: Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02327

PENDAHULUAN
Minyak bumi atau crude oil merupakan senyawa hidrokarbon yang umumnya
tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu juga terdapat bahan organik
dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S) atau nitrogen (N) (Budhiarto,
2008). Minyak bumi yang dapat diolah untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan
Bakar Minyak (NBBM) atau bahan bahan lainnya. Minyak bumi diperoleh dengan cara
pengeboran yang dilakukan pada lahan tertentu. Salah satu komponen utama dalam
pengeboran adalah lumpur pengeboran. Lumpur pengeboran memiliki fungsi diantaranya
mengangkat dan menahan cutting dari dasar lubang, menahan tekanan formasi, menahan
dinding lubang supaya tidak runtuh, menahan material pemberat saat sirkulasi berhenti,
mengurangi berat rangkaian pengeboran, sebagai pelumas dan pendingin, media logging
listrik, media informasi, dan tenaga penggerak bit (Suhascaryo, 2001 dalam Rismaya ni,
2014).
Lumpur pengeboran terdiri beberapa komponen campuran yaitu komponen padat,
cair, dan aditif. Ada dua jenis komponen padat yaitu yang bersifat reaktif dan lembam.
Komponen padat yang bersifat reaktif merupakan zat yang dapat mudah bereaksi seperti
bentonit. Komponen padat yang bersifat lembam merupakan zat yang tidak mudah bereaksi
dalam sistem lumpur pengeboran seperti barit. Komponen cair merupakan zat cair yang
jumlahnya lebih banyak dalam komposisi lumpur. Komponen aditif merupakan zat-zat yang
dapat mengontrol sifat-sifat lumpur pengeboran (Rubiandini 2005 dalam Rismayani, 2014).
Lumpur pengeboran dibagi menjadi dua jenis yaitu lumpur yang menggunaka n

bahan dasar air (Water Based Mud ) dan bahan dasar minyak (Oil Based Mud). Water Based
Mud (WBM) adalah lumpur pengeboran yang fase cairnya berupa air tawar yang berfungs i

sebagai fase kontinyu. Oil Based Mud (OBM) adalah lumpur pengeboran yang dibuat
dengan minyak sebagai fase kontinyu. OBM lebih sering digunakan karena OBM lebih
stabil pada temperatur tinggi, memiliki sifat pelumasan yang baik, cocok untuk pengeboran
terarah, tidak menyebabkan korosi pada peralatan pengeboran, stabil terhadap kontamina s i,
dan dapat digunakan kembali lebih baik daripada WBM (Farid 2011 dalam Rismaya ni,
2014).
Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
mengelola minyak bumi di Indonesia, baik BBM maupun NBBM. Salah satu produk NBBM
dari Pertamina adalah Smooth Fluid 05 (SF-05). SF-05 termasuk ke dalam OBM yang

biasanya digunakan pada kilang Pertamina untuk melumasi mata bor. SF-05 merupakan
fraksi atas dari ekstraksi minyak bumi (Pertamina, 2012).
SF-05 memiliki

kadar polisiklik

aromatik


yang tinggi.

Senyawa aromatik

mengandung berbagai senyawa aromatik lainnya seperti polisiklik aromatik hidrokarbon
(PAH) yakni senyawa aromatik yang mengandung lebih dari dua cincin benzena
(Lukitaningsih, Sulistyo and Neogrohati, 2001). Kualitas awal SF-05 memiliki PAH sebesar
10,75%. Kadarnya yang tinggi dapat menyebabkan korosi pada mata bor dan limbahnya
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (bersifat karsinogen).

Oleh karena itu

Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan 16 jenis PAH yang berbahaya dari
100 jenis PAH yang telah diketahui. Keenambelas senyawa tersebut adalah asenaftena,
benzo(a)antrasena,

benzo(a)pirena,

benzo(b)fluorantena,


benzo(g,h,i)perilena, krisena, fluorantena, fluorena,

benzo(k)fluorante na,

indeno(1,2,3-cd)pirena, naftale na,

fenantrena dan pirena (Lukitaningsih, Sulistyo and Neogrohati, 2001). Salah satu metode
untuk menurunkan kadar PAH pada SF-05 yaitu dengan adsorpsi menggunakan clay
(commercial grade). Pada penelitian Lemic et al 2007, penggunaan organozeolit dapat
menghilangkan 98% fluorene, fluoranthene, pyrene, phenanthrene, dan benzo(a)antrase na.
Aktivasi bertujuan untuk melarutkan pengotor-pengotor atau senyawa-senyawa yang dapat
menutupi pori clay sehingga meningkatkan karakteristik adsorpsi clay (Sinta, Suarya and
Santi, 2015). Pada penelitian Amstaetter et al 2012, pernggunaan karbon aktif antrasit dan
batok kelapa dapat mengurangi 95% PAH. Bahan kimia yang sering digunakan sebagai zat
aktivator baik secara maupun basa adalah H3 PO4 , CaCl2 , KOH, H2 SO4 , Na2 CO3 , NaCl, K 2 S,
HCl, dan ZnCl2 . H3 PO 4 merupakan salah satu asam yang tepat untuk meningkatkan ukuran
dan volume pori-pori (Acton, 2012).
Belum banyak penelitian mengenai penurunan kadar aromatik pada SF-05. Oleh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menurunkan kadar polisiklik aromatik

