Kebijakan BNP2TKI dalam Menangani Human

Kebijakan BNP2TKI dalam Menangani Human Trafficking
dari Indonesia Ke Malaysia Periode 2015 – 2016
Insan Harapan Harahap1
Nurfauziah2

Abstract
The matter about Indonesian labor abroad is like an unending water spring. The most
common case, especially Indonesian worker who work in Malaysia are human trafficking,
abuse, servitude, unpaid salary, till imprisonment. In this research, the writer trying to
analyze the causes of human trafficking, also the policy of BNP2TKI to protect Indonesian
labor in Malaysia. Data and information used in this research comprising of study
documents or literature review and interview with head of BNP2TKI supervision and head
of BNP2TKI protection. The result of this research revealed that the main cause of human
trafficiking are the lack of supervision over the recruitment agencies and there are many
institutions issuing recruitment license. In order to minimize those human trafficiking case,
BNP2TKI have impleneted various policies, such as socialization to the agencies,
Indonesian labor jobinfo, Protection before, during and after the years of service, establish
cooperation with Indonesian IOM and Malaysian IOM also reporting PPTKIS and
suspicious agencies to the police.
Keywords: labor, human trafficiking.


PENDAHULUAN
Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan salah satu solusi
dalam mengurangi masalah pengangguran di Indonesia. Bekerja di luar negeri akan
menjadi salah satu alternatif untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Oleh karena
itu, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri menjadi agenda penting bagi Indonesia, selama
masih belum tersedia kesempatan kerja yang cukup di dalam negeri.
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu
maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam
aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan
masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan
ekonomi dan merupakan sumberdaya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa
dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta minimnya
kesempatan kerja yang tersedia.
Kondisi perekonomian yang kurang menarik di negaranya sendiri dan penghasilan
yang cukup besar apabila bekerja di luar negeri, menjadi pemicu terjadinya mobilitas
tenaga kerja secara internasional, khususnya dengan negara tujuan Malaysia karena dalam
segi bahasa hampir sama seperti di Indonesia. Aspek perlindungan terhadap penempatan
tenaga kerja di luar negeri sangat terkait pada sistem pengelolaan dan pengaturan yang
dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar
1

2

Penulis adalah dosen Kebijakan Publik Universitas Bakrie
Penulis adalah alumni Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie

1

negeri khusunya BNP2TKI. Untuk langkah penempatan tenaga kerja di luar negeri,
Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui 3 (tiga) fase tanggung jawab penempatan
yakni fase pra penempatan, selama penempatan, dan purna penempatan.
Tabel di bawah ini adalah 15 provinsi asal pengirim TKI paling tinggi di Indonesia
pada tahun 2015-2016.
Tabel 1. Asal TKI Berdasarkan Provinsi Periode 2015-2016
No Provinsi
2015
2016
1 Jawa Barat
63.063
51.047
2 Jawa Tengah

57.078
49.512
3 Jawa Timur
48.913
43.135
4 Nusa Tenggara Barat
51.743
40.415
5 Lampung
16.109
16.049
6 Sumatera Utara
12.054
14.137
7 Banten
4.270
2.684
8 Bali
4.869
3.258

9 DKI Jakarta
1.212
811
10 Sulawesi Selatan
2.348
904
11 Nusa Tenggara Timur
3.307
2.357
12 Kalimantan Barat
2.231
1.834
13 DI Yogyakarata
1.856
1.428
14 Sumatera Selatan
1.410
1.580
15 Kepulauan Riau
804

1.068
Sumber : Lakip BNP2TKI, 2015-2016
Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri telah diatur melalui UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri. Pada konsideran menimbang huruf c, d, dan e, disebutkan bahwa
tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia,
termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan,
kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi
manusia.
Berbagai permasalahan yang menimpa TKI di luar negeri seperti mata air yang terus
mengalir yang tak ada habisnya. Permasalahan yang sering dialami mulai dari tidak
dibayarkannya gaji, tindak kekerasan, kekerasan seksual, hingga ratusan TKI yang
terancam hukuman mati di luar negeri. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan masyarakat
tentang kinerja pemerintah dan lembaga negara dalam melindungi warga negaranya di luar
negeri. TKI kerap menjadi korban dan sasaran pungli bagi para pejabat dan agen TKI
dengan modus penerbitan surat keputusan ganda terkait uang pungutan kepada negara,
padahal para TKI merupakan pahlawan devisa negara. Untuk tahun 2012 saja, devisa dari
TKI mencapai 7 miliar dollar AS (Faisal Basri: 2007).
Oleh karena itu, negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya
yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak,
demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti

perdagangan 3 manusia. Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga
kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya
dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan
2

perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan nasional.
Untuk memperkecil problema yang dihadapi para tenaga kerja di luar negeri serta
melindungi harkat dan martabat tenaga kerja tersebut maka pengaturan tentang
penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 merupakan jalan keluar, Pemerintah telah membentuk Balai Pelayanan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Balai tersebut diatur
dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Dalam menjalankan visi dan misinya BNP2TKI bekerjasama dengan International
Organization for Migation (IOM) suatu organisasi internasional yang bergerak di bidang
migrasi yang memberikan perhatian khusus terhadap human trafficking TKI di Malaysia.
Kerjasama BNP2TKI dengan IOM ini ditandai dengan Memorandum of Understanding
(MOU) yang ditandatangani pada tanggal 21 Desember 2012 dan mulai diberlakukan 1

Januari 2013 oleh kedua belah pihak. Kerjasama tersebut memiliki 5 agenda, yaitu a)
Monitoring of recruitment market yang dilakukan melalui bimbingan teknis petugas
pemetaan potensi Calon TKI, b) Labour market research yang dilakukan melalui
bimbingan teknis monitoring permintaan pasar kerja, c) Information campaign on safe
migration yang dilaksanakan melalui sosialisasi di 30 lokasi daerah pengirim TKI, e)
Predeparture service yang dilaksanakan melalui bimbingan teknis, dan f) Migrant
resource service yang dilaksanakan melalui penelitian dan/pembentukan pusat pelayanan
TKI (BNP2TKI, 2013).
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengeluarkan kebijakan yang
mengatur TKI, yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep104A/Men/2002 tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri. Menurut kebijakan ini, TKI
adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur
penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke
luar negeri. Apabila tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut
nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja dan dapat dikategorikan
sebagai TKI ilegal, karena datang ke negara tujuan tidak melalui prosedur penempatan
TKI yang benar.
Permasalahan TKI ilegal juga menjadi tantangan besar BNP2TKI dari dulu hingga
sekarang. Negara Malaysia telah beberapa kali melakukan razia besar-besaran terhadap
TKI ilegal yang tinggal di negaranya. Setiap bulan, lebih dari seribu TKI dideportasi atau

