Hak Dasar Anak yang Terabaikan

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977

Hak Dasar Anak yang Terabaikan
Bagian I. Pengantar
Latar Belakang
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak,
Yohana Yembise, anak Indonesia memiliki jumlah yang amat besar yaitu 34%
dari total penduduk Indonesia atau sekitar 82 juta orang. Yang nantinya mereka
akan menjadi sumber daya manusia yang berkarakter kuat, menguasai ilmu
pengetahuan unggul dan berdaya saing. Dan kelak akan memimpin negeri kita
Indonesia.
Namun masalah-masalah tentang anak masih banyak terjadi di Indonesia.
Terutama masalah tentang banyaknya pekerja anak dibawah umur, banyak
perdagangan anak, kekerasan pada anak, dan pengasuhan yang tidak optimal,
NAPZA, anak korban pornografi. Masalah anak ini masih dinomer sekiankan oleh
masyarakat maupun pemerintah. Mereka (Pemerintah) berpikir lebih banyak hal
yang harus dipecahkan seperti utang luar negeri , konflik di daerah, perebutan
kursi jabatan dan hal lainnya yang dinilai lebih penting dari pada penegakan hak
anak.
Padahal dalam Undang Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap anak

memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang, serta hak untuk mendapatkan
perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Berbeda

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
dengan realita di lapangan, hak anak sering dikesampingkan oleh orang-orang
dewasa. Terutama tentang hak dasar anak yang benar-benar dilupakan secara
sadar ataupun tidak oleh orang tua.

Ada empat hak dasar anak menurut Seto Mulyadi :
1. Hak Hidup Lebih Layak
Berhak atas kasih sayang orang tua, asi ekslusif, akte kelahiran,
2. Hak Tumbuh dan Berkembang
Hak atas pendidikan yang layak, istirahat, makan makanan yang bergizi, tidur /
istirahat, belajar, bermain,
3. Hak Perlindungan
Di lindungi dari kekerasan dalam rumah tangga, dari pelecehan seksual, tindak
kriminal, dari pekerjaan layaknya orang dewasa,
4. Hak Berpartisipasi / Hak Partisipasi
Setiap anak berhak untuk menyampaikan pendapat, punya suara dalam

musyawarah keluarga, punya hak berkeluh kesah atau curhat, memilih pendidkan
sesuai minat dan bakat.
Keempat hak dasar anak tersebut tidak terpenuhi secara optimal, kadang
orang tua atau orang dewasa terdekat seperti nenek dan kakek ataupun paman dan

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
bibi seringkali mengabaikan hak-hak dasar. Hak berpendapat contohnya, orang
tua dalam mengambil keputusan di keluarga tidak selalu melibatkan anak-anaknya
untuk bermusyawarah. Orang tua seringkali mengambil keputusan secara sepihak.
Hal tersebutlah yang sering menimbulkan kecenderungan anak menutup diri
dengan orang tua. Karena anak tidak diajak untuk bermusyawarah dalam keluarga
untuk menyelesaikan masalah. Tiba-tiba saja orang tua sudah membuat keputusan
yang sering kali keputusannya dipaksakan.
Hal inilah yang membuat saya resah dan mengangkat masalah ini sebagai
isu yang saya teliti dalam mata kuliah ini. Saya menganggap bahwa hak yang
sederhana saja kadang orang tua tidak terlalu paham dan bahkan tidak perduli.
Mereka menganggap seolah-olah anak hanya harus tunduk pada orang tua, karena
pilihan orang tualah yang terbaik, pilihan orang tualah yang akan menjadikan
anaknya menjadi sukses. Padahal sukses itu bisa dicapai dengan niat dan bakat

dari anak sendiri.
Kasus pelanggaran hak dasar anak ini dianggap terlalu sepele untuk
diadukan kepada KPAI. Namun kasus ini sebenarnya juga kasus yang cukup vital.
Sebenarnya pelanggaran hak dasar anak memicu dimulainya pelanggaran hak-hak
anak yang lain. Karena itu saya mengangkat kasus ini untuk mencegah dan
menyelesaikan terjadinya pelanggaran hak dasar anak.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Bagian II. Hasil Analisis
A. Non-PAR