hidrokarbon (PAH) pada Smooth Fluid 05 dengan adsorpsi clay teraktivasi H3 PO4 0,25 M
dan 1 M.dalam penelitian ini akan dilakukan penurunan kadar PAH pada SF-05
menggunakan clay teraktivasi H3 PO 4 .
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah menurunka n
kadar polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) pada Smooth Fluid 05 dengan adsorpsi clay
tanpa aktivasi dan teraktivasi H3 PO4 0,25 M dan 1 M.

1. BAHAN DAN METODA
2.1 Bahan dan Piranti
Sampel yang digunakan adalah Smooth Fluid 05 yang diambil dari. RU V
Balikpapan. Bahan yang digunakan diantaranya H3 PO4 p.a(E-Merck, Germany),
Isooktana (C8 H18 ) p.a(E-Merck, Germany), H2 SO4 p.a(E-Merck, Germany), aseton
(CH3 COCH3 ) p.a(E-Merck, Germany), akuades dan bahan lainnya adalah clay
(Commercial grade).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya mortar, cawan porselin,
Spektrofotometer

UV-Vis (PerkinElmer),

neraca dengan ketelitian


0,0001 g

(OHAUS), neraca dengan ketelitian 0,1 g (OHAUS), labu ukur 10, 25 dan 1000 mL
(Pyrex), pipet volume 1, 2 dan 5 mL (Pyrex), gelas ukur 250 mL (Pyrex), spatula,
corong, gelas beaker 100, 800 dan 1000 mL (Duran), pipet tetes, pengaduk (IKA RW
20 Digital), kertas saring whatman 40, botol sampel, piknometer (Duran), viskometer
(TAMSON), termometer, stopwatch (Casio), rubber bulb, XRD (PANanalytical DY
1074), XRF (PANanalyical), Surface Area Analyzer (ASAP 2400), Oven (LABSC,
Germany), Furnace (KSL-1100X), desikator, vakum.

2.2 Metode Penelitian
2.2.1 Aktivasi Clay menggunakan H3 PO4 (Indah, Sari & Wijayanti, 2016; Elysta &
Kurniati, 2014)
Larutan H3 PO 4 0,25 M diambil sebanyak 400 mL, dimasukkan ke dalam
gelas beaker 800 mL. Kemudian ditambah 40 gram clay dan diaduk dengan
kecepatan 200 rpm selama 1 jam. Setelah proses pengadukan, campuran clay
dan larutan H3 PO 4 dipisahkan dengan cara disaring menggunakan vakum
dengan kertas saring whatman 40. Clay yang sudah disaring dikumpulkan dalam
cawan kemudian dioven pada suhu 100°C sampai kering. Setelah dioven,

didinginkan terlebih dahulu. Setelah dingin clay dihaluskan menggunaka n
mortar, kemudian di kalsinasi secara bertahap seperti pada gambar di bawah ini
:
120 min
400°C
30 min 400°C
60 min
15 min
50°C

100°C

100°C
50°C

Gambar 1 Grafik proses kalsinasi
Setelah suhu mencapai 400°C, clay dikeluarkan

dari oven dan


dimasukkan ke dalam desikator. Langkah tersebut diulangi pada larutan H3 PO4
1 M.
2.2.2 Adsorpsi Aromatik Smooth Fluid 05 dengan Clay teraktivasi H3 PO4 dan tanpa
aktivasi (Mara dan Kurniawan, 2015)
Smooth Fluid 05 ditimbang sebanyak 200 gram dalam beaker glass 500

mL dan ditambah 40 gram clay ke dalam sampel yang sudah ditimbang. Sampel
yang sudah ditambah clay di aduk selama 1 jam dengan kecepatan 300 rpm.
Setelah 1 jam, sampel di saring menggunakan vakum dengan kertas saring
whatman 40. Sampel yang sudah disaring ditimbang untuk mendapatkan massa

setelah diadsorpsi. Pengujian tersebut diulangi dengan perbandingan sampel dan
clay yang sama tetapi berbeda variasi pada kecepatan pengadukan yaitu 300 rpm

selama 2 jam dan 500 rpm selama 1 dan 2 jam. Langkah adsorpsi aromatik
diulangi pada clay tanpa aktivasi.
2.2.3 Pengujian Smooth Fluid 05
2.2.3.1. Pengujian Densitas (ASTM D-1217)
Penentuan densitas suatu zat cair dengan metode piknometer, dimana
ditimbang lebih dahulu berat piknometer kosong dan piknometer berisi

