DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN (2)

DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional.
Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem
keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan
ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi
sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi
sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara
baik.”
” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana
dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat
menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam
penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik).
Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar
dan risiko operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi
menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi
produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan

tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan
semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat
kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi
sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa
jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu
melumpuhkan perekonomian.

PENTINGNYA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem
perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang
mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak
akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem
keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jika mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi
untuk upaya penyelamatannya.
Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998, dimana pada waktu itu biaya
krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik
terhadap sistem keuangan. Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan aspek
yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang
tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.

Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat mengakibatkan timbulnya beberapa
kondisi yang tidak menguntungkan seperti:

Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter
menjadi tidak efektif.

Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana yang tidak
tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan
perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kesulitan
likuiditas.

Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang
bersifat sistemik.
Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan
sistem keuangan sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.

PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama

Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas
sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank
Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas
sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan
begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur
transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi
sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas
sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara
stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki
lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran
utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas

sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter
antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank
Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara
tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter
memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan
moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung
bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan
suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja
lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja
lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan
dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan
memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu,
kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan

mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan

dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus
dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan
untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong
kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di
sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel
II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle)
pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan
timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran
sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang
bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang
bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang
cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem
pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS
(Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan

kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran,
Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko
potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia
dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas
keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia
dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi
kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan.
Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan
indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi
bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim
keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last
resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia
sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya
ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan


kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer
namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam
menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari
terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan
persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas
tersebut.

KERANGKA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam sistem
keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem, stabilitas
keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan
secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan
otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan
dari masing-masing lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Misi dan Tujuan
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi lembaga yang

memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan
dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas
ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas
Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya,
fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem
keuangan.
Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan
dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan,
pencegahan krisis dan manajemen krisis.
1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank Indonesia juga oleh
instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas sistem keuangan, tidak hanya
ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan
efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam

stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak negatif. Pengalaman di
negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi apabila fungsi pengawasan & pengaturan
perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jika pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka

koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang
beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah
yang didukung oleh kekuatan hukum.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko
yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui
deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat
dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan
merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan.
Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator microprudential dan
indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam
sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi
mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi
risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk
mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan
terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap
stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna
memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.
Indikator Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan


Indikator microprudential (Agregat)
Kecukupan modal
 Rasio modal agregat
Kualitas Aset
- Bagi Kreditur
 Konsentrasi kredit secara sektoral
 Pinjaman dalam mata uang asing
 Pinjaman terhadap pihak terkait, kredit
macet (NPL) dan pencadangannya
- Bagi Debitur
 DER (rasio hutang thd modal), laba
perusahaan
Manajemen Sistem Keuangan yang Sehat
 Pertumbuhan jumlah lembaga
keuangan, dan lain-lain
Pendapatan dan Keuntungan
 ROA, ROE, dan rasio beban terhadap
pendapatan
Likuiditas
 Kredit bank sentral kpd Lemb.Keu,

LDR, struktur jangka waktu aset dan
kewajiban
Sensitivitas terhadap risiko pasar
 Risiko nilai tukar, suku bunga
dan harga saham
Indikator berbasis pasar
 Harga pasar instrumen keuangan,
peringkat kredit, sovereign yield

Indikator makroekonomi
Pertumbuhan ekonomi
 Tingkat pertumbuhan agregat
 Sektor ekonomi yang jatuh
BOP
 Defisit neraca berjalan
 Kecukupan cadangan devisa
 Pinjaman luar negeri (termasuk
struktur jangka waktu)
 Term of trade
 Komposisi dan jangka waktu aliran
modal
Inflasi
 Volatilitas inflasi
Suku Bunga dan Nilai Tukar
 Volatilitas suku bunga dan nilai tukar
 Tingkat suku bunga domestik
 Stabilitas nilai tukar yang
berkelanjutan
 Jaminan nilai tukar
Efek menular
 Trade spillover
 Korelasi pasar keuangan
Faktor-faktor lain
 Investasi dan pemberian pinjaman
yang terarah
 Dana pemerintah pada sistem
perbankan

spread, dll.

