Contoh Studi Kasus Bimbingan Konseling

A. Deskripsi Kasus
Lia adalah siswa kelas I SMU favorit Salatiga yang barusan naik kelas II. Ia berasaldari
keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman yang
terletak kurang lebih 17 km di luar kota Salatiga. Sebagai anak pertama semula orang
tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke SMU di Salatiga, orang tua
sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-suah melanjutkan sekolah ke kota,
tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan ijazah dengan berat hati merelakan
anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas di
antara teman-teman yang lain, sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit. Sejak
diterima di SMU favorit, di satu pihak Lia bangga sebagai anak desa yang bisa diterima,
tetapi di lain pihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagaian besar dari
keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang Lia. Ia
menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang
bersahabat, pilih-pilih teman yang sama dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin
lama perasaan ditolak, terisolikan dan kesepian dan mulai timbul sikap dan anggapan
bahwa sekolah favorit tersebut bukan untuk dirinya. Apabila Lia keluar dari sekolah,
dirinya malu dengan orang tua dan teman-temannya di desa, dan jika terus bertahan ia
merasa susah karena tidak ada teman yang peduli. “Dasar saya anak desa, anak miskin”,
hujatnya pada dirinya sendiri. Akhirnya Lia benar-benar menjadi anak yang minder,
pemalu serta ragu dan takut bergaul dengna teman-temannya.


Makin lama nilainya

makin jatuh, sehingga beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu
apakah

bisa

naik

kelas

atau

tidak.

(diambil

dan

diadopsi


dari

:

http://konselor008.blogspot.com/2012/06/contoh-studi-kasus-dalam-bimbingandan.html)

B. Analisis Kasus
1. Bentuk, ragam, dan sifat bimbingan
a. Bentuk bimbingan
Di dalam bmbingan konseling, bentuk bimbingan menunjuk kepada jumlah orang
atau siswa yang dibimbing. Dalam kasus di atas, secara jelas bahwa hanya ada
satu orang saja yang memiliki permasalahan. Bentuk bimbingan yang cocok untuk

1

permasalahan ini adalah bimbingan individual. Hal ini berarti hanya ada seorang
konselor dengan konseli. Bimbingan ini biasanya mengarah kepada konseling.
b. Ragam bimbingan
Ragam bimbingan menyangkut pada segi masalah yang dihadapi oleh konseli.

Melihat kasus di atas, ragam bimbingannya adalah bimbingan pribadi dan
sosial, yaitu bimbingan yang berkaitan dengan pengembangan pribadi siswa dan
hubungan dengan orang lain. Lia mengalami permasalahan pribadi yaitu perasaan
minder dan tidak memiliki teman dekat, karena beranggapan bahwa temantemannya egois dan sombong.
c. Sifat bimbingan
Sifat bimbingan menyangkut maksud pembimbing dalam memberikan bimbingan.
Melihat kasus di atas, sifat bimbingan yang sesuai adalah treatment atau
pemeliharaan, yaitu mendampingi konseli (Lia) dalam perkembangan pemikiran
untuk mengarah ke hal positif (konselor berusaha untuk mendampingi konseli
supaya dapat berpikir positif tentang teman-temannya).
2. Jenis Konseling
Jenis konseling menunjukan segi pendekatan dalam proses konseling. Dalam hal ini
dilihat siapakah atau apakah yang menjadi fokus pembicaraan dalam proses
konseling. Permasalahan yang muncul di dalam kasus adalah Lia yang merasa
kesepian karena tidak memiliki teman, karena Lia melihat bahwa teman-teman Lia di
SMA favorit di kota Salatiga berasal dari keluarga yang kaya, dan mereka terlihat
egois dan sombong. Lia merasa minder dan nilainya makin lama makin jatuh
sehingga ia memiliki beban pikiran yang bertambah. Melihat kasus seperti itu yang
hendaknya menjadi fokus dalam proses konseling adalah konseli (Lia) dengan
berbagai pemikiran dan perasaannya, sehingga jenis konseling yang ada di dalam

proses konseling ini adalah client centered approach.
3. Metode Konseling
Metode konseling menunjuk kepada cara umum seorang konselor dalam usaha
membantu konseli untuk menjalani proses konseling. Permasalahan yang muncul
dalam kasus adalah tentang perasaan dan anggapan konseli kepada teman-temannya
yang mengakibatkan konseli tidak memiliki teman dan akhirnya nilainya turun dan
konseli kebingungan apakah dirinya naik kelas atau tidak. Dengan situasi seperti itu,
metode yang cocok untuk proses konseling adalah non directive. Konseli mengalami
2

gangguan emosional yang berakibat kepada nilai di kelas. Melalui metode non
directive, konseli diberi kesempatan untuk mengolah permasalahannya, dan konselor
membantu konseli untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh konseli.s
4. Teori yang mendasari proses konseling
Teori konseling yang mendasari proses konseling dalam kasus ini adalah teori :
“Client Centered”, teorin yang menekankan bahwa manusia pada dasarnya adalah
baik dan dapat dipercaya. Manusia bergaul dengan orang lain secara damai dan saling
memuaskan satu sama lain, sehingga manusia dapat saling berinteraksi dengan baik.
Teori ini menyebutkan bahwa manusia adalah pusat yang membentuk perasaan dan
dunia pikirannya sendiri, sehingga hanya diketahui dan dimengerti oleh dirinya

sendiri, akibatnya adalah sering terjadi salah tafsir. Orang hendaknya melihat dari
sudut pandang orang lain, sehingga tidak salah paham. Dalam teori ini, titik tolak
proses konseling adalah keadaan di masa sekarang. Berkaitan dengan kasus, teori ini
cocok, karena konseli hendaknya melihat keadaannya di masa sekarang, dimana
dirinya bersekolah dengan teman-teman yang bukan berasal dari desa, sehingga
konseli sungguh dapat melihat latar belakang orang lain dengan positif.
5. Rekaan Wawancara
L : Lia

K : Konselor

K

: “Selamat siang Lia!”