SF-05 yang telah diadsorp diuji. Selisih dari penimbangan adalah
massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu tertentu (15°C dan 20°C)
dan dalam volume konstan, tertera pada piknometer. Perhitunga n
densitas dihitung menggunakan rumus dibawah ini :
�=

dengan

� �� −� �

��� ��



ρ

= densitas

ρ15


= densitas suhu 15ºC

w15

= massa sampel pada suhu 15ºC

wkosong

= massa alat

(1)

2.2.3.2. Pengujian Viskositas (ASTM D - 445)
SF-05 yang telah diadsorp dituangkan kedalam Viskometer sampai
batas volume yang ditentukan kemudian Viskometer digantung dengan
penyangga dan dimasukkan kedalam oilbath, didiamkan selama ±30

menit. Kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan filler dan
dicatat waktu alir sampel. Viskositas dari sampel dihitung dengan
rumus di bawah ini :


� = � × (2)

Dengan :
c

= konstanta kapiler dalam (cSt/s)

t

= waktu alir (s)



= Viskositas Kinematik (cSt)

2.2.3.3. Pengujian Aromatik (SMS 2728-08)
SF-05 yang telah diadsorp diencerkan 5000 kali dengan larutan
isooktana pada suhu kamar. Kemudian dimasukkan ke dalam UV-Vis
dan akan terhubung dengan perangkat lunak spektrofotometer, lalu

software akan membaca sampel dan dihasilkan

dalam bentuk

spektrum. Spektrum yang terbentuk kemudian ditandai nilai absorbansi
sesuai dengan puncak-puncak yang ditentukan. Untuk mendapatkan
kadar aromatik (%) digunakan persamaan sebagai berikut :
�� �

�=

� , �⁄ �

Dengan :
A1

−[

+ ,
=



��

× ×�

×



]

(4)
(3)

= Absorbansi pada panjang gelombang terendah sebelum
puncak grafik pembacaan (biasanya pada λ 242 nm).

A2

=Absorbansi pada panjang gelombang pada puncak grafik
pembacaan (biasanya pada lambda 268 nm).

A3

=Absorbansi pada panjang gelombang setelah puncak grafik
pembacaan (biasanya pada lambda 290 nm).

a

A

=Baseline absorbance.

D

=Faktor pengenceran.

b

=Pathlength dari sel kuarsa (s), cm, contoh. 1,00

=Faktor absorptivitas yang ditetapkan secara empiris, L.g-1 .cm1 , viz

ρ

2,34.

=Densitas dari sampel pada suhu ruangan, g/mL.

2.2.3.4. Pengujian X- Ray Fluorescene (ASTM D5381-93; ASTM D7343-07;
ASTM D6247-10)

Sampel ditimbang ±5 gram dan dimasukkan ke dalam wadah cup yang
telah dibuat. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan
pada alat XRF. Program “SuperQ Manager ” dibuka lalu pilih menu
Measure and Analyse dan klik Open Sample Changer . Tab Add
Measurement dibuka dan dimasukkan identitas sampel dan aplikasi

yang akan digunakan. Kemudian klik Measure.
2.2.4 Pengujian Clay Teraktivasi H3 PO4
2.2.4.1. Pengujian X- Ray Fluorescene (ASTM D5381-93; ASTM D7343-07;
ASTM D6247-10)
Sampel dipreparasi dengan memasukkan sampel yang telah halus
kedalam wadah cup alumunium khusus hingga padat dan press wadah
tersebut dengan menggunakan alat presser . Sampel dimasukkan ke
dalam wadah cup yang telah dibuat. Sampel diletakkan pada tempat
yang telah disediakan pada alat XRF. Program “SuperQ Manager ”
dibuka lalu pilih menu Measure and Analyse dan klik Open Sample
Changer . Tab Add Measurement diklik dan dimasukkan identitas

sampel dan aplikasi yang akan digunakan, kemudian klik Measure.
2.2.4.2. Pengujian X- Ray Diffraction (ASTM D3906-03; ASTM D5758-01)
Sampel dihaluskan dan dimasukkan kedalam plat sample hingga
permukaan plat dengan sampel sama rata dan datar. Kemudian
dimasukkan pada alat XRD. Pada software disetting dan alat XRD
dibiarkan menganalisa sampel sesuai waktu yang ditentukan (±1 jam).
Data hasil analisa kemudian diolah.
2.2.4.3. Pengujian Surface Area (ASTM D3663-03)
Sampel ditimbang ±0,2 gram dimasukkan sample tube. Kemudian
dipasang pada alat ASAP 2400 untuk dilakukan proses degassing.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Clay merupakan salah satu jenis material berpori yang memiliki daya adsorpsi yang