Kasus tentang pelanggaran hak dasar anak ini berawal dari lingkungan
sekitar rumah saya di Kabupaten Purworejo, Kelurahan Kledung Kradenan,
RT01/RW05. Di daerah saya ini banyak teman sebaya ataupun adik-adik yang
mengeluh tentang perlakuan orang tuanya yang terlalu mengekang. Metode
yang saya gunakan untuk mendapat informasi dari menggunakan wawancara.
Wawancara saya kira lebih fleksibel untuk digunakan karena kita jadi bisa
lebih dekat, santai dan lebih mengerti informan kita.
Transkrip wawancara dengan anak-anak:

 Nailah (8 Tahun)
Dia sendiri adalah sepupu saya sebenarnya. Yang saya lakukan bukanlah
upaya wawancara formal mengingat dia masih di usia anak-anak. Dia hanya
bercerita santai dengan saya
“Mbak Dilla, Lala1 tuh capek soalnya sekolah di SD IT (Sekolah Dasar Islam
Terpadu) sampe sore, sampe jam 2 siang. Pengennya sekolah di SD yang biasa
yang pulang jam 10 kayak temen-temen disini. Tapi nggak berani bilang sama
bapak sama ibuk. Soalnya takut dimarahin nanti. Di sekolah capek belajar terus,
Lala kan juga kepengin main.” - Nailah
1

Nama panggilan dari Nailah

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Begitulah kurang lebih keluh-kesahnya dengan saya. Saya mengetahui
betul setiap hari dia harus bersekolah pukul 7 pagi dan pulang pukul 2 siang. Hal
ini terjadi karena ibu dan ayahnya yang bekerja sebagai PNS yang mengingat jam
pulangnya yang sore.
 Shara (16 Tahun)

Wawancara dengannya sendiri, dia bercerita tentang perceraian orang
tuanya yang membuatnya terpukul. Dia sekarang tinggal dengan ibunya. Dari sini
hubungan dengan ayahnya ikut renggang karena ia di larang kontak dengan
ayahnya. Ibunya selalu memarahinya bila ketahuan berkirim pesan singkat atau
telefon dengan ayahnya. Sedang dia sendiri tidak tahu apa alasan ibunya
melarangnya.
Selain itu beban lain yang dia keluhkan adalah ibunya yang menikah lagi.
Sedangkan ayah barunya ini menurutnya amat tertutup. Dia bercerita kalau dia
jarang sekali berinteraksi dengan ayah barunya, bahkan hanya sekedar berkumpul
dan menonton televisi bersama. Ayah barunya lebih sering dikamar atau berdua
dengan ibunya saja. Shara ini jadi merasa berkurang waktu berkualitas dengan
ibunya. Selain itu dia juga merasa ayah barunya ini bukanlah “ayah” tapi seperti
orang asing dirumahnya, karena dia sendiri seakan-akan tidak memiliki hubungan
emosional dengan ayah barunya.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
 Andi (15 Tahun)
Masalah Andi ini hampir mirip dengan Shara. Dia adalah anak dari
keluarga kurang mampu. Ibu dan Ayahnya hanya bekerja di luar negeri dan