 Hutang jatuh tempo

3. Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat
berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkahlangkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional,
seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi
profesional lainnya.

4. Manajemen krisis
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan
bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya
pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta
tanggung jawab dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan
dalam kesulitan misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini:




Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam kesulitan itu
tergolong sistemik atau tidak.
Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan dana
publik dalam proses penyelamatan tersebut.
Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus ditetapkan secara jelas.

JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skim
asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort),
serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian
kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar
kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor
keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan
(JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor
Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga
terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring
pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundangundangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral
bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran
sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah
bank serta resolusi bank bermasalah.
Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini masih dalam
tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan
peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU
JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan pengawasan bank yang
efektif; (2) lender of the last resort; (3) skim asuransi simpanan yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian
krisis yang efektif.
1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif
Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama dalam JPSK (first line of
defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah
digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh
otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas system keuangan, serta harus berpedoman
kepada best practices dan standard yang berlaku.
2. Lender of last Resort
Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan
penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort
(LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada
prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki

agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik
menjadi faktor pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.
Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort dapat
memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah
berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi
lender of the last resort, telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30
Desember 2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai
Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998
memang telah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun penelitian
menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan
krisis dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor 24 Tahun 2004.
Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab pokok yakni: (i) untuk
menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari
dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan secara bertahap.
Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret
2007.
4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif
Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis dapat ditangani
secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK ditetapkan peran dan
kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian krisis, sehingga setiap lembaga memiliki
tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan
tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu dibentuk Komite
Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem
Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) telah berhasil
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
Namun, kebijakan tersebut tersebut meningkatkan beban anggaran negara
dan berpotensi menimbulkan moral hazard oleh pihak pengelola bank dan
nasabah bank. Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari program
penjaminan pemerintah tersebut, telah didirikan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 22 September 2004, LPS
memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan
penyelesaian atau penanganan bank yang tidak berhasil disehatkan atau

bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas
untuk mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan moral hazard.
Namun demikian, tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Setiap
bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan.
Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro,
sertifikat deposito dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah dimulai secara penuh
pada sejak tanggal 22 Maret 2007.
Apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan gagal
disehatkan kembali sehingga harus dicabut izin usahanya, LPS akan
membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu,
sebagaimana ditetapkan. Adapun simpanan nasabah yang tidak dijamin
akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Dengan adanya penjaminan
simpanan nasabah bank oleh LPS, diharapkan kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan dapat tetap terpelihara.

FORUM STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) adalah forumkoordinasi, kerja sama dan pertukaran informasi antara
otoritas yang berkepentingan dalam pemeliharaan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Forum ini sangat
diperlukan terutama dalam menghadapi risiko atau dampak sistemik, yang penyelesaiannya menuntut kebijakan
dan pengambilan keputusan bersama secara efektif dan responsif. FSSK dibentuk pada tanggal 30 Desember 2005,
berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan.
Empat fungsi pokok FSSK, yakni :

1.

Menunjang pelaksanaan tugas Komite Koordinasi dalam proses pengambilan keputusan terhadap Bank
Bermasalah yang ditengarai sistemik;

2.

Melakukan koordinasi dan tukar menukar informasi untuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan
ketentuan di bidang perbankan, lembaga keuangan non bank, dan pasar modal;

3.

Membahas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga yang berkecimpung dalam
sistem keuangan yang berpotensi sistemik berdasarkan informasi dari otoritas pengawas lembaga keuangan;

4.

Mengkoordinasikan pelaksanaan atau persiapan inisiatif tertentu di sektor keuangan.

Untuk memudahkan pelaksanaan keempat fungsi di atas, FSSK dikelompokkan dalam tiga jenjang, yakni:

1.

Forum Pengarah, bertugas memberikan arahan kepada Forum Pelaksana mengenai fungsi pokok FSSK.
Forum Pengarah terdiri dari 7 orang anggota, yakni 3 orang setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) Departemen
Keuangan, 3 orang anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan 1 orang Kepala Eksekutif LPS.