tinggi dan memiliki kemampuan dalam mengikat unsur pengotor (Mara and Kurniawan,
2015). Berdasarkan kandungan mineralnya, clay dibedakan menjadi monmotilonit , kaolinit,
haloisit, klorit, dan illit. Clay memiliki sifat yang mudah mengembang, luas permukaan
yang cukup besar dan memiliki kation yang dapat dipertukarkan (Sinta, Suarya and Santi,

2015). Sifat-sifat tersebut menjadikan clay cocok dimanfaatkan sebagai adsorben. Potensi
clay sebagai adsorben dapat ditingkatkan dengan proses aktivasi. Aktivasi ini dilakukan

untuk menghilangkan pengotor atau senyawa yang dapat menutupi pori clay sehingga
meningkatkan karakteristik dan kemampuan adsorpsi clay. Clay yang digunakan dalam
penelitian ini adalah clay commercial.
Aktivasi Clay dengan H3 PO4
Aktivasi clay menggunakan H3 PO 4 diharapkan menghasilkan clay dengan situs aktif
lebih besar dan keasaman permukaan yang lebih besar. C lay teraktivasi akan memilik i
kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. Aktivasi dengan
pemanasan (kalsinasi) akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran pori dengan bentuk
kristal yang lebih baik, karena suhu tinggi dan dalam waktu yang lama clay cenderung
mengalami rekristalisasi, menghasilkan kristal yang lebih baik dengan pori-pori yang lebih
besar Proses aktivasi merupakan proses yang terpenting karena sangat menentukan kualitas
clay yang dihasilkan dari segi luas area permukan maupun daya adsorpsinya. Luas

permukaan berhubungan erat dengan aktivitas

karena reaksi berlangsung di atas

permukaan. Luas permukaan yang besar akan menyebabkan semakin banyak pula molekulmolekul zat pereaksi teradsorpsi pada permukaan sehingga aktivitas adsorpsinya akan
bertambah besar (Indah, Sari and Wijayanti, 2016).
XRD (X-Ray Diffraction )
Pengujian XRD dilakukan untuk melihat kristalinitas pada clay dan pengaruh
aktivasi menggunakan H3 PO4 terhadap kristalinitas clay.

Gambar 1. Difraktogram Clay sebelum dan sesudah teraktivasi
Dari Gambar 1 terlihat bahwa unsur oksida yang dominan adalah SiO 2 dalam bentuk
quartz yakni sebesar 72,5%. Pada Gambar 1 ditunjukkan pada puncak difraksi utama

terletak di sudut 2θ 26,64º dengan intensitas 100%. Puncak quartz (SiO 2 ) lainnya terdeteksi
pada sudut 2θ 20,85º; 59,22º; 50,15º; 59,96º dan 68,15º. Puncak-puncak yang tajam dengan
intensitas yang tinggi memperlihatkan kristalinitas yang baik dari clay (Ruslan, Hardi and
Mirzan, 2017). Jika dibandingkan sebelum dan sesudah teraktivasi, tampak pola hampir
mirip hanya intensitasnya yang berbeda. Puncak difraksi utama mengalami sedikit
pergeseran pada sudut 2θ yaitu hanya bergeser sekitar 1-2º. Perbandingan sudut 2θ pada
clay sebelum dan sesudak\h aktivasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa

proses aktivasi dengan H3 PO4 tidak merubah struktur, tetapi hanya meningkatka n
kristalinitas clay. Jika dibandingkan antara pola kristalinitas pada clay teraktivasi H3 PO4
0,25 dan 1 M terlihat bahwa intensitas dengan aktivator H3 PO 4 1 M lebih tinggi daripada
dengan H3 PO4 0,25 M.
Tabel 1. Perbandingan Sudut 2θ Antara Clay Tanpa Aktivasi dan Sesudah Aktivasi
Clay Tanpa Aktivasi
26,64º
20,85º

Clay Aktivasi H3 PO 4 0,25 M Clay Aktivasi H3 PO4 1 M
26,62º
26,78º
20,81º
20,97°

39,45°
42,41°
45,77°
50,15°
54,86°
59,22°
68,15°

39,36°
42,03°
45,74°
50,16°
54,97°
59,89°
68,09°

39,60°
42,59°
45,93°
50,27°
55,01°
60,09°
68,31°

XRF (X-ray Fluorence)
XRF digunakan untuk melihat kandungan dalam clay sebelum dan setelah diaktivas i
dengan menggunakan H3 PO4 .