dipulangkan dari Negara Bagian Sabah, Malaysia Timur ke Indonesia melalui Pelabuhan
Tawau, Malaysia, dan Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara. Informasi
yang dikutip dari media Sinar Harapan (2014) bahwa setiap Jumat, Malaysia
memulangkan TKI ilegal paling sedikit 150 orang. Sebagian besar TKI yang dipulangkan
tersebut tidak memiliki surat dan dokumen perjalanan antarnegara, izin kerja di Malaysia,
exit permit, dan melampaui masa berlaku izin yang diperkenankan dalam pasport.
Menurut data IOM dari tahun 2005 hingga 2014 menunjukan bahwa Indonesia
menjadi negara dengan korban tindak kejahatan human trafficking tertinggi berdasarkan
kewarganegaraan. Sedangkan Malaysia menjadi negara tujuan internasional dengan kasus
human trafficking tenaga kerja Indonesia terbanyak dan sebagian besar dialami oleh
perempuan dewasa (IOM Counter Trafficking, 2014).

3

Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi adalah gaji tidak dibayar, rekrut
ilegal, pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak kerja, adanya tindakan unsur kekerasan dan
pemaksaan hingga pasport atau dokumen lainnya ditahan, serta TKI tidak terdokumentasi.
Permasalahan-permasalahan di atas sangat kondusif untuk diakatakan sebagai kejahatan
human trafficking karena memenuhi unsur-unsur ancaman, penipuan, kecurangan,
penyiksaan, dan dilakukan untuk meraup keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Jenis eksploitasi yang paling banyak dialami para TKI adalah eksploitasi untuk
dijadikan sebagai pekerja seks atau pekerja paksa. Awalnya, para traffickers memberikan
umpan berupa tawaran bekerja di Malaysia dengan janji mendapatkan gaji yang besar,
namun setelah sampai di Malaysia mereka dipekerjakan tidak sesuai dengan apa yang
tercantum dalam kontrak kerja. Mereka tidak sadar ternyata telah di jual dari pihak satu ke
pihak lain untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks. Bahkan mereka dibebani hutang yang
sebenarnya tidak pernah mereka tahu. Alasannya hutang tersebut digunakan untuk
membayar biaya kebutuhan dan persyaratan keberangkatan mereka kepada perusahaan
yang memberangkatkan mereka. Akibatnya, untuk melunasi hutang, mereka terpaksa
melakukan pekerjaan yang disuruh oleh traffickers, seperti melayani ratusan hidung
belang. Begitu pula dengan TKI yang dieksploitasi menjadi pekerja paksa, mereka
dibebani hutang yang sebenarnya tidak pernah mereka lakukan. Mereka diminta untuk
bekerja 24 jam non stop. Gaji yang mereka dapatkan sangat kecil karena sudah dipotong
oleh para traffickers dengan dalih untuk membayar hutangnya. Bahkan banyak diantara
TKI yang diperkejakan secara paksa tanpa mendapatkan upah (Rosenberg, 2003:21).
Rumitnya permasalahan yang dialami TKI di luar negeri selalu menjadi beban dan
tanggung jawab BNP2TKI Indonesia dalam melindungi warga negaranya. BNP2TKI
sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah harus bertanggung jawab melindungi TKI
maupun calon TKI agar hak-haknya tidak dilanggar pada saat proses pra penempatan,
penempatan, hingga purna penempatan. Tujuan perlindungan adalah mengurangi berbagai

permasalahan-permasalahan yang mengindikasikan adanya tindak kejahatan human
trafficking khusus nya di Malaysia (Anna Sabhana Azmi, 2012).
Hal ini bukanlah murni dikarenakan kesalahan Pemerintah maupun lembaga negara
seperti BNP2TKI, tetapi juga kurangnya kesadaran para TKI yang tergoda iming-iming
para calo atau agen tidak resmi sehingga melakukan pelanggaran terhadap kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah dan PJTKI. Alasan penulis untuk memilih tema tentang
permasalahan TKI, terutama dalam kasus human trafficking yang terjadi di Malaysia
karena permasalahan TKI merupakan salah satu permasalahan yang sangat krusial dan
terus-menerus dialami bangsa Indonesia, disamping berbagai permasalahan lainnya.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah: a) apa yang menyebabkan terjadinya human trafficking dari Indonesia ke
Malaysia? Dan b) bagaimana kebijakan yang dilakukan BNP2TKI dalam menangani
human trafficking dari Indonesia ke Malyasia?
PEMBAHASAN
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
merupakan amanah dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, khususnya pasal 94 ayat (1) dan (2). Atas dasar
tersebut terbit Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Pembentukan BNP2TKI
yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat
4


terkait pelayanan TKI, antara lain: Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian,
Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.
Tujuan dibentuknya BNP2TKI adalah: a) terwujudnya TKI yang profesional, bermartabat
dan sejahtera; dan b) mengarustamaan tata kelola pemerintahan yang baik.
BNP2TKI bukan hanya satu–satunya lembaga yang menangani kasus human
trafficking TKI, tetapi juga ada beberapa instasi yang terkait. Dalam kasus human
trafficking, pihak kepolisian yang selanjunya akan bertindak untuk memproses kasus
human trafficking. BNP2TKI hanya bertindah sebagai perlindungan TKI dan pencegahan
terjadinya human trafficking. Kenyataannya BNP2TKI belum dapat bertindak secara
maksimal untuk mencegah terjadinya human trafficking. BNP2TKI mengaku belum
mampu meminimalisir terjadinya human trafficking karena dibutuhkan proses sosialisasi
kepada para TKI jauh sebelum para TKI masuk fase Pra Penempatan. (BNP2TKI, 2016).
A.