pulang 3-4 tahun sekali. Dan dia memiliki 2 adik yang masih kecil. Dia bercerita
kalau Ayah dan Ibunya menjadi TKI di Malaysia dan karena tuntutan ekonomi,
mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Sudah dua tahun ini
kedua orang tuanya tidak pulang. Selama orang tuanya di luar negeri tidak ada
kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh orang tuanya. Ia merasa amat
rindu dengan orang tuanya. komunikasi pun sulit ibunya hanya bisa menelfon
seminggu sekali sedangkan ayahnya sendiri hanya bisa mengirim surat 3 bulan
sekali. Apalagi adik-adiknya yang masih kecil dan membutuhkan lebih banyak
kasih sayang orang tua. Melihat adiknya yang masih berusia 7 tahun dan 5 tahun.
Dan mereka menjadi yatim piatu sosial2. Dia ingin orang tuanya bisa meluangkan
waktu berkualitas untuk dia dan adik-adiknya.
Selama di sini Andi dan adik-adiknya tinggal bersama neneknya. Dan saya
sempat berbincang-bincang dengan neneknya. Menurut nenek Andi, akhir-akhir
ini dia menjadi lebih pendiam, prestasinya juga agak menurun karena memikirkan
orang tuanya disana.

 Ervina (15 Tahun)
Ervina tinggal dirumah sendirian. Kadang tetangga termasuk saya berfikir
kalau ibunya agak gila meninggalkan anaknya yang masih SMA dirumah sendiri.
22


Punya orang tua, tapi ditinggal oleh kedua orang tuanya. Sehingga harus tinggal dengan saudara
atau kakek-nenek.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Dia anak bungsu dari 6 bersaudara. Ayahnya sudah lama meninggal. Dan ibunya
sekarang tinggal di Jakarta dikarenakan mengasuh anak dari kakaknya
(keponakannya) yang masih kecil. Seperti kita ketahui biaya untuk menyewa
asisten rumah tangga ataupun baby sister di Jakarta mahal. Jadi kakaknya tidak
menyewa asisten rumah tangga ataupun baby sister.
Semenjak ibunya ke Jakarta ia sendiri yang bertanggung jawab atas semua
yang ada dirumah dimulai dari bersih-bersih, masak, dan lain-lain. Menurutnya ini
membuatnya mandiri bisa menangani masalah-masalah sendiri. tapi menurut saya
dia jadi dewasa lebih dini.
Dia juga bercerita kalau sering rindu dengan ibunya, walaupun kadang
senang juga karena dirumah bisa bebas. Ibunya sendiri pulang kadang 3 bulan
sekali. Ervina merasa prihatin ibunya sudah tua (55 tahun). Yang harusnya
istirahat malah harus mengasuh keponakannya. Dia khawatir juga akan kesehatan
ibunya, kadang kalau pulang ibunya sering mengeluh kalau punggungnya sakit.

Harapannya dengan ibunya adalah bisa berkumpul kembali bersama dirumah.

Individu Sebagai Satuan Identifikasi Sekaligus Sumber Masalah

Disini saya melihat telah terjadi penyimpangan hak dasar anak serta standar
sosial yang berlaku. Dimana anak yang harusnya bisa mendapatkan kasih
sayangnya, perhatian, dan bisa mengemukakan pendapat tidak berjalan seperti
yang diharapkan. Kurangnya pemenuhan hak-hak anak di atas terjadi karena
kesalahan orang tua yang kurang bisa mengajak partisipasi anak untuk ikut serta

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
dalam pengambilan keputusan. Seperti dalam kasus Nailah yang mengeluh
tentang sekolahnya. Harusnya orang tua menanyakan terlebih dahulu apakah anak
suka atau tidak bersekolah disitu. Apakah anak setuju atau tidak dengan keputusan
orang tua. Kebanyakan orang tua berfikir bahwa anak pasti suka dengan pilihan
mereka, pasti betah, dan pasti itu yang terbaik untuk anaknya.
Hal lain yang menjadi masalah adalah sikap anak yang tertutup
menyebabkan sulitnya penyelesaian masalah ini. Dan seperti biasa anak-anak
yang kesampingkan haknya itu merasa tidak memiliki hak suara ataupun kalau