Tabel 2. Hasil XRF Sebelum dan Sesudah Aktivasi
Teraktivasi H3 PO4
Clay Komersil
NO
Unsur
Non teraktivasi
0,25 M
1M
Kadar (%)
Kadar (%)
Kadar (%)
1
O
44,678
50,076
50,344
2
Si
27,361
31,258
30,871
3
Al
12,889
13,899
12,785
4
Na
1,937
1,319
1,311
5
Ca
1,084
0,873
0,858
6
Mg
0,454
0,287
0,262
7
Ti
0,105
0,118
0,104
8
Mn
0,027
0,023
0,023
9
Cl
0,023
0,022
0,018
10
K
0,849
0,917
0,869
11
P
0,021
0,376
1,724
Terlihat pada Tabel 2 bahwa senyawa yang dominan terdapat dalam clay adalah Si
dan O. Hal ini mendukung hasil analisa XRD pada Gambar 1.
Luas Permukaan, Volume Pori dan Diameter Pori pada Clay
Pengukuran luas permukaan, volume pori, dan diameter pori ditentukan dengan alat
BET (Brunauer-Emmet-Teller) Surface Area Analyzer (SAA). Teori BET didasarkan pada

proses adsorpsi menggunakan prinsip adsorpsi isoterm (teori Langhmuir). Gas yang
digunakan adalah nitrogen. Gas nitrogen berperan sebagai adsorbat. Ukuran pori-pori clay
ditentukan oleh banyaknya gas nitrogen yang terserap.
Tabel 3. Hasil Surface Area Analyzer Clay Sebelum dan Sesudah Aktivasi
Parameter

Tanpa Aktivasi

Luas Permukaan
(m2 /g)
Volume Pori
(cc/g)
Diameter Pori
(Å)

H3 PO4

12,02

0,25 M
7,73

1M
4,66

0,03

0,02

0,01

87,62

104,74

86,17

Dari Tabel 3 terlihat bahwa luas permukaan dan volume pori sebelum teraktivas i
lebih besar daripada setelah teraktivasi. Namun, diameter pori pada clay yang teraktivas i
H3 PO 4 0,25 M meningkat cukup besar. Hal ini dikarenakan ukuran diameter volume yang
semakin besar akan menyebabkan jumlah pori semakin sedikit sehingga luas permukaan
semakin kecil.
Kualitas Awal Smooth Fluid 05
Tabel 4. Kualitas Awal Smooth Fluid 05
Parameter Analisa
Viskositas 40ºC (cSt)

Aromatik
(%)
10,75

3,374

Densitas
(g/cm3 )
0,82

Sumber: PT. Pertamina (Persero)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kandungan PAH yang ada di dalam SF-05
adalah sebesar 10,75%. Kandungan PAH ini dapat mencemari lingkungan karena bersifat
toksik (Lamichhane, Bal Krishna and Sarukkalige, 2016). Kadar PAH dapat diturunka n
dengan clay treatment .
Tabel 5. Kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon pada Smooth Fluid 05
Setelah Clay Treatment
Kandungan PAH (%)
Teraktivasi H3 PO4
Tanpa Aktivasi
0,25 M
1M
7,86
14,79
6,12
38,71
8,91
8,99

Kecepatan Pengadukan

300 rpm 1 jam
300 rpm 2 jam

500 rpm 1 jam
500 rpm 2 jam

27,69
32,49

5,43
7,48

5,42
6,78

Tabel 5 menunjukkan hasil adsorpsi dengan clay treatment dapat menurunkan kadar
PAH dalam SF-05. Penurunan kadar PAH pada SF-05 yang paling optimal pada proses
adsorpsi clay tanpa aktivasi adalah pada kecepatan pengadukan 300 rpm selama 1 jam
dengan kadar 7,86%. Penurunan kadar PAH yang paling optimal pada proses adsorpsi clay
teraktivasi adalah pada kecepatan pengadukan 500 rpm selama 1 jam menggunakan clay
teraktivasi H3 PO4 1 M dengan kadar 5,42%. Kadar yang diperoleh pada proses adsorpsi
dengan menggunakan clay teraktivasi lebih kecil daripada dengan clay tanpa aktivasi. Hal
ini diduga karena clay yang belum teraktivasi memiliki aktivitas yang tidak cukup tinggi
dan terlalu banyaknya pengotor yang menutupi luas permukaan clay (Suarya, 2012).
Penggunaan clay teraktivasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
kadar PAH pada SF-05. Aktivasi perlakuan asam memiliki kemampuan mendealumina s i
yang lebih baik dibandingkan dengan aktivasi tanpa perlakuan asam (Moharya, 2014). Ion
H+ akan memutuskan ikatan atom Al yang berada pada kerangka clay dan akan menyerang
atom oksigen yang terikat pada atom Si dan Al (Hamdan, 1992). Pemutusan ion Al3+ dapat
menaikkan perbandingan SiO 2 dan Al2 O3 pada clay sehingga kadar Al3+ dalam clay akan
menurun (terdealuminasi). Namun pada penelitian ini proses dealuminasi tidak berlangsung
dengan baik, karena seperti yang terlihat pada Tabel 2 ion Al3+ tidak berkurangsehingga
tidak semua ion-ion pada clay terjadi pertukaran ion (Vinal & Craig, 1999).
Berikut contoh mekanisme dealuminasi :