Penyebab Terjadinya Human Trafficking dari Indonesia ke Malaysia

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengawasan
TKI lebih menonjolkan pengaturan penempatan daripada perlindungan TKI di luar negeri.
Artinya, yang ada dalam Undang-Undang lebih fokus pada penggunaan layanan
penempatan TKI ke luar negeri sebagai bagian dari mesin produksi penghasil devisa
melalui penerimaan remitansi dan pendapatan asli daerah.
Izin perekrutan TKI yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah sebagaimana dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 bisa memicu terjadinya pengabaian terhadap
keberadaan dan keselamatan calon TKI selama masa pra penempatan dan penempatan.
Selain itu, kebiasaan masyarakat yang sangat percaya bahwa orang lain akan menolong
dan memperhatikan persoalan mereka telah membuat ketergantungan baru terhadap agen
perekrut. Akibatnya, tidak ada pengecekan lebih lanjut tentang surat ijin rekrut resmi yang
dimiliki oleh agen yang bersangkutan.
Oleh karena itu, perlu ada kesepakatan bersama antara lembaga yang melayani
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri tentang ijin rekrut ini. Ijin rekrut yang
terpusat dan diawasi oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat, bisa mencegah
terjadinya trafficking.
Implementasi di lapangan, perekrutan yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang terdaftar di
Disnaker, ternyata direkrut oleh agen, yang kemudian langsung dibawa ke PPTKIS yang
membutuhkan. Seringkali agen ini bekerja secara freelance untuk beberapa PPTKIS, atau
dengan kata lain tidak terikat kepada PPTKIS tunggal sebagaimana syarat kedua peraturan
ini (pasal 37 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003). Bahkan, Informasi yang diperlukan
calon TKI sangat jarang berasal dari PPTKIS atau Disnaker setempat. Sebagian besar
informasi bersumber dari teman, keluarga, bahkan perantara/calo. Akibatnya, mereka
mendapat informasi yang kurang akurat sehingga dengan mudah menjadi korban penipuan.
Ini menunjukkan adanya persoalan literasi hukum dan hak asasi manusia serta relasi yang
bersangkutan dalam keluarga (Dian Noeswantari, dkk; 2011). Para calo tidak terlibat
dalam pengurusan dokumen, tugasnya hanya merekrut/mencari calon TKI. Seluruh
dokumen diurus oleh agen Indonesia, dengan cara mengubah identitas baru, yaitu nama
dibuat modern, usia ditambah/dikurangi, nama daerah asal, agama dan kepercayaan
disesuaikan dengan permintaan pasar. Pada saat pemberangkatan dilakukan melalui jalur
darat dan di seberang telah menunggu agen Malaysia (Redatin Parwadi; 2012).

5

Dalam pra penempatan, banyak dijumpai TKI yang tidak bisa baca dan tulis, hanya
mengerti dan paham bahasa Melayu, serta pendidikan lulusan SD. Kondisi tersebut salah
satu pemicu trafficking, karena tidak memiliki akses terhadap informasi dan pengetahuan
yang dibutuhkan untuk bekerja di luar negeri. Para TKI hanya mengetahui bahwa mereka
menandatangani banyak surat dalam waktu bersamaan, namun tidak mengerti isi yang
ditandatangani. Mereka juga tidak mendapatkan penjelasan yang memadai tentang isi surat
yang ditandatangani.
Untuk kelengkapan dokumen identitas diri yang dibutuhkan dalam bermigrasi,
seringkali terjadi pemalsuan dokumen, baik data maupun tandatangan. Banyak calon TKI
memiliki data yang dipalsukan, terutama jika PPTKIS yang bersangkutan berada jauh di
luar kota. Pemalsuan yang sering terjadi adalah status pernikahan, usia, dan surat ijin
keluarga. Jenis pemalsuan ini sering terjadi karena relasi gender yang timpang. Seorang
TKI menuturkan bahwa ia dan teman-temannya mengubah status pernikahannya dari
menikah menjadi janda. Ini terjadi karena banyak majikan di negera jiran tidak mau
menerima pekerja yang masih terikat pernikahan. Pola relasi antara pihak PPTKIS yang
superior dan calon TKI yang inferior telah menjadikan hubungan relasi yang timpang.
Begitu juga relasi antara suami dan istri maupun anak dan orangtua/wali yang berkenaan
dengan surat ijin keluarga, sering terjadi pemalsuan.
Beberapa pemalsuan lain adalah tentang akta lahir dan sertifikat kompetensi kerja.
Pemalsuan jenis ini biasa dilakukan oleh profesional yang memang memiliki motif
kriminal. Pemalsuan usia dimulai dari mengurus surat keterangan dari desa dan/atau ketika
datang kepada agen perekrut. Pada usia anak-anak, seseorang masih labil dalam
mengambil keputusan sehingga mudah terombang-ambing. Praktek di lapangan juga
ditemukan adanya TKI yang tetap diberangkatkan meski tidak memiliki kelengkapan
dokumen, seperti sertifikat kompetensi. Ketika ditanyakan oleh majikan di negara tujuan,
para TKI jadi bingung dan tidak bisa menjawab.
Kurangnya pengawasan PPTKIS yang seharusnya memberikan fasilitas dan
perlakuan baik selama masa penampungan, justru tidak menghormati harkat dan martabat
manusia sehingga mengakibatkan munculnya konflik antar calon TKI, kekurangan asupan
gizi, tidak ada komunikasi dengan keluarga, pelecehan maupun serangan seksual. Artinya,
ada pengabaian dalam pelaksanaan proses bermigrasi untuk bekerja sehingga berdampak
terjadinya kasus TKI yang bermasalah.
Oleh karena itu, perlu meningkatkan kesadaran para pegawai BNP2TKI untuk
mencegah trafficking. Para TKI itu adalah warga negara Indonesia yang memiliki harkat
dan martabat sebagai manusia. Sebenarnya, selama tahap penempatan ini ada
kecenderungan terjadinya pelanggaran perjanjian kerja, terutama bagi TKI yang baru
pertama kali berangkat. Hal-hal demikian seharusnya bisa diantisipasi dengan adanya
keharusan perwakilan PPTKIS pengirim dan KBRI/KJRI di negara tujuan. BNP2TKI juga
seharusnya melakukan mediasi apabila terjadi pelanggaran perjanjian kerja dan
keberpihakan kepada TKI. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kuatnya stigma negatif
dan relasi yang timpang antara pihak yang superior dan yang dianggap inferior. Artinya,
TKI masih tetap dianggap sebagai pekerja rumah tangga, yang tegolong kelas rendahan,
jika dibandingkan dengan kelas majikan maupun kedua lembaga tersebut.
Berikut ini adalah tabel jumlah pengaduan TKI berdasarkan negara penempatan dari
tahun 2011 sampai dengan 2016.
Tabel 2. 10 Besar Pengaduan TKI berdasarkan Negara Penempatan 2011 s.d. 2016
6