mereka bersuara mengungkapkan keinginannya untuk mendapat perhatian dari
keluarga inti belum tentu didengar. Dan akhirnya mereka menjalankan apa yang
orang tua inginkan walaupun dengan berat hati.
Terlihat juga pada kasus Shara yang ibunya tanpa alasan yang jelas
melarangnya berkomunikasi dengan ayah kandungnya. Hal ini amatlah tidak
benar, karena anak juga pasti akan rindu dengan ayahnya. Walaupun ayah dan
ibunya bercerai dan dia ikut dengan ibunya bukan berarti hubungannya dengan
ayahnya juga ikut putus. Kadang orang tua kita salah memahami ini. Menganggap
kalau ayahnya akan membawa dampak buruk atau mengambil hak asuh dari
ibunya. Padahal anak hanya ingin berkomunikasi sekedar melepas rindu. Si ibu
kurang memberikan kepercayaan kepada anaknya.

Individu Sebagai Satuan Identifikasi, Sistem Sebagai Sumber
Masalah

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Terlihat pada kasus Andi yang ayah ibunya menjadi TKI dikarenakan
masalah perekonomian mereka. Perekonomian yang sulit merupakan satu alasan
yang sering digunakan oleh orang tua tentang pelanggaran hak anaknya. Banyak

masalah bayi dibuang atau anak diterlantarkan dengan alasan tidak punya dana
untuk menghidupinya. Sistem ekonomi di Indonesia yang masih merupakan
negara berkembang, belum bisa memakmurkan rakyatnya.
Sistem UMR3 yang rendah di kota-kabupaten kecil juga menjadi masalah.
Upah di Purworejo yang tergolong kota kecil hanya Rp 900.000 untuk sekitar 12
jam kerja. Padahal kebutuhan makan sehari-hari kadang masih kurang, belum
untuk kebutuhan sekolah anak. Sehingga orang tua kebanyakan harus mencari
pekerjaan tambahan, yang menguras waktu bersama dengan anak. Karena
kurangnya waktu bersama itu jadi perhatian dan kasih sayang yang tercurahkan
untuk anak pun berkurang, hak dasar anak pun sering terabaikan.
Selain itu dalam kasus-kasus penelantaran anak, dan pembuangan bayi
masalah perekonomianlah yang sering dijadikan alasan. Melihat hal ini
pemerintah juga seakan-akan angkat tangan. Menganggap kalau masalah anak ini
merupakan masalah mikro yang akan terselesaikan dengan sendirinya ketika
masalah makro sudah terselesaikan. Pemerintah juga menganggap kalau masalah
anak ini merupakan masalah intern yang merupakan tanggung jawab orang tua,
diurus sendiri dan diselesaikan oleh orang tua masing-masing.