Gambar 1. Mekanisme dealuminasi dengan H3 PO 4

Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Adsorpsi PAH pada SF-05

Kadar PAH (%)

50
40

tanpa aktivasi (1
jam)

30

20
10

tanpa aktivasi (2
jam)

0
300

500

Kecepatan Pengadukan (rpm)

Gambar 2. Grafik Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kadar PAH pada
SF-05
Gambar 2 menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan pada proses adsorpsi baik
dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi memberikan pengaruh pada penurunan kadar
PAH. Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena bila pengadukan
terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu
cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal
(Syauqiah, Amalia and Kartini, 2011). Kecepatan pengadukan yang terlalu lambat juga
menyebabkan kapasitas adsorpsi semakin kecil sehingga kadar PAH yang terserap hanya
sedikit. Namun, kecepatan pengadukan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan PAH yang
telah teradsorpsi mengalami desorpsi karena PAH yang telah terserap, terlepas kembali
(Motta, et al 2014 dalam Haryanto, dkk 2016). Selain itu, adsorbat yang terlepas kembali
diduga karena ikatan yang kurang stabil antara adsorbat yang telah terserap dengan adsorben
(Hidayah, Deviyani and Wicakso, 2012). Selain itu adsorpsi fisik terjadi terutama karena
adanya gaya Van der Waals yaitu apabila gaya tarik antar molekul zat terlarut dengan
adsorben lebih besar dari pada gaya tarik antara molekul dengan pelarutnya maka zat terlarut
tersebut akan diadsorpsi. Ikatan tersebut sangat lemah, sehingga mudah untuk diputuskan
apabila proses pengadukan terlalu cepat (Indah, Sari and Wijayanti, 2016).

Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Adsorpsi PAH pada SF-05

Kadar PAH (%)

50,00
300 rpm tanpa
aktivasi

40,00
30,00

500 rpm tanpa
aktivasi

20,00
10,00

300 rpm teraktivasi
H3PO4 0,25 M

0,00
1

2

Waktu Pengadukan (jam)

500 rpm teraktivasi
H3PO4 0,25 M

Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Kadar PAH pada SF-05
Gambar 3 menunjukkan bahwa lama waktu pengadukan dapat mempengar uhi
proses adsorpsi karena dalam suatu proses adsorpsi, proses akan terus berlangsung selama
belum terjadi kesetimbangan. Semakin lama waktu pengadukan, memungkinkan proses
difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung dengan baik
(Hidayah, Deviyani and Wicakso, 2012). Dari Gambar 3 terlihat waktu optimal pada proses
adsorpsi dengan clay teraktivasi H3 PO4 baik dengan konsentrasi 0,25 M maupun 1 M
dengan kecepatan pengadukan 500 rpm adalah 1 jam. Pada waktu 2 jam, kadar PAH pada
SF-05 kembali meningkat. Hal ini dikarenakan banyaknya PAH yang terserap saling berjejal
dalam clay dan luas permukaan adsorben semakin berkurang yang menyebabkan clay tidak
mampu lagi menyerap PAH lagi sehingga PAH yang terserap terdesorpsi lagi ke dalam SF-

Viskositas (cSt)

05 (Irawan, Dahlan and Retno, 2012).