2.

Forum Pelaksana, bertugas melaksanakan fungsi pokok FSSK sesuai arahan dari Forum Pengarah terdiri
dari 14 orang anggota, yakni 6 orang Direktur di Departemen Keuangan, 6 orang Direktur Bank Indonesia, dan
2 orang Direktur LPS.

3.

Tim Kerja, berfungsi menunjang kelancaran tugas Forum Pengarah dan Forum Pelaksana, beranggotakan
pejabat-pejabat dari Departemen Keuangan, BI dan LPS yang dibentuk berdasarkan usulan dari masing-masing
lembaga dan keputusan Forum Pengarah.

Suku Bunga Dasar Kredit
Data Posisi Akhir Oktober 2014

Nama Bank
PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO), Tbk
PT BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk
PT BANK CENTRAL ASIA, Tbk
PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk
PT BANK CIMB NIAGA, Tbk
PT BANK PERMATA, Tbk
PT BANK DANAMON INDONESIA, Tbk
PT PAN INDONESIA BANK, Tbk
PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), Tbk
PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk
THE BANK OF TOKYO MITSUBISHI UFJ LTD
PT BANK OCBC NISP, Tbk
THE HONGKONG AND SHANGHAI BANKING CORP
PT BANK UOB INDONESIA
PT BPD JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk
PT BANK BUKOPIN, Tbk
PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL, Tbk
CITIBANK NA
PT BANK DBS INDONESIA
STANDARD CHARTERED BANK
PT BANK MEGA, Tbk
PT BANK SUMITOMO MITSUI INDONESIA
PT. BPD JAWA TIMUR
PT BPD JAWA TENGAH
PT BANK MIZUHO INDONESIA
PT BPD DKI
PT BANK ICBC INDONESIA
PT BANK MAYAPADA INTERNATIONAL, Tbk
PT ANZ PANIN BANK
DEUTSCHE BANK AG.
PT BANK EKONOMI RAHARJA, Tbk
BPD KALIMANTAN TIMUR

Kredit
Korporasi
11.00
10.50
10.50
11.00
11.50
12.00
12.30
11.89
10.85
11.00
6.46
11.50
10.25
12.99
9.29
13.00
10.00
12.13
10.29
13.75
8.90
8.79
8.05
9.75
11.00
12.25
14.37
10.30
9.75
11.25
11.46

Suku Bunga Dasar Kredit (%)
Kredit
Kredit
Kredit Konsumsi
Ritel
Mikro
KPR
Non KPR
11.75
19.25
10.25
12.49
12.50
19.50
11.00
12.50
11.75
10.50
9.71
12.35
11.10
13.25
12.50
20.00
11.75
12.25
12.50
12.50
12.25
13.25
20.90
12.25
17.50
12.25
20.56
12.25
12.25
12.25
18.75
11.50
12.00
12.00
18.30
11.75
11.50
12.25
12.75
12.75
10.25
10.25
14.79
12.67
11.85
18.71
9.63
10.14
14.80
16.31
13.90
13.90
17.44
20.75
18.61
10.25
11.50
12.92
9.11
18.00
14.00
14.50
10.35
11.22
8.97
9.82
8.61
8.07
7.85
12.59
12.50
19.00
11.50
12.00
11.50
10.50
12.50
14.72
16.60
14.32
14.57
10.69
12.11
13.11
12.25
12.25
11.46
11.46
11.96
11.96