L

: “Selamat siang, pak guru!”

K


: “Apakah ada yang bisa ipak bantu?”

L

(fase pembukaan)
(invitation to talk)

: “Begini pak guru, saya akhir-akhir ini nilai-nilai pelajaran saya di kelas
turun drastis, padahal saya sudah berusaha untuk belajar dengan rajin, tapi
tetap saja nilai saya turun.”

K

: “Oh begitu”

(acceptence)

“Apakah kamu ada masalah dengan guru atau teman kamu?”(invitation to
talk)

L

: “Hmm.. ada pak, saya di sini tidak ada teman, pak”

K

: “Oh ya..”

L

: “Saya bingung pak.”

K

: “Bingung kenapa?”

L

: “Saya dari desa dan teman-teman di sini adalah anak-anak yang kaya,


(acceptence)
(reflection of content)

sedangkan saya hanya anak seorang petani”
3

K

: “Jadi kamu merasa minder?”

(reflection of fellings – parafrase)

L

: “Iya pak, saya merasa minder karena saya adalah anak miskin dari desa
yang diterima di sekolah favorit ini, sedangkan teman-teman saya adalah
anak orang kaya. Saya minder dengan mereka, pak.”(clarification of
content)

K


: “Jadi selama ini nilai kamu menjadi turun karena kamu minder dengan
teman-teman kamu di sini?” (clarification of feelings)

L

: “Iya, pak.”

K

: “Lalu? Kamu mau merasa minder terus?”

L

: “Saya bingung pak. Dulu saya pernah punya pikiran kalau ingin keluar dari

(general leads)

sekolah, karena saya minder dengan yang lain dan tidak memiliki teman satu
pun, tetapi saya juga malu dengan orang tua dan teman-teman saya di desa

kalau saya keluar sekolah.”
K

: “Kamu mau keluar dari sekolah?”

(accent)

L

: “Saya tidak tahu pak. Saya merasa minder dengan teman-teman di sini yang
dari orang kaya semua, sedangkan saya hanya orang desa. Saya memikirkan
itu setiap hari. Bahkan saya pernah berpikir bahwa lebih baik saya keluar dari
sekolah ini dan pindah ke sekolah di desa, tetapi saya juga malu dengan orang
tua saya di rumah dan teman-teman saya di desa kalau saya keluar dari
sekolah ini. Hal ini terus saya pikirkan, sampai-sampai saya tidak konsen saat
belajar dan akibatnya nilai saya jelek.”

(summary)

K


: “Bagaimana dengan teman-teman dekat kamu di sini?”

(probing)

L

: “Saya di sini tidak memiliki teman baik pak. Saya melihat bahwa temanteman di sini sombong-sombong dan egois, saya pikir mereka tidak mau
berteman dengan orang seperti saya yang dari desa ini. Apakah saya pindah
saja dari sekolah ini pak?”

K

(feedback)

: “Di SMU ini ada banyak murid dengan berbagai latar belakang. Mereka
tidak semuanya anak orang kaya, tetapi juga ada dari keluarga yang paspasan. Tapi mereka yang dari keluarga pas-pasan jujur mengakui latar
belakangnya, dan murid yang dari keluarga kaya mau untuk membantu.
Mungkin kamu merasa kalau mereka sombong karena kamu belum dekat
dengan mereka. Apakah kamu pernah mencoba untuk berteman dekat dengan
mereka?”

(giving information – forking response)
4

L

: “Belum pernah pak. Iya, si pernah aku melihat kadang-kadang ada teman
yang mentraktir yang lain di kantin.”

K

(investigation)

: “Kamu di sini tidak memiliki seorang teman, karena kamu tidak mau dekat
dengan orang lain di sini. Nah, coba kalau begitu kamu mencoba untuk lebih
dekat dengan teman-temanmu di sini. Kamu bisa mulai untuk dekat dengan
Ana, dia juga seperti kamu, dia juga dari desa, tapi lihat dia memiliki banyak
teman di sini. Selanjutnya kamu coba untuk terpakka dengan teman-teman
kamu, pasti mereka juga akan memahami latar belakangmu.” (structuring –
diagnosing)
“Iya mungkin akan terlihat sulit dan malu untuk memulai itu, tapi jika kamu
ingin berubah, cobalah untuk melakukan itu.” (support)

L

: “Oiya pak, makasih ya pak atas sarannya. Pak, saya permisi dulu, karena
jam pelajaran akan segera mulai, saya harus masuk kelas.”

K

: “Oiya sama-sama Lia, kamu harus semangat ya.”

Pustaka
Dra. Supriyati, Yulia, M.Pd, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, 2013
http://konselor008.blogspot.com/2012/06/contoh-studi-kasus-dalam-bimbingan
dan.htm., diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 20.30 WIB

5

Lampiran
Lia (bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang
barusan naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara
sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak
pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke
SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-sudah
melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan
STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali
kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain sehingga wajar
jika bisa diterima di SMU favorit. Sejak diterima di SMU favorit di satu fihak Lia
bangga sebagai anak desa toh bisa diterima, tetapi di lain fihak mulai minder dengan
teman-temannya yang sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang
begitu beda dengan latar belakang Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga
kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang
sama-sama dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak,
terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan
sekolahnya itu bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang
tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli.
Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada
diri sendiri. Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan
takut bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga
beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas
atau

tidak.

(http://konselor008.blogspot.com/2012/06/contoh-studi-kasus-dalam-

bimbingan dan.htm.)

6

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72