3,7
3,6
3,5
3,4
3,3
3,2
3,1
3

Tanpa Aktivasi
H3PO4 0,25 M
300
300
500
500
rpm 1 rpm 2 rpm 1 rpm 2
jam
jam
jam
jam

H3PO4 1M

Variasi Pengadukan

Gambar 4. Grafik Viskositas pada SF-05

Gambar 4 menunjukkan bahwa selisih viskositas sangat kecil, baik dengan adsorpsi
clay tanpa aktivasi maupun teraktivasi H3 PO 4 0,25 M dan 1 M. Pada Tabel 4 viskositas

kualitas awal SF-05 adalah 3,374 cSt. Jika dibandingkan dengan viskositas SF-05 setelah
adsorpsi, selisihnya sangat kecil. Sehingga proses adsorpsi dengan menggunakan clay tanpa
aktivasi dan teraktivasi H3 PO 4 0,25 dan 1 M tidak memberikan pengaruh yang berarti pada

Densitas (g/cm3)

viskositas SF-05.
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

Tanpa Aktivasi
H3PO4 0,25M
H3PO4 1M

300 rpm 300 rpm 500 rpm 500 rpm
1 jam
2 jam
1 jam
2 jam
Variasi Pengadukan

Gambar 5. Grafik Densitas pada SF-05
Gambar 5 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan densitas pada SF-05 setelah
adsorpsi baik dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi H3 PO4 0,25 dan 1 M. Nilai densitas
yang diperoleh setelah aktivasi masih sama seperti kualitas awal pada Tabel 1 yaitu 0,82
g/cm3 . Hal ini berarti proses adsorpsi dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi H3 PO 4 0,25
M dan 1 M tidak memberikan pengaruh pada densitas SF-05.
3. KESIMPULAN
Clay yang diaktivasi dengan H3 PO 4 0,25 M dan 1 M dapat menurunkan kadar PAH

pada Smooth Fluid 05, yaitu dari 10,75% menjadi 5,43% (H3 PO4 0,25 M) dan 5,42% pada
(H3 PO4 1 M) dengan kecepatan pengadukan 500 rpm dan lama waktu pengadukan 1 jam.
4. SARAN
Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji lebih lanjut pada clay
sebelum dan setelah teraktivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Acton, QA. 2012. Gases: Advances in Research and Application, 2011 . England: Scholarly
Edition. ISBN: 146492063X-9781464920639.
ASTM International (1993) ‘Standard Test Method for Density and Relative Density ( Specific
Gravity ) of Liquids by’, 14(May), pp. 1–5. doi: 10.1520/D1217-12.
ASTM International (2007) ‘Surface Area of Catalysts and Catalyst Carriers 1’, Annual Book
of ASTM Standards, i, pp. 9–13. doi: 10.1520/D3663-03R08.2.
ASTM International (2010a) ‘Elemental Content of Polyolefins by Wavelength Dispersive Xray Fluorescence Spectrometry’, Annual Book of ASTM Standards, doi:
10.1520/D6247-10.
ASTM International (2010b) ‘Standard Test Method for Kinematic Viscosity of Transparent
and Opaque Liquids ( and Calculation of Dynamic Viscosity ) 1’, Annual Book of ASTM
Standards, i(C), pp. 1–10. doi: 10.1520/D0445-11A.In.
ASTM International (2012a) ‘Standard Practice for Optimization , Sample Handling ,
Calibration , and Validation of X-ray Fluorescence Spectrometry Methods for
Elemental Analysis of Petroleum Products and Lubricants 1’, Annual Book of ASTM
Standards, i(September 2007), pp. 1–7. doi: 10.1520/D7343-07.This.
ASTM International (2012b) ‘Standard Test Method for Determination of Relative X-ray
Diffraction Intensities of’, Annual Book of ASTM Standards, i(Reapproved 2008), pp.
1–7. doi: 10.1520/D3906-03R08.2.
ASTM International (2015a) ‘Standard Guide for X-Ray Fluorescence (XRF) Spectroscopy of
Pigments and’, Annual Book of ASTM Standards, 93(Reapproved), pp. 1–2. doi:
10.1520/D5381-93R09.2.
ASTM International (2015b) ‘Standard Test Method for Determination of Relative
Crystallinity of Zeolite ZSM-5 by’, Annual Book of ASTM Standards, 1(Reapproved
2011), pp. 6–9. doi: 10.1520/D5758-01R11E01.2.
Budhiarto, A. (2008) ‘Buku Pintar Migas Indonesia’, Engineering, pp. 1–30.
Elystia, S., & Kurniati, R. I. (2014). Menggunakan Tanah Lempung Dengan Metoda,
(September), 69–77.
Farid, R., 2011. “Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi di PT Cevron
Pasific Indonesia Duri” dalam: Rismayani, L. 2014. Optimasi Formula dan Pengujian
Sifat Fisik Oil Based Mud Drilling . Bogor: Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Hamdan, H. (1992). Introduction to zeolit esynthesis, characterization and modifications .
Universiti Teknologi Malaysia.
Hidayah, N., Deviyani, E. and Wicakso, D. (2012) ‘Adsorpsi Logam Besi ( Fe ) Sungai Barito
Menggunakan Adsorben Dari Batang Pisang’, Konversi, 1(1), pp. 19–26.
Indah, T., Sari, W., & Wijayanti, H. (2016). Pengaruh Metode Aktivasi Pada Kemampuan
Kaolin Sebagai Adsorben Besi ( Fe ) Air Sumur Garuda, 5(2), 20–25.