3


Upah Minimum Regional

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
B. PAR
Masalah sosial sebagai kondisi yang tidak diharapkan selalu mendorong
adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan terhadap kondisi
tersebut.[ CITATION Soe13 \l 1033 ] Oleh karena itu kan diperlukan perubahan
untuk menghasilkan keadaan seperti yang diharapkan. Dalam penelitian yang saya
melakukan upaya memberi masukan kepada narasumber saya. Masukan yang saya
berikan ini dengan upaya pemecahan masalah hak dasar anak, walaupun harapan
ideal dalam pemecahan masalah juga sulit untuk diwujudkan. Tapi masukan saya
bisa dicoba di praktekan oleh masing-masing narasumber.
Setiap minggu saya pulang ke Purworejo saya berkunjung ke narasumber
saya. Sekedar mengobrol-ngobrol santai seperti pada waktu wawancara santai.
Dengan tak lupa memberikan masukan-masukan saya dengan harapan bisa
merubah keadaan. Dan hak dasar mereka dapat terpenuhi.
Saya memberikan saran berupa upaya komunikasi yang harus dibangun
lebih erat antara anak dan orang tua. Komunikasilah yang mengawali semua
hubungan. Diharapkan dengan intensitas komunikasi yang mencukupi masingmasing pihak bisa saling mengerti dan memahami. Sehingga pemenuhan hak
dasar anak bisa tercapai.
Selain itu upaya komunikasi ini juga membuat anak dan orang tua menjadi
lebih dekat. Karena lebih sering ada waktu berkualitas dengan orang tua.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Membangun komunikasi ini juga membuat anak bisa mengungkapkan pendapatpendapatnya.
Sedari tadi saya hanya membicarakan komunikasi. Nah, komunikasi yang
saya maksud adalah seperti mengobrol santai di waktu senggang. Biasanya waktuwaktu santai ini pada sore hari atau setelah magrib. Di sela-sela menonton tv
bangunlah obrolan-obrolan hangat yang akan membuat suasana mencair. Secara
tidak langsung hal tersebut akan mempererat hubungan anak dan orang tua. Dan
secara tidak lagsung juga memenuhi beberapa hak dasar anak seperti mendapat
kasih sayang, mendapat perhatian, dan hak berpartisipasi.
Untuk permasalahan dengan Andi yang orang tuanya bekerja sebagai TKI
saya belum bisa memberikan upaya penanganan masalah. Karena ada dilema, bila
orang tuanya bekerja di Indonesia maka uang yang dihasilkan tidak cukup, dan
kemungkinan akan memunculkan masalah lain seperti putusnya sekolah Andi
karena dana yang tidak cukup. Tapi disisi lain dengan orang tuanya bekerja diluar
negeri sehingga Andi tidak dapat merasakan perhatian dan kasih sayang dari
orang tuanya juga menjadi masalah bagi psikologis Andi.
Walaupun terlihat sederhana, kasih sayang dan perhatian ternyata berperan
penting dalam tumbuh kembang anak sendiri. Terlihat betul perbedaan sikap
anatara anak yang mendapat kasih sayang penuh dan kurang kasih sayang.
Kadang anak yang kurang kasih sayang terlihat lebih tertutup, pendiam, atau
malah berkebalikan mereka yang kurang kasih sayang ada juga yang malah
mencari perhatian diluar.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Bagian III. Refleksi
Setelah melakukan penelitian tentang masalah anak ini membuat saya
berfikir, begitu kompleksnya masalah anak yang harus diselesaikan. Banyak orang
menganggap ringan masalah anak. Namun bila ditelusuri lebih dalam hal tersebut
rumit dan sulit untuk diselesaikan karena ada dilema. Bila masalah diselesaikan
ada dampak lain yang ditimbulkan dari penyelesaian masalah itu.
Kesulitan yang saya alami adalah mewawancarai orang tua dari
narasumber. Saya berkeinginan melihat masalah ini dari pandangan orang tua juga
namun sulit. Masih sungkan dalam mewawancarai orang tua. Kadang orang tua
juga tidak terlalu perduli dan bahkan tidak berkenan bila orang lain ikut masuk
dalam keluarganya.
Awalnya aksiologi yang saya inginkan adalah mempertemukan keinginan
antara orang tua dan anak, seperti menjadi penyambungnya. Namun itulah
kesulitan disisi orang tua. Sehingga saya merubah aksiologi yang saya lakukan
menjadi memberi masukan dari sisi anak saja.
Selain itu saya merasa dalam penyusunan laporan ini kata-katanya terlihat
tidak linear hanya berputar-putar. Penyusunan kata-kata ini juga menjadi kesulitan
lain. Kadang ingin langsung to the point, tapi setelah dibuat yang to the point
kelihatanya terlalu singkat kurang penjabaran yang jelas. Namun setelah
dijabarkan terlihat kalimatnya terlalu bertele-tele.

FADILLA SARASWATI
15/384265/SP/26977
Saya juga tidak bisa memberikan data berupa foto karena narasumber
saya tidak mau ada gambar dalam penelitian ini.

Bibliography

Siregar, B., & Kusumah, M. W. (1986). Hukum dan Hak-hak Anak. Jakarta: C.V.
Rajawali.
Soetomo. (2013). Masalah Sosial dan Upaya Pencegahannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suyanto, D. B. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana.