BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Pembelajaran Talking Stick pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Semester 1

5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat para ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan
mempunyai pendapat yang beragam. Pembahasan ini berisi tentang metode
pembelajaran talking stick dan hasil belajar IPA.
2.1.1. Metode Pembelajaran Talking Stick
Metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh
guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Hal ini mendorong seorang guru untuk mencari metode yang tepat dalam
penyampaian materinya agar dapat diserap dengan baik oleh siswa.
2.1.1.1. Pengertian Metode Pembelajaran Talking Stick
Carol Locust (2006; dalam Hogan, 2007: 209) pernah berpendapat sebagai
berikut :
“The talking stick has been used for centuries by many Indian
tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick
was commonly used in council circles to decide who had the right
to speak. When matters of great concern would come before the

council, the leading elder would hold the talking stick, and begin
the discussion. When he would finish what he had to say, he would
hold out the talking stick, and whoever would speak after him
would take it. In this manner, the stick would be passed from one
individual to another until all who wanted to speak had done so.
The stick was then passed back to the elder for safe keeping.
Jadi, pada mulanya, talking stick (tongkat berbicara) adalah metode yang
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara
atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Kini
metode itu sudah digunakan sebagai metode pembelajaran ruang kelas.
Sebagaimana namanya, talking stick merupakan metode pembelajaran kelompok
dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu
wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi

6

pokoknya. Kegiatan ini diulang terus menerus sampai semua kelompok mendapat
giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam penerapan metode talking stick ini, guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Kelompok

dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, kecerdasan, persahabatan, atau
minat yang berbeda. Metode ini cocok digunakan untuk semua kelas dan semua
tingkatan umur.
2.1.1.1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Talking Stick
Menurut Huda (2013:225), langkah-langkah metode talking stick adalah
sebagai berikut :
a.

Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya + 20 cm.

b.

Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari
materi pelajaran.

c.

Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.


d.

Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,
guru mempersilahkan siswanya untuk menutup isi bacaan.

e.

Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa,
setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian siswa
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

f.

Guru memberi kesimpulan.

g.

Guru melakukan evaluasi/penilaian.


h.

Guru menutup pembelajaran.

Menurut Suprijono (2012:109), langkah-langkah metode talking stick
adalah sebagai berikut :
a.

Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari.

b.

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan
mempelajari materi tersebut.

c.

Guru meminta peserta didik menutup bukunya.

7


d.

Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat
tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang
menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru
demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik
lainnya, seyogianya diiringi musik.

e.

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi
terhadap materi yang telah dipelajarinya.

f.

Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta
didik.

g.


Guru bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.

Sedangkan menurut Ramadhan (2010), langkah-langkah metode talking
stick dapat dilakukan sebagai berikut.
a.

Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.

b.

Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.

c.

Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari
materi pelajaran.

d.


Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

e.

Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari
isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.

f.

Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota
kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok
yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru.

g.

Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota
kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.


h.

Guru memberikan kesimpulan.

i.

Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun
individu.

8

Berdasarkan 3 pendapat mengenai langkah-langkah metode talking stick,
gurulah yang menjadi fasilitator dalam jalannya pembelajaran. Semua langkahlangkah dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
a.

Guru menyiapkan tongkat.

b.


Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari.

c.

Guru membentuk kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang
siswa.

d.

Siswa dalam kelompok berdiskusi membahas masalah yang terdapat di
dalam wacana.

e.

Guru membagikan bacaan materi yang telah dipelajari.

f.

Siswa membaca materi yang telah dipelajari.


g.

Siswa menutup bacaannya.

h.

Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa.

i.

Siswa yang mendapatkan tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru.
Kegiatan ini dilakukan secara berulang hingga sebagian besar siswa
mendapat pertanyaan dari guru.

j.

Guru bersama siswa melakukan refleksi.

k.


Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan.

l.

Guru melakukan evaluasi.

2.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Talking Stick
Menurut Huda (2013: 225) metode talking stick mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya :
a.

Bermanfaat menguji kesiapan siswa.

b.

Melatih keterampilan siswa dalam membaca dan memahami materi
pembelajaran dengan cepat.

c.

Mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apapun.
Menurut Huda (2013: 225) metode talking stick juga memiliki

kekurangan, yaitu bagi siswa-siswa yang secara emosional belum terlatih untuk
bisa berbicara, metode ini kurang sesuai.

9

2.1.1.3. Solusi Kelemahan Metode Pembelajaran Talking Stick
Pada hakikatnya setiap model pembelajaran mempunyai kelemahan begitu
pula pada metode pembelajaran talking stick. Diperlukan suatu upaya dalam
mengatasi kelemahan metode ini agar pembelajaran metode ini dapat berjalan
secara maksimal. Guru sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran haruslah
mampu meminimalisir kelemahan metode pembelajaran talking stick dengan cara
: pada tahap pemberian pertanyaan dengan menggunakan tongkat, jika salah satu
tidak dapat menjawab maka guru harus memberikan pancingan jawaban agar
siswa tersebut mampu menemukan jawabannya.

2.1.2. Hasil Belajar
2.1.2.1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru pada akhir
kegiatan pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar
peserta didik.
Poerwanti (2008:1.37) mengungkapkan bahwa hasil belajar
merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran, untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru
diharuskan memberi kuantitas yang berupa angka-angka pada
kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak. Pengukuran hasil
belajar pada penelitian ini menggunakan teknik tes berupa soal-soal
tes hasil belajar yang harus dikerjakan oleh siswa yang akan
menghasilkan data kuantitatif tentang angka.
Dimyati dan Mudjiono (2002:36) mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Kemudian Mulyono
Abdurrahman (2009:37) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.
Berdasarkan pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru pada akhir kegiatan
pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar peserta
didik. Dengan demikian, hasil belajar diharapkan agar dapat membentuk pribadi
yang mau belajar dan mendapatkan nilai lebih baik lagi.

10

2.1.2.2. Kriteria Hasil Belajar
Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012: 50-51) mengartikan bahwa
evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat

pula

ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses
atau kemampuan

minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas

keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok atau
berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah
ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan penilaian.
Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedangkan
kriteria yang ditentukan setelah kegaiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan
pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan penilaian Acuan
Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan
evaluasi hasil belajar. Evaluasi proses belajar adalah evaluasi atau penilaian yang
dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi
hasil belajar adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses,
kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa yang dinyatakan dalam
skor dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Skor hasil belajar diperoleh dari
kegiatan proses belajar dan hasil tes yang telah dilakukan.

2.1.3. Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.3.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Trianto dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran
Terpadu, ia menyatakan bahwa :

11

“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris
“science”. Kata “science” sendiri berasaldari kata dalam ahasa
Latin “scientia” yang berarti saya tahu. “science” terdiri dari
social scientes (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science
(Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, dalam perkembangannya
science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang
pas dan bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri,
1998: 299 dalam Trianto, 2010: 136).“
2.1.3.2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Prihantoro dkk, 1986 (dalam Trianto, 2010: 137) mengatakan
bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan
bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan
untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk
sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat
memberi kemudahan bagi kehidupan.
Menurut Sutrisno dkk, (2007: 1.29) IPA merupakan salah satu dari banyak
jenis ilmu pengetahuan, mempunyai tiga aspek yaitu sebagai proses, sebagai
prosedur dan sebagai produk.
a)

IPA sebagai proses
Memahami IPA berarti memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta

dan

memahami

bagaimana

menghubungkan

fakta-fakta

untuk

menginterpretasikannya. Para ilmuan mempergunakan berbagai prosedur empirik
dan analitik dalam usaha mereka untuk memahami alam semesta ini. Prosedurprosedur tersebut disebut proses ilmiah atau proses sains.
b)

IPA sebagai prosedur
Yang dimaksud IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang

dipakai untuk mengetahui sesuatu atau penelitian pada umumnya yang lazim
disebut metode ilmiah

12

c)

IPA sebagai produk
IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang berupa pengetahuan

yang diajarkan dalam sekolah maupun luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk
penyebaran pengetahuan.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (Depdiknas, 2003: 2 dalam dalam Trianto, 2010: 138) adalah sebagai
berikut:
a.

Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b.

Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.

c.

Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi.

d.

Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Hakekat IPA meliputi IPA sebagai proses yaitu proses yang dipergunakan

untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk
sains, IPA sebagai prosedur yaitu metodologi yang dipakai untuk mengetahiu
sesuatu atau penelitian, dan IPA sebagai produk maksudnya adalah hasil dari
proses berupa pengetahuan, sekumpulan konsep-konsep dan fakta.

2.1.3.3. Pembelajaran IPA di SD
Menurut Standar Isi SD/MI Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut

dalam

menerapkannya

di

dalam

kehidupan

sehari-hari.

Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

13

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.

2.1.3.4. Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD
Menurut Standar Isi, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a.

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

b.

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat

d.

Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan

e.

Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam

14

f.

Meningkatkan

kesadaran

untuk

menghargai

alam

dan

segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
g.

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.3.5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD
Menurut Standar Isi, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI
meliputi aspek-aspek berikut.
a.

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

b.

Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

c.

Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana

d.

Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.

2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu telah dilakukan, salah satunya dilakukan oleh
Cornelia Wita Maha Putri pada tahun 2014 dengan menerapkan metode talking
stick untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran talking Stick dapat
meningkatkan hasil belajar IPA yaitu ditunjukkan dari nilai rata-rata pra siklus
58,79 dengan ketuntasan 0% meningkat pada siklus I yaitu 65,31 dengan
ketuntasan 48,2 % dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 88,93 dengan
ketuntasan 100%.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Prima Hanida pada tahun 2014
dengan menerapkan metode talking stick untuk meningkatkan hasil belajar siswa
kelas 5 SD. Hasil yang di peroleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan
hasil belajar IPA dari tiap siklus pada pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran talking stick. Hal ini ditunjukan oleh skor rata-rata pada pra siklus
sebesar 62.9 dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 40, skor rata-rata pada

15

siklus 1 adalah 75.1 dengan skor tertinggi 98 dan skor terendah 50, sedangkan
skor rata-rata pada siklus II adalah 80.8 dengan skor tertinggi 100 dan skor
terendah 58. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 9 dari 21 siswa
yaitu sebesar 47%. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajardapat dicapai oleh
17 dari 21 siswa yaitu sebesar 81%, pada siklus II ketuntasan belajar dapat dicapai
oleh 20 dari 21 siswa yaitu sebesar 95%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil
belajar IPA.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Atik Lestari pada tahun 2011 dengan
menerapkan talking stick dalam upaya meningkatkan pembelajaran IPA kelas 4
SD. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil
belajar dari tiap siklus pada pembelajaran dengan materi energi dengan
menggunakan metode pembelajaran talking stick. Hal ini ditunjukan oleh skor
rata-rata pada pra siklus sebesar 52 dengan skor tertinggi 70 dan skor terendah 17,
skor rata-rata pada siklus 1 adalah 71 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah
45, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adalah 85 dengan skor tertinggi 100
dan skor terendah 55. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 1
siswa dari seluruh siswa (15 siswa) yaitu sebesar 7 %. Sedangkan pada siklus I
ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 11 siswa dari seluruh siswa (15 siswa) yaitu
sebesar 73 %, pada siklus II ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari
seluruh siswa (15 siswa) yaitu sebesar 93 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil
belajar IPA bagi siswa kelas 4.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Nugraheni Desya pada tahun 2013
dengan menerapkan metode talking stick untuk meningkatkan hasil belajar pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 SD. Hasil analisis menunjukkan
bahwa ada peningkatan hasil belajar dari kondisi Pra Siklus ke Siklus I dan dari
Siklus I ke Siklus II setelah dilakukannya tindakan menggunakan metode
pembelajaran talking stick. Pada kondisi awal ketika belum diadakannya tindakan
ketuntasan hasil belajar adalah 47,22%, sedangkan pada Siklus I Ketuntasan hasil
belajar mengalami peningkatan menjadi 72,22% dan pada Siklus II Ketuntasan

16

Hasil Belajar meningkat menjadi 83,33%. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan
hasil belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas 5 SD.
Penelitian juga dilakukan oleh Feriyanto Rizal pada tahun 2013 dengan
menerapkan penggunaan metode talking stick melalui media hand puppet dalam
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 3 SD. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar Bahasa
Indonesia dari tiap siklus pada pembelajaran dengan KD mendengarkan materi
menyimak cerita dan dialog/percakapan dengan menerapkan metode pembelajaran
talking stick melalui media hand puppet. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata
pada pra siklus sebesar 67.22 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah 30, skor
rata-rata pada siklus 1 adalah 73.49 dengan skor tertinggi 94 dan skor terendah 41,
sedangkan skor rata-rata pada siklus II adal ah 81.77 dengan skor tertinggi 96 dan
skor terendah 44. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 16 siswa
dari seluruh siswa (25 siswa) yaitu sebesar 59%. Sedangkan pada siklus 1
ketuntasan belajar dapat di capai ol eh 18 siswa dar i seluruh siswa (27 siswa)
yaitu sebesar 6 7 %, pada siklus 2 ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 25 siswa
dari seluruh siswa (27 siswa) yaitu sebesar 92%. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick yang
dikombinasikan dengan media hand puppet dapat meningkatkan hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siswa kelas 3.
Penelitian-penelitian di atas hampir sama dengan penelitian yang akan
dilakukan, dengan menerapkan metode talking stick. Hanya saja pada penelitian
yang akan dilakukan hanya berfokus pada penerapan metode talking stick dalam
upaya menerapkan pembelajaran IPA kelas 5 SD.

2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian yang relevan, hasil belajar
adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan
berulang-ulang. Menurut Miftahul Huda, talking stick merupakan metode
pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Setelah siswa belajar dalam

17

kelompok lalu mereka membentuk sebuah lingkaran besar. Siswa yang memegang
tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka
mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus menerus sampai semua
kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru
Metode talking stick dapat membuat pembelajaran berhasil karena metode
ini merupakan metode yang menarik, selain menarik metode ini juga
menyenangkan. Karena pembelajaran dengan metode ini menggunakan tongkat
atau stick dimana siswa yang mendapatkan tongkat akan menjawab pertanyaan
dari guru. Tongkat bergulir dan berhenti sesuai arahan atau instruksi guru dengan
tujuan sebagian besar siswa akan mendapatkan tongkat atau stick dan menjawab
pertanyaan yang telah disediakan oleh guru. Dengan begitu semua siswa tanpa
terkecuali harus bersiap dan belajar bersungguh-sungguh untuk dapat menjawab
pertanyaan dari guru. Melalui metode pembelajaran talking stick diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa.

2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pembahasan yang diurakan di atas, maka dapat diketahui
hipotesis tundakan dalam penelitian ini adalah :
a.

Penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil
belajar IPA di kelas 5 SD N Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

b.

Penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil
belajar IPA di kelas 5 SD N Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 melalui langkah-langkah: 1) Guru
menyiapkan tongkat. 2) Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. 3)
Guru membentuk kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang
siswa. 4) Siswa dalam kelompok berdiskusi membahas masalah yang terdapat
di dalam wacana. 5) Guru membagikan bacaan materi yang telah dipelajari.
6) Siswa membaca materi yang telah dipelajari. 7) Siswa menutup bacaannya.
8) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. 9) Siswa yang
mendapatkan tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru. Kegiatan ini

18

dilakukan secara berulang hingga sebagian besar siswa mendapat pertanyaan
dari guru. 10) Guru bersama siswa melakukan refleksi. 11) Guru bersama
siswa merumuskan kesimpulan. 12) Guru melakukan evaluasi.

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24