Irawan, C., Dahlan, B. and Retno, N. (2012) ‘Pengaruh Massa Adsorben, Lama Kontak Dan
Aktivasi Adsorben Menggunakan HCl Terhadap Efektivitas Penurunan Logam Berat
(Fe)Dengan Menggunakan Abu Layang Sebagai Adsorben’, Jurnal Teknologi Terpadu ,
3(2), pp. 107–117.
Lamichhane, S., Bal Krishna, K. C. and Sarukkalige, R. (2016) ‘Polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAHs) removal by sorption: A review’, Chemosphere. Elsevier Ltd, 148,
pp. 336–353. doi: 10.1016/j.chemosphere.2016.01.036.
Lemic, J. et al. (2007) ‘Competitive adsorption of polycyclic aromatic hydrocarbons on
organo-zeolites’, Microporous and Mesoporous Materials, 105(3), pp. 317–323. doi:
10.1016/j.micromeso.2007.04.014.
Lukitaningsih, E., Sulistyo, B. and Neogrohati, S. (2001) ‘Analysis of polycyclic aromatic
hydrocarbons in some meat products’, Majalah Farmasi Indonesia , 12(3), pp. 103–108.
Mara, I. M. and Kurniawan, A. (2015) ‘Analisa Pemurnian Minyak Pelumas Bekas Dengan
Metode Jurusan Teknik Mesin , Fakultas Teknik , Universitas Mataram Jalan Majapahit
No . 62 Mataram – NTB’, Dinamika Teknik Mesin , 5(2), pp. 106–112.
Moharya, N. A. (2014). Aktivasi dan Impregnasi Logam Nikel-Molibdenum Terhadap Sifat
Fisika-Kimia Zeolit Alam. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Motta., et al. 2014. “Study of electrofloation method for threatment of waste water ” dalam:
Haryanto, Bode., 2016. Kajian Kemampuan Adsorpsi Batang Jagung (Zea mays.)
Terhadap Ion Logam (Cd2+ ). Medan: Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
Pertamina. (2012). Smooth Fluid 05. Retrieved September 13, 2017, from
http://www.pertamina.com/en/our-business/downstream/marketing-andtrading/product-and-service/business-solution/petrochemical/chemicals/smooth-fluid05/
Rubiandini, R., dkk. 2005. “Oil Based Baru Buatan Dalam Negeri Yang Tidak Bersifat Toksis
Untuk Lumpur Berbahan Dasar Minyak (OBM)” dalam: Rismayani, L. 2014. Optimasi
Formula dan Pengujian Sifat Fisik Oil Based Mud Drilling . Bogor: Kimia, Institut
Pertanian Bogor.
Ruslan, Hardi, J. and Mirzan, M. (2017) ‘Sintesis dan Karakterisasi Katalis Lempung Terpilar
Zirkonia Tersulfatasi sebagai Katalis Perengkah’, in. Yogyakarta: Prosiding Seminar
Nasional Kimia UNY 2017, pp. 183–188.
Shell Method Series (2008) ‘Determination of Aromatic Hydrocarbon Content of Hydrocarbon
Solvents (Ultaviolet Spectrophotometric Method)’, Shell Global Solutions
International B.V, pp. 1–9.
Sinta, I. N., Suarya, P. and Santi, S. R. (2015) ‘Adsorpsi Ion Fosfat oleh Lempung Teraktivas i
Asam Sulfat (H2SO4)’, Jurnal Kimia , 2, pp. 217–225.
Suarya, P. (2012) ‘Karakterisasi Adsorben Komposit Aluminium Oksida pada Lempung
Teraktivasi Asam’, Jurnal Kimia , (7222), pp. 101–109.

Suhascaryo, N., Rubiandini, R., and Handayani, SR. 2001. “Studi Laboratorium Aditif
Temperatur Tinggi Terhadap Sifat-Sifat Rheologi Lumpur Pemboran Pada Kondisi
Dinamis” dalam: Rismayani, L. 2014. Optimasi Formula dan Pengujian Sifat Fisik Oil
Based Mud Drilling . Bogor: Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Syauqiah, I., Amalia, M. and Kartini, H. A. (2011) ‘Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan
Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan Arang Aktif’, Info
Teknik, 12(1), pp. 11–20.
Vinal & Craig. (1999). The Viscosity of Sulfuric Acid Solution Use for Battery Electrolytes .

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Khutbah Washil bin Atho' wa ma fiha minal asalib al-insyaiyah al-thalabiyah : dirasah tahliliyah

3 67 62

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53