No

Negara

2011

2012

2013

2014

2015

2016

Total

2.884

2.766

1.836

1.294

1.103

1.145

11.055

1

Saudi Arabia

2

Malaysia

387

613

723

886

1.994

1.535

6.138

3

Taiwan

161

204

345

277

274

442

1.703

4

United Arab Emirates

170

305

262

280

264

314

1.595

5

Syria

137

345

166

129

99

97

973

6

Jordan

253

282

188

132

70

47

972

7

Singapore

102

149

110

152

154

204

871

8

Oman

66

109

147

155

158

122

757

9

Qatar

59

94

189

126

93

75

636

10

Hong Kong

42

76

86

89

102

195

590

Sumber: LAKIP BNP2TKI 2015-2016
Dari tabel di atas, terlihat bahwa negara Malaysia merupakan negara kedua terbesar
yang memiliki masalah TKI, yang dibuktikan dengan adanya pengaduan TKI yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, hingga 1.535 pengaduan di tahun 2016.
B.

Kebijakan dan Upaya BNP2TKI dalam Menangani Human Trafficking dari
Indonesia ke Malaysia Tahun 2015-2016

Tahun 2016 merupakan tahun kedua Kabinet Kerja dan masa perjalanan RPJMN
2015–2019, dan tahun kedua pula pelaksanaan Rencana Strategis BNP2TKI 2015-2019,
dimana telah ditetapkan arah dan tujuan pembangunan penempatan dan perlindungan
tenaga kerja Indonesia. Terdapat 7 (tujuh) sasaran strategis utama berdasarkan pada tujuan
yang akan dicapai yaitu:
1) Meningkatnya pemanfaatan jobsinfo BNP2TKI dalam alur proses penempatan TKI.
2) Meningkatnya Penempatan TKLN memenuhi syarat kerja dan prosedur berbasis
Sistem P2TKI.
3) Meningkatnya Perlindungan sejak Pra, Selama, sampai dengan Pemulangan.
4) Meningkatnya CTKI/TKI Purna yang berwirausaha.
5) Pelayanan Terpadu, Profesional dan Bertanggungjawab, serta pengelolaan keuangan
yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
6) Citra terbaik untuk lembaga BNP2TKI.
7) Meningkatnya Kompetensi, Integritas APIP dan Penyelengaraan SPIP.
Berdasarkan 7 (tujuh) sasaran strategis utama ditetapkan 11 (sebelas) indikator
kinerja utama dengan 18 (delapan belas) sasaran strategis kegiatan dan 32 (tiga puluh dua)
indikator kinerja kegiatan guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Secara umum capaian
penyelenggaraan tatakelola pelayanan penempatan, pengawasan, dan perlindungan TKI
yang mudah, murah, cepat dan aman, sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 2015-2019
dan Renstra BNP2TKI 2015-2019 mengambarkan perkembangan yang baik, meskipun
beberapa indikator masih memerlukan kerja keras dan perhatian semua pihak, termasuk
Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, serta seluruh stakeholder dalam pelayanan
penempatan dan perlindungan TKI.

7

Terobosan yang telah dilakukan BNP2TKI dalam meningkatkan tata kelola
pelayanan penempatan dan perlindungan TKI adalah:
a) Melalui program poros sentra pelatihan dan pemberdayaan di daerah perbatasan
dengan layanan terintegrasi, telah diresmikan oleh Ibu Puan Maharani, Menteri
Koordinator Bidang PembangunanManusia dan Kebudayaan di Nunukan Kalimantan
Utara dan dilanjutkan di Entikong, Batam, dan Tanjung Pinang.
b) Mendorong akses permodalan untuk pemberangkatan TKI ke luar negeri melalui
Skema Baru KUR bagi TKI, dengan plafon kredit sebesar Rp 4 trilliun oleh BRI,
Mandiri, BNI, Sinarmas dan Maybank Indonesia.
c) Penguatan fungsi monitoring dan pengawasan dalam rangka meningkatkan
perlindungan TKI di luar negeri dengan mengembangkan sistem deteksi dini (early
warning system) dengan uji coba pada negara tujuan penempatan Hongkong.
Guna mengoptimalkan segenap sumberdaya dan meningkatkan kinerja BNP2TKI,
telah dilakukan upaya-upaya serta komitmen yang besar dari segenap jajaran BNP2TKI
untuk mewujudkan kinerja yang baik dan memuaskan segenap stakeholder khususnya
masyarakat pekerja migran. Langkah- langkah perbaikan yang telah dilakukan sebagai
berikut:
a) Pencegahan TKI Non Prosedural, dalam rangka pencegahan TKI non prosedural telah
dilakukan kerjasama dengan Bareskrim POLRI, integrasi rekomendasi paspor sebagai
tindak lanjut perjanjian kerjasama dengan Ditjen Imigrasi Kemkumham yang
memungkinkan tersaringnya setiap TKI yang berangkat dan melewati pemeriksaan
imigrasi. Kerjasama perlindungan dengan otoritas perbatasan dan penjagaan yang
ketat akan mengurangi penempatan TKI non prosedural.
b) Konsep Exit Strategy menuju Zero Informal. Penerapan moratorium diikuti dengan
langkah-langkah perbaikan dan antisipasi baik di dalam dan luar negeri, hal ini untuk
menghindari meningkatnya TKI yang berangkat secara non prosedural. Dalam kaitan
tersebut, disusun konsep exit strategy penyelesaian permasalahan TKI pasca kebijakan
pemerintah tentang moratorium penempatan ke Timur Tengah.
c) Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Keuangan CTKI/TKI, berupa peningkatan
kemampuan CTKI/TKI dalam pengelolaan keuangan melalui program literasi
keuangan di balai latihan kerja.
d) Penghentian Penempatan TKI Pelaut Perikanan, dilakukan dalam rangka pembenahan
untuk perlindungan TKI Pelaut Perikanan.
e) Penerapan e-KTKLN, sebagai tindak lanjut dari Permenaker Nomor 7 Tahun 2015
tentang e-KTKLN.
f) Pengembangan KUR TKI, sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap TKI,
Pemerintah telah memfasilitasi para CTKI/TKI dengan beberapa perbankan guna
mendapatkan kredit lunak. Kebijakan ini sudah dijalankan dengan realisasi 12.151
TKI dengan jumlah kredit sebanyak Rp 177.329.283.641.
g) Pemberdayaan TKI di Perbatasan, guna mengurangi dan mencegah penempatan TKI
non prosedural khususnya di daerah perbatasan, telah dikembangkan pemberdayaan
TKI di daerah perbatasan dalam bentuk pelatihan dan penyelesaian dokumen
penempatan guna bekerja di luar negeri.
h) Pembentukan Early Warning System, sebagai bentuk peningkatan pelayanan
perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, dikembangkan suatu bentuk
deteksi dini terhadap permasalahan TKI.
i) Pembayaran Non Tunai, sejalan dengan fasilitasi KUR TKI dengan melibatkan
perbankan, juga dikembangkan pembayaran non tunai menggunakan mekanisme
perbankan.
8

j)
k)
l)
m)
n)
o)

Membangun sistim akuntabilitas yang dapat memberikan informasi kinerja di
lingkungan BNP2TKI, dengan menggunakan teknologi informasi.
Merumuskan dan menetapkan kinerja utama yang SMART dengan indikator outcome
yang jelas dan mudah untuk diukur tingkat keberhasilannya.
Mengembangkan sistim informasi kinerja yang dapat memberikan data kinerja dari
semua unit layanan yang ada dilingkungan BNP2TKI.
Pembenahan insfratruktur pemerintah dalam mendorong layanan dan perlindungan
kepada TKI yang lebih baik.
Memperbaiki bisnis proses penempatan dan perlindungan TKI.
Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI.

Untuk mencapai visi BNP2TKI yaitu Terwujudnya TKI yang Profesional,
Bermartabat dan Sejahtera, sangat diperlukan koordinasi dan peningkatan kerjasama
dengan seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah serta seluruh stakeholder terkait
dalam penyelenggaraan tata kelola pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia (BNP2TKI, 2016)
Berikut ini adalah tabel arah kebijakan dan strategi BNP2TKI dalam memberikan
perlindungan dan pengawasan terhadap TKI.
Tabel 3. Arah Kebijakan dan Strategi BNP2TKI
Arah Kebijakan
Strategi
Meningkatkan tata kelola
1. Penguatan pelaksanaan registrasi pendaftaran CTKI
rekrutmen dan verifikasi dokumen
secara online di Dinas ketenagakerjaan Kab./Kota.
CTKI berbasis SISKOTKLN
2. Mengintegrasikan rekomendasi paspor oleh Dinas
ketenagakerjaan Kab/Kota dengan sistim penerbitan
paspor di Imigrasi secara online dalam SISKOTKLN.
3. Roadmap implementasi sertifikasi ISO dalam bisnis
modelproseslayanan TKI di Pusat dan Daerah.
Menyediakan Layanan Terpadu
1. Tersedianya roadmap implementasi pengembangan
Satu Pintu (LTSP) di
LTSP TKI di seluruh daerah asal TKI
BP3TKI/LP3TKI/P4TKI yang
2. Kesepakatan prinsip bersama K/L dan Kepala Daerah
didukung penuh Pemerintah
terkait menyangkut integrasi layanan TKI dalam LTSP
Daerah Prov./Kab./Kota
daerah berbasis SISKOTKLN
Peningkatan sosialisasi dan
1. Melakukan sosialisasi dan diseminasi informasi bekerja
diseminasi informasi bekerja di
di luar negeri secara benar dan aman yang menjangkau
luar negeri secara benar dan aman
wilayah dan masyarakat/lembaga secara luas.
yang menjangkau wilayah dan
2. Melakukan pembinaan dan pemberian sanksi dan rating
masyarakat/lembaga secara luas
lembaga penempatan dan lembaga pendukung
penempatan yang diumumkan ke publik secara
periodik.
Fasilitasi pengaduan yg mudah
1. Tersedianya crisis center yang mampu melayani
diakses/terjangkau oleh TKI,
pengaduan secara online dengan beragam tools
Responsif dan Solutif
2. Fasilitasi pengaduan yang diproses berbasis sistem
integrasi dengan K/L terkait/Perwakilan RI;
3. Mewujudkan Kinerja Penyelesaian Masalah Pengaduan
TKI sesuai dengan Service Level Aggrement (SOP)
yang dipublikasikan dalam website.
Langkah Deteksi Dini (early
1. Menghadirkan layanan langsung ke TKI di luar negeri
Warning Sistem) dan langkah
dengan Penyediaan Simcard yang ter-install dengan
cepat tanggap (immediate
beragam fitur layanan yaitu a. Fitur Layanan Pengaduan
response). Menegakkan hukum
berupa pengaduan kasus, klaimasuransi b. Fitur
secara optimal tehadap pelanggar
Layanan Darurat berupa emergency call, emergency
9

Arah Kebijakan
peraturan nasional terkait TKI.

aas

Dibentuknya tim Satgas khusus
antar Departemen
Adanya unit kerja di daerah
perbatasan

Strategi
SMS, Panic Button c. Fitur Keberadaan TKI berupa
Pencarian lokasi berdasarkan poisisi HP d d. . Fitur
Layanan Informasi berupa Pencarian alamat
perwakilan, prosedur pengaduan, profil Negara
penempatan, dll kesemuanya tanpa biaya
2. Tersedianya Aplikasi EWS yang bisa diakses secara
mudah oleh CTKI/TKI di seluruh negara penempatan.
3. Kerjasama dengan negara penempatan menyangkut hak
dan kewajiban penggunaan layanan sim card EWS.
4. Kerjasama dengan negara penempatan menyangkut
pelaksanaan seleksi dan monitoring kualitas
majikan/pengguna.
5. Terbangunya infrastruktur unit layanan komunitas di
negara penempatan yang mudah di akses TKI.
6. Tersedianya dan beroperasinya sistem monitoring TKI
di negara penempatan
Berkerjasama dengan imigrasi
Pos pelayanan para CTKI

