bagian integral
dari PMT dalam suatu organisasi.
Tujuan GKM ini adalah untuk mendayagunakan seluruh asset yang
dimiliki perusahaan / instansi terutama sumber daya manusianya secara
lebih baik, guna meningkatkan mutu dalam arti luas.
Objek perbaikan (tema) GKM sangat luas meliputi bahan, proses,
produk, lingkungan dan lain-lain. Tema perbaikan / objek dapat berasal
dari anggota gugus, fasilitator, ketua GKM atau pimpinan perusahaan /
organisasi.
Maksud pelatihan GKM adalah untuk menghasilkan suatu konsep
baru untuk meningkatkan mutu dan dan produktivitas kerja industri/jasa.
Pengertian GKM di dalam perusahaan adalah sekelompok kecil karyawan
yang terdiri 3 - 8 orang dari unit kerja yang sama dengan sukarela secara
berkala dan berkesinambungan mengadakan pertemuan untuk melakukan
alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah. GKM ini adalah untuk
mendaya gunakan seluruh asset yang dimiliki perusahaan/instansi
terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan

34

mutu dan produktivitas, nilai tambah serta meningkatkan keuntungan
semua

pihak

termasuk

produsen,

karyawan,

konsumen

maupun

pemerintah.
a) Tujuan GKM
Tujuan GKM adalah untuk mendayagunakan seluruh aset yang
dimiliki perusahaan/instansi terutama sumber daya manusianya secara
lebih baik, guna meningkatkan mutu dalam arti luas. Tujuan penerapan
GKM, antara lain untuk :
1. Peningkatan mutu dan peningkatan nilai tambah.
2. Peningkatan produktivitas sekaligus penurunan biaya.
3. Peningkatan kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai target.
4. Peningkatan moral kerja dengan mengubah tingkah laku.
5. Peningkatan hubungan yang secara antara atasan dan bawahan.
6. Peningkatan ketrampilan dan keselamatan kerja.
7. Peningkatan kepuasan kerja.
8. Pengembangan tim (Gugus Kendali Mutu).

35

BAB V
STUDI KASUS
Quality Assurance Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum”
Akreditasi / ISO 9001:2008 di rumah sakit
Salah satu bentuk pelaksanaan quality assurance rumah sakit adalah
Akreditasi/ISO 9001:2008 di RS. Panti Wilasa “Citarum”.
RS. Panti Wilasa "Citarum" saat ini telah memperoleh sertifikasi Akreditasi
Tingkat Lanjut 12 bidang pelayanan dan terus dipersiapkan untuk Akreditasi
Tingkat Lengkap 16 bidang pelayanan.
RS. Panti Wilasa "Citarum" telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 untuk
bidang layanan Farmasi, Radiologi dan Laboratorium terhitung mulai tanggal 18
Mei 2005. Dan mulai tanggal 18 Mei 2009, sertifikasi ISO 9001:2008 telah
diperoleh oleh rumah sakit ini.
Analisis :
Berdasarkan sertifikasai yang telah diperoleh oleh RS. Panti Wilasa "Citarum" ,
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan quality assurance di rumah sakit tersebut
sudah cukup baik. Berikut adalah proses akreditasi yang dijalani rumah sakit
untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008

1. Akreditasi Rumah Sakit

36

Akreditasi Rumah Sakit yang dilakukan oleh RS. Panti Wilasa "Citarum" adalah
suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit karena telah
memenuhi standar mutu yang ditentukan. Akreditasi pada dasarnya adalah proses
menilai RS sejauh mana telah menerapkan standar.
2. Standar Mutu
Standar akreditasi rumah sakit yang dilakukan terdiri dari elemen struktur, proses
dan hasil (outcome). Struktur adalah fasilitas fisik, organisasi, sumber daya
manusia, sistem daya keuangan, peralatan medis dan non-medis, AD/ART,
kebijakan, SOP/Protap, program, dan sebagainya. Proses adalah semua
pelaksanaan

operasional

dari

staf/unit/bagian

RS

kepada

pasien/keluarga/masyarakat pengguna jasa RS tersebut. Hasil (outcome) adalah
perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemahaman serta
perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa depan, dan kepuasan
pasien.
3. Persiapan Akreditasi
Persiapan Akreditasi yang dilakukan oleh rumah sakit dimulai dengan membentuk
Pokja (Kelompok Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan, misalnya:
Pokja Yan Gawat Darurat, Pokja Yan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Pokjapokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit/bagiannya,
mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut
sebagai self assessment.

37

Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini
terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16
pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi
Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain
adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau ”mengukur” sejauh mana RS
sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan
berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbedabeda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP
(Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan
cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing pelayanannya.
4. Jenis Pelayanan yang Diakreditasi
Jenis pelayanan yang diakreditasi di RS. Panti Wilasa "Citarum" adalah (beserta
jumlah parameternya):
Lima (5) Pelayanan:
1. Administrasi & Manajemen (24),
2. Pelayanan Medis (18),
3. Pelayanan Gawat Darurat (31),
4. Pelayanan Keperawatan (23),
5. Rekam Medis (16)
Dengan Total = 112 Parameter.
Duabelas (12) Pelayanan (Lima Pelayanan tersebut diatas) di tambah :
1. Pelayanan Farmasi (16),

38

2. Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),
3. Pelayanan Radiologi (18),
4. Pelayanan Laboratorium (23),
5. Pelayanan Kamar Operasi (25),
6. Pelayanan Pengendalian Infeksi ( 17),
7. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16),
Total untuk 12 pelayanan =254 parameter.
Enambelas (16) Pelayanan meliputi 12 pelayanan di atas ditambah :
1. Pelayananan Rehablitasi Medis (16),
2. Pelayanan Gizi (17),
3. Pelayanan Intensif (17),
4. Pelayanan Darah (15)
Untuk 16 pelayanan total =319 parameter.
Akreditasi pada sesuatu Rumah Sakit wajib dilakukan untuk lima pelayanan,
disebut Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun
kemudian Rumah Sakit meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan,
disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun
kemudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat
Lengkap).
Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur, proses
dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment, misalnya
nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat mengajukan
permohonan untuk disurvei oleh KARS.