PT BPD SUMATERA UTARA
PT BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL, Tbk
PT BPD PAPUA
PT BPD RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
PT BANK COMMONWEALTH
PT BANK SINARMAS, Tbk
THE BANGKOK BANK COMP. LTD
BANK OF CHINA LIMITED
PT BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk
PT. BANK KESAWAN, Tbk
PT BANK HANA
PT BANK ACEH
PT BPD SUMATERA BARAT
JP. MORGAN CHASE BANK, N.A.
PT BPD SUMATERA SELATAN DAN BANGKA BELITUNG
PT BPD BALI
PT BANK RABOBANK INTERNATIONAL INDONESIA
PT BANK RESONA PERDANIA
PT BPD SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT
PT. BANK MUTIARA, Tbk.
BPD KALIMANTAN BARAT
PT BPD KALIMANTAN SELATAN
PT BPD SULAWESI UTARA
PT BANK CTBC INDONESIA (d/h PT Bank Chinatrust Ind
PT BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL, Tbk
PT BANK NUSANTARA PARAHYANGAN,Tbk
PT BANK PUNDI INDONESIA, Tbk
PT BPD NUSA TENGGARA TIMUR
PT BANK ICB BUMIPUTERA, Tbk
PT BANK BNP PARIBAS INDONESIA
PT BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906, Tbk
PT BANK MESTIKA DHARMA
PT BANK CAPITAL INDONESIA, Tbk
BPD YOGYAKARTA
PT BPD JAMBI
PT BPD NUSA TENGGARA BARAT
PT BANK INDEX SELINDO
PT BANK AGRONIAGA, Tbk
PT BPD LAMPUNG
PT BPD KALTENG
PT BANK WOORI INDONESIA
THE ROYAL BANK OF SCOTLAND N.V.
PT. BANK MALUKU
PT BANK BUMI ARTA, Tbk
PT BANK NATIONALNOBU
PT BANK JASA JAKARTA
PT BANK OF INDIA INDONESIA, Tbk
PT BPD BENGKULU
PT BANK MASPION INDONESIA
PT BPD SULAWESI TENGGARA
PT BANK MAYORA
PT. BANK AGRIS
BANK OF AMERICA, N.A

10.44
13.44
10.24
11.90
11.00
11.83
11.25
6.23
13.50
14.50
9.00
12.29
11.50
8.70
10.00
10.14
11.25
8.98
12.65
13.50
10.90
8.72
15.00
10.51
14.21
12.31
10.18
11.35
12.24
14.00
11.63
14.00
8.43
9.92
10.85
11.87
14.04
10.93
10.86
9.88
7.10
11.87
12.14
12.46
14.22
11.86
7.31
12.94
13.10
7.91

12.22
13.44
10.88
12.29
11.75
11.83
6.23
14.00
15.50
9.75
12.30
12.00
12.00
11.49
13.00
13.30
14.00
10.90
9.22
15.00
12.10
14.21
13.12
14.42
10.20
11.43
18.00
12.13
14.00
8.55
9.83
12.38
12.37
14.04
10.93
8.54
11.87
12.57
12.00
12.46
14.22
11.86
12.25
8.01
13.44
13.60
-

17.29
13.66
15.92
17.02
11.83
6.23
15.50
15.50
10.25
12.30
14.50
15.00
10.74
12.94
22.50
10.90
9.22
15.00
10.53
22.56
17.37
13.56
18.00
12.13
14.00
8.47
9.96
11.05
12.87
10.93
19.12
11.87
17.37
14.22
11.86
19.50
7.50
14.44
15.60
-

12.27
13.44
11.40
13.65
12.50
12.10
15.50
9.50
12.29
13.00
11.50
11.35
13.00
11.65
13.50
10.90
11.22
14.00
12.10
14.21
10.75
8.61
11.34
15.00
11.73
14.00
8.15
9.78
10.87
11.87
9.97
9.88
11.87
11.85
10.50
12.21
14.22
11.86
12.25
7.31
13.44
13.10
-

14.88
13.44
10.30
12.66
13.00
11.83
14.50
15.50
10.50
12.29
12.50
12.00
12.69
14.00
16.77
14.50
10.90
11.72
15.00
14.21
10.62
16.52
11.33
17.85
12.03
14.00
9.55
11.18
15.97
12.37
10.93
12.20
9.88
11.87
17.46
12.21
14.22
11.86
12.25
7.49
13.44
13.10
-

PT BANK SAHABAT SAMPOERNA
PT BANK MULTIARTA SENTOSA
PT. BPD SULAWESI TENGAH
PT BANK SBI INDONESIA
PT BANK KESEJAHTERAAN EKONOMI
PT BANK YUDHA BHAKTI
PT PRIMA MASTER BANK
PT BANK HARDA INTERNASIONAL
PT BANK GANESHA
PT BANK ANTARDAERAH
PT BANK INA PERDANA
PT BANK MITRANIAGA
PT BANK DINAR INDONESIA
PT BANK SINAR HARAPAN BALI
PT BANK ANDARA
PT CENTRATAMA NASIONAL BANK
PT BANK FAMA INTERNASIONAL
PT BANK METRO EXPRESS
PT BANK ARTOS INDONESIA
PT BANK ROYAL INDONESIA
PT BANK BISNIS INTERNASIONAL
PT ANGLOMAS INTERNASIONAL BANK

14.50
11.50
12.50
16.95
13.34
15.43
14.56
13.41
13.70
13.76
14.67
12.64
13.15
14.32
13.50
11.95
15.28
12.10
11.00

15.00
12.00
12.10
13.50
16.95
14.34
15.68
14.56
15.49
14.20
13.76
14.67
12.64
14.12
15.32
13.50
12.05
15.28
12.10
13.30
12.50

17.00
16.95
16.34
16.18
14.56
20.32
15.45
15.76
14.67
12.64
22.34
16.82
14.50
12.45
15.28
14.50

11.50
15.09
15.53
14.56
13.66
13.76
14.67
12.64
14.32
13.50
12.05
15.28
12.10
12.14
12.50

15.75
12.00
11.04
15.09
15.93
14.56
14.01
15.26
14.67
12.64
16.82
13.50
12.45
15.28
12.10
13.27
13.00

DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA
Sehubungan dengan pemberlakuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP tanggal 22
Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia, berikut
adalah daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia:
Tabel 1 Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia
Tabel ini merupakan daftar seluruh lembaga peringkat yang diakui Bank Indonesia dan daftar peringkat
yang diterbitkan oleh masing-masing lembaga pemeringkat.
Tabel 2 Peringkat Investasi Terendah (Minimum Investment Grade) dari Lembaga
Pemeringkat yang Diakui Bank Indonesia
Tabel ini merupakan daftar peringkat yang ditetapkan sebagai peringkat investasi terendah
sehubungan dengan pelaksanaan peraturan-peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan
penggunaan peringkat investasi.
Tabel 3 Peringkat Satu Tingkat Dibawah Peringkat Investasi Terendah dari Lembaga
Pemeringkat yang Diakui Bank Indonesia
Tabel ini merupakan daftar peringkat yang ditetapkan sebagai satu peringkat dibawah peringkat
investasi, sehubungan dengan pelaksanaan peraturan-peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan

penggunaan peringkat dimaksud.
Tabel 4 Pemetaan Peringkat
a. Peringkat Jangka Panjang
b. Peringkat Jangka Pendek
Tabel ini merupakan pemetaan peringkat, baik peringkat jangka panjang maupun peringkat jangka
pendek, dari lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia.
Terkait dengan penggunaan peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank
Indonesia, Bank tetap wajib melakukan penilaian dan sepenuhnya bertanggung jawab atas
penggunaan hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat dimaksud.
Tabel 1. Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia

Perusahaan
Pemeringkat

Peringkat Jangka Pendek

Fitch Ratings

F1+; F1; F2; F3; B; C; D

Moody’s
Investor
Service

P-1; P-2; P-3; NP

Standard and
Poor’s

A-1; A-2; A-3; B; B-1;
B-2; B-3; C; D

PT. Fitch
Ratings
Indonesia

F1+(idn); F1(idn); F2(idn); F3(idn);
B(idn); C(idn); D(idn)

PT ICRA
Indonesia

[Idr]A1+; [Idr]A1 [Idr]A2+; [Idr]A2;
[Idr]A3+; [Idr]A3 [Idr]A4+; [Idr]A4;
[Idr]A5

PT.
Pemeringkat
Efek Indonesia

idA1; idA2; idA3; idA4;idB; idC; idD

Peringkat Jangka Menengah
dan Jangka Panjang
AAA; AA+; AA; AA-; A+; A; A-;
BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-;
B+; B; B-;
CCC; CC; C; RD; D
Aaa; Aa1; Aa2; Aa3; A1; A2; A3;
Baa1; Baa2; Baa3; Ba1; Ba2;
Ba3; B1; B2; B3;
Caa1; Caa2; Caa3; Ca; C
AAA; AA+; AA; AA-; A+; A; A-;
BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-;
B+; B; B-;
CCC+; CCC; CCC-; CC; C; D
AAA(idn); AA+(idn); AA(idn); AA(idn); A+(idn); A(idn); A-(idn);
BBB+(idn); BBB(idn); BBB-(idn);
BB+(idn); BB(idn); BB-(idn); B+
(idn); B(idn); B-(idn);
CCC(idn); CC(idn); C(idn);
RD(idn); D(idn)
[Idr]AAA; [Idr]AA+; [Idr]AA;
[Idr]AA-; Idr]A+; [Idr]A; [Idr]A-;
[Idr]BBB+; [Idr]BBB; [Idr]BBB-;
[Idr]BB+; [Idr]BB; [Idr]BB-;
[Idr]B+; [Idr]B; [Idr]B-;
[Idr]C+; [Idr]C; [Idr]C-; [Idr]D
idAAA; idAA+; idAA; idAA-; idA+;idA; id
A-;
idBBB+; idBBB; idBBB-;idBB+; idBB; i
dBB-; idB+; idB;idB-;
idCCC; idSD; idD

Back to top

Tabel 2. Peringkat Investasi Terendah (Minimum Investment Grade) dari Lembaga
Pemeringkat yang Diakui Bank Indonesia

Perusahaan Pemeringkat

Peringkat Investasi Terendah
Surat

Surat Berharga

Fitch Ratings
Moody’s Investor Service
Standard and Poor’s
PT. Fitch Ratings Indonesia
PT ICRA Indonesia
PT. Pemeringkat Efek Indonesia

Berharga
Jangka
Pendek

Jangka Menengah dan Jangka
Panjang

F3
P-3
A-3
F3(idn)
[Idr]A3
idA4

BBBBaa3
BBBBBB-(idn)
[Idr]BBBidBBB-

Back to top
Tabel 3. Peringkat Satu Tingkat Dibawah Peringkat Investasi dari Lembaga Pemeringkat
yang Diakui Bank Indonesia

Peringkat
Lembaga Pemeringkat

Surat
Berharga
Jangka
Pendek

Surat Berharga
Jangka Menengah dan Jangka
Panjang

Fitch Ratings
Moody’s Investor Service
Standard and Poor’s
PT. Fitch Ratings Indonesia

B
NP
B
B(idn)

BB+
Ba1
BB+
BB+(idn)

PT. ICRA Indonesia

[Idr]A4+

[Idr]BB+

PT. Pemeringkat Efek Indonesia

idB

idBB+

Back to top

Tabel 4. Pemetaan Peringkat
a. Peringkat Jangka Panjang

Lembaga Pemeringkat Domestik

Lembaga Pemeringkat
Internasional

Fitch
Indonesia

ICRA Indonesia

Pefindo

Fitch
Ratings

Moody’s
Investor
Service

Standard
and Poor’s

AAA(idn)

[Idr]AAA

idAAA

AAA

Aaa

AAA

AA+(idn) s.d AA(idn)

[Idr]AA+ s.d.
[Idr]AA-

idAA+
s.didAA-

AA+ s.d
AA-

Aa1 s.d Aa3

AA+ s.d AA-

A+(idn) s.d A(idn)

[Idr]A+ s.d.
[Idr]A-

A1 s.d A3

A+ s.d A-

BBB+(idn) s.d
BBB-(idn)

[Idr]BBB+ s.d.
[Idr]BBB-

idA+ s.d idA- A+ s.d AidBBB+
s.didBBB-

BBB+ s.d
Baa1 s.d Baa3
BBB-

BBB+ s.d
BBB-

BB+(idn) s.d BB(idn)

[Idr]BB+ s.d.
[Idr]BB-

B+(idn) s.d B(idn)

[Idr]B+
s.d. [Idr]B-

Kurang dari B(idn)

Kurang
dari[Idr]B-

idBB+
s.didBB-

BB+ s.d
BB-

Ba1 s.d Ba3

BB+ s.d BB-

B1 s.d B3

B+ s.d B-

idB+ s.d idB- B+ s.d BKurang
dariidB-

Kurang
dari B-

Kurang dari B3 Kurang dari B-

Back to top

b. Peringkat Jangka Pendek

Lembaga Pemeringkat Domestik

Lembaga Pemeringkat
Internasional

Fitch
Indonesia

ICRA Indonesia

Pefindo

Fitch
Ratings

Moody’s

Standard
and Poor’s

F1+(idn) s.d
F1 (idn)

[Idr]A1+ s.d [Idr]A1

idA1

F1+ s.d F1

P-1

A-1

F2(idn)

[Idr] A2+ s.d. [Idr] A2

idA2

F2

P-2

A-2

F3(idn)

[Idr]A3+s.d. [Idr]A3

idA3 s.d idA4

F3

P-3

A-3

Kurang dari
F3(idn)

Kurang dari [Idr]A3

Kurang
dari idA4

Kurang dari Kurang dari
F3
P-3

Kurang dari
A-3

Back to top

INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama
bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan
memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual
bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Oktober 2011

TUJUAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
1.

2.
3.

Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur
dana
Pelaksana kebijakan moneter;
Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar
tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan
mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat
bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1.

Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);

2.

Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan

3.

Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern
yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap
mengacu kepada prinsip kehati-hatian.

:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank

Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1.

Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara
perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan
pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2.

Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan
ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan
sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

3.

Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan
bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site
supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat
kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktikpraktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung
yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak,
pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI
melaksanakan tugas pemeriksaan.

4.

Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank
kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank
beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan
menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan
pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan
berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan
sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara
bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan
berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk
melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu
pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara
baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan

(forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan
pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk
control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam
melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan
berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :

Jenis-Jenis Risiko Bank :










Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari
portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga
dan nilai tukar.
Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang
telah jatuh waktu.
Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak
berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan
kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.





Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank
yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap
perubahan eksternal.
Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.

SISTEM INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA
:: Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI)

SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas pengawasan, pemeriksaan dan
pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :






Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank;
Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan
bank.
Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga dapat
meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi

SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
1.

2.

3.

Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem informasi untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum.
Melalui SIMWAS, pengawas bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh
informasi mengenai kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara
cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper
Test (FPT).
Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi untuk
meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak
pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan
investigasi atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan penyimpangan
diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang telah dilakukan sampai dengan hasil akhir investigasi
dimaksud.
Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan,
kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank
sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank.

:: Sistem Informasi Debitur (SID)

SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur baik perorangan maupun badan usaha,
yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana yang diterima Bank Indonesia dari Pelapor. SID
dikembangkan dengan tujuan untuk membantu :
1.
o
o
2.

Bagi pemberi kredit, antara lain :
Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian
kredit
Mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan konvensional.Pemberi kredit
dapat menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/pelengkap agunan.
Bagi penerima kredit, antara lain :

o
o

Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit
Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan mendapat akses yang lebih
luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung
pada kemampuan untuk menyediakan agunan.

:: Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)

SIMWAS-BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pengawasan
BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisis terhadap kondisi BPR,
mempercepat diperolehnya informasi kondisi keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR),
meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam
aplikasi SIMWAS BPR antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR,
status BPR, cabut izin usaha dan likuidasi BPR.

ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan
suatu kerangka dasar sistem perbankan
Indonesia yang bersifat menyeluruh dan
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri
perbankan untuk rentang waktu lima sampai
sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan
pengembangan industri perbankan di masa
datang yang dirumuskan dalam API dilandasi
oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang
sehat, kuat dan efisien guna menciptakan
kestabilan sistem keuangan dalam rangka
membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.

Program &
Implementasi API
Program API
Biro Informasi
Kredit
Edukasi Masyarakat
Info API
Publikasi API
Tanya Jawab API

Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai
kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak
tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah
meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan
pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API
tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk
membangun kembali per