Sumber: BNP2TKI
a) Kebijakan BNP2TKI Membangun Kerjasama dengan IOM
Dalam mewujudkan suatu perlindungan TKI di luar negeri, BNP2TKI bekerjasama
dengan IOM, suatu organisasi internasional yang bergerak dibidang migrasi untuk
menangani human trafficking TKI di Malaysia. Kerjasama BNP2TKI dengan IOM ini
ditandai dengan MOU tanggal 21 Desember 2012 dan mulai diberlakukan 1 Januari
2013 oleh kedua belah pihak. Judul MOU tersebut adalah “peningkatan kemampuan
penanganan migrasi tenaga kerja di Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Filipina untuk
dicontoh di negara-negara Kolombo lainnya”. Kerjasama tersebut memiliki 5 agenda
diantaranya adalah monitoring of recruitment market yang dilakukan melalui
bimbingan teknis petugas pemetaan potensi Calon TKI, labour market research yang
dilakukan melalui bimbingan teknis monitoring permintaan pasar kerja, information
campaign on safe migration yang dilaksanakan melalui sosialisasi di 30 lokasi daerah
pengirim TKI, predeparture service yang dilaksanakan melalui bimbingan teknis,
migrant resource service yang dilaksanakan melalui penelitian dan/pembentukan
pusat pelayanan TKI (BNP2TKI, 2013).
Bentuk pelaksanaan kerjasama BNP2TKI dan IOM dalam menangani human
trafficking TKI di Malaysia sama dengan penanganan human trafficking TKI di negara
lainnya. Di dalam MOU tersebut terdapat 3 proyek utama yaitu: pertama,
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam melaksanakan pemantauan terhadap
pelaksana penempatan atau rekrutmen dalam proses rekrutmen secara efektif. Hal ini
dilakukan dengan cara mengkaji kemampuan pemerintah untuk memantau proses
rekrutmen tenaga kerja, mengembangkan Prosedur Standart Operasional (PSO) dan
buku panduan pelatihan tentang proses rekrutmen tenaga kerja, melatih pemangku
kepentingan pemerintah terkait tentang pemantauan pengerah tenaga kerja.
Bentuk pelaksanaanya adalah pemberian pendidikan dan pelatihan bagi
BNP2TKI dalam rangka menanggulangi permasalahan kejahatan human trafficking.
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pelatihan untuk BNP2TKI, IOM bertindak sebagai
10

penyedia narasumber dan penyedia materi (BNP2TKI, 2015). Hasil kerjasama
BNP2TKI dan IOM juga menghasilkan Penerbitan buku komik yang berjudul
“Paduan Bekerja ke Luar Negeri secara Resmi dan Aman”, penerbitan buku “Bekerja
ke Luar Negeri secara Legal dan Aman”, membuat booklet “Panduan Negara
Penempatan untuk Para CTKI/TKI” (IOM, 2014). BNP2TKI dan IOM bekerjasama
untuk memantau proses rekruitmen dengan cara memberikan pengawasan untuk
perusahaan perekrut tenaga kerja. Adanya revisi modul Pembekalan Akhir
Pemberangkatan (PAP) dan buku paduan penempatan yang dilakukan oleh BNP2TKI
bersama dengan IOM (BNP2TKI, 2014).
Kedua, meningkatkan kemampuan negara-negara sasaran untuk menyesuaikan
permintaan tenaga kerja dengan persediaan tenaga kerja yang ada oleh badan penyalur
jasa tenaga kerja nasional maupun badan penempatan swasta yang terakreditasi dan
terpercaya. Dengan cara mengkaji kemampuan Direktorat Pemetaan dan Harmonisasi
Kompetensi BNP2TKI dalam bidang riset pasar kerja, mengembangkan modul
pelatihan tentang riset pasar kerja, melatih Direktorat Pemetaan dan Harmonisasi
Kompetensi BNP2TKI di bidang riset pasar kerja. Bentuk pelaksanaannya adalah riset
pasar tenaga kerja dilakukan melalui penelitian, penelitian tersebut dilakukan oleh
IOM lalu hasil penelitian tersebut di informasikan kepada direktorat pemetaan dan
harmonisasi BNP2TKI. IOM melakukan penelitian terkait peningkatan kualitas TKI
yang mengkaji tentang penempatan TKI prosedural dan juga tak berdokumen. Hasil
penelitian tersebut IOM mendapatkan peta yang jelas dan sesuai pada supply dan
demand tenaga kerja pada saat ini. Hal ini sangat membantu 2 direktorat baru
BNP2TKI yaitu Direktorat Pemetaan dan Harmonisasi (Nakernews, 2013).
Ketiga, meningkatkan penyebarluasan dan penyediaan informasi kepada calon
migran, migran yang sudah ada, dan masyarakat sumber migran mengenai proses
migrasi, lapangan kerja resmi, hak-hak mereka, dan risiko terhadap migrasi yang tidak
tertib, Hal ini dilakukan dengan cara melakukan studi kelayakan untuk pembentukan
Pusat Sumber Daya Migran di Indonesia, melakukan pembaruan dan peningkatan
layanan pra-kedatangan yang dilakukan BNP2TKI, melakukan kampanye peningkatan
kesadaran masyarakat tentang migrasi yang ama. (BNP2TKI, 2015).
Hasil kerjasama BNP2TKI dan IOM dalam menangani human trafficking bisa
dilihat pada saat pelaksanaan pemberdayaan korban trafficking di Desa Tracap
Wonosobo. Pemberdayaan tersebut berupa peresmian kampung dan koperasi TKI oleh
BNP2TKI dan IOM. IOM memberikan kambing dan ayam untuk beternak sedangkan
BNP2TKI memberikan dana sebesar 10 juta rupiah sebagai biaya untuk mendirikan
koperasi. Bantuan-bantuan tersebut adalah sebagai titik awal atau modal yang
diberikan oleh BNP2TKI dan IOM untuk dikembangkan oleh mereka dibawah binaan
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Wonosobo. Dari pemberian modal
kambing dan ayam mereka jadikan ternak, hasil dari ternak tersebut mereka
kembangkan untuk membudidayakan hewan lain seperti jamur. Sedangkan hasil dari
penjualan sembako di koperasi dikembangkan untuk membuat koperasi lagi.Selain
untuk pengembangan, hasil terebut juga masuk ke kantong penguruspengurusnya
(TKI), sehingga kegiatan-kegiatan yang ada di kampung TKI tersebut adalah kegiatankegiatan yang menghasilkan uang untuk mereka juga. Dengan adanya pemberdayaan
tersebut kini hidup mereka menjadi lebih sejahtera (Ajeng Ria Ayu Wulandari, 2016).
Selain bantuan pemberdayaan untuk para korban, BNP2TKI dengan IOM juga
memberikan sosialisasi dan kampanye mengenai cara bermigrasi yang benar dan
11

memberikan pengertian tentang human trafficking serta bahannya. Kampanye dan
sosialisasi yang diadakan di berbagai provinsi di Indonesia tersebut membawa dampak
yang baik untuk para korban. Mereka menjadi lebih memahami apa itu human
trafficking dan mengerti bagaimana prosedur untuk menjadi TKI legal. Selain itu
mereka juga menjadi waspada dan berhati-hati lagi jika ada tawaran untuk menjadi
TKI (Ajeng Ria Ayu Wulandari, 2016).
Kerjasama BNP2TKI dan IOM dalam menangani tindak kejahatan human
trafficking tenaga kerja Indonesia sudah berjalan, baik dalam bentuk informasi,
pelatihan, sosialisasi, kampanye, hingga bantuan pemberdayaan bagi korban human
trafficking (reintegrasi). Sehingga, dalam pelaksanaan kerjasama tersebut hampir tidak
ditemukan hambatan yang berarti. Namun tidak dipungkiri faktanya masih ditemukan
adanya sedikit kendala dari pelaksanaan kerjasama tersebut.Kendala yang muncul
menjadi sedikit penghambat bagi kerjasama antara BNP2TKI dan IOM. Pengahambat
kerjasama BNP2TKI dan IOM tersebut adalah waktu yang terbatas dalam setiap
pelatihan yang diselenggarakan mengakibatkan anggota BNP2TKI tidak sepenuhnya
paham tentang materi yang diberikan oleh narasumber. Hal tersebut dapat dilihat dari
contoh-contoh pemberian pelatihan dan sosialisasi yang diberikan IOM kepada
anggota BNP2TKI. Dimana pelatihan yang diberikan paling maksimal hanya dua hari.
Jika melihat dari aspek kejahatan human trafficking yang memiliki cakupan luas
(transnasional), diperlukan pemberian waktu yang cukup bagi BNP2TKI untuk
mengerti dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan kasus dan penanganan tindak
pidana tersebut.
b) Peranan IOM dalam Membantu TKI
Ditingkat internasional perlindungan terhadap buruh migran tertera di dalam Konvensi
Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota
Keluarganya (International Convention on the Protection of the Right of All Migrant
Workers and Members of Their Families), yang disahkan pada tanggal 18 Desember
1990. Konvensi ini menegaskan bahwa hak-hak buruh migran dan keluarganya harus
dihormati tanpa membedakan asal, agama dan ras. Hak-hak di sini mencakup hak
dasar sebagai tenaga kerja, kebebasan berekspresi dan berkomunikasi.
Jenis bantuan dan perlindungan yang dibutuhkan oleh para penyintas ini
beragam dan komprehensif, yang mana membutuhkan identifikasi yang teliti dan jenis
bantuan yang fleksibel. Ragam bantuan IOM meliputi:
a)
b)
c)
d)

Konseling psikologis
Medis dan kesehatan
Pendampingan hukum
Pemulangan dan bantuan reintegrasi berkelanjutan, seperti bantuan membangun
usaha kecil.

IOM memiliki strategi khusus mengenai keterlibatan dalam upaya membantu
TKI di Malaysia, IOM mengkombinasikan tiga pendekatan dalam strategi ini, yang
disebut strategi preventif, yaitu:
1) Meningkatkan kesadaran publik tentang prosedur migrasi aman melalui
kampanye informasi.
2) Memberikan jasa layanan informasi pra-keberangkatan bagi calon buruh migran
yang hendak berangkat.
3) Pemantauan proses perekrutan buruh migran.
12

Kemudian IOM melakukan kampanye informasi adalah strategi preventif utama
IOM, yang bertujuan untuk mepromosikan budaya migrasi yang aman di tingkat akar
rumput. Kampanye secara strategis menyasar bagian hulu dari pasar tenaga kerja,
dengan memberikan informasi yang tepat sasaran dan tepat waktu kepada masyarakat
luas tentang buruh migran dan risikonya.
Organisasi IOM bermitra dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, Kepolisian Republik Indonesia, pemerintahan
provinsi dan kabupaten dan sejumlah organisasi masyarakat, untuk mengembangkan
dan menyalurkan materi informasi dan pendidikan tentang migrasi yang aman.
c)

Strategi IOM Indonesia dalam Membantu TKI di Malaysia
Organisasi IOM memiliki strategi khusus dalam membantu TKI di Malaysia, dengan
mengkombinasikan tiga pendekatan yang disebut strategi preventif, yaitu:
1) Kampanye Kesadaran Publik.
Kampanye informasi adalah strategi preventif utama IOM, yang bertujuan untuk
mepromosikan dan memberikan informasi yang tepat sasaran dan tepat waktu
kepada masyarakat luas tentang buruh migran dan resikonya. Tahun 2014,
kampanye tentang Migrasi yang Aman dilakukan di 10 provinsi, dan sekarang
IOM sedang melakukan sejumlah inisiatif peningkatan kesadaran di provinsi
seperti Lampung dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mitra otoritas
setempat, serta pemimpin keagamaan dan adat.
2) Jasa Layanan Informasi Sebelum Keberangkatan.
Organisasi IOM bekerja sama dengan BNP2TKI dalam rangka pelayanan
informasi sebelum keberangkatan bagi para buruh migran. Kerjasama ini
mencakup revisi material pelatihan sebelum keberangkatan, pelatihan instruktur
BNP2TKI di 19 provinsi dan pengembangan booklet informasi tentang 10 negara
tujuan yang akan diberikan kepada para buruh migran sebelum keberangkatan.
Booklet tersebut berisikan informasi tentang adat budaya negara tujuan, kerangka
hukum, jasa perawatan dan lain sebagainya melengkapi materi informasi dan
pendidikan yang bersifat lebih umum yang dibagikan oleh IOM.
3) Pemantauan Rekrutmen Tenaga Kerja.
Buruh migran Indonesia sekitar 98% direkrut oleh perusahaan perekrutan tenaga
kerja, dan tingginya perdagangan manusia melalui saluran tenaga kerja migran,
IOM bekerja dengan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrsi
(Kemenakertrans) dan BNP2TKI untuk meningkatkan kapasitas pemerintah
dalam memantau perekrutan tenaga kerja. Termasuk mengevaluasi sistem yang
diterapkan, memberikan rekomendasi perbaikan, mengembangkan prosedur
operasi standar dan pelatihan, serta meningkatkan kapasitas pengawas
pemerintah. Memantau perusahaan perekrutan dan meningkatkan koordinasi antar
mitra, dalam memulangkannya ke daerah asal, dan memeberikan modal agar
dapat membuka usaha kecil. Bantuan IOM ini merupakan bantuan yang
berkelanjutan. penindak lanjutan laporan penyelewengan perekrutan tenaga kerja.
memberikan rujukan kasus untuk penyelidikan polisi sebagai contohnya. Dari
hasil MoU dan pendekatan IOM, organisasi IOM akan memberikan bantuan
terakhir kepada TKI yang menjadi korban Human Trafficking tersebut dengan
memulangkannya ke daerah asal, dan memeberikan modal agar dapat membuka
usaha kecil. Bantuan IOM ini merupakan bantuan yang berkelanjutan.
d) Peran IOM Malaysia dalam Membantu Pemulangan TKI
13

Dalam koordinasi dengan UNHCR, kedutaan negara pemukiman kembali, malaysian
Imigrasi Departemen dan kerjasama dengan pemerintah terkait lainnya. Organisasi
IOM telah mengatur kembalinya dengan sukarela migran yang terdampar lebih dari 20
negara, kemudian dikembalikannya korban perdagangan manusia ke negara asal
termasuk Kamboja, Indonesia, Mongolia, Myanmar dan Thailand. Dipastikan bahwa
imigran dibantu menerima dukungan yang mereka butuhkan untuk suksesnya
reintegrasi.
1) Memberikan Bantuan Media dan Kesehatan
Permintaan negara asal dan dengan izin dari Departemen Kesehatan Masyarakat
Malaysia, IOM melakukan pemeriksaan kesehatan semua pengungsi untuk
diterima menjadi pengungsi. Dokter yang bekerjasama dengan IOM melakukan
pemeriksaan fisik untuk menilai kesehatan pengungsi dan mengidentifikasi
kondisi medis sebelum keberangkatan atau pada saat kembali ke negara asal.
Pengungsi akan diberikan rontgen dada dan tes darah untuk mengidentifikasi
penyakit menular. Apabila dibutuhkan IOM dapat menyediakan pengawalan
medis. Diluar pemukiman pengungsi, IOM mencari informasi dengan
Departemen Kesehatan Malaysia terkait isu pengungsi dan kesehatan. Salah satu
isu tersebut yang memiliki implikasi kesehatan masyarakat bagi penduduk
Malaysia yang lebih luas, melibatkan pengobatan dan pencegahan penyakit
menular diantara populasi migran tidak berdokumen.
2) Bantuan Orientasi Budaya
Orientasi budaya IOM /Culture Orientation (CO) tim di Malaysia menyediakan
pembahasan untuk pengungsi yang ingin menuju Australia. Lebih dari 10.000
pengungsi telah menghadiri pembahasan mengenai orientasi budaya dari IOM
sejak tahun 2005. Pembahasan ini memiliki durasi 3-5 hari, berlangsung dalam
suatu lingkungan belajar interaktif, dan mencakup informasi penting bahwa
pengungsi perlu untuk integrasi yang sukses di negara tujuan. Topik yang dibahas
ialah tentang kesehatan, sistem hukum, transportasi dan bagaimana mendapatkan
pekerjaan. Pembelajaran khusus telah dikembangkan untuk anak-anak, keluarga,
remaja, dan orang tua. Balita dan bayi disediakan dengan tempat penitipan anak,
sementara orang tua mereka menghadiri pembahasan CO.
SIMPULAN
Terjadinya kasus human tarfficking yang dialami oleh TKI di Malaysia disebabkan oleh
banyaknya lembaga yang mengeluarkan ijin rekrut dan kurangnya pengawasan terhadap
cara kerja agen perekrut. Selain itu, mudahnya akses para CTKI ke negara tersebut karena
faktor kesamaan budaya dan bahasa anatara Indonesia dan Malaysia yang serumpun.
Sementara itu, peran BNP2TKI dalam kasus human trafficking hanya memberikan
pendampingan terhadap korban human trafficking, karena pengawasan TKI di Malaysia
merupakan wewenang dari pihak perwakilan Indonesia yang di Malaysia (KBRI).
Sedangkan pengawasan dan penindakan kasus human trafficking di Indonesia dilakukan
oleh Bareskrim hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Atas dasar kebijakan tersebut, BNP2TKI sebagai badan yang dibentuk untuk
mengelola TKI, tidak terlibat serta dalam pengawasan human trafficking yang terjadi pada
TKI non prosedural, termasuk TKI di Malaysia. Hal ini, sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri, dimana BNP2TKI hanya melakukan pengawasan TKI yang berangkat secara
14

prosedural (resmi). Selain itu, cara kerja masing-masing instasi terkait yang bertanggung
jawab terhadap TKI di luar negeri bekerja secara parsial, yaitu sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya. Padahal, semua instansi di atas memiliki tanggung jawab terhadap kasus
human trafficking.
Walaupun demikian, BNP2TKI telah melakukan berbagai upaya dan kebijakan
untuk mencegah terjadinya human trafficking terhadap TKI, seperti sosialisasi ke kantongkantong calon TKI, jobinfo TKI, meningkatkan perlindungan sejak pra, selama, sampai
dengan pemulangan, menjalin kerjasama dengan IOM Indonesia dan IOM Malaysia, serta
melaporkan PPTKIS dan agen yang disinyalir melakukan penyimpangan ke Bareskrim
Polri.

15

DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Anna Sabhana, (2012), Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaan
Kebijakan Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 20042010, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta.
BNP2TKI, (2016), Laporan Kinerja BNP2TKI Tahun 2016
Geerards, I.T., (2010), Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Vol 21 No. 4. Hal.
361-370. Tindakan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi dalam
Menangani Permasalahan TKI di Arab Saudi.
Irawaty, Tuti, (2011), Migrasi Internasional Perempuan Desa dan Pemanfaatan Remitan
di Desa Pusakajaya, Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Noeswantari, Dian, dkk., (2012), Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, Volume 24
No. 2, April–Juni 2011, halaman 162–175. Mencegah Trafficking Melalui
Prosedur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Redatin Parwadi, (2012), Jurnal Kebijakan Publik, Volume 3, Nomor 1, Maret 2012, hlm.
1-57
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Wulandari, Ajeng Ria Ayu, (2016), Journal of International Relations, Volume 2, Nomor
1, hal. 189-196. Kerjasama BNP2TKI dengan IOM dalam menangani Human
Trafficking tenaga kerja Indonesia di Malaysia periode 2011-2015
www.bnp2tki.